Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP ANAK

Disusun oleh :
Helen Kunadia Pratiwi
201903024

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
TAHUN AJARAN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK

A. DEFINISI

Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh


bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan
merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai
melalui tumbuh kematangan dan belajar (Wong, 2000)
Pertumbuhan ( Growth ) berkaitan dengan masalah perubahan dalam
besar, umlah, ukuran atau dimensi tingkat sel organ maupun individu yang bisa
diukur dengan ukuran berat , panjang,umur tulang dan keseimbangan
metabolik.
Perkembangan ( Development ) adalah bertambahnya kemampuan ( skill )
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur
dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan ( Soetjiningsih,
2002)

B. PRINSIP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

Secara umum pertumbuhan dan perkembangan memiliki beberapa prinsip


dalam prosesnya.Prinsip tersebut dapat menentukan ciri atau pola dari
pertumbuhan dan perkembangan setiap anak. Prinsip-prinsip tersebut antara
lain sebagai berikut.
1. Proses pertumbuhan dan perkembangan sangat bergantung pada aspek
kematangan susunan saraf pada manusia, di mana semakin sempurna atau
kompleks kematangan saraf maka semakin sempurna pula proses
pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi mulai dari proses konsepsi
sampai dengan dewasa.

2. Proses pertumbuhan dan perkembangan setiap individu adalah sama, yaitu


mencapai proses kematangan, meskipun dalam proses pencapaian tersebut
tidak memiliki kecepatan yang sama antara individu yang satu dengan yang
lain.
3. Proses pertumbuhan dan perkembangan memiliki pola khas yang dapat
terjadi mulai dari kepala hingga ke seluruh bagian tubuh atau juga mulai
dari kemampuan yang sederhana hingga mencapai kemampuan yang lebih
kompleks sampai mencapai kesempurnaan dari tahap pertumbuhan dan
perkembangan (Narendra, 2002).

C. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TUMBUH KEMBANG


ANAK

1. Faktor Genetik

a) Berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik

b) Jenis kelamin

c) Suku bangsa

2. Faktor Lingkungan

a) Faktor Pranatal

Gizi pada waktu hamil, mekanis, toksin, endokrin

b) Faktor Postnatal

 Faktor lingkungan biologis

Ras, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan

 Faktor lingkungan fisik

Cuaca, musim, sanitasi, keadaan rumah

 Lingkungan sosial

Stimulasi, motivasi belajar, stress, ganjaran

 Lingkungan keluarga dan adat istiadat yang lain pekerjaan, pendidikan


ayah dan ibu, saudara, stabilitas rumah tangga, adat istiadat dan norma
D. POLA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

1. Pola pertumbuhan fisik yang terarah

Pola ini memiliki dua prinsip atau hukum perkembangan, yaitu prinsip
cephalocaudal dan prinsip proximodistal
a. Cephalocaudal atau head to fail direction (dari arah kepala kemudian
ke kaki). Pola pertumbuhan dan perkembangan ini dimulai dari kepala
yang ditandai dengan perubahan ukuran kepala yang lebih besar,
kemudian berkembang kemampuan untuk menggerakkan lebih cepat
dengan menggelengkan kepala dan dilanjutkan ke bagian ekstremitas
bawah lengan, tangan, dan kaki. Hal tersebut merupakan pola searah
dalam pertumbuhan dan perkembangan

b. Proximodistal atau near for direction. Pola ini dimulai dengan


menggerakkan anggota gerak yang paling dekat dengan pusat sumbu
tengah kemudian menggerakkan anggota gerak yang lebih jauh atau
ke arah bagian tepi, seperti menggerakkan bahu terlebih dahulu lalu
jari-jari. Hal tersebut juga dapat dilihat pada perkembangan berbagai
organ yang ada di tengah, seperti jantung, paru, pencernaan, dan yang
lain akan lebih dahulu mencapai kematangan.

2. Pola perkembangan dari umum ke khusus

Pola ini dikenal dengan nama pola mass to specific atau to complex. Pola
pertumbuhan dan perkembangan ini dapat dimulai dengan menggerakkan
daerah yang lebih umum (sederhana) dahulu baru kemudian daerah yang
lebih kompleks (khusus), seperti melambaikan tangan kemudian baru
memainkan jarinya atau menggerakkan lengan atas, bawah telapak tangan
sebelum menggerakkan jari tangan atau menggerakkan badan atau
tubuhnya sebelum mempergunakan kedua tungkainya untuk menyangga,
melangkah dan/atau mampu berjalan
3. Pola perkembangan berlangsung dalam tahapan perkembangan

Pola ini mencerminkan ciri khusus dalam setiap tahapan perkembangan


yang dapat digunakan untuk mendeteksi perkembangan selanjutnya,
seperti seorang anak pada usia empat tahun mengalami kesulitan dalam
berbicara atau mengemukakan sesuatu, atau terbatas dalam
perbendaharaan kata, maka dapat diramalkan akan mengalami kelambatan
pada seluruh aspek perkembangan. Pada pola ini tahapan perkembangan
dibagi menjadi lima bagian yang tentunya memiliki prinsip atau ciri
khusus dalam setiap perkembangannya sebagai berikut.
a. Masa pralahir, terjadi pertumbuhan yang sangat cepat pada alat dan
jaringan tubuh.

b. Masa neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan di luar


rahim dan hampir sedikit aspek pertumbuhan fisik dalam perubahan.

c. Masa bayi, terjadi perkembangan sesuai dengan lingkungan yang


mempengaruhinya serta memiliki kemampuan untuk melindungi dan
menghindar dari hal yang mengancam dirinya.

d. Masa anak, terjadi perkembangan yang cepat dalam aspek sifat, sikap,
minat, dan cara penyesuaian dengan lingkungan, dalam hal ini
keluarga dan teman sebaya.

e. Masa remaja, terjadi perubahan ke arah dewasa sehingga kematangan


ditandai dengan tanda-tanda pubertas

4. Pola perkembangan dipengaruhi oleh kematangan dan latihan (belajar)

Proses kematangan dan belajar selalu memengaruhi perubahan dalam


perkembangan anak. Terdapat saat yang siap untuk menerima sesuatu dari
luar untuk mencapai proses kematangan. Kematangan yang dicapainya
dapat disempurnakan melalui rangsangan yang tepat, masa itulah
dikatakan sebagai masa kritis yang harus dirangsang agar mengalami
pencapaian perkembangan selanjutnya melalui proses belajar.
E. CIRI-CIRI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK

Pertumbuhan memiliki ciri-ciri sebagai berikut.


1. Dalam pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalam hal
bertambahnya ukuran fisik, seperti berat badan, tinggi badan, lingkar
kepala, lingkar lengan, lingkar dada, dan lain-lain.

2. Dalam pertumbuhan dapat terjadi perubahan proporsi yang dapat terlihat


pada proporsi fisik atau organ manusia yang muncul mulai dari masa
konsepsi hingga dewasa.

3. Pada pertumbuhan dan perkembangan terjadi hilangnya ciri-ciri lama yang


ada selama masa pertumbuhan, seperti hilangnya kelenjar timus, lepasnya
gigi susu, atau hilangnya refleks refleks tertentu.

4. Dalam pertumbuhan terdapat ciri baru yang secara perlahan mengikuti


proses kematangan seperti adanya rambut pada daerah aksila, pubis, atau
dada.

Perkembangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut.


1. Perkembangan selalu melibatkan proses pertumbuhan yang diikuti dari
perubahan fungsi, seperti perkembangan sistem reproduksi akan diikuti
perubahan pada fungsi alat kelamin.

2. Perkembangan memiliki pola yang konstan dengan hukum tetap, yaitu


perkembangan dapat terjadi dari daerah kepala menuju ke arah kaudal atau
dari bagian proksimal kebagian distal.

3. Perkembangan memiliki tahapan yang berurutan mulai dari kemampuan


melakukan hal yang sederhana menuju kemampuan melakukan hal yang
sempurna.

4. Perkembangan setiap individu memiliki kecepatan pencapaian


perkembangan yang berbeda.

5. Perkembangan dapat menentukan pertumbuhan tahap selanjutnya, di mana


tahapan perkembangan harus dilewati tahap demi tahap (Narendra, 2002).
F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TUMBUH KEMBANG
ANAK

1. Faktor Herediter
Faktor herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar
dalam mencapai tumbuh kembang anak di samping faktor-faktor lain.
Faktor herediter meliputi bawaan, jenis kelamin, ras, dan suku bangsa.
Faktor ini dapat ditentukan dengan intensitas, kecepatan dalam
pembelahan sel telur, tingkat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan,
usia pubertas, dan berhentinya pertumbuhan tulang.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan faktor yang memegang peranan penting
dalam menentukan tercapai dan tidaknya potensi yang sudah
dimiliki.Faktor lingkungan ini dapat meliputi lingkungan prenatal (yaitu,
lingkungan dalam kandungan) dan lingkungan postnatal (yaitu, lingkungan
setelah bayi lahir).
a. Lingkungan Prenatal
Lingkungan prenatal merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai
dari konsepsi sampai lahir yang meliputi gizi pada waktu ibu hamil,
lingkungan mekanis, zat kimia atau toksin, dan hormonal.

1) Lingkungan mekanis

Lingkungan mekanis adalah segala hal yang memengaruhi janin


atau posisi janin dalam uterus.
- Radiasi dapat menyebabkan kerusakan pada organ otak janin.

- Infeksi dalam kandungan memengaruhi pertumbuhan dan


perkembangan janin.

- Kekurangan oksigen pada janin mengakibatkan gangguan dalam


plasenta sehingga kemungkinan bayi lahir dengan berat badan
yang kurang
- Faktor imunitas dapat memengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin karena menyebabkan terjadinya abortus
atau karena ikterus.

- Stres dapat memengaruhi kegagalan tumbuh kembang janin.

2) Zat kimia atau toksin


Hal ini berkaitan dengan penggunaan obat-obatan, alkohol, atau
kebiasaan merokok oleh ibu hamil.
3) Hormonal
Hormon-hormon ini mencakup hormon somatotropin, plasenta,
tiroid, dan insulin.Peran hormon somatotropin (growth Hormone),
yaitu disekresi kelenjar hipofisis janin sekitar minggu ke-9 dan
produksinya meningkat pada minggu ke-20.Hormon plasenta
(human placental lactogen) berperan dalam nutrisi plasenta.
b. Lingkungan Postnatal

Selain Faktor lingkungan intrauteri terdapat lingkungan setelah lahir


yang juga dapat memengaruhi tumbuh kembang anak, seperti budaya
lingkungan, sosial ekonomi keluarga, nutrisi, iklim atau cuaca,
olahraga, posisi anak dalam keluarga, dan status kesehatan.
1) Budaya lingkungan

Budaya lingkungan dalam hal ini adalah budaya di masyarakat yang


memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.Budaya
lingkungan dapat menentukan bagaimana seseorang atau
masyarakat mempersepsikan pola hidup sehat, hal ini dapat terlihat
apabila kehidupan atau perilaku mengikuti budaya yang ada
sehingga kemungkinan besar dapat menghambat dalam aspek
pertumbuhan dan perkembangan. Sebagai contoh, anak yang dalam
usia tumbuh kembang membutuhkan makanan yang bergizi, namun
karena terdapat adat atau budaya tertentu yang melarang makan
dalam masa tertentu padahal makanan tersebut dibutuhkan untuk
perbaikan gizi, maka tentu akan mengganggu atau menghambat
masa tumbuh kembang.

2) Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi juga dapat memengaruhi pertumbuhan dan


perkembangan anak.Anak dengan keluarga yang memiliki sosial
ekonomi tinggi umumnya pemenuhan kebutuhan gizinya cukup
baik dibandingkan dengan anak dengan sosial ekonomi rendah.
Demikian juga dengan anak berpendidikan rendah, tentu akan sulit
untuk menerima arahan dalam pemenuhan gizi dan mereka sering
tidak mau atau tidak meyakini pentingnya pemenuhan kebutuhan
gizi atau pentingnya pelayanan kesehatan lain yang menunjang
dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan anak.

3) Nutrisi

Nutrisi adalah salah satu komponen yang penting dalam menunjang


keberlangsungan proses pertumbuhan dan perkembangan. Nutrisi
menjadi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang selama masa
pertumbuhan.Dalam nutrisi terdapat kebutuhan zat gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan seperti protein,
karbohidrat, lemak mineral, vitamin, dan air.Apabila kebutuhan
nutrisi seseorang tidak atau kurang terpenuhi maka dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangannya.

4) Iklim dan Cuaca

Iklim dan cuaca dapat berperan dalam pertumbuhan dan


perkembangan. Misalnya pada saat musim tertentu kebutuhan gizi
dapat dengan mudah diperoleh, namun pada saat musim yang lain
justru sebaliknya. Sebagai contoh, saat musim kemarau penyediaan
air bersih atau sumber makanan sangatlah sulit.
5) Olahraga atau latihan fisik

Olahraga atau latihan fisik dapat memacu perkembangan anak


karena dapat meningkatkan sirkulasi darah sehingga suplai oksigen
ke seluruh tubuh dapat teratur serta dapat meningkatkan stimulasi
perkembangan tulang otot dan pertumbuhan sel lainnya.Dari Aspek
sosial, anak menjadi mudah berinteraksi dengan teman sesuai
dengan jenis olahraganya.

6) Posisi anak dalam keluarga

Posisi anak dalam keluarga dapat memengaruhi pertumbuhan dan


perkembangan.s Secara umum, anak pertama atau tunggal memiliki
kemampuan intelektual lebih menonjol dan cepat berkembang
karena sering berinteraksi dengan orang dewasa, namun dalam
perkembangan motoriknya kadang-kadang terlambat karena tidak
ada stimulasi yang biasanya dilakukan saudara kandungnya.
Sedangkan pada anak kedua atau anak tengah, kecenderungan orang
tua yang merasa sudah biasa dalam merawat anak lebih percaya diri
sehingga kemampuan anak untuk beradaptasi lebih cepat dan
mudah, meskipun dalam perkembangan intelektual biasanya kurang
apabila dibandingkan dengan anak pertamanya, kecenderungan
tersebut juga bergantung pada keluarga.

7) Status Kesehatan

Status kesehatan anak dapat berpengaruh pada pencapaian


pertumbuhan dan perkembangan.Hal ini dapat terlihat apabila anak
berada dalam kondisi sehat dan sejahtera, maka percepatan untuk
tumbuh kembang menjadi sangat mudah dan sebaliknya. Sebagai
contoh, pada saat tertentu anak seharusnya mencapai puncak dalam
pertumbuhan dan perkembangan namun apabila saat itu pula terjadi
penyakit kronis yang ada pada diri anak maka pencapaian
kemampuan untuk maksimal dalam tumbuh kembang akan
terhambat karena anak memiliki masa kritis. Beberapa kondisi yang
dapat memengaruhi tumbuh kembang anak misalnya adanya
kelainan perkembangan fisik atau disebut cacat fisik (bibir sumbing,
strabismus atau juling, kaki bengkok, dan lain-lain), adanya
kelainan dalam perkembangan saraf (seperti gangguan motorik,
gangguan bicara, atau gangguan personal sosial), adanya kelainan
perkembangan mental (seperti retardasi mental), adanya kelainan
perkembangan perilaku (seperti hiperaktif, gangguan belajar, atau
depresi), dan lain-lain

3. Faktor Hormonal

Faktor hormonal yang berperan dalam tumbuh kembang anak antara lain
hormon somatotropin tiroid, dan glukokortikoid. Hormon somatotropin
(growth hormone) berperan dalam memengaruhi pertumbuhan tinggi
badan dengan menstimulasi terjadinya proliferasi sel kartilago dan sistem
skeletal.Hormon tiroid berperan menstimulasi metabolisme tubuh.
Hormon glukokortikoid mempunyai fungsi menstimulasi pertumbuhan sel
interstisial dari testis (untuk memproduksi testoteron) dan ovarium (untuk
memproduksi estrogen), selanjutnya hormon tersebut akan menstimulasi
perkembangan seks, baik pada anak laki-laki maupun perempuan yang
sesuai dengan peran hormonnya (Wong, 2000).
G. TAHAP TUMBUH KEMBANG ANAK

Tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak dapat ditentukan oleh


masa atau waktu kehidupan anak.Secara umum terdiri atas masa prenatal dan
masa postnatal.
1. Masa Prenatal

Masa prenatal terdiri atas dua fase, yaitu fase embrio dan fase fetus.Pada
fase embrio pertumbuhan dapat diawali mulai dari konsepsi hingga 8
minggu pertama yang dapat terjadi perubahan yang cepat dari ovum
menjadi suatu organisme dan terbentuknya manusia.Pada minggu ke-2,
terjadi pembelahan sel dan pemisahan jaringan antara endoterm dan
ektoderm.Pada minggu terbentuk lapisan mesoderm. Pada masa ini sampai
usia 7 minggu belum tampak adanya gerakan yang berarti melainkan hanya
terdapat denyut jantung janin, yaitu sudah mulai dapat berdenyut sejak 4
minggu. Pada fase fetus terjadi sejak usia 9 minggu hingga kelahiran,
sedangkan minggu ke-12 sampai ke-40 terjadi peningkatan fungsi organ,
yaitu bertambah ukuran panjang dan berat badan terutama pertumbuhan
serta penambahan jaringan subkutan dan jaringan otot.

2. Masa Postnatal

Masa postnatal terdiri atas masa neonatus, masa bayi, masa prasekolah,
masa sekolah, dan masa remaja.

a. Masa Neonatus (0-28 hari)

Pertumbuhan dan perkembangan postnatal atau dikenal dengan


pertumbuhan dan perkembangan setelah lahir ini diawali dengan masa
neonatus (0-28 hari). Masa ini merupakan masa terjadinya kehidupan
yang baru dalam ekstrauteri, yaitu adanya proses adaptasi semua sistem
organ tubuh. Proses adaptasi dari organ tersebut dimulai dari aktivitas
pernapasan yang disertai pertukaran gas dengan frekuensi pernapasan
antara 35-50 kali per menit, penyesuaian denyut jantung antara 120-160
kali per menit dengan ukuran jantung lebih besar apabila dibandingkan
dengan rongga dada. Selanjutnya terjadi aktivitas (pergerakan) bayi yang
mulai meningkat untuk memenuhi kebutuhan gizi, seperti menangis,
memutar-mutar kepala, mengisap rooting reflex), dan menelan.
Perubahan selanjutnya sudah dimulai proses pengeluaran tinja yang
terjadi dalam waktu 24 jam yang di dalamnya terdapat mekonium. Hal
tersebut akan dilanjutkan dengan proses defekasi, seperti dari proses
ekskresi dari apa yang dimakan (ASI). Frekuensi defekasi tersebut dapat
berkisar antara 3-5 kali seminggu (bergantung pada kondisi bayi dan susu
yang dikonsumsi, apakah ASI atau susu formula), namun banyak juga
dijumpai bayi yang mengalami konstipasi pada bayi dengan PASI.

Perubahan pada fungsi organ yang lainnya adalah ginjal yang belum
sempurna, urine masih mengandung sedikit protein dan pada minggu
pertama akan dijumpai urine warna merah muda karena banyak
mengandung senyawa urat, kemudian kadar hemoglobin darah tepi pada
neonatus berkisar antara 17-19 g/dl, kadar hematokrit saat lahir adalah
52%, terjadi peningkatan kadar leukosit sekitar 2500030000 /ul, dan
setelah usia satu minggu akan terjadi penurunan hingga kurang dari
14.000/ul. Keadaan fungsi hati pun masih relatif imatur dalam
memproduksi faktor pembekuan, sebab belum terbentuknya flora usus
yang akan berperan dalam absorpsi vitamin K dan imunoglobulin untuk
kekebalan bayi.

b. Masa Bayi

Masa bayi ini dibagi menjadi dua tahap perkembangan. Tahap pertama
(antara usia 1-12 bulan): pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini
dapat berlangsung secara terus. menerus, khususnya dalam peningkatan
susunan saraf. Tahap kedua (usia 1-2 tahun): kecepatan pertumbuhan
pada masa ini mulai menurun dan terdapat percepatan pada
perkembangan motorik

c. Masa Prasekolah

Perkembangan pada masa ini dapat berlangsung stabil dan masih terjadi
peningkatan pertumbuhan serta perkembangan, khususnya pada aktivitas
fisik dan kemampuan kognitif.

d. Masa Sekolah

Perkembangan masa sekolah ini lebih cepat dalam kemampuan fisik dan
kognitif dibandingkan dengan masa prasekolah.

e. Masa Remaja

Pada tahap perkembangan remaja terjadi perbedaan pada perempuan dan


laki-laki.Pada umumnya wanita 2 tahun lebih cepat untuk masuk ke
dalam tahap remaja/pubertas dibandingkan dengan anak laki-laki dan
perkembangan ini ditunjukkan pada perkembangan pubertas.
H. PERTUMBUHAN PADA ANAK

Pertumbuhan pada anak dilihat dari pertumbuhan berat badan, tinggi


badan, lingkar kepala, gigi, organ penglihatan, organ pendengaran, dan organ
seksual.
1. Berat badan

Pada masa pertumbuhan berat badan bayi dibagi menjadi dua, yaitu usia 0-
6 bulan dan usia 6-12 bulan. Untuk usia 0-6 bulan pertumbuhan berat
badan akan mengalami penambahan setiap minggu sekitar 140-200 gram
dan berat badannya akan menjadi dua kali berat badan lahir pada akhir
bulan ke-6. Sedangkan pada usia 6-12 bulan terjadi penambahan setiap
minggu sekitar 25- 40 gram dan pada akhir bulan ke-12 akan terjadi
penambahan tiga kali lipat berat badan lahir. Pada masa bermain, terjadi
penambahan berat badan sekitar empat kali lipat dari berat badan lahir
pada usia kurang lebih 25 tahun serta penambahan berat badan setiap
tahunnya adalah 2-3 kg
Pada masa prasekolah dan sekolah akan terjadi penambahan berat badan
setiap tahunnya kurang lebih 2-3 kg.
2. Tinggi badan

Pada usia 0-6 bulan bayi akan mengalami penambahan tinggi badan
sekitar 2,5 cm setiap bulannya. Pada usia 6-12 bulan mengalami
penambahan tinggi badan hanya sekitar 1,25 cm setiap bulannya Pada
akhir tahun pertama akan meningkat kira-kira 50% dari tinggi badan
waktu lahir.
Pada masa bermain penambahan selama tahun ke-2 kurang lebih 12 cm,
sedangkan penambahan untuk tahun ke-3 rata-rata 4-6 cm.
Pada masa prasekolah, khususnya di akhir usia 4 tahun, terjadi
penambahan rata-rata dua kali lipat dan tinggi badan waktu lahir dan
mengalami penambahan setiap tahunnya kurang lebih 6-8 cm
Pada masa sekolah akan mengalami penambahan setiap tahunnya. Setelah
usia 6 tahun tinggi badan bertambah rata-rata 5 cm, kemudian pada usia 13
tahun bertambah lagi menjadi rata-rata tiga kali lipat dari tinggi badan
waktu lahir.

3. Lingkar kepala

Pertumbuhan pada lingkar kepala ini terjadi dengan sangat cepat sekitar
enam bulan pertama, yaitu dari 35-43 cm. Pada usia usia selanjutnya
pertumbuhan lingkar kepala mengalami perlambatan Pada usia 1 tahun
hanya mengalami pertumbuhan kurang lebih 46,5 cm. Pada usia 2 tahun
mengalami pertumbuhan kurang lebih 49 cm, kemudian akan bertambah 1
cm sampai dengan usia tahun ke-3 dan bertambah lagi kurang lebih 5 cm
sampai dengan usia remaja.
4. Gigi

Pertumbuhan gigi pada masa tumbuh kembang banyak mengalami


perubahan mulai, dari pertumbuhan hingga penanggalan.Pertumbuhan gigi
terjadi di dua bagian, yaitu bagian rahang atas dan bagian rahang bawah.
a. Pertumbuhan gigi bagian rahang atas:

 gigi insisi sentral pada usia 8-12 bulan

 gigi insisi lateral pada usia 9-13 bulan;

 gigi taring (caninus) pada usia 16-22 bulan

 molar pertama anak laki-laki pada usia 13-19 bulan

 molar pertama anak perempuan pada usia 14-18 bulan, sedangkan


molar kedua pada usia 25-33 bulan.

b. Pertumbuhan gigi bagian rahang bawah:

 gigi insisi sentral pada usia 6-10 bulan;

 gigi insisi lateral pada usia 10-16 bulan;

 gigi taring (caninus) pada usia 17-23 bulan


 molar pertama pada usia 14-18 bulan:

 molar kedua anak perempuan pada usia 24-30 bulan, sedangkan


anak laki-laki pada usia 29-31.

Perubahan selanjutnya adalah adanya beberapa gigi yang mengalami


penanggalan.Seperti halnya pertumbuhan gigi, penanggalan gigi juga
terjadi di bagian rahang atas dan bagian rahang bawah.
a. Penanggalan gigi bagian rahang atas:

 gigi insisi pertama pada usia 7 tahun;

 gigi insisi kedua pada usia 8 tahun

 gigi taring pada usia 11 tahun;

 gigi molar pertama pada usia 9 tahun;

 gigi molar kedua pada usia 11 tahun

b. Penanggalan gigi bagian rahang bawah:

 gigi insisi pertama pada usia 6 tahun

 gigi insisi kedua pada usia 7 tahun

 gigi taring pada usia 10 tahun;

 gigi molar pertama pada usia 9 tahun

 gigi molar kedua pada usia 10 tahun.

5. Organ penglihatan

Perkembangan organ penglihatan dapat dimulai pada saat lahir. Sudah


terjadi perkembangan ketajaman penglihatan antara 20/100, adanya refleks
pupil dan kornea, memiliki kemampuan fiksasi pada objek yang bergerak
dalam rentang 45 derajat dan bila tidak bergerak sejauh 20-25 cm. Pada
usia 1 bulan bayi memiliki perkembangan, yaitu adanya kemampuan
melihat untuk mengikuti gerakan dalam rentang 90 derajat dapat melihat
orang secara terus menerus, dan kelenjar air mata sudah mulai berfungsi.
Pada usia 2-3 bulan memiliki penglihatan perifer hingga 180 derajat. Pada
usia 4-5 bulan kemampuan bayi untuk memfiksasi sudah mulai pada
hambatan 1,25 cm, dapat mengenali botol susu, melihat tangan saat duduk
atau berbaring, melihat bayangan di cermin dan mampu mengakomodasi
objek. Usia 5-7 bulan dapat menyesuaikan postur untuk melihat objek,
mampu mengembangkan warna kesukaan kuning dan merah, menyukai
rangsangan visual kompleks, serta mengembangkan koordinasi mata dan
tangan. Pada usia 7-11 bulan mampu memfiksasi objek yang sangat kecil.
Pada usia 11-12 bulan ketajaman penglihatan mendekati 20/20, dapat
mengikuti objek yang dapat bergerak. Pada usia 12-14 bulan mampu
mengidentifikasi bentuk geometri Pada usia 18-24 bulan mampu
berakomodasi dengan baik.
6. Organ pendengaran

Perkembangan pada pendengaran dapat dimulai pada saat lahir.Setelah


lahir, bayi sudah dapat berespons terhadap bunyi yang keras dengan
refleks. Pada usia 2-3 bulan mampu memalingkan kepala ke samping bila
bunyi dibuat setinggi telinga. Pada usia 34 bulan anak memiliki
kemampuan dalam melokalisasi bunyi dengan memalingkan kepala ke
arah bunyi. Pada usia 4-6 bulan kemampuan melokalisasi bunyi makin
kuat dan mulai mampu membuat bunyi firuan. Pada usia 6-8 bulan mampu
berespons pada nama sendiri. Pada usia 10-12 bulan mampu mengenal
beberapa kata dan artinya. Pada usia 18 bulan mulai dapat membedakan
bunyi. Pada usia 36 bulan mampu membedakan bunyi yang halus dalam
bicara. Pada usia 48 bulan mulai membedakan bunyi yang serupa dan
mampu mendengarkan yang lebih halus.
7. Organ seksual

Perkembangan organ seksual antara laki-laki dan perempuan terdapat


beberapa perbedaan. Pertumbuhan organ seksual laki-laki antara lain
terjadinya pertumbuhan yang cepat pada penis pada usia 12-15 tahun,
testis pada usia 11-15 tahun kemudian rambut pubis pada usia 12-15
tahun. Perkembangan pubertas diawali dengan beberapa tahap sebagai
berikut (Soetjiningsih, 1998).
a. Tahap I (pra pubertas) pada dasarnya sama dengan masa anak-anak,
tidak terdapat rambut pubis.

b. Tahap Il (pubertas): masa pubertas.

c. Tahap III: terjadi pembesaran penis awal terutama dalam panjang,


testis dan skrotum terus membesar, serta rambut lebih lebat, kasar,
keriting, dan merata pada seluruh pubis.

d. Tahap IV: terjadi peningkatan ukuran penis dengan pertumbuhan


diameter, glans lebih besar dan lebih lebar, serta skrotum lebih gelap

Perkembangan organ seksual perempuan antara lain terjadinya


pertumbuhan payudara antara usia 10-15 tahun dan rambut pubis antara
usia 11-14 tahun. Perkembangan payudara memiliki tahap-tahap sebagai
berikut.
a. Tahap I: tumbuhnya puting susu dengan area kecil, penonjolan di
sekitar papila, dan terjadinya pembesaran diameter areola

b. Tahap II: pembesaran lanjut dari payudara dan areola tanpa pemisahan
konturnya.

c. Tahap III: terjadi proyeksi areola dan papila.

d. Tahap IV: tahap konfigurasi dewasa proyeksi papila yang hanya


disebabkan oleh resesi areola ke dalam kontur umum

Pertumbuhan rambut pubis memiliki tahap-tahap sebagai berikut (Wong,


1996).
a. Tahap I (pra pubertas): tidak terdapat rambut pubis.

b. Tahap II terjadi pertumbuhan rambut pubis yang jarang.


c. Tahap III: rambut pubis lebih hitam, kasar, keriting, dan merata pada
seluruh pubis.

d. Tahap IV: rambut pubis lebih lebat dan keriting.

e. Tahap V:rambut pubis orang dewasa dalam penyebaran, baik kuantitas,


jenis, maupun pola penyebaran ke bagian dalam paha.

I. PERKEMBANGAN PADA ANAK

Perkembangan pada anak mencakup perkembangan motorik halus,


perkembangan motorik kasar, perkembangan bahasa, dan perkembangan
perilaku/adaptasi sosial.
1. Perkembangan motorik halus

Perkembangan motorik halus pada tiap tahap perkembangan anak adalah


sebagai berikut.

a. Masa Neonatus (0-28 hari)

Perkembangan motorik halus pada masa ini dimulai dengan adanya


kemampuan untuk mengikuti garis tengah bila kita memberikan respons
terhadap gerakan jari atau tangan.

b. Masa Bayi (28 hari-1 tahun)

1) Usia 14 Bulan

Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah dapat melakukan


hal-hal seperti memegang suatu objek, mengikuti objek dari sisi ke
sisi, mencoba memegang dan memasukkan benda ke dalam mulut,
memegang benda tapi terlepas, memerhatikan tangan dan kaki,
memegang benda dengan kedua tangan, serta menahan benda di
tangan walaupun hanya sebentar.

2) Usia 4-8 Bulan


Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah sudah mulai
mengamati benda, menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk
memegang, mengeksplorasi benda yang sedang dipegang, mengambil
objek dengan tangan tertangkup, mampu menahan kedua benda di
kedua tangan secara simultan, menggunakan bahu dan tangan sebagai
satu kesatuan, serta memindahkan objek dari satu tangan ke tangan
yang lain.

3) Usia 8-12 Bulan

Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah mencari atau


meraih benda kecil; bila diberi kubus mampu memindahkan,
mengambil, memegang dengan telunjuk dan ibu jari,
membenturkannya, serta meletakkan benda atau kubus ke tempatnya.

c. Masa Anak (1-2 Tahun)

Perkembangan motorik halus pada usia ini dapat ditunjukkan dengan


adanya kemampuan dalam mencoba menyusun atau membuat menara
pada kubus.

d. Masa Prasekolah

Perkembangan motorik halus dapat dilihat pada anak, yaitu mulai


memiliki kemampuan menggoyangkan jari-jari kaki, menggambar dua
atau tiga bagian memilih garis yang lebih panjang dan menggambar
orang melepas objek dengan jari lurus mampu menjepit benda,
melambaikan tangan menggunakan tangannya untuk bermain,
menempatkan objek ke dalam wadah, makan sendiri, minum dari
cangkir dengan bantuan menggunakan sendok dengan bantuan, makan
dengan jari, serta membuat coretan di atas kertas (Wong. 200).

2. Perkembangan motorik kasar

Perkembangan motorik kasar pada tiap tahap perkembangan anak adalah


sebagai berikut
a. Masa Neonatus (0-28 hari)

Perkembangan motorik kasar yang dapat dicapai pada usia ini diawali
dengan tanda gerakan seimbang pada tubuh dan mulai mengangkat
kepala.

b. Masa Bayi (28 hari-1 tahun)

1) Usia 1-4 Bulan

Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai dengan


kemampuan mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk
sebentar dengan ditopang mampu duduk dengan kepala tegak, jatuh
terduduk di pangkuan ketika disokong pada posisi berdiri, kontrol
kepala sempuma, mengangkat kepala sambil berbaring telentang,
berguling dari telentang ke miring, posisi lengan dan tungkai kurang
fleksi, dan berusaha untuk merangkak.

2) Usia 4-8 Bulan

Perkembangan motorik kasar awal bulan ini dapat dilihat pada


perubahan dalam aktivitas seperti posisi telungkup pada alas dan
sudah mulai mengangkat kepala dengan melakukan gerakan menekan
kedua tangannya. Pada bulan ke-4 sudah mampu memalingkan
kepala ke kanan dan ke kiri; duduk dengan kepala tegak;
membalikkan badan; bangkit dengan kepala tegak; menumpu beban
pada kaki dengan lengan berayun ke depan dan ke belakang;
berguling dari telentang ke tengkurap; serta duduk dengan bantuan
dalam waktu yang singkat.

3) Usia 8-12 Bulan

Perkembangan motorik kasar dapat diawali dengan duduk tanpa


pegangan, berdiri dengan pegangan, bangkit lalu berdiri, berdiri 2
detik, dan berdiri sendiri

c. Masa Anak (1-2 Tahun)


Dalam perkembangan masa anak terjadi perkembangan motorik kasar
secara signifikan.Pada masa ini anak sudah mampu melangkah dan
berjalan dengan tegak. Sekitar usia 18 bulan anak mampu menaiki
tangga dengan cara satu tangan dipegang. Pada akhir tahun ke-2 sudah
mampu berlari-lari kecil, menendang bola, dan mulai mencoba
melompat.

d. Masa Prasekolah

Perkembangan motorik kasar masa prasekolah ini dapat diawali dengan


kemampuan untuk berdiri dengan satu kaki selama 1-5 detik, melompat
dengan satu kaki, berjalan dengan tumit ke jari kaki, menjelajah,
membuat posisi merangkak dan berjalan dengan bantuan (Wong, 2000).

3. Perkembangan Bahasa

Berikut ini akan disebutkan perkembangan bahasa pada tiap tahap usia
anak.

a. Masa Neonatus (0-28 hari)

Perkembangan bahasa masa neonatus ini dapat ditunjukkan dengan


adanya kemampuan bersuara (menangis) dan bereaksi terhadap suara
atau bel.

b. Masa Bayi (28 hari-1 tahun)

1) Usia 1-4 Bulan

Perkembangan bahasa pada usia ini ditandai dengan adanya


kemampuan bersuara dan tersenyum, mengucapkan huruf hidup,
berceloteh, mengucapkan kata "ooh/ahh", tertawa dan berteriak,
mengoceh spontan, serta bereaksi dengan mengoceh.

2) Usia 4-8 Bulan

Perkembangan bahasa pada usia ini adalah dapat menirukan bunyi


atau kata-kata, menoleh ke arah suara atau sumber bunyi, tertawa,
menjerit, menggunakan vokalisasi semakin banyak, serta
menggunakan kata yang terdiri atas dua suku kata dan dapat
membuat dua bunyi vokal yang bersamaan seperti "ba-ba".

3) Usia 8-12 Bulan

Perkembangan bahasa pada usia ini adalah mampu mengucapkan


kata "papa" dan "mama" yang belum spesifik, mengoceh hingga
mengatakannya secara spesifik, serta dapat mengucapkan 1-2 kata

c. Masa Anak (1-2 Tahun)

Perkembangan bahasa masa anak ini adalah dicapainya kemampuan


bahasa pada anak yang mulai ditandai dengan anak mampu memiliki
sepuluh perbendaharaan kata; tingginya kemampuan meniru, mengenal,
dan responsif terhadap orang lain; mampu menunjukkan dua gambar;
mampu mengombinasikan kata; serta mulai mampu menunjukan
lambaian anggota badan.

d. Masa Prasekolah

Perkembangan bahasa diawali dengan adanya kemampuan menyebutkan


hingga empat gambar menyebutkan satu hingga dua warna menyebutkan
kegunaan benda; menghitung: mengartikan dua kata; mengerti empat
kata depan; mengerti beberapa kata sifat dan jenis kata lainnya
menggunakan bunyi untuk mengidentifikasi objek orang, dan aktivitas,
menirukan berbagai bunyi kata memahami arti larangan serta merespons
panggilan orang dan anggota keluarga dekat.

4. Perkembangan perilaku/adaptasi social

Perkembangan perilaku pada tahap tumbuh kembang tiap usia adalah


sebagai berikut.

a. Masa Neonatus (0-28 hari)


Perkembangan adaptasi sosial atau perilaku masa neonatus ini dapat
ditunjukkan dengan adanya tanda-tanda tersenyum dan mulai menatap
muka untuk mengenali seseorang.

b. Masa Bayi (28 hari-1 tahun)

1) Usia 1-4 Bulan

Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini dapat diawali dengan


kemampuan mengamati tangannya tersenyum spontan dan membalas
senyum bila diajak tersenyum mengenal ibunya dengan penglihatan,
penciuman pendengaran dan kontak; tersenyum pada wajah manusia;
waktu tidur dalam sehari lebih sedikit daripada waktu terjaga;
membentuk siklus tidur bangun; menangis bila terjadi sesuatu yang
aneh membedakan wajah-wajah yang dikenal dan tidak dikenal;
senang menatap wajah-wajah yang dikenalnya: serta terdiam bila ada
orang yang tak dikenal (asing).

2) Usia 4-8 Bulan

Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini antara lain anak merasa
takut dan terganggu dengan keberadaan orang asing, mulai bermain
dengan mainan, mudah frustasi, serta memukul-mukul lengan dan
kaki jika sedang kesal

3) Usia 8-12 Bulan

Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini dimulai dengan


kemampuan bertepuk tangan, menyatakan keinginan, sudah mulai
minum dengan cangkir, menirukan kegiatan orang, bermain bola atau
lainnya dengan orang lain

c. Masa Anak (1-2 Tahun)

Perkembangan adaptasi sosial masa anak dapat ditunjukkan dengan


adanya kemampuan membantu kegiatan di rumah, menyuapi boneka,
mulai menggosok gigi, serta mencoba mengenakan baju sendiri.
d. Masa Prasekolah

Perkembangan adaptasi sosial pada masa prasekolah adalah adanya


kemampuan bermain dengan permainan sederhana, menangis jika
dimarahi, membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuh,
menunjukkan peningkatan kecemasan terhadap perpisahan, serta
mengenali anggota keluarga (Wong, 2000).
KONSEP PENDAHULUAN
TERAPI BERMAIN

Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk


memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua
yang berpendapat behwa anak yangf terlalu banyak bermain akan membuat
menjadi malas bekerja dan bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena
beberapa ahli psikolog mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya
terhadap perkembangan jiwa anak (noname, 2006).

A. Pengertian Bermain
Bermain adalah cara alamiah bagi anak mengungkapkan konflik dalam
dirinya yang tidak disadari.(wholey and Wong,1991). Bermain adalah suatu
kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan untuk memperoleh
kesenangan (Foster,1989)
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang
ditimbulkan tanpa mempertimbangkan hasil akhir (Hurlock.) Jadi
kesimpulannya bermain adalah cara untuk memperoleh kesenangan tanpa
mempertimbangkan hasil akhir.

B. Kategori Bermain
1. Bermain aktif. Yaitu anak banyak menggunakan energi inisiatif dari anak
sendiri.
Contoh :bermain sepak bola.
2. Bermain pasif. Energi yang dikeluarkan sedikit,anak tidak perlu
melakukan aktivitas (hanya melihat)
Contoh : memberikan support.

C. Ciri-Ciri Bermain
1. Selalu bermain dengan sesuatu atau benda
2. Selalu ada timbal balik interaksi
3. Selalu dinamis
4. Ada aturan tertentu
5. Menuntut ruangan tertentu

D. Klasifikasi Bermain Menurut Isi


1. Social affective play
Anak belajar memberi respon terhadap respon yang diberikan oleh
lingkungan dalam bentuk permainan,misalnya orang tua berbicara
memanjakan anak tertawa senang,dengan bermain anak diharapkan dapat
bersosialisasi dengan lingkungan.
2. Sense of pleasure play
Anak memproleh kesenangan dari satu obyek yang ada
disekitarnya,dengan bermain dapat merangsang perabaan alat,misalnya
bermain air atau pasir.
3. Skill play
Memberikan kesempatan bagi anak untuk memperoleh ketrampilan
tertentu dan anak akan melakukan secara berulang-ulang misalnya
mengendarai sepeda.
4. Dramatika play role play
Anak berfantasi menjalankan peran tertentu misalnya menjadi ayah
atau ibu

E. Menurut Karakteristik Sosial


1. Solitary play
Jenis permainan dimana anak bermain sendiri walaupun ada beberapa
orang lain yang bermai disekitarnya. Biasa dilakukan oleh anak balita
Todler.
2. Paralel play
Permainan sejenis dilakukan oleh suatu kelompok anak masing-
masing mempunyai mainan yang sama tetapi yang satu dengan yang
lainnya tidak ada interaksi dan tidak saling tergantung, biasanya
dilakukan oleh anak preischool
Contoh : bermain balok
3. Asosiatifplay
Permainan dimana anak bermain dalam keluarga dengan aktifitas
yangsma tetapi belum terorganisasi dengan baik,belum ada pembagian
tugas,anak bermain sesukanya.
4. Kooperatifplay
Anak bermain bersama dengan sejenisnya permainan yang
terorganisasi dan terencana dan ada aturan tertentu. Bissanya
dilakukanoleh anak usia sekolah Adolesen

F. Fungsi Bermain
Anak dapat melangsungkan perkembangannya
1. Perkembangan Sensori Motori
Membantu perkembangan gerak dengan memainkan obyek
tertentu,misalnya meraih pensil.
2. Perkembangan Kognitif
Membantu mengenal benda sekitar(warna,bentuk kegunaan)
3. Kreatifitas
Mengembangkan kreatifitas mencoba ide baru misalnya menyusun balok.
4. Perkembangan Sosial
Diperoleh dengan belajar berinteraksi dengan orang lain dan
mempelajari belajar dalam kelompok.
5. Kesadaran Diri(Self Awareness)
Bermain belajar memahami kemampuan diri kelemahan dan tingkah
laku terhadap orang lain.
6. Perkembangan Moral
Intraksi dengan orang lain bertingkah laku sesuai harapan teman
menyesuaikan dengan aturan kelompok.
Contoh : dapat menerapkan kejujuran.
7. Terapi
Bermain kesempatan pada anak untuk mengekspresikan perasaan yang
tidak enak misalnya : marah,takut,benci.
8. Komunikasi
Bermain sebagai alat komunikasi terutama bagi nak yang belum
dapat mengatakan secara verbal, misalnya : melukis,menggambar,bermain
peran.

G. Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain


1. Tahap perkembangan,tiap tahap mempunyai potensi/keterbatasan
2. Status kesehatan,anak sakit→ perkembangan psikomotor kognitif
terganggu
3. Jenis kelamin
4. Lingkungan → lokasi,negara,kultur.
5. Alat permainan → senang dapat menggunakan
6. Intelegensia dan status social ekonomi

H. Tahap Perkembangan Bermain


1. Tahap eksplorasi
Merupkan tahapan menggali dengan melihat cara bermain
2. Tahap permainan
Setelah tahu cara bermain,anak mulai masuk dalam tahap perminan.
3. Tahap bermain sungguhan
Anak sudah ikut dalam perminan.
4. Tahap melamun
Merupakan tahapan terakhir anak membayangkan permainan berikutnya.

I. Karakteristik Bermain Sesuai Tahap Perkembangan


1 bulan
VISUAL : Lihat dengan jarak dekat Gantungkan benda yang terang dan
menyolok
AUDITORI : Bicara dengan bayi, menyanyi,musik,radio,detik jam
TAKTIL : Memeluk,menggendong,memberi kesenangan
KINETIK : Mengayun,naik kereta dorong
2-3 BULAN
VISUAL : Buat ruangan menjadi tenang,gambar,cermin ditembokBawa
bayi ke ruangan lainLetakkan bayi agar dapat memandang
disekitar
AUDITORI : Bicara dengan bayi,beri mainan bunyi,ikut sertakan
dalampertemuan keluarga.
TAKTIL : Memandikan,mengganti popok,menyisir rambut dengan
lembut, gosok dengan lotion/bedak
KINETIK : Jalan dengan kereta,gerakan berenang,bermain air
4-6 BULAN
VISUAL : Bermain cermin,anak nonton TV Beri mainan dengan warna
terang
AUDITORI : Anak bicara,ulangisuara yang dibuat,panggil nama, Remas
kertas didekat telinga,Pegang mainan bunyi.
TAKTIL : Beri mainan lembut/kasar,mandi cemplung/cebur
KINETIK : Bantu tengkurap,sokong waktu duduk
6-9 BULAN
VISUAL : Mainan berwarna,bermain depan cermin,”ciluk ….ba”. Beri
kertas untuk dirobek-robek.
AUDITORI : Panggil nama “Mama …Papa,dapat menyebutkan bagian
tubuh, Beri tahu yang anda lakukan,ajarkan tepuk tangan dan
beri perintah sederhana.
TAKTIL : Meraba bahan bermacam-macam tekstur,ukuran,main air
mengalir
Berenang
KINETIK : Letakkan mainan agak jauh lalu suruh untuk mengambilnya.
9-12 BULAN
VISUAL : Perlihatkan gambar dalam buku. Ajak pergi ke berbagai
tempat Bermain bola, Tunjukkan bangunan agak jauh.
AUDITORI : Tunjukkan bagian tubuh dan sebutkan, Kenalkan dengan
suara binatang
TAKTIL : Beri makanan yang dapat dipegang Kenalkan dingin,panas
dan hangat.
KINETIK : Beri mainan
Mainan yang dianjurkan untuk Bayi 6-12 bulan
a. Blockies warna-warni jumlah,ukuran.
b. Buku dengan gambar menarik
c. Balon,cangkir dan sendok
d. Boneka bayi
e. Mainan yang dapat didorong dan ditarik
TODDLER ( 2-3 TAHUN )
a. Mulai berjalan,memanjat,lari
b. Dapat memainkan sesuatu dengan tangannya
c. Senang melempar,mendorong,mengambil sesuatu
d. Perhatiannya singkat
e. Mulai mengerti memiliki “ Ini milikku ….”
f. Karakteristik bermain “Paralel Play”
g. Toddler selalu brtengkar saling memperebutkan mainan/sesuatu
h. Senang musik/irama
Mainan Untuk Toddler
a. Mainan yang dapat ditarik dan didorong
b. Alat masak
c. Malam,lilin
d. Boneka,Blockies,Telepon,gambar dalam buku,bola,dram yang dapat
dipukul, krayon,kertas.
PRE-SCHOOL
a. Cross motor and fine motors
b. Dapat melompat,bermain dan bersepeda.
c. Sangat energik dan imaginative
d. Mulai terbentuk perkembangan moral
e. Mulai bermain dengan jenis kelamin dan bermain dgn kelompok
f. Karakteristik bermain
g. Assosiative play
h. Dramatic play
i. Skill play
j. Laki-laki aktif bermain di luar
k. Perempuan didalam rumah
Mainan untuk Pre-school
a. Peralatan rumah tangga
b. Sepeda roda Tiga
c. Papan tulis/kapur
d. Lilin,boneka,kertas
e. Drum,buku dengan kata simple,kapal terbang,mobil,truk
USIA SEKOLAH
a. Bermain dengan kelompok dan sama dengan jenis kelamin
b. Dapat belajar dengan aturan kelompok
c. Belajar Independent,cooperative,bersaing,menerima orang lain.
d. Karakteristik “Cooperative Play”
e. Laki-laki : Mechanical
f. Perrempuan : Mother Role
Mainan untuk Usia Sekolah
6-8 TAHUN
Kartu,boneka,robot,buku,alat olah raga,alat untuk melukis,mencatat,sepeda.
8-12 TAHUN
Buku,mengumpulkan perangko,uang logam,pekerjaan tangan, kartu,olah raga
bersama,sepeda,sepatu roda.
BERMAIN DI RUMAH SAKIT
Tujuan
1. Melanjutkan tugas kembang selama perawatan
2. Mengembangkan kreativitas melalui pengalaman permainan yang tepat
3. Beradaptasi lebih efektif terhadap stress karena sakit atau dirawat
Prinsip
1. Tidak banyak energi,singkat dan sederhana
2. Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang
3. Kelompok umur sama
4. Melibatkan keluarga/orang tua.
UPAYA PERAWATAN DLM PELAKSANAAN BERMAIN
1. Lakukan saat tindakan keperawatan
2. Sengaja mencari kesempatan khusus
BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Alat bermain
2. Tempat bermain
PELAKSANAAN BERMAIN DI RS DIPENGARUHI OLEH :
1. Faktor pendukung Pengetahuan perawat,fasilitas kebijakan RS,kerjasama
Tim dan keluarga
2. Faktor penghambat Tidak semua RS mempunyai fasilitas bermain.
LAPORAN PENDAHULUAN IMUNISASI

I. KONSEP DASAR IMUNISASI


A. PENGERTIAN
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu
penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan
terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi
seseorang.Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau
resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan
kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar
dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya (Umar,2006).
Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan kepada bayi dan
anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat
anti bodi untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat,2008).
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan
kekebalan atau imunitas pada bayi dan anak sehingga terhindar dari
penyakit (Supartini,2002).
Imunisasi adalah pemberian satu atau lebih anti gen yang infeksius
pada seorang individu untuk merangsang system imun dan memproduksi
anti bodi yang akan mencegah infeksi (Schwartz,2004)
Imunisasi adalah proses yang menginduksi imunitas secara artifisial
dengan pemberian bahan antigenic dan penggunaan agen infeksi hidup
yang dilemahkan atau diinaktifkan (Wahab,2000)
Imunisasi adalah pemberian antigen untuk memicu imunitas
seseorang sehingga memiliki kemampuan untuk bertahan terhadap infeksi
(Hinchliff, 1999).
Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena
sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa,
sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya.Imunisasi tidak
cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap
dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan
kesehatan dan hidup anak.
B. TUJUAN

Secara umum tujuan imunisasi antara lain: (Atikah, 2010, p5)


- Tujuan diberikan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal
terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu.
- Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular
- Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular
- Imunisasi menurunkan angka mordibitas (angka kesakitan) dan
Mortalitas (angka kematian) pada balita

C. MANFAAT IMUNISASI

1. Menghindarkan bayi dari serangan penyakit.


Dengan memberikan imunisasi pada anak sejak dini diharapkan
kesehatan anak akan tetap terjaga hingga anak tumbuh menjadi lebih
aktif dan juga dewasa.
2. Memperkecil kemungkinan terjadinya penyakit menular.
Memberikan imunisasi pada anak sejak dini berarti telah menambah
jumlah anak yang memiliki kekebalan tubuh yang tinggi terhadap
serangan penyakit.
3. Meningkatkan kesehatan nasional.
Manfaat imunisasi bagi anak dan bayi selain dapat menghindarkan dari
penyakit menular juga dapat meningkatkan kesehatan anak dalam taraf
nasional. Sehingga anak-anak akan merasa aman karena terbebas dari
penyakit-penyakit berbahaya yang bisa menular.

D. SASARAN IMUNISASI

Sasaran imunisasi untuk anak-anak adalah:


 Semua anak di bawah usia 1 tahun
 Anak-anak lain yang belummendapa timunisasi lengkap
 Anak usia sekolah (imunisasi booster/ ulangan)
 Calon pengantin dan ibu hamil untuk imunisasi TT.
E. JENIS IMUNISASI

Imunisasi sebagai salah satu cara untuk menjadikan kebal pada


bayi dan anak dari berbagai penyakit, diharapkan bayi atau anak tetap
tumbuh dalam keadaan sehat. Pada dasarnya dalam tubuh sudah memiliki
pertahanan secara sendiri agar berbagai kuman yang masuk dapat dicegah,
pertahan tubuh tersebut meliputi pertahanan nonspesifik dan pertahanan
spesifik, proses mekanisme pertahanan dalam tubuh pertama kali adalah
pertahanan nonspesifik seperti complemen dan makrofag dimana
complemen dan makrofag ini yang pertama kali a3kan memberikan peran
ketika ada kuman yang masuk ke dalam tubuh. Setelah itu maka kuman
harus melawan pertahanan tubuh yang kedua yaitu pertahanan tubuh
spesifik terdiri dari system humoral dan seluler. System pertahanan
tersebut hanya bereaksi terhadap kuman yang mirip dengan bentuknya.
System pertahanan humoral akan menghasilkan zat yang disebut
imonuglobulin (IgA, IgM, IgG, IgE, IgD) dan system pertahanan seluler
terdiri dari limfosit B dan limfosit T, dalam pertahanan spesifik
selanjutnya akan menghasilkan satu sel yang disebut sel memori, sel ini
akan berguna atau sangat cepat dalam bereaksi apabila sudah pernah
masuk ke dalam tubuh, kondisi ini yang digunakan dalam prinsip
imunisasi. Berdasarkan proses tersebut diatas maka imunisasi dibagi
menjadi dua yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif.

1. Imunisasi aktif

Merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan


terjadi suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi
imonologi spesifik yang menghasilkan respons seluler dan humoral
serta sel memori, sehingga apabila benar-benar terjadi infeksi maka
tubuh secara cepat dapat merespons. Dalam imunisasi aktif terdapat
empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya antara lain :

a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat


atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan dapat berupa
poli sakarida, toksoid atau virus dilemahkan atau bakteri
dimatikan.
b. Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur
jaringan.
c. Preservatif, stabilizer, dan antibiotika yang berguna untuk
menhindari tubuhnya mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi
antigen.
d. Adjuvant yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi untuk
meningkatkan imonogenitas antigen.

2. Imunisasi pasif

Merupakan pemberian zat (immunoglobulin) yaitu suatu zat yang


dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma
manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang
diduga sudah masuk di dalam tubuh yang terinfeksi. Dalam pemberian
imunisasi pada anak dapat dilakukan dengan beberapa imunisasi yang
dianjurkan diantaranya:

a. Imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis, dan Tetanus)

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya


penyakit diphteri. Imunisasi DPT ini merupakan vaksin yang
mengandung racun kuman diphteri yang telah dihilangkan sifat
racunnya akan tetapi masih dapat merangsang pembentukan zat
anti (Toxoid). Frekuensi pemberian imunisasi DPT adalah 3 kali
dengan maksud pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat
sedikit (tahap pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan
organ – organ tubuh membuat zat anti, kedua dan ketiga terbentuk
zat anti yang cukup. Waktu pemberian imunisasi DPT antara umur
2 – 11 bulan dengan interval 4 minggu. Cara pemberian imunisasi
DPT melalui intramuscular. Efek samping pada DPT mempunyai
efek ringan dan efek berat, efek ringan seperti pembengkakan dan
nyeri pada tempat penyuntikan, demam sedangkan efek berat dapat
menangis hebat kesakitan kurang lebih 4 jam, kesadaran menurun,
terjadi kejang, enchefalopati, dan syok.

b. Imunisasi Polio

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya


penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada
anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan.
Frekuensi pemberian imunisasi Polio adalah 4 kali. Waktu
pemberian imunisasi Polio antara umur 0 – 11 bulan dengan
interval 4 minggu. Cara pemberian imunisasi Polio melalui oral.

c. Imunisasi Hepatitis B

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya


hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair.
Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis 3 kali. Waktu pemberian
imunisasi hepatitis B pada umur 0 – 11 bulan. Cara pemberian
imunisasi hepatitis ini adalah intramuscular.

tahun.

d. Imunisasi HiB (Haemophilus influenza tipe B)

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya


penyakit influenza tipe B. Vaksin ini adalah bentuk polisakarida
murbi (PRP: Purified Capsular Polysacharide) kuman H. Influenza
tipe B antigen dalam vaksin tersebut dapat dikonjugasi dengan
protein –protein lain seperti Toxoid tetanus (PRP – T), Toxoid
diphteri (PRP – D atau PRP – CR 50), atau dengan kuman
monongokokus. Pada pemberian imunisasi awal dengan PRP – T
dilakukan dengan 3 suntikan dengan interval 2 bulan kemudian
vaksin PRP – OMPC dilakukan dengan 2 suntikan dengan interval
2 bulan, kemudian boosternya dapat diberkan pada usia 18 bulan.

F. CARA DAN WAKTU PEMBERIAAN IMUNISASI


Berikut ini adalah cara pemberiaan dan waktu yang tepat untuk
pemberian imunisasi. Cara Pemberiaan Imunisasi Dasar. (Petunjuk
Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia, DepKes 2000, hlm. 40)

Dosis Selang Cara Pemberian


Pemberian Umur
Vaksin Waktu
Imunisasi Pemberiaan
Pemberiaan

0,05 Intrakutan tepat di


BCG 1 kali cc 0-11 bulan insersio muskulus
deltoideus kanan.

0,5 Intramuskular.
DPT 3 kali 4 minggu 2-11 bulan
cc

2tetes Di teteskan ke
Polio 4 kali 4 minggu 0-11 bulan
mulut.

0,5 Subkutan,
Campak 1 kali cc 4 minggu 9-11 bulan biasanya di lengan
kiri atas.

Hepatitis 0,5 Intrmuskular pada


3 kali 4 minggu 0-11 bulan
B cc paha bagian luar.

0,5 Intramuskulus
TT 3 kali
cc

G. PEMBERIAN IMUNISASI

Apapun imunisasi yang diberikan, ada beberapa hal penting yang


harus diperhatikan perawat, yaitu sebagai berikut.

1. Orang tua anak harus ditanyakan aspek berikut.


a. Status kesehatan anak saat ini, apakah dalam kondisi sehat atau
sakit,
b. Pengalaman/reaksi terhadap imunisasi yang pernah didapat
sebelumnya,
c. Penyakit yang dialami di masa lalu dan sekarang.
2. Orang tua harus mengerti tentang hal-hal yang berkaitan dengan
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) terlebih dahulu
sebelum menerima imunisasi (informed consent). Pengertian
mencakup jenis imunisasi, alasan diimunisasi, manfaat imunisasi, dan
efek sampingnya.
3. Catatan imunisasi yang lalu (apabila sudah pernah mendapat imunisasi
sebelumnya), pentingnya menjaga kesehatan melalui tindakan
imunisasi.
4. Pendidikan kesehatan untuk orang tua. Pemberian imunisasi pada anak
harus didasari pada adanya pemahaman yang baik dari orang tua
tentang imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit. Pada akhirnya
diharapkan adanya kesadaran orang tua untuk memelihara kesehatan
anak sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
anak.
5. Kontraindikasi pemberiaan imunisasi. Ada beberapa kondisi yang
menjadi pertimbangan untuk tidak memberikan imunisasi pada anak,
yaitu:
a. Flu berat atau panas tinggi dengan penyebab yang serius
b. Perubahan pada system imun yang tidak dapat member vaksin
virus hidup
c. Sedang dalam pemberian obat-obat yang menekan system imun,
seperti sitostatika, transfuse darah, dan imonoglobulin
d. Riwayat alergi terhadap alergi terhadap pemberian vaksin
sebelumnya seperti pertusis.
HOSPITALISASI PADA ANAK
KONSEP HOSPITALISASI

1. Pengertian
Hospitalisasi adalah penempatan pasien di rumah sakit untuk penelitian,
diagnosis dan pengobatan (Scott, 2010).
Hospitalisasi adalah suatu proses karena alasan berencana atau darurat
yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi
dan perawatan (Supartini, 2004).
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan baru dan asing, yaitu rumah sakit, sehingga
kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak, orang tua, maupun
keluarga (Whaley&Wong,2002).
Menurut WHO Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam
bagi individu karena stressor yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan
tidak aman, seperti:
1. Lingkungan yang asing
2. Berpisah dengan orang yang berarti
3. Kurang informasi
4. Kehilangan kebebasan dan kemandirian
5. Pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan, semakin sering
berhubungan dengan rumah sakit, maka bentuk kecemasan semakin kecil
atau malah sebaliknya.
6. Perilaku petugas Rumah Sakit.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi
adalah suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang ditandai
dengan adanya beberapa perubahan psikis yang mengharuskan anak untuk
tinggal di rumah sakit untuk menjalani perawatan dan dapat menimbulkan
ketakutan dan kecemasan pada anak dan orang tua.
2. Gambaran Hospitalisasi
Dirawat di rumah sakit adalah kondisi yang tidak menyenangkan bagi
anak. Wong, et. al .(2009) menyebutkan bahwa saat berada di rumah sakit,
anak berada di lingkungan yang asing dengan berbagai peralatan kedokteran
yang menakutkan, bertemu dengan orang-orang asing, menjalani prosedur
medis yang menyakitkan sering membuat anak cemas dan ketakutan.

3. Dampak Hospitalisasi Bagi Anak Dan Orang Tua


Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi setiap
orang.Khususnya hospitalisasi pada anak merupakan stressor bagi anak itu
sendiri maupun terhadap orang tua atau keluarga. Stress pada anak
disebabkan karena mereka tidak mengerti mengapa mereka di rawat atau
mengapa mereka terluka. Lingkungan yang asing, kebiasaan-kebiasaan yang
berbeda, perpisahan dengan keluarga merupakan pengalaman yang dapat
mempengaruhi perkembangan anak. Stress akibat hospitalisasi akan
menimbulkan perasaan yang tidak nyaman baik pada anak maupun pada
keluarga, hal ini akan memacu anak untuk menggunakan mekanisme koping
dalam mengatasi stress. Jika anak tidak dapat menangani stress dapat
berkembang menjadi krisis. (Supartini, 2004).
Dengan mengerti kebutuhan anak sesuai dengan tahap perkembangannya
dan mampu memenuhi kebutuhan tersebut, perawat mampu mengurangi
stress akibat hospitalisasi dan dapat meningkatkan perkembangan anak ke
arah yang normal (Nursalam, 2005).
a. Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap
pengalaman hospitalisasi. Reksi tersebut bersifat individual, dan sangat
bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman
sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan
kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak
terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan,
perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi anak terhadap sakit dan
hospitalisasi sesuai dengan tahapan perkembangan anak :
1) Masa Bayi (0 - 1 Tahun)
Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari
perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan
rasa percaya dan kasih sayang. Pada bayi usia 6 bulan sulit untuk
memahami secara maksimal bagaimana reaksi bayi bila dirawat,
karena bayi belum dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya.
Pada bayi yang usianya lebih dari 6 bulan terjadi stranger anxiety atau
cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenal. Reaksi
yang sering muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah, dan
banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety.
Disamping itu bayi juga telah merasa memiliki ibunya,
sehingga bila berpisah dengan ibunya akan menimbulkan separation
anxiety (cemas akan berpisah). Hal ini akan kelihatan jika bayi
ditinggalkan oleh ibunya, maka akan menangis dan sangat
ketergantungan pada ibunya. Respons terhadap nyeri atau adanya luka
biasanya menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi
wajah yang tidak menyenangkan.
2) Masa Todler (2 - 3 tahun)
Anak usia todler belum mampu berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa yang memadai dan pengertian terhadap realita
terbatas. Pada usia ini anak akan bereaksi terhadap hospitalisasi
sesuai dengan sumber stressnya. Sumber stress yang utama adalah
analityc depresion (cemas akibat perpisahan). Terdapat 3 tahap
respons perilaku pada anak ditahap ini, yaitu tahap protes (Protest),
putus asa (Despair), dan penolakan/denial (Detachment).
Pada tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis
kuat, menjerit memanggil orang tua atau menolak perhatian yang
diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, perilaku yang ditunjukkan
adalah menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan
minat untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis. Pada tahap
penolakan/Denial, perilaku yang ditunjukkan adalah secara
samarmulai menerima perpisahan, membina hubungan secara
dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingkungannya.
Oleh karena adanya pembatasan terhadap pergerakannya, anak
akan kehilangan kemampuannya untuk mengontrol diri dan anak
menjadi tergantung pada lingkungannya. Akhirnya, anak akan
kembali mundur pada kemampuan sebelumnya atau regresi. Terhadap
perlukaan yang dialami atau nyeri yang dirasakan karena
mendapatkan tindakan inpasive, seperti injeksi, infus, pengambilan
darah, anak akan meringis, menggigit bibirnya, dan memukul.
Walaupun demikian, anak dapat menunjukkan lokasi rasa nyeri dan
mengkomunikasikan rasa nyerinya.
3) Masa Prasekolah (3 – 6 Tahun)
Anak usia Prasekolah telah dapat menerima perpisahan dengan
orang tuanya dan juga telah dapat membentuk rasa percayaan dengan
orang lain. Walaupun demikian anak tetap membutuhkan
perlindungan dari keluarganya. Reaksi terhadap perpisahan yang
ditunjukkan anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan,
sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak
kooperatif terhadap petugas kesehatan.
Perawatan di rumah sakit juga membuat anak kehilangan
kontrol terhadap dirinya, hal ini terjadi karena adanya pembatas
aktivitas sehari-hari dan karena kehilangan kekuatan diri. Perawatan
di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai
hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut.
Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap
tindakan dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Oleh
karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan
berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak
mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada orang
tua.
4) Masa Sekolah (6 – 12 Tahun)
Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan merasa
perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya, takut kehilangan
keterampilan merasa kesepian dan sendiri. Anak membutuhkan rasa
aman dan perlindungan dari orang tua namun tidak selalu ditemani
oleh orang tua.
Pada usia ini anak akan berusaha Independen dan Produktif.
Akibat dirawat di rumah sakit akan menyebabkan perasaan kehilangan
kontrol dan kekuatan. Hal ini terjadi karena adanya perubahan dalam
peran, kelemahan fisik, takut mati dan kehilangan kegiatan dalam
kelompok serta akibat kegiatan rutin rumah sakit seperti bedrest,
penggunaan pispot, kurangnya privacy, pemakaian kursi roda, dll.
Pada usia ini anak telah dapat mengekspresikan perasaannya
dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri. Anak akan berusaha
mengontrol tingkah lakunya pada waktu merasa nyeri/sakit dengan
cara menggigit bibir atau menggenggam sesuatu dengan erat. Anak
ingin tahu alasan tindakan yang dilakukan pada dirinya, sehingga ia
selalu mengamati apa yang dikatakan perawat.
5) Masa Remaja (12 – 18 Tahun)
Anak usia remaja memersepsikan perawatan di rumah sakit
sebagai suatu penyebab timbulnya perasaan cemas karena harus
berpisah dengan teman sebayanya.
Sakit dan dirawat merupakan ancaman terhadap identitas diri,
perkembangan dan kemampuan anak. Reaksi yang timbul bila anak
remaja dirawat ia akan merasa kebebasannya terancam sehingga anak
tidak kooperatif, menarik diri, marah dan frustasi.
Remaja sangat cepat mengalami perubahan body image selama
perkembangannya. Adanya perubahan dalam body image akibat
penyakit/pembedahan dapat menimbulkan stress atau perasaan tidak
aman, cemas akan berespon dengan banyak bertanya, menarik diri dan
menolak kehadiran orang lain (Supartini, 2004).
b. Reaksi Orang Tua Terhadap Hospitalisasi
Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menimbulkan masalah
bagi anak, tetapi juga bagi orang tua (Supartini, 2004).Hospitalisasi
merupakan situasi yang kurang nyaman bagi orang tua. Mereka
dihadapkan pada lingkungan yang asing sehingga berbagai reaksi akan
muncul. Reaksi orang tua ketika anak yang dirawat di rumah sakit
menurut Nursalam, dkk (2005) yaitu:
1) Penolakan/Ketidak Percayaan (denial/disbelief)
Secara umum reaksi pertama yang akan diperlihatkan orang
tua adalah menolak dan tidak percaya. Reaksi ini akan muncul ketika
pertama kali mengetahui anak yang harus dirawat di rumah sakit dan
hal ini terjadi terutama bila anak tiba-tiba sakit serius.
2) Marah dan rasa bersalah
Setelah mengetahui bahwa anaknya sakit, maka reaksi orang
tua adalah marah dan menyalahkan dirinya sendiri.Mereka merasa
tidak merawat anaknya dengan benar, mereka mengingat-ingat
kembali mengenai hal yang telah mereka lakukan yang kemungkinan
dapat mencegah anaknya agar tidak jatuh sakit, atau mengingat
kembali tentang hal-hal yang menyebabkan anaknya sakit.
Dilain pihak, orang tua merasa bersalah dan bertanggung
jawab atau merasa sebagai penyebab sakit pada anak sehingga harus
dirawat.Mereka merasa kurang waspada saat anak sakit sehingga
terlambat untuk membawa ke rumah sakit yang menyebabkan anak
harus dirawat dengan penyakit yang lebih berat dan waktu perawatan
yang lama.
3) Ketakutan, cemas, dan frustasi
Ketakutan dan rasa cemas dihubungkan dengan seriusnya
penyakit dan tipe prosedur medis.Frustasi dihubungkan dengan
kurangnya informasi mengenai prosedur dan pengobatan, atau tidak
familiar dengan peraturan rumah sakit.
4) Depresi
Biasanya depresi ini terjadi setelah masa krisis anak
berlalu.Ibu sering mengeluh merasa lelah baik secara fisik maupun
mental.Orang tua mulai merasa khawatir terhadap anak-anak mereka
yang lain, yang dirawat oleh anggota keluarga lainnya, oleh teman
atau tetangga. Hal-hal lain yang membuat orang tua cemas dan depresi
adalah kesehatan anaknya di masa-masa akan datang, misalnya efek
dari prosedur pengobatan dan juga biaya pengobatan.
Selain itu dalam penelitian Hallstrom dan Elander (1997)
sebagaimana dikutip oleh Supartini (2004), menunjukkan bahwa
orang tua mengalami kecemasan yang tinggi saat perawatan anaknya
di rumah sakit walaupun beberapa orang tua juga dilaporkan ada yang
tidak mengalami cemas karena perawatan anaknya dirasakan dapat
mengatasi permasalahannya. Bahkan dalam penelitian Tiedeman
(1997) sebagaimana dikutip oleh Supartini (2004), menunjukkan
bahwa pada saat mendengarkan keputusan dokter tentang diagnosa
penyakit anaknya merupakan kejadian yang sangat membuat stress
dan cemas orang tua. Brewis dalam Supartini (2004), menambahkan
bahwa rasa takut pada orang tua selama perawatan anak di rumah
sakit, disebabkan terutama pada kondisi sakit anak yang terminal
karena takut akan kehilangan anak yang dicintainya dan juga adanya
perasaan berduka.
4. Pencegahan Dampak Hospitalisasi
Dirawat di rumah sakit bisa menjadi sesuatu yang menakutkan dan
pengalaman yang mengerikan bagi anak-anak.Anak seringkali mengalami
hal-hal yang tidak menyenangkan selama di rumah sakit, mulai dari
lingkungan rumah sakit yang asing, serta pengobatan maupun pemeriksaan
yang kadang kala menyakitkan bagi si anak.Oleh karena itu, peran perawat
sangat diperlukan dalam upaya pencegahan dampak tersebut.
1) Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
Dampak perpisahan dari keluarga, anak mengalami gangguan
psikologis seperti kecemasan, ketakutan, kurangnya kasih sayang,
gangguan ini akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
2) Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada
anak
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan
anak mampu mandiri dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati
dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam
segala hal. Serta pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang
tua dalam mengawasi perawatan anak.
3) Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis)
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan
dalam keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa
dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai
teknik misalnya distraksi, relaksasi, imaginary. Apabila tindakan
pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung
lama pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak.
4) Tidak melakukan kekerasan pada anak
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis
yang sangat berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat
anak dalam proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian
kematangan akan terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada
anak sangat tidak dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak.
5) Modifikasi Lingkungan Fisik
Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat
meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan
anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di
lingkungannya (Aziz, 2005).
Daftar Pustaka

 Nany, Vivian.2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita , Jakarta :


Salemba Medika
 Pemkot Malang, Dinkes, 2007, Pedoman Pelaksana Stimulasi, Deteksi
dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Tingkat Pelayanan
Kesehatan Dasar. Malang : Dinkes
 Sudarti, dkk 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita.
Yogyakarta : Nuha Medika
 Markum dkk, 1990, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, IDI Jakarta.
 Wahab, Samik, 2000. Ilmu Kesehatan Anak Vol.2 Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai