Anda di halaman 1dari 4

Perubahan Konsep Diri

Perubahan konsep diri dapat saja terjadi. Rasa identitas diri hanya bisa berkembang jika
seseorang mempunyai konsep diri yang stabil mengenai dirinya. Sulit bagi seseorang untuk
menilai keadaan dirinya jika konsep dirinya belum stabil. Ada beberapa faktor yang
meyebabkan ketidak-stabilan konsep diri seperti perubahan fisik, lingkungan, peran (role)
(Kozier & Erb, 1987).

Pada masa pubertas, ada perubahan fisik yang mendadak disertai dengan perubahan mental.
Pada masa pubertas, konsep diri akan berubah dan hal ini normal terjadi. Begitu pula pada
masa usia dewasa menengah, dimana fungsi reproduksi mulai menurun, begitu pula fungsi
fisik.

Perubahan lingkungan juga bisa mempengaruhi perubahan konsep diri. Misalnya anak yang
harus berpisah dengan keluarganya karena akan kuliah ke tempat lain. Pengalaman di tempat
yang baru, tentunya berbeda dengan pengalaman dengan keluarga.

Perubahan peran pun dapat membawa perubahan konsep diri, apakah peran itu terpaksa
dijalani, atau individu itu tidak siap dalam menjalani suatu peran baru . Perubahan peran akan
menimbulkan beberapa efek salah satunya adalah kembali mempertanyakan “Siapakah
Saya?”, selain itu juga akan menimbulkan masalah hubungan interpersonal dan juga
pekerjaan, dan pada akhirnya bisa meningkatkan identitas diri yang negatif ( Shereran &
Abraham, dalam Baron , 1997).

Sama halnya dengan masa pensiun jika perubahan peran dari seorang pekerja ke peran
seorang pensiunan cukup bisa diterima, maka dapat diprediksikan bahwa individu itu akan
berhasil menyesuaikan diri (Eyde, 1983). Ia mempunyai sikap yang positif mengenai dirinya,
sehingga masa pensiun bukan sesuatu yang menakutkan malah mendorong ia melakukan hal-
hal yang belum pernah ia lakukan selama ia aktif bekerja. Orang yang mampu menyesuaikan
diri dalam menghadapi msa pensiun menurut Cecil Smith (2002) adalah orang yang mampu
mengembangkan gaya hidup yang terus berkesinambungan mulai pada waktu ia masih
bekerja sampai ia menghadapi masa pensiun. Tidak heran ada pensiunan yang mencoba
kembali bekerja, tapi ada pula yang aktif dalam kegiatan organisasi sosial, keagamaan,
menekuni hobi, mengikuti seminar dan sebagainya.

Begitu pentingnya arti bekerja pada individu, sehingga bagi seseorang yang memasuki masa
pensiun akan membutuhkan waktu untuk merubah orientasi kehidupannya dari suasana
bekerja ke suasana waktu luang yang panjang, namun secara psikologis ia tetap merasa
dirinya penting. Pekerjaan berkaitan dengan self seseorang. Dengan memasuki masa pensiun,
ada perasaan tidak bernilai. Eyde (1983) menjelaskan pensiunan akan kehilangan prestise,
kekuasaan, kehilangan aktivitas rutin, dan kontak sosial yang kesemuanya berperan dalam
pengurangan harga diri seseorang. Michael Longhurst (2001) mengatakan bahwa harga diri
yang rendah terjadi karena orang pensiun kehilangan beberapa aspek penting dalam
kehidupannya. Orang yang mempunyai harga diri yang rendah mempunyai ciri antara lain
mudah merasa bersalah,tidak bisa menerima pujian dari orang lain , merasa bahwa orang lain
tidak menyukai mereka , takut untuk ditolak, tidak bisa mengatakan tidak pada orang lain.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Philips dkk. ( dalam, Hurlock, 1985) bahwa pensiun
bisa membawa dampak pada self image seseorang yang biasanya cenderung negatif.
Sedangkan self image merupakan bagian dari konsep diri. Jadi dapat dikatakan bahwa
seseorang yang mempunyai self image yang negatif akan mempunyai konsep diri yang
negatif. Konsep diri yang negatif akan mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Selain itu
ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri seorang pensiunan, antara lain:

1. Kesehatan
Beberapa peneliti melakukan penelitian dan menemukan bahwa kesehatan mental dan
fisik merupakan kondisi yang mendukung keberhasilan seseorang dalam beradaptasi.
Streib (1956) mengatakan bahwa dengan kesehatan yang baik, seseorang akan lebih
bahagia dalam memasuki masa pensiun. Menurut Michael Longhurst ( 2001) jika
seseorang memasuki masa pensiun dengan konsep diri yang positif, punya penilaian
yang positif mengenai dirinya ia akan lebih berbahagia.
2. Tingkat sosial ekonomi
Berbicara soal sosial ekonomi maka secara sederhana kita bebicara mengenai masalah
keuangan yang dihadapi pensiun. Di Indonesia kaum pensiun menerima 75 % dari
gaji pokok. Hal ini akan memberatkan keluarga yang keuangannya benar-benar
tergantung dari pekerjaan ayah sebagai kepala keluarga. Rendahnya keuangan
biasanya dihubungkan dengan tingkat moral yang juga rendah pada kaum pensiun
(Biren, 1978).
3. Status
Orang yang memandang pekerjaan itu adalah bagian dari identitas diri sering menolak
masa pensiun. Dalam hal ini uang tidak terlalu menjadi masalah. Jika pekerjaan itu
dilihat sebagai suatu alat untuk mencari kontak sosial, alat untuk menunjukkan
kemampuan intelektual, mencari pengalaman baru dan juga meraih prestise tertentu;
maka keinginan untuk melanjutkan bekerja jauh lebih besar. Seseorang yang selama
masa aktifnya bekerja akan memperoleh pengakuan dari masyarakat dan organisasi,
sehingga ia cenderung lebih bisa beradaptasi dengan baik terhadap masa pensiun.
Sebaliknya jika seseorang mendapat status sosial karena hal yang sifatnya politis,
maka orang itu cenderung mengalami kesulitan saat menghadapi masa pensiun.
Kebanggaan dirinya lenyap sejalan dengan hilangnya atribut dan fasilitas yang
menempel pada dirinya selama ia masih bekerja (Eyde. 1983).
4. Usia
Pensiun sering di-identik-kan dengan masa tua. Banyak orang mempersepsi secara
negatif terhadap pensiun, dengan menganggp bahwa pensiun itu merupakan pertanda
bahwa dirinya tidak berguna dan tidak dibutuhkan lagi. Sering kali pemahaman itu
tanpa sadar mempengaruhi persepsi seseorang sehingga ia menjadi over sensitive dan
subjektif terhadap rangsang yang muncul. Kondisi inilah yang membuat orang
menjadi sakit-sakitan saat pensiun tiba.
5. Persepsi
Persepsi seseroang tentang bagaimana kelak ia menghadapi proses penyesuaian diri
menghadapi masa pensiun. Hal ini berkaitan dengan rencana persiapan yang dibuat
jauh sebelum masa pensiun tiba. Perencanaan yang dibuat sebelum masa pensiun tiba
akan meningkatkan rasa percaya diri pada individu yang bersangkutan. Perencanaan
ini menyangkut berbagai aspek kehidupan seperti keuangan, alternatif pekerjaan lain,
kesehatan, spiritual dan sosialisasi.

Jika faktor–faktor di atas mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri


pada waktu memasuki masa pensiun, maka intervensi psikologis cukup diperlukan oleh
karyawan pra pensiun, sebagai bentuk tanggung jawab moral pada pekerja yang sudah
memberikan tenaga selama ini. Intervensi yang dilakukan dapat berupa training, seminar,
yang orientasinya mengarah pada persiapan psikologis mengingat ketika seseorang memasuki
masa pensiun, ia akan memasuki perubahan peran yang membawa dampak psikologis yang
besar.

Daftar pustaka

https://www.psychologymania.com/2013/04/perubahan-konsep-diri.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai