Anda di halaman 1dari 8

Nama Peserta : dr.

Affan Nadzar Basmalah


Nama Wahana : RSUD RA Basoeni
Topik : Kasus jiwa; Episode depresi sedang
Tanggal (kasus) : 30 Maret 2017 Presenter : dr. Affan Nadzar Basmalah
Nama Pasien : Ny. W No. RM : 099880
Tanggal Presentasi : - Pendamping : dr. Rizka Lina Manfaati
dr. EkoYunita
Tempat Presentasi :-
Obyektif Presentasi :
 Keilmuan  Ketrampilan  Penyegaran  TinjauanPustaka

 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil


 Deskripsi :
Wanita dewasa berusia 40 tahun, mengeluh sering gelisah cepat lelah dan kurang
semangat.
 Tujuan :
Menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen pasien Psikosomatis.
Bahan bahasan  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara membahas  Diskusi  Presentasi  E-mail  Pos
dan diskusi
Data pasien : Nama :Ny. W No CM : 099880
Nama RS : RSUD RA Basoeni Telp : -
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran klinis :
Pasien datang dengan keluhan sering gelisah, cepat lelah dan kurang semangat. Keluhan
ini sudah diraskan sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan berlangsung terus menerus dan kadang
mengganggu pekerjaan dan aktivitas sehari-hari pasien. Saat bekerja pasien kadang tidak
menyelesaikan pekerjaannya atau tidak dikerjakan. Nafsu makan pasien berkurang. Tidur
terganggu, di mana selalu terbangun tengah malam dan tidak dapat tidur lagi hingga pagi.
Sehari-hari pasien merasa sedih sejak ditinggal oleh suami 4 bulan yang lalu. Ide bunuh
diri disangkal. Riwayat penggunaan obat-obatan terlarang disangkal, riwayat gejala sedih
yang berlebihan sebelumnya disangkal, riwayat gejala senang dan semangat berlebihan
disangkal.
2. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Organik : pasien memiliki riwayat sakit lambung.
- Non organik : tidak ada
3. Riwayat keluarga :
Riwayat penyakit dan keluhan serupa disangkal
4. Riwayat pekerjaan :
Penjual ayam potong di pasar
5. Riwayat psikososial :
Pasien merupakan anak pertama dari dua saudara. Tidak terdapat riwayat gangguan
pertumbuhan, perkembangan, sosial, maupun psikoseksual. Pasien tumbuh sejak kecil
dengan ayah dan ibunya serta adiknya dan tidak ada gangguan selama masa kecilnya
hingga dewasa. Pasien sudah menikah selama 17 tahun dan memiliki dua anak laki-laki
usia 10 tahun dan 14 tahun.
November 2015 suami pasien pergi meninggalkan pasien secara mendadak dan kontak
yang dilakukan terhadap suaminya tidak dibalas. Alasan kepergian suami tidak diketahui
pasien.
Sejak ditinggal oleh suami sehari-hari pasien dibantu oleh keluarga adiknya.

Status Generalisata :
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : GCS E4V5M6
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 98 x/ menit
Nafas : 22 x/ menit
Suhu : 36,8 oC

Pemeriksaan status mental:


Deskripsi umum:
Pasien seorang wanita usia 40 tahun, berpenampilan fisik sesuai usia, kulit sawo matang
dengan postur tubuh sedang, tampak terawat. Kesadaran jernih, kontak dengan pasien dapat
dipertahankan
Alam Perasaan (emosi):
Mood : hipotim
Afek : disforik
Keserasian : serasi

Gangguan persepsi:
Halusinasi: -
Proses pikir:
- Hendaya bahasa (-), asosiasi longgar (-), flight of idea (-)
- Isi pikir : -

Fungsi intelektual:
Baik

Pengendalian impuls: baik


Daya nilai: baik
Tilikan: derajat 6
Realibilitas: dapat dipercaya
Status Lokalis untuk dugaan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding :
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Dada : - Jantung : I : iktus kordis tidak teraba
Pa : iktus kordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI
Pe : Batas kanan : linea parasternalis kanan RIC II
Batas kiri: 1 jari lateral LMCS RIC VI
Pinggang jantung:
A : Irama teratur, Gallop (-), bising (-)
Paru :I : simetris kanan dan kiri
Pa : vocal fremitus kanan dan kiri sama
Pe : sonor
A :bunyi nafas dasar vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : - Inspeksi : perut datar
- Palpasi : supel, nyeri tekan -, hepar dan lien dalam batas normal
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : bising usus +
Anus : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

Diagnosis Kerja :
Aksis I : Gangguan Kejiwaan episode depresi sedang
Aksis II : tidak ada diagnosis
Aksis III: tidak ada diagnosis
Aksis IV : masalah keluarga berupa ditinggalnya pasien oleh suami secara mendadak
Aksis V : Global Assesment of functioning/ GAF scale : 80-71

Diagnosa banding:
Chronic Fatigue Syndrome

TERAPI
 Amitriptiline 0-0-50 mg
Daftar Pustaka :
a. Direktorat Jendral Pelayanan Medik Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Jiwa di
Indonesia III (PPDGJ III). Cetakan pertama. Jakarta: Depkes RI, 1993.
b. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry 9th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins, 2003.
c. Maslim, R. (Ed) Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ III.
Jakarta: Nuh Jaya. 2001.
Hasil pembelajaran :
1. Diagnosis depresi melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
2. Kriteria dan diagnosis depresi
3. Penatalaksanaan depresi
4. Edukasi mengenai tatalaksana depresi.

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


Subjektif :
Pasien mengeluh cepat lelah dan kurang semangat.. Keluhan berlangsung terus
menerus dan kadang mengganggu pekerjaan dan aktivitas sehari-hari pasien. Nafsu makan
pasien berkurang, dan tidur terganggu,
Objektif :
Depresi adalah gangguan afektif yang ditandai dengan suasana perasaan yang murung,
hilangnya minat dan kegembiraan, serta berkurangnya energi untuk aktivitas sehari-hari.
Kondisi tersebut dapat memengaruhi pikiran, tingkah laku, dan keadaan fisik seseorang.
Diagnosis ditegakkan berdasar:
- Menurut PPDGJ III, kasus ini termasuk depresi sedang karena memenuhi:
- Kriteria Mayor depresi : perasaan depresif, kehilangan minat, dan kehilangan
semangat atau energi
- Kriteria minor:
- Konsentrasi dan perhatian berkurang
- Harga dan kepercayaan diri berkurang
- Merasa bersalah dan tidak berguna
- Pesimis
- Terdapat ide bunuh diri
- Gangguan ttidur
- Nafsu makan berkurang
Gejala berlangsung lebih dari 2 minggu dan menggangu aktivitas sehari-hari
Pada kasus termasuk depresi sedang karena kriteria mayor yang didapat perasaan depresif
dan kehilangan minat dan ada minimal 3 gejala minor yaitu konsentrasi berkurang,
gangguan tidur dan nafsu makan berkurang.

Pemeriksaan fisik masih dalam batas normal dan bertujuan untuk mengeliminasi diagnosis
banding

Assesment
Penyebab spesifik dari gangguan depresi belum diketahui. Patofisiologi gangguan
depresi juga belum dimengerti secara tepat. Sebagai gangguan kejiwaan yang paling sering
ditemukan, gangguan depresi tampaknya memiliki penyebab multifaktorial dan heterogen.
Faktor biologi, psikologi, dan sosial memiliki peranan penting dalam patogenesis gangguan
depresi. Gangguan depresi melibatkan baik aspek genetik maupun faktor lingkungan. Bukti
dari studi keluarga dan anak kembar menunjukkan bahwa depresi yang berkembang pada
anak usia dini lebih dipengaruhi oleh pengaruh psikososial daripada genetik. Onset depresi
pada remaja atau dewasa, meskipun lebih bersifat herediter daripada depresi prepubertas,
tetaplah mencerminkan interaksi antara faktor genetik dan stresor lingkungan.
Hipotesis monoamin telah menjadi fondasi teori neurobiologis terhadap depresi dalam
50 tahun terakhir. Berdasarkan observasi terhadap kerja antidepresan, dapat diketahui
bahwa depresi disebabkan oleh defisit serotonin atau noradrenalin pada celah sinaps pada
beberapa sirkuit yang penting dalam patofisiologi depresi.
Alterasi pada aksis HPA telah lama diketahui berhubungan dengan gangguan depresi
mayor. Efek biologis dari paparan stres akan memediasi sekresi CRH (corticotropin-
releasing hormone). Sekresi CRH tersebut juga akan meningkatkan pelepasan ACTH
(adrenocorticotrophic hormone) dan glukokortikoid. Glukokortikoid menyebabkan
perubahan sensitivitas reseptor adrenergik melalui regulasi sistem adenilat siklase
adrenoreseptor beta.
Stres kronik akan menghasilkan hipersensitivitas terhadap aksis HPA. Gangguan depresi
mayor berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi CRF pada cairan serebrospinal,
meningkatnya imunoreaktivitas terhadap CRF, ekspresi gen CRF pada nukleus
paraventrikular hipotalamik, dan regulasi turun reseptor CRF-R1 di korteks frontal. Sekresi
glukokortikoid memiliki efek neurotoksik, terutama terhadap neurogenesis pada
hipokampus.
Depresi biasa mengikuti suatu stresor psikososial yang berat, terutama pada episode
depresi pertama atau kedua. Pengalaman masa kecil seperti perlakuan yang tidak
seharusnya, penelantaran, kehilangan orang tua, dan dukungan sosial yang tidak adekuat
seringkali dialami oleh pasien depresi. Bukti dari studi ini menunjukkan bahwa stres dan
trauma dapat memengaruhi sistem biologis pada depresi.
Sebagai contoh, kehilangan ibu pada hewan percobaan akan menyebabkan hipersensitivitas
aksis HPA pada individu tersebut. Pada hewan percobaan tersebut ditemukan volume
hipokampus yang berkurang. Hal ini sesuai dengan yang terjadi pada pasien depresi dan
yang mengalami trauma masa kecil. Pasien depresi yang disebabkan oleh trauma masa
kecil pun ternyata lebih responsif terhadap psikoterapi dibandingkan dengan terapi
antidepresan saja.

Plan :

Diagnosis :
Sesuai PPDGJ III untuk menegakkan diagnosis depresi sedang ditegakkan dengan adanya
minimal 2 kriteria mayor dan minimal 3 kriteria minor atau lebih.

Pengobatan :
Memberikan pengobatan : antidepresan amitriptilin 25 mg 3x1

Berbagai macam pengobatan yang efektif telah tersedia untuk gangguan depresi.
Antidepresan dapat meringankan gejala. Psikoterapi singkat (misalnya, terapi kognitif-
perilaku, terapi interpersonal), baik sebagai pengobatan tunggal atau dikombinasi dengan
obat-obatan, juga telah terbukti efektif untuk pengobatan akut depresi ringan sampai
sedang, serta untuk mencegah kekambuhan.

Biasanya setelah 2-12 minggu dalam dosis terapi, respons klinis sudah dapat dinilai.
Pemilihan pengobatan haruslah berdasarkan keselamatan dan toleransi pasien agar dapat
meningkatkan kepatuhan mereka terhadap pengobatan.
     Berdasarkan pedoman ACP, pengobatan untuk gangguan depresi mayor harus diubah
jika pasien tidak memiliki respons yang memadai untuk farmakoterapi dalam waktu 6-8
minggu. Setelah respons yang memuaskan tercapai, pengobatan harus dilanjutkan selama
4-9 bulan pada pasien episode depresi berat pertama yang tidak berhubungan dengan ide
bunuh diri ataupun akibat bencana. Pada mereka yang memiliki dua atau lebih episode
depresi, diperlukan waktu perawatan yang lebih lama untuk mendapatkan bukti manfaat.
Pengobatan farmakologis pilihan pertama untuk depresi adalah SSRI, karena SSRI
efektif mengurangi gejala depresi dan efek samping yang rendah dan aman bagi penderita
penyakit jantung

Jenis Obat Antidepresan, Dosis, dan Efek Samping


Nama Obat Dosis Harian (mg) Efek Samping
SSRI  
Semua SSRI dapat
Escitalopram 10-60
menimbulkan insomnia, agitasi,
Fluoksetin 10-40
sedasi, gangguan saluran cerna,
Sertralin 50-150
dan disfungsi seksual
Fluvoksamin 150-300
Trisiklik/Tetrasiklik   Antikolinergik (mulut kering,
Amitriptilin 75-300 retensi urin, penglihatan kabur,
Maprotilin 100-225 konstipasi, sinus takikardia, dan
Imipramin 75-300 lain-lain)
SNRI   Mengantuk, kenaikan berat
Duloksetin 40-60 badan, hipertensi, gangguan
Venlafaksin 150-375 saluran cerna
Pusing, sakit kepala, mual,
RIMA  
berkeringat, mulut kering,
Moklobemid 150-300
penglihatan kabur

     Pengobatan haruslah memaksimalkan fungsi pasien dalam tujuan spesifik dan realistis.
Modalitas awal harus dipilih atas dasar berikut:
 Penilaian klinis
 Adanya gangguan lain
 Stresor
 Keinginan pasien
 Reaksi terhadap pengobatan sebelumnya

Non farmakologis
Terapi kognitif-perilaku adalah pengobatan lini pertama untuk depresi. Hal ini bersifat
terarah dan dalam waktu yang terbatas, biasanya melibatkan antara 10 dan 20 kali
perawatan. Terapi kognitif-perilaku secara khusus dirancang untuk mengobati depresi.
Penggunaannya dalam mengobati gangguan depresi mayor didasarkan pada premis bahwa
pasien yang mengalami depresi memiliki pandangan yang menyimpang atas diri mereka
sendiri, dunia, dan masa depan. Distorsi kognitif ini berkontribusi terhadap depresi dan
dapat diidentifikasi dan dinetralkan dengan terapi kognitif-perilaku.
Terapi interpersonal berfokus pada penyebab kesedihan, peran interpersonal, perselisihan,
transisi peran, dan kesulitan interpersonal. Mufson dan Fairbanks menemukan bahwa terapi
interpersonal mungkin berguna dalam pengobatan fase akut pada remaja dengan gangguan
depresi mayor. Tingkat kekambuhan relatif rendah setelah terapi interpersonal pada fase
akut.

Banyak dokter percaya psikoterapi psikodinamik berguna dalam pengobatan depresi.


Psikoterapi psikodinamik dapat membantu melakukan hal berikut: (1) mengubah pola
perilaku maladaptif, (2) mengatasi konflik yang sedang berlangsung dan juga konflik masa
lalu, (3) mengenali perasaan, (4) meningkatkan wawasan, (5) meningkatkan harga diri, (6)
meningkatkan kekuatan ego, (7) berinteraksi lebih efektif dengan orang lain, dan (8)
memahami diri sendiri.

 Terapi elektrokonvulsif adalah pengobatan yang sangat efektif untuk depresi. Onset aksi
mungkin lebih cepat daripada perawatan dengan obat, dengan keuntungan yang sering
sudah dapat terlihat dalam waktu 1 minggu sejak awal pengobatan. Satu seri terapi
elektrokonvulsif (biasanya sampai 12 sesi) adalah pengobatan pilihan untuk pasien yang
tidak merespons terhadap terapi obat, pada pasien dengan gejala psikotik, ide bunuh diri,
atau membahayakan diri mereka sendiri.
     Dengan demikian, indikasi untuk penggunaan terapi elektrokonvulsif adalah sebagai
berikut:
 Perlu respons cepat terhadap antidepresan
 Kegagalan terapi obat
 Riwayat respons yang baik terhadap terapi elektrokonvulsif
 Keinginan pasien
 Risiko tinggi bunuh diri
 Risiko tinggi morbiditas dan mortalitas

Pendidikan :
Menjelaskan pasien tentangefek samping yang mungkin terjadi. Seringkali kegagalan
pengobatan disebabkan oleh ketidakpatuhan, durasi terapi yang tidak memadai, atau dosis
yang tidak memadai.
Memotivasi keluarga yang dekat untuk mendukung terapi dan kegiatan pasien sehari-hari

Konsultasi:
Konsultasi terhadap dokter ahli jiwa dijelaskan kepada keluarga dengan upaya agar
pengobatan dan perkembangan gangguan jiwa pasien teratasi dengan baik

Prognosis :
Pencegahan depresi dapat dilakukan dengan membangun suasana perasaan yang baik,
nyaman, dan menyenangkan bagi pasien. Beberapa macam kegiatan yang dapat dilakukan
sebagai pencegahan, antara lain:
 Membangun hubungan yang mendukung (keluarga, saudara, teman)
 Ikut kegiatan sosial atau komunitas atau organisasi
 Berpikir positif
 Melakukan hal-hal yang disukai
 Mengembangkan hobi yang disenangi seperti bermain musik dan menulis
 Olahraga
 Makan makanan sehat
 Bersyukur

Bagi banyak pasien, gangguan depresi mayor dapat menjadi penyakit yang kronis dan
dapat relaps. Relaps dalam 6 bulan masa penyembuhan terjadi pada 25% pasien. Relaps
depresi dalam waktu 5 tahun terjadi pada 58% pasien. Relaps depresi dalam waktu 15
tahun terjadi pada 85% pasien.
            Dalam sebuah studi terhadap pasien yang telah 1 tahun terdiagnosis depresi, 40%
mengalami kesembuhan tanpa gejala. Sebanyak 20% pasien akan terus mengalami gejala
depresi, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis gangguan depresi mayor. Sebanyak 40%
pasien sisanya tetap mengalami episode depresi mayor.
 
 
     Beberapa indikator untuk prognosis yang kurang baik, antara lain:
 Episode depresi berat
 Durasi episode depresi yang panjang (lebih dari 6 bulan)
 Adanya penyakit komorbid
 Adanya gejala psikotik
 Onset usia muda
 Penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan terlarang
 Adanya riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya (misalnya riwayat depresi atau
gangguan cemas)
 Pernah dirawat di rumah sakit selama lebih dari 3 kali
 Dukungan sosial yang kurang, fungsi keluarga yang buruk, dan lemahnya
keadaan ekonomi keluarga
 Kurangnya kemampuan kerja selama 5 tahun sebelum terserang depresi

Anda mungkin juga menyukai