1. GambaranUmum
Acara LDK ini di ikuti oleh seluh pengurs organisasi Resimen atau OSIS dan seluluh
pengurus eskul, acara ini bertujuan untuk pengembangan karakter dan motivasi untuk
seluh Taruna/I yang terlibat agar kedepannya dapat menjadi taruna/i yang bertanggung
jawab”
2. Peserta
Di Ikuti Oleh Pengurus Resimen dan Pengurus Eskul, dari Rohis sampai beladiri, kurang
lebih 80 orang.
3. WaktudanTempat
Hari, Tanggal : Jumat, 22 Februari 2019
Pukul : 20:30 – 22:00 WIB
Tempat : Gedung SMK Negeri 4 Depok
5. Target danArahanMateri
1. Pentingnya masa muda yang berkualitas
2. Pentingnya organisasi untuk penunjang masa depan
3. Memberikan semangat dan acuan untuk menjadi lebih baik agar bermanfaat bagi
orang lain.
6. Catatan
Pemateridiharapkandatang 30 menit lebih awal.
Peserta mudah bosan dengan materi yang monoton
Pembawaan materi dikemas lebihasik dari materi yang biasa saja.
Term Of Reference
LATIHAN DASAR KEPEMIMPINAN
RESIMEN DAN PENGURUS ESKUL SMKN 4 DEPOK
Bahasa Sunda merupakan bahasa yang diciptakan dan digunakan oleh orang
Sunda dalam komunikasi kehidupan mereka. Tidak diketahui kapan bahasa ini lahir,
tetapi dari bukti tertulis yang merupakan keterangan tertua, berbentuk prasasti
berasal dari abad ke-14.
Prasasti itu di temukan di Kawali Ciamis, dan ditulis pada batu alam dengan
menggunakan aksara dan Bahasa Sunda (kuno). Diperkirakan prasasti ini ada
beberapa buah dan dibuat pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastukancana
(1397-1475).
Salah satu teks prasasti tersebut berbunyi “Nihan tapak walar nu siya mulia,
tapak inya Prabu Raja Wastu mangadeg di Kuta Kawali, nu mahayuna kadatuan
Surawisésa, nu marigi sakuliling dayeuh, nu najur sakala désa. Ayama nu pandeuri
pakena gawé rahayu pakeun heubeul jaya dina buana” (inilah peninggalan mulia,
sungguh peninggalan Prabu Raja Wastu yang bertakhta di Kota Kawali, yang
memperindah keraton Surawisesa, yang membuat parit pertahanan sekeliling
ibukota, yang menyejahterakan seluruh negeri. Semoga ada yang datang kemudian
membiasakan diri berbuat kebajikan agar lama berjaya di dunia).
Dapat diperkirakan bahwa Bahasa Sunda telah digunakan secara lisan oleh
masyarakat Sunda jauh sebelum masa itu. Mungkin Bahasa Kw’un Lun yang
disebut oleh Berita Cina dan digunakan sebagai bahasa percakapan di wilayah
Nusantara sebelum abad ke-10 pada masyarakat Jawa Barat kiranya adalah
Bahasa Sunda (kuno), walaupun tidak diketahui wujudnya.
Bukti penggunaan Bahasa Sunda (kuno) secara tertulis, banyak
dijumpai dalam bentuk naskah, yang ditulis pada daun (lontar, enau, kelapa, nipah)
yang berasal dari zaman abad ke-15 sampai dengan 18. Karena lebih mudah cara
menulisnya, naskah lebih panjang dari pada prasasti, sehingga perbendaharaan
katanya lebih banyak dan struktur bahasanyapun lebih jelas.
Contoh bahasa Sunda yang ditulis pada naskah adalah sebagai berikut:
(1) Berbentuk prosa pada Kropak 630 berjudul Sanghyang Siksa Kandang Karesian
(1518) “Jaga rang héés tamba tunduh, nginum twak tamba hanaang, nyatu tamba
ponyo, ulah urang kajongjonan. Yatnakeun maring ku hanteu” (Hendaknya kita tidur
sekedar penghilang kantuk, minum tuak sekedar penghilang haus, makan sekedar
penghilang lapar, janganlah berlebih-lebihan. Ingatlah bila suatu saat kita tidak
memiliki apa-apa!)
(2) Berbentuk puisi pada Kropak 408 berjudul Séwaka Darma (abad ke-16) “Ini
kawih panyaraman, pikawiheun ubar keueung, ngaranna pangwereg darma,
ngawangun rasa sorangan, awakaneun sang sisya, nu huning Séwaka Darma”
(Inilah Kidung nasihat, untuk dikawihkan sebagai obat rasa takut, namanya
penggerak darma, untuk membangun rasa pribadi, untuk diamalkan sang siswa,
yang paham Sewaka Darma).
Tampak sekali bahwa Bahasa Sunda pada masa itu banyak dimasuki kosakata
dan dipengaruhi struktur Bahasa Sanskerta dari India.
Setelah itu masyarakat Sunda mengenal, lalu menganut Agama Islam, lalu
menegakkan kekuasaan Agama Islam di Cirebon dan Banten sejak akhir abad ke-
16. Pada masa itu muncul karya Carita Parahiyangan. Di dalam naskah itu
terdapat 4 kata yang berasal dari Bahasa Arab yaitu duniya, niyat, selam (Islam),
dan tinja (istinja). Hal ini merupakan bukti tertua masuknya kosakata Bahasa Arab
ke dalam perbendaharaan kata Bahasa Sunda. Seiring dengan masuknya Agama
Islam kedalam hati dan segala aspek kehidupan masyarakat Sunda, kosa kata
Bahasa Arab kian banyak masuk kedalam perbendaharaan kata Bahasa Sunda dan
selanjutnya tidak dirasakan lagi sebagai kosakata pinjaman.
Kata-kata masjid, salat, magrib, abdi, dan saum, misalnya telah dirasakan oleh
orang Sunda, sebagaimana tercermin pada perbendaharaan bahasanya sendiri.
Pengaruh Bahasa Jawa sebagai bahasa tetangga dengan sesungguhnya sudah
ada sejak Zaman Kerajaan Sunda, sebagaimana tercermin pada perbendaharaan
bahasanya. Paling tidak pada abad ke-11 telah digunakan Bahasa dan Aksara
Jawa dalam menuliskan Prasasti Cibadak di Sukabumi. Begitu pula ada sejumlah
naskah kuno yang ditemukan di Tatar Sunda ditulis dalam Bahasa Jawa, seperti
Siwa Buda, Sanghyang Hayu.
Pengaruh Bahasa Jawa dalam kehidupan berbahasa masyarakat
Sunda tampak sejak akhir abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-19 sebagai
dampak pengaruh Mataram memasuki wilayah ini. Pada masa itu fungsi Bahasa
Sunda sebagai bahasa tulisan di kalangan kaum elit terdesak oleh Bahasa Jawa,
karena Bahasa Jawa dijadikan bahasa resmi dilingkungan pemerintahan. Walaupun
begitu Bahasa Sunda tetap digunakan sebagai bahasa lisan, bahasa percakapan
sehari-hari masyarakat Sunda. Bahkan di kalangan masyarakat kecil terutama
masyarakat pedesaan, fungsi bahasa tulisan dan bahasa Sunda masih tetap
keberadaannya, terutama untuk menuliskan karya sastera WAWACAN dengan
menggunakan Aksara Pegon. Konon kabar sejak abad 17 (Jautuhnya Pajajaran),
di tatar Sunda menggunakan naskah-naskah berbahasa dan beraksara Jawa,
berbahasa dan beraksara Arab, serta berbahasa Jawa dan beraksara Pegon.
Selain itu, tingkatan bahasa atau Undak Usuk Basa dan kosa kata Jawa
masuk pula kedalam Bahasa Sunda mengikuti pola Bahasa Jawa yang disebut
Unggah Ungguh Basa. Dengan penggunaan penggunaan tingkatan bahasa
terjadilah stratifikasi sosial secara nyata.
Kemudian pada Jaman Amangkurat I wilayah kekuasaan sedikit-demi sedikit
diserahkan kepada Belanda.
Bahasa Sunda mulai banyak digunakan kembali pada abad ke-19. Karena
Belanda pun sebelumnya menganggap Urang Sunda hanya sebagai orang Jawa
gunung yang hidup didaerah barat pulau Jawa. Raffles, Gubernur jendral Inggris di
Jawa mendorong untuk melakukan penelitian tentang sejarah dan kebudayaan
lokal. Dalam bukunya, The History of Java, Raffles menyatakan bahasa Sunda itu
adalah sebagai varian dari bahasa Jawa, bahkan ada juga yang menyebut bahasa
Sunda sebagai bahasa Jawa Gunung dibagian barat.
Pada masa selanjutnya para cendekiawan Belanda yang berstatus pejabat
pemerintah, swasta dan para penginjil menemukan sunda sebagai etnis sendiri.
Pengetahuan etnografi ini sangat dibutuhkan, paling tidak untuk mempermudah
komunikasi antara Belanda dengan Pribumi. Peristiwa penemuan ini ditunjang pula
oleh upaya pemerintah kolonial bekerjasama dengan para Sarjana Belanda,
membagi Nusantara kedalam wilayah Budaya yang berbeda-beda, antara lain
Jawa, Sunda, Madura – masing-masing dengan bahasa mereka sendiri.
Belanda tentunya memiliki tujuan, karena masing-masing wilayah memiliki
potensi alam yang berbeda. Seperti daerah Priangan sangat penting dari segi
ekonomi, karena sebagai penghasil kopi. Belanda mendorong para elite lokal untuk
menjalankan roda administrasinya sendiri, serta mendorong untuk belajar
pendidikan formal. Dari sini para Bumiputra menyadari, bahwa memang ada
perbedaan bahasa dan budaya diantara mereka.
Pada tahun 1829 M, Andries de Wilde, seorang pengusaha perkebunan di
Sukabumi melakukan studi etnografi tentang daerah Priangan. Ia berpendapat
bahwa bahasa sunda merupakan bahasa tersendiri. Cuplikan pendapatnya, sebagai
berikut :
* Bahasa yang dituturkan diwilayah ini adalah bahasa sunda. Bahasa ini
berbeda dengan bahasa Jawa dan Melayu. Namun demikian, ada banyak kata-kata
yang pelan-pelan masuk atau diambil dari kedua bahasa yang disebut belakangan.
Aksara yang dipakai para ulama adalah Arab ; banyak pemimpin lokal juga
menegenal bahasa itu ; jika tidak memakai aksara itu, penduduk pada umumnya
memakai aksara Jawa.
Kemudian dalam revisi yang dilakukannya pada tahun 1830, ia
mengumpulkan banyak kata-kata Sunda mengenai pertanian, adat istiadat, dan
Islam. Hasil penelitiannya semakin meneguhkan bahwa Sunda adalah etnis
tersendiri.
Bahasa Sunda resmi diakui sebagai bahasa yang mandiri mulai pada tahun
1841, ditandai dengan diterbitkannya kamus bahasa Sunda yang pertama (Kamus
bahasa Belanda-Melayu dan Sunda). Kamus tersebut diterbitkan di Amsterdam,
disusun oleh Roorda, seorang Sarjana bahasa Timur. Sedangkan senarai kosa kata
Sunda dikumpulkan oleh De Wilde.
Kemudian Roorda membuat pernyataan :
Pertama-tama (kamus) ini bermanfaat, khususnya supaya bisa lebih kenal dekat
dengan bahasa yang sampai sekarang pengetahuan kita mengenainya sangat
sedikit dan tidak sempurna ; bahasa itu dituturkan di wilayah barat pulau Jawa, yang
oleh penduduk setempat disebut Sunda atau Sundalanden, yang berbeda dari
bahasa di wilayah timur pulau itu ; bahasa itu sangat bebeda dengan yang pantas
disebut bahasa jawa dan juga melayu, yaitu bahasa yang digunakan orang-orang
asing di kepulauan Hindia Timur.
Sejak pertengahan abad ke 19 Bahasa Sunda mulai digunakan lagi sebagai
bahasa tulisan di berbagai tingkat sosial orang Sunda, termasuk penulisan karya
sastera. Pada akhir abad ke 19 mulai masuk pengaruh Bahasa Belanda dalam
kosakata maupun ejaan menuliskannya dengan aksara Latin sebagai dampak
dibukanya sekolah-sekolah bagi rakyat pribumi oleh pemerintah. Pada awalnya
kata BUPATI misalnya, ditulis boepattie seperti ejaan Bahasa Sunda dengan
menggunakan Aksara Cacarakan (1860) dan Aksara Latin (1912) yang dibuat oleh
orang Belanda. Selanjutnya, masuk pula kosakata Bahasa Belanda ke dalam
Bahasa Sunda, seperti sepur, langsam, masinis, buku dan kantor.
Dengan diajarkannya di sekolah-sekolah dan menjadi bahasa komunikasi antar
etnis dalam pergaulan masyarakat, Bahasa Melayu juga merasuk dan
mempengaruhi Bahasa Sunda. Apalagi setelah dinyatakan sebagai bahasa
persatuan dengan nama Bahasa Indonesia pada Tahun 1928. Sejak tahun 1920-an
sudah ada keluhan dari para ahli dan pemerhati Bahasa Sunda, bahwa telah terjadi
Bahasa Sunda Kamalayon, yaitu Bahasa Sunda bercampur Bahasa Melayu.
Sejak tahun 1950-an pemakaian Bahasa Sunda telah bercampur dengan
Bahasa Indonesia terutama oleh orang-orang Sunda yang menetap di kota-kota
besar, seperti Jakarta dan Bandung. Banyak orang Sunda yang tinggal di kota-kota
telah meninggalkan pemakaian Bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari di
rumah mereka. Walaupun begitu, tetap muncul pula di kalangan orang Sunda yang
dengan gigih memperjuangkan keberadaan dan fungsionalisasi Bahasa Sunda di
tengah-tengah masyarakatnya dalam hal ini Sunda dan Jawa Barat. Dengan
semakin banyaknya orang dari keluarga atau suku bangsa lain atau etnis lain yang
menetap di Tatar Sunda kemudian berbicara dengan Bahasa Sunda dalam
pergaulan "sehari-harinya. Karena itu, kiranya keberadaan Bahasa Sunda terus
berlanjut.
(Sumber ; Ensiklopedia Sunda ; alam, budaya dan adat-istiadat, dan sumber-
sumber internet dengan perubahan dan penyesuaian)
----------------------------------------------------------------------
Dari cerita diatas terlihat bahwa bahasa Sunda merupakan bahasa yang
dinamis, tidak statis. Bahasa Sunda mendapat pegaruh dari berbagai
macam bahasa seperti India, Jawa, Arab, Belanda,
Melayu. Pengaruh dari bahasa arab yaitu penyerapan kosakata dimulai denga
n masuknya pengaruh lslam ke Sunda, yang kemudian berkembang dengan k
erajaan Cirebon dan Banten.
Pengaruh bahasa Jawa pada bahasa Sunda karena tanah Sunda perna
h menjadi wilayah kerajaan Mataram lslam, yang terlihat adalah penggunaan
beberapa kosakata jawa, dan tingkatan berbahasa yaitu normal dan lemes
(sopan) Contoh;
Tempat
Waktu
Bahasa Sunda Bahasa Sunda
Bahasa Indonesia
(normal) (sopan/lemes)
Dari Tina Tina
Ada Aya Nyondong
Tidak Embung Alim
Saya Urang Abdi/sim kuring/pribados
(Sumber tabel; www.wikipedia.org)
Setelah
bahasa lndonesia ditetapkan menjadi bahasa nasional dan persatuan, bahasa
Sunda dipengaruhi oleh bahasa melayu
sehingga disebut basa sunda kamalayon.
Pada perkembangan selanjutnya bahasa indonesia juga ikt mempengaruhi bah
asa Sunda.
Hal ini memperlihatkan bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi dan er
at kaitannya dengan banyak hal.
Bahasa Sunda di era globalisasi
Melihat keadaan sekarang ini, dimana
penutur bahasa sunda masih banyak, (menurut wikipedia.org bahasa sunda m
emiliki penutur 27 juta yang merupakan terbanyak kedua setelah bahasa Jaw
a), tampaknya bahasa Sunda akan terus bertahan. Orang-orang Sunda masih
menggunakannya sebagai bahasa komunikasi, mengajarkan kepada anak.
Dalam kehidupan sehari-hari di luar tanah sunda, bahasa
sunda tetap digunakan, misalnya,
mahasiswa yang berasal dari Jawa Barat, bila berkomunikasi diantara mereka
menggunakan bahasa Sunda. Bahasa Sunda juga banyak digunakan oleh pe
dagang borjo yang berasal dari Jawa Barat. Kadang-kadang bahasa Sunda j
uga digunakan di televisi.
Seperti bahasa daerah lain, bahasa sunda juga
mengalami transformasi atau perubahan seiring perkembangan zaman dan er
a globalisasi.