Anda di halaman 1dari 4

SEJARAH DAN PEMBANGUNAN

A. Pendahuluan

Mayoritas masyarakat menganggap bahwa sejarah bukan bagian dari konteks


pembangunan. Saat kita berbicara peranan ilmu sosial dalam pembangunan, sejarah hampir
tidak pernah dibahas bahkan cenderung diabaikan. Hal ini disebabkan karena mayoritas
masyarakat menganggap sejarah hanya memiliki kegunaan pragmatis, padahal sejarah juga
memiliki kegunaan praktis. Semenjak kemunculan development studies di Indonesia,
penggunaan sejarah dalam pembangunan masih belum diakui.
Kegiatan pembangunan meliputi empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan penilaian. Sejarah berguna dalam perencanaan dan penilaian, sedangkan
untuk pelaksanaan dan pengawasan bergantung pada sejarawan. Terdapat tiga cara dalam
memahami perencanaan dan penilaian, yaitu sejarah perbandingan (comparative history),
paralelisme sejarah (historical parallelism), dan evolusi sejarah (historical evolution).
Sejarah perbandingan adalah membandingkan pembangunan di satu tempat dengan
tempat lain. Misalnya, pendidikan sekolah di Jepang dapat berjalan dengan lancar karena
Jepang berani memperbaiki sarana dan prasarana pendukung kegiatan pembelajaran
meskipun membutuhkan biaya yang besar. Sedangkan Indonesia tidak berani mengambil
resiko tersebut. Untuk kasus tersebut, sejarawan tidak perlu sejarawan. Namun untuk
masalah-masalah besar, seperti industrialisasi dan urbanisasi tidak dapat meninggalkan
sejarah. Cara yang kedua yaitu paralelisme sejarah untuk mengetahui masa tertentu.
Paralelisme sejarah adalah kesejajaran antara masa lalu dan masa tertentu yang sedang
dibicarakan. Cara yang ketiga adalah evolusi sejarah untuk mengetahui persoalan yang akan
timbul akibat pembangunan. Pembangunan merupakan hal yang bersifat konkret sehingga
termasuk bentuk kuantitatif. Oleh karena itu, bentuk tersebut diubah ke bentuk kualitatif
sehingga bisa dicari perbandingannya, paralelismenya, atau evolusinya.

B. Pembahasan

1. Kasus – kasus Pembangunan


Sejarah pembangunan di Indonesia dapat dilihat sebagai suatu perkembangan. Dalam
hal ini, tugas sejarawan adalah memberi pertimbangan, baik melalui sejarah perbandingan,
paralelisme sejarah, ataupun evolusi sejarah. Sejarawan sama seperti ahli-ahli ilmu yang lain,
yaitu sebagai bagian dari kecerdasan bersama. Namun sejarawan memiliki kemampuan untuk
membandingkan perspektif evolusi ke samping, belakang, dan dalam. Sejarawan
menggunakan pengetahuan sejarah untuk membaas suatu masalah. Ini berarti sejarawan
menggunakan pengetahuan faktual untuk mempertimbangkan pengetahuan teoritis yang biasa
disebut kritik sejarah.

2. Pembangunan Ekonomi
Pelaku pembangunan adalah pemerintah dan swasta namun pemerintah memiliki
wewenang lebih tinggi. Pemerintah memiliki wewenang terhadap perizinan. Terdapat
beberapa isu peranan pemerintah Indonesia, namun hanya akan dibahas tiga isu, yaitu
himbauan agar perusahaan menyerahkan sebagian saham kepada karyawan, pembangunan
Kawasan Timur Indonesia, dan Inpres Desa Tertinggal.
Isu pertama yaitu himbauan agar perusahaan menyerahkan sebagian saham kepada
karyawan. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa himbauan tersebut dijadikan sebuah
peraturan mengikat. Namun hingga saat ini, isu tersebut tidak menjadi isu nasional di
Indonesia. Negara Skandinavia telah menjadikan isu tersebut menjadi isu nasional sehingga
para parlemen memperjuangkan pembagian saham. Walaupun negara Indonesia belum
menjadikan isu tersebut menjadi isu nasional, namun beberapa perusahaan pers telah
menerapkan pembagian saham.
Isu kedua adalah pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Pada abad ke-19, daerah
ujung Jawa Timur menjadi pusat perekonomian masa kolonial dan keadaan tersebut tidak
berubah bahkan setelah kemerdekaan. Pada PELITA V mulai dicanangkan isu pembangunan
Kawasan Timur Indonesia. Melihat sejarah Amerika mengenai pertentangan kaum
industrialis daerah timur dengan petani daerah Barat, dikhawatirkan para pemodal kawasan
Barat Indonesia akan mengambil alih kawasan Timur Indonesia. Jika hal tersebut terjadi,
pembangunan kawasan Timur Indonesia akan menjadi pembangunan kawasan Barat
Indonesia, kecuali ada peraturan mengikat yang melindungi daerah timur Indonesia.
Isu ketiga adalah Inpres Desa Tertinggal. Isu ini mulai direalisasikan pada PELITA
VI. Inpres Desa Tertinggal merupakan bentuk upaya untuk menghilangkan kemiskinan
sebagai kelanjutan dari bantuan-bantuan kepada desa namun khusus untuk daerah yang
dinyatakan tertinggal. Bantuan tersebut bukan berupa bantuan individual seperti di Amerika
dan Eropa Barat, namun berupa pelayanan umum, seperti perpustakaan dan puskesmas
walaupun sangat terbatas. Kemungkinan kendala tidak memberikan bantuan individual, yaitu
banyaknya masyarakat di bawah garis kemiskinan sehingga bantuan individual dapat
membebani keuangan negara serta dapat mengakibatkan merosotnya produktivitas
masyarakat. Ketika kendala tersebut tidak ada, maka pendekatan kolektif akan berubah
menjadi pendekatan individual.

3. Pendekatan Pertanian
Pada sektor pertanian akan dibahas dua isu, yaitu ketimpangan harga hasil pihak
pertama dengan barang pihak kedua dan jasa pihak ketiga, serta pergeseran dari natural
resource ke human resource. Sektor pertanian dikorbankan untuk kebutuhan industri
walaupun ada semboyan pembangunan mengutamakan pertanian. Kenaikan harga dasar
gabah akan menurunkan kemakmuran masyarakat. Rendahnya nilai tukar hasil pertanian
menyebabkan penduduk desa sulit untuk naik ke kelas yang lebih tinggi sehingga
menyebabkan tingginya status penduduk desa yang berada di kelas menengah ke bawah dan
membuat arus urbanisasi semakin tinggi.
Sejarah industrialisasi memiliki tiga pendekatan. Pertama, USSR mengutamakan
industri karena kemenangan revolusi berkat kaum buruh di kota. Kedua, RRC mengutamakan
pertanian daripada industri karena kemenangan revolusi berkat bantuan petani di desa.
Ketiga, Amerika Serikat menyeimbangkan antara sektor pertanian dengan sektor industri
berkat peranan politik dari petani.
Di Indonesia hampir tidak ada peranan politik dari petani sehingga petani
dikorbankan dengan kompensasi berupa inovasi teknologis, organisasi, dan pertanian
komersial. Selain itu, pertanian terpengaruh oleh globalisasi dan liberalisasi sehingga natural
resource berubah menjadi human resource. Hasil panen bergantung pada political will.
Tampak jelas terlihat hubungan politik dengan pertanian berubah secara radikal dari
keunggulan komparatif ke keunggulan kompetitif.

4. Pembangunan Pendidikan
Dalam sektor pendidikan terdapat hasil yang dimaksudkan (intended results) dan hasil
yang tidak dimaksudkan (unintended results). Hasil yang dimaksudkan adala hasil yang
langsung terlihat sedangkan hasil yang tidak dimaksudkan adalah hasil yang tidak langsung
terlihat. Contoh hasil yang dimaksudkan adalah peningkatan kecerdasan dan penyediaan
tenaga kerja. Sedangkan contoh hasil yang tidak dimaksudkan adalah mobilitas vertikal dan
integrasi nasional.
Pendidikan umum di Indonesia dimulai dari pemerintahan kolonial. Pendidikan umum
saat itu bersaing dengan pendidikan tradisional. Melek huruf selalu diartikan melek huruf
latin sehingga santri yang fasih membaca dan menulis huruf Arab tidak bisa masuk
pemerintahan dan pabrik. Santri yang menerima pendidikan umum disebut sebagai modernis
sehingga terbentuk kaum sekuler dan kaum Islam (kaum Islam modernis dan kaum Islam
tradisional).
Sejak zaman kolonial, dalam sektor pendidikan sudah ada mobilitas sosial vertikal.
Kekayaan kaum priyayi hampir setara dengan kaum bangsawan bahkan dapat melebihi
kekayaan raja. Namun terkadang timbul persoalan yang berhubungan dengan achieved status
(status yang dicapai) dengan ascribed status (status yang diterima).
Semakin sedikit anak-anak dari kalangan bawah yang masuk universitas. Hal ini
dimungkinkan karena kejenuhan sehingga tidak ada mobilitas vertikal atau universitas hanya
milik kalangan atas. Negara Malaysia menjadikan sektor pendidikan sebagai sarana mobilitas
vertikal pribumi. Sedangkan negara Indonesia sangat terlihatkaitan antara politik dan
pendidikan.
Pendidikan di Indonesia juga memiliki efek integrasi nasional. Sebagai contoh, Amir
Hamzah dari Medan dan bersekolah di Solo lalu menikahi gadis solo yang disulimasikan
menjadi puisi. Ntegrasi nasional melalui pendidikan terjadi lewat nyanyian, ilmu
pengetahuan, sejarah, dan sebagainya. Sekalipun ada muatan lokal yang berbeda namun
integrasi nasonal tidak terganggu seperti seluruh sekolah di Indonesia melaksanakan ujian
serentak di hari yang sama. Kendala bagi integrasi nasional adalah tebaginya Indonesia ke
dalam kelas. Sekalipun ada pelarangan SARA namun tetap saja ada kelas yang objektif.

5. Pembangunan Agama
Indonesia bukan negara agama dan bukan negara sekuler sehingga agama yang diakui
mendapat perhatian yang sama dan masuk jajaran Departemen Agama. Departemen Agama
memiliki sejarah tersendiri. Saat zaman kerajaan, tugas uatama Departemen Agama adalah
pengadilan. Selain tugas pengadilan, tugas lainnya adalah pengawasan. Pendidikan agama
diserahkan kepada masyarakat yang disubsidi pemerintah melalui lembaga desa perdikan.
Pada zaman kolonial, ada pertentangan antara ulama yang pro dengan anti pemerintah. Pada
zaman pendudukan Jepang, pertama kali didirikan Kantor Urusan Agama (Shumubu). Setelah
kemerdekaan, Departemen Agama semakin diperluas sehingga mempunyai substansi yang
sungguh-sungguh sebagai negara Pancasila.

Daftar Pustaka
Kuntowijoyo. 2001. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Muslikhah, Isna. 2015. Masalah Pendidikan di Indonesia dan Solusinya Jika Mengadopsi
Cara
Mengatasi yang Diterapkan dari Negara Lain. https://isnamuslikah.wordpress.com (27
September 2017).

Anda mungkin juga menyukai