Anda di halaman 1dari 86

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

PENGARUH PIJAT OKSITOSIN DENGAN AROMATERAPI


LAVENDER TERHADAP PRODUKSI ASI PADA
IBU POSTPARTUM DI BPM
KOTA PALEMBANG
TAHUN 2018

SKRIPSI

NAMA : ALISA ZAHARA


NIM : PO.71.24.2.14.003

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN
2018
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

PENGARUH PIJAT OKSITOSIN DENGAN AROMATERAPI


LAVENDER TERHADAP PRODUKSI ASI PADA
IBU POSTPARTUM DI BPM
KOTA PALEMBANG
TAHUN 2018

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Terapan Kebidanan (STr. Keb)

NAMA : ALISA ZAHARA


NIM : PO.71.24.2.14.003

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN
2018
ABSTRAK

Nama : Alisa Zahara


Program Studi : D-IV Kebidanan
Judul : Pengaruh Pijat Oksitosin dengan Aromaterapi Lavender terhadap
Produksi ASI pada Ibu Postpartum di BPM Ellna dan BPM
Fauziah Hatta Kota Palembang Tahun 2018

Pendahuluan: Penurunan produksi dan pengeluaran Air Susu Ibu (ASI) pada
hari-hari pertama setelah melahirkan dapat disebabkan oleh kurangnya
rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin. Hormon tersebut sangat berperan
dalam kelancaran produksi dan pengeluaran ASI. Sebagai usaha untuk
merangsang hormon prolaktin dan oksitosin dapat dilakukan pijat oksitosin
dengan aromaterapi lavender. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender terhadap produksi ASI pada ibu
postpartum di BPM Kota palembang tahun 2018. Metode: Penelitian ini
menggunakan metode pre-eksperimental dengan desain one group pre-test —
post-test. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Accidental
Sampling (Non Probability) dengan metode Purposive Sampling, sampel
penelitian ini berjumlah 30 sampel. Pengambilan data dilakukan di BPM Fauzia
Hatta dan BPM Ellna, dengan menggunakan lembar observasi dan gelas ukur
pada bulan Mei-Juni 2018. Analisa data menggunakan uji Wilcoxon. Hasil: Hasil
penelitian menunjukkan bahwa p-value = 0,000< 𝛼 (0,05), yang berarti ada
pengaruh pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender terhadap produksi ASI pada
ibu postpartum. Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada pengaruh
dari pemberian pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender terhadap produksi
ASI pada ibu postpartum di BPM Fauzia Hatta dan BPM Ellna Kota Palembang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiowati (2017)
yang menyatakan ada pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi ASI pada ibu
postpartum
Kata Kunci: Pijat oksitosin, aromaterapi lavender, produksi ASI

Referensi: Yuliana et al (2016), Agustie et al (2017), Setiowati (2017)

vi
ABSTRACT

Name : Alisa Zahara


Program Study : D-IV Kebidanan
Title : The ininfluence of oxytocin massage with lavender
aromatherapy on breastmilk production of postpartum mothers
in BPM Fauzia Hatta and BPM Ellna in Palembang City 2018.

Introduction: Decreased production and distribution of breastmilk on the first


days after delivery can be caused by a lack of the stimulation of prolactin and
oxytocin hormones. Both of them very contribute on smoothness production and
distribution of breastmilk. As an effort to stimulate prolactin and oxytocin
hormones could do oxytocin massage with lavender aromatherapy. This study
aimed to find out the effect of oxytocin massage with lavender aromatherapy on
breastmilk production of postpartum mothers in the BPM of Palembang City 2018.
Methode: This study using pre-experimental methode approach One Group
Pretest-Posttest design. The sampling technique used non probability sampling
with the accidental sampling methode, the sample consist of 30 sample. Data is
collected in BPM Fauzia Hatta dan BPM Ellna, using the observation sheet and
measuring glass at May-June 2018. Data analysis using wilcoxon test.
Result: The results showed that p-value = 0,000 < 𝛼(0,05), which means there is
an effect of oxytocin massage with lavender aromatherapy on breastmilk
production of postpartum mothers.
Conclusion: The conclusion of this study are the effect of oxytocin massage with
lavender aromatherapy on breastmilk production of postpartum mothers in BPM
Fauzia Hatta and BPM Ellna Palembang City 2018.
Keywords: Oxytocin massage, Lavender aromatherapy, Breastmilk production

References: Yuliana et al (2016), Agustie et al (2017), Setiowati (2017)

vii
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi

LAPORAN PENELITIAN PENGARUH PIJAT OKSITOSIN DENGAN


AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP PRODUKSI ASI
PADA IBU POSTPARTUM DI BPM
KOTA PALEMBANG
TAHUN 2018

Nama : Alisa Zahara

NIM : PO.71.24.2.14.003
Judul Skripsi : “Pengaruh Pijat Oksitosin dengan Aromaterapi Lavender
Terhadap Produksi ASI pada Ibu Postpartum Di BPM Kota
Palembang Tahun 2018”

Telah disetujui untuk diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi D-IV Kebidanan Politeknik Kesehatan Palembang

Disetujui Pembimbing:

1. Rohaya, S. Pd, SKM, M. Kes (............................................. )


NIP. 19630718 198503 2 005

2. Elita Vasra, SST, M. Keb (............................................. )


NIP. 19730519 199301 2 001

Mengetahui,
K.a Prodi D-IV Kebidanan

Nesi Novita, SSiT, M.Kes


NIP.197308121992032002

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Terapan Prodi
D-IV Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palembang.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari Ibu Rohaya, S.Pd,
SKM, M. Kes selaku dosen pembimbing I dan Ibu Elita Vasra, SST, M. Keb
selaku dosen pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini dan juga saya
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Drg. Nur Adiba Hanum, M. Kes selaku Direktur Poltekkes


Kemenkes Palembang;
2. Ibu Hj. Murdiningsih, SST, M. Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Palembang;
3. Ibu Nesi Novita, S.SiT, M. Kes selaku Kaprodi D-IV Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Palembang;
4. Bidan Fauzia Hatta selaku pemilik dan pendiri BPM Fauzia Hatta dan
Bidan Ellna selaku pemilik dan pendiri BPM Ellna yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi ini;
5. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
6. Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu

Palembang, Juli 2018

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................... iv
KATA PENGANTAR......................................................................................... v
ABSTRAK............................................................................................................ vi
ABSTRACT......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI........................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... x
DAFTAR TABEL................................................................................................ xi
DAFTAR BAGAN............................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A...Latar Belakang.................................................................................... 1
B...Rumusan Masalah............................................................................... 6
C...Tujuan Penelitian................................................................................ 6
D...Manfaat Penelitian.............................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 8


A...Post Partum......................................................................................... 8
1....Pengertian.................................................................................... 8
2....Asuhan pada Masa Nifas............................................................. 9
3....Tahapan Masa Nifas.................................................................... 9
B...Anatomi dan Fisiologi Payudara........................................................ 10
1....Anatomi Payudara....................................................................... 10
2....Fisiologi Payudara....................................................................... 12
3....Kandungan dan Manfaat ASI...................................................... 16
4....Stadium Laktasi........................................................................... 21
5....Upaya Memperbanyak ASI......................................................... 22
6....Lama dan Frekuensi Menyusui................................................... 23
7....Masalah dalam Pemberian ASI................................................... 24
C...Produksi ASI....................................................................................... 25
1....Definisi........................................................................................ 25
2....Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI...................... 26
3....Volume Produksi ASI.................................................................. 29
4....Penilaian Produksi ASI................................................................ 30
D...Pijat Oksitosin..................................................................................... 32
1....Pengertian.................................................................................... 32
2....Manfaat Pijat Oksitosin............................................................... 33
3....Mekanisme Pijat Oksitosin.......................................................... 33
4....Langkah-Langkah Pijat Oksitosin............................................... 35
E... Aromaterapi........................................................................................ 36
1....Pengertian.................................................................................... 36
2....Essential Oil................................................................................ 37

viii
3....Cara Menggunakan Essential Oil................................................ 39
4....Dosis Penggunaan Essential Oil.................................................. 39
5....Alur Reaksi Aromaterapi............................................................. 40
F... Kerangka Teori dan Kerangka Konsep.............................................. 42
1....Kerangka Teori............................................................................ 42
2....Kerangka Konsep........................................................................ 43
G...Hipotesis............................................................................................. 43

BAB III METODE PENELITIAN..................................................................... 44


A...Jenis Penelitian dan Desain Penelitian............................................... 44
B...Waktu dan Tempat Penelitian............................................................. 45
C...Populasi dan Sampel........................................................................... 45
D...Variabel.............................................................................................. 47
E... Definisi Operasional........................................................................... 48
F... Alat dan Bahan Penelitian.................................................................. 48
G...Uji Validitas dan Reliabilitas.............................................................. 49
H...Teknik dan Analisis Data................................................................... 50
I.... Langkah-Langkah Penelitian.............................................................. 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 54


A...Hasil Penelitian................................................................................... 54
1....Gambaran Umum Lokasi Penelitian........................................... 54
2....Analisis Univariat........................................................................ 55
3....Analisis Bivariat.......................................................................... 56
B...Pembahasan........................................................................................ 60
1....Karakteristik responden............................................................... 60
2....Analisis Univariat........................................................................ 61
3....Analisis Bivariat.......................................................................... 66

BAB V PENUTUP............................................................................................... 69
A...Kesimpulan......................................................................................... 69
B...Saran................................................................................................... 70

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 71
LAMPIRAN

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air Susu Ibu adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan

garam – garam anorganik yang di sekresikan oleh kelenjar mammae, dan

berguna sebagai makanan bayi (Maryunani, Anik 2016). Menyusui adalah

proses pemberian ASI melalui kecupan mulut bayi ke puting susu ibu, dengan

menyusui bayi mendapatkan makanan yang memenuhi kebutuhan jasmani

dan sekaligus mendapatkan kasih sayang serta cinta kasih, yang memenuhi

kebutuhan psikis atau batin sang ibu maupun sang bayi (Widayati, 2015).

Pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik,

terutama pada bayi umur kurang dari 6 bulan. ASI mengandung semua zat

gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada 6

bulan pertama kehidupannya. Kolostrum merupakan air susu ibu pertama

yang keluar dan mengandung banyak immunoglobulin IgA yang baik untuk

pertahanan tubuh bayi melawan penyakit (Widayati, 2015).

Dalam kenyataannya pemberian ASI selama 6 bulan (ASI eksklusif) tidak

sesederhana yang dibayangkan. Berbagai hambatan dapat timbul dalam upaya

memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan bayi. Alasan

utama ibu pasca salin tidak memberikan ASI eksklusif karena ASI tidak

memenuhi kebutuhan nutrisi bayi dengan produksi ASI sedikit, sehingga

membeli susu formula sering dianggap wajib bagi keluarga yang mempunyai

bayi baru (Deborah, 2008 dalam Yuliana et al, 2016). Secara teori meskipun

ASI yang keluar sedikit menurut ukuran kita, tetapi volume kolostrum yang

ada dalam payudara mendekati kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2 hari,

1
2

selanjutnya volume ASI akan bertambah banyak dan berubah warna, serta

komposisinya (Dewi dan Sunarsih, 2011).

Berdasarkan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

pemberian susu formula pada bayi antara lain minimnya pengetahuan para

ibu tentang manfaat ASI dan cara menyusui yang benar, sedikitnya pelayanan

konseling laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan, persepsi sosial

budaya yang menentang pemberian ASI, keadaan yang tidak mendukung bagi

para ibu yang bekerja, serta para produsen susu yang melancarkan pemasaran

secara agresif untuk mempengaruhi sikap ibu dalam memberikan susu

formula. Diantara faktor tersebut faktor kondisi ibu dan dukungan petugas

kesehatan sangat mempengaruhi keputusan ibu memberikan susu formula

pada bayi (Susanto et al, 2015).

Untuk itu diperlukan dukungan tenaga kesehatan dalam mendukung

pemberian ASI eksklusif. Bentuk dukungan tersebut antara lain memberikan

informasi dan edukasi ASI eksklusif kepada ibu dan atau anggota keluarga

dari bayi yang bersangkutan. Beberapa jam pertama bidan dapat

menganjurkan ibu untuk bersama bayi dengan tujuan untuk membina ikatan

antara ibu dan bayi, selain itu bidan dapat mengajarkan cara merawat

payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah umum yang timbul

yaitu untuk mencegah tersumbatnya saluran susu. Pelaksanaan perawatan

payudara hendaknya dimulai sedini mungkin, yaitu 1-2 hari setelah bayi

dilahirkan dan dilakukan 2 kali sehari (Nurjanah et al, 2013).

Menyusui memberikan manfaat kesehatan fisik dan psikologis bagi sang

ibu baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, seperti mengurangi
3

pendarahan setelah persalinan, mempercepat bentuk rahim kembali ke

keadaan sebelum hamil. Menyusui juga mengurangi resiko terkena kanker

payudara dan kanker indung telur (ovarium) karena menekan produksi

hormon estrogen. Seperti diketahui bahwa kelebihan hormon estrogen

memegang peranan penting untuk terkena kanker (Saputra, 2016).

Data UNICEF menyatakan bahwa 30.000 kematian bayi yang ada di

Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia setiap tahunnya bisa

dicegah melalui pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan sejak

tanggal kelahirannya, tanpa harus memberikan makanan dan minuman

tambahan kepada bayi (Roesli, 2008 dalam Machmudah dan Khayati, 2014).

Seperti hasil penelitian Widodo (2003) dalam Sullistyoningsih (2012),

menunjukkan bahwa gangguan kesehatan berupa diare, panas, batuk dan pilek

lebih banyak ditemukan pada bayi yang tidak diberi ASI secara eksklusif.

Penelitian di Denmark terhadap 3.253 orang menemukan fakta bayi yang

disusui sejak kurang 1 bulan IQ-nya lebih rendah dibandingkan dengan yang

disusui 7-9 bulan. Hasil penelitian di Inggris dari 1.736 anak ASI umumnya

mempunyai pendidikan yang tinggi. Penelitian ini tidak membedakan latar

belakang sosial ekonomi (Candra, 2013).

Data Riskesdas 2013 menunjukkan cakupan pemberian ASI eksklusif

pada bayi usia 0-6 bulan di Indonesia pada tahun 2012 masih cukup rendah

yakni sebesar 42% dimana target pencapaian pemberian ASI eksklusif pada

tahun 2014 sebesar 80% (Riskesdas, 2013). Sedangkan cakupan pemberian

ASI eksklusif untuk Kota Palembang tahun 2015 sebesar 72.91%. Cakupan
4

ini masih di bawah target pencapaian pemberian ASI eksklusif Indonesia

yaitu 80% (Dinkes Kota Palembang, 2015).

Permasalahan yang terjadi adalah tidak tercapainya pemberian ASI

eksklusif, diantaranya karena pengeluaran ASI yang tidak lancar pada awal

pasca salin. Penurunan produksi dan pengeluaran Air Susu Ibu (ASI) pada

hari-hari pertama setelah melahirkan dapat disebabkan oleh kurangnya

rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin yang sangat berperan dalam

kelancaran produksi dan pengeluaran ASI (Yuliana et al, 2016).

Stres psikologis, akibat rasa sakit & kelelahan setelah persalinan, ibu

kurang mendapat dukungan dan bayi sulit ditemui untuk melakukan inisiasi

menyusui dini berpengaruh pada gangguan refleks produksi ASI, karena

menyebabkan kegagalan kerja neuro-endokrin yang menyebabkan

penyimpangan dalam fungsi sumbu hypothalamus pituitary-adrenal,

menyebabkan produksi ASI yang tertunda dan volume ASI tidak mencukupi

(Patel & Gedam, 2013).

Ketidakmampuan untuk menyusui membuat ibu semakin merasa kurang

percaya diri dan cemas, sehingga produksi ASI menurun. Walaupun,

pengobatan farmakologis telah diberikan kepada para ibu yang memiliki

kecemasan pasca melahirkan dengan pemberian obat-obatan seperti

metoklopramid, domperidone, dan klorpromazin, tetapi obat ini dapat

menyebabkan efek samping antara lain kelelahan, iritasi kulit, sakit kepala,

haus, diare dan mulut kering. Sebagai alternatif untuk mengurangi efek

samping dari pemberian obat-obatan tersebut, dilakukan pijat punggung

dengan menggunakan aromaterapi lavender (Agustie et al, 2017).


5

Pijat punggung yaitu pijat pada daerah sepanjang tulang belakang

(vertebra) sampai tulang costae kelima-keenam, sebagai usaha untuk

merangsang hormon prolaktin dan oksitosin. Pijatan secara signifikan dapat

mempengaruhi sistem saraf perifer, meningkatkan rangsangan, dan

mengurangi rasa sakit, sehingga diharapkan dengan pemijatan ini ibu akan

merasa rileks dan kelelahan setelah melahirkan akan hilang (Delima et al,

2016).

Pemijatan dikombinasikan dengan minyak esensial lavender sebagai

aromaterapi. Lavender adalah salah satu aromaterapi yang paling populer dan

banyak digunakan di bidang kesehatan klinis khususnya mengatasi masalah

psikosomatik (gangguan psikologis) dalam ginekologi. Kandungan terbesar

dari minyak lavender adalah linalool sebesar 26,12% yang memiliki efek anti

kecemasan. Penelitian menunjukkan bahwa dengan menghirup aromaterapi

lavender dapat menimbulkan efek relaks pada sistem saraf pusat, dan

pemakaian minyak essensial lavender dalam pemijatan bisa juga membantu

wanita pasca persalinan untuk meningkatkan relaksasi dan kenyamanan,

sehingga produksi ASI diperkirakan meningkat (Agustie et al, 2017).

Penelitian Mardiyaningsih (2010) mengatakan bahwa kombinasi teknik

marmet dengan pijat oksitosin dapat meningkatkan produksi ASI pada ibu

post seksio sesarea, dan mengatakan dengan dilakukan pijat ini dapat

membuat ibu merasa relaks dan kelelahan setelah melahirkan akan hilang,

sehingga membuat hormon oksitosin keluar dan ASI pun cepat keluar.

Penelitian di Surakarta tentang pengaruh pijat oksitosin pada ibu

postpartum terhadap produksi ASI didapatkan bahwa ada peningkatan


6

produksi ASI pada kelompok intervensi yang dilaksanakan dengan hasil

Pvalue 0,0005 (Endang, 2015 dalam Delima et al, 2016).

Dari latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang

“Pengaruh Pijat Oksitosin dengan Aromaterapi Lavender Terhadap Produksi

ASI pada Ibu Postpartum di BPM Kota Palembang Tahun 2018”.

B. Rumusan Masalah

Ada pengaruh pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender terhadap produksi

ASI ibu postpartum di BPM Kota Palembang Tahun 2018.

C. Tujuan Penelitian

Diketahui pengaruh pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender terhadap

produksi ASI pada ibu postpartum di BPM Kota Palembang Tahun 2018.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat bagi

peneliti, sehingga di masa depan mampu memberikan perawatan yang

baik dan aman kepada ibu post partum menyusui yang sedikit

mengeluarkan ASI

2. Bagi Petugas Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu jasa yang diberikan

dalam perawatan ibu post partum yang menyusui dan pengeluaran ASI

sedikit
7

3. Bagi Instansi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan literatur bagi

mahasiswa di instansi pendidikan mengenai perawatan pada ibu post

partum yang sedikit mengeluarkan ASI di hari pertama masa nifas.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Post Partum

1. Pengertian

Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai

sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Nifas

(puerperium) berasal dari 2 suku kata yakni peur dan parous. Peur

berarti bayi dan parous berarti melahirkan (Asih & Risneni, 2016).

Menurut buku Obstetri William, masa nifas adalah masa segera

setelah kelahiran sampai 6 minggu. Selama masa ini, saluran reproduktif

anatominya kembali ke keadaan tidak hamil yang normal (Rukiyah et al,

2011).

Masa nifas adalah masa setelah seorang ibu melahirkan bayi yang

dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya kembali yang umumnya

memerlukan waktu 6-12 minggu (Nugroho et al, 2014).

Masa nifas (puerperium) dimaknai sebagai periode pemulihan segera

setelah lahirnya bayi dan plasenta serta mencerminkan keadaan fisiologi

ibu, terutama sistem reproduksi kembali mendekati keadaan sebelum

hamil. Periode ini berlangsung enam minggu atau berakhir saat

kembalinya kesuburan (Coad & Dunstall, 2006 di dalam Marliandiani &

Ningrum, 2015).

Jadi masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta

sampai alat-alat reproduksi pulih kembali seperti sebelum hamil dan

berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Ambarwati & Wulandari,

2010).

8
9

2. Asuhan Pada Masa Nifas

Setelah persalinan, tugas bidan belum selesai sampai di situ saja. Bidan

wajib melakukan asuhan secara komprehensif, yakni ibu dan bayi

memasuki masa peralihan dan kondisi tersebut rawan terjadinya

komplikasi masa nifas. Asuhan masa nifas penting diberikan pada ibu dan

bayi, yang bertujuan untuk, sebagai berikut (Marliandiani & Ningrum,

2015).

a. Memastikan ibu dapat beristirahat dengan baik. Istirahat yang cukup

dapat mengembalikan stamina ibu setelah menjalani persalinan

sehingga ibu siap menjalankan kewajibannya memberikan ASI dan

merawat bayinya.

b. Mengurangi risiko komplikasi masa nifas dengan melaksanakan

observasi, menegakkan diagnosis, dan memberikan asuhan secara

komprehensif sesuai kondisi ibu.

c. Mendampingi ibu, memastikan ibu memahami tentang kebutuhan

nutrisi ibu nifas dan menyusui, kebutuhan personal higiene untuk

mengurangi risiko infeksi, perawatan bayi sehari-hari, manfaat ASI,

posisi menyusui,serta manfaat KB.

d. Mendampingi ibu, memberikan support bahwa ibu mampu

melaksanakan tugasnya dan merawat bayinya.

3. Tahapan Masa Nifas

Masa nifas terbagi menjadi tiga tahap (Nurjanah et al, 2013), yaitu:

a. Puerperium dini (immediate postpartum), yaitu pemulihan di mana ibu

telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan (waktu 0-24 jam


10

postpartum). Dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh

bekerja setelah 40 hari.

b. Puerperium intermedial (early puerperium), suatun masa di mana

pemulihan dari organ-organ reproduksi secara menyeluruh selama

kurang lebih 6-8 minggu.

c. Remote puerperium (later puerperium), waktu yang diperlukan untuk

pulih dan sehat kembali dalam keadaan yang sempurna secara

bertahap terutama jika selama masa kehamilan dan persalinan ibu

mengalami komplikasi, waktu untuk sehat bisa berminggu-minggu,

bulan bahkan tahun.

B. Anatomi dan Fisiologi Payudara

1. Anatomi Payudara

Anatomi payudara dibedakan menurut struktur mikroskopis dan

makroskopis. Struktur mikroskopis payudara terutama tersusun atas

jaringan kelenjar tetapi mengandung sejumlah jaringan lemak dan

ditutupi kulit. Jaringan kelenjar ini dibagi menjadi kira-kira 18 lobus

yang dipisahkan secara sempurna satu sama lain lembaran jaringan

fibrosa. Struktur dalamnya dikatakan menyerupai segmen buah anggur

atau jeruk belah. Setiap lobus merupakan suatu unit fungsional yang

berisi dan tersusun atas bagian sebagai berikut (Nurjanah et al, 2013):

a. Alveoli yang terdiri dari sel kelenjar yang memproduksi air susu. Tiap

bercabang menjadi duktulus, tiap duktulus bercabang menjadi

alveolus yang semuanya merupakan satu kesatuan kelenjar. Tiap

alveolus dilapisi oleh sel-sel yang mensekresi air susu, disebut acini,
11

yang mengekstraksi faktor-faktor dari darah yang penting untuk

pembentukan air susu. Duktus membentuk lobus, sedangkan duktulus

dan alveolus membentuk lobulus. Sinus duktus dan alveolus dilapisi

epitel otot (myoephitel) yang dapat berkontraksi. Alveolus juga

dikelilingi pembuluh darah yang membawa zat gizi kepada sel

kelenjar untuk diproses sintesa menjadi air susu.

b. Tubulus lactifer adalah saluran kecil yang berhubungan dengan alveoli

c. Ductus lactifer adalah saluran sentral yang merupakan muara beberapa

tubulus lactifer.

d. Ampulla adalah bagian dari duktus lactifer yang melebar, yang

merupakan tempat menyimpan air susu yang terletak di bawah areola.

Terdapat 15-25 sinus lactiferus. Selanjutnya saluran mengecil dan

bermuara pada putting (papilla mamae).

Struktur makroskopis payudara terdiri dari:

a. Cauda Axillaris adalah jaringan payudara yang meluas ke arah axilla.

b. Areola adalah daerah lingkaran yang terdiri dari kulit longgar dan

mengalami pigmentasi dan masing-masing payudara bergaris tengah

kira-kira 2,5 cm. Areola berwarna merah muda pada wanita yang

berkulit cerah, lebih gelap pada wanita yang berkulit cokelat, dan

warna tersebut menjadi lebih gelap pada waktu hamil. Di daerah

areola ini terletak kira-kira 20 glandula sebacea. Pada kehamilan

areola ini membesar dan disebut tuberculum Montgomery.

Montgomery yang mengeluarkan cairan untuk membuat puting susu

lunak dan lentur.


12

c. Papilla mammae terletak di pusat areola mammae setinggi iga (costa)

ke-4. Papilla mamae merupakan suatu tonjolan dengan panjang kira-

kira 6 mm, tersusun atas jaringan erektil berpigmen dan merupakan

bagian yang sangat peka. Permukaan papilla mammae berlubang-

lubang berupa ostium papllare kecil-kecil yang merupakan muara

ductus lactifer. Ductus lactifer ini dilapisi oleh epitel. Bentuk papilla

mammae ada empat bentuk yaitu bentuk yang normal, pendek/datar,

panjang dan terbenam (inverted).

Gambar 2.1 Anatomi Payudara


Sumber: Guyton 2002

2. Fisiologi Payudara

Air susu terbentuk melalui dua fase, yaitu fase sekresi dan fase

pengaliran. Pada fase sekresi, air susu disekresikan oleh kelenjar ke

dalam lumen alveoli. Pada fase kedua, air susu yang dihasilkan oleh

kelenjar dialirkan ke puting susu, setelah sebelumnya terkumpul dalam

sinus. Selama kehamilan berlangsung laktogenesis kemungkinan besar


13

terkunci oleh pengaruh progesteron pada sel kelenjar. Seusai partus,

kadar hormon ini menyusut drastis, memberi kesempatan prolaktin untuk

bereaksi sehingga mengimbas laktogenesis (Nurjanah et al, 2013).

Ibu yang menyusui akan memiliki dua refleks yang masing-masing

berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu yaitu refleks

prolaktin (the milk prouction reflex) dan refleks oksitosin/refleks let

down (Laurence, 1995 dalam Nurjanah et al, 2013).

a. Refleks Prolaktin

Menjelang akhir kehamilan, terutama hormon prolaktin memegang

peranan untuk membuat kolostrum, namun jumlah kolostrum terbatas,

karena aktivitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron

yang kadarnya masih tinggi. Setelah persalinan dan lepasnya plasenta

serta kurang berfungsinya korpus luteum, maka estrogen dan

progesteron sangat berkurang, ditambah lagi dengan adanya isapan

bayi yang merangsang puting susu dan payudara, akan merangsang

ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik.

Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medula spinalis

dan mesensephalon. Hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor-

faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang

pengeluaran faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin.

Faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin akan merangsang

adenohipofise (hipofise anterior) sehingga keluar prolaktin. Hormon

ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu.

Kadar prolaktin pada ibu yang menyusui akan menjadi normal 3 bulan
14

setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut

tidak akan ada peningkatan prolaktin walaupun ada isapan bayi,

namun pengeluaran air susu tetap berlangsung. Pada ibu yang

melahirkan anak tetapi tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi

normal pada minggu ke 2-3. Pada ibu yang menyusui, prolaktin akan

meningkat dalam keadaan-keadaan seperti: stress atau pengaruh psikis,

anastesi, operasi, rangsangan puting susu, hubungan kelamin, dan

obat-obat tranqulizer hipotalamus seperti reseppin, klorpromazin, dan

fenotiazid. Sedangkan keadaan-keadaan yang menghambat

pengeluaran prolaktin adalah: gizi ibu yang buruk dan obat-obatan

seperti ergot dan 1-dopa.

b. Refleks Oksitosin/let down (milk ejection reflex)

Refleks oksitosin disebut juga Let Down Reflex (LDR) atau Milk

Ejection Reflex yaitu refleks mengalirnya ASI. Definisi refleks

oksitosin adalah suatu refleks pengeluaran ASI dari alveoli melalui

duktus lactiferus (saluran payudara) menuju puting. Refleks ini

memudahkan proses menyusui (Ambarwati et al, 2015).

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin adenohipofise,

rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke

neurohipofise (hipofise posterior) yang kemudian mengeluarkan

oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus

yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi

involusi dari organ tersebut. Oksitosin yang sampai pada alveoli akan

mempengaruhi sel mioepitelium. Kontraksi dari sel akan memeras air


15

susu yang telah dibuat untuk kemudian keluar dari alveoli dan masuk

ke sistem duktulus yang selanjutnya mengalir melalui duktus

laktiferus masuk ke mulut bayi.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan refleks let down adalah:

melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi, dan

memikirkan untuk menyusui bayi. Sedangkan faktor-faktor yang

menghambat refleks let down adalah: stress, seperti keadaan

bingung/pikiran kacau, takut, dan cemas.

Bila terdapat stres pada ibu yang menyusui maka akan terjadi suatu

blokade dari refleks let down. Hal ini disebabkan oleh karena adanya

pelepasan dari adrenalin (epinefrin) yang menyebabkan vasokontriksi

dari pembuluh darah alveoli, sehingga oksitosin sedikit harapannya

untuk dapat mencapai target organ miopitelium. Akibat dari tidak

sempurnanya refleks let down maka akan terjadi penumpukan air susu

di dalam alveoli yang secara klinis tampak payudara membesar.

Payudara yang besar dapat mengakibatkan gagal menyusui, rasa sakit,

dan dapat menimbulkan peradangan yang dapat menyebabkan abses.

Rasa sakit ini akan menjadi stres bagi seorang ibu menyusui, sehingga

stres yang ada akan bertambah.

Apabila refleks let down tidak sempurna, maka bayi yang haus jadi

tidak puas. Ketidakpuasan ini akan merupakan tambahan stres bagi

ibunya. Bayi yang haus dan tidak puas ini, akan berusaha untuk dapat

air susu yang cukup dengan cara menambah kuat isapannya sehingga

tidak jarang dapat menimbulkan luka-luka pada puting susu dan sudah
16

barang tentu luka-luka ini akan dirasakan sakit oleh ibunya yang juga

akan menambah semakin stress. Hal ini akan menyebabkan terbentuk

satu lingkaran setan yang tertutup (circulus vitiosus) dengan akibat

kegagalan dalam menyusui. Dibawah ini adalah gambar peranan

isapan bayi dan pengeluaran ASI pada pemberian ASI yang berhasil.

Gambar 2.2 Peranan isapan bayi dan pengeluaran ASI pada pemberian ASI yang berhasil
Sumber: Manuaba et al, 2007

3. Kandungan dan Manfaat ASI

Komponen ASI berisi lebih dari 100.000 biologi komponen unik,

yang memainkan peran utama dalam perlawanan terhadap penyakit, dan

komponen ASI sangatlah rumit. Dari 100.000 komponen ASI belum

sepenuhnya diteliti atau belum ditemukan, namun ASI tetap saja

merupakan nutrisi bagi bayi yang paling utama dan paling segalanya buat

bayi. Komponen-komponen ASI yang telah diketahui diantaranya adalah


17

Kolostrum, Protein, Lemak, Laktosa, Vitamin A, Zat besi, Taurin,

Lactobacillus, Laktoferin, Lisozim (Widuri, 2013).

a. Kolostrum

Warnanya kekuningan yang dihasilkan sel alveoli payudara ibu,

cairannya lebih kental. Jumlahnya tidak terlalu banyak. Kolostrum

akan disekresi setiap hari selama sekitar 4-5 hari pertama menyusui

berkisar 10-100cc, dengan rata-rata 30cc. Berat jenis kolostrum antara

1.040 sampai 1.060, sedangkan berat jenis ASI adalah 1.030. Hal ini

disebabkan karena kandungan zat-zat gizi dan kekebalan dalam

kolostrum lebih tinggi daripada ASI.

Kolostrum kaya akan gizi seperti karbohidrat, protein, antibodi,

dan mengandung karoten dan vitamin A yang sangat tinggi.

Kandungan lain yang terdapat dalam kolostrum adalah IgA dan sel

darah putih. Namun dalam kolostrum mengandung sedikit lemak,

karena bayi baru lahir memang belum mampu mencerna lemak

dengan mudah.

Satu sendok kolostrum memiliki nilai gizi hampir sama dengan

kurang lebih 30 cc susu formula. Manfaat kolostrum selain untuk

memberikan komponen yang dibutuhkan bayi, juga untuk

membersihkan alat percernaan bayi. Cara membersihkan dan

menyiapkan pencernaan bayi adalah dengan mempercepat

pengeluaran feses tinja hitam bayi (mekonium).

Mekonium bayi yang mengkonsumsi kolostrum akan banyak dan

secepatnya mengeluarkan mekonium daripada bayi yang tidak diberi


18

kolostrum. Setelah alat pencernaan bayi bersih dari mekonium,

kolostrum mempersiapkan saluran pencernaan bayi untuk segera

menerima ASI. Kolostrum bila dipanaskan akan menggumpal,

sedangkan air susu ibu matur tidak menggumpal.

Komposisi kolostrum diantaranya adalah:

1) Kadar proteinnya lebih tinggi daripada ASI sedangkan lemak dan

kadar karbohidratnya lebih rendah.

2) Kadar mineralnya juga tinggi. Selain mengandung kalsium dan

fosfor, juga mengandung magnesium, kalium, natrium, dan klor.

Kalium sangat berguna untuk gerakan peristaltik usus bayi.

3) Kadar vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D, E, dan K juga lebih

tinggi daripada yang terdapat di ASI. Sifatnya sebagai anti diare,

anti virus, anti jamur, dan anti racun.

4) Kandungan zat kekebalan atau antibodi dalam kolostrum sangat

tinggi yang terdiri atas immunoglobulin (IgG, IgM, IgE), laktoferin,

lysozyme dan lain-lainnya.


19

Untuk penjelasan kandungan dan manfaatnya dapat dilihat pada tabel

2.1 dibawah ini:

Tabel 2.1. Kandungan dan Manfaat ASI


Kandungan Manfaat

Kaya antibodi Perlindungan terhadap infeksi


dan alergi

Banyak sel darah putih Perlindungan terhadap infeksi

Pencahar Membersihkan usus bayi dari


mekonium sebagai pencegah
terjadinya ikterus (jaundice)

Faktor pertumbuhan Membantu kematangan usus,


mencegah alergi, intolerance

Kaya vitamin A Mengurangi keparahan infeksi


Mencegah kerusakan mata

Sumber: Widuri, 2013


b. Protein

Casein (protein yang sulit dicerna) dan whey (protein yang mudah

dicerna)banyak terkandung dalam ASI, terutama whey. Tegasnya

dalam ASI lebih banyak mengandung whey daripada casein. Whey ini

sebaiknya diberikan selama 6 bulan pertama kelahiran alias ASI

Ekslusif. Semua whey protein dalam berbagai susu berbeda. ASI

mengandung alfa-laktalbumin dan susu sapi mengandung beta-

laktoglubulin.

c. Lemak

Kalori (energi) dari ASI lebih mudah dicerna karena sudah

dalambentuk emulsi. Hasil penelitian OSBORN membuktikan, bahwa

bayi yang tidak mendapatkan ASI lebih banyak menderita penyakit

jantung koroner di usia muda.


20

d. Laktosa

Laktosa adalah karbohidrat utama pada ASI, yang berfungsi sebagai

sumber energi, meningkatkan absorbsi kalsium dan merangsang

pertumbuhan lactobacillus bifidus.

e. Vitamin A

Dalam ASI mengandung vitamin A sekitar 200 IU/dl.

f. Zat besi

Walaupun dalam ASI hanya terdapat sedikit zat besi sekitar 0,5-1,0

mg/liter, bayi yang diberi ASI jarang mengalami kekurangan zat besi

(anemia), dan zat besinya lebih mudah diserap.

g. Taurin

Berupa asam amino dan berfungsi sebagai neurotransmitter, berperan

penting dalam kematangan otak bayi.

h. Lactobacillus

Lactobacillus ini sangat bermanfaat dalam menghambat pertumbuhan

mikroorganisme seperti bakteri E. Coli yang sering menyebabkan

terjadinya diare pada bayi.

i. Laktoferin

Fungsi yang terkandung dalam laktoferin ini memungkinkan bakteri

sehat tertentu untuk berkembang. Memiliki efek langsung pada

antibiotik berpotensi berbahaya seperti Staphylococci dan E. Coli.

Laktoferin ini ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada kolostrum.

Walau laktoferin banyak pada kolostrum, namun pada bayi yang

mengkonsumsi kolostrum akan merasakan manfaatnya sepanjang


21

seluruh tahun pertama dalam menghambat bakteri staphylococcus dan

jamur candida. Laktoferin mengikat zat besi dan mencegah

pertumbuhan bakteri yang memerlukan zat besi, serta antibodi seperti

immunoglobulin terutama Ig A.

j. Lisozim

Lisozim berfungsi menghancurkan bakteri berbahaya dan

keseimbangan bakteri dalam usus.

4. Stadium Laktasi

Perubahan kolostrum menjadi air susu yang matur berlangsung

bertahap selama 14 hari pertama kehidupan bayi. Keadaan tersebut

bervariasi karena berkaitan dengan berbagai faktor, pengaktifan jaringan

glandula mammae, keefektifan bayi belajar menghisap. ASI adalah suatu

emulsi lemak dalam larutan protein, lactose dan garam-garam organik

yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu sebagai makanan

tambahan utama bagi bayi. Bahkan ASI yang telah matur juga memiliki

variasi komposisi dan nilai kalori dari air susu bergantung pada masing-

masing individu. Dalam pemberian ASI tidak dibatasi jumlah takaran.

Berikut ini ASI menurut stadium laktasi (Badriah, 2010 di dalam

Nurjanah et al, 2013):

a. Kolostrum

Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali keluar disekresi oleh

kelenjar payudara, mengandung tissue debris dan residual material

yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara

sebelum dan setelah masa puerperium. Disekresi oleh kelenjar


22

payudara dari hari 1-4. Komposisi dari kolostrum dari hari ke hari

selalu berubah. Kolostrum merupakan cairan vicous yang kental

dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning dibanding dengan

susu yang matur.

b. Air Susu Transisi/Peralihan

Merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang

matur yang disekresi pada hari keempat sampai hari kesepuluh masa

laktasi, tetapi ada pula yang berpendapat bahwa ASI matur baru

timbul minggu ketiga sampai minggu kelima. Kadar protein semakin

merendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin meniggi dan

volume akan makin meningkat.

c. Air Susu Matur

Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10, dan seterusnya,

komposisi relatif konstan (ada pula yang menyatakan bahwa

komposisi ASI relatif konstan baru mulai minggu ke-3 sampai minggu

ke-5). Pada ibu yang sehat dengan produksi ASI cukup, ASI ini

merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk

bayi sampai 6 bulan. Merupakan suatu cairan berwarna putih

kekuning-kuningan yang diakibatkan warna dari garam Ca-caseinat,

riboflavin dan karoten yang terdapat di dalamnya.

5. Upaya Memperbanyak ASI

Pengeluaran ASI tidak dipengaruhi oleh besar atau kecilnya ukuran

payudara. Namun, pengeluaran ASI dipengaruhi oleh isapan bayi.

Semakin sering ASI diisap oleh bayi maka semakin banyak pula produksi
23

ASI. Untuk menjaga pengeluaran ASI tetap lancar upaya yang dapat

dilakukan ibu antara lain sebagai berikut (Marliandiani & Ningrum,

2015):

a. Memenuhi kebutuhan gizi dan nutrisi ibu nifas (sayur daun katuk,

kacang-kacangan, air putih/minum setiap selesai menyusui, dan susu).

b. Pemberian ASI secara nirjadwal. Minimal menyusui setiap dua jam,

siang dan malam hari dengan lama menyusui 10-15 menit di setiap

payudara.

c. Ibu harus dapat istirahat yang cukup, apabila ibu lelah maka ASI juga

akan berkurang.

d. Ketenangan jiwa dan pikiran, serta ibu siap dan selalu optimis mampu

memberikan ASI kepada bayinya.

e. Lakukan perawatan payudara

6. Lama dan Frekuensi Menyusui

Sebaiknya dalam menyusui bayi tidak dijadwal, sehingga tindakan

menyusui bayi dilakukan disetiap saat bayi membutuhkan, Karena bayi

akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila

bayi menangis bukan karena sebab lain (kencing, kepanasan/kedinginan

atau sekedar ingin didekap) atau ibu sudah merasa perlu menyusui

bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7

menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam.

Pada awalnya, bayi tidak memiliki pola tertentu setelah 1-2 minggu

kemudian (Rahayu et al, 2012).


24

Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena

isapan bayi dangat berpengaruh pada rangsangan produk ASI selanjutnya.

Dengan menyusui tanpa jadwal, sesuai kebutuhan bayi akan mencegah

timbulnya masalah menyusui. Ibu yang bekerja dianjurkan agar lebih

sering menyusui pada malam hari. Bila sering disusukan pada malam hari

akan memicu produksi ASI (Rahayu et al, 2012).

Untuk menjaga keseimbangan besarnya kedua payudara maka

sebaiknya setiap kali menyusui harus dengan kedua payudara. Sarankan

kepada ibu agar berusaha menyusui sampai payudara terasa kosong agar

produksi ASI menjadi lebih baik. Setiap kali menyusui dimulai dengan

payudara yang terakhir disusukan. Selama masa menyusui sebaiknya ibu

menggunakan kutang (BH) yang dapat menyangga payudara tetapi tidak

terlalu ketat (Rahayu et al, 2012).

7. Masalah dalam Pemberian ASI

ASI adalah makanan terbaik untuk bayi karena mengandung nutrisi

yang seimbang dan sempurna untuk bayi. ASI tidak atau jarang membuat

masalah pada kesehatan bayi, malah nutrisinya amat baik untuk bayi.

Umumnya pemberian ASI sudah diberikan sejak kelahiran bayi. Namun,

masalah bisa saja terjadi saat pemberian ASI. Menurut dr. Suririnah

dalam bukunya, Buku Pintar Merawat Bayi 0-12 Bulan,berikut adalah

beberapa masalah yang sering dirasakan oleh ibu (Nurjanah et al, 2013):

a. Payudara Bengkak

Umumnya terjadi pada beberapa hari pertama menyusui karena ASI

belum keluar dengan lancar, atau terjadi kemudian misalnya saat


25

bayi mulai tidur lebih lama di malam hari yang membuat payudara

penuh, bengkak, keras, dan terasa sakit.

b. Puting Susu Lecet

Lecet pada puting biasa terjadi karena posisi menyusui yang kurang

tepat, dan karena alasan lainnya.

c. Radang Payudara atau Mastitis

Jika terdapat gejala payudara bengkak, panas, kemerahan, dan

disertai demam tubuh, segera konsultasikan pada dokter. Ini bisa jadi

merupakan radang akibat infeksi bakteri yang menyebabkan

pembengkakan payudara.

C. Produksi ASI

1. Definisi

Jumlah ASI yang dikeluarkan tergantung dari frekuensi dan lamanya

bayi mengisap payudara. Makin banyak dan lama ia mengisapnya makin

banyak ASI yang diproduksi dan dikeluarkan (Haeriaty, 2010). Selama

periode menyusui, produksi ASI sangat ditentukan oleh prinsip supply

and demand artinya semakin sering payudara diisap dan dikosongkan

maka akan semakin sering dan semakin banyak ASI yang akan

diproduksi. Namun hal ini, tidak berlaku pada 1-3 hari setelah kelahiran

bayi (Setiowati, 2017).

Pada saat tersebut produksi ASI lebih ditentukan oleh kerja hormon

prolaktin sehingga bayi perlu tetap sering menyusu untuk mendapatkan

kolostrum secara maksimal. Pada saat kolostrum berubah menjadi ASI

transisi (sekitar hari ke-2 atau ke-3) maka mulailah prinsip supply and
26

demand tersebut dan di masa-masa awal ini, terkadang antara supply dan

demand belum selesai (Susanto, 2012 dalam Setiowati, 2017).

Setiap ibu menyusukan bayinya, isyarat saraf dari puting susu ke

hipotalamus menyebabkan gelora sekresi prolaktin hampir sepuluh kali

lipat yang berlangsung sekitar satu jam. Secara alamiah ASI diproduksi

secara berkesinambungan setelah payudara disusukan, maka terasa

kosong dan lunak. Pada keadaan ini ASI tetap diproduksi dan tidak akan

kekurangan sesuai dengan kebutuhannya, asal bayi tetap mengisap dan

menyusui. (Haeriaty, 2010; Guyton, 2002).

Dalam payudara, juga terdapat mekanisme lokal pengendalian

produksi air susu. Contohnya, pengeluaran air susu menstimulasi sintesis

air susu dan jika air susu tidak dikeluarkan, sekresi berhenti selama

periode beberapa hari. Namun apabila ASI tetap berada dalam duktus

(tidak dihisap atau dipompa), menyebabkan tekanan balik meningkat,

maka hanya sedikit ASI yang terbentuk dan pada akhirnya tidak terdapat

sama sekali. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya “drying-up” (tidak

terdapat lagi ASI dalam payudara) secara alamiah (Varney et al, 2007;

Widuri, 2013).

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI terdiri dari:

a. Frekuensi Menyusui

Menyusui yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan bayi (on

demand) karena secara alami bayi akan mengatur kebutuhannya

sendiri. Semakin sering bayi menyusu, payudara akan memproduksi


27

ASI lebih banyak. Pada studi 32 ibu dengan bayi prematur

disimpulkan bahwa produksi ASI akan optimal dengan pemompaan

ASI lebih dari lima kali per hari selama bulan pertama setelah

melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi prematur belum

dapat menyusu (Tamba, 2010).

Berdasarkan hal ini direkomendasikan penyusuan paling sedikit

delapan kali perhari pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi

penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam

kelenjar payudara (Ambarwati & Wulandari, 2009 di dalam Tamba,

2010).

b. Berat Lahir

Hubungan berat lahir bayi dengan volume ASI. Hal ini berkaitan

dengan kekuatan untuk mengisap, frekuensi, dan lama penyusuan

dibanding bayi yang lebih besar. Berat bayi pada hari kedua dan usia

1 bulan sangat erat berhubungan dengan kekuatan mengisap yang

mengakibatkan perbedaan intik yang besar dibanding bayi yang

mendapat formula (Prentice, 1984 di dalam Tamba, 2010).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap

ASI yang lebih rendah dibanding bayi dengan berat lahir normal

(>2500 gr). Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah ini

meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibanding

bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi stimulasi hormon

prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI (Ambarwati &

Wulandari, 2009 di dalam Tamba 2010).


28

c. Umur Kehamilan Saat Melahirkan

Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi intake ASI. Hal ini

disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari

34 minggu) sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif

sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak

prematur. Lemahnya kemampuan mengisap pada bayi prematur

dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya

fungsi organ (Aritonang, 2007 di dalam Tamba, 2010).

d. Faktor psikologis

Keadaan psikologis ibu mempengaruhi pengeluaran ASI. Pikiran dan

perasaan seorang ibu sangat mempengaruhi refleks let down yaitu

refleks yang berperan dalam pengeluaran ASI. Keadaan psikologis

ibu yang dapat meningkatkan produksi hormon oksitosin antara lain

peraaan dan curahan kasih saying ibu terhadap bayinya, mendengar

celotehan atau tangisan bayi, memikirkan bayi dan ibu merasa

tenang. Sedangkan keadaan yang dapat mengurangi produksi

hormon oksitosin adalah rasa sedih, marah, kesal atau bingung,

cemas terhadap perubahan bentuk payudara dan bentuk tubuh,

meninggalkan bayi karena harus bekerja, takut ASI tidak mencukupi

kebutuhan bayi dan adanya rasa sakit terutama saat menyusui

(Derek & jones, 2005 di dalam Tamba, 2010).

e. Konsumsi Rokok

Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu

hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan


29

menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan

menghambat pelepasan oksitosin. Bayi dari ibu perokok mempunyai

insiden sakit perut yang lebih tinggi (Tamba, 2010).

f. Konsumsi Alkohol

Meskipun minuman alkohol dosis rendah disatu sisi dapat membuat

ibumerasa lebih rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI

namun disisi lain etanol dapat menghambat produksi oksitosin.

Kontraksi rahim saat penyusuan merupakan indikator produksi

oksitosin. Pada dosis etanol 0,5-0,8 gr/kg berat badan ibu

mengakibatkan kontraksi rahim hanya 62% dari normal, dan dosis

0,9-1,1 gr/kg mengakibatkan kontraksi rahim 32% dari normal

(Arifin, 2004 di dalam Tamba, 2010).

g. Usia Ibu

Menurut Nursalam dalam Luthfiyana (2015), bahwa usia 20-35

tahun merupakan usia poduktif bagi wanita untuk hamil dan

melahirkan serta siap untuk menyusui bayinya. Umur sangat

menentukan kesehatan maternal dan berkaitan dengan kesiapan

secara fisik, mental dan psikologis dalam menghadapi kehamilan,

persalinan, dan nifas serta cara mengasuh dan menyusui bayinya.

h. Wanita Pekerja

Menurut Roesli dalam Luthfiyana (2015) Ibu tidak bekerja

cenderung lebih fokus dalam merawat bayi dan keluarganya,

sehingga dapat memberikan ASI secara maksimal. Dengan demikian,

ibu tidak bekerja memiliki waktu yang lebih banyak untuk merawat
30

anaknya dibandingkan ibu bekerja, yang harus berada di luar rumah

dalam kurun waktu tertentu.

i. Paritas

Menurut Setiowati (2017) Seorang ibu yang pernah menyusui pada

kelahiran sebelumnya akan lebih mudah menyusui pada kelahiran

berikutnya. Ibu dengan paritas 2 atau lebih telah mempunyai

pengalaman dalam menyusui dan merawat bayi. Keberhasilan ibu

saat menyusui anak yang sekarang. Keyakinan ibu ini merangsang

pengeluaran hormon oksitosin sehingga ASI dapat keluar dengan

lancar.

3. Volume Produksi ASI

Berdasarkan Anik Maryunani (2012) dalam bukunya Inisiasi

Menyusui Dini ASI Eksklusif dan Manajemen Laktasi, menjelaskan

tentang volume produksi ASI sebagai berikut:

a. Pada minggu bulan terakhir kehamilan, kelenjar-kelenjar pembuat

ASI mulai menghasilkan ASI

b. Apabila tidak ada kelainan:

1) Hari pertama: sejak bayi lahir akan dapat menghasilkan 50-

100ml sehari dan jumlah ini akan terus bertambah.

2) Bayi usia 2 minggu: mencapai sekitar 400-450 ml, jumlah ini

akan tercapai bila bayi menyusu sampai 4-6 bulan pertama.

3) Oleh karena itu, selama kurun waktu tersebut ASI mampu

memenuhi kebutuhan gizi bayi


31

c. Dalam keadaan produksi ASI telah normal, volume susu terbanyak

yang dapat diperoleh adalah 5 menit.

d. Pengisapan oleh bayi biasanya berlangsung selama 15-25 menit.

e. Selama beberapa bulan berikutnya, bayi yang sehat akan

mengkonsumsi sekitar 700-800 ml/hari.

f. Ukuran payudara tidak ada hubungannya dengan volume air susu

yang diproduksi.

Berdasarkan pernyataan Depkes RI (2008) dalam Luthfiyana (2015)

yang menyatakan jumlah ASI sudah tepat sesuai dengan kebutuhan bayi

pada awal-awal kehidupannya, dengan rata-rata produksi jumlah ASI

dalam satu kali penyusuan pada hari pertama (24 jam pertama) sekitar 5-

10 ml, pada hari kedua (24 jam kedua) sekitar 14 ml, dan pada hari ketiga

(24 jam ketiga) sekitar 22-30 ml.

4. Penilaian Produksi ASI

Untuk menilai produksi ASI dapat merujuk pada volume ASI yang

dikeluarkan oleh payudara. ASI yang telah diproduksi disimpan di dalam

gudang ASI, selanjutnya ASI dikeluarkan dari payudara kemudian

dialirkan ke bayi. Banyaknya ASI yang dikeluarkan oleh payudara dan

diminum oleh bayi, diasumsikan sama dengan produksi ASI (Lawrence,

2004 dalam Sriwahyuni, 2013).

Menurut Sriwahyuni, pengukuran volume ASI dapat dilakukan

dengan cara memerah ASI atau mengeluarkan ASI. Pemerahan dapat

dilakukan secara manual ataupun dengan pompa payudara. Proses

memerah air susu ibu akan dapat berjalan dengan mudah apabila ibu
32

dalam keadaan rileks, dan bila perlu ibu disarankan untuk minum dulu

sebelum mengeluarkan air susu ibu. Pada saat memerah air susu ibu

sebaiknya ibu duduk rileks bersandar:

a. Memerah ASI dengan tangan

Memerah ASI dengan tangan disebut juga dengan teknik marmet.

Dengan pijitan dua jari sendiri, ASI bisa keluar lancar dan

membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Perahlah setiap payudara

selama 5-7 menit. Perahlah kedua payudara secara bergantian,

hingga kedua payudaranya kosong. Caranya adalah menyiapkan

wadah bersih yang siap pakai untuk mengumpulkan ASI dan

menempatkan tangan ibu di salah satu payudara, tepatnya di tepi

areola untuk melakukan masase ringan dan meregangkan puting

sedikit untuk memungkinkan hormon mengalir. Posisi ibu jari

terletak berlawanan dengan jari telunjuk. Tekan tangan ke arah dada,

lalu dengan lembut tekan ibu jari dan telunjuk bersamaan.

Pertahankan agar jari tetap di tepi arela, jangan sampai menggeser ke

puting. Ulangi secara teratur untuk memulai aliran susu. Putar

perlahan jari di sekeliling payudara agar seluruh saluran susu dapat

tertekan. Ulangi pada sisi payudara lain, dan jika diperlukan, pijat

payudara di antara waktu-waktu pemerasan. Ulangi pada payudara

pertama, kemudian lakukan lagi pada payudara kedua. Letakan

wadah penampung yang sudah disterilkan di bawah payudara yang

diperas, kemudian diukur menggunakan gelas ukur (Cadwell, 2012

dalam Sriwahyuni, 2013; Widuri, 2013).


33

b. Pemompa ASI

Cara menampung atau mengukur ASI yang paling baik dan efektif

dengan menggunakan alat pemompa ASI elektrik namun harganya

relatif mahal. Ada cara lain yang lebih terjangkau yaitu piston atau

pompa berbentuk suntikan. Prinsip kerja alat ini memang seperti

suntikan, hingga memiliki keunggulan, yaitu setiap jaringanpompa

mudah sekali dibersihkan dan tekanannya bisa diatur (Sriwahyuni,

2013).

D. Pijat Oksitosin

1. Pengertian

Pijat adalah suatu metode ilmiah memanipulasi dengan cara yang

lembut terhadap otot tubuh sehingga menimbulkan efek yang spesifik,

seperti memberikan kenyamanan dan menghilangkan rasa nyeri.

Pemijatan memberikan pengaruh tubuh seperti pada sistem muskulo

skeletal, pencernaan, perkemihan, pembuluh darah, limfa, endokrin dan

syaraf (Sinba, 2006 di dalam Wahyuningsih, 2011).

Menurut WHO/UNICEF (2008) dalam Sriyati dan Sari (2015) pijat

oksitosin merupakan pemijatan pada cervical 5-6 sampai setinggi tulang

belikat bagian bawah menggunakan ibu jari tangan dengan gerakan

melingkar kecil pada kedua sisi tulang punggung selama 2-3 menit. Pijat

oksitosin adalah salah satu cara untuk menstimulasi keluarnya oksitosin

dari kelenjar pituitary posterior. Frekuensi dilakukan pijat oksitosin juga

dapat mempengaruhi produksi ASI. Hockenberry (2002) dalam

Machmudah dan Khayati (2014) menyebutkan bahwa pijat oksitosin


34

lebih efektif apabila dilakukan dua kali sehari yaitu tiap pagi dan sore

hari.

Pijat oksitosin dan breast care yang dilakukan sehari dua kali

dapat mempengaruhi produksi ASI pada ibu post partum. Pengeluaran

ASI ini terjadi karena sel otot halus di sekitar alveoli mengerut sehingga

memeras ASI untuk keluar. Penyebab otot-otot itu mengerut adalah suatu

hormon yang dinamakan oksitosin (Biancuzzo, 2003 dalam Machmudah

& khayati, 2014; Wahyuningsih, 2011).

2. Manfaat Pijat Oksitosin

Pemijatan bisa meningkatkan pengeluaran oksitosin, rasa nyaman

bisa membuat relaks dan menurunkan cemas (WHO, 2009 dalam

Wahyuningsih, 2011).

Manfaat pijat ini menurut Depkes RI (2007) dalam Delima et al (2016)

antara lain:

a. Mengurangi bengkak (engorgement)

b. Mengurangi sumbatan ASI

c. Merangsang pelepasan hormon oksitosin

d. Mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit

3. Mekanisme Pijat Oksitosin

Punggung bagian atas adalah titik akupresur yang digunakan untuk

meningkatkan proses laktasi dan pengeluaran ASI. Pada bagian atas

tulang belakang diantara kedua bahu terdapat syaraf yang mempersarafi

payudara. Pemijatan bagian atas punggung dapat membuat relaks bagian

punggung dan meningkatkan pengeluaran ASI (Wahyuningsih, 2011).


35

Melalui pijatan atau rangsangan pada tulang belakang,

neurotransmitter akan merangsang medulla oblongata langsung

mengirim pesan ke hypothalamus di hipofise posterior untuk

mengeluarkan oksitosin dan mengalir melalui serabut syaraf

(neurotransmiter) pada tulang belakang yang mengontrol tekanan darah,

nadi dan bagian sistem syaraf otonom. Oksitosin mempengaruhi sel-sel

mioepitel yang mengelilingi alveoli mammae sehingga alveoli

berkontraksi dan mengeluarkan air susu yang sudah disekresikan oleh

kelenjar mammae (Delima et al, 2016; Wulandari et al, 2014).

Dengan pemijatan di daerah tulang belakang ini juga akan

merileksasi ketegangan dan menghilangkan stress dan dengan begitu

hormon oksitosin keluar dan akan membantu pengeluaran air susu ibu,

dibantu dengan isapan bayi pada puting susu pada saat segera setelah

bayi lahir dengan keadaan bayi normal (Wulandari et al, 2014).

Hisapan bayi merangsang syaraf yang terdapat pada puting susu.

Impuls tadi sampai ke hipotalamus ke bagian pituitary posterior yang

mengakibatkan pengeluaran oksitosin. Melalui aliran darah oksitosin

dibawa ke payudara. Oksitosin juga menyebabkan mioepitel setiap sel-sel

yang memproduksi ASI. Hal ini disebut sebagai milk ejection refleks

(Wahyuningsih, 2011).

Hormon oksitosin mempengaruhi dua target yaitu uterus dan

payudara. Pada saat melahirkan oksitosin meningkat kontraksi terus,

setelah melahirkan menstimulasi pengeluaran ASI dari kelenjar payudara,


36

dimana stimulus tersebut diperpanjang dengan hisapan bayi (Tortora &

Dirrikson, 2009 di dalam Wahyuningsih, 2011).

4. Langkah-Langkah Pijat Oksitosin

Pemijatan dilakukan dengan cara memijat daerah punggung

sepanjang kedua sisi tulang belakang sehingga dengan melakukan

pemijatan ini, diharapkan ibu akan merasa rileks dan kelelahan setelah

melahirkan akan hilang sehingga ASI dapat keluar dengan lancar (Putri

& Sumiyati, 2015).

Langkah pijat punggung untuk merangsang oksitosin adalah ibu

duduk membungkuk rileks, agar bisa terciptakan duduk demikian bisa

dengan meletakkan kedua tangannya di kursi ataupun sandaran yang

diletakkan di depannya. Bebaskan punggung ibu dari pakaiannya. Kedua

ibu jari pemijat dicelupkan ke dalam baby oil, lalu lakukan gerakan pada

punggung, tepatnya di samping tulang punggungnya. Lakukan gerakan

melingkar dengan kedua ibu jari dari atas sampai ke bawah. Lakukan

untuk beberapa kali sampai ibu merasakan lebih rieks. Kemudian bisa

mengecek pengeluaran ASI dengan cara memencet puting payudara ibu

(Widuri, 2013).

Tanda-tanda yang dirasakan apabila refleks oksitosin aktif bekerja

(Ambarwati et al, 2015):

a. Ibu dapat mengamati tanda-tanda yang mencirikan bahwa refleks

oksitosin aktif
37

b. Sensasi diperah atau gelenyar (tingling sensation) di dalam payudara

sesaat sebelum menyusui atau pada saat berlangsungnya proses

menyusui.

c. ASI mengalir dari payudara jika ibu memikirkan bayinya atau

mendengar bayinya menangis.

d. ASI menetes dari payudara sebelah jika bayi menyusu pada payudara

yang lain.

e. ASI memancar halus ketika bayi melepas payudara pada waktu

menyusu.

f. Adanya nyeri yang berasal dari kontraksi rahim, kadang diiringi

keluarnya darah selama menyusui pada minggu pertama.

g. Isapan yang lambat, dalam, dan tegukan bayi menunjukkan bahwa

ASI mengalir ke dalam mulut bayi, dan rasa haus saat menyusui.

E. Aromatherapy

1. Pengertian

Aromatherapy adalah cara di mana kita dapat memperbaiki keadaan

kita sebagai secara keseluruhan. Aromatherapy dapat dilakukan dengan

berbagai cara antara lain, dengan menggunakan oil burner atau anglo, pijat,

penghirupan, berendam, pengolesan langsung pada tubuh (Carrier Oil)

dan sebagainya. Aromatherapy memang manfaat yang beragam, mulai dari

pertolongan pertama membangkitkan rasa gembira (Hutasoit, 2002).

Aromatherapy adalah terapi yang menggunakan essential oil atau sari

minyak murni untuk membantu memperbaiki atau menjaga kesehatan,

membangkitkan semangat, menyegarkan jiwa dan raga. Kata “aroma”


38

berarti bau wangi atau keharuman dari tumbuhan. Sementara terapi adalah

upaya membangkitkan semangat, menyegarkan dan menjaga kesehatan

pikiran, jiwa, dan raga, serta merangsang proses penyembuhan dengan

menggunakan essential oil (Hutasoit, 2002).

Essential oil yang digunakan disini merupakan cairan hasil sulingan

dari berbagai jenis bunga, akar, pohon, biji, getah, daun, dan rempah-

rempah, yang memiliki khasiat untuk mengobati. Penggunaan essential oil

secara rutin dapat menyamankan suasana hati dan pikiran, memperbaiki

kondisi kesehatan, dan juga meningkatkan kepekaan. Essential oil

mempengaruhi kita dengan 3 cara: secara fisik—tubuh, kulit, rambut, dan

organ tubuh, secara energi—aura, dan pikiran—secara sadar dan di bawah

sadar (Hutasoit, 2002).

Aromatherapy memberikan efek yang berbeda pada setiap individu.

Tergantung pada usia, gaya hidup, dan bagaimana pemakai

menggunakannya. Efek aromatherapy akan terasa lebih baik lagi jika

individu mengikuti pola hidup seimbang. Banyak mengkosumsi buah dan

sayuran, minum air putih yang cukup, serta berolahraga secara rutin

(Hutasoit, 2002).

2. Essential oil

Essential oil kadang disebut “sumber kehidupan” dari tumbuhan.

Cairan murni ini disuling dari berbagai bagian tanaman: akar, daun, bunga,

dahan, biji, getah, dan buahnya. Proses penyulingan bisa berbeda-beda,

tergantung dari jenis dan tanamannya. Proses penyulingan yang paling

populer dewasa ini ialah dengan menggunakan uap (Hutasoit, 2002).


39

Proses penyulingan dimulai dengan menempatkan bagian tanaman yang

mengandung minyak dalam tong yang terbuat dari stainless steel

kemudian dipanaskan. Uap yang ada menimbulkan tekanan pada tanaman

tersebut, sehingga mengeluarkan essential oil dari sel-selnya. Setelah

didinginkan, cairan ini secara alami terpisahkan dari air. Residu air yang

tertinggal, biasanya digunakan untuk kebutuhan kosmetik yang dikenal

dengan sebutan “flora water” atau “air bunga”. Salah satunya yang paling

dikenal ialah air bunga mawar (Hutasoit, 2002).

Kualitas dari sebotol essential oil sangat bergantung pada kondisi

lingkungan tempat tanaman tersebut dibudidayakan; tanahnya, udara, dan

ketepatan waktu panen. Semua ini mempengaruhi kualitas aroma, warna

dan potensi dari essential oil yang dihasilkan (Hutasoit, 2002).

Essential oil bekerja dalam berbagai cara. Jika dioleskan pada kulit,

minyak ini akan diserap dengan cepat melalui kantong rambut karena

strukturnya yang ringan. Kemudian tersebar ke seluruh tubuh. Setiap jenis

essential oil diserap dalam kurun waktu yang berbeda-beda, dari 20 menit

hingga 2 jam. Sehingga sangat dianjurkan untuk tidak langsung mencuci

tubuh setelah melakukan aromatherapy pijat. Tapi, hindari membalur

essential oil langsung pada kulit tubuh tanpa mencampurnya lebih dulu

dengan minyak dasar, karena konsentrasinya terlalu tinggi untuk

digunakan langsung pada kulit. Kecuali sari minyak lavender dan tea tree

(Hutasoit, 2002).

Essential oil terbagi dalam 3 kategori. Kategori ini menentukan berapa

lama aroma dari setiap minyak murni bertahan (Hutasoit, 2002):


40

a. Base note: sari minyak dengan aroma yang paling tahan lama.

Keharumannya bisa bertahan hingga 1 minggu.

b. Middle note: Sari minyak dengan aroma yang hanya bertahan sekitar 2

hingga 3 hari

c. Top note: Sari minyak dengan aroma paling tidak tahan lama.

Keharumannya hanya bertahan selama 24 jam saja.

3. Cara Menggunakan Essential Oil

Cara terbaik menggunakan essential oil adalah dengan menghirup

uapnya atau dengan pijat. Daya cium kita berhubungan langsung dengan

emosi. Sehingga saat dihirup, tubuh mengeluarkan reaksi psikologis.

Sedangkan jika dioleskan pada tubuh, essential oil ini langsung diserap

oleh kulit, kemudian berproses dan menimbulkan efek. Essential oil

memiliki konsentrasi yang sangat tinggi sehingga, pemakaiannya harus

disertai denga campuran carries oil sebelum digunakan pada kulit

(Hutasoit, 2002).

4. Dosis Penggunaan Essential Oil

Sebagai pemula, gunakan 8 tetes (terdiri dari 3 jenis essential oil) untuk

terapi mandi atau dengan anglo pemanas. Sedangkan untuk terapi pijat,

gunakan hitungan ratio 2:1. Biasanya untuk satu kali pemakaian

dibutuhkan kira-kira 15 hingga 20 mililiter carrier oil dicampur dengan 7

hingga 10 tetes essetial oil. Dosis ini merupakan dosis yang aman bagi

pemula (Hutasoit, 2002).

Kebanyakan, essential oil yang digunakan dalam aromatherapy

merupakan kombinasi atau campuran dari beberapa jenis minyak murni


41

dan “carriers” yang merupakan minyak sayuran. Penggunaan campuran

berbagai jenis essential oil akan memberikan hasil yang lebih baik lagi.

Tentu kombinasi dari campuran ini tergantung pada kebutuhan setiap

individu (Hutasoit, 2002).

Untuk campuran minyak pijat, dibutuhkan sebuah botol kaca yang

berukuran kira-kira 50 mililiter. Pertama, tuangkan carrier oil ke dalam

botol kemudian essential oil, boleh menggunakan satu atau beberapa jenis

essential oil. Yang penting, jumlah tetesannya tidak lebih dari 20-25 tetes

(Hutasoit, 2002).

5. Alur Reaksi Aromatherapy

Aplikasi pengobatan aromatherapi oles dan hirup sesungguhnya

mempunyai inti skema reaksi yang sama, yaitu melakukan pengobatan dan

perbaikan melalui system sirkulasi darah. Reaksi ini lebih mendukung

untuk pengobatan penyakit atau keluhan yang bersifat fisik semisal jerawat,

stroke, hipertensi, maag dan lain sebagainya (Damayanti, 2014).

Ketika dioleskan di atas permukaan kulit, aromaterapi secara aktif

menembus lapisan kulit melalui folikel rambut dan kelenjar keringat

kemudian diserap ke dalam cairan tubuh (darah dan limfa), di mana

mereka tidak hanya membantu untuk membunuh bakteri dan virus, tetapi

juga merangsang sistem kekebalan tubuh, sehingga memperkuat ketahanan

terhadap serangan penyakit lebih lanjut (Damayanti, 2014).

Untuk mekanisme melalui indra penciuman, pusat penciuman

menerima aromatherapy lavender berupa molekul bau yaitu olfactory

epithelium (pusat penciuman) sebagai reseptor ujung syaraf dirambut getar


42

di dalam hidung. Berbagai neuron menginterpretasikan bau dan

menghantar ke sistem limbik. Pada sistem limbik, selanjutnya amygdale &

hippocampus meningkatkan efek gamma aminobutyric yang merupakan

neurotransmitter dan hormon otak yang menghambat reaksi dan tanggapan

neurologis yang tidak menguntungkan sehingga menjadikan ibu relaks

(Yuliana et al, 2016).

Bau yang menimbulkan rasa senang, merangsang raphenukleus

sehingga menghasilkan hormon serotonin. Bau yang berikatan dengan

gugus steroid didalam kelenjar keringat yang disebut osmos dapat

menimbulkan rasa senang. Rasa nyaman dan tenang yang dirasakan ibu

dapat membantu proses laktogenesis (Primadiatry, 2002 dalam Yuliana et

al, 2016).
43

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep

1. Kerangka Teori
estrogen
Pembesaran
Masa Kehamilan Rangsangan Payudara
progesteron

ibu post
Pijat oksitosin aromaterapi lavender partum

Mengoleskan minyak Rangsangan


aromaterapi lavender pada tulang Isapan bayi
belakang

Molekul minyak Rangsangan


neurotrans- Hipotalamus
Merangsang mitter
Absorpsi

Hipofisis Hipofisis
Olfactory epithelium
Merangsang posterior anterior
Menembus medulla
epidermis Reseptor ujung oblongata
saraf di hidung Oksitosin Prolaktin
Menyebar ke
seluruh tubuh: Sistem limbik
Rangsangan Ejeksi Sekresi
pembuluh darah, sebagai pusat emosi
saraf, kolagen, Hipotalamus
fibroblast, mast
cell
mensekresikan

Releasing Factor

Merangsang
Adenohipofisis Endorfin

Bagan 2.1. Kerangka Teori


Sumber: Putri & Sumiyati, 2015; Ferdinand P & Ariebowo 2009
44

2. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep merupakan gambaran hubungan konsep yang satu

dengan konsep yang lainnya, dari masalah yang diteliti sesuai dengan apa

yang diuraikan pada tinjauan pustaka (Notoatmodjo, 2012). Kerangka

konsep penelitian dapat dilihat pada bagan 2.2. berikut:

Independent Dependent

Pijat oksitosin dengan minyak Produksi ASI


aromaterapi lavender

Variabel Perancu:
1. Umur ibu
2. Paritas
3. Wanita bekerja

Bagan 2.2. Kerangka Konsep

Keterangan:

: yang diteliti

: tidak diteliti

G. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban dari pertanyaan penelitian. Biasanya

hipotesis dirumuskan dalam bentuk hubungan antara kedua variabel, yaitu

variabel bebas dan terikat (Notoatmodjo, 2012)

Hipotesis alternatif yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Ada

pengaruh pemberian pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender terhadap

produksi ASI sebelum dan sesudah”.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian experiment, menggunakan desain

penelitian eksperimental dengan jenis pra-experiment. Rancangan penelitian

yang digunakan adalah rancangan one group pretest posttest, dalam

rancangan ini dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan

menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen

(program). Desain penelitian ini dapat dilihat pada bagan 3.1 berikut:

Keterangan Pretest Perlakuan Posttest

KE 01 X 02

Bagan 3.1 Desain penelitian one group pretest posttest

Sumber: Notoatmodjo, 2012

Keterangan:

KE : kelompok eksperimen

01 : pretest (pengukuran produksi ASI sebelum dilakukan pijat oksitosin

dengan aromaterapi lavender)

02 : posttest (pengukuran produksi ASI setelah dilakukan pijat oksitosin

dengan aromaterapi lavender)

X : perlakuan (melakukan teknik pijat oksitosin dengan aromaterapi

lavender)

45
46

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei Tahun

2018.

2. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di BPM Ellna dan BPM Fauzia Hatta

Kota Palembang Tahun 2018.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Populasi dalam

penelitian ini seluruh ibu nifas di BPM Ellna dan BPM Fauzia Hatta Kota

Palembang Tahun 2018.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2016).

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah non probability

sampling dengan menggunakan teknik accidental sampling. Teknik

accidental sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan

dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia

di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian (Notoatmodjo, 2014).

Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini adalah 30 responden,

jumlah sampel ditentukan berdasarkan teknik accidental sampling yang


47

berarti sampel diambil dari responden atau kasus yang kebetulan ada di

suatu tempat. Mengingat ukuran sampel yang layak untuk penelitian

minimal 30, maka dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah 30.

Tempat penelitian yang digunakan adalah BPM Ellna dan BPM fauzia

Hatta Kota Palembang Tahun 2018. Dalam penelitian ini sampel yang

diambil memiliki kriteria tertentu, yaitu:

a. Kriteria Inklusi

Merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili sampel

penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel. Pertimbangan

ilmiah harus menjadi pedoman dalam menentukan kriteria inklusi.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Ibu yang bersedia menjadi responden

2) Ibu nifas hari 1

3) Bayi tidak diberikan susu fomula pada saat dilakukan penelitian

4) BB bayi ≥ 2500 gram

b. Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak

dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel

penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Ibu yang menolak menjadi responden

2) Ibu yang merokok

3) Kondisi ibu dan bayi tidak sehat pada kasus kegawatdaruratan


48

D. Variabel

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,

obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2016). Variabel dalam penelitian ini antara lain:

1. Variabel Independen (Variabel Bebas)

Merupakan variabel akibat atau efek (Notoatmodjo, 2012). Dalam

penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah Pijat oksitosin

dengan aromaterapi lavender.

2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat (Notoatmodjo,

2012). Dalam penelitian yang menjadi variabel dependen adalah produksi

ASI pada ibu postpartum


49

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional

1. Variabel 1. Sebelum Nominal


Independen: Pemijatan 2. Sesudah
Pijat mengggunakan
oksitosin kedua ibu jari
dengan yang telah diolesi
aromatera- minyak
pi aromaterapi
lavender lavender,
disepanjang
tulang belakang
(vertebrae)
sampai tulang
costae kelima atau
keenam

2. Variabel Produksi ASI Gelas ukur Dengan 1.Jumlah ASI Rasio


Dependen: adalah jumlah menilai <5 ml,
Produksi ASI yang jumlah produksi
ASI dikeluarkan pada ASI pada ASI
saat 1 jam setelah gelas ukur kurang
bayi berhenti
menyusui, dengan 2. Jumlah
cara memerah ASI ≥5 ml,
ASI secara produksi
manual, pada ASI cukup
payudara kanan
dan kiri masing-
masing 5 menit
secara bergantian
dan diukur dengan
gelas ukur

F. Alat dan Bahan Penelitian

Instrument penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga

lebih mudah diolah (Arikunto, 2014).

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yaitu

data diambil langsung dari responden di BPM Ellna dan BPM Fauzia Hatta.
50

Pada penelitian ini instrumen yang akan digunakan adalah lembar SOP pijat

oksitosin aromaterapi lavender, lembar observasi jumlah produksi ASI, gelas

ukur, dan wadah untuk menampung ASI.

1. Lembar Standar Operasional Prosedur

Digunakan untuk bahan pengajaran bagi responden.

Metode : ceramah, tanya jawab dan demontrasi

2. Lembar Observasi Jumlah Produksi ASI

Berdasarkan pernyataan Depkes RI (2008) jumlah ASI sudah tepat sesuai

dengan kebutuhan bayi pada awal-awal kehidupannya. Rata-rata produksi

ASI dalam satu kali penyusuan pada 24 jam pertama (satu hari), sekitar 5-

10 ml. Pada penelitian ini ASI dikeluarkan 1 jam setelah masa penyusuan

dengan memerah ASI secara manual pada payudara kanan dan kiri

masing-masing 5 menit secara bergantian dan diukur dengan gelas ukur.

Hasilnya dicatat dalam lembar observasi jumlah produksi ASI.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kualitas data ditentukan oleh tingkat validitas dan reliabilitas alat ukur,

validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan suatu intrumen (Arikunto, 2014). Validitas dalam

penelitian ini dicapai dengan menggunakan alat ukur yang sesuai dengan apa

yang akan di ukur. Reliabilitas merupakan suatu instrumen cukup dapat

dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen

tersebut sudah baik.

Uji validitas dan reliabilitas tidak dilakukan lagi karena alat yang

digunakan dalam penelitian ini sudah terstandarisasi


51

H. Teknik dan Analisis Data

1. Teknik Pengelolaan Data

a. Editing

Secara umum editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan

dan perbaikan isian formulir atau kuesioner.

b. Coding

Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan

peng “kodean” atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat

atau huruf menjadi data angka atau bilangan.

c. Processing

Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang

dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam

program atau “softwere” computer. Softwere computer ini bermacam-

macam, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya.

Salah satu paket program yang paling sering digunakan untuk “entri

data” penelitian adalah paket program SPSS for Window.

d. Cleaning

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan –

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan,

dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses

ini disebut pembersihan data (data cleaning).


52

2. Analisis Data

Menurut Notoatmodjo (2012), analisis data suatu penelitian, biasanya

melalui prosedur bertahap antara lain:

a. Analisis Univariat (Analisis Deskriptif)

Menurut Sopiyudin Dahlan (2012) analisis univariat (deskriptif)

bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap

variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis

datanya. Data univariat yang dianalisis pada penelitian ini adalah

variabel dependen (produksi ASI pada ibu postpartum) dan variabel

independen (pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender). Analisis

data univariat diperoleh dalam bentuk distribusi frekuensi

b. Analisis Bivariat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari pengaruh dari

perlakuan yang diberikan. Menurut Sugiyono (2016) untuk mencari

seberapa besar pengaruh perlakuan tertentu, maka harus

membandingkan hasil sebelum perlakuan dan sesudah mendapat

perlakuan. Analisis bivariat pada penelitian ini adalah analisis yang

dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh antara variabel independen

(pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender) dengan variabel

dependen (produksi ASI pada ibu postpartum), dengan tingkat

kemaknaan 𝛼 ≤ 0.05 dan CI 95%, maka terdapat pengaruh yang

bermakna antara variabel independen (pijat oksitosin dengan

aromaterapi lavender) dengan variabel dependen (produksi ASI), dan


53

jika p value > 𝛼 , maka tidak terdapat pengaruh antara variabel

independen dengan variabel dependen.

Uji analisis yang digunakan adalah uji t berpasangan jika sebaran

selisih variabel normal dan apabila sebaran selisih tidak normal

sebagai alternatif Statistik yang digunakan yaitu uji t berpasangan

apabila sebaran selisih normal, jika tidak normal menggunakan uji

Wilcoxon.
54

I. Langkah-Langkah Penelitian

Melalui studi Menentukan/memilih ACC judul


pendahuluan/menyusun masalah sebagai judul penelitian
latar belakang penelitian

Seminar Menyusun Menentukan


proposal proposal lokasi tempat
penelitian

Revisi ACC proposal Mengajukan


proposal etical clirance

Subjek penelitian Mendapatkan Mengajukan


memenuhi kriteria surat izin surat izin
inklusi penelitian penelitian

Memberikan
Memperkenalkan diri Melakukan tes awal
intervensi pijat
dan melakukan (pretest) pada hari
oksitosin
informed consent pertama
aromaterapi
lavender

Analisis data
Persentasi hasil Melakukan tes
1. Editing
penelitian pada hari
2. Coding
kedua(posttest)
3. Processing
4. Cleaning

Revisi laporan hasil Penyerahan hasil


penelitian penelitian

Bagan 3.2. Langkah-langkah Penelitian


55

DAFTAR PUSTAKA

Agustie PR, et al. 2017. Effect Of Oxytocin Massage Using Lavender Essential
Oil On Prolactin Level And Breast Milk Production In Primiparous Mothers
After Caesarean Delivery. http://belitungraya.org/BRP/index.php/bnj/article/.
Diakses pada tanggal 26 Desember 2017.

Ambarwati ER & Wulandari D. 2010. Asuhan kebidanan nifas. Jogjakarta: Nuha


Medika.

Ambarwati, Dhian et al. 2015. Superbook for supermom. Jakarta: Fmedia.

Arikunto, Suharsimi. 2014. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Asih, Yusari & Risneni. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui.
Jakarta: Trans Info Media.

Budiarti, Tri. 2009. Efektifitas Pemberian Paket Sukses ASI terhadap Produksi
ASI Ibu Menyusui dengan Seksio Sesarea di Wilayah Depok Jawa Barat.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-11/125513-Tri%20Budiati.pdf.
Diakses pada tanggal 18 Desember 2017.

Candra, Asep. 2013. Manfaat ASI dari Mencerdaskan hingga Cegah Kanker.
Health.kompas.com/amp/read/2013/08/15/1135187/. Diakses pada tanggal 7
Januari 2018.

Damayanti, Esthi Candra. 2014. Konsep Pemakaian Minyak Essensial dalam


Aromaterapi https://www.scribd.com/document/231914704/aroma-terapi.
Diakses pada tanggal 15 Desember 2017.

Delima M et al. 2016. Pengaruh Pijat Oksitosin terhadap Peningkatan Produksi


ASI Ibu Menyusui di Puskesmas Plus Mandiangin.
http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/jit/article/view/1238. Diakses pada
tanggal 25 Desember 2017.

Dewi, Vivian Nanny Lia & Tri Sunarsih. 2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.
Jakarta: Salemba Medika.

Ferdinand P, Fictor dan Moekti Ariebowo. 2009. Buku Praktis Belajar Biologi
untuk kelas 11. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Haeriaty, Nita. 2010. Hubungan Perawatan Payudara dengan Produksi ASI pada
Ibu Nifas di RSUD Sinjai. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20282205-
T%20Regina%20VT%20Novita.pdf. Diakses pada tanggal 30 Januari 2018.

Hutasoit, Aini S. 2002. Panduan Praktis Aromatherapy Untuk Pemula. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama.
56

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riskesdas.


http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%2
02013.pdf. Diakses pada tanggal 26 November 2017.

Kepala Dinas Kesehatan. 2015. Profil Kesehatan Kota Palembang Tahun 2014.
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/. Diakses pada tanggal 18
November 2017.

Luthfiyana, Nurul Ulya. 2015. Perbedaan Pijat Oksitosin dan Breast Care
terhadap Jumlah ASI Pada Ibu Post Partum.
https://www.academia.edu/23966135/. Diakses pada tanggal 4 Januari 2018.

Machmudah dan Khayati, Nikmatul. 2014. Produksi ASI Ibu Post Seksio Sesarea
dengan Pijat Oketani dan Oksitosin. https://e-
journal.unair.ac.id/index.php/JNERS. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2017.

Manuaba, I. A. Chandranita et al. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri.


https://books.google.co.id/books?id=. Diakses pada tanggal 29 Januari 2018.

Mardiyaningsih, Eko. (2010). Efektifitas Kombinasi Teknik Marmet dan Pijat


Oksitosin Terhadap Produksi ASI. Depok : FIK UI.

Marliandiani, Yefi & Nyna Puspita Ningrum. 2015. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
pada Masa Nifas dan Menyusui. Semarang: Salemba Medika.

Maryunani, Anik. 2012. Inisiasi Menyusui Dini ASI Eksklusif dan Manajemen
Laktasi. Jakarta: CV Trans Info Media.

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Nugroho, Taufan et al. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan 3. Yogyakarta: Nuha
Medika

Nurjanah, Siti Nunung et al. 2013. Asuhan Kebidanan Postpartum. Bandung:


Refika Aditama.

Patel U & Gedam DS. 2013. Effect of back Massage on Lactation among
Postnatal Mothers. http://medresearch.in/index.php/IJMRR/article/view/13.
Diakses pada tanggal 28 Desember 2017.

Putri, Novia Tri Tresnani dan Sumiyati. 2015. Mengatasi Masalah Pengeluaran
ASI Ibu Post Partum Dengan Pemijatan Oksitosin.
https://www.neliti.com/publication/107785/. Diakses pada tanggal 20
Oktober 2017.
Rahayu , YP et al. 2012. Buku Ajar Masa Nifas dan Menyusui. Jakarta: Mitra
Wacana Medika
57

Rukiyah, et al. 2011. Asuhan kebidanan III nifas. Jakarta: Trans Info Media.

Saputra,Yuli. 2016. Manfaat ASI tidak hanya untuk bayi tetapi juga ibu.
https://www.rappler.com/indonesia/142339-manfaat-asi-tidak-hanya-untuk-
bayi-tapi-juga-ibu. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2017.

Saputri, Reza Apriani. 2015. Pengaruh Teknik Marmet terhadap Peningkatan


Produksi ASI pada Ibu yang Bermasalah dalam Produksi ASI di RSU Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2015.
https://docslide.net/documents/skripsi-reza-apriani-saputri.html. Diakses pada
tanggal 28 Januari 2018.

Setiowati, Wiulin. 2017. Hubungan Pijat Oksitosin dengan Kelancaran Produksi


ASI pada Ibu Post Partum Fisiologis Hari ke 2-3. http://jurnal-
kesehatan.id/index.php/JDAB/article/view/15. Diakses pada tanggal 6 Januari
2018

Sriwahyuni, Eka. Tesis. 2013. Hubungan Inisiasi Menyusu Dini, Asupan Gizi Saat
Hamil dan Tingkat Kecemasan Dengan Kecepatan Produksi ASI Ibu
Pascapersalinan Di Bidan Praktek Mandiri Medan Tahun 2013.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/46327/. Diakses pada
tanggal 18 Januari 2018
Sriyati & Yeni Kartika Sari. 2015. Pengaruh Pijat Punggung Terhadap Produksi
ASI Ibu Post Partum di Ruang Cempaka RSUD Ngudi Waluyo Wlingi.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


PT Alfabeta.

Sulistyoningsih, Hariyani. 2012. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak-Edisi


Pertama-. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Susanto, Hery et al. 2015. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian Susu
Formula Pada Bayi Yang Dirawat Di Ruang Nifas Rsup Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/.
Diakses pada tanggal 11 Desember 2017.

Tamba, Luciana Eirene, 2010. Pengaruh Perawatan Rooming-In Terhadap


Produksi ASI Pada Ibu Post Partum Di RSUP Haji Adam Malik Medan.
www.repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 10 Januari 2018.

Varney, Helen et al. 2007. Buku ajar asuhan kebidanan. Terjemahan oleh Laily
Mahmudah & Gita Trisetyati. Jakarta: EGC

Wahyuningsih, Melania. 2011. Pengaruh Pijat Punggung Terhadap Pengeluaran


ASI Pada Ibu Primipara di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dan
RSUD Panembahan Senopati Bantul.
58

medika.respati.ac.id/index.php/Medika/article/view/59. Diakses pada tanggal


21 Oktober 2017.
Widuri, Hesti. 2013. Cara Mengelola ASI Eksklusif Bagi Ibu Bekerja. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.

Wulandari, Fionie Tri et al. 2014. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap


Pengeluaran Kolostrum pada Ibu Post Partum di Rumah Sakit Umum
Daerah Provinsi Kepulauan Riau. https://ejurnal.poltekkes-
tjk.ac.id/index.php/JK/article/view/53. Diakses pada tanggal 20 Desember
2017.

Yuliana, Wahida, Mohammad Hakimi, Yuli Isnaeni. 2016. Efektifitas Pijat


Punggung Menggunakan Minyak Esensial Lavender terhadap Produksi ASI
Ibu Pasca Salin. http://digilib.unisayogya.ac.id/2287/. Diakses pada tanggal
23 Desember 2017.
55

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Tempat penelitian dalam penelitian ini adalah BPM Fauzi Hatta

dan BPM Ellna. BPM Ellna merupakan salah satu bidan praktek mandiri

yang terletak di Jalan Ali Gatmir No. 105/144 RT 4 11 Ilir Palembang.

Dimana bangunan lebih kurang 100 meter dari jalan raya Ali Gatmir.

BPM Ellna berdiri sejak tahun 1987 hingga sekarang. BPM Ellna tidak

bekerjasama dengan BPJS walaupun demikian jumlah kunjungan pasien

cukup banyak. BPM Ellna menerima pelayanan ANC dengan jumlah

kunjungan 80 orang/bulan, bersalin 25 orang/bulan, KB 200 orang/bulan,

imunisasi dan timbang berat badan 18 balita/bulan. Bangunannya terdiri

dari 1 ruang bersalin (4x4m), 1 ruang nifas (4x5m), 1 ruang periksa

(4x4m), 1 ruang neonatus (4x4m)

BPM Fauzia Hatta terletak di Jalan Radial Rumah Susun Blok 52

LT.01 No. 03 Kel. 26 Ilir Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan.

BPM Fauzia Hatta berdiri pada tahun 1981 hingga sekarang. BPM ini

buka 24 jam setiap hari. Pengelola dan pendiri BPM ini adalah ibu Hj.

Fauzia Hatta, Am. Keb. BPM ini memiliki fasilitas yang memadai dalam

menunjang pelaksanaan program kesehatan masyarakat khususnya

wilayah setempat BPM. Program yang dijalankan telah ditentukan

berdasarkan tuntunan dan kebutuhan masyarakat. Program BPM Fauzia

Hatta diantaranya yaitu promosi kesehatan, KIA/KB, pengobatan,

imunisasi dan timbang berat badan bayi. Rata-rata kunjungan pasien

55
56

berdasarkan bulan yaitu pelayanan ANC sebanyak 40 orang/bulan,

pelayanan ibu bersalin sebanyak 28 orang/bulan, pelayanan KB sebanyak

100 orang/ bulan, pelayanan imunisasi dan pemeriksaan timbang BB

sebanyak 30 balita/bulan. Fasilitas yang dimiliki oleh BPM fauzia Hatta

terdiri dari 1 ruangan ANC dan berobat (8x4m), 1 ruangan VK (6x4m), 1

ruangan perawatan ibu nifas dan bayi (8x4m), 1 ruang cuci bilas (3x2m)

dan 1 ruang tunggu (6x4m)

2. Analisis Univariat

Analisis univariat (deskriptif) bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Sopiyudin,

2012). Analisis data univariat diperoleh dalam bentuk distribusi frekuensi.

Hasil analisis data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi dan teks.

a. Karakteristik Responden

Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan umur,

pekerjaan dan paritas dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini:
57

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Pekerjaan dan
Paritas di BPM Fauzia Hatta dan BPM Ellna Kota Palembang Tahun
2018
No Karakteristik Jumlah n=30 Persentase (%)

1 Umur (tahun)
<20 tahun 1 3,3
25-30 tahun 27 90
>30 tahun 2 6,7
2 Pekerjaan
Bekerja 11 36,7
Tidak bekerja 19 63,3
3 Paritas
Primipara 9 30
Multipara 21 70
Sumber: hasil penelitian

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa dari 30

responden sebagian besar responden berusia 25-30 tahun berjumlah

27 responden (90%). Berdasarkan pekerjaan sebagian besar

responden tidak bekerja berjumlah 19 responden (63,3%) dan

berdasarkan paritas sebagian besar responden adalah multipara

berjumlah 21 responden (70%).

b. Produksi ASI Sebelum Intervensi Pijat Oksitosin dengan


Aromaterapi Lavender pada Ibu Postpartum di BPM Fauzia
Hatta dan BPM Ellna Tahun 2018

Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan produksi

ASI sebelum intervensi pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender

dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu produksi ASI cukup jika ≥

5 ml dan produksi ASI kurang jika < 5 ml, hasil analisis univariat

dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini:


58

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Produksi ASI Sebelum
Pijat Oksitosin dengan Aromaterapi Lavender di BPM Fauzia Hatta
dan BPM Ellna Kota Palembang Tahun 2018

No Produksi ASI Frekuensi Persentase


1 Cukup 12 40,0
2 Kurang 18 60,0
Total 30 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa proporsi

responden berdasarkan produksi ASI sebelum intervensi sebagian

besar pada kategori kurang yaitu 18 responden (60%) dan kategori

kurang yaitu 12 responden (40%).

c. Produksi ASI Sesudah Intervensi Pijat Oksitosin dengan


Aromaterapi Lavender pada Ibu Postpartum di BPM Fauzia
Hatta dan BPM Ellna tahun 2018

Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan produksi

ASI sesudah intervensi pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender

dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu produksi ASI cukup jika ≥

5 ml dan produksi ASI kurang jika < 5 ml, hasil analisis univariat

dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini:

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Produksi ASI Sesudah
Pijat Oksitosin dengan Aromaterapi Lavender di BPM Fauzia Hatta
dan BPM Ellna Kota Palembang Tahun 2018

No Produksi ASI Frekuensi Persentase


1 Cukup 25 83,3
2 Kurang 5 16,7
Total 30 100,0

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa proporsi

responden berdasarkan produksi ASI sesudah intervensi sebagian


59

besar pada kategori cukup yaitu 25 responden (83,3%) dan kategori

kurang yaitu 5 responden (16,7%).

3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah penelitian yang mencari hubungan antara

dua variable. Analisis bivariat pada penelitian ini adalah analisis yang

dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh antara variabel independen

(pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender) terhadap variabel dependen

(produksi ASI). Untuk mengidentifikasi pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen dapat dilakukan dengan melihat hasil

perbedaan rerata produksi ASI pada ibu postpartum sebelum dan sesudah

intervensi.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan

untuk menilai sebaran data pada sebuah kelompok atau variabel,

agar dapat dilakukan pemilihan uji statistik yang tepat. Uji

normalitas dalam penelitian ini berdasarkan hasil uji Shapiro-Wilk

dengan menggunakan SPSS, karena uji Shapiro-Wilk digunakan

untuk mengetahui sebaran data pada sampel penelitian yang

berjumlah kurang dari 50. Jika hasil uji normalitas menunjukkan

sebaran data normal (pvalue>0,05) maka analisis bivariat yang

digunakan yaitu uji t berpasangan, tetapi jika sebaran data tidak

normal (p value <0,05) menggunakan uji t alternatif yaitu uji

Wilcoxon (Saifudin, 2010).


60

Hasil uji normalitas diperoleh p-value sebelum intervensi pijat

oksitosin dengan aromaterapi lavender yaitu 0,001 yang artinya tidak

terdistribusi normal, untuk nilai p-value sesudah intervensi pijat

oksitosin dengan aromaterapi lavender yaitu 0,038 yang artinya tidak

terdistribusi normal. Diperoleh hasil sebaran data sebelum dan

sesudah dengan nilai p-value < 0,05 artinya data tidak berdistribusi

normal, selanjutnya dilakukan uji selisih untuk menentukan uji

statistik yang tepat.

Hasil uji selisih yang didapatkan pada penelitian ini adalah hasil

uji selisih dengan nilai Shapiro-Wilk 0,001 yang artinya data tersebut

tidak berdistribusi normal, sehingga uji statistik yang digunakan

adalah uji Wilcoxon.

b. Pengaruh Pijat Oksitosin dengan Aromaterapi Lavender

terhadap Produksi ASI pada Ibu Postpartum

Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

komparatif menggunakan uji Wilcoxon. Analisis Uji Wilcoxon

digunakan untuk mengetahui pengaruh intervensi berupa pijat

oksitosin dengan aromaterapi lavender terhadap produksi ASI pada

ibu postpartum. Hasil uji Wilcoxon yang didapatkan pada penelitian

ini dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut:


61

Tabel 4.4
Analisis Pengaruh Pijat Oksitosin dengan Aromaterapi Lavender
terhadap Produksi ASI di BPM Fauzia Hatta dan BPM Ellna Kota
Palembang Tahun 2018

Variabel (n) Mean Std. Selisih p-value


Deviasi
Produksi ASI responden 30 3,93 2,180 -2,433 0,000
sebelum diberikan perlakuan
pijat oksitosin dengan
aromaterapi lavender
Produksi ASI responden 30 6,37 2,109
sesudah diberikan perlakuan
pijat oksitosin dengan
aromaterapi lavender
Uji Wilcoxon

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa nilai p value

dengan analisis uji Wilcoxon dengan nilai 𝛼=0,05 dan diperoleh nilai

signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf signifikansi 5% (p-

value=0,000<0,05) maka dapat dinyatakan ada pengaruh pemberian

pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender terhadap produksi ASI

pada ibu postpartum.

B. Pembahasan
1. Karakteristik Responden

Dari hasil analisis karakteristik responden, didapatkan mayoritas

responden penelitian berdasarkan umur di BPM Fauzia Hatta dan BPM

Ellna tahun 2018 berusia 20-35 tahun berjumlah 27 responden (90%).

Menurut Nursalam dalam Luthfiyana (2015), bahwa usia 20-35 tahun

merupakan usia poduktif bagi wanita untuk hamil dan melahirkan serta

siap untuk menyusui bayinya. Umur sangat menentukan kesehatan

maternal dan berkaitan dengan kesiapan secara fisik, mental dan

psikologis dalam menghadapi kehamilan, persalinan, dan nifas serta cara

mengasuh dan menyusui bayinya.


62

Untuk karakteristik responden dilihat dari pekerjaan didapatkan

mayoritas responden penelitian di BPM Fauzia Hatta dan BPM Ellna

tahun 2018 tidak bekerja berjumlah 19 responden (63,3%). Menurut

Roesli dalam Luthfiyana (2015) Ibu tidak bekerja cenderung lebih fokus

dalam merawat bayi dan keluarganya, sehingga dapat memberikan ASI

secara maksimal. Dengan demikian, ibu tidak bekerja memiliki waktu

yang lebih banyak untuk merawat anaknya dibandingkan ibu bekerja,

yang harus berada di luar rumah dalam kurun waktu tertentu.

Selain itu untuk karakteristik paritas, didapatkan mayoritas

responden penelitian di BPM Fauzia Hatta dan BPM Ellna tahun 2018

merupakan persalinan yang kedua atau lebih (multipara) berjumlah 21

responden (70%). Menurut Setiowati (2017) Seorang ibu yang pernah

menyusui pada kelahiran sebelumnya akan lebih mudah menyusui pada

kelahiran berikutnya. Ibu dengan paritas 2 atau lebih telah mempunyai

pengalaman dalam menyusui dan merawat bayi. Keberhasilan ibu saat

menyusui anak yang sekarang serta keyakinan ibu ini merangsang

pengeluaran hormon oksitosin sehingga ASI dapat keluar dengan lancar.

2. Analisis Univariat
a. Produksi ASI Sebelum Intervensi Pijat Oksitosin dengan
Aromaterapi Lavender pada Ibu Postpartum di BPM Fauzia
Hatta dan BPM Ellna Tahun 2018
Berdasarkan analisis univariat sebelum dilakukan intervensi

pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender didapatkan hasil

sebagian besar responden memiliki produksi ASI kurang berjumlah

18 responden (60%). Penurunan produksi ASI pada hari-hari


63

pertama setelah melahirkan dapat disebabkan oleh kurangnya

rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin yang sangat berperan

dalam kelancaran produksi ASI (Purnama dalam Setiowati, 2017).

Seperti yang diungkapkan oleh Luthfiyana (2015) bahwa

ketidaklancaran pengeluaran ASI pada hari-hari pertama setelah

melahirkan dapat disebabkan oleh kurangnya rangsangan hormon

oksitosin yang sangat berperan dalam kelancaran pengeluaran ASI.

Menurut Setiowati (2017) selama periode menyusui, produksi

ASI sangat ditentukan oleh prinsip supply and demand artinya

semakin sering payudara dikosongkan dan dihisap oleh bayi maka

produksi ASI akan semakin bertambah. Akan tetapi, hal ini tidak

berlaku pada 1-3 hari setelah kelahiran bayi. Pada saat tersebut

produksi ASI lebih ditentukan oleh kerja hormon prolaktin sehingga

diperlukan rangsangan baik berupa hisapan bayi maupun berupa

perawatan payudara sehingga diperoleh kolostrum secara maksimal.

Berdasarkan pernyataan Widuri dalam Luthfiyana (2015)

mengemukakan bahwa kerja hormon oksitosin sangat dipengaruhi

perasaan dan pikiran ibu. Dengan demikian agar proses menyusui

berjalan dengan lancar maka ibu harus dalam keadaan tenang,

nyaman, dan senang saat menyusui. Namun, apabila ibu dalam

keadaan stres maka refleks pengeluaran ASI dapat terhalangi. Stres

pada ibu yang menyusui maka akan terjadi suatu blokade dari refleks

let down. Hal ini disebabkan oleh karena adanya pelepasan dari

adrenalin (epinefrin) yang menyebabkan vasokontriksi dari


64

pembuluh darah alveoli, sehingga sekresi hormon oksitosin sedikit

harapannya untuk dapat mencapai organ mioepitelium pada payudara.

Akibat dari tidak sempurnanya refleks let down maka akan terjadi

penumpukan ASI dampaknya dari mekanisme tersebut akan

mengalami gangguan klinis tampak payudara membesar. Payudara

yang besar dapat mengakibatkan gagal menyusui, rasa sakit, dan

dapat menimbulkan peradangan yang dapat menyebabkan abses.

Rasa sakit ini akan menjadi stres bagi seorang ibu menyusui,

sehingga stres yang ada akan bertambah.

Selain itu juga memiliki dampak terhadap bayi, akibat refleks let

down tidak sempurna, maka bayi yang haus jadi tidak puas.

Ketidakpuasan ini akan merupakan tambahan stres bagi ibunya. Bayi

yang haus dan tidak puas ini, akan berusaha untuk dapat air susu

yang cukup dengan cara menambah kuat isapannya sehingga tidak

jarang dapat menimbulkan luka-luka pada puting susu dan sudah

barang tentu luka-luka ini akan dirasakan sakit oleh ibunya yang

juga akan menambah semakin stress. Hal ini akan menyebabkan

terbentuk satu lingkaran setan yang tertutup (circulus vitiosus)

dengan akibat kegagalan dalam menyusui.

b. Produksi ASI Sesudah Intervensi Pijat Oksitosin dengan


Aromaterapi Lavender pada Ibu Postpartum di BPM Fauzia
Hatta dan BPM Ellna Tahun 2018
Berdasarkan analisis univariat sesudah dilakukan intervensi pijat

oksitosin dengan aromaterapi lavender didapatkan hasil penelitian

yang menunjukkan adanya peningkatan produksi ASI setelah


65

diberikan pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender di BPM

Fauzia Hatta dan BPM Ellna tahun 2018 sebagian besar responden

memiliki produksi ASI cukup berjumlah 25 responden (83,3%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Setiowati (2017) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Pijat

Oksitosin dengan Kelancaran Produksi ASI pada Ibu Postpartum

Fisiologis Hari ke 2-3 Tahun 2017. Hasil penelitiannya menunjukkan

produksi ASI pada ibu postpartum setelah diberikan intervensi pijat

oksitosin semuanya (100%) mempunyai produksi ASI lancar dan

artinya ada pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi ASI pada ibu

postpartum

Pijat adalah suatu metode ilmiah memanipulasi dengan cara

yang lembut terhadap otot tubuh sehingga menimbulkan efek yang

spesifik, seperti memberikan kenyamanan dan menghilangkan rasa

nyeri. Pemijatan memberikan pengaruh tubuh seperti pada sistem

muskulo skeletal, pencernaan, perkemihan, pembuluh darah, limfa,

endokrin dan syaraf (Sinba, 2006 di dalam Wahyuningsih, 2011).

Pijat oksitosin adalah salah satu cara untuk menstimulasi

keluarnya oksitosin dari kelenjar pituitary posterior. Frekuensi

dilakukan pijat oksitosin juga dapat mempengaruhi produksi ASI.

Hockenberry (2002) dalam Machmudah dan Khayati (2014)

menyebutkan bahwa pijat oksitosin lebih efektif apabila dilakukan

dua kali sehari yaitu tiap pagi dan sore hari. Dalam penelitian ini
66

pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender dilakukan dua kali

sehari.

Pada bagian atas tulang belakang diantara kedua bahu terdapat

syaraf yang mempersarafi payudara. Pemijatan bagian atas

punggung dapat membuat relaks bagian punggung dan

meningkatkan pengeluaran ASI (Wahyuningsih, 2011).

Melalui pijatan atau rangsangan pada tulang belakang,

neurotransmitter akan merangsang medulla oblongata langsung

mengirim pesan ke hypothalamus di hipofise posterior untuk

mengeluarkan oksitosin dan mengalir melalui serabut syaraf

(neurotransmiter) pada tulang belakang yang mengontrol tekanan

darah, nadi dan bagian sistem syaraf otonom. Oksitosin

mempengaruhi sel-sel mioepitel yang mengelilingi alveoli mammae

sehingga alveoli berkontraksi dan mengeluarkan air susu yang sudah

disekresikan oleh kelenjar mammae (Delima et al, 2016; Wulandari

et al, 2014).

Dengan pemijatan di daerah tulang belakang ini juga akan

merileksasi ketegangan dan menghilangkan stress dan dengan begitu

hormon oksitosin keluar dan akan membantu pengeluaran air susu

ibu, dibantu dengan isapan bayi pada puting susu pada saat segera

setelah bayi lahir dengan keadaan bayi normal (Wulandari et al,

2014).

Hormon oksitosin mempengaruhi dua target yaitu uterus dan

payudara. Pada saat melahirkan oksitosin meningkat kontraksi terus,


67

setelah melahirkan menstimulasi pengeluaran ASI dari kelenjar

payudara, dimana stimulus tersebut diperpanjang dengan hisapan

bayi (Tortora & Dirrikson, 2009 di dalam Wahyuningsih, 2011).

3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh

pemberian pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender terhadap produksi

ASI pada ibu postpartum di BPM Fauzia Hatta dan BPM Ellna sebelum

dan sesudah diberikan pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender. Data

dianalisis dengan menggunakan software SPSS Versi 22.0 dengan uji

Wilcoxon.

Pada penelitian ini, hasil penelitian ini dikelompokkan kedalam

produksi ASI cukup (≥5ml) dan produksi ASI kurang(<5ml).

Pengelompokkan ini berdasarkan pernyataan Depkes (2008) dalam

Luthfiyana (2015) yaitu kebutuhan asupan ASI disesuaikan dengan

kapasitas lambung bayi yaitu pada 24 jam pertama, bayi membutuhkan

sekitar 5-10 ml susu setiap kali menyusu. Dari hasil uji bivariat

menunjukkan bahwa rata-rata nilai produksi ASI sesudah dilakukan pijat

oksitosin dengan aromaterapi lavender lebih besar dari pada nilai

sebelum dilakukan pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender. Besarnya

perbedaan ini apakah bermakna secara statistik dapat dilihat hasil dari

perhitungan Wilcoxon. Sebelum dilakukan pijat oksitosin dengan

aromaterapi lavender diperoleh nilai minimum pada perhitungan 1 dan

maksimumnya 7, sedangkan sesudah dilakukan pijat oksitosin dengan

aromaterapi lavender nilai minimum pada perhitungan 3 dan


68

maksimumnya 10. Sehingga terdapat peningkatan hasil dari sebelum

perlakuan hingga sesudah perlakuan. Dengan diberikannya pijat oksitosin

dengan aromaterapi lavender pada ibu postpartum akan memberikan

dampak positif pada ibu dan bayi. Nilai p-value (Asymp. Sig 2 tailed)

sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf signifikansi 5% (p-value=0,000<0,05)

sehingga keputusan hipotesis adalah menerima H1 atau yang berarti

terdapat perbedaan bermakna antara kelompok pretest dan posttest.

Dari hasil hipotesis terlihat adanya signifikansi antara sebelum

perlakuan dan sesudah perlakuan dengan uji Wilcoxon. Sehingga terdapat

pengaruh antara pemberian pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender

terhadap produksi ASI pada ibu postpartum di BPM Ellna dan BPM

Fauzia Hatta.

Pemberian pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender dapat

meningkatkan produksi ASI pada ibu postpartum. Pijatan dengan

aromaterapi lavender yang diberikan terhadap ibu postpartum di bagian

cervical 5-6 sampai setinggi tulang belikat menggunakan ibu jari tangan

dengan gerakan melingkar kecil pada kedua sisi tulang punggung selama

2-3 menit akan menstimulasi keluarnya oksitosin dari kelenjar pituitary

posterior, selain itu efek aromaterapi akan memberikan rasa rileks dan

kelelahan setelah melahirkan akan hilang sehingga membantu

merangsang pengeluaran hormon oksitosin (Setiowati, 2017).

Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh

Setiowati (2017) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Pijat

Oksitosin dengan Kelancaran Produksi ASI pada Ibu Postpartum


69

Fisiologis Hari ke 2-3 Tahun 2017. Hasil penelitiannya menunjukkan

produksi ASI pada ibu postpartum setelah diberikan intervensi pijat

oksitosin semuanya (100%) mempunyai produksi ASI lancar dan hasil uji

statistik diperoleh p- value = 0,042 (p value < 0,05) yang artinya ada

pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi ASI pada ibu postpartum.

Frekuensi dilakukan pijat oksitosin juga dapat mempengaruhi

produksi ASI. Hockenberry (2002) dalam Machmudah dan Khayati

(2014) menyebutkan bahwa pijat oksitosin lebih efektif apabila dilakukan

dua kali sehari yaitu tiap pagi dan sore hari. Pengeluaran ASI ini terjadi

karena sel otot halus di sekitar alveoli mengerut sehingga memeras ASI

untuk keluar. Penyebab otot-otot itu mengerut adalah suatu hormon yang

dinamakan oksitosin (Biancuzzo, 2003 dalam Machmudah & khayati,

2014; Wahyuningsih, 2011).

Hasil penelitian yang dilakukan di BPM Fauzia Hatta dan BPM

Ellna tahun 2018 diperoleh kesimpulan bahwa ada pengaruh pemberian

pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender terhadap produksi ASI pada

ibu postpartum.
70

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh

pemberian pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender pada ibu postpartum

di BPM Fauzia Hatta dan BPM Ellna tahun 2018, penulis dapat menarik

kesimpulan sebagai berikut

Ada pengaruh pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender terhadap

produksi ASI pada ibu postpartum di BPM Fauzia Hatta dan BPM Ellna

tahun 2018. Berdasarkan uji Wilcoxon diperoleh nilai sig. p value 0,000

dan dapat disimpulkan sig. p value ≤ 0,05 maka ada pengaruh pemberian

pijat oksitosin dengan aromaterapi lavender terhadap produksi ASI pada

ibu post partum di BPM Ellna dan BPM Fauziah Hatta Kota Palembang

Tahun 2018

B. Saran

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini agar menjadi motivasi bagi peneliti untuk terus belajar dan

tidak merasa puas dengan ilmu yang sudah dipelajari juga senantiasa

mengamalkan ilmu tersebut agar berguna bagi msyarakat khususnya bagi

peneliti dan keluarga.

2. Bagi Petugas Kesehatan

Penelitian ini agar dapat menjadi salah satu jasa yang diberikan dalam

perawatan ibu post partum yang menyusui dan pengeluaran ASI sedikit

70
71

3. Bagi Instansi Pendidikan

Penelitian ini agar dapat menjadi tambahan literatur bagi mahasiswa di

instansi pendidikan mengenai perawatan pada ibu post partum yang

sedikit mengeluarkan ASI di hari pertama masa nifas.


DAFTAR PUSTAKA

Agustie PR, et al. 2017. Effect Of Oxytocin Massage Using Lavender Essential
Oil On Prolactin Level And Breast Milk Production In Primiparous Mothers
After Caesarean Delivery. http://belitungraya.org/BRP/index.php/bnj/article/.
Diakses pada tanggal 26 Desember 2017.

Ambarwati ER & Wulandari D. 2010. Asuhan kebidanan nifas. Jogjakarta: Nuha


Medika.

Ambarwati, Dhian et al. 2015. Superbook for supermom. Jakarta: Fmedia.

Arikunto, Suharsimi. 2014. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Asih, Yusari & Risneni. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui.
Jakarta: Trans Info Media.

Budiarti, Tri. 2009. Efektifitas Pemberian Paket Sukses ASI terhadap Produksi
ASI Ibu Menyusui dengan Seksio Sesarea di Wilayah Depok Jawa Barat.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-11/125513-Tri%20Budiati.pdf.
Diakses pada tanggal 18 Desember 2017.

Candra, Asep. 2013. Manfaat ASI dari Mencerdaskan hingga Cegah Kanker.
Health.kompas.com/amp/read/2013/08/15/1135187/. Diakses pada tanggal 7
Januari 2018.

Damayanti, Esthi Candra. 2014. Konsep Pemakaian Minyak Essensial dalam


Aromaterapi https://www.scribd.com/document/231914704/aroma-terapi.
Diakses pada tanggal 15 Desember 2017.

Delima M et al. 2016. Pengaruh Pijat Oksitosin terhadap Peningkatan Produksi


ASI Ibu Menyusui di Puskesmas Plus Mandiangin.
http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/jit/article/view/1238. Diakses pada
tanggal 25 Desember 2017.

Dewi, Vivian Nanny Lia & Tri Sunarsih. 2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.
Jakarta: Salemba Medika.

Ferdinand P, Fictor dan Moekti Ariebowo. 2009. Buku Praktis Belajar Biologi
untuk kelas 11. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Haeriaty, Nita. 2010. Hubungan Perawatan Payudara dengan Produksi ASI pada
Ibu Nifas di RSUD Sinjai. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20282205-
T%20Regina%20VT%20Novita.pdf. Diakses pada tanggal 30 Januari 2018.

Hutasoit, Aini S. 2002. Panduan Praktis Aromatherapy Untuk Pemula. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riskesdas.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%2
02013.pdf. Diakses pada tanggal 26 November 2017.

Kepala Dinas Kesehatan. 2015. Profil Kesehatan Kota Palembang Tahun 2014.
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/. Diakses pada tanggal 18
November 2017.

Luthfiyana, Nurul Ulya. 2015. Perbedaan Pijat Oksitosin dan Breast Care
terhadap Jumlah ASI Pada Ibu Post Partum.
https://www.academia.edu/23966135/. Diakses pada tanggal 4 Januari 2018.

Machmudah dan Khayati, Nikmatul. 2014. Produksi ASI Ibu Post Seksio Sesarea
dengan Pijat Oketani dan Oksitosin. https://e-
journal.unair.ac.id/index.php/JNERS. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2017.

Mardiyaningsih, Eko. (2010). Efektifitas Kombinasi Teknik Marmet dan Pijat


Oksitosin Terhadap Produksi ASI. Depok : FIK UI.

Marliandiani, Yefi & Nyna Puspita Ningrum. 2015. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
pada Masa Nifas dan Menyusui. Semarang: Salemba Medika.

Maryunani, Anik. 2012. Inisiasi Menyusui Dini ASI Eksklusif dan Manajemen
Laktasi. Jakarta: CV Trans Info Media.

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Nugroho, Taufan et al. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan 3. Yogyakarta: Nuha
Medika

Nurjanah, Siti Nunung et al. 2013. Asuhan Kebidanan Postpartum. Bandung:


Refika Aditama.

Patel U & Gedam DS. 2013. Effect of back Massage on Lactation among
Postnatal Mothers. http://medresearch.in/index.php/IJMRR/article/view/13.
Diakses pada tanggal 28 Desember 2017.

Putri, Novia Tri Tresnani dan Sumiyati. 2015. Mengatasi Masalah Pengeluaran
ASI Ibu Post Partum Dengan Pemijatan Oksitosin.
https://www.neliti.com/publication/107785/. Diakses pada tanggal 20
Oktober 2017.

Rukiyah, et al. 2011. Asuhan kebidanan III nifas. Jakarta: Trans Info Media.

Saputra,Yuli. 2016. Manfaat ASI tidak hanya untuk bayi tetapi juga ibu.
https://www.rappler.com/indonesia/142339-manfaat-asi-tidak-hanya-untuk-
bayi-tapi-juga-ibu. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2017.
Saputri, Reza Apriani. 2015. Pengaruh Teknik Marmet terhadap Peningkatan
Produksi ASI pada Ibu yang Bermasalah dalam Produksi ASI di RSU Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2015.
https://docslide.net/documents/skripsi-reza-apriani-saputri.html. Diakses pada
tanggal 28 Januari 2018.

Setiowati, Wiulin. 2017. Hubungan Pijat Oksitosin dengan Kelancaran Produksi


ASI pada Ibu Post Partum Fisiologis Hari ke 2-3. http://jurnal-
kesehatan.id/index.php/JDAB/article/view/15. Diakses pada tanggal 6 Januari
2018

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


PT Alfabeta.

Sulistyoningsih, Hariyani. 2012. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak-Edisi


Pertama-. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Susanto, Hery et al. 2015. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian Susu
Formula Pada Bayi Yang Dirawat Di Ruang Nifas Rsup Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/.
Diakses pada tanggal 11 Desember 2017.

Tamba, Luciana Eirene, 2010. Pengaruh Perawatan Rooming-In Terhadap


Produksi ASI Pada Ibu Post Partum Di RSUP Haji Adam Malik Medan.
www.repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 10 Januari 2018.

Wahyuningsih, Melania. 2011. Pengaruh Pijat Punggung Terhadap Pengeluaran


ASI Pada Ibu Primipara di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dan
RSUD Panembahan Senopati Bantul.
medika.respati.ac.id/index.php/Medika/article/view/59. Diakses pada tanggal
21 Oktober 2017.

Widuri, Hesti. 2013. Cara Mengelola ASI Eksklusif Bagi Ibu Bekerja. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.

Wulandari, Fionie Tri et al. 2014. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap


Pengeluaran Kolostrum pada Ibu Post Partum di Rumah Sakit Umum
Daerah Provinsi Kepulauan Riau. https://ejurnal.poltekkes-
tjk.ac.id/index.php/JK/article/view/53. Diakses pada tanggal 20 Desember
2017.

Yuliana, Wahida, Mohammad Hakimi, Yuli Isnaeni. 2016. Efektifitas Pijat


Punggung Menggunakan Minyak Esensial Lavender terhadap Produksi ASI
Ibu Pasca Salin. http://digilib.unisayogya.ac.id/2287/. Diakses pada tanggal
23 Desember 2017.

Anda mungkin juga menyukai