Anda di halaman 1dari 86

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

PENGARUH AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP


TINGKAT KECEMASAN IBU BERSALIN DI BPM
KOTA PALEMBANG TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Terapan Kebidanan (S.Tr. Keb)

NAMA : KALFIKA NURUL BALQIS


NIM : PO. 71.24.2.14.021

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEHNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI D-4 KEBIDANAN
2018
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

PENGARUH AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP


TINGKAT KECEMASAN IBU BERSALIN DI BPM
KOTA PALEMBANG TAHUN 2018

SKRIPSI

NAMA : KALFIKA NURUL BALQIS


NIM : PO. 71.24.2.14.021

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEHNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI D-4 KEBIDANAN
2018
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul Pengaruh Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap


Tingkat Kecemasan Ibu Bersalin Di BPM Kota Palembang Tahun 2018 yang
disusun oleh

Nama : Kalfika Nurul Balqis


NIM : PO.71.24.2.14.021
Program Studi : D-IV Kebidanan
Telah disetujui untuk diseminarkan dihadapan tim penguji skripsi Program Studi
D-IV Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palembang.

Palembang, Juli 2018


Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Nesi Novita, S.SiT, M.Kes Desy Setiawati, SST., M.Keb


NIP. 197308121992032001 NIP. 198112212005012003

Mengetahui
Ka.Prodi D-IV Kebidanan

Nesi Novita, S.SiT, M.Kes


NIP. 197308121992032001

iv
ABSTRAK

Balqis, kalfika nurul, 2018. Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap Tingkat


Kecemasan Ibu Bersalin Di BPM Kota Palembang. Skripsi, prodi D.IV
Kebidanan Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palembang, Pembimbing
: (I) Nesi Novita, S.SiT, M.Kes (II) Desy Setiawati, SST, M.Keb.

Kata Kunci : Aromaterapi Lavender, Kecemasan Ibu Bersalin

Latar Belakang : Proses persalinan adalah hal yang fisiologis. Tetapi tidak jarang
persalinan dapat menyebabkan rasa cemas. Rasa cemas itu sendiri merupakan salah
satu faktor yang dapat menyebabkan kontraksi rahim semakin nyeri.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aromaterapi lavender
terhadap tingkat kecemasan ibu bersalin kala I fase aktif di BPM kota Palembang.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik dengan pendekatan
cross sectional . Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin bi BPM
Kustirah, BPM Fauziah Hatta, BPM Vitri Suzanti dan BPM Bakiah Azhar Pada
Bulan Febuari sampai Mei 2018. Sampel penelitian ini sebesar 30 responden diambil
dengan menggunakan tehnik purposive sampling. Variabel independen adalah
aromaterapi lavender, variabel dependen adalah tingkat kecemasan.Pengumpulan
data menggunakan skala HARS. Data dianalisis dengan menggunkan uji paired T-
Test berpasangan dengan tingkat kemaknaan α = 0,05.
Hasil : Penelitian ini sebelum diberikan aromaterapi lavender pada kecemasan
sedang 60% dan setelah diberikan aromaterapi lavender rata-rata tingkat kecemasan
ibu pada kecemasan sedang 56,7%. Hasil ini menunjukkan adanya penurunanan
tingkat kecemasan ibu bersalin setelah diberikan aromaterapi lavender. Hasil uji
statistik didapatkan ƿ- value : 0,000 < α : 0,05. Sehingga, ada pengaruh pemberian
aromaterapi lavender dalam menurunkan kecemasan ibu bersalin.
Penelitian ini diharapkan dapat dipelajari lebih lanjut lagi agar dapat diterapkan ke
ibu bersalin sehingga, dijadikan sebagai salah satu terapi non farmakologi bagi ibu
bersalin yang mengalami kecemasan.

Daftar Bacaan: 35 : (1983-2017)

vii
ABSTRACT

Balqis, kalfika nurul, 2018. The Effect of Lavender Aromatherapy On Maternal


Maternity Anxiety Level In BPM Palembang City. Thesis, Prodi D.IV
Midwifery Department of Midwifery Poltekkes Kemenkes Palembang,
Supervisor: (I) Nesi Novita, S.SiT, M.Kes (II) Desy Setiawati, SST, M.Keb.

Keywords: Lavender Aromatherapy, Maternity Maternity Anxiety

Background: The process of labor is physiological. But not infrequently labor can
cause anxiety. Anxiety itself is one of the factors that can cause more painful uterine
contractions.
Objective: This study aims to determine the influence of lavender aromatherapy on
maternal anxiety level at stage I active phase in BPM Palembang city.
Method : This research use analytical research design with cross sectional approach.
The population of this research are all maternal mothers of BPM Kustirah, BPM
Fauziah Hatta, BPM Vitri Suzanti and BPM Bakiah Azhar In February to May 2018.
The sample of this research is 30 respondents taken by using purposive sampling
technique. The independent variable is lavender aromatherapy, the dependent variable
is the level of anxiety. The data collection uses the HARS scale. Data were analyzed
by using paired T-Test paired with significance level α = 0,05.
Results: This study was administered before lavender aromatherapy in moderate
anxiety of 60% and after giving lavender aromatherapy the average maternal anxiety
level on moderate anxiety was 56,7%. These results indicate a decrease in maternal
anxiety levels after giving lavender aromatherapy. Statistical test results obtained ƿ-
value: 0,000 <α: 0,05. Thus, there is the effect of giving lavender aromatherapy in
reducing maternal anxiety.
This research is expected to be studied furthermore so that it can be applied to the
maternal mother so that, made as one of non-pharmacology therapy for mothers who
have anxiety.

Reading List: 35: (1983-2017)

viii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat – Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan
proposal skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Terapan Prodi D-4 Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Palembang.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan proposal skripsi ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu drg. Hj. Nur Adiba Hanum, M.Kes selaku direktur Poltekkes
Kemenkes Palembang.
2. Ibu Hj. Murdiningsih, SST, S.Pd, M.kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Palembang.
3. Ibu Hj. Nesi Novita, S.SiT, M.Kes selaku Ketua Prodi D- 4 Kebidanan dan
dosen Pembimbing 1 yang selalu memberikan bimbingan dan
masukannya.
4. Desy Setiawati, SST., M.Keb selaku dosen Pembimbing 2 yang selalu
memberikan bimbingan dan masukannya.
5. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral.
6. Teman-teman satu angkatan ( D-4 Kebidanan angkatan petama) yang
telah banyak memberikan masukan, dan dukungan penuh.
7. Adik bimbingan yang juga telah ikut membantu dalam menyelesaikan
skripsi ni.

Palembang, Juli 2018

Kalfika Nurul Balqis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar belakang……………………………………………… 1
B. Rumusan masalah…………………………………………... 5
C. Tujuan ……………………………………………………… 5
D. Manfaat…………………………………………………….. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Dasar Persalinan…………………………………... 7
B. Konsep Dasar Kecemasan ………………………………… 21
C. Konsep Dasar Aromaterapi…………………………………. 36
D. Kerangka Teori …………………………………………….. 45
E. Kerangka Konsep Penelitian………………………………… 46
F. Hipotesis ……………………………………………………. 46

BAB III METODELOGI PENELITIAN


A. Jenis Penelitian Dan Desain Penelitian ……………………… 47

ix
B. Waktu Dan Tempat Penelitian ………………………………. 48
C. Populasi Dan Sampel ……………………………………….. 48
D. Variabel (Cara pengukuran dan Pengamatan)......................... 49
E. Definisi Operasional………………………………………… 50
F. Instrument penelitian……………………………………….. 51
G. Tehknik analisa data………………………………………… 52
H. Langkah-langkah penelitian ……………………………….... 52
I. Tehnik pegolahan Data............................................................ 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian……………………………………………… 57
B. Pembahasan…………………………………………………. 66

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………. 72
B. Saran………………………………………………………... 72

x
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan merupakan suatu proses yang sangat ditunggu oleh seorang

ibu yang tengah mengandung. Tetapi, tidak jarang persalinan dapat

menyebabkan rasa cemas, takut dan tegang. Ibu yang akan bersalin tidak bisa

melepaskan rasa cemas dan takut ketika melahirkan. Secara fisiologis, rasa

cemas dan takut ini dapat menyebabkan kontraksi rahim terasa semakin nyeri.

Sebalikya, jika saat persalinan dihadapi dengan tenang dan nyaman, secara

alamiah tubuh akan mengeluarkan zat-zat yang justru perasaan menjadi

nyaman dan rileks. Dalam keadaan rileks, rahim secara alamiah dapat

mengeluarkan gerakan ritmis yang seirama dengan gerakan janin yang

sedang mencari jalan keluar (Kuswandi, 2011, p. 19).

Pada umumnya ibu yang pertama kali hamil akan sangat senang

dengan kehamilannya dan tidak sabar menunggu proses persalinan. Namun

disaat yang sama tumbuh pula perasaan cemas dalam diri ibu. Perasaan cemas

ini dapat mengganggu jalannya proses persalinan. Penelitian Adams et al.,

(2008-2010) di Rumah Sakit Universitas Norwegia terhadap 2206 ibu

bersalin pergvaginam menyatakan, 25,5% (42 wanita) dengan kecemasan dan

44,4% (906 wanita) tanpa rasa cemas melahirkan memiliki persalinan

pervaginam tanpa intervensi obstetrik (misalnya analgesia epidural, induksi

persalinan, augmentasi kerja, operasi caesar darurat persalinan atau persalinan

vaginal instrumental) (P <0,05). Persalinan pervaginam dicapai oleh 89,1%

(147 wanita) yang cemas melahirkan dan 93,2% (1902 wanita) tanpa cemas
2

melahirkan memiliki persalinan pervaginam dengan intervensi obstetrik (P>

0,05). Penelitian terhadap 2206 wanita ini juga menyatakan, wanita dengan

rasa cemas melahirkan menghabiskan 1,54 jam (1 jam dan 32 menit) lebih

lama dari pada wanita tanpa rasa cemas melahirkan.

Setiap wanita menginginkan persalinan yang mudah dan lancar, namun

tidak jarang pada saat persalinan terdapat hambatan dan perlu dilakukan

tindakan. Umumnya, ibu yang akan bersalin akan merasakan perasaan

cemas dan takut. Rasa takut dan cemas akan sangat buruk akibatnya dalam

proses persalinan. Ibu yang sedang bersalin mengalami tingkat kecemasan

yang meningkat sehingga menyebabkan persalinan menjadi patologis. Rasa

takut terhadap proses persalinan tentu akan memberikan efek tidak baik.

Ketika seseorang mengalami cemas pesan tersebut disampaikan oleh reseptor

keseluruh tubuh secara otomatis mengeluarkan “hormone stress” ( Kuswandi,

2011, p. 19).

Kecemasan itu sendiri dapat diartikan sebagai pengalaman emosi

seseorang yang akan mengalami hal yang baru, sehingga membuat seseorang

merasakan suatu perasaan yang was-was, seolah ada sesuatu yang buruk

yang akan terjadi pada dirinya ( Lestari, 2008, p. 23). Menurut Peplau (2007)

terapi kecemasan dibagi menjadi 2 yaitu terapi farmakologi/ obat-obatan

(anxiolytic) dan terapi non-farmakologis/ cara alami atau dengan psikoterapi

(relaksasi). Salah satu terapi non farmakologis untuk mengurangi kecemasan

ibu bersalin dapat digunakan aromaterapi (Dewi, dkk 2017).

Aromaterapi merupakan pengalaman yang menyenangkan ditengah

kejenuhan serta ketegangan ( Hutasoit, 2002, p. 30). Ada berbagai macam


3

aromaterpi, salah satunya aromaterapi lavender yang mempunyai manfaat

menenangkan ( Poerwadi, 2006, p. 117). Penelitian Burns et al., dilakukan di

Inggris terhadap 8000 wanita hamil selama 1990-1998 menunjukan efek

aromaterapi terhadap pengurangan rasa takut, sakit, dan kecemasan yang

berhubungan dengan persalinan. Dalam penelitian ini, 61% perempuan

menggunakan lavender dan frankincare untuk mengurangi rasa takut dan

cemas. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh orgozali

(2013) yang menunjukan bahwa menghirup aromaterapi lavender dapat

mengurangi nyeri persalinan dan kecemasan pada primipara.

Aromaterapi Lavender memiliki khasiat mengurangi rasa khawatir yang

berlebihan, mengurangi rasa sakit dan mencairkan suasana ( Poerwadi, 2006,

p. 117). Salah satu aromaterapi yang paling populer untuk gangguan

kecemasan adalah lavender (Lavandula angustifolia Miller atau Lavandula

officinalis Chaix). Organisasi internasional, seperti World health Oganitation

(WHO), European Scientific Cooperative on Phytotherapy (ESCOP) atau

European Medicines Agency (EMA) menyetujui tanaman obat ini untuk

menghilangkan stres, kegelisahan dan kecemasan (Lopez et.al, 2016).

Aromaterapi Lavender dianggap sebagai salah satu best seller over the

counter herbal remedies untuk kegelisahan, stres dan depresi. Penelitian Da

Porto et al., (2009) menyatakan, terdapat kandungan linalool dan linalyl

acetate yang tinggi di dalam aromaterapi lavender.

Penelitian Igarashi yang dilakukan Department Of Obstetrics And

Gynecology Located In A Hospital In Kyoto (2015), menyatakan bahwa

terdapat efek relaksasi dari minyak esensial lavender yang mengandung


4

linalyl acetate atau linalool. Linalyl acetate atau linalool inilah yang dapat

memperlancar pengeluaran hormone serotonin yang tersumbat (Lopez et al,

2016). Pengaruh aromaterapi lavender terhadap kecemasan ibu bersalin juga

didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Mahin et. al (2008) di Iran

kepada 120 ibu bersalin yang menunjukkan penurunan yang signifikan

tingkat kecemasan sebelum intervensi dan setelah diberikan intervensi sampai

60 menit setelah dilakukan intervensi pada kelompok lavender dibandingkan

dengan kelompok plasebo dan kelompok perawatan biasa (P = 0,001). Juga

ada penurunan yang signifikan dalam tingkat kecemasan trait, sebelum dan

setelah intervensi (P = 0,021) 60 menit setelah itu (P = 0,049) pada kelompok

lavender dibandingkan dengan kelompok plasebo.

Penelitian Gatiningsih (2010) yang dilakukan di Sidoharjo, diperoleh

nilai sebesar Z= -2,499 p= 0.006 (p< 0,05). Nilai rata-rata skala kecemasan

menghadapi kelahiran anak pertama pada saat pree test sebesar 59.60

sedangkan nilai rata-rata pada saat post test sebesar 46.70. Nilai rata-rata ini

dapat diinterpretasi bahwa ada perbedaan atau selisih rata-rata pada hasil pre

test dan post test. Artinya pemberian aromaterapi sangat efektif dalam

menurunkan kecemasan menghadapi kelahiran anak pertama. Hasil penelitian

ini sejalan dengan penelitian Suprijati (2014) di Madiun yang menunjukan

bahwa, terdapat pengaruh yang signifikan antara pemberian aroma terapi

lavender dalam menurunkan kecemasan menghadapi persalinan. Hasil

penelitian tersebut adalah nilai rata-rata kecemasan menghadapi persalinan

sebelum diberi aroma terapi 26,41% dan setelah diberikan aroma terapi

menjadi 23,41%. Nilai rata-rata ini dapat di interprestasikan bahwa ada


5

penurunan kecemasan ibu hamil trimester III dalam menghadapi persalinan

sesudah diberi aroma terapi.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Aromaterapi Lavender

Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu Bersalin di BPM Kota Palembang

Tahun 2018”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada pengaruh

aromaterapi lavender terhadap tingkat kecemasan ibu bersalin di BPM kota

Palembang tahun 2018?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui Pengaruh aromaterapi lavender terhadap tingkat

kecemasan ibu bersalin di BPM Kota Palembang tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat kecemasan ibu sebelum diberikan aroma terapi

lavender di BPM Kota Palembang 2018.

b. Mengetahui tingkat kecemasan ibu setelah diberikan aroma terapi

lavender di Kota Palembang tahun 2018.

c. Mengetahui pengaruh aromaterapi lavender terhadap tingkat kecemasan

ibu bersalin di BPM Kota Palembang tahun 2018.


6

D. Manfaat

1. Bagi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan refrensi bagi

perpustakaan Poltekkes Kemenkes Palembang serta sebagai acuan untuk

penelitian selanjutnya.

2. Bagi Peneliti lain

Sebagai informasi tambahan bagi lembaga-lembaga penelitian dan

peneliti lain untuk mengembangkan serta melakukan penelitian lebih lanjut

mengenai manajemen kecemasan non farmakologis khususnya dengan

aromaterapi lavender.

3. Bagi Ibu Bersalin

Setelah diberikan aroma terapi lavender diharapkan dapat memberikan

efek pengurangan kecemasan pada ibu bersalin dan dapat diterapkan pada

persalinan ibu selanjutnya untuk mengurangi kecemasan pada ibu bersalin.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Pesalinan

1. Definisi persalinan

Definisi Persalinan menurut Manuaba (1998, p. 157) adalah proses

pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta yang telah cukup bulan atau

hamper cukup bulan dan dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir

atau melalui jalan lahir lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan

sendiri).

Prawirohardjo (2014, p. 334) menyatakan, dasar asuhan persalinan

normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setalah

bayi lahir serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca

persalinan, hipotermia, dan asfiksia bayi baru lahir. Sementara itu, fokus

utamanya adalah mencegah terjadinya komplikasi.

2. Sebab Mulainya Persalinan

Menurut Asrinah (2013) , sebab mulainya persalinan meliputi:

a. Penurunan Hormon Progesterone

Pada akhir kehamilan kadar progesterone menurun menjadikan otot

rahim sensitif sehingga menimbulkan his.

b. Keregangan otot-otot

Otot rahim akan meregang dengan majunya kehamilan, oleh karena

isinya bertambah maka timbul kontraksi ntuk mengeluarkan isinya atau

mulai persalinan
8

c. Peningkatan Hormon

Pada akhir kehamilan hormon oksitosin bertambah sehingga dapat

menimbulkan his.

d. Pengaruh Janin

Hipofise dan kelenjar suprarenal pada janin memegang peranan dalam

proses persalinan, oleh karna itu pada anenchepalus kehamilan lebih

lama dari biasanya.

e. Teori Prostaglandin

Prostaglansin yang dihasilkan dari desidua meningkat saat umur

kehamilan 15 minggu. Hasil percobaan menunjukan bahwa prostaglandin

menimbulkan kontraksi myometrium pada setiap umur kehamilan.

f. Plasenta Menjadi Tua

Dengan tuanya kehamilan plasenta menjadi tua, villi coralis mengalami

perubahan sehingga kadar progesteron dan esterogen menurun.

(Nurasiah, 2012, p. 4)

3. Tahapan Persalinan

Tahapan persalinan menurut Prawirohardjo (1999, p. 182) dibagi

menjadi 4 kala yaitu :

a. Kala I Persalinan

Kala I persalinan dimulai ketika telah tercapai kontraksi uterus

dengan frekuensi, intensitas, dan durasi yang cukup untuk menghasilkan

pendataran dan dilatasi serviks yang progresif. Kala satu persalinan

selesai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (0-10cm) sehingga

memungkinkan kepala janin lewat ( Prawirohardjo, 2014, p. 297).


9

Kala I terdiri dari 2 fase yaitu fase aktif dan fase laten.

1) Fase laten.

a) Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan pembukaan

sampai pembukaan 3 cm.

b) Pada umumnya berlangsung 8 jam.

2) Fase aktif, dibagi menjadi 3 fase yaitu:

a) Fase akselerasi

Dalam waktu 2 jam pembukaan 3cm menjadi 4 cm

b) Fase dilatasi maksimal

Dalam waktu 2 jam pembukaan serviks berlangsung cepat dari

4cm menjadi 9 cm

c) Fase deselerasi

Pembukaan serviks menjadi lambat,dalam waktu 2 jam dari

pembukaan 9 cm menjadi 10 cm.

b. Kala II Persalinan

Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah

lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut

sebagai kala pengeluaran bayi. Tanda pasti kala II ditentukan melalui

pemeriksaan dalam yang hasilnya adalah:

1) Pembukaan serviks telah lengkap (10 cm), atau

2) Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina

Proses kala II berlangsung 2 jam pada primipara dan 1 jam pada

multipara. Dalam kondisi yang normal pada kala II kepala janin sudah

masuk dalam dasar panggul, maka pada saat his dirasakan tekanan pada
10

otot-otot dasar panggul yang secara reflek menimbulkan rasa

mengedan. Wanita merasa adanya tekanan pada rectum dan seperti akan

buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan melebar

dengan membukanya anus. Labia mulai membuka dan tidak lama

kemudian kepala janin tampak di vulva saat ada his. Jika dasar panggul

sudah berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi diluar his. Dengan

kekuatan his dan dahi, muka, dagu melewati perineum. Setelah his

istirahat sebentar, maka his akan mulai lagi untuk mengeluarkan

anggota badan bayi.

c. Kala III Persalinan

Persalinan kala III dimulai segera setelah bayi lahir dan berakhir

dengan lahirnya plasenta serta selaput ketuban yang berlangsung tidak

lebih dari 30 menit. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit

setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan dari fundus

uteri.

d. Kala IV Persalinan

Kala IV persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta sampai 2 jam

post partum.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan

Menurut Nurasiah, dkk (2012, p. 27) faktor-faktor yang

mempengaruhi persalinan dibagi menjadi 4 yaitu:

a. Power

Power adalah kekuatan atau tenanga yang mendorong janin keluar.

Kekuatan tersebut meliputi:


11

1) His (Kontraksi Uterus)

Kontraksi uterus adalah kekuatan kontraksi uterus karena otot-

otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna. Sifat his yang

baik adalah kontraksi simetris, fundus dominan, terkoordinasi dan

relaksasi. Walaupun his itu kontrasksi yang fisiologis akan tetapi

betentangan dengan kontraksi fisiologis lainya, bersifat nyeri. Tiap

his dimulai sebagai gelombang dari salah satu sudut dimana tuba

masuk kedalam dinding uterus. Ditempat tersebut ada satu pace

maker darimana gelombang tersebut berasal.

Sebagian besar ibu merasakan seolah-olah bagian bawah

meledak. Ada juga yang menggambarkan seperti membuang kotoran

setelah sembelit satu bulan. Secara medis, sakit tenggorokan bersifat

tajam dan panas yang disebut somatic-sharp and burning. Perasaan

nyeri juga tergantung pada ambang nyeri dan penderita yang

ditentukan oleh keadaan jiwanya.

2) Tenaga Mengedan

Setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah atau

dipecahkan, serta sebagian presentasi sudah berada didasar panggul,

sifat kontraksui berubah, yakni bersifat mendorong keluar dibantu

dengan keinginan ibu untuk mengedan atau usaha volunteer.

Passage ( Jalan Lahir)

b. Passage

Menurut FK UNPAD (1983) passage atau jalan lahir dibagi

menjadi 2, yaitu:
12

1) Bagian Keras : Tulang Panggul

Tulang panggul terdiri dari empat buah tulang terdiri dari :

a) Dua os coxae ( tulang pangkal paha)

(1) Os ilium ( tulang usus) terdiri dari : crista iliaca, spina iliaca

anterior superior (SIAS) dan spina iliaca posterior superior

(SIPS) , spina Iliaca posterior inferior (SIPI), spina iliaca

inferior (SIAI), incisura ischiadica mayor, linea inominata,

corpus os ilii.

(2) Os ischium (tulang duduk) terdiri dari : spina ischiadica,

inchisura ischiadica minor, tuber ischiadicum, acetabulum,

ramus superior. Ossis ischi, ramus inferior ossis ischii,

corpus os ischii.

Gambar 2.1 Tulang Panggul

Sumber : Nurasiah, dkk 2012

(3) Os pubis (tulang kemaluan) terdiri dari : foramen

obturatorium, ramus superior ossis pubis, ramus inferior

ossis pubis, linea illiopectinea, corpus pubis, tuber culum

pubicum, arcus pubis, simfisis pubis.


13

(a) Os Sacrum (tulang belakang) terdiri : Promotorium,

Foramen Sacralia Anterior, Crista Sacralis, Vertebrata

Sacralis, Ala Sacralis, Vertebra Lumbalis

(b) Os coccygeus ( tulang tungging) terdiri dari : vertebra

coccyges

(Nurasiah, dkk, 2012, p. 28)

b) Ruang panggul

Menurut Nurasiah (2012, p. 33) Ruang panggul terdiri dari :

1) Pelvis mayor ( false pelvis) : bagian diatas pintu atas panggul tidak

berkaitan dengan persalinan.

2) Pelvis minor (true pelvis) terdiri dari :

Pintu Atas Panggul (PAP) atau disebut pelvic inlet Batasan PAP

adalah promotorium sayap sacrum linea inominta, ramus superior

osis pubis, dan pinggir atas simpisis pubis.

Gambar 2.2. Ukuran PAP

Sumber : Nurasiah, dkk 2012

b. Bidang Hodge

Menurut Prawirohardjo (2014, p. 196) Bidang hodge ini

dipelajari untuk menentukan sampai manakah bagian terendah janin

turun dalam panggul dalam persalinan :


14

1) Bidang Hodge I : ialah bidang datar yang melalui bagian atas

simfisis dan promontorium . bidang ini dibentuk pada lingkaran

pintu atas panggul.

2) Bidang Hodge II : ialah bidang yang sejajar dengan bidang hodge

I terletak setinggi bagian bawah simfisis.

3) Bidang Hodge III : sejajar dengan bidang hodge I dan II terletak

setinggi spina isciadica kanan dan kiri. Pada rujukan lain, bidang

hodge III ini disebut juga dengan bidang O. Kepala yang berada

di atas 1cm disebut (-1) atau sebaliknya.

4) Bidang Hodge IV : ialah bidang sejajar dengan bidang Hodge

I,II, dan III terletak setinggi os koksigis.

c. Ukuran Panggul Luar

1) Distansia spinarum, yaitu jarak antara spina iliaca anterior

superior kiri dan kanan (23cm-26cm) Distantia cristarum, yaitu

jarak yang terjauh antara crista iliaca kanan dan kiri (26-29cm).

2) Lingkar panggul, yaitu: dari pinggir atas syimphisis ke

pertengahan antara spina iliaca anterior superior dan trochanter

mayor sepihak, lalu kembali melalui tempat yang sama, di pihak

lain 80-90 cm.

3) Conjugate externa ( boundeleque)

Yaitu jarak antara pinggir atas symphisis dan ujung prosesus

spinosus ruas ruas lumbal ke V ( 18cm-20cm).

d. Bentuk panggul

Menurut Caldwell dan Moloy ada 4 bentuk dasar panggul:


15

1) Ginekoid : paling ideal, bentuk hamper bulat. Panjang

diameter anteroposterior kira-kira sama dengan diameter

transversa.

2) Android : bentuk hampir segitiga. Umumnya laki-laki

mempunyai jenis panggul ini. Panjang diameter anteroposterior

hampir sama dengan diameter transversa, akan tetapi jauh lebih

mendekati sacrum

3) Anthropoid : bentuknya agak lonjong seperti telur panjang

diameter anteroposterior lebih besar daripada diameter transversa.

4) Platipeloid : jenis ginekoid yang menyempit pada arah muka

belakang.

(Nurasiah, dkk, 2012, p. 37)

Gambar 2.3 Bentuk Panggul

Sumber : Nurasiah, dkk 2012

2) Bagian Lunak

Menurut Nurasiah, dkk (2012, p. 38) bagian lunak panggul

terdiri dari otot-otot dan ligamentum yang meliputi dinding panggul

sebelah dalam dan menutupi panggul sebelah bawah. Yang menutupi


16

panggul dari bawah membentuk dasar panggul, disebut diafragma

pelvis.

c. Passanger ( Janin Dan Plasenta)

1) Janin

Menurut Sumarah (2010) Passanger atau janin bergerak

sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor,

yakni kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Karena

plasenta juga harus melewati jalan lahir, maka dia dianggap sebagai

bagian dari passanger yang menyertai janin. Namun plasenta jarang

menghambat proses persalinan normal (Nurasiah, dkk, 2012, p. 39).

Gambar 2.4. Sikap Janin

Sumber: Nurasiah, dkk 2012

2) Plasenta

Plasenta merupakan organ yang luar biasa. Plasenta berasal

dari lapisan trofoblas pada ovum yang dibuahi, lalu terhubung

dengan sirkulasi ibu untuk melakukan fungsi-fungsi yang belum

dapat dilakukan oleh janin itu sendiri selama kehidupan

intrauterine. Keberhasilan janin untuk hidup tergantung atas

keutuhan dan efisiensi plasenta.


17

Plasenta adalah alat yang sangat penting bagi janin karena

merupakan alat yang sangat penting bagi janin karena merupakan

alat pertukaran zat antara ibu dan anak atau sebaliknya.

d. Psikologis

Menurut Asrinah (2010) Keadaan psikologis ibu mempengaruhi

proses persalinan. Ibu bersalin yang didampingi oleh suami dan orang

yang dicintainya cenderung mengalami proses persalinan yang lancer

dibandingkan dengan ibu bersalin tanpa pendamping. Ini menunjukan

bahwa dukungan mental berdampak positif bagi keadaan psikis ibu, yang

berpengaruh terhadap proses persalinan.

Perubahan psikologis dan prilaku ibu, terutama yang terjadi selama

fase laten, aktif, dan transisi pada kala I persalinan memiliki

karakteristrik masing-masing. Sebagian besar ibu hamil yang memasuki

masa persalinan akan merasa takut. Apalagi untuk seorang primigravida

yang pertama kali beradaptasi dengan ruang bersalin. Hal ini harus

disadari dan tidak boleh diremehkan oleh petugas kesehatan yang akan

memberikan pertolongan persalinan. Ibu hamil yang akan bersalin

mengharapkan penolong yang dapat dipercaya dan dapat memberikan

bimbingan dan informasi mengenai keadaannya.

Kondisi psikologis ibu bersalin dapat juga dipengaruhi oleh

dukungan dari pasanganya, orang terdekat, keluarga, penolog, fasilitas

dan lingkungan tempat bersalin, bayi yang dikandungnya merupakan

bayi yang diharapkan atau tidak ( Nurasiah, dkk, 2012, p. 48)

.
18

5. Kondisi Emosi Ibu Menjelang Persalinan

Menurut Janiwarty (2013, p. 74) mendekati minggu-minggu terakhir

menjelang kelahiran, pada uumnya ibu hamil akan mengalami kegelisahan

dan ketidaknyamanan sehingga kondisi ibu hamil mempengaruhi kualitas

mental ibu. Sekalipun persalinan adalah konsisi yang fisiologis,

kenyataannya proses persalinn berdampak terhadap pendarahan dan

kesakitan yang luar biasa. Biasanya ibu hamil mengalami ketakutan primer

yaitu ketakutan akan kematian. Ketakutan primer akan disertai dengan

ketakutan sekunder yaitu kurangnya dukungan suami atau kondisi ekonomi

yang sulit.

Kondisi pikologis kedua yang biasanya dialami oleh ibu adalah

perasaan bersalah atau berdosa. Perasaan ini behubungan dengan kehiupan

emosi dan cinta kasih yang diterima ibu. Perasan bersalah ini akan lebih

kecil manakala ibu mempunyai kehidupan yang menyenangkan. Hal ini

sangat jelas berlaku jika anak yang dilahirkan adalah hasil pemerkosaan

atau anak yang tidak diinginkan sehingga cenderung ingin melakukan

aborsi. Selain itu juga rasa bersalah ibu hamil terhadap ibunya membuat ibu

semakin takut akan kematian dalam proses persalinan.

Kondisi psikologi ketiga yang menyertai ialah trauma kelahiran.

Trauma kelahiran biasanya berkaitan dengan sikap ibu yang selalu

dirundung ketakutan konkrit. Seperti anak lahir cacat atau keadaan

ptologis, takut bayinya bernasib buruk, ketakutan atas beban hidup.


19

Kondisi psikoogis yang keempat yaitu halusinasi hipnagogik, yaitu

gamaran-gambaran tanpa disertai perangsang yang adekuat yang

berlangung saat setengah tidur dan setengah terjaga.

6. Perubahan-Perubahan Psikologis yang Terjadi Pada Masa Persalinan

Menurut Ningrum, dkk (2016, p. 47) perubahan psikologis yang

terjadi pada saat ibu bersalin adalah sebagai berikut :

a. Banyak wanita normal bisa merasakan kegairahan dan kegembiraan

disaat-saat mersakan kesakitan-kesakitan pertama menjelang kelahiran

bayinya. Perasaan positif ini berupa kelegaan hati. Seolah-olah pada

saat itu benar-benar terjadi suatu “realitas kewanitaan” sejatinya: yaitu

munculnya rasa bangga melahirkan anaknya khususnya rasa lega itu

berlangsung ketika proses persalinan mulai, mereka seolah-olah

mendapatkan kepastian bahwa kehamiln yang semula dianggap sebagai

suatu “keadaan yang belum pasti” ibu kini benar-benar akan terjadi

atau terealisasi secara konkret.

b. Seorang wanita dalam proses kelahiran bayinya merasa tidak sabar

mengikuti irama naluriah, dan mau mengatur sendiri, biasanya mereka

menolak nasehat-nasehat dari luar. Sikap- sikap yang berlebihan ini

pada hakekatnya merupakan ekspresi dari mekanisme melawan

ketakutan. Jika rasa sakit yang dialami pertama-tama menjelang

kelahiran ini disertai banyak ketegangan batin dan rasa cemas atau

ketakutan yang berlebihan, atau disertai kecenderungan-kecenderungan

yang sangat kuat untuk lebih aktif dan mau mengatur sendiri proses

kelahiran bayinya, maka:


20

1) Proses kelahiran bayi bisa menyimpang dari yang normal dan

spontan.

2) Proses akan sangat terganggu dan merupakan kelahiran yang

abnormal.

Sebaliknya jika wanita yang bersangkutan bersikap sangat pasif atau

menyerah dan keras kepala, tidak bersedia memberikan partisipasi sama

sekali, maka sikap ini bisa memperlambat proses pembukaan dan

pendataran serviks, juga mengakibatkan his menjadi sangat lemah

bahkan berhenti secara total dan proses kelahiran itu menjadi sangat

terhambat dan harus diakhiri dengan tindakan.

c. Wanita mungkin menjadi takut dan khawatir jika dia berada pada

lingkungan yang baru atau asing, diberi obat, lingkungan RS yang tidak

menyenangkan, tidak otonomi mempunyai otonomi sendiri, kehilangan

identitas dan kurang perhatian. Beberapa wanita mengangap persalinan

lebih tidak realistis sehingga mereka merasa gagal dan kecewa.

d. Pada multigravida sering khawatir atau cemas terhadap anak-anaknya

yang tinggal dirumah, dalam hal ini bidan bisa berbuat banyak untuk

menghilangkan kecemasan ini.

e. Suami atau pasangan dapat memberikan perhatian dan tempat mereka

untuk berbagi. Banyak hal yang mempengaruhi pasangan dalam

memberikan perhatian diantaranya status sosial atau gender, beberapa

wanita bisa menjadi kuat dan mampu untuk melalui proses persalinan

dengan support dari pasangan. Perhatian pasangan merupakan tingkatan

yang paling dasar menjadi kebutuhan seorang wanita dalam proses


21

persalinan ini. Pendekatan dan motivasi pada pasangan bisa dilakukan

oleh bidan sejak ANC, dilakukan untuk membangun kekuatan untuk

mengungkapkan perhatian yang merupakan kebutuhan dari seorang

wanita dalam menghadapi persalinan. Ini akan sangat berpengaruh

terhadap apa yang mereka lakukan yang terbaik bagi bayi mereka.

B. Konsep Dasar Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Menurut Lestari (2015, p. 31) Ansietas (kecemasan) merupakan

respons emosional dan penilaian subjektif yang dipengaruhi oleh alam

bawah sadar dan belum diketahui secara khusus penyebabnya. Ansietas

merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang spesifik

sehingga orang merasakan suatu perasaan khawatir (was-was) seolah-olah

ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umumnya disertai gejala-

gejala otonomik yang berlangsung beberapa waktu.

Menurut Hawari (2016, p. 18) kecemasan (ansietas/ anxiety) adalah

gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan

ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak

mengalami gangguan dalam menilai realitas (reality testing ability/ RTA,

masih baik) kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan

kepriadian / splitting of personality), perilaku dapat terganggu tetapi masih

dalam batas normal.

2. Tanda dan Gejala Kecemasan

Menurut Lestari (2015, p. 32) keluhan- keluhan yang sering

dikemukakan oleh orang yang mengalami ansitas antara lain:


22

a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah

tersinggung.

b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.

d. Gangguan pada pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.

e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.

f. Keluhan- keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,

pendengaran berdenging, jantung berdebar-debar, sesak nafas,

gangguan pencernaan, gangguan perkemihan dan sakit kepala.

3. Stressor Pencetus Kecemasan.

Menurut Stuart (2007) stressor pencetus dari kecemasan dapat

berasal dari sumber internal atau eksternal. Stressor dapat dikelompokan

menjadi dua kategori:

a. Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang

akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas

kehidupan sehari-hari.

b. Ancaman terhadap sistem dapat membahayakan identitas, harga diri,

dan fungsi social yang terintegrasi pada individu ( Insaini, 2015)

4. Patofisiologi Gangguan Cemas

a. Teori Psikoanalitik

Sigmeun Freud (1962) menyatakan kecemasan adalah suatu

sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan yang tidak dapat diterima

menekan untuk mendapatkan perwakilan dan pelepasan sadar. Sebagai

suatu sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil tindakan


23

defensif terhadap tekanan dari dalam. Jika kecemasan naik di atas

tingkatan rendah intensitas karakter fungsinya sebagai suatu sinyal, ia

akan timbul sebagai serangan panik.

b. Teori Perilaku

Rasa cemas dianggap timbul sebagai respon dari stimulus

lingkungan yang spesifik. Contohnya, seorang anak laki-laki yang

dibesarkan oleh ibunya yang memperlakukannya semena-mena, akan

segera merasa cemas bila ia bertemu ibunya. Melalui proses

generalisasi, ia akan menjadi tidak percaya dengan wanita. Bahkan

seorang anak dapat meniru sifat orang tuanya yang cemas.

c. Teori Eksistensi

Pada gangguan cemas menyeluruh, tidak didapatkan stimulus rasa

cemas yang bersifat kronis. Inti dari teori eksistensi adalah seseorang

merasa hidup didalam dunia yang tidak bertujuan. Rasa cemas adalah

respon mereka terhadap rasa kekosongan eksistensi dan arti.

d. Neurotransmiter

1) Norepinephrine

Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan

cemas berupa serangan panik, insomnia, terkejut, dan autonomic

hyperarousal, merupakan karakteristik dari peningkatan fungsi

noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan norepinephrine pada

gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki kemampuan

regulasi sistem noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan

aktivitas yang mendadak. Sel-sel dari sistem noradrenergik


24

terlokalisasi secara primer pada locuseruleus pada rostral pons, dan

memiliki akson yang menjurus pada korteks serebri, sistem limbik,

medula oblongata, dan medula spinalis. Percobaan pada primate

menunjukan bila diberi stimulus pada daerah tersebut menimbulkan

rasa takut dan bila dilakukan inhibisi, primata tersebut tidak

menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia, didapatkan

pasien dengan gangguan serangan panik, bila diberikan agonis

reseptor β-adrenergik ( Isoproterenol ) dan antagonis reseptor α-2

adrenergik dapat mencetuskan serangan panik secara lebih sering

dan lebih berat. Kebalikannya, clonidine, agonis reseptor α-2

menunjukan pengurangan gejala cemas.

2) Serotonin

Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan

pencarian peran serotonin dalam gangguan cemas. Berbagai stress

dapat menimbulkan peningkatan 5-hydroxytryptamine pada

prefrontal korteks, nukleus accumbens, amygdala, dan hipotalamus

lateral. Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan penggunaan

obat-obatan serotonergik seperti clomipramine pada gangguan

obsesif kompulsif. Efektivitas pada penggunaan obat buspirone juga

menunjukkan kemungkinan relasi antara serotonin dan rasa cemas.

Sel-sel tubuh yang memiliki reseptor serotonergik ditemukan

dominan pada raphe nuclei pada rostral brainstem dan menuju pada

korteks serebri, sistem limbik, dan hipotalamus.

3) GABA
25

Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari

efektivitas obat-obatan benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas

GABA pada reseptor GABA tipe A. Walaupun benzodiazepine

potensi rendah paling efektif terhadap gejala gangguan cemas

menyeluruh, benzodiazepine potensi tinggi seperti alprazolam dan

clonazepam ditemukan efektif pada terapi gangguan serangan panic

Pada suatu studi struktur dengan CT scan dan MRI menunjukan

peningkatan ukuran ventrikel otak terkait dengan lamanya pasien

mengkonsumsi obat benzodiazepine. Pada satu studi MRI, sebuah

defek spesifik pada lobus temporal kanan ditemukan pada pasien

dengan gangguan serangan panik. Beberapa studi pencitraan otak

lainnya juga menunjukan adanya penemuan abnormal pada hemisfer

kanan otak, tapi tidak ada pada hemisfer kiri. MRI, SPECT, dan

EEG menunjukan penemuan abnormal pada korteks frontal pasien

dengan gangguan cemas, yang ditemukan juga pada area oksipital,

temporal, dan girus hippocampal. Pada gangguan obsesif kompulsif

diduga terdapat kelainan pada nukleus kaudatus.

e. Sistem Saraf Otonom

Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat stimulus terhadap sistem

saraf otonom adalah:

1) sistem kardiovaskuler (palpitasi)

2) muskuloskeletal (nyeri kepala)

3) gastrointestinal (diare)

4) respirasi (takipneu)
26

Sistem saraf otonom pada pasien dengan gangguan cemas,

terutama pada pasien dengan gangguan serangan panik,

mempertunjukan peningkatan tonus simpatetik, yang beradaptasi

lambat pada stimuli repetitif dan berlebih pada stimulus yang sedang.

Berdasarkan pertimbangan neuroanatomis, daerah sistem limbik dan

korteks serebri dianggap memegang peran penting dalam proses

terjadinya cemas.

f. Korteks Serebri

Korteks serebri bagian frontal berhubungan dengan regio

parahippocampal, cingulate gyrus, dan hipotalamus, sehingga diduga

berkaitan dengan gangguan cemas. Korteks temporal juga dikaitkan

dengan gangguan cemas. Hal ini diduga karena adanya kemiripan

antara presentasi klinis dan EEG pada pasien dengan epilepsy lobus

temporal dan gangguan obsesif kompulsif.

g. Sistem Limbik

Selain menerima inervasi dari noradrenergik dan serotonergik,

system limbik juga memiliki reseptor GABA dalam jumlah yang

banyak. Ablasi dan stimulasi pada primata juga menunjukan jikalau

sistem limbik berpengaruh pada respon cemas dan takut. Dua area pada

sistem limbik menarik perhatian peneliti, yakni peningkatan aktivitas

pada septohippocampal, yang diduga berkaitan dengan rasa cemas, dan

cingulate gyrus, yang diduga berkaitan dengan gangguan obsesif

kompulsif.
27

( Kepanitraan Klinik Ilmu kedokteran Jiwa Universitas Tarumanegara,

2012, p. 3-7)

5. Respon Fisiologis Kecemasan

Menurut Stuart (2007) respon fisiologis terdapat kecemasan antara

lain:

a. Kardiovaskuler ditandai palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah

meningkat rasa ingin pinsang, denyut nadi menurun.

b. Pernafasan ditandai dengan nafas cepat, sesak nafas, tekanan pada

dada, nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan ,sensani

tercekik, terengah-engah.

c. Neurumuskuler reflex meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-

kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, mondar-mandir, wajah

tegang, kelemahan umum, tungkai lemah gerakan yang janggal.

d. Gastrointestinal ditandai dengan kehilangan nafsu makan, menolak

makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, nyeri ulu hati, dan

diare.

e. Saluran perkemihan ditandai dengan tidak dapat menahan kencing,

sering berkemih.

f. Kulit ditandai dengan wajah kemerahan, berkeringat setempat,

(telapak tangan), gatal, rasa panas, dan dingin pada kulit, wajah

pucat, berkeringan seluruh tubuh ( Insaini, 2015).

6. Rentang Kecemasan

Tingkat kecemasan sebagaimana menurut Lestari (2015, p. 32)

dibagi menjadi 4, antara lain:


28

Gambar 2.5. Rentang Kecemasan

Sumber : Lestari 2015

a. Kecemasan Ringan

Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari-hari ansietas ini menyebabkan individu menjadi

waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini dapat ini

dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta

kreativitas. Kecemasan ringan mempunyai karakteristik sbb :

1) Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-hari

2) Kewaspadaan meningkat

3) Persepsi terhadap lingkungan meningkat

4) Respon fisiologi : sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah

meningkat sedikit, gejala ringan pada lambung,

muka berkerut, serta bibir bergetar

5) Respon kognitif : mampu menerima rangsangan yang kompleks,

konsentrasi pada masalah, menyelesaikan

masalah secara efektif, dan terserang untuk

melakukan tindakan.

6) Respon perilaku : tidak dapat duduk tenang, remor halus pada

tangan, suara kadang-kadang meninggi.


29

b. Kecemasan sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk

memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang

lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun

dapat melakukan sesuatu yang terarah. Kecemasan sedang mempunyai

karakteristik:

1) Respon biologis : sering sesak nafas pendek, nadi ekstra sistol dan

tekanan darah meningkat, mulut kering,

anoreksia, diare/ konstipasi, sakit kepala, sering

berkemih, dan letih.

2) Respon kognitif : memusatkan perhatian pada hal penting dan

mengesampingkan yang lain, lapang persepsi

menyempit, dan rangsangan dari luar tidak

mampu diterima.

c. Kecemasan Berat

Kecemasan berat sangat mengurangi lapang persepsi individu.

Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan

pada sesuatu yang terperinci dan spesifik, serta tidak dapat berfikir

tentang hal lain. Orang ini memerlukan banyak pengarahan untuk

dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Kecemasan berat

mempunyai karakteristik :

1) Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan

mengabaikan HAM yang lain.


30

2) Respon fisiologis : nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,

berkeringat dan sakit kepala, penglihatan

kabur, serta tampak tegang.

3) Respon kognitif : tidak mampu berfikir berat lagi dan

membutuhkan banyak pengarahan/ tuntunan,

serta lapang persepsi menyempit

4) Respon perilaku : perasaan terancam meningkat dan

komunikasi menjadi terganggu.

d. Panik

Panik berhubungan dengan terperangah ketakutan dan teror

karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak

dapat melakukan sesuatu tanpa pengarahan. Panik ( Kecemasan sangat

berat) mempunyai karakteristik :

1) Respons fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit

dada, pucat, hipotensi, serta rendahnya

koordinasi motorik.

2) Respon kognitif : gangguan realitas, tidak dapat berfikir logis,

persepsi terhadap lingkungan mengalami

distorsi, ketidakmampuan memahami situasi.

3) Respon perilaku : agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan,

berteriakk-teriak, kehilangan kendali atau

kontrol diri, perasaan terancam serta dapat

berbuat sesuatu yang membahayakan diri

sendiri atau orang lain.


31

7. Ciri-Ciri Kecemasan

Menurut Mulyadi T, (2003) Kecemasan pada umumnya

berhubungan dengan adanya situasi mengancap atau membahayakan.

Dengan berjalanya waktu keadaan cemas tersebut biasanya akan dapat

teratasi dengan sendirinya. Namun ada kecemasn yang berkepanjangan,

bahkan tidak jelas lagi kaitanya dengan suatu faktor penyebab atau

pencetus tertentu. Keadaan cemas yang wajar merupakan respons pada

adanya konflik. Sedangkan cemas yang sakit (ansietas) merupakan respons

terhadap adanya bahaya yang lebih kompleks, tidak jelas sumber

penyebabnya dan lebih banyak melibatkan konflik jiwa yang ada dalam

diri individu (Madah dan Larasati, 2016).

Secara umum Az-Zaghul, I. A. (2003) telah menentukan

karakteristik utama kecemasan yang tercermin sebagai berikut:

a. Reaksi emosional yang mencakup rasa panik, kecewa, takut.

b. Reaksi emosional yang mengiringi perasaan tidak bahagia

c. Tidak adanya ancaman yang riil atau yang tertentu atau yang diketahui

gejalanya, maka jika ini benar-benar terjadi maka secara pasti ia tidak

mangharuskan timbilnya tingkat kekhawatiran dan suatu tindakan

reaksional.

d. Reaksi kejiwaan terhadap masa depan, disebabkan adanya korelasi

antara reaksi kejiwaan dengan keadaan bahaya atau ancaman yang

mungkin terjadi.
32

e. Kecemasan selalu di iringi dengan gangguan-gangguan fisik seperti

capai detak jantung semakin cepat dan dada terasa sesak dan lain

sebagianya.

f. Kecemasan mengakibatkan kepada ketidakstabilan dan perubahan-

perubahan gerak-gerik, bilogis dan fisiologis yang nyata (Madah dan

Larasati, 2016)

8. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Lestari (2015, p. 34) , faktor-faktor yang mempengaruhi

kecemasan adalah :

a. Umur

Bahwa umur yang lebih muda lebih mudah menderita stress dari

pada umur tua.

b. Keadaan fisik

Penyakit adalah salah satu faktor yang menyebabkan kecemasan.

Seseorang yang sedang menderita penyakit akan lebih mudah

mengalami kecemasan dibandingkan dengan orang yang sedang tidak

sakit. Penelitian Anggraini (2013) juga menyatakan bahwa keadaan

fisik ibu dapat menjadi faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan

pada persalinan Kala I.

c. Sosial Budaya

Cara hidup orang dimasyarakat juga sangat memungkinkan

timbulnya stress. Individu yang mempunyai gaya hidup teratur akan

mempunyai filsafat hidup yang jelas sehingga umumnya lebih sukar


33

mengalami stress. Demikian juga dengan seseorang yang keyakinan

agamanya rendah.

d. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan

respon terhadap sesuatu yang datang baik dari dalam maupun luar.

Orang yang mempunyai pendidikan tinggi akan memberikan respon

yang lebih rasional dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih

rendah atau mereka yang tidak berpendidikan.

e. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah

mengalami stres. Ketidaktahuan terhadap sesuatu hal dianggap sebagai

tekanan yang dapat mengakibatkan krisis dan dapat menimbulkan

kecemasan.

Kecemasan dalam masa kehamilan adalah sangat merugikan bagi

ibu hamil dan bersalin karena dapat mempengaruhi janin yang sedang

dikandungnya. Sifat-sifat mudah menangis, mudah tersinggung dan

cemas dapat menyebabkan kelahiran mempunyai hambatan intelektual.

Perkembangan motorik, perkembangan bicara dan perkembangan

emosi. Calon ibu yang cemas dalam keadaan hamil dan bersalin maka

harus dicari sumber kecemasannya agar tidak membebani ibu dalam

proses persalinan. Penelitian Rinawati (2009) menyatakan bahwa

pengetahuan yang rendah dapat mengakibatkan seseorang mudah

mengalami kecemasan yag diakibtkan dari kurangnya informasi ibu

tersebut.
34

9. Alat Ukur Kecemasan

Kecemasan dapat diukur dengan alat ukur kecemasan yang disebut

Hamilton Anxitiety Rating Scale (HARS). Skala HARS merupakan

pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya simpton pada

individu yang menaglami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14

simpton yang nampak pada inidividu yang mengalami kecemasan . Setiap

item yang diobservasi 5 tingkatan skor antara 0 sampai dengan 4. Skala

HARS pertama kali digunakan pada tahun 1995 yang diperkenalkan oleh

Max Hamilton skala Hamilton Anxitiety Rating Scale (HARS) dalam

penilaian keemasan terdiri dari 14 item, meliputi:

a. Perasaan cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah

tersinggung.

b. Merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.

c. Kekuatan: Takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal

sendiri dan takut pada binatang besar.

d. Gangguan tidur sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur

tidak pulas dan mimpi buruk

e. Gangguan kecerdasan: Penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit

konsentrasi.

f. Peraan depresi: Hilangnya minat, berkurangnya minat pada hoby, sedih

perasaan tidak menyenagkan sepanjang hari.

g. Gejala somatik: Nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara

tidak stabil dan kedutan otot.


35

h. Gejala sensorik: Perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka

merah dan pucat serta merasa lemah.

i. Gejala kardiovaskuler: Takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras

dan detak jantung hilang sekejap.

j. Gejala pernapasan: Rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, serik

menarik napas panjang dan merasa napas pendek.

k. Gejala gastrointestinal: Sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun,

mual muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan

panas di perut.

l. gejala urogenital: Sering kencing, tidak dapat menahan kencing,

aminorea, ereksi lemah atau impotensi.

m. Gejala vegetatif: Mulut kering, mudah berkeringat, mukah merah, bulu

roma berdiri, pusing atau sakit kepala.

n. Perilaku sewaktu wawancara: Gelisah, jari-jari gemetar, mengerutkan

dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat, napas pendek dan

cepat.

Cara penilain kecemasan adalah dengan memberikan nilai kategori:

0= Tidak ada gejala sam sekali

1= Ringan / satu gejala yang ada

2= Sedang / separuh dari gejala yang ada

3= Berat / lebih dari setengah gejala yang ada

4= Sangat berat / semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlahkan nilai skor dan

item 1-14 dengan hasil:


36

Skor < 14= Tidak ada kecemasan

Skor 14-20= Kecemasan ringan

Skor 21-27= Kecemasan sedang

Skor 28-41= Kecemasan berat

Skor 42-56= Panik/kecemasan sangat berat

C. Konsep Dasar Aromaterapi

1. Definisi Aroma Terapi

Menurut Poerwadi (2006, p. 1-2) Kata aromaterapi berarti terapi

dengan memakai minyak esensial yang ekstrak dan unsur kimianya

diambil dengan utuh. Minyak essesnsial adalah tanaman terapeutik yang

beraroma mengandung essensial di tubuhnya. Struktur minyak essensial

sangatlah rumit, terdiri dari berbagai unsur senyawa kimia yang masing-

masing mempunyai khasiat terapeutik serta unsur aroma tersendiri dari

setiap tanaman. Setiap minyak essensial didapat dari bagian tertentu

tanaman.

Menurut Hutasoit (2002, p. 14) Aromaterapi adalah terapi yang

menggunakan essential oil atau sari minyak murni untuk membantu dan

memperbaiki atau menjaga kesehatan, membangkitkan semangat,

menyegarkan serta menenangkan jiwa dan raga. Kata “Aroma” berarti bau

wangi atau keharuman dari tumbuhan. Kadang, aroma ini bisa kita

temukan di halaman rumah kita sendiri seperti aroma bunga melati atau

mawar misalnya. Penggunaan aromaterapi secara rutin dapat


37

menyamankan suasana hati dan pikiran, memperbaiki kondisi kesehatan,

dan juga meningkatkan kepekaan.

Menurut Mackinnon (2004) dalam riana (2015) manfaat aromaterapi

selain meningkatkan keadaan fisik dan psikologis, aromaterapi dapat

memberikan efek relaksasi bagi saraf dan otot-otot yang tegang. Sejalan

dengan pernyataan Mackinnon, Hariana (2009) menyatakan bahwa

manfaat aromaterapi yaitu menumbuhkan perasaan tenang (rileks) pada

jasmani maupun rohani menciptakan suasana tenang serta dapat

menjauhkan dari perasaan cemas dan gelisah.

2. Sejarah Aromaterapi

Menurut Permadi (1983, p. 1) Gattefosse diakui sebagai bapak “

Aroma Terapi Modern” yaitu seorang ahli kimia bangsa perancis. Ia sejak

awal abad ke XX ini mengarahkan perhatian dunia kepada sifat-sifat

minyak yang terkandung di dalam rempah-rempah/tumbuh-tumbuhan. Ia

banyak menulis tentang kegunaan minyak-minyak tersebut yang

menurutnya dapat digunakan mengobati kanker kulit, ganggren, luka

bakar, serta luka-luka kronis lainya. Gattefosse dalam tahun 1928 menulis

sebuah buku yang diberi judul “Aroma Theraphie” dan setelah ini ia

menulis banyak makalah ilmiah menguraikan cara pengobatan

menggunakan essential oil.

Menurut Poerwadi (2006, p. 2) Tahun 1964, Marguerite Maury

seorang ahli farmasi Prancis memperkenalkan aromaterapi di dunia

kosmetik. Marguerite Maury mengajarkan mencampur minyak essensial

dengan minyak dasar untuk terapi pijat. Pada zaman aromaterapi modern,
38

aromaterapi digali lagi oleh Robert Tisserand yang menulis buku the art of

aromatherapy. Sampai saat ini beliau masih aktif berkecimpung di dunia

aromaterapi.

3. Proses Pembuatan Aromaterapi

Menurut Permadi (1983, p. 9) Proses pengeluaran aroma terapi dari

sumbernya disebut dengan Distalasi. Distalasi adalah suatu cara untuk

mngeluarkan zat yang mudah menguap dari sebuah larutan. Misalnya akar

tumbuh-tumbuhan aromatik digerus dan dicampuri air, maka di dalam

larutan akan terdapat pula aromaterapi yang langsung dari akar tersebut.

Bila cairan ini dipanasi, maka aromaterapi akan menguap. Uap ini dialirkan

ke tempat yang melalui pendinginan, hingga uang itu mengembun menjadi

aromaterapi. Agar hanya essential oil itu saja yang menguap diatas bejana

berisi larutan pertama tadi, maka suhu yang pemanasan dikendalikan

seemikian rupa hingga yang akan menguap hanyalah essential oil itu saja,

sedangkan air tidak ikut menguap.

Gambar 2.6. Ilustrasi Distalasi

Sumber : Permadi, 1983


39

4. Bentuk- Bentuk Aromaterapi

Menurut Syukrini (2016) bentuk-bentuk aromaterapi terbagi menjadi

4 yaitu:

a. Minyak essensial aromaterapi

Berbentuk cairan atau minyak. Penggunaanya bermacam-

macam, pada umumnya digunakan dengan cara dipanaskan pada

tungku. Namun bisa juga jika dioleskan pada kain atau pada saluran

udara.

b. Dupa Aromaterapi

Awalnya hanya digunakan untuk acara keagamaan tertentu, namun

seiring dengan perkembangan zaman, dupa pun kini sudah menjadi

bagian dari salah satu bentuk aromaterapi. Bentuknya padat dan berasap

jika dibakar, biasanya digunakan untuk ruangan berukuran bear atau pada

ruangan terbuka. Jenis dupa aromaterapi ini terdiri dari 3 jenis, yaitu

dupa aromaterapi panjang, dupa aromaterapi pendek, dan dupa

aromaterapi berbentuk kerucut.

c. Lilin aromaterapi

Ada dua jenis lilin yang digunakan, yaitu lilin digunakan untuk

pemanas tungku dan lilin aromaterapi. Lilin yang digunakan untuk

memanaskan tungku aromaterpi tidak memiliki wewangian, karena

hanya berfungsi untuk memanaskan tungku yang berisi essential oil.

Sedangkan lilin aromaterapi mengeluarkan wangi aromaterapi jika

dibakar.
40

d. Minyak pijat aromaterapi

Bentuk ini memiliki wangi yang sama dengan bentuk aromaterapi

lain, cara penggunaanya yang berbeda, karena ini digunakan dengan cara

di pijat.

5. Cara Menggunakan Aromaterapi

Menurut Poerwadi (2006, p. 15) manfaat minyak essensial untuk

keseimbangan fisik dan mental sangatlah luar biasa. Aroma dan kelembutan

minyak essensial dapat mengatasi keluhan fisik dan psikis. Minyak essensial

diserap oleh tubuh melalu 2 cara yaitu melalu indra penciuman (inhalation)

atau melalui kulit (skin absorption).

a. Inhalasi

Inhalasi merupakan salah satu cara yang diperkenalkan dalam

penggunaan metode aromaterapi yang paling sederhana dan cepat.

Inhalasi juga merupakan metode yang paling tua. Aromaterapi masuk

dari luar tubuh ke dalam tubuh dengan satu tahap yang mudah, yaitu

lewat paru-paru lalu dialirkan ke pembuluh darah melalui alveoli.

Inhalasi sama dengan metode penciuman bau, dimana dapat dengan

mudah merangsang olfactory pada saat setiap kali bernafas dan tidak

akan mengganggu pernafasan normal apabla mencium bau yang berbeda

dari minyak essensial. Aroma bau wangi yang tercium akan memberikan

efek terhadap fisik dan psikologis konsumen. Cara ini biasanya terbagi

menjadi inhalasi langsung dan tidak langsung. Inhalasi langsung

diperlakukan secara individual. Sedangkan inhalasi tidak langsung

dilakukan secara bersama-sama dalam satu ruangan.


41

b. Pijat

Pijat merupakan tehnik yang paling umum. Melalui pemijatan,

daya penyembuhan yang terkandung dalam minyak essensial bisa

menembus melalui kulit dan dibawa kedalam tubuh. Minyak lavender

ialah salah satu minyak yang terkenal yang memberikan ketenangan.

Memperbaiki sirkulasi darah, merangsang tubuh untuk mengeluarkan

racun, serta meningkatkan kesehatan pikiran.

c. Berendam

Cara ini menggunakan aromaterapi dengan cara meneteskan

aromaterapi ke dalam air. Dengan cara ini, efek minyak essential akan

membuat perasaan menjadi rileks serta dapat menghilangkan nyeri dan

pegal, memberikan efek kesehatan.

6. Aroma Terapi Lavender

Salah satu minyak esensial yang paling populer untuk gangguan

mental dan kecemasan adalah lavender (Lavandula angustifolia Miller atau

Lavandula officinalis Chaix). Minyak esensial Lavender dapat dianggap

sebagai salah satu best seller over the counter herbal remedies untuk

kegelisahan, stres dan depresi. Studi mengungkapkan terdapat kandungan

linalool atau linalyl acetate yang tinggi di dalam minyak essential lavender

(Da Porto et al., 2009). Linalool atau linalyl acetat inilah yang dapat

memperlancar pengeluaran hormone serotonin (hormone kecemasan) yang

tersumbat ( Lopez et al, 2016). Organisasi internasional, seperti World Health

Organization (WHO), European Scientific Cooperative on Phytotherapy


42

(ESCOP) atau European Medicines Agency (EMA) menyetujui tanaman obat

ini untuk menghilangkan stres, kegelisahan dan kecemasan ( Lopez et. al,

2016). Ada banyak sekali aroma terapi, salah satunya adalah aroma terapi

lavender.

Lavender adalah semak-semak kecil dengan batang berkayu ini

banyak tumbuh di eropa, dan dikembangbiakkan di amerika sebelah selatan

dan barat. Bunganya berwarna lembayung muda. Bunga lavender tumbuh

mekar pada saat musim panas (Kusuma, 2000, p. 19). Lavender digunakan di

apotek, phytotherapy dan aromaterapi untuk mengobati gangguan sistem saraf

pusat, seperti kegelisahan, stres, dan gangguan tidur. Minyak esensial ini

adalah salah satu solusi alami terlaris dan alat terapi umum untuk fisioterapis

dan ahli tulang belakang (Lopez et al, 2016).

Aroma terapi lavender memiliki khasiat penenang. Essensnya dapat

digunakan sebagai obat dalam. Minyak lavender merupakan salah satu bahan

penting dalam minyak bunga putih, obat yang digunakan untuk

menghilangkan nyeri, pening, ketegangan (Kusuma, 2000, p. 20).

Gambar 2.7. Lavender

Sumber : Hutasoit, 2002


43

7. Mekanisme Aromaterapi Lavender Terhadap Tingkat Kecemasan

Aromaterapi lavender ialah salah satu essential oil yang

mempunyai khasiat penenang. Penelitian Da Porto et al., (2009)

mengungkapkan bahwa aromaterapi lavender mengandung Linalool dan

linalyl acetat. Linalyl acetat dan linalool adalah aroma yang biasanya

dianggap memiliki bau yang menyenangkan, tetapi diketahui juga

menimbulkan efek fisiologis yang mendorong ketenangan dan

meningkatkan kualitas tidur (El-sharif et al., 2015). Penelitian Lopez et

al., (2016) menyatakan bahwa linalyl acetat dan linalool dapat memecah

penyumbatan serotonin. Serotonin itu sendiri adalah hormon

kecemasan. Kecemasan yang dapat terjadi diakibatkan dari tersumbatnya

serotonin. Serotonin merupakan zat penghantar saraf yang berpengaruh

terhadap munculnya perasaan nyaman, optimis, rileks dan bugar.

Indra penciuman memiliki peran yang sangat penting dalam

kemampuan kita untuk bertahan hidup.dan meningkatkan kualitas hidup.

Bau-bauan juga dapat memberikan efek relaksasi. Tubuh dikatakan tidak

dalam keadaan relaksasi apabila otot-otot di tubuh kita tidak dalam

keadaan tegang, keadaan relaksasi adalah dapat dicapai dengan

menurunkan tingkat stress, baik stress fisik maupun psikis, serta siklus

tidur yang cukup teratur ( Isnaini, 2015).

Untuk dapat dicium, suatu objek harus bersifat mudah menguap

atau dapat larut dalam air (water- soluble) ataupun larut dalam lemak

(lipid-soluble) selaput plasma kita terbentuk dari lemak (lipid) pada saat
44

aromaterapi lavender tercium, suatu aroma melebur dalam lipid agar

dapat tertangkap oleh rambut-rambut penciuman( olfactory-cilia). Pesan

dari aromaterapi tersebut disampaikan ke otak yang akan meneruskan ke

pesan tersebut ke thalamus untuk mengidentifikasi aroma. Setelah bau

teridentifikasi, maka bau tersebut akan diteruskan ke bagian

hypothalamus untuk menjelaskan maksud aromaterapi lavender (yang

membawa linalool dan linalyl acetat) yang berfungsi memecah

penyumbatan serotonin pada bagian hipotalamus lateral. Proses ini akan

memicu proses memori dan emosional yang bersifat euforik, relaksan,

sedative atau stimulant sesuai keperluannya. Penelitian Igarashi (2013),

mengklarifikasi bahwa 5 menit penghirupan aromaterapi meningkatkan

kesehatan fisik dan psikologis ibu bersalin. Peneliti juga menyatakan

bahwa, fungsi rasa penciuman menurun dari kira-kira minggu ke 36,

dibandingkan dengan minggu ke 21 kehamilan 25. Oleh karena itu,

aromaterapi lavender diyakini berpotensi menjadi modalitas pengobatan

yang bermanfaat di masa depan.

Minyak lavender adalah salah satu aromaterapi terkenal yang

memiliki efek menenangkan, dengan kandungan linalool atau linalyl

actetat lavender adalah aromaterapi yang banyak digunakan saat ini, baik

secara inhalasi atau dengan pemijatan pada kulit.. Dalam otak, sistem ini

sebagai pusat nyeri, senang, marah, takut, depresi dan berbagai emosi

lainya. Akses melalui jalur nasal jelas merupakan cara paling cepat dan

efektif untuk menangulangi permasalahan emosional seperti stress,

depresi, dan beberapa rasa nyeri kepala ( Sutanto dan lianywaty, 2015).
45

D. Kerangka Teori

Gambar 2.8. Kerangka Teori

Persalinan

Faktor penyebab Terapi kecemasan


Kecemasan
kecemasan:
1. Umur
2. Keadaan fisik
3. Social budaya
4. Tingkat
pendidikan Terapi Farmakologi Terapi Non
5. Tingkat (Obat-Obatan) Fatmakologis
pengetahuan

Aromaterapi Lavender

Lynalyl acetat
dan Linalool

Penurunan Tingkat Memecah


Kecemasan Ibu penyumbatan
Bersalin Serotonin

Sumber : Nurasiah (2012), Hidayat (2014), Lestari (2015), Peplau (2007) dalam

Dewi, dkk (2017)


46

D. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep merupakan suatu uraian dan visualisasi hubungan atau

kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainya, atau antara variabel

yang satu dengan variabel lainya yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2013, p. 82)

Gambar 2.9. Kerangka Konsep

VARIABEL INDEPENDENT VARIABEL DEPENDENT

Aromaterapi Tingkat Kecemasan


Lavender Ibu Bersalin

E. Hipotesis

Ada pengaruh aromaterapi lavender terhadap tingkat kecemasan ibu

bersalin di BPM Kota Palembang tahun 2018.


47

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Kuantitatif Pre- eksperimental Design.

Rancangan penelitian The one group pretest- posttes design. Dalam

rancangan ini tidak terdapat kelompok pembanding ( control), tetapi paling

tidak sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan

menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen

(program) (Swarjana, 2015, p. 67). Bentuk rancangan ini adalah sebgai

berikut:

Pretest Perlakuan Posttest


01 Perlakuan 02

Pada penelitian ini, ibu bersalin primi para kala I fase aktif (Pembukaan

4—10 cm) sebelum diberikan terapi non farmakologis (aroma terapi

lavender) diukur tingkat kecemasannya dengan menggunakan alat ukur

kecemasan HARS (Hamilton anxiety rating scale). Jika telah di dapatkan

hasil pengukuran sebelum diberikan tindakan, selanjutkan ibu diberikan

aromaterapi lavender. Setelah diberikan aroma terapi lavender, tingkat

kecemasan ibu diukur kembali dengan menggunakan HARS.

B. Waktu Dan Tempat Penelitian


48

1. Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal Februari- Mei tahun 2018

2. Tempat penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di : BPM Fauziah Hatta BPM Kustirah

BPM Vitri Suzanti, BPM Bakiah Azhar.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian adalah kumpulan dari individu atau objek atau

fenomena yang secara potensial dapat diukur sebagai bagian dari

penelitian ( Swarjana, 2015, p. 79). Populasi penelitian ini adalah semua

ibu bersalin di BPM kota Palembang Tahun 2018.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah kumpulan individu- individu atau objek-

objek yang dapat diukur yang mewakili populasi (Notoatmojdo, 2013, p.

79). Sampel diambil dengan menggunakan teknik purpossive sampling,

yaitu pengambilan sampel didasarkan pada suatu pertimbangan yang

dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat- sifat populasi

yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmojo, 2013, p. 125).

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 responden.

Pengambilan sampel secara random dengan cara pengundian sehingga

didapatkan hasil masing- masing BPM Vitri suzanti 8 Responden, BPM

Fauziah Hatta 8 responden, BPM Kustirah 7 Responden dan BPM

Bakiah Azhar 7 responden.


49

Dimana sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin di

BPM kota Palembang Tahun 2018 dengan kriteria:

a. Kriteria inklusi dalam penelitian ini:

1) Ibu primipra

2) Kala I fase aktif ( Pembukaan 4-8 cm )

3) Mengalami Kecemasan

4) Persalinan fisiologis tanpa komplikasi yang menyertai

5) Aterm ( Cukup Bulan)

6) Dapat berkomunikasi dengan baik

7) Bersedia menjadi responden

b. Sedangkan kriteria ekslusinya :

1) Ibu bersalin patologi

2) Ibu bersalin yang alergi terhadap minyak

3) Ibu bersalin yang menderita asma

D. Variabel ( Cara Pengukuran Dan Cara Pengamatan)

Menurut Notoatmodjo (2013, p. 43), variabel adalah sesuatu atau

bagian dari inividu atau objek yang dapat diukur. Pada penelitian ini, variabel

yang digunakan adalah variabel terikat (dependen) dan variabel bebas

(independen). Yang termasuk variabel terikat adalah tingkat kecemasan ibu

bersalin, sedangkan yang termasuk varibel bebas aroma terapi lavender.

E. Definisi Operasional
50

Tabel 3.1.DefinisiOperasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur
1 Aroma Terapi Proses menghirup Kuisioner Mengisi 1. Sebelum Ordinal
Lavender aromaterapi kuisioner dilakukan
lavender dengan intervensi
menggunakan
essential oil atau
sari minyak murni
lavender yang
memiliki khasiat
penenang.

2 Tingkat Pengalaman emosi Skala Mengisi 14 Skor < 14 = Interval


Kecemasan Ibu dan subjektif tanpa Hamilton simptonskal tidak ada
bersalin ada objek yang Anxiety a HARS ( kecemasan
spesifik sehingga Rating Hamilton
ibu bersalin Scale Anxiety Skor 14-20 =
merasakan suatu (HARS) Rating kecemasan
perasaan khawatir Scale) ringan
(was-was) seolah-
olah ada sesuatu Skor 21-27 =
yang buruk akan kecemasan
terjadi pada sedang
persalinanya.
Skor 28-41 =
kecemasan
berat

Skor 42-56 =
panik/
kecemasan
sangat berat

3 Aroma Terapi Proses menghirup Kuisioner Mengisi 2. Setelah Ordinal


Lavender aromaterapi kuisioner diberikan
lavender dengan intervensi
menggunakan
essential oil atau
sari minyak murni
lavender yang
memiliki khasiat
penenang.

F. Instrumen Penelitian
51

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

penumpulan data (Notoatmodjo, 2013). Alat yang digunakan dalam

penelitian ini terbagi menjadi 2 bagian yaitu :

1. Data personal responden

Nama, usia, pendidikan terakhir, riwayat pemeriksaan kehamilan, riwayat

dan pekerjaan klien.

2. Kuisioner pengukur tingkat kecemasan

Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan menurut

alat ukur kecemasan yang disebut HARS.

Kuisioner HARS telah banyak digunakan pada berbagai penelitian

terkait tingkat kecemasan ; efektifitas pemberian aromaterapi untuk

menurunkan kecemasan ibu hamil trimester III dalam persiapan

menghadapi persalianan di BPM Suprijati Desa Bagi kabupaten Madiun (

Suprijati, 2014), pengaruh kecemasan ibu terhadap proses persalinan kala

I fase aktif di BPS Atik Suharjati Surabaya (Masruroh, 2015), Pemberian

aromaterapi lavender terhadap penurunan kecemasan pada asuhan

keperawatan (Isnaini,2015), Perbedaan tingkat kecemasan dalam

menghadapi persalinan antara primigravida dan multigravida (Syahrul,

fahriani dan eka roisa shodiqoh, 2015).

Pada penelitian ini tidak dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas

karena skala HARS sudah terstandar internasional (Norman, 2005).

Kuisioner HARS Dikembangkan olehdr. M. Hamilton tahun 1959.

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya.

G. Teknik dan Analisa Data


52

Menurut Notoatmodjo (2013, p. 182-183) analisis suatu data penelitian

biasanya melalui prosedur bertahap antara lain:

1. Analisa Univariat

Analisis univariat adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Analisa univariat ini bertujuan

untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik setiap variabel

penelitian. Data univariat yang yang dianalisis penelitian ini adalah

menggambarkan tingkat kecemasan ibu bersalin.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan antara

dua variabel, yaitu mengidentifikasi perbedaan tingkat kecemasan ibu

bersalin sebelum dan sesudah diberikan aroma terapi lavender. Sebelum

melakukan analisis data, peneliti melakukan uji normalitas data. Peneliti

mendapatkan hasil uji normalitas data menunjukan data terdistribusi

normal sehingga uji analisis data yang digunakan adalah Paired T-test.

H. Langkah-Langkah Penelitian

1. Tehnik Pengumpulan Data

a. Sumber data

Data primer merupakan data sumber pertama yang diperoleh dari

individu atau secara perorangan misalnya hasil wawancara atau hasil

pengisian kuisioner yang dilakukan oleh peneliti (Sugiyono, 2012).

Data primer diperoleh dengan cara memberikan lembar pengukuran

tingkat kecemasan (Skala HARS).


53

b. Tahap Pengumpulan Data

1) Prosedur Administratif

a) Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian yang

dikeluarkanolehprodi D-4 kebidanan Poltekkes Kemenkes

Palembang dan ditujukan kepada BPM Kota Palembang

b) Setelah peneliti mendapatkan izin dari BPM Kota Palembang,

peneliti menyiapkan alat dan bahan untuk memberikan

aromaterapi lavender.

2) Prosedur Teknis

a) Peneliti memilih responden yang sesuai dengan criteria inklusi

dan eksklusi.

b) Peneliti menjelaskan tujuan prosedur penelitian dan tehnik

penelitian kepada responden.

c) Peneliti meminta persetujuan dari calon responden untuk

berpartisipasi dalam penelitian. Setiap responden diberikan

kebebasan untuk memberikan persetujuan atau menolak untuk

menjadi subjek penelitian. Setelah calon responden

menyatakan bersedia untuk mengikuti prosedur penelitian,

maka responden diminta untuk menandatangani lembar

informed consent yang telah disediakan oleh peneliti.

d) Setelah responden mengisi lembar informed consent,

kemudian responden diminta untuk mengisi data demografi

meliputi nama, usia, alamat, dan nomor kontak.


54

e) Peneliti menjelaskan kepada responden sesuai dengan etika

pelitian yaitu pengukuran kecemasan dilakukan sebelum

sesudah diberikan intervensi.

f) Peneliti mengukur tingkat kecemasan responden (pretest).

Peneliti mendampingi responden pada persalinan kala I sambil

menanyakan pertanyaan yang ada di kuisioner agar

memudahkan pasien dalam memahami dan menjawabnya. Jika

pada saat pengisian responden mengalami kontraksi, maka

pengisian kuisioner dilakukan pada saat responden merasa

lebih baik. Waktu pengisian dilakukan kurang lebih 10- 30

menit untuk setiap responden. Hasil kegiatan ini dijadikan

sebagai data pretest.

g) Selanjutnya, Peneliti memberikan intervensi aromaterapi

lavender. Intervensi aromaterapi lavender diberikan dengan

cara inhalasi yaitu aromaterapi lavender sebanyak 0,1ml

diencerkan dengan minyak karieziatun (virgin olive oil)

sebanyak 1ml. teteskan 3 tetes essensial oil lavender yang telah

diencerkan pada tisu ukuran 15 cm x 15 cm dihirup mengikuti

tarikan nafas selama 5 menit. Tisu diletakan hanya sampai

menyentuh hidung. Bila responden mengalami hal yang tidak

di inginkan, maka pemberian aromaterapi dihentikan saat itu

juga.

h) Setelah 30 menit kemudian, peneliti mengukur kecemasan

responden setelah diberikan aromaterapi lavender dengan


55

kuisioner HARS. Pada saat pengukuran peneliti mendampingi

responden. Pengisian kuisioner dilakukan selama 10-30 menit.

Hasil kegiatan ini dijadikan sebagai data post test.

i) Peneliti membandingkan antara tingkat kecemasan reponden

sebelum dan sesudah dilakukan intervensi

j) Peneliti mengumpulkan data yang selanjutnya diolah dan

dianalisa.

I. Tehnik Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2013, p. 22), pengolahan data meliputi :

1. Editing

Merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian

formulir atau kuisioner tersebut.

a. Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi.

b. Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup

jelas.

c. Apakah jawaban relevan dengan pertanyaanya.

d. Apakah jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban pertanyaan

yang lainya.

2. Coding

Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat, atau

huruf menjadi data atau angka atau bilangan. Setelah kuisioner

diedit dan disunting, selanjutnya melaukanan pengkoden. Coding


56

untuk variabel independen (Aromaterapi lavender) yaitu 1. Pre-test

2. Post test. Coding untuk variabel Dependen adalah sesuai dengan

angka yang di dapatkan pada saat penjumlahan skala HARS karena

skala hars merupakan bentuk interval maka nilai yang tertera harus

sesuai dengan jumlah poin dari setiap item yang di tanyakan

kepada responden.

3. Pemasukan Data (Processing / Entry)

Yakni jawaban- jawaban dari masing- masing responden

dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukan kedalam program

computer.

4. Pembersihan data(Cleaning)

Apabila semua data dari setiap sumber data/ responden selesai

dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-

kemungkinan adanya kesalahan, ketidaklengkapan, dan sebagiannya,

kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.


57
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Penelitian ini dilakukan di 4 BPM kota Palembang, yaitu :

1) Nama klinik : Bidan Praktik Mandiri Kustirah

Alamat : Jl. KH Wahid Hasyim Lorong Berdikari no

1404 RT 02 RW 01 Kelurahan 1 Ulu Darat

Palembang

Bidan praktik mandiri Kustirah berdiri pada tahun 2000. Klinik ini buka

setiap hari. Dari hari senin sampai minggu dan buka 24 jam. Pengelola

dan pendiri klinik ini adalah ibu Kustirah SST, M.Kes.

a) Ruangan Bidan Praktik Mandiri

Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat, BPM

Kustirah memiliki ruang antara lain:

(1) Ruangan ANC dan berobat

(2) Ruangan VK

(3) Ruangan perawatan ibu nifas dan bayi

(4) Ruang cuci bilas

(5) Ruang tunggu

57
b) Fasilitas pelayanan kesehatan

Bidan praktik mandiri Kustirah ini memiliki fasilitas untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut melalui program yang

ditentukan berdasarkan kesehatan masyarakat setempat serta tuntunan

dan kebutuhan masyarakat

Program BPM Kustirah :

a) Promosi Kesehatan

b) KIA/KB

c) Pengobatan

d) Imuniasasi

Tenaga kerja di BPM Kustirah:

(1) Pimpinan klinik : 1 orang bidan

(2) Pendamping : 2 orang bidan

2) Nama klinik : Bidan Praktik Mandiri Vitri Suzanti

Alamat : Komplek Multiwahana Jl Batu Ceper Blok F9

No 4 Sako Palembang Sumatera Selatan

Bidan praktik mandiri Vitri Suzanti berdiri pada tahun 2013. Klinik ini

buka setiap hari. Dari hari senin sampai minggu dan buka 24 jam.

Pengelola dan pendiri klinik ini adalah ibu Vitri Suzanti, Amd. Keb

1) Ruangan Bidan Praktik Mandiri

58
Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat, BPM Vitri

Suzanti memiliki ruang antara lain:

a) Ruangan ANC dan berobat

b) Ruangan VK

c) Ruangan perawatan ibu nifas dan bayi

d) Ruang cuci bilas

e) Ruang tunggu

2) Fasilitas pelayanan kesehatan

Bidan praktik mandiri Vitri Suzanti ini memiliki fasilitas untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut melalui program yang

ditentukan berdasarkan kesehatan masyarakat setempat serta tuntunan

dan kebutuhan masyarakat

Program BPM Vitri Suzanti :

a) Promosi Kesehatan

b) KIA/KB

c) Pengobatan

d) Imuniasasi

e) Menerapkan sistem hypnobirth

f) Pijat bayi

Tenaga kerja di BPM Vitri Suzanti:

(1) Pimpinan klinik : 1 orang bidan

(2) Pendamping : 3 orang bidan

59
3) Nama Klinik : Bidan Praktik Mandiri Bakiah Azhar

Alamat : Jl Palem 3 Blok B2 No 13 Komplek Pusri


Sako Palembang
4) Nama Klinik : Bidan Praktik Mandiri Fauziah Hatta

Alamat : Rumah Susun blok 52 Lt 1 No.3 Kel 26 Ilir

Palembang

60
2. Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang dapat disajikan antara lain usia,

pendidikan, pekerjaan dan pembukaan jalan lahir.

Tabel 4.1. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Usia,


Pendidikan Pekerjaan, Pembukaan Jalan Lahir

No Karakteristik Frekuensi %
1 Usia
<20 Tahun 6 20
20-35 Tahun 24 80
2. Pendidikan
SMP 4 13,3
SMA 24 80
PT 2 6,7
3 Pekerjaan
IRT 19 63,3
Pegawai Swasta 10 33,3
Lainya 1 3,34
4 Pembukaan
Kala I Fase Aktif Pembukaan 4 5 16,4
Kala I Fase Aktif Pembukaan 5 12 40
Kala I Fase Aktif Pembukaan 6 10 33,3
Kala I Fase Aktif Pembukaan 7 3 10
Total 30 100

Dari Tabel 4.1. Dapat diketahui bahwa 80% responden berada pada

kelompok usia 20-35 tahun, 80% responden berpendidikan SMA,

63,3% merupakan ibu rumah tangga dan pada saat peneliti datang paling

61
banyak ibu sedang dalam pembukaan 5 dengan jumlah 12 responden

(40%).

3. Analisis Univariat

Analisis univariat yang dapat disajikan dalam penelitian ini meliputi skor

Jumlah responden dan persentase tingkat kecemasan ibu sebelum dan setelah

diberikan aromaterapi lavender di BPM Kota Palembang Tahun 2018.

Tingkat kecemasan pada responden sebelum diberikan aromaterapi

lavender dapat dilihat dari tabel 4.2

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat


Kecemasan Sebelum Diberikan Aromaterapi Lavender Di BPM Kota
Palembang Tahun 2018

No Tingkat Kecemasan Frekuensi Persentase

1 Kecemasan Ringan 11 36,7


2 Kecemasan Sedang 18 60
3 Kecemasan Berat 1 3,33
TOTAL 30 100

Dari Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa terdapat 18 responden (26,6%)

mengalami kecemasan sedang dan hanya ada 1 (3,34%) reponden yang

mengalami kecemasan berat.

62
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat
Kecemasan Setelah Diberikan Aromaterapi Lavender Di BPM Kota
Palembang Tahun 2018

No Tingkat Kecemasan Frekuensi Persentase

1 Tidak Ada Kecemsan 7 23,3


2 Kecemasan Ringan 17 56,7
3 Kecemasan Sedang 6 20
4 Kecemasan Berat 0 0
TOTAL 30 100

Dari Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa terdapat 17 responden (56,7%) yang

mengalami kecemasan ringan dan hanya ada 6 responden (20%) yang

mengalami kecemasan sedang.

4. Uji Normalitas Data

Sebelum dilakukan analisis bivariat dilakukan uji nomalitas terlebih dahulu

terhadap data yang ada. Hasil uji normalitas dapat dilihat dari tabel 4.4.

Table 4.4. Hasil Uji Normalitas Data Responden Sebelum Diberikan


Aromaterapi Lavender di BPM Kota Palembang tahun 2018

Variabel Shapiro Wilk

N Df Sig

Skor Pre intervensi 30 30 .326

Skor post intervensi 30 30 .063

Dari tabel 4.4 diatas dapat diketahui hasil Uji normalitas yang digunakan adalah

saphiro –wilk karena jumlah responden <50 orang (Dahlan, 2012). Hasil uji

normalitas diperolah nilai untuk kelompok sebelum (pre-test) diberikan

63
aromaterapi lavender adalah 0,326 hal ini menunjukan bahwa hasil uji

normalitas terdistribusi normal (p>0.05). Sedangkan hasil uji normalitas

diperoleh nilai untuk kelompok setalah diberikan aromaterapi lavender adalah

0,063. Hasil ini juga menunjukan bahwa data terdistribusi secara normal (p >

0,05). Sehingga uji hipotesis yang digunakan adalah Uji T berpasangan (paired t-

test)

5. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk menguji hipotesis penelitian yaitu

apakah terdapat perbedaan skor tingkat kecemasan sebelum dan selah

diberikan aromaterapi lavender. Untuk menentukan pengaruh kelompok ibu

bersalin yang menggunakan aromaterapi lavender dengan uji statistik yang

sesuai dengan penelitian.

64
a. Uji T-test Berpasangan

Tabel 4.5. Hasil uji T-Test Berpasangan Tingkat Kecemasan Ibu Bersalin
Sebelum dan Setelah Diberikan Aromaterapi Lavender Di BPM Kota
Palembang Tahun 2018

No Rerata Selisih Ik 95% Nilai p


1 Tingkat kecemasan 20,8 3,2 1,84- < 0,000
sebelum diberikan 4,56
aromaterapi lavender

2 Tingkat kecemasan 17,6


setelah diberikan
aromaterapi lavender

Tabel 4.5 menggunakan uji Statistik paired t-test untuk mengetahui rata-rata

perubahan tingkat kecemasan ibu bersalin sebelum dan setalah diberikan

aromaterapi lavender. Dapat diketahui rata-rata tingkat kecemasan ibu bersalin

sebelum diberikan aromaterapi lavender adalah 20,8 sedangkan rata-rata tingkat

kecemasan ibu bersalin setelah diberikan aromaterapi lavender adalah 17,6. Hasil

ini menunjukkan terdapat penurunan tingkat kecemasan ibu sebelum dan setelah

dengan selisih 3,2. Berdasarkan tabel 4.5. diatas diperoleh nilai signifikan

sebesar 0,000 (p- value <0,05) artinya pada tingkat kepercayaan 95% ada

pengaruh yang signifikan rata-rata nilai skor tingkat kecemasan sebelum dan

setalah pemberian aromaterapi lavender di BPM Kota Palembang Tahun 2018

65
B. PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan ibu

bersalin sebelum dan setelah diberikan aromaterapi lavender serta

mengidentifikasi pengaruh aromaterapi lavender terhadap tingkat kecemasan ibu

bersalin di BPM Kota Palembang. Pada bab ini peneliti akan membahas hasil

penelitian. interpretasi penelitian yang telah di dapat akan dibandingkan dengan

hasil penelitian dan teori yang terkait.

1. Tingkat Kecemasan Responden Sebelum Diberikan Aromaterapi

Lavender

Dari tabel 4.4. distribusi frekuensi rata-rata tingkat kecemasan

responden sebelum diberikan aromaterapi terbanyak mengalami kecemasan

ringan sebanyak 18 responden (60%). Hawari (2016) menyatakan, bahwa

kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan

ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak

mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh,

perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas normal.

Adapun faktor yang dapat menyebabkan kecemasan itu sendiri adalah

usia pendidikan , tingkat pengetahuan ibu itu sendiri. Penelitian ini sejalan

dengan penelitian Anggraini (2013) yang menyatakan bahwa keadaan fisik

ibu dapat menjadi faktor yang memperngaruhi kecemasan pada persalinan

Kala I. penelitian ini juga didukung oleh Lestari (2015) yang menyatakan

66
bahwa semakin muda ibu maka akan semakin mudah juga ibu merasakan

cemas. Pendidikan atau tingkat pengetahuan responden akan sangat

mempengaruhi tingkat kecemasan ibu bersalin. penelitian ini sejalan dengan

penelitian Rinawati (2009) yang menyatakan bahwa pengetahuan yang

rendah dapat mengakibatkan seorang mudah mengalami kecemasan.

Ketidaktahuan tentang suatu hal yang baru karena kurangnya informasi akan

dianggap sebagai tekanan yang dapat menimbulkan kecemasan.

Penelitian ini juga sejalan dengan pernyataan Lestari (2015) tingkat

pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap

sesuatu yang datang baik dari luar maupun dari dalam. Orang yang

mempuyai pendidikan tinggi akan lebih mudah memahami bahwa persalinan

merupakan hal fisiologis dan tidak perlu berfikir bahwa persalinan adalalah

hal yang mnegancam. Penelitian ini di dukung juga oleh penelitian

Masruroh (2015) yang menyimpulkan bahwa, semakin tinggi tingkat

kecemasan ibu bersalin makan akan semakin mengganggu proses persalinan

yang akan dilaluinya. Kecemasan sendiri dapat terjadi karna adanya

beberapa faktor seperti usia pendidikan, dan tingkat penetahuan.

Hasil penelitian secara univariat terlihat distribusi frekuensi dalam

penelitian ini ditemukan bahwa responden mengalami berbagai tingkat

kecemasan pada persalinan kala I baik ibu yang telah diberikan aromaterapi

lavender dan ibu yang belum diberikan aromaterapi lavender. Hasil

distribusi frekuensi ibu sebelum diberikan aromaterapi lavender

menunjukkan bahwa rata-rata ibu mengalami kecemasan sedang.

67
2. Tingkat Kecemasan Ibu Bersalin Setelah Diberikan Aromaterapi

Lavender

Dari tabel 4.3. distribusi frekuensi rata-rata tingkat kecemasan stelah

diberikan aromaterapi lavender sebanyak 56,7% responden mengalami

kecemasan ringan. Penelitian ini menunjukan adanya rata-rata penurunan

tingkat kecemasan ibu bersalin kala I Setelah diberikan aromaterapi lavender.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Syukrini (2016) di RSUD

Tangerang, yang menunjukan rata-rata skor tingkat kecemasan ibu bersalin

kelompok intervensi dan kelompok control pada pengukuran selisih

didapatkan nilai sig 0,000 (p< 0,05) dengan demikian dapat disimpulkan

terdapat perbedaan tingkat kecemasan yang bermakna antara kelompok

control dan kelompok intervensi.

Menurut Mackinnon (2004) dalam Riana (2015) manfaat aromaterapi

selain meningkatkan keadaan fisik dan psikologis, aromaterapi dapat

memberikan efek relaksasi bagi saraf dan otot-otot yang tegang.oleh karena

itu salah satu cara relaksasi yang digunakan untuk menunrunkan kecemasan

ialah dengan pemberian aromaterapi.

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa aromaterapi lavender mempunyai

manfaat dalam penurunan tingkat kecemasan ibu bersalin Kala I.

3. Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu

Bersalin

Pada tabel 4.5. menunjukan bahwa rata-rata tingkat kecemasan ibu

sebelum diberikan aromaterapi lavender yaitu 20,8 atau rata-rata ibu

68
mengalami kecemasan sedang pada saat bersalin. sedangkan rata-rata tingkat

kecemasan ibu bersalin yang telah diberikan aromaterapi lavender yaitu

sebesar 17,6 atau rata-rata tingkat kecemasan ibu bersalin yang telah

diberikan aromaterapi lavender pada posisi cemas ringan. Perbedaan rata-rata

tingkat kecemasan ibu bersalin antara ibu yang diberikan aromaterapi

lavender dan tidak diberikan aromaterapi lavender yaitu -3,2.

Oleh karena rata-rata tingkat kecemasan ibu bersalin yang diberikan

aromaterapi lavender lebih kecil dari pada ibu bersalin yang tidak diberikan

aromaterapi lavender maka dapat dinyatakan bahwa aromaterapi lavender

dapat menurunkan tingkat kecemasan ibu pada saat melahirkan ( kala 1 fase

aktif). Diperoleh nilai signifikan sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf signifikan

yaitu 0,05 (P-value: 0,000< 0,05).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Gatiningsih (2009) yang

dilakukan di Poliklinik desa Sidoharjo yang menunjukan bahwa pemberian

aromaterapi lavender dapat menurunkan tingkat kecemasan ibu bersalin

primipara dengan menggunakan uji statistic wilcoxon signed rangks test

diperoleh nilai sebesar z: -2,4 dengan p= 0,006 (p<0,05).

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Mahin, dkk (2011)

yang dilakukan terhadap 102 ibu bersalin primipara yang menunjukan hasil

penurunan signifikan pada tingkat kecemasan ibu bersalin sebelum dan

setelah diberikan aromaterapi lavender dengan nilai p =0,049 dengan analisis

uji chi-square. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberian aromaterapi

lavender secara inhalasi dapat mengurangi tingkat kecemasan ibu bersalin.

69
Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataaan Gatiningsih (2009),

Menghirup aromaterapi lavender yang mengandung linalyl dan linalool asetat

secara inhalasi dapat memecah penyumbatan serotonin yang dapat

menyebabkan kecemasan pada ibu bersalin. Penelitian ini juga didukung

pernyataan Poerwadi (2006) yang menyatakan bahwa menghisup aromaterapi

lavender dapat mengurangi rasa kuatir yang berlebihan, mengurangi rasa sakit

serta mencairkan suasana yang tegang.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan pernyataan Hariana (2009)

yang menyatakan bahwa manfaat aromaterapi yaitu menumbukan perasaan

tenang (rileks) pada jasmani, pikiran dan rohani, menciptakan suasana yang

damai, serta dapat menjauhkan dari perasaan cemas dan gelisah.

Berdasarkan uraian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa lebih dari

sebagian ibu bersalin yang mengalami kecemasan sedang sebelum diberikan

aromaterapi lavender. Tetapi setalah dilakukan pemberian aromaterapi

lavender ada penurunan tingkat kecemasan ibu bersalin.

Berdasarkan hasil penelitian, Peneliti menyimpulkan bahwa terdapat

penurunan tingkat kecemasan ibu bersalin setelah diberikan aromaterapi

lavender selama 5 menit. Aromaterapi lavender dapat memecah adanya

penyumbatan serotonin melalui sistem saraf dan dapat memberikan efek

rileks yang dapat rasa takut, rasa khawatir, dan perasaan tegang.

70
4. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan yang peneliti alami dalam melakukan penelitain ini

antara lain aromaterapi lavender merupakan ilmu baru sehingga peneliti

harus melakukan pendekatan dan menjelaskan dengan sebaik mungkin

sehingga responden paham akan manfaat aromaterapi lavender serta

bersedia menjadi responden.

71
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Tingkat kecemasan ibu bersalin sebelum diberikan aromaterapi lavender rata-

rata mengalami kecemasan sedang.

2. Tingkat kecemasan ibu bersalin setelah diberikan aromaterapi lavender rata-

rata mengalami penurunan yaitu kecemasan ringan

3. Terdapat pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap tingkat

kecemasan ibu bersalin yang signifikan dengan hasil uji T-test berpasangan,

yaitu (p- value= 0,000).

B. Saran

1. Bagi Pendidikan

Diharapkan dapat menjadi bahan refrensi bagi perpustakaan, dan dapat

menjadi bahan masukan mengenai aromaterapi lavender untuk

menurunkan tingkat kecemasan ibu bersalin serta dapat digunakan sebagai

bahan masukan penelitian sejenis lainya dan menjadi refrensi materi

pebelajaran terkait dengan asuha kebidanan persalinan untuk mengatasi

kecemasan ibu bersalin. Selain itu juga diharapkan kepada tenaga

pendidik (institusi) kesehatan juga perlu menguasi tehnik-tehnik non

72
farmakologis khususnya pemberian aromaterapi lavender pada ibu

bersalin.

2. Bagi Peneliti Lain

Perlu dilakukan penelitian tentang terapi non farmakologi lain yang dapat

mengurangi kecemasan ibu bersalin dan perlu dilakukan penelitian serupa

dengan sampel yang lebih besar, memperluas populasi dan ada kelompok

kontrol.

3. Bagi Ibu bersalin

Agara penelitian ini dapat diterapkan ibu bersalin sehingga aromaterapi

lavender dapat memberikan efektifitasnya yaitu menurunkan tingkat

kecemasan ibu bersalin.

73
DAFTAR PUSTAKA

Adams, SS. (2012). Fear of childbirth and duration of labour : a study of 2206
wowen birth intended vaginal delivery.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22734617. Health service research
centre. 119: 1238-1246. Diakses tanggal 12 Desember 2017.
Anggraini, Deri Riski. 2013. Kupas Tuntas Seputar Kehamilan. Jakarta. PT Agro
Meid Pustaka

Aprilia, Yesie. 2014. Catatan ayah pintar, Menjadi Pendamping Persalinan Yang
Super. Yogykarta: C.V Andi Offset

Burns, E., Zobbi, V., Panzeri, D., Oskrochi, R., & Regelia, A. (2007). Aromateraphy
in Childbirth: A Pilot randomized controlled trial .
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?term=Aromateraphy+in+Childbirth%3
A+A+Pilot+randomized+controlled+trial. BJOG an International Journal of
Obstetics and gynaecology. Diakses tanggal 20 Desember 2017.

Da Porto C., Decorti D., Kikic I (2009). Flavour Compounds Of Lavandula


Angustifolia To Use In Food Manufacturing
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23410527: Comparison Of Three
Different Extraction Metods. Vol 112,107-1078. Diakses tanggal 15 Desember
2017.

Dahlan, M. Sopyudin. 2012. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta:


Salemba Medika

Dewi, Ratna Dilla., Farhan Dika Putra, Dan Rani Fitriani Arifin. (2017). Pengaruh
aromaterapi lavender terhadap penurunan kecemasan ibu pre-operasi section
caesaria di rumahsakitbersalin. Caring nurshing journal, vo1 , 51-56. Diakses
tanggal 15 desember 2017.

El- Sharif, Muhammad. 2015. Aromateraphy for health. BJOG an International


Journal of Obstetics and gynaecology. Diakses tanggal 15 Desember 2017

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2014). Metode Penelitian Kebidnan Dan Tehnik Analis
Data. Jakarta: Salemba Medika.

Hawari, Dadang. (2016). Menejemen Stres, Cemas, Dan Depresi. FKUI: Jakarta
Hutasoit, aini. 2002. Panduan Aromatherapy Untuk pemula. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka.

73
Igarashi. Physical And Psychologic Effects Of Aromatherapy Inhalation On Pregnant
Women: A Randomized Controlled Trial.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?term=Physical+And+Psychologic+Effe
cts+Of+Aromatherapy+Inhalation+On+Pregnant+Women. Diakses tanggal 18
desember 2017.

Insaini, Fitria.(2015). Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Penurunan


Kecemasan Pada Asuhan Keperawatan. Care Nurshing Journal, Vol 2 230-235.
Johariyah dan Ningrum Ermawahyu. 2015. Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi
Baru Lahir. Jakarta: Trans Info Media.

Kepanitraan klinik ilmu kedokteran jiwa universitas tarumanegara. 2012. Gangguan


cemas.

Kusuma, Widjaja. 2000. Khasiat Bahan Herbal. Batam: Interaksara.

Kuswandi, Lanny.2014. Keajaiban Hypno-Birthing. Jakarta: Pustaka Bunda

Lestari, Titik. 2015. Kumpulan Teori Untuk Kajian Pustaka Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika

Lopez et. al.(2016). Exploring Pharmacological Mechanisms of Lavender


(Lavandulaangustifolia) Essential Oil on Central Nervous System Targets.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?term=Exploring+Pharmacological+Me
chanisms+of+Lavender+(Lavandula+angustifolia)+Essential+Oil+on+Central+
Nervous+System+Targets. Diakses tanggal 20 desember 2017.

Madah, Larasati., dan Retno Kumolohadi . (2013). Kecemasan ditinjau dari


keikutsertaan ibu dalam senam hamil .Jurnal delima, harapan vol 1 54-60.

Mahin, et. al. (2008).The effect of lavender oil on level of anxiety during first stage of
labor in primigravida women.
www.sid.ir/En/Journal/Viewpaper.aspx?id256499. The quarterly jurnal of
fundamental of mental health, vol 12, 720-726. Diakses 15 desember 2017.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Sinopsis Obstetry Jilid I. EGC. Jakarta

Masruroh, Nur. (2015). Pengaruh kecemasan ibu terhadap Proses Persalinan kala I
Fase Aktif, Jurnal Ilmiah KesehatanVol 8, 162-170.

Nursiah, Ai. , Ani Rukmawati, Dan Dewi Laelatul Badriah. 2012. Asuhan persalinan
normal bagi bidan . Bandung. PT. Refika Aditama

74
Norman, Matthew. 2005. Hamilton Anxiety Rating Scale (HAR-S). Atlanta :
psychiatric associetes of atlanta, LLC, 2005.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2013. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka


cipta.

Permadi, Pon. (1983). Pedoman praktis belajar teori Aromaterapi. Bandung:


Bandung Alumni.
Poerwadi, Rina. 2006. Aromaterapi Sahabat Calon ibu. Jakarta: Dina Rakyat.

Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:


PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sugiyono. (2012). Metodelogi Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Suprijati.(2014). Efektifitas pemberian aromaterapi untuk menurunkan kecemasan


ibu hamil trimester III dalam persiapan menghadapi persalinan. Jurnal delima
harapan, volume 2, 58- 65.

Sutanto, dan Linawaty. Efektifitas Aromaterapi melalui Inhalasi. Jurnal Of Nurshing.


Vol. 9, 160-165.

Swarjana, I ketut. 2015. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: CV. Andi


Offset.

Syahrul,Fahriani Dan Eka Roisa Shodiqoh. (2015). Perbedaan Tingkat Kecemasan


Dalam Menghadapi Persalinan Antara Primigravida Dan Multigravida.Jurnal
Berkala Epidemiologi, Volume 2, 141-150.

Syukrini, Rahma dwi. (2016). Pengaruh Aromaterapi Terhadap Tingkat Kecemasan


Pada Ibu Berslin Kala I Di Kamar Bersalin RSU Kabupaten Tangerang. Jurnal
tahunan UIN Syarif Hidyatullah. Vol 14 : 120-128.

75

Anda mungkin juga menyukai