Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KELUARGA

Disusun Oleh:
Nurul Widiyawati
SN201186

PROGRAM STUDI
SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2019/2020
A. DEFINISI
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dimana terjadi
interaksi antara anak dan orang tuanya (Padila,2012). Sedangkan menurut
Friedman (2010) keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang
tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan
dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan
didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan
kebudayaan. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena
hubungan darah, perkawinan dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang
berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya (Ali, 2010).

B. TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA


Perkembangan keluarga merupakan model kerangka kerja yang
memperkenalkan bahwa keluarga berkembang melalui pengalaman dan
transisi peran yang dialami selama perkembangan. Prinsip-prinsip yang
digunakan dalam melihat perkembangan keluarga dapat dilihat melalui tugas
perkembangan keluarga. Tugas perkembangan keluarga harus dipenuhi setiap
perkembangannya. Keluarga dituntut untuk dapat memenuhi tugas
perkembangan di setiap priode transisi, keluarga akan mampu memenuhi
tugas perkembangan yang harus diselesaikan dengan pemahaman terhadap
tugas perkembangan keluarga (Riasmini dkk, 2017).
1. Tahap pertama pasangan baru atau keluarga baru (beginning family)
Keluarga baru dimulai pada saat masing-masing individu, yaitu suami dan
istri membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan
keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga
masing-masing, secara psikologi keluarga tersebut membentuk keluarga
baru. Suami istri yang membentuk keluarga baru tersebut perlu
mempersiapkan kehidupan yang baru karena keduanya membutuhkan
penyesuaian peran dan fungsi sehari-hari. Masing-masing pasangan
menghadapi perpisahan dengan keluarga orang tuanya dan mulai membina
hubungan baru dengan keluarga dan kelompok sosial pasangan masing-
masing. Masing-masing belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan
kebiasaan sendiri dan pasangannya. Misalnya kebiasaan makan, tidur,
bangun pagi, bekerja dan sebagainya. Hal ini yang perlu diputuskan adalah
kapan waktu yang tepat untuk mempunyai anak dan berapa jumlah anak
yang diharapkan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain:
a. Membina hubungan intim dan kepuasan bersama.
b. Menetapkan tujuan bersama
c. Membina hubungan dengan keluarga lain; teman, dan kelompok
sosial; 4) Merencanakan anak (KB)
d. Menyesuaikan diri dengan kehamilan dan mempersiapkan diri untuk
menjadi orang tua.
2. Tahap kedua keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing
family)
Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai
kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30
bulan (2,5 tahun). Kehamilan dan kelahiran bayi perlu disiapkan oleh
pasangan suami istri melalui beberapa tugas perkembangan yang penting.
Kelahiran bayi pertama memberi perubahan yang besar dalam keluarga,
sehingga pasangan harus beradaptasi dengan perannya untuk memenuhi
kebutuhan bayi. Masalah yang sering terjadi dengan kelahiran bayi adalah
pasangan merasa diabaikan karena fokus perhatian kedua pasangan tertuju
pada bayi. Suami merasa belum siap menjadi ayah atau sebaliknya. Tugas
perkembangan pada masa ini antara lain :
a. Persiapan menjadi orang tua
b. Membagi peran dan tanggung jawab
c. Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang
menyenangan
d. Mempersiapkan biaya atau dana child bearing
e. Memfasilitasi role learning anggota keluarga
f. Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita
g. Mangadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.
3. Tahap ketiga keluarga dengan anak pra sekolah (families with preschool)
Tahap ini dimulai saat kelahirn anak berusia 2,5 tahun dan berakhir saat
anak berusia 5 tahun. Pada tahap ini orang tua beradaptasi terhadap
kebutuhan-kebutuhan dan minat dari anak prasekolah dalam meningatkan
pertumbuhannya. Kehidupan keluarga pada tahap ini sangat sibuk dan
anak sangat bergantung pada orang tua. Kedua orang tua harus mengatur
waktunya sedemikian rupa, sehingga kebutuhan anak, suami/istri, dan
ekerjaan (punya waktu/paruh waktu) dapat terpenuhi. Orang tua menjadi
arsitek keluarga dalam merancang dan mengarahkan perkembangan
keluarga agar kehidupan perkawinan tetap utuh dan langgeng dengan cara
menguatkan kerja sama antara suami istri. Orang tua mempunyai peran
untuk menstimulasi perkembangan individual anak, khususnya
kemandirian anak agar tugas perkembangan anak pada fase ini tercapai.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut:
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti : kebutuhan tempat
tinggal, privasi, dan rasa aman
b. Membantu anak untuk bersosialisasi
c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak
yang lain juga harus terpenuhi
d. Mempertahakan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar
keluarga ( keluarga lain dan lingkungan sekitar)
e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak ( tahap paling
repot)
f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak.
4. Tahap keempat keluarga dengan anak usia sekolah (families with children)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah pada usia
6 tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini keluarga mencapai
jumlah anggota keluarga maksimal, sehngga keluarga sangat sibuk. Selain
aktifitas di sekolah, masing-masing anak memiliki aktifitas dan minat
sendiri demikian pula orang tua yang mempunyai aktifitas berbeda dengan
anak. Untuk itu, keluarga perlu bekerja sama untuk mencapai tugas
perkembangan. Pada tahap ini keluarga (orang tua) perlu belajar berpisah
dengan anak, memberi kesempatan pada anak untuk bersosialisasi, baik
aktifitas di sekolah maupun di luar sekolah. Tugas perkembangan keluarga
pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a. Memberikan perhatian tentang kegiatan sosial anak, pendidikan dan
semangat belajar
b. Tetap mempertahanan hubungan yang harmonis dalam perkawinan
c. Mendorong anak unuk mencapai pengembangan daya intelektual
d. Menyediakan aktifitas untuk anak
e. Manyesuaikan pada aktifitas komunitas dengan mengikutsertakan
anak.
5. Tahap kelima keluarga dengan anak remaja (families with teenagers)
Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya
berakhir sampai pada usia 19-20 tahun, pada saat anak meninggalkan
rumah orang tuanya. Tujuannya keluarga melepas anak remaja dan
memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk
mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa. Tugas perkembangan keluarga
pada tahap ini antara lain sebagai berikut :
a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab
mengingat remaja yang sudah bertambah dan meningkat otonominya.
b. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
c. Mempertahakan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang
keluarga.
6. Tahap keenam keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (lounching
center families)
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya
tahap ini bergantung pada banyaknya anak dalam keluarga atau jika anak
yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua. Tujuan
utama pada tahap ini adalah mengorganisasi kembali keluarga untuk tetap
berperan dalam melepas anaknya untuk hidup sendiri. Keluarga
mempersiapkan anaknya yang tertua untuk membentuk keluarga sendiri
dan tetap membantu anak terakhir untuk lebih mandiri. Saat semua anak
meninggalkan rumah, pasangan perlu menata ulang dan membina
hubungan suami istri seperti pada fase awal. Orang tua akan merasa
kehilangan peran dalam merawat anak dan merasa kosong karena
anakanaknya sudah tidak tinggal serumah lagi. Guna mengatasi keadaan
ini orang tua perlu melakukan aktifitas kerja, meningkatkan peran sebagai
pasangan, dan tetap memelihara hubungan dengan anak. Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah :
a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Membantu orang tua suami atau istri yang sedang sakit dan memasuki
masa tua
d. Mempersiapkan untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anak
e. Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga
f. Berperan sebagai suami istri, kakek, dan nenek
g. Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-
anaknya.
7. Tahap ketujuh keluarga usia pertengahan (middle age families)
Tahapan ini dimulai saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada tahap ini
semua anak meninggalkan rumah, maka pasangan berfokus untuk
mempertahankan kesehatan dengan berbagai aktifitas. Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini atara lain adalah:
a. Mempertahankan kesehatan
b. Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam arti mengolah
minat sosial dan waktu santai
c. Memulihkan hubungan antara generasi muda dengan generasi tua
d. Keakraban dengan pasangan
e. Memelihara hubungan/kontak dengan anak dan keluarga
f. Persiapan masa tua atau pensiun dengan meningkatkan keakraban
pasangan.
8. Tahap kedelapan keluarga usia lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga dimulai saat salah satu pasangan
pensiun, berlanjut salah satu pasangan meninggal. Proses usia lanjut dan
pensiun merupakan realitas yang tidak dapat dihindari karena berbagai
proses stresor dan kehilangan yang harus dialami keluarga. Stresor
tersebut adalah berkurangnya pendapatan, kehilangan berbagai hubungan
sosial, kehilangan pekerjaan serta perasaan menurunnya produktifitas dan
fungsi kesehatan. Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan
merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini. Usia lanjut umumnya
lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada tinggal bersama
anaknnya. Tugas perkembangan tahap ini adalah :
a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
b. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan
fisik, dan pendapatan
c. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat
d. Mempertahakan hubungan anak dan sosial masyarakat
e. Melakukan life review
f. Menerima kematian pasangan, kawan, dan mempersiapkan kematian
(Riasmini, dkk., 2017).

C. POLA DAN PROSES KOMUNIKASI KELUARGA


Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang
atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat,
sehingga pesanyang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2014). Dimensi
pola komunikasi terdiri dari dua macam, yaitu pola yang berorientasi pada
konsep dan pola yang berorientasi pada sosial yang mempunyai arah
hubungan yang berlainan (Soenarto, 2016).
1. Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)
Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan komunikasi secara
merata dan seimbang, peran yang dimainkan tiap orang dalam keluarga
adalah sama. Tiap orang dianggap sederajat dan setara
kemampuannya, bebas mengemukakan ide-ide, opini, dan
kepercayaan. Komunikasi yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka,
langsung, dan bebas dari pemisahan kekuasaan yang terjadi pada
hubungan inerpersona lainnya. Dalam pola ini tidak ada pemimpin dan
pengikut, pemberi pendapat dan pencari pendapat, tiap orang
memainkan peran yang sama. Komunikasi memperdalam pengenalan
satu sama lain, melalui intensitas, kedalaman dan frekuensi pengenalan
diri masing-masing, serta tingkah laku nonverbal seperti sentuhan dan
kontak mata yang seimbang jumlahnya. Tiap orang memiliki hak yang
sama dalam pengambilan keputusan, baik yang sederhana seperti film
yang akan ditonton maupun yang penting seperti sekolah mana yang
akan dimasuki anak-anak, membeli rumah, dan sebagainya. Konflik
yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman. Masalah diamati dan
dianalisa. Perbedaan pendapat tidak dilihat sebagai salah satu kurang
dari yang lain tetapi sebagai benturan yang tak terhindarkan dari ide-
ide atau perbedaan nilai dan persepsi yang merupakan bagian dari
hubungan jangka panjang. Bila model komunikasi dari pola ini
digambarkan, anak panah yang menandakan pesan individual akan
sama jumlahnya, yang berarti komunikasi berjalan secara timbal balik
dan seimbang.
2. Pola Komunikasi Seimbang Terpisah (Balance Split Pattern)
Dalam pola ini, persamaan hubungan tetap terjaga, namun dalam pola
ini tiap orang memegang kontrol atau kekuasaan dalam bidangnya
masing-masing. Tiap orang dianggap sebagai ahli dalam wilayah yang
berbeda. Sebagai contoh, dalam keluarga biasa, suami dipercaya untuk
bekerja/ mencari nafkah untuk keluarga dan istri mengurus anak dan
memasak. Dalam pola ini, bisa jadi semua anggotanya memiliki
pengetahuan yang sama mengenai agama, kesehatan, seni, dan satu
pihak tidak dianggap lebih dari yang lain. Konflik yang terjadi tidak
dianggap sebagai ancaman karena tiap orang memiliki wilayah sendiri-
sendiri. Sehingga sebelum konflik terjadi, sudah ditentukan siapa yang
menang atau kalah. Sebagai contoh, bila konflik terjadi dalam hal
bisnis, suami lah yang menang, dan bila konflik terjadi dalam hal
urusan anak, istri lah yang menang. Namun tidak ada pihak yang
dirugikan oleh konflik tersebut karena masing-masing memiliki
wilayahnya sendiri-sendiri.
3. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern)
Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai
ahli lebih dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu orang
yang mendominasi ini sering memegang kontrol. Dalam beberapa
kasus, orang yang mendominasi ini lebih cerdas atau berpengetahuan
lebih, namun dalam kasus lain orang itu secara fisik lebih menarik atau
berpenghasilan lebih besar. Pihak yang kurang menarik atau
berpenghasilan lebih rendah berkompensasi dengan cara membiarkan
pihak yang lebih itu memenangkan tiap perdebatan dan mengambil
keputusan sendiri. Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan
tegas, memberi tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memberi
opini dengan bebas, memainkan kekuasaan untuk menjaga kontrol, dan
jarang meminta pendapat yang lain kecuali untuk mendapatkan rasa
aman bagi egonya sendiri atau sekedar meyakinkan pihak lain akan
kehebatan argumennya. Sebaliknya, pihak yang lain bertanya, meminta
pendapat dan berpegang pada pihak yang mendominasi dalam
mengambil keputusan.
4. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)
Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini lebih bersifat
memerintah daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada
mendengarkan umpan balik orang lain. Pemegang kekuasaan tidak
pernah meminta pendapat, dan ia berhak atas keputusan akhir. Maka
jarang terjadi perdebatan karena semua sudah mengetahui siapa yang
akan menang. Dengan jarang terjadi perdebatan itulah maka bila ada
konflik masing-masing tidak tahu bagaimana mencari solusi bersama
secara baik-baik. Mereka tidak tahu bagaimana mengeluarkan
pendapat atau mengugkapkan ketidaksetujuan secara benar, maka
perdebatan akan menyakiti pihak yang dimonopoli. Pihak yang
dimonopoli meminta ijin dan pendapat dari pemegang kuasa untuk
mengambil keputusan, seperti halnya hubungan orang tua ke anak.
Pemegang kekuasaan mendapat kepuasan dengan perannya tersebut
dengan cara menyuruh, membimbing, dan menjaga pihak lain,
sedangkan pihak lain itu mendapatkan kepuasan lewat pemenuhan
kebutuhannya dan dengan tidak membuat keputusan sendiri sehingga
ia tidak akan menanggung konsekuensi dari keputusan itu sama sekali.

D. STRUKTUR PERAN KELUARGA


Menurut Friedman (2011) peran keluarga dapat diklasifikasikan menjadi
dua yaitu :
1. Peran Formal Keluarga
Peran formal adalah peran eksplisit yang terkandung dalam struktur
peran keluarga (ayah-suami,dll). Yang terkait dengan masing–masing
posisi keluarga formal adalah peran terkait atau sekelompok perilaku
yang kurang lebih homogen. Keluarga membagi peran kepada anggota
keluarganya dengan cara yang serupa dengan cara masyarakat membagi
perannya: berdasarkan pada seberapa pentingnya performa peran
terhadap berfungsinya sistem tersebut. Beberapa peran membutuhkan
ketrampilan atau kemempuan khusus: peran yang lain kurang kompleks
dan dapat diberikan kepada mereka yang kuarang terampil atau jumlah
kekuasaanya paling sedikit.
2. Peran Informal Keluarga
Peran informal bersifat implisit, sering kali tidak tampak pada
permukaannya, dan diharapkan memenuhi kebutuhan emosional
anggota keluarga dan/atau memelihara keseimbangan keluarga.
Keberadaan peran informal diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
integrasi dan adaptasi dari kelompok keluarga.

E. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang
utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan
anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini
dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota
keluarga.
2. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang
dilalui individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar
berperan dalam lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir.
Fungsi ini berguna untuk membina sosialisasi pada anak, membentuk
norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak
dan dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
3. Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah fungsi untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4. Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care
Function) adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini
dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.
F. STRESS DAN KOPING KELUARGA
Stres merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari.
Sarafino mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi yang disebabkan oleh
transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan jarak
antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari berbagai situasi dengan sumber-
sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang (Smet. 1994:
112). Menurut Ardani dalam bukunya psikologi klinis bahwa stres adalah
keadaan dimana seseorang yang mengalami ketegangan karena adanya
kondisi-kondisi yang mempengaruhi dirinya (Ardani, 2007: 37). Maramis
menyatakan bahwa stres adalah segala masalah atau tuntutan
menyesuaikan diri, yang karena tuntutan itulah individu merasa terganggu
keseimbangan hidupnya (Maramis, 1994: 134). Koping melibatkan upaya
untuk mengelola situasi yang membebani, memperluas usaha untuk
memecahkan masalah-masalah hidup, dan berusaha untuk mengatasi dan
menguragi stres. Keberhasilan dalam kopingberkaitan dengan sejumlah
karakteristik, termasuk penghayatan mengenai kendali pribadi, emosi
positif, dan sumber daya personal (Folkman & Moskowitz, 2004).
Meskipun demikian keberhasilan dalamkopingjuga tergantung pada
strategi-strategi yang digunakan dan konteksnya (John W Santrock, 2007:
299). Relevan dengan perbedaan individual dalam merespons situasi
penuh stres merupakan konsep koping, yaitu bagaimana orang berupaya
mengatasi masalah atau menangani emosi yang umumnya negatif yang
ditimbulkannya. Bahkan diantara mereka yang menilai suatu situasi
sebagai penuh stres, efek stres dapat bervariasi tergantung pada bagaimana
individu menghadapi situasi tersebut (Gerald C.Davison, 2010: 275).
Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Smet, 1994: 143)
mengatakanbahwa perilaku koping merupakan suatu proses dimana
individu mencoba mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik
itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari
lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam
menghadapi situasi yang penuh dengan stress.
G. ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
1. Pengkajian
a. Pengkajian Umum
Pengkajian asuhan keperawatan pada keluarga meliputi data
umum (nama KK, umur, alamat, pekerjaan KK, pendidikan dan
anggota KK, serta terdapat pengkaian genogram keluarga, tipe
keluarga, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi. Dan
kegiatan aktivitas rekreasi).
b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
Meliputi pengkaian tahap perkembangan keluarga saat ini,
tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi, riwayat
keluarga inti, riwayat keluarga sebelumnya (istri maupun
suami).
c. Lingkungan
Meliputi pengkajian karakteristik rumah, karakteristik tetangga
dan komunitas, mobilitas geografi keluarga, perkumpulan
keluarga dan interaksi dengan masyarakat, serta sistem
pendukung keluarga.
d. Struktur komunikasi keluarga
Meliputi pola komunikasi keluarga, struktur kekuatan keluarga,
struktur peran, serta nilai dan norma budaya.
e. Fungsi Keluarga
Meliputi fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi perawatan
kesehatan (bagaimana keluarga dalam mengenal masalah,
mengambil keputusan, merawat anggota keluarga yang sakit,
memelihara atau memodifikasi lingkungan, serta menggunakan
fasititas kesehatan yang ada).
f. Stress dan koping keluarga
Melipusi stressor jangka pendek dan jangka panjang yang
dialami keluarga, kemampuan keluarga berespon terhadap
stressor dan situasi, serta strategi koping yang di gunakan.
g. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
Meliputi pengkajian nutrisi, cairan, istirahat dan tidur,
aktivitas latihan, serta eliminasi.
h. Pengkajian Tumbuh Kembang Keluarga
Meliputi pemeriksaan tanda-tanda vitas keluarga (TD, nadi,
suhu, RR), pemeriksaan head to too dari ujung kepala hingga
ujung kaki (pemeriksaan kepala, leher, dada, rambut,
konjungtiva, sklera, hidung, telinga, ulut, dada, abdomen,
ekteremitas, kulit, turgor, dan keluhan).
Perhatian pelayanan kesehatan pada anak usia prasekolah :
- Penyakit menular pada anak-anak
- Pencegahan kecelakaan dan keamanan rumah (jatuh, luka
bakar, keracunan)
- Kebutuhan dalam pertumbuhan dan perkembangan
- Penganiayaan dan pengabaian anak
- Praktik kesehatan (misalnya, tidur, nutrisi, olahraga)
2. Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan
menggambarkan respons manuasia. Dimana keadaan sehat atau
perubahan pola interaksi potensial/actual dari individu atau
kelompok dimana perawat dapat menyusun intervensi-intervensi
definitive untuk mempertahankan status kesehatan atau untuk
mencegah perubahan. Untuk menegakkan diagnosa dilakukan 2
hal, yaitu:
3. Analisa data
Mengelompokkan data subjektif dan objektif, kemudian
dibandingkan dengan standar normal sehingga didapatkan masalah
keperawatan.
a. Perumusan diagnosa keperawatan
Komponen rumusan diagnosa keperawatan meliputi:
1) Masalah (problem) adalah suatu pernyataan tidak
terpenuhinya kebutuhan dasarmanusia yang dialami oleh
keluarga atau anggota keluarga.
2) Penyebab (etiologi) adalah kumpulan data subjektif dan
objektif.
3) Tanda (sign) adalah sekumpulan data subjektif dan objektif
yang diperoleh perawat dari keluarga secara langsung atau
tidak langsung atau tidak yang emndukung masalah dan
penyebab.
Dalam penyusunan masalah kesehatan dalam perawatan
keluarga mengacu pada tipologi diagnosis keperawatan
keluarga yang dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1) Diagnosa sehat/Wellness/potensial yaitu keadaan sejahtera
dari keluarga ketika telah mampu memenuhi kebutuhan
kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang kesehatan
yang memungkinkan dapat digunakan. Perumusan diagnosa
potensial ini hanya terdiri dari komponen Problem (P) saja
dan sign /symptom (S) tanpa etiologi (E).
2) Diagnosa ancaman/risiko yaitu masalah keperawatan yang
belum terjadi. Diagnosa ini dapat menjadi masalah actual
bila tidak segera ditanggulangi. Perumusan diagnosa risiko
ini terdiri dari komponen problem (P), etiologi (E),
sign/symptom (S).
3) Diagnosa nyata/actual/gangguan yaitu masalah
keperawatan yang sedang dijalani oleh keluarga dan
memerlukn bantuan dengan cepat. Perumusan diagnosa
actual terdiri dari problem (P), etiologi (E), dan
sign/symptom (S).
b. Perumusan problem (P) merupakan respons terhadap gangguan
pemenuhan kebutuhan dasar.Sedangkan etiologi mengacu pada
5 tugas keluarga. Dalam SDKI (2016) diagnosa-diagnosa
keperawatan pilihan yang cocok untuk praktek keperawatan
keluarga anak dewasa adalah sebagai berikut:
1) Pemeliharaan kesehatan tidak efektif (D.0117)
2) Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif (D.0115)
4. Rencana Asuhan Keperawatan
Perencanaan adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat
untuk dilaporkan dalam memecahkan masalah kesehatan dan
keperawatan yang telah diidentifikasi. Penyusunan rencana
perawatan dilakukan dalam 2 tahap yaitu pemenuhan skala
prioritas dan rencana perawatan (Suprajitmo, 2018).
Skala prioritas
Prioritas didasarkan pada diagnosis keperawatan yang mempunyai
skor tinggi dan disusun berurutan sampai yang mempunyai skor
terendah. Dalam menyusun prioritas masalah kesehatan dan
keperawatan keluarga harus didasarkan beberapa criteria sebagai
berikut:
a. Sifat masalah (actual, risiko, potensial)
b. Kemungkinan masalah dapat diubah
c. Potensi masalah untuk dicegah
d. Menonjolnya masalah
Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosa
keperawatan telah dari satu proses skoring menggunakan skala
yang telah dirumuskan oleh Bailon dan Maglay (1978) dalam
Effendy (1998).
Kriteria Bobot Skor
Sifat masalah 1 Aktual =3
Risiko =2
Potensial =1
Kemungkinan masalah 2 Mudah =2
untuk dipecahkan Sebagian =1
Tidak dapat = 0
Potensi masalah untuk 1 Tinggi =3
dicegah Cukup =2
Rendah =1
Menonjolnya masalah 1 Segera diatasi = 2
Tidak segera diatasi =
1
Tidak dirasakan
adanya masalah = 0

Proses scoring dilakukan untuk setiap diagnosa keperawatan:


1. Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat
2. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikaitkan dengan bobot
3. Jumlahkan skor untuk semua criteria
4. Skor tertinggi berarti prioritas (skor tertinggi 5)
Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan tujuan
keperawatan.Tujuan dirumuskan untuk mengetahui atau mengatasi
serta meminimalkan stressor dan intervensi dirancang berdasarkan
tiga tingkat pencegahan.Pencegahan primer untuk memperkuat garis
pertahanan fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis
pertahanan sekunder, dan pencegahan tersier untuk memperkuat
garis pertahanan tersier (Anderson & Fallune, 2010).
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka
pendek.Tujuan jangka panjang mengacu pada bagaimana mengatasi
problem/masalah (P) di keluarga. Sedangkan penetapan tujuan
jangka pendek mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi yang
berorientasi pada lima tugas keluarga.
Adapun bentuk tindakan yang akan dilakukan dalam intervensi
nantinya adalah sebagai berikut:
No Diagnosa Tanda dan Gejala SLKI SIKI
Keperawatan
1 Pemeliharaan 1. Kurang Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan
kesehatan tidak menunjukan asuhan keperawatan (I.12383)
efektif (D.0117) perilaku adaptif selama 4 kali tatap 1. Identifikasi kesiapan
terhadap perubahan muka diharapkan dan kemampuan
lingkungan keluarga mampu : menerima informasi
2. Kurang Pemeliharaan 2. Sediakan materi dan
menunjukan Kesehatan (L.12106) media pendidikan
pemahaman 1. Menunjukan kesahatan
tentang perilaku perilaku adaptif 3. Jelaskan faktor resiko
sehat meningkat yang dapat
3. Tidak mempu 2. Menunjukan mempengaruhi
menjalankan pemahaman kesehatan
perilaku sehat perilaku sehat 4. Ajarkan perilaku hidup
4. Memiliki riwayat meningkat bersih dan sehat
perilaku mencari 3. Kemampuan
bantuan kesehatan menjalankan Promosi Perilaku Upaya
yang kurang perilaku sehat Kesehatan (I.12472)
5. Kurang meningkat 1. Identifikasi perilaku
menunjukan minat upaya kesehatan yang
untuk dapat ditingkatkan
meningkatkan 2. Berikan lingkungan
perilaku sehat yang mendukung
6. Tidak memiliki kesehatan
sistem pendukung 3. Ajarkan mencuci
(support system) tangan dengan air
bersih dan sabun
Anjurkan melakukan
aktivitas fisik setiap hari
2 Manajemen 1. Mengungkapkan Setelah dilakukan Dukungan Koping
kesehatan tidak memahami asuhan keperawatan Keluarga (I.09260)
keluarga tidak masalah kesehatan selama 4 kali tatap 1. Identifikasi respons
efektif (D.0115) yang diderita muka diharapkan emosional terhadap
2. Mengungkapkan keluarga mampu : kondisi saat ini
kesulitan Manajemen 2. Dengarkan masalah,
menjalankan Kesehatan Keluarga perasaan, dan
perawatan yang (L.12106) pertanyaan keluarga
ditetapkan 1. Kemampuan 3. Fasilitasi
3. Gejala penyakit menjelaskan pengungkapan
anggota keluarga masalah perasaan antara pasien
semakin memberat kesehatan yang dan keluarga atau antar
4. Aktivitas keluarga dialami anggota keluarga
untuk mengatasi meningkat 4. Hargai dan dukung
masalah kesehatan 2. Aktivitas mekanisme koping
tidak tepat keluarga adaptif yang digunakan
5. Gagal melakukan mengatasi
tindakan untuk masalah
mengurangi faktor kesehatan tepat
resiko meningkat
Gejala penyakit
anggota keluarga
menurun

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil
implementasi dengan criteria dan standar yang telah ditetapkan untuk
melihat keberhasilannya. Kerangka kerja valuasi sudah terkandung
dalam rencana perawatan jika secara jelas telah digambarkan tujuan
perilaku yang spesifik maka hal ini dapat berfungsi sebagai criteria
evaluasi bagi tingkat aktivitas yang telah dicapai.
Disusun mnggunakan SOAP dimana :
- S: ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif
oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
- O: keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang obyektif.
- A: merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif
dan obyektif.
- P: perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis

a
DAFTAR PUSTRAKA

Achjar, K.A.2010. Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta :


Sagung Seto

Ali Z. 2010. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

Friedman, M. 2011. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori dan Praktek.
Edisi ke-5. Jakarta: EGC

Harmoko. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogakarta: Pustaka Pelajar

Riasmini, dkk. 2017. Panduan Asuhan Keperawatan Individu, Keluarga,


Kelompok dan Komunitas dengan modifikasi NANDA, ICNP, NOC dan
NIC di Puskesmas dan Masyarakat. Penerbit Universitas Inonesia

SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik. Jakarta.

SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Jakarta.

SLKI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan. Jakarta.

Suprajitno, (2014). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC

Suharto, (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan


Keperawatan Transkurtural. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai