Anda di halaman 1dari 6

Eva Nur Lizar, Hadjiman Yotosudarmo, dan Mukhlis Imanto | Abses Parafaringeal, Submandibular dan Subtracheal dengan

Komplikasi Fistula Faringokutan

Abses Parafaringeal, Submandibular dan Subtracheal dengan


Komplikasi Fistula Faringokutan
Eva Nur Lizar1, Hadjiman Yotosudarmo2, Mukhlis Imanto3
1
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
2
Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Rumah Sakit Ahmad Yani, Kota Metro, Lampung
3
Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Rumah Sakit Abdul Moeloek, Bandar Lampung,
Lampung

Abstrak
Infeksi leher dalam merupakan salah satu kegawatdaruratan medis dalam bidang telinga, hidung dan tenggorokan.
Infeksi leher dalam terjadi pada ruang potensial di dalam leher sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai
sumber dari bagian mulut, telinga, hidung dan tenggorokan. Abses terjadi sebagai akumulasi pus dalam rongga
tubuh, dalam hal ini terjadi pada rongga dalam leher. Laki-laki usia 37 tahun datang dengan keluhan bengkak dan
nyeri pada leher sisi kanan sejak 5 hari sebelum masuk RS, pasien juga mengeluhkan nyeri tenggorokan, sulit
menelan disertai demam. Pada pemeriksaan fisik di temukan tampak karies gigi molar III kanan bawah dan
hiperemis pada faring. Pada pemeriksaan leher tampak abses pada spatium submandibular, parafaringeal dan
subtracheal dextra, fluktuasi (+) ukuran >10 cm, angulus mandibularis tidak teraba. Pasien didiagnosis abses
parafaringeal dekstra, abses submandibular dextra dan abses subtracheal. Terapi direncanakan yaitu RL 20 tpm,
kombinasi metronidazole 3 x 500 mg IV infus, ciprofloxacin 2 x 1 gr IV dan gentamicin 3x80 mg IV, Ketorolac 2x30
mg IV, Ranitidine 2x50 mg IV dan kultur swab molar III kanan bawah, serta pemeriksaan darah lengkap ulang. Pasien
dilakukan pemasangan NGT. Pada hari keempat perawatan terbentuk fistul faringokutan.

Kata kunci: Abses, Fistula, Parafaring, Submandibula, Subtracheal

Parapharyngeal, Submandibular and Subtracheal Abscess with


Pharyngocutaneus Fistule
Abstract
Deep neck infection is one of the most important medical emergencies in the ear, nose, and throat fields. Deep neck
infections occur in the potential space inside the neck as a result of the spread of infection from various sources of
the mouth, ear, nose and throat. The abscess occurs as an accumulation of pus in the body cavity, in this case
occurring in the cavity within the neck. The 37-year-old man came with swelling and pain complaints on the right
side of the neck 5 days before admission, the patient also complained of sore throat, difficulty swallowing with
fever. On the physical examination found caries molar caries lower right third molars and hyperemia in the pharynx.
On neck examination the abscess is present on the submandibular, parafaringeal and subtracheal dextra spurum,
fluctuation (+) size> 10 cm, the mandibular angle is not palpable. The patient was diagnosed with a right
parapharyngeal abscess, a dextra submandibular abscess and a subtracheal abscess. Treatment was planned to be
RL 20 gtt, combination of metronidazole 3 x 500 mg IV IV, ciprofloxacin 2 x 1 g IV and gentamicin 3x80 mg IV,
Ketorolac 2x30 mg IV, Ranitidine 2x50 mg IV and lower right second molar swab culture. Patients performed NGT
installation. On the day of prompt care treatment fistul pharyngocutan formation.

Keywords: Abscess, Fistul, Parapharyngeal, Submandibular, Subtracheal

Korespondensi: Eva Nur Lizar, alamat Jl. Taman Malaka Selatan, Buaran Regency Blok E-9, Jakarta Timur, HP
082177846999, email evanurlizar@yahoo.co.id

Pendahuluan dalam sebagai akibat penjalaran infeksi


Abses leher dalam adalah dari berbagai sumber seperti gigi, mulut,
terbentuknya pus pada salah satu atau tenggorok, sinus paranasal serta telinga
lebih ruang potensial di antara fasia leher tengah dan leher. Abses parafaring yaitu

Majority | Volume 6 | Nomor 3 | Juli 2017 | 69


Eva Nur Lizar, Hadjiman Yotosudarmo, dan Mukhlis Imanto | Abses Parafaringeal, Submandibular dan Subtracheal dengan
Komplikasi Fistula Faringokutan

peradangan yang disertai pembentukan yang disebabkan infeksi gigi 76%, abses
pus pada ruang parafaring. Sebelum era submandibula 61% disebabkan oleh infeksi
antibiotika, 70% dari abses leher dalam gigi.4
merupakan penjalaran infeksi dari tonsil Penatalaksanaan infeksi leher dalam
dan faring, akan tetapi saat ini penyebab dapat berupa tindakan dan pemberian
abses leher dalam yang sering ditemukan antibiotik guna mengeradikasi
adalah infeksi gigi dan sekitar 20% kasus mikroorganisme penyebab abses.
abses leher dalam dengan sumber infeksi Antibiotik empiris merupakan langkah awal
yang tidak ditemukan.1 untuk meng-cover infeksi bakteri yang
Infeksi leher dalam merupakan memproduksi beta lactamase. Terapi
infeksi leher pada ruang (potensial) spesifik dilakukan bila hasil kultur telah
diantara fasia leher dalam sebagai akibat muncul. Drainase bedah diindikasikan
penjalaran infeksi dari berbagai sumber untuk penderita dengan abses atau
seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus ancaman terjadinya komplikasi. Ruang
paranasal, telinga tengah dan leher.2 Abses primer yang terkena dan perluasan
terjadi sebagai akumulasi dari pus dalam keruang lainnya harus dibuka dan
suatu rongga patalogis yang dapat terjadi didrainase. Drainase dapat berupa aspirasi
dibagian tubuh manapun sebagai reaksi abses atau insisi dan eksplorasi, tergantung
pertahanan tubuh terhadap benda asing. pada luasnya abses dan komplikasi yang
Infeksi pada area leher dalam tidak selalu ditimbulkannya.3
menyebabkan abses. Pada kasus-kasus
dimana infeksi jaringan lunak tidak Kasus
terlokalisir dimana eksudat menyebar Pria, usia 37 tahun datang dengan
keantara celah interstitial jaringan ikat.3 keluhan bengkak dan nyeri pada leher sisi
Pembentukan abses merupakan hasil kanan sejak 5 hari sebelum masuk rumah
perkembangan dari flora normal dalam sakit. Nyeri bertambah terutama dengan
tubuh. Flora normal dapat tumbuh dan penekanan. Pasien masih dapat berbicara
mencapai daerah steril dari tubuh baik dengan jelas, tetapi terbatas. Pasien
secara perluasan langsung, maupun mengurangi pergerakan pada rahang dan
melalui laserasi atau perforasi. leher karena dapat memicu nyeri. Bengkak
Berdasarkan kekhasan flora normal yang pada leher dirasakan semakin membesar
ada di bagian tubuh tertentu maka kuman hingga membuatnya tak nyaman. Pasien
dari abses yang terbentuk dapat diprediksi juga mengeluhkan nyeri tenggorokan, sulit
berdasarkan lokasinya. Sebagian besar menelan disertai demam yang hilang
abses leher dalam disebabkan oleh timbul. 2 hari sebelumnya sudah berobat
campuran berbagai kuman, baik kuman ke mantri tetapi belum mengalami
aerob, anaerob, maupun fakultatif perbaikan.
anaerob.2 Pasien pernah mengalami sakit gigi
Ruang yang berpotensi di leherdalam kurang lebih 6 bulan lalu selama 3 hari.
yang dapat mengalami infeksi yaitu ruang Keluhan seperti ini baru pertama kali
parotis, ruang submandibular, ruang dialami pasien. Sakit gigi dirasakan pada
peritonsilar, retrofaringeal, danger space, sisi kanan dan terjadi berulang. Riwayat
ruang prevertebra, dan ruang mastikator. radang mulit, telinga, hidung, dan
Menurut penelitian yang dilakukan tenggorokan disangkal. Pasien merupakan
Parhischar dan kawan-kawan, terhadap perokok sejak 17 tahun yang lalu.
210 infeksi leher dalam, 175 (83,3%) dapat Pada pemeriksaan fisik didapatkan
diidentifikasi penyebabnya. Penyebab keadaan umum sedang, kesadaran compos
terbanyak infeksi gigi 43%. Ludwig’s angina mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi

Majority | Volume 6 | Nomor 3 | Juli 2017 | 70


Eva Nur Lizar, Hadjiman Yotosudarmo, dan Mukhlis Imanto | Abses Parafaringeal, Submandibular dan Subtracheal dengan
Komplikasi Fistula Faringokutan

84 x/menit, laju pernapasan 18 x/menit, submandibular dextra, abses subtracheal


dan suhu 37,4°C. Status gizi baik, status disertai fistel faringokutan. Fistel dirawat
generalis kepala dan leher, pada dengan dibersihkan dengan NaCl 0,9%.
pemeriksaan mulut di temukan tampak
karies gigi molar III kanan bawah dan Pembahasan
hiperemis pada faring. Pada pemeriksaan Berdasarkan anamnesis, dapat
leher tampak abses pada spatium diketahui bahwa pasien mengalami infeksi
submandibular, parafaringeal dan leher dalam yang menyebabkan
subtracheal dextra, fluktuasi (+) ukuran >10 odinofagia, disfagia, keterbatasan gerak
cm, angulus mandibularis tidak teraba. pada leher dan rahang serta tanda
Pada pemeriksaan thorax, abdomen dan peradangan lokal pada leher pasien. Letak
ekstremitas dalam batas normal. Pada dan jenis infeksi leher dalam masih belum
pemeriksaan penunjang terdapat dapat ditentukan, apakah hanya berupa
peningkatan leukosit yaitu 14.310/l dan peradangan lokal atau dengan tanda
penurun hemoglobin yaitu 13,9 g/dl. abses/selulitis. Sumber infeksi sementara
Pasien didiagnosis abses diketahui bersifat odontogenik karena
parafaringeal dekstra, abses didapatkan riwayat sakit gigi sisi kanan
submandibular dextra dan abses sebelumnya serta tidak ada riwayat
subtracheal. Terapi direncanakan yaitu peradangan pada hidung, telinga,
pemberian cairan RL 20 tpm, kombinasi tenggorok, maupun rongga mulut. Untuk
metronidazole 3 x 500 mg IV infus, itu diperlukan pemeriksaan fisik untuk
ciprofloxacin 2 x 1 gr IV dan gentamicin 3 x menentukan jenis, lokasi dan sumber
80 mg IV, Ketorolac 2 x 30 mg IV drip, infeksinya.5
Ranitidine 2 x 50 mg IV dan kultur swab Pada pemeriksaan fisik status
molar III kanan bawah, serta pemeriksaan present, keadaan umum tampak sakit
darah lengkap ulang. Pasien juga dilakukan sedang, sadar penuh tanpa tanda-tanda
pemasangan NGT dan diberikan diet toksik. Saat itu pasien tidak mengalami
makanan cair. demam dengan suhu tubuh 37,4 derajat
Pada hari ke-dua perawatan, pasien celsius. Pada pemeriksaan status generalis,
mengeluh tenggorokan terasa sangat sakit rongga mulut tampak bersih, gigi molar III
dan tidak dapat menelan, demam tidak kanan bawah tampak karies, mukosa
ada. Pada pemeriksaan fisik abses masih tenang tanpa gingivitis dan stomatitis.
tampak berukuran sama, pemeriksaan Inspeksi dan palpasi leher didapatkan
darah terjadi peningkatan leukosit menjadi indurasi fluktuasi (+) pada spatium
15.000/l. Sambil menunggu hasil kultur, parafaringeal, submandibular dan
antibiotik di ganti menjadi meropenem 3 subtracheal cendrung ke arah lateral
x1 gr IV dan pengobatan lain diteruskan. kanan. Angulus submandibular dextra tidak
Pada hari ke-tiga keluhan sudah berkurang, teraba. Ukuran abses kurang lebih di atas
tidak ada demam dan pada pemeriksaan 10 cm dengan demarkasi cukup jelas.
fisik ukuran abses berkurang. Pada hari ke- Pembesaran KGB submandibular,
empat, abses pecah dan mengeluarkan pus submental, anterior dan posterior cervical
keputihan, odinofagi dan disfagi menurun, masih sulit dinilai karena tertutupi abses.
demam tidak ada. Pada pemeriksaan fisik, Pada pemeriksaan telinga, hidung dan
abses pecah meninggalkan dua ulkus, batas tenggorok saat itu tidak didapatkan
tidak rata, ukuran 3 mm pada trigonum kelainan yang berarti, hanya tampak
musculare regio colli arah cranial, pus (+) dinding faring sedikit hiperemis. Dengan
putih mukoid aktif. Sehingga diagnosis demikian, pasien mengalami abses leher
menjadi abses parafaringeal dekstra, abses dalam pada spatium parafaringeal,

Majority | Volume 6 | Nomor 3 | Juli 2017 | 71


Eva Nur Lizar, Hadjiman Yotosudarmo, dan Mukhlis Imanto | Abses Parafaringeal, Submandibular dan Subtracheal dengan
Komplikasi Fistula Faringokutan

submandibular dan subtracheal kanan pertama dan cendrung meningkat pada


dengan dugaan sumber infeksi sementara hari rawat kedua. Hal ini menguatkan
secara odontogenik molar III.6 diagnosis abses leher dalam. Pada abses
Berdasarkan pemeriksaan fisik, sering kali didapatkan leukositosis sebagai
didapatkan abses pada spatium respon tubuh untuk melawan penyebab
parafaringeal, submandibular dan piogenik. Pemeriksaan lain yang dapat
subtracheal cendrung ke arah lateral menunjang diagnosis abses leher dalam
kanan. Ekstensi abses mulai dari bawah termasuk lokasinya adalah pemeriksaan
angulus mandibularis kanan meluas ke foto rontgen cervical AP lateral. Pada
arah caudal mengisi spatium parafaringeal pasien tidak dilakukan pemeriksaan karena
dan subtracheal. Sumber infeksi berat pasien menolak dilakukan pemeriksaan ini
kemungkinan berasal dari molar III kanan dikarenakan memiliki kendala biaya. Jika
bawah. Peradangan pada radix molar II dan dilakukan pemeriksaan ini, akan
III bawah cendrung mengalami invasi ke didapatkan gambaran radioluscent dengan
arah spatium submandibular, sedangkan demarkasi radioopaque pada ruang
radix molar I ke arah spatium sublingual. parafaringeal, submandibular dan
5
Pasien ini mengalami karies pada molar III subtracheal. Pemeriksaan kultur swab dari
kanan bawah sebagai sumber infeksi abses. molar III kanan bawah dilanjutkan uji
Spatium submandibular sebagai lokasi awal resistensi antibiotik telah dilakukan,
terjadinya abses pada pasien ini. Abses dengan hasil biakan bakteri batang gram
submandibular kanan kemudian menyebar negatif pseudomonas aeruginosa, sensitif
ke spatium parafaringeal melalui fascia terhadap amikasin dan gentamisin (1st line)
buccopharyngeal infrahyoideal. serta ciprofloxacin dan imipenem (2nd
Selanjutnya, invasi ke spatium subtracheal line).8
melalui fascia pretracheal dari spatium Pada hari rawat pertama, pada
parafaringeal.7 pasien diberikan kombinasi metronidazole
Pasien tidak mengalami Angina 3 x 500 mg IV infus, ciprofloxacin 2 x 1 gr IV
Ludwig meskipun spatium submandibular dan gentamicin 3 x 80 mg IV. Pada hari
terisi. Disebut sebagai Angina Ludwig jika rawat kedua, antibiotik digantikan dengan
pasien mengalami selulitis (bukan abses) meropenem 3 x 1 gr IV. Penggunaan 1 hari
pada kedua spatium submandibular dan berikutnya, klinis membaik, ukuran abses
spatium sublingual yang menyebabkan sedikit berkurang. Saat itu masih
lingua terdorong ke arah cranioposterior menunggu hasil kultur swab. Pengobatan
sehingga mengobstruksi jalan napas. dilanjutkan hingga hari-hari berikutnya.
Selulitis bukanlah abses, pada selulitis Pada hari rawat ke-4 hasil kultur swab
didapatkan demarkasi tidak jelas dengan telah keluar dengan hasil uji resistensi
fluktuasi (-), sedangkan pada abses terlampir. Pemberian meropenem 3 x 1 gr
sebaliknya. Pada pasien ini fluktuasi (+) IV yang masih merupakan golongan
dengan demarkasi cukup jelas pada carbapenem bersama dengan imipenem
spatium submandibular dextra, dan bukan (2nd line therapy) masih tetap dilanjutkan.
bersifat bilateral. Keadaan imunitas tubuh Penulis merekomendasikan pada hari
yang lemah pada pasien ini memungkinkan rawat pertama dengan dugaan abses
terjadinya invasi sumber infeksi ke odontogenik, pilihan terapi empiris yang
berbagai ruang potensial leher, yaitu digunakan adalah Ampicillin-sulbactam 4 x
spatium submandibular, parafaringeal dan 3 gr IV atau tetap menggunakan
subtracheal.5 ciprofloxacin 2 x 1 gr IV selama menunggu
Pada pemeriksaan penunjang, hasil kultur. Penggunaan antibiotik yang
didapatkan leukositosis pada hari rawat rasional akan mengurangi resistensi

Majority | Volume 6 | Nomor 3 | Juli 2017 | 72


Eva Nur Lizar, Hadjiman Yotosudarmo, dan Mukhlis Imanto | Abses Parafaringeal, Submandibular dan Subtracheal dengan
Komplikasi Fistula Faringokutan

mikroorganisme terhadap antibiotik. Hasil Fistel faringokutan ini merupakan


kultur dengan biakan Pseudomonas komplikasi yang sedang dialami pasien
aeruginosa pada pasien ini, terapi spesifik yang akan memperburuk keadaan pasien
antibiotiknya adalah meropenem 3 x 1 gr jika penangannya tidak sesuai. Perawatan
IV, selebihnya terapi berdasarkan luka yang baik dibutuhkan untuk
simptomatis. menghindari perburukan keadaan pasien.
Pada hari rawat ke-4, abses pecah Luka yang timbul dari perforasi abses
meninggalkan 2 ulkus berukuran ± 3 mm cendrung sulit menutup dibandingkan luka
pada trigonum musculare regio colli arah hasil insisi abses sehingga perlu perawatan
cranial dengan pus aktif berwarna khusus.9 Pipa nasogastrik diaplikasikan
keputihan mukoid. Abses pecah terjadi untuk mencegah basahnya fistel akibat
karena adanya akumulasi pus yang cairan diet yang melewaiti fistel, fistel yang
menekan membrana piogenik didukung basah cendrung sulit untuk menutup
keadaan imunitas tubuh yang lemah. sehingga dijaga agar tetap kering.
Lokasi ulkus pada trigonum musculare Terapi yang dianjurkan untuk abses
regio colli arah cranial dekat dengan os. leher dalam adalah aspirasi jarum atau
Hyoid karena kulit yang melapisinya insisi dan drainase abses untuk mencegah
cendrung lebih tipis. Ada kemungkinan perforasi yang menimbulkan ulkus yang
ulkus terekstensi hingga menembus m. cendrung sulit untuk menutup. Hal ini juga
Platysma dan dinding lateral hipofaring bertujuan untuk kepentingan diagnosis
yang membentuk pharyngocutan fistule. mencari penyebab spesifik dari abses yang
Hal ini yang menyebabkan keluarnya cairan terbentuk dengan pemeriksaan kultur
yang teringesti melalui fistel tersebut. Pada biakan. Insisi dilakukan pada polus
pemeriksaan laringoskopi indirek fistel membrana pyogenik yang paling
berada pada dinding lateral hipofaring arah membonjol sehingga memudahkan
kranial dari fossa piriformis dan epiglottis. drainase. Lokasi insisi juga perlu
memperhatikan ekstensi anatomis dari
abses yang terbentuk.10 Pada pasien ini
perlu juga dipertimbangkan insisi dan
drainase abses pada hari-hari pertama
perawatan untuk mencegah timbulnya
fistel. Tindakan ini tidak dilakukan kepada
pasien mengingat pasien tidak bersedia
dilakukan tindakan, sehingga komplikasi
yang muncul berupa fistula faringokutan.
Perawatan pada pasien ini akan
dapat dilakukan dengan cepat dan tepat
agar risiko munculnya komplikasi dapat
dikurangi. Pemberian edukasi bagi pasien
merupakan hal yang sangat penting untuk
Gambar 1 : A. Tampak Samping Fistel
B. Tampak Depan Fistel
menangani kasus tersebut sehingga tidak
muncul komplikasi.

Majority | Volume 6 | Nomor 3 | Juli 2017 | 73


Eva Nur Lizar, Hadjiman Yotosudarmo, dan Mukhlis Imanto | Abses Parafaringeal, Submandibular dan Subtracheal dengan
Komplikasi Fistula Faringokutan

Simpulan aspirasi atau insisi dan drainase abses.


Infeksi leher dalam merupakan Pada kasus ini pasien mengalami abses
infeksi leher pada ruang (potensial) parafaring, submandibular dan subtrakeal
diantara fasia leher dalam sebagai akibat dan diterapi sesuai dengan teori yang ada.
penjalaran infeksi dari berbagai sumber Pada hari keempat abses pecah dan
seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus menyisakan dua fistula faringokutan yang
paranasal, telinga tengah dan leher. Abses terjadi sebagai komplikasi dari abses leher
terjadi sebagai akumulasi dari pus dalam dalam. Sebaiknya, sebelum terjadi
suatu rongga patalogis yang dapat terjadi komplikasi seperti ini, pasien lebih cepat
di bagian tubuh manapun sebagai reaksi dilakukan insisi dan drainase abses untuk
pertahanan tubuh terhadap benda asing. mengurangi penyebaran kuman dan
Terapi infeksi leher dalam berupa terapi timbulnya fistel.
antibiotik empiris dan spesifik berdasarkan
hasil kultur biakan, jika perlu dilakukan

Daftar Pustaka
1. Bailey BJ. Tonsillitis, Tonsillectomy 5. Dhingra PL. Disease of ear nose and
and adenoidectomy in head and throat. Edisi ke-4. New Delhi, India:
neck surgery otolaryngology. Edisi Elsevier. 2007. hlm. 129-135; 145-48.
ke-4. Philadelphia: Lippincolt 6. Raharjo SP. Infeksi leher dalam. Edisi
Williams & wilkins. 2006. hlm.1183- pertama. Yogyakata: Graha Ilmu.
97. 2013. hlm.1-57.
2. Fachruddin D. Abses leher dalam. 7. Vieira F, Allen SM, Stock RIM. Deep
Dalam: Iskandar M, Soepardi AE neck infection. OtolaryngolClin North
editor. Buku ajar ilmu penyakit Am. 2008; 41(3):459-83.
telinga hidung tenggorok. Edisi ke 6. 8. Motahari SJ, Poormoosa R, Nikkhah
Jakarta: Balai Penerbit FK-UI. 2007. M, Bahari M, Shirazy SM,
Hlm.185-8. Khavarinejad F, Dkk. Treatment and
3. Surarso Bakti. Abses leher dalam di prognosis of deep neck
dalam pendidikan kedokteran infections. Indian J Otolaryngol Head
berkelanjutan ix ilmu kesehatan tht- Neck Surg. 2015; 11(1): 6-7.
kl. penatalaksanaan 9. Yang S. Analysis of life-threatening
kegawatdaruratan di bidang telinga complications of deep neck abscess
hidung tenggorok-bedah kepala dan and the impact of empiric
leher. departemen ilmu kesehatan antibiotics. ORL. 2007.hlm.249-56.
THT-KL FK UNAIR-RSUD Dr Soetomo. 10. Lee Joon-Kyoo, Kim Hee-Dae, Lim
Surabaya. 2011. Hlm. 123-32. Sang-Chul. Predisposing factors of
4. Parhiscar. Deep neck abscess: a complicated deep neck infection: an
review of 210 cases. Ann Otol Rhinol analysis of 158 cases. Yonsei Medical
laryngology. 2011; 110(11):1051-4. Journal. 2007; 48(1):55-62.

Majority | Volume 6 | Nomor 3 | Juli 2017 | 74

Anda mungkin juga menyukai