ULKUS DIABETIKUM
3) Subkutis
Merupakan lapisan dibawah dermis atau hypodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan
kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya
berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu.
Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hypodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas,
cadangan kalori control bentuk tubuh dan mechanical shock absorver.
4) Vaskularisasi kulit
Arteri yang member nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara
lapisan papiler dan retikuler dermis selain itu antara dermis dan jaringan
subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla
dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang
vena.
d. Fisiologi kulit.
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan, sebagaibarier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi),
sensasi, eskresi dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari
elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi
mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu
fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf
seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada
pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi
dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses
keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan
mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi
pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi
pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan
melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat
meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun,
pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan
mempertahankan panas.
B. Definisi
Ganggren kaki diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman
yang berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi dipembuluh darah sedang atau
besar di tungkai. (Askandar, 2001)
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas disertai invasive kuman saprofit. adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga
merupakan salah satu gejala klinik perjalanan penyakit DM dengan neuropati
perifer, (Andyagreeni, 2010)
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai
sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar
LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik
untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada
dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan
morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi
serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).
C. Etiologi
Gangren Kaki Diabetik
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi
menjadi endogen dan eksogen.
1. Faktor endogen :
a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
2. Faktor eksogen :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
Ada beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya Ulkus Diabetik, (Roger Watson,
2002) yaitu :
1. Neuropati Diabetik
Adalah kelainan urat syaraf akibat DM karena tinggi kadar gula dalam darah
yang bisa merusak urat syaraf penderita dan menyebabkan hilang atau
menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita mengalami
trauma kadang-kadang tidak terasa.
Gejala-gejala Neuropatik :
Kesemutan, rasa panas, rasa tebal ditelapak kaki, kram, badan sakit semua
terutama pada malam hari.
2. Angiopati Diabetik
Adalah penyempitan pembuluh darah besar atau kecil pada penderita DM
mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah. Apabila sumbatan
terjadi di pembuluh darah sedang/ besar pada tungkai maka tungkai akan
mudah mengalami ganggren diabetik yaitu luka pada kaki yang merah
kehitaman dan berbau busuk. Adapun angiopati menyebabkan asupan nutrisi,
oksigen serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit sembuh.
3. Infeksi
Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran listrik
(neuropati)
D. Klasifikasi
(Wagner, 1983), membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat II : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai
Sedangkan (Brand, 1986) dan (Ward, 1987), membagi gangren kaki menjadi dua
golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
(arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah
betis.
Gambaran klinis KDI :
a. Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
b. Pada perabaan terasa dingin.
c. Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
d. Didapatkan ulkus sampai gangren
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati KDN
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi.
Gambaran Klinis KDN :
a. Kaki yang kering
b. Hangat, kesemutan
c. Mati rasa
d. Oedem kaki
e. Pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
E. Patofisiologis
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM,
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai ketidakseimbangan pada kulit dan otot yang kemudian
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan distribusi tekanan pada telapak kaki
dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetes. (Askandar, 2001)
Gangren Kaki Diabetik
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine (Smeltzer C Suzanne, dan Bare 2001 : 1220) :
Stadium I : Asimtomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
Stadium II : Terjadi klaudikasio intermitten
Stadium III : Timbul nyeri saat istirahat
StadiumIV : Terjadi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah :
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Denervasi kulit menyebabkan produktifitas keringat menurun, sehingga
kulit kaki kering, pecah, rambut kaki / jari (-), Klaus, claw toe ulkus
tergantung saat ditemukan (0 - 5)
b. Palpasi
1) Kulit kering,pecah-pecah, tidak normal
2) Klusi arteri dingin, pulsasi(-)
3) Ulkus : kalus tebal dan keras
2. Pemeriksaan Vaskuler
Tes vaskuler non invasive : pengukuran oksigen transkutaneus, angkle brachial
index (ABI), absolute toe systolic pressure, ABI :tekanan sistolik betis dengan
tekana sistolik lengan.
3. Pemeriksaan Radiologis
Mengetahui gas subkutan,benda asing, osteomielitis.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah
1) Glukosa darah meningkat > 120 mg/dl dan 2 j PP > 200 mg/dl, atau
random GDA > 200 mg/dl.
2) Asam lemak bebas meningkat
3) Osmolalitas serum meningkat
4) Gas darah arteri : PH menurun, HCO3 menurun
5) Ureum/kreatinin meningkat/normal.
6) Urine : gula + aseton positip
7) Elektrolit : Na, K, fosfor .
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
ketidakseimbangan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +
++ ), dan merah bata( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman. (Zaidah, 2005)
Hasil pemeriksan kadar glukosa darah sewaktu dan kadar glukosa darah puasa
secara enzimatik pasien Diabetes Mellitus (PERKENI, dikutip dari Soegondo,
2004).
No Jenis Tempat Normal Belum pasti DM
Pengambilan DM
1. GDS (mg/dl) a. Plasma < 110 110-199 ≥200
vena mg/dl mg/dl mg/dl
H. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi Medis
Menurut (Soegondo, 2009)
a. Obat Hiperglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin
a) Sulfonilurea
Efek utama golongan ini meningkatkan sekresi insuin oleh sel
beta pancreas. Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada
penderita penyakit hati, ginjal, dan tiroid. Yang termasuk obat
golongan ini adalah : Khlorpropamid, Glibenklamid, Glikasid,
Glikuidon, Glipisid, Glimepirid.
b) Glinid
Merupakan obat generasi baru mempunyai cara kerja yang
sama dengan sulfonylurea dengan meningkatkan sekresi
insulin fase pertama. Golongan obat ini terdiri dari 2 macam
obat, yaitu : Ripaglinid, Nateglinid.
2) Penambah sensitifitas terhadap insulin.
a) Biguanid
Biguanid tidak merangsang sekresi insulin dan terutama
bekerja di hati dengan mengurangi “hepatic glucose output “
dan menurunkan kadar glukosa dalam darah sampai normal
(euglikemia) serta tidak pernah menyebabkan hipoglikemia.
Contoh obat ini adalah Metformin.
b) Thiazolindion/ Glitazon
Thiazolindion berikatan pada peroxisome proliferator activated
receptor gamma (PPARγ) suatu reseptor inti di sel otot dan sel
lemak.obat golongan ini memperbaiki sensitifitas terhadap
insulin dengan memperbaiki transfor glukosa ke dalam sel.
contoh golongan ini : Pioglitazon (actoz) dan Rosiglitazon
(avandia)
3) Penambah Alfa Glukosidase / Arcabose
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa
glukosidase didalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat
menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan glikemia
posprandial. Obat ini bekerja dilumen usus dan tidak menyebabkan
hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.
4) Golongan inkretin
a) Inkretin Mimetic
Jenis : suntikan
Mekanisme : menurunkan glukosa darah dengan cara
merangsang sekresi insulin dan menghambat sekresi
glucagon.
b) Penghambat DPP IV
Mekanisme : obat golongan baru ini mempunyai cara
kerja menghambat suatu enzim yang menggradasi
hormone inkretin endogen yang berasal dari usus,
sehingga dapat meningkatkan sekresi insulin yang
dirangsang glukosa, mengurangi sekresi glucagon dan
memperlambat pengosongan lambung.
Dosis : tunggal tanpa perlu penyesuaian dosis, dapat
diberikan monoterapi tetapi juga dapat dikombinasikan
dengan meformin, glitazon atau sulfonylurea .
b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis
3) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
c. Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar
glukosa darah.
2. Terapi perawatan
a. Memperbaiki keadaan umum penderita dengan nutrisi yang memadai
b. Pemberian anti Agregasi trombosit jika diperlukan, hipolipidemik dan
anti hipertensi
c. Bila dicurigai suatu ganggren segera diberikan antibiotik spektrum luas,
meskipun untuk menghancurkan klostridia hanya diperlukan penisillin.
d. Dilakukan pengangkatan jaringan yang rusak. Kadang-kadang jika
sirkulai sangat jelek, sebagian atau seluruh anggota tubuh harus
diamputasi untuk mencegah penyebaran infeksi.
e. Terapi oksigen bertekanan tinggi (oksigen hiperbarik), bisa juga
digunakan untuk mengobati ganggren kulit yang luas. Penderita diletakan
dalam ruangan yang mengandung oksigen bertekanan tinggi, yang akan
membantu membunuh klostridia.
f. Bersihkan luka dikulit dengan seksama
Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida
atau antiseptik ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate
1: 500 mg dan penutupan ulkus dengan kasa steril.
g. Waspada akan tanda-tanda terjadinya infeksi (kemerahan, nyeri,
keluarnya cairan, pembengkakan).
Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetikum :
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk
memberikansmua unsure makanan esensial, memenuhi kebutuhan
energy, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan
kadar lemak.
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara
optimal.
3. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan 2x/ hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
4. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari
keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan
mampu menghidari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
5. Kontrol Nutrisi Dan Metabolik
Faktor nutrisi merupakan salah satu factor yang berperan dalam penyembuhan
luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses
penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan
albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau
gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi 20%, lemak 20%,
dan karbohidrat 60%. Infeksi atau Inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi
kadar gula darah yang besar.
I. Komplikasi
Menurut (Soegondo, 2006)
1. Osteomyelitis (infeksi pada tulang)
2. Sepsis
3. Kematian
2. Pemeriksaan Fisik
a. System Pernafasan (Breath-B1)
Kadang ditemukan adanya batuk berdahak, bahkan sesak nafas
b. System Kardiovaskuler (Blood-B2)
Perfusi jaringan perifer menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/ bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegali.
c. System Persyarafan (Brain-B3)
Telinga kadang-kadang berdenging, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi
lebih kental, penglihatan kabur/ ganda, diplopia, lensa mata keruh. Terjadi
penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.,sering kesemutan pada kaki. Pasien
dengan gangren cenderung mengalami neuropati/ mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
d. System Perkemihan (Bladder-B4)
Poliuri, inkontinensia urine,. Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh
darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi
seksual, gangguan seksualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme, Adanya hiperglikemia menyebabkan
terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing
(poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi
alvi relatif tidak ada ganggu
e. System Pencernaan (Bowel-B5)
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, dehidrasi, penurunan berat
badan, anorexia.
f. System Muskuloskletal dan Integumen (Bone-B6)
Adanya rasa kesemutan pada tungkai bawah, Gangren di telapak kaki.
warna merah kehitaman dan berbau busuk. Karena Adanya luka gangren
dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita
tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal,
penderita mudah mengalami kelelahan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan Tujuan : 1. Kaji skala nyeri (1-10) dan lokasi 1. Memberikan informasi sebagai dasar
hipoksia jaringan/ neuropati Rasa nyeri hilang /berkurang nyeri dan pengawasan keefektifan intervensi
dalam 2-3 jam perawatan 2. Peningkatan tanda vital
2. Observasi tanda vital mengindikasikan nyeri yang hebat
Kriteria : 3. Posisis yang nyaman bisa Memberikan
1. Nyeri berkurang (skala nyeri 3. Berikan posisi senyaman rasa rileks
1-3) mungkin 4. Membantu menurunkan stimulus
2. Pasien tampak tenang dan sensasi nyeri dan meningkatkan
4. Ajarkan relaksasi dan distraksi
dapat melakukan metode untuk kemampuan koping/ rasa kontrol diri,
mengurang nyeri pengalihan perhatian menghilangkan
3. TTV dalam batas normal nyeri
TD 100-140/60-90 mmHg 5. Menurunkan spasme , merelaksasikan
N 60-100x/menit 5. Anjurkan untuk tirah baring otot dan memudahkan proses istirahat
Temp 36-37’C selama fase akut dan berikan
Resp 16-24x/menit lingkungan yang tenang 6. Analgetik memblok lintasan nyeri
sehingga nyeri akan berkurang
6. Kolaborasi dalam pemberian
analgetik (antrain,ketorolac)
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang Tujuan : 1. Kaji status nutrisi klien 1. Memberikan informasi tingkat
dari kebutuhan tubuh berhubungan Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat
dengan intake makanan yang selama dalam perawatan diberikan tindakan dan pengaturan diet
kurang, mual, muntah dan yang adekuat.
anoreksia Kriteria: 2. Anjurkan pasien untuk mematuhi 2. Kepatuhan terhadap diet dapat
1. Berat badan stabil dan tidak diet yang telah diprogramkan. mencegah komplikasi terjadinya
ada penurunan hipoglikemia/ hiperglikemia.
2. Melaporkan mual dan 3. Berikan makan selagi hangat 3. Membantu mengurangi rasa mual
muntah berkurang dan klien
mematuhi dietnya. 4. Timbang berat badan secara 4. Mengetahui tingkat keberhasilan atas
3. Kadar gula darah dalam batas berkala intervensi yang sudah diberikan
normal. 5. Menurunkan gula darah
5. Kolaborasi pemberian obat
antidiabetikum 6. Informasi yang cepat dapat mencegah
6. Pantau gula darah sesuai program hipoglikemi dan harus segera di tangani
secara berkala sesuai dengan prosedur tindakan yang
tepat
7. Kolaborasi dengan nutrisionist 7. Membantu perencanaan pemenuhan
untuk penghitungan kalori kebutuhan yang sesuai untuk klien
5. Gangguan mobilitas fisik Tujuan : 1. Kaji kemampuan klien dalam 1. Mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan
berhubungan dengan nyeri pada Klien mampu melaksanakan melakukan aktifitas dan sumber informasi untuk pemulihan
luka di kaki aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya selama perawatan 2. Mengikut sertakan keluarga untuk aktif
2. Kolaborasi dengan keluarga agar dalam perawatan klien dan memberikan
Kriteria : membantu kebutuhan ADL terapi lebih konsisten
Kebutuhan ADL terpenuhi
Daftar Pustaka
Brunner dan Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. EGC.
Jakarta
Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi. 2 EGC.
Jakarta
Doengoes, M.E.et all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (edisi 3). EGC. Jakarta
Nurlatifah, Gita (2010). Makalah Ilmiah: Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Diabetes Melitus. Poltekkes. Jakarta
RSUD Dr. Soetomo (1994), Pedoman Diagnosis Dan Therapi . Lab UPF ilmu
Penyakit Dalam. Universitas Airlangga. Surabaya
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Vol 3. EGC. Jakarta