Anda di halaman 1dari 20

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

ULKUS DIABETIKUM

I. Konsep Dasar Ulkus Diabetikum


A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm,
lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90
gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam
tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas
terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari
lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini
merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada
alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari
epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus (Tambayong,
2001).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
a) Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
elektrolit.
b) Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang
bersama-sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin.
Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
1) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon
yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “
anti insulin like activity”.
2) Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80%, membuat insulin.
3) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin
yang menghambat pelepasan insulin dan glukagon (Tambayong, 2001).
2. Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas,
adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan
diintestin dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan
disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih
tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah
lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari
vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal
glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa
hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau
hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glukagon sangat penting pada
metabolisme karbonhidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan
merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan
fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan
glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan lebih aktif.
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan
oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon
antara lain :
a. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin. Kerja
insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan
cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel.
1). Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
2). Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.
3). Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
4). Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
b. Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu
mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia
akibat pengaruh insulin.
c. Anatomi kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya
sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan
luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5
mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis
terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medikal
lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak
kaki, punggung, bahu dan bokong.
1) Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, langerhans dan
merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh,
paling tebal terletak pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis
hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit.
Fungsi Epidermis : proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan
sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi ( melanosit) dan
pengenalan allergen ( sel langerhans ).
2) Dermis
Merupakan bagian yang paling penting dikulit yang sering dianggap
sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong
epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya
bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu :
a) Lapisan papiler : tipis mengandung jaringan ikat jarang.
b) Lapisan retikuler : tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Fungsi dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi,
menahan shearing forces dan respon inflamasi.

3) Subkutis
Merupakan lapisan dibawah dermis atau hypodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan
kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya
berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu.
Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hypodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas,
cadangan kalori control bentuk tubuh dan mechanical shock absorver.

4) Vaskularisasi kulit
Arteri yang member nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara
lapisan papiler dan retikuler dermis selain itu antara dermis dan jaringan
subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla
dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang
vena.

d. Fisiologi kulit.
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan, sebagaibarier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi),
sensasi, eskresi dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari
elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi
mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu
fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf
seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada
pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi
dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses
keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan
mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi
pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi
pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan
melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat
meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun,
pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan
mempertahankan panas.

Luka dapat terjadi pada trauma, pembedahan, neuropatik, vaskuler,


penekanan dan keganasan Luka diklasifikasikan dalam 2 bagian :
a) Luka akut : merupakan luka trauma yang biasanya segera mendapat
penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi
komplikasi.
b) Luka kronik : luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali
(rekuren) dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya
disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita.

B. Definisi
Ganggren kaki diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman
yang berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi dipembuluh darah sedang atau
besar di tungkai. (Askandar, 2001)
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas disertai invasive kuman saprofit. adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga
merupakan salah satu gejala klinik perjalanan penyakit DM dengan neuropati
perifer, (Andyagreeni, 2010)
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai
sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar
LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik
untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada
dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan
morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi
serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).
C. Etiologi
Gangren Kaki Diabetik
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi
menjadi endogen dan eksogen.
1. Faktor endogen :
a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
2. Faktor eksogen :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
Ada beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya Ulkus Diabetik, (Roger Watson,
2002) yaitu :
1. Neuropati Diabetik
Adalah kelainan urat syaraf akibat DM karena tinggi kadar gula dalam darah
yang bisa merusak urat syaraf penderita dan menyebabkan hilang atau
menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita mengalami
trauma kadang-kadang tidak terasa.
Gejala-gejala Neuropatik :
Kesemutan, rasa panas, rasa tebal ditelapak kaki, kram, badan sakit semua
terutama pada malam hari.
2. Angiopati Diabetik
Adalah penyempitan pembuluh darah besar atau kecil pada penderita DM
mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah. Apabila sumbatan
terjadi di pembuluh darah sedang/ besar pada tungkai maka tungkai akan
mudah mengalami ganggren diabetik yaitu luka pada kaki yang merah
kehitaman dan berbau busuk. Adapun angiopati menyebabkan asupan nutrisi,
oksigen serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit sembuh.
3. Infeksi
Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran listrik
(neuropati)

D. Klasifikasi
(Wagner, 1983), membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat II : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

Sedangkan (Brand, 1986) dan (Ward, 1987), membagi gangren kaki menjadi dua
golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
(arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah
betis.
Gambaran klinis KDI :
a. Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
b. Pada perabaan terasa dingin.
c. Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
d. Didapatkan ulkus sampai gangren
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati KDN
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi.
Gambaran Klinis KDN :
a. Kaki yang kering
b. Hangat, kesemutan
c. Mati rasa
d. Oedem kaki
e. Pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

E. Patofisiologis
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM,
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai ketidakseimbangan pada kulit dan otot yang kemudian
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan distribusi tekanan pada telapak kaki
dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetes. (Askandar, 2001)
Gangren Kaki Diabetik

Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat


hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan
tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini
tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian
dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol
akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua
protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses
glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi
baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor
disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk
terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya
gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan
hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami
trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan
motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga
merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati
akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan
darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan
merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi
gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin,
nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila
dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan
asupan nutrisi, oksigen (zat asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka
sulit sembuh. Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat
berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi
berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
F. Manifestasi Klinis
Ganggren Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ganggren panas
walaupun nekrosis, daerah akralitu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses angiopati
menyababkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli
memberikan gejala klinis 5 P :
1. Pain (nyeri)
2. Paleness (kepucatan)
3. Peresthesia (kesemutan)
4. Pulselessness (denyut nadi hilang)
5. Paralysis (lumpuh)

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine (Smeltzer C Suzanne, dan Bare 2001 : 1220) :
Stadium I : Asimtomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)
Stadium II : Terjadi klaudikasio intermitten
Stadium III : Timbul nyeri saat istirahat
StadiumIV : Terjadi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)

Kriteria diagnosis DM dengan gangguan toleransi glukosa :


Diagnosis DM apabila :
1. Terdapat gejala – gejala DM ditambah dengan,
2. Salah satu dari GDP > 120 mg/dl dan 2 jam PP > 200 mg/dl, atau random
GDA > 200 mg/dl.
Diagnosis DM apabila :
1. Tidak terdapat gejala DM tetapi,
2. Terdapat dua dari GDP > 120 mg/dl dan 2 jam PP > 200 mg/dl, atau random
GDA > 200 mg/dl.
Diagnosis GTG apabila :
1. GDP < 120 mg/dl dan 2 j PP antara 140 – 200 mg/dl.
Untuk kasus meragukan dengan hasil GDP > 120 mg/dl dan 2 j PP > 200
mg/dl, ulangi pemeriksaan sekali lagi dengan persiapan minimal 3 hari
dengan diit karbohidrat > 150 gr/hari dan kegiatan fisik seperti biasa.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah :
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Denervasi kulit menyebabkan produktifitas keringat menurun, sehingga
kulit kaki kering, pecah, rambut kaki / jari (-), Klaus, claw toe ulkus
tergantung saat ditemukan (0 - 5)
b. Palpasi
1) Kulit kering,pecah-pecah, tidak normal
2) Klusi arteri dingin, pulsasi(-)
3) Ulkus : kalus tebal dan keras
2. Pemeriksaan Vaskuler
Tes vaskuler non invasive : pengukuran oksigen transkutaneus, angkle brachial
index (ABI), absolute toe systolic pressure, ABI :tekanan sistolik betis dengan
tekana sistolik lengan.

3. Pemeriksaan Radiologis
Mengetahui gas subkutan,benda asing, osteomielitis.

4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah
1) Glukosa darah meningkat > 120 mg/dl dan 2 j PP > 200 mg/dl, atau
random GDA > 200 mg/dl.
2) Asam lemak bebas meningkat
3) Osmolalitas serum meningkat
4) Gas darah arteri : PH menurun, HCO3 menurun
5) Ureum/kreatinin meningkat/normal.
6) Urine : gula + aseton positip
7) Elektrolit : Na, K, fosfor .
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
ketidakseimbangan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +
++ ), dan merah bata( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman. (Zaidah, 2005)
Hasil pemeriksan kadar glukosa darah sewaktu dan kadar glukosa darah puasa
secara enzimatik pasien Diabetes Mellitus (PERKENI, dikutip dari Soegondo,
2004).
No Jenis Tempat Normal Belum pasti DM
Pengambilan DM
1. GDS (mg/dl) a. Plasma < 110 110-199 ≥200
vena mg/dl mg/dl mg/dl

b. Darah <90 mg/dl 90-199 ≥200


Kapiler mg/dl mg/dl

2. GDP (mg/dl) a. Plasma <110 110-125 ≥200


Vena mg/dl mg/dl mg/dl

b. Darah <90 mg/dl 90-109 ≥200


Kapiler mg/dl mg/dl

Menurut American Diabetic Association (ADA) harga normal hasil


pemeriksaan kadar gula sewaktu (GDA) dengan menggunakan alat
Accutrend sebelum makan adalah 90-130 mg/dl, sedangkan setelah makan
adalah < 180 mg/dl (ADA, 2006).

H. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi Medis
Menurut (Soegondo, 2009)
a. Obat Hiperglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin
a) Sulfonilurea
Efek utama golongan ini meningkatkan sekresi insuin oleh sel
beta pancreas. Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada
penderita penyakit hati, ginjal, dan tiroid. Yang termasuk obat
golongan ini adalah : Khlorpropamid, Glibenklamid, Glikasid,
Glikuidon, Glipisid, Glimepirid.
b) Glinid
Merupakan obat generasi baru mempunyai cara kerja yang
sama dengan sulfonylurea dengan meningkatkan sekresi
insulin fase pertama. Golongan obat ini terdiri dari 2 macam
obat, yaitu : Ripaglinid, Nateglinid.
2) Penambah sensitifitas terhadap insulin.
a) Biguanid
Biguanid tidak merangsang sekresi insulin dan terutama
bekerja di hati dengan mengurangi “hepatic glucose output “
dan menurunkan kadar glukosa dalam darah sampai normal
(euglikemia) serta tidak pernah menyebabkan hipoglikemia.
Contoh obat ini adalah Metformin.
b) Thiazolindion/ Glitazon
Thiazolindion berikatan pada peroxisome proliferator activated
receptor gamma (PPARγ) suatu reseptor inti di sel otot dan sel
lemak.obat golongan ini memperbaiki sensitifitas terhadap
insulin dengan memperbaiki transfor glukosa ke dalam sel.
contoh golongan ini : Pioglitazon (actoz) dan Rosiglitazon
(avandia)
3) Penambah Alfa Glukosidase / Arcabose
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa
glukosidase didalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat
menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan glikemia
posprandial. Obat ini bekerja dilumen usus dan tidak menyebabkan
hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.
4) Golongan inkretin
a) Inkretin Mimetic
 Jenis : suntikan
 Mekanisme : menurunkan glukosa darah dengan cara
merangsang sekresi insulin dan menghambat sekresi
glucagon.
b) Penghambat DPP IV
 Mekanisme : obat golongan baru ini mempunyai cara
kerja menghambat suatu enzim yang menggradasi
hormone inkretin endogen yang berasal dari usus,
sehingga dapat meningkatkan sekresi insulin yang
dirangsang glukosa, mengurangi sekresi glucagon dan
memperlambat pengosongan lambung.
 Dosis : tunggal tanpa perlu penyesuaian dosis, dapat
diberikan monoterapi tetapi juga dapat dikombinasikan
dengan meformin, glitazon atau sulfonylurea .
b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis
3) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
c. Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar
glukosa darah.
2. Terapi perawatan
a. Memperbaiki keadaan umum penderita dengan nutrisi yang memadai
b. Pemberian anti Agregasi trombosit jika diperlukan, hipolipidemik dan
anti hipertensi
c. Bila dicurigai suatu ganggren segera diberikan antibiotik spektrum luas,
meskipun untuk menghancurkan klostridia hanya diperlukan penisillin.
d. Dilakukan pengangkatan jaringan yang rusak. Kadang-kadang jika
sirkulai sangat jelek, sebagian atau seluruh anggota tubuh harus
diamputasi untuk mencegah penyebaran infeksi.
e. Terapi oksigen bertekanan tinggi (oksigen hiperbarik), bisa juga
digunakan untuk mengobati ganggren kulit yang luas. Penderita diletakan
dalam ruangan yang mengandung oksigen bertekanan tinggi, yang akan
membantu membunuh klostridia.
f. Bersihkan luka dikulit dengan seksama
Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida
atau antiseptik ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate
1: 500 mg dan penutupan ulkus dengan kasa steril.
g. Waspada akan tanda-tanda terjadinya infeksi (kemerahan, nyeri,
keluarnya cairan, pembengkakan).
Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetikum :
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk
memberikansmua unsure makanan esensial, memenuhi kebutuhan
energy, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan
kadar lemak.
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara
optimal.
3. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan 2x/ hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
4. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari
keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan
mampu menghidari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
5. Kontrol Nutrisi Dan Metabolik
Faktor nutrisi merupakan salah satu factor yang berperan dalam penyembuhan
luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses
penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan
albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau
gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi 20%, lemak 20%,
dan karbohidrat 60%. Infeksi atau Inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi
kadar gula darah yang besar.

Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksidapat


membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia
yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah
yang baik harus di upayakan sebagai perawatan pasien secara total.
6. Stress Mekanik
Perlu meminimalkan berat badan (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi
weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang
tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit
dan mata kaki harus dilindungi serta harus di inspeksi setiap hari. Hal ini
diperlukan karna kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri,
sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan
bakteri masuk pada tempat luka.
7. Tindakan bedah
a. Derajat 0 : Perawatan lokal secara khusus tidak ada
b. Derajat I-V : Pengelolaan medik dan bedah minor.

I. Komplikasi
Menurut (Soegondo, 2006)
1. Osteomyelitis (infeksi pada tulang)
2. Sepsis
3. Kematian

II. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1 Keluhan
a. Subjektif :Adanya rasa kesemutan pada telapak kaki/ tungkai
bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka di kaki yang tidak
sembuh – sembuh, berbau, dan nyeri. mudah lelah, mual dan nafsu
makan menurun.
b. Objektif :Pasien tampak lemah, lemas, luka pada telapak kaki
tampak basah dan berbau, Glukosa darah meningkat > 200 mg/dl

2. Pemeriksaan Fisik
a. System Pernafasan (Breath-B1)
Kadang ditemukan adanya batuk berdahak, bahkan sesak nafas
b. System Kardiovaskuler (Blood-B2)
Perfusi jaringan perifer menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/ bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegali.
c. System Persyarafan (Brain-B3)
Telinga kadang-kadang berdenging, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi
lebih kental, penglihatan kabur/ ganda, diplopia, lensa mata keruh. Terjadi
penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.,sering kesemutan pada kaki. Pasien
dengan gangren cenderung mengalami neuropati/ mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
d. System Perkemihan (Bladder-B4)
Poliuri, inkontinensia urine,. Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh
darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi
seksual, gangguan seksualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme, Adanya hiperglikemia menyebabkan
terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing
(poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi
alvi relatif tidak ada ganggu
e. System Pencernaan (Bowel-B5)
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, dehidrasi, penurunan berat
badan, anorexia.
f. System Muskuloskletal dan Integumen (Bone-B6)
Adanya rasa kesemutan pada tungkai bawah, Gangren di telapak kaki.
warna merah kehitaman dan berbau busuk. Karena Adanya luka gangren
dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita
tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal,
penderita mudah mengalami kelelahan.

B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan melemahnya /
menurunnya aliran darah / suplay oksigen ke daerah gangren akibat adanya
obstruksi pembuluh darah, iskemik jaringan.
2. Resiko tinggi terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan, luka
gangren, hiperglikemia
3. Nyeri akut berhubungan dengan hipoksia jaringan/ neuropati
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang, mual, muntah dan anoreksia
5. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
C. Perencanaan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
1. Gangguan perfusi jaringan perifer Tujuan : 1. Pantau tanda vital, palpasi denyut 1. Merupakan indikator dari volume
berhubungan dengan melemahnya / Perfusi jaringan perifer kembali nadi perifer, catat suhu/ warna sirkulasi dan fungsi organ / perfusi
menurunnya aliran darah / suplay normal dalam waktu 3x24 jam kulit sekitar ulkus jaringan yang adekuat
oksigen ke daerah gangren akibat
adanya obstruksi pembuluh darah, Kriteria: 2. Bantu latihan rentang gerak, 2. Menstimulasi sirkulasi perifer
iskemik jaringan 1. Warna kulit sekitar luka tidak meliputi latihan pasif dan aktif membantu mencegah terjadinya vena
pucat/ sianosis pada lutut dan kaki statis sehingga menurunkan resiko
2. Kulit sekitar luka teraba pembentukan thrombus.
hangat. 3. Ajarkan pasien untuk melakukan
3. Neoropati berkurang mobilisasi
4. Edema tidak terjadi dan luka
tidak bertambah parah 4. Ajarkan tentang faktor-faktor 3. Meningkatkan sirkulasi dan
yang dapat meningkatkan aliran mengembalikan fungsi normal organ
darah : Tinggikan kaki sedikit 4. Mencegah terjadinya sirkulasi vena
lebih rendah dari jantung posisi statis dan menurunkan resiko
elevasi pada waktu (istirahat), tromboplebitis.
hindari penyilangan kaki,
penggunaan bantal di bawah lutut,
dan duduk dengan kaki yang
tergantung lama.
5. Berikan balutan yang tidak terlalu
5. Balutan yang tidak terlalu kencang
kencang pada ulkus membantu kelancaran aliran darah ke
perifer tanpa hambatan
6. Kolaborasi pemberian anti 6. Anti embolik/ antiplatelet Meningkatkan
embolik/ anti platelet pengembalian aliran vena statis pada
kaki untuk menurunkan resiko
thrombosis.
2. Resiko terjadinya penyebaran Tujuan : 1. Pantau adanya tanda-tanda 1. Deteksi dini terjadinya infeksi
infeksi (sepsis) berhubungan Tidak terjadi penyebaran infeksi infeksi (panas, merah, nyeri, memberikan kesempatan untuk
dengan luka gangren, hiperglikemia (sepsis) selama perawatan pus, bengkak)dan Inspeksi intervensi tepat waktu dan mencegah
balutan dan luka dan perhatikan komplikasi lebih serius (osteomielitis)
Kriteria: 2. karakteristik drainase
1. 1. Tanda-tanda infeksi tidak (bau,warna, banyaknya eksudat) 2. Membantu mengurangi resiko infeksi
ada(panas, merah, nyeri, pus, 3. Cuci tangan sebelum dan nosokomial (kontaminasi silang).
bengkak) sesudah melakukan aktifitas, 3. Meminimalkan kesempatan introduksi
2. Suhu tubuh normal 36-37 °C walaupun menggunakan sarung bakteri, mencegah kontaminasi luka
3. Keadaan luka baik dan kadar tangan steril dan Rawat luka dan penyebaran infeksi.
gula darah normal (GDP < 120 secara aseptic 4. Kebersihan diri yang baik merupakan
mg/dl dan 2 j PP antara 140 – 4. Jaga kebersihan diri klien dan salah satu cara mencegah infeksi
200 mg/dl). lingkungan selama perawatan. kuman.
4. Nilai leukosit dalam darah 5. Kolaborasi dalam pemberian 5. Penanganan awal dapat membantu
normal (3,5 – 10 mmᶟ) antibiotik mencegah timbulnya sepsis. Antibiotika
6. Pantau gula darah setiap hari spectrum luas dapat digunakan secara
dan awasi nilai leukosit dalam propilaktik, namun disesuaikan dengan
darah organism khusus.
7. Rujuk untuk pemeriksaan kultur 6. Meningkatnya gula darah menghambat
proses penyembuhan. Peningkatan
jumlah leukosit yang melebihi batas
normal mengindikasikan adanya infeksi
7. Menentukan jenis spesifikasi kuman.

3. Nyeri akut berhubungan dengan Tujuan : 1. Kaji skala nyeri (1-10) dan lokasi 1. Memberikan informasi sebagai dasar
hipoksia jaringan/ neuropati Rasa nyeri hilang /berkurang nyeri dan pengawasan keefektifan intervensi
dalam 2-3 jam perawatan 2. Peningkatan tanda vital
2. Observasi tanda vital mengindikasikan nyeri yang hebat
Kriteria : 3. Posisis yang nyaman bisa Memberikan
1. Nyeri berkurang (skala nyeri 3. Berikan posisi senyaman rasa rileks
1-3) mungkin 4. Membantu menurunkan stimulus
2. Pasien tampak tenang dan sensasi nyeri dan meningkatkan
4. Ajarkan relaksasi dan distraksi
dapat melakukan metode untuk kemampuan koping/ rasa kontrol diri,
mengurang nyeri pengalihan perhatian menghilangkan
3. TTV dalam batas normal nyeri
TD 100-140/60-90 mmHg 5. Menurunkan spasme , merelaksasikan
N 60-100x/menit 5. Anjurkan untuk tirah baring otot dan memudahkan proses istirahat
Temp 36-37’C selama fase akut dan berikan
Resp 16-24x/menit lingkungan yang tenang 6. Analgetik memblok lintasan nyeri
sehingga nyeri akan berkurang
6. Kolaborasi dalam pemberian
analgetik (antrain,ketorolac)

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang Tujuan : 1. Kaji status nutrisi klien 1. Memberikan informasi tingkat
dari kebutuhan tubuh berhubungan Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat
dengan intake makanan yang selama dalam perawatan diberikan tindakan dan pengaturan diet
kurang, mual, muntah dan yang adekuat.
anoreksia Kriteria: 2. Anjurkan pasien untuk mematuhi 2. Kepatuhan terhadap diet dapat
1. Berat badan stabil dan tidak diet yang telah diprogramkan. mencegah komplikasi terjadinya
ada penurunan hipoglikemia/ hiperglikemia.
2. Melaporkan mual dan 3. Berikan makan selagi hangat 3. Membantu mengurangi rasa mual
muntah berkurang dan klien
mematuhi dietnya. 4. Timbang berat badan secara 4. Mengetahui tingkat keberhasilan atas
3. Kadar gula darah dalam batas berkala intervensi yang sudah diberikan
normal. 5. Menurunkan gula darah
5. Kolaborasi pemberian obat
antidiabetikum 6. Informasi yang cepat dapat mencegah
6. Pantau gula darah sesuai program hipoglikemi dan harus segera di tangani
secara berkala sesuai dengan prosedur tindakan yang
tepat
7. Kolaborasi dengan nutrisionist 7. Membantu perencanaan pemenuhan
untuk penghitungan kalori kebutuhan yang sesuai untuk klien

5. Gangguan mobilitas fisik Tujuan : 1. Kaji kemampuan klien dalam 1. Mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan
berhubungan dengan nyeri pada Klien mampu melaksanakan melakukan aktifitas dan sumber informasi untuk pemulihan
luka di kaki aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya selama perawatan 2. Mengikut sertakan keluarga untuk aktif
2. Kolaborasi dengan keluarga agar dalam perawatan klien dan memberikan
Kriteria : membantu kebutuhan ADL terapi lebih konsisten
Kebutuhan ADL terpenuhi
Daftar Pustaka

Brunner dan Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. EGC.
Jakarta

Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi. 2 EGC.
Jakarta

Doengoes, M.E.et all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (edisi 3). EGC. Jakarta

Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Media


Aescullapius. Jakarta

Nanda (2000). Diagnosa Keperawatan. Edisi. 8. EGC. Jakarta

Nurlatifah, Gita (2010). Makalah Ilmiah: Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Diabetes Melitus. Poltekkes. Jakarta

Price, Anderson Sylvia. (1995) Patofisiologi Konsep klinis proses-proses


penyakit,Edisi. 4. EGC. Jakarta

RSUD Dr. Soetomo (1994), Pedoman Diagnosis Dan Therapi . Lab UPF ilmu
Penyakit Dalam. Universitas Airlangga. Surabaya

Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Vol 3. EGC. Jakarta

Soegondo, dkk. (2009), Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. FKUI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai