Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN STASE KMB

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangren Pedis Sinistra


di Ruang Bougenville RSUD Kota Tanjungpinang
Tanggal : 19 April 2021 s/d 24 April 2021

Neni Septiani
NIM.120114037

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
TA. 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Medik


1. Pengertian

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan


hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohirat, lemak,
dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan
sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskuler, makrovaskuler, dan neuropati (Yuliana elin, 2009 dalam NANDA
NIC NOC 2015).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofir. Adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga
merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati
perifer (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Mellitus sebagai
sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL
yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya ulkus diabetik melalui
pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah (Zaidah 2005).
Gangren adalah proses atau keadaan  yang ditandai dengan adanya jaringan
mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang
disebabkan oleh infeksi ( Askandar, 2001 ).
Ganggren adalah akibat dari kematian sel dalam jumlah besar, ganggren dapat
diklasifikasikan sebagai kering atau basah. Ganggren kering meluas secara lambat
dengan hanya sedikit gejala, ganggren kering serimh dijumpai di ekstremitas
umumnya terjadi akibat hipoksia lama. Gangren basah adalah suatu daerah dimana
terdapat jaringan mati yang cepat peluasannya, sering ditemukan di organ-organ
dalam, dan berkaitan dengan infasi bakteri kedalam jaringan yang mati tersebut.
Ganggren ini menimbulkan bau yang kuat dan biasanya disertai oleh manifestasi
sistemik. Ganggren basah dapat timbul dari ganggren kering.
Ganggren diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer akibat
penyakit diabetes mellitus. Biasanya gangren tersebut terjadi pada daerah tungkai.
Keadaan ini ditandai dengan pertukaran sekulitis dan timbulnya vesikula atau bula
yang hemoragik kuman yang biasa menginfeksi pada gangren diabetik adalah
streptococcus (Soeatmaji, 1999).
Kaki diabetik adalah kaki yang perfusi jaringannya kurang baik karena
angiopati dan neuropati selain itu terdapat pintas arteri-vena di ruang subkutis
sehingga kaki tampak merah dan mungkin panas tetapi perdarahan kaki tetap kurang.
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman
dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar
di tungkai. ( Askandar, 2001).
Jadi dapat disimpulkan bahwa gangren adalah kematian jaringan, biasanya
berhubungan dengan berhentinya aliran darah ke daerah yang terkena.

2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Pankreas

Pankreas terletak melintang di bagian atas abdomen di belakang gaster di dalam


ruang retropritoneal. Di sebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa di arah
kronidorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan korpus
pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak
lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior unsinatis pankreas. Pankreas
terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum
2) Pulau langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya
namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung ke dalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1-2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans
hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta.
Sel beta yang mencakup kira-kira 60% dari semua sel terletak terutama di tengah
setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan
insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu
dengan yang lain. Dalam sel B, molekul insulin membentuk polimer yang juga
kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena
perbedaan dalam ukuran polimer atau agregrat seng dari insulin. Insulin disentesis
di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian di angkut ke aparatus golgi,
tempat ia dibungkus di dalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak
ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan
insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran
basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk
mencapai aliran darah (Ganong, 1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25% dari
seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10% dari seluruh
sel mensekresikan somatostatin (Perace, 2000).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
1) Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
elektrolit.
2) Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersama-
sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin. Pulau
langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
a) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon
yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti
insulin like activity “.
b) Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.
c) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang
menghambat pelepasan insulin dan glukagon (Tambayong, 2001).
b. Fisiologi Pankreas
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa
hormon. Hormon yang disekresikan oleh sel-sel di pulau langerhans. Hormon-
hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar
glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meingkatkan glukosa darah
yaitu glukagon.
c. Fisiologi Insulin
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel di pulau langerhans menyebabkan
timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone lainnya,
contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat
sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans.
Ransangan utama pelepasan insulin di atas kadar basal adalah peningkatan kadar
glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90
md/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah
berkaitan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan
peningkatan transportasi glukosa ke dalam sel dan dapat segera digunakan untuk
menghasilkan energi atau dapat disimpan di dalam hati (Guyton & Hall, 1999).

3. Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu :
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki.
b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
c. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanda osteomielitis.
e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
f. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren diabetik menjadi
dua golongan :
a. Gangren diabetik akibat Iskemia
Gangren diabetic jenis ini disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat
adanya mikroangiopati (aterosklerosis) dari pembuluh darah besar di tungkai,
terutama di daerah betis.
Gambaran klinis :
1) Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat
2) Pada perabaan terasa dingin
3) Pulsasi pembuluh darah kurang kuat
4) Didapatkan ulkus sampai gangrene
4. Etiologi
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi
menjadi endogen dan faktor eksogen.
a. Faktor endogen :
1) Genetik
2) Metabolik
3) Angiopati diabetik
4) Neuropati diabetik
b. Faktor eksogen :
1) Trauma
2) Infeksi
3) Obat
Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh pada ulkus atau gangrene kaki
diabetik secara garis besar menurut Tjokroprawiro, (2006) dibedakan menjadi 2
yaitu :
1) Faktor endogen: neuropati, angiopati, menurunnya system imun
2) Faktor eksogen: trauma, dan Infeksi
Berbagai faktor resiko yang dapat mempengaruhi timbulnya gangren diabetik
adalah neuropati, iskemia, dan infeksi (Sutjahyo, 1998). Iskemia disebabkan karena
adanya penurunan aliran darah di tungkai akibat mikroangiopati (aterosklerosis) dari
pembuluh darah besar di tungkai terutama pembuluh darah di daerah betis. Hal ini
disebabkan karena beberapa faktor resiko lebih banyak dijumpai pada diabetes
mellitus sehingga memperburuk fungsi endotel yang berperan terhadap terjadinya
proses atherosklerosis. Kerusakan endotel ini merangsang agregasi platelet dan timbul
trombosis, selanjutnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah dan timbul hipoksia.
Iskemia atau gangren diabetik dapat terjadi akibat dari atherosklerosis yang disertai
trombosis, pembentukan mikrotrombin akibat infeksi, kolesterol emboli yang berasal
dari plak atheromatous dan obat – obat vasopressor.

5. Manifestasi Klinis
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis,
daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba
pulsasi arteri dibagian distal. Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh
darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan).
c. Paresthesia (kesemutan).
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten.
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus) (Smeltzer dan
Bare, 2001: 1220).
Gambaran klinik yang tampak adalah penderita mengeluh nyeri tungkai bawah
waktu istirahat, kesemutan, cepat lelah, pada perabaan terasa dingin, pulsasi
pembuluh darah kurang kuat dan didapatkan ulkus atau gangren. Adanya neurophaty
perifer akan menyebabkan gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik
akan menyebabkan hilangnya atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga
penderita akan mengalami trauma tanpa terasa, yang mengakibatkan terjadinya atropi
pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang mengakibatkan pula terjadinya
ulkus pada kaki. Ulkus yang terjadi pada kaki diabetik umumnya diakibatkan karena
trauma ringan, ulkus ini timbul didaerah-daerah yang sering mendapat tekanan atau
trauma pada telapak kaki, hal ini paling sering terjadi, didaerah sendi
metatarsofalangeal satu dan lima didaerah ibu jari kaki dan didaerah tumit. Mula-mula
inti penebalan hiper keratotik dikulit telapak kaki, kemudian penebalan tersebut
mengalami trauma disertai dengan infeksi sekunder. Ulkus terjadi makin lama makin
dalam mencapai daerah subkutis dan tampak sebagaii sinus atau kerucut bahkan
sampai ketulang. Infeksi sendiri jarang merupakan faktor tunggal untuk terjadinya
gangren. Infeksi lebih sering merupakan komplikasi yang menyertai gangren akibat
ischemia dan neuropathy. Ulkus berbentuk bullae, biasanya berdiameter lebih dari
satu sentimeter dan terisi masa, sisa-sisa jaringan tanduk, lemak pus dan krusta diatas
dasar granulomatous. Ulkus berjalan progresif secara kronik, tidak terasa nyeri tetapi
kadang-kadang ada rasa sakit yang berasal dari struktur jaringan yang lebih dalam
atau lebih luar dari luka. Bila krusta dan produk-produk ulkus dibersihkan maka
tampak ulkus yang dalam seperti kerucut, ulkus ini dapat lebih progresif bila tidak
diobati dan dapat terjadi periostitis atau osteomyelitis oleh infeksi sekunder akibatnya
timbul osteoporosis, osteolisis dan destruktif tulang.
Gejala Umum Penderita dengan gangren diabetik, sebelum terjadi luka
keluhan yang timbul adalah berupa kesemutan atau kram, rasa lemah dan baal pada
tungkai dan nyeri pada waktu istirahat. Akibat dari keluhan ini, maka apabila
penderita mengalami trauma atau luka kecil hal tersebut tidak dirasakan. Luka
tersebut biasanya disebabkan karena penderita tertusuk atau terinjak paku kemudian
timbul gelembung-gelembung pada telapak kaki. Kadang menjalar sampai punggung
kaki dimana tidak menimbulkan rasa nyeri, sehingga bahayanya mudah terjadi infeksi
pada gelembung tersebut dan akan menjalar dengan cepat (Sutjahyo A, 1998 ).
Apabila luka tersebut tidak sembuh-sembuh, bahkan bertambah luas baru penderita
menyadari dan mencari pengobatan. Biasanya gejala yang menyertai adalah
kemerahan yang makin meluas, rasa nyeri makin meningkat, panas badan dan adanya
nanah yang makin banyak serta adanya bau yang makin tajam.

6. Patofisiologi
Sebagian besar gambaran patologik dari diabetes mellitus dapat dihubungkan
dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
a. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
b. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol
pada dinding pembuluh darah.
c. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat


mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah
makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal
( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria
karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat  menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri
disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama
urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan
menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau
kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang
disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama  akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya
gangren.
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik diabetes mellitus
akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
a. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan
jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang
berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal  melalui glikolisis,
tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi
sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi.
b. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua
protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi
pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro
maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor
disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya
KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik
maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya
sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang
mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan
mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya 
aliran darah  ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih
besar maka  penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak
tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki
terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila
dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan
asupan nutrisi, oksigen (zat asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit
sembuh (Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD
akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi
berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.

7. Komplikasi
a. Dry Gangren
Dry Gangren terjadi ketika ada memperlambat atau hambatan dalam aliran darah
ke bagian tubuh seperti jari-jari kaki dan jari-jari.
Tipe 1 dan tipe 2 diabetes mellitus mengarah pada gangren kering karena gula
darah tinggi dan diabetes menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang
membawa darah ke jari tangan dan kaki.
Arteriosklerosis mengarah ke dinding-dinding arteri yang menebal atau
pembentukan plak kolesterol dan mempersempit diamete pembuluh kecil yang
mengarah ke gangrene. Demikian pula, penyakit arteri perifer mengarah ke lemak
dalam arteri dan darah berhenti mengalir ke jari tangan dan kaki yang mengarah
ke gangren.
Dry gangren biasanya terbatas untuk bagian terpengaruh dan ada pada kawasan
kulit yang sehat, hanya di luar yang terkena dampaknya. Daerah kulit yang
terkena berubah dingin, kering, dan hitam dan akhirnya jatuh. Ini disebut
mumifikasi.
b. Gangren Basah
Gangren basah terlihat setelah cedera serius atau gigitan embun beku atau bahkan
daerah yang dibakar menjadi terinfeksi dan infeksi masuk sampai ke dalam
jaringan. Infeksi menyebabkan pembengkakan jaringan dan memblok suplai darah
ke daerah yang terkena membuat infeksi dan gangren progresif jadi lebih buruk
Gangren basah dapat menyebar lebih cepat menuju komplikasi yang mengancam
jiwa seperti syok septik jika tidak ditangani segera.
c. Gangren Gas
Gangren juga dapat disebabkan oleh bakteri khusus yang disebut Clostrifium. Ini
disebut gangren gas. Ini adalah infeksi umum yang dilihat selama perang.
Necrotising nekrotikans disebabkan ketika bakteri menyebar ke dalam kulit dan
menyerang lebih dalam jaringan.
d. Gangren Internal
Gangren dapat juga mempengaruhi organ-organ internal ketika lairan darah ke
organ-organ terhalang. Ini disebut gangren internal dan dapat mempengaruhi
kandung empedu atau usus yang terperangkap dalam hernia.
e. Fournier’s Gangren
Ketika ganren mempengaruhi penis dan alat kelamin disebut Fournier’s gangren.

8. Penatalaksanaan
Pengobatan dan perawatan pengobatan dari gangren diabetik sangat
dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus, apabila dijumpai ulkus yang dalam
harus dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk menentukan kondisi ulkus dan
besar kecilnya debridement yang akan dilakukan.
Dari penatalaksanaan perawatan luka diabetik ada beberapa tujuan yang ingin
dicapai, antara lain :
a. Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
b. Optimalisasi suanana lingkungan luka dalam kondisi lembab
c. Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, kontrol DM, kontrol faktor penyerta)
d. Meningkatkan edukasi klien dan keluarga
Perawatan luka diabetik :
a. Mencuci luka
Mencuci luka merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan
terjaadinya infeksi. Proses pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan
nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa
metabolik tubuh pada permukaan luka. Cairan yang terbaik dan teraman untuk
mencuci luka adalah yang non toksik pada proses penyembuhan luka (misalnya
NaCl 0,9%). Penggunaan hidrogenperoxida, hypoclorite solution dan beberapa
cairan debridement lainnya, sebaliknya hanya digunakan pada jaringan nekrosis /
slough dan tidak digunakan pada jaringan granulasi. Cairan antiseptik seperti
provine iodine sebaiknya hanya digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada
keadaan penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali
dengan saline. (Gitarja, 1999).

b. Debridement
Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slough pada luka.
Debridement dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi atau selulitis, karena
jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan adanya peningkatan jumlah bakteri.
Setelah debridement, jumlah bakteri akan menurun dengan sendirinya yang diikuti
dengan kemampuan tubuh secara efektif melawan infeksi. Secara alami dalam
keadaan lembab tubuh akan membuang sendiri jaringan nekrosis atau slough yang
menempel pada luka (peristiwa autolysis). Autolysis adalah peristiwa pecahnya
atau rusaknya jaringan nekrotik oleh leukosit dan enzim lyzomatik. Debridement
dengan sistem autolysis dengan menggunakan occlusive dressing merupakan cara
teraman dilakukan pada klien dengan luka diabetik. Terutama untuk menghindari
resiko infeksi. (Gitarja W, 1999; hal. 16). Terapi Antibiotika Pemberian
antibiotika biasanya diberikan peroral yang bersifat menghambat kuman gram
positip dan gram negatip. Apabila tidak dijumpai perbaikan pada luka tersebut,
maka terapi antibiotika dapat diberikan perparenteral yang sesuai dengan
kepekaan kuman. (Sutjahyo A, 1998 ).
c. Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam
penyembuhan luka. Penderita dengan ganren diabetik biasanya diberikan diet B1
dengan nilai gizi : yaitu 60% kalori karbohidrat, 20% kalori lemak, 20% kalori
protein. (Tjokroprawiro, A, 1998).
d. Pemilihan jenis balutan
Tujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis balutan yang dapat
mempertahankan suasana lingkungan luka dalam keadaan lembab, mempercepat
proses penyembuhan hingga 50%, absorbsi eksudat / cairan luka yanag keluar
berlebihan, membuang jaringan nekrosis / slough (support autolysis ), kontrol
terhadap infeksi / terhindar dari kontaminasi, nyaman digunakan dan menurunkan
rasa sakit saat mengganti balutan dan menurunkan jumlah biaya dan waktu
perawatan (cost effektive). Jenis balutan: absorbent dressing, hydroactive gel,
hydrocoloid. (Gitarja, 1999).
Selain pengobatan dan perawatan diatas, perlu juga pemeriksaan Hb dan
albumin minimal satu minggu sekali, karena adanya anemia dan hipoalbumin akan
sangat berpengaruh dalam penyembuhan luka. Diusahakan agar Hb lebih 12 g/dl dan
albumin darah dipertahankan lebih 3,5 g/dl. Dan perlu juga dilakukan monitor
glukosa darah secara ketat, Karena bila didapatkan peningkatan glukosa darah yang
sulit dikendalikan, ini merupakan salah satu tanda memburuknya infeksi yang ada
sehingga luka sukar sembuh. Untuk mencegah timbulnya gangren diabetik dibutuhkan
kerja sama antara dokter, perawat dan penderita sehingga tindakan pencegahan,
deteksi dini beserta terapi yang rasional bisa dilaksanakan dengan harapan biaya yang
besar, morbiditas penderita gangren dapat ditekan serendah-rendahnya. Upaya untuk
pencegahan dapat dilakukan dengan cara penyuluhan dimana masing-masing profesi
mempunyai peranan yang saling menunjang. Dalam memberikan penyuluhan pada
penderita ada beberapa petunjuk perawatan kaki diabetik (Sutjahyo A, 1998 ):
a. Gunakan sepatu yang pas dan kaos kaki yang bersih setiap saat berjalan dan
jangan bertelanjang kaki bila berjalan
b. Cucilah kaki setiap hari dan keringkan dengan baik serta memberikan perhatian
khusus pada daerah sela-sela jari kaki
c. Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat kalus, tonjolan kaki atau jamur pada
kuku kaki
d. Suhu air yang digunakan untuk mecuci kaki antara 29,5 – 30 derajat celsius dan
diukur dulu dengan termometer
e. Janganlah menggunakan alat pemanas atau botol diisi air panas
f. Langkah-langkah yang membantu meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah
yang harus dilakukan, yaitu :
1) Hindari kebiasaan merokok
2) Hindari bertumpang kaki duduk
3) Lindungi kaki dari kedinginan
4) Hindari merendam kaki dalam air dingin
g. Gunakan kaos kaki atau stoking yang tidak menyebabkan tekanan pada tungkai
atau daerah tertentu
h. Periksalah kaki setiap hari dan laporkan bila terdapat luka, bullae kemerahan
atau tanda-tanda radang, sehingga segera dilakukan tindakan awal
i. Jika kulit kaki kering gunakan pelembab atau cream.
9. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arora (2007: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu :
a. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl
mengindikasikan diabetes.
b. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula
darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan
diabetes.
c. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan
akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah
meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
d. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum,
sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan ke dalam celah pada
mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar
glukosa yang dapat dilakukan dirumah.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.

a. Riwayat kesehatan sekarang :


Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung. Sakit
kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutam, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma dan bingung.
b. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunya riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infark
Miokard, gout.
c. Riwayat kesehatan keluarga :
Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
d. Pengkajian Pola Kesehatan
1) Pola persepsi – penanganan kesehatan
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki
diabetik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan
yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan
terjadinya resiko kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi
(Debra Clair, journal februari 2011).
2) Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan
sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan
mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya dieuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan oengeluaran glukosa pada
urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4) Pola aktivitas dan latihan
kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai
terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot-otot pada tungkai
bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-
hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka sehingga klien
mengalami kesulitan tidur.
6) Pola kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
8) Pola peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu
dan menarik diri dari pergaulan.
9) Pola seksualitas reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi seks, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya
peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten
pada pria. Resiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan
nefropati (Chin-Hsiao Tseng on journal, Maret 2011).
10) Pola koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping
konstruktif / adaptif
11) Pola nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.

e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Gula darah meningkat biasanya > 200 mg/dl
2) Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
3) Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
5) Alkalosis respiratorik
6) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
7) Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi
ginjal.
8) Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9) Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal
sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
10) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
11) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
12) Kultur : kemungkinan infeksi pada luka.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit
b. Nyeri
c. Intoleransi aktivitas
d. Gangguan citra tubuh
3. Rencana Asuhan Keperawatan

N DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL


O KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan Tujuan : 1).Ajarkan pasien untuk 1) Mobilisasi meningkatkan
b/d mempertahankan melakukan mobilisasi sirkulasi darah.
Melemahnya/menurunnya sirkulasi perifer tetap
aliran darah ke daerah normal. 2) Ajarkan tentang faktor-faktor 2) Meningkatkan melancarkan aliran
yang dapat meningkatkan darah balik sehingga tidak terjadi
gangren akibat adanya
aliran darah: Tinggikan kaki oedema.
obstruksi pembuluh darah Kriteria hasil : sedikit lebih rendah dari
a. Denyut nadi perifer jantung ( posisi elevasi pada
teraba kuat dan waktu istirahat), hindari
regular penyilangkan kaki, hindari
b.Warna kulit sekitar balutan ketat, hindari
luka tidak penggunaan bantal, di
pucat/sianosis. belakang lutut dan sebagainya.
c. Kulit sekitar luka
teraba hangat. 3). Ajarkan tentang modifikasi
d. Oedema tidak faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, 3) Kolestrol tinggi dapat
terjadi dan luka
teknik relaksasi, mempercepat terjadinya
tidak bertambah menghentikan kebiasaan arterosklerosis, merokok dapat
parah. merokok, dan penggunaan menyebabkan terjadinya
e. Sensorik dan obat vasokontriksi. vasokontriksi pembuluh darah,
motorik membaik relaksasi untuk mengurangi efek
dari stres.

4). Kerja sama dengan tim


kesehatan lain dalam pemberian
vasodilator, pemeriksaan gula
darah secara rutin dan terapi 4) Pemberian vasodilator akan
oksigen ( HBO ).
meningkatkan dilatasi pembuluh
darah sehingga perfusi jaringan
dapat diperbaiki, sedangkan
pemeriksaan gula darah secara
rutin dapat mengetahui
perkembangan dan keadaan pasien,
1) Kaji luas dan keadaan luka HBO untuk memperbaiki
serta proses penyembuhan oksigenasi daerah ulkus/gangren.

2. Kerusakan integritas kulit 1) Pengkajian yang tepat terhadap


Tujuan : Tercapainya luka dan proses penyembuhan
dan jaringan b/d Adanya 2) Rawat luka dengan baik dan
proses penyembuhan akan membantu dalam
luka gangrene diabetikum benar : Membersihkan luka
luka. menentukan tindakan
secara abseptik
menggunakan larutan yang selanjutnya
Kriteria hasil :
a.Berkurangnya tidak iritatif, angkat sisa
balutan yang menempel 2) Merawat luka dengan teknik
oedema sekitar luka. aseptik, dapat menjaga
b.Pus dan jaringan pada luka dan nekrotomi
jaringan yang mati. kontaminasi luka dan larutan
berkurang yang iritatif akan merusak
c. Adanya jaringan jaringan granulasi tyang timbul,
granulasi. 3) Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian insulin, sisa balutan jaringan nekrosis
d.Bau busuk luka dapat menghambat proses
berkurang. pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah granulasi.
pemberian anti biotik.
3) Insulin akan menurunkan kadar
gula darah, pemeriksaan kultur
pus untuk mengetahui jenis
kuman dan anti biotik yang
tepat untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar gula darah
untuk mengetahui
perkembangan penyakit.
1). Kaji tingkat, frekuensi, dan
reaksi nyeri yang dialami
pasien. 1) Untuk mengetahui berapa berat
2). Jelaskan pada pasien nyeri yang dialami pasien.
3. Ganguan rasa nyaman
Tujuan : rasa nyeri tentang sebab-sebab timbulnya
( nyeri ) berhubungan 2) Pemahaman pasien tentang
hilang/berkurang nyeri.
dengan iskemik jaringan penyebab nyeri yang terjadi akan
Kriteria hasil : mengurangi ketegangan pasien
dan memudahkan pasien untuk
a. Penderita secara
diajak bekerjasama dalam
verbal mengatakan
3). Ciptakan lingkungan yang melakukan tindakan.
nyeri berkurang atau
tenang.
hilang. 3) Rangasang yang berlebihan
b. Penderita dapat dari lingkungan akan
melakukan metode 4). Ajarkan teknik distraksi dan memperberat rasa nyeri.
atau tindakan untuk relaksasi.
mengatasi nyeri. 4) Teknik distraksi dan relaksasi
c. Elspresi wajah dapat mengurangi rasa nyeri yang
klien rileks. 5).Atur posisi pasien senyaman dirasakan pasien.
d. Tidak ada keringat mungkin sesuai keinginan
dingin, tanda vital pasien. 5) Posisi yang nyaman akan
membantu memberikan
dalam batas normal.(S
kesempatan pada otot untuk
: 36 – 37,5 0C, N: 60
relaksasi seoptimal mungkin.
– 80 x /menit, T :
120/80mmHg, RR : 6). Lakukan massage saat
18 – 20 x /menit ). rawat luka. 6) Massage dapat meningkatkan
vaskulerisasi dan pengeluaran pus
7). Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian analgesik. 7) Obat-obat analgesik dapat
membantu mengurangi nyeri
pasien.

4. Keterbatasan mobilitas Tujuan : Pasien dapat 1). Kaji dan identifikasi tingkat 1) Untuk mengetahui derajat
fisik berhubungan dengan mencapai tingkat kekuatan otot pada kaki pasien. kekuatan otot-otot kaki pasien.
rasa nyeri pada luka di kemampuan aktivitas
kaki. yang optimal. 2). Beri penjelasan tentang 2) Pasien mengerti pentingnya
Kriteria Hasil : pentingnya melakukan aktivitas sehingga dapat
a. Pergerakan paien aktivitas untuk menjaga kadar kooperatif dalam tindakan
bertambah luas keperawatan.
gula darah dalam keadaan
b. Pasien dapat
normal.
melaksanakan
aktivitas sesuai
dengan kemampuan 3). Anjurkan pasien untuk 3) Untuk melatih otot – otot kaki
( duduk, berdiri, menggerakkan/mengangkat sehingg berfungsi dengan baik.
berjalan ). ekstrimitas bawah sesuai
c. Rasa nyeri kemampuan.
berkurang.
d.Pasien dapat 4). Bantu pasien dalam
memenuhi kebutuhan memenuhi kebutuhannya. 4) Agar kebutuhan pasien tetap
sendiri secara dapat terpenuhi.
bertahap sesuai 5). Kerja sama dengan tim
dengan kemampuan. 5) Analgesik dapat membantu
kesehatan lain : dokter
mengurangi rasa nyeri, fisioterapi
( pemberian analgesik ) dan
untuk melatih pasien melakukan
tenaga fisioterapi.
aktivitas secara bertahap dan
benar.
4. Implementasi

Implementasi merupakan suatu tindakan atau rancangan pelaksana rencana yang


telah disusun secara cermat, rinci dan matang. Dengan kata lain, implementasi hanya dapat
dilakukan jika sudah ada perencanaan dan bukan hanya sekedar tindakan semata.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu proses identifikasi untuk mengukur/ menilai apakah suatu


kegiatan atau program yang dilaksanakan sesuai dengan perencanaan atau tujuan yang
ingin dicapai.
DAFTAR PUSTAKA

Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3), Jakarta: EGC
Price, A.S (1995). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi 4), Jakarta: EGC
Brunner dan Suddarth. (2018). Keperawatan Medikal Bedah edisi 12. Jakarta: EGC
Sholeh, D.R. 2018. Laporan Kasus Pasien dengan Kerusakan Integritas Jaringan Pada
Diabetes Mellitus di Ruang Siti Fadilah RSU ‘Aiisyiyah Ponorogo. Karya Tulis tidak
diterbitkan. Yogyakarta: Program studi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan
niversitas ‘Asyiyah Yogyakarta
Elin, Yuliana. 2015. Nanda Nic-Noc, “Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis, NANDA NIC-NOC” edisi jilid I. Yogyakarta: Mediaction

Anda mungkin juga menyukai