Anda di halaman 1dari 25

Laporan Praktikum Mandiri

Manajemen Agroekosistem Aspek Budidaya Pertanian


Di Lahan Padi Sawah Turus, Kec. Gampengrejo, Kabupaten Kediri

Disusun oleh:

HIDAYATUL KUSNIA
195040200111024 / R
ALIFIA RIZKY DALILAH

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii


DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ iv
1. PENDAHULUAN ...........................................................................................5
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 5
2. ISI .....................................................................................................................7
2.1 Analisis Keadaan Agroekosistem ............................................................. 7
2.2 Hasil Pengamatan Komponen Abiotik ..................................................... 8
2.3 Hasil Pengamatan Komponen Biotik ....................................................... 8
2.4 Produksi Lahan ......................................................................................... 9
2.5 Pembahasan ............................................................................................ 10
3. PENUTUP .....................................................................................................15
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 15
3.2 Rekomendasi .......................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................17
LAMPIRAN ..........................................................................................................19

ii
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Data suhu, intensitas, kelembaban, tinggi tempat, kemiringan lahan, curah
hujan. Waktu pengamatan: 12:00 WIB .............................................................. 8
2. Hasil pengamatan spesies gulma di areal sawah dengan agroekosistem
monokultur padi ..................................................................................................8
3. Pengamatan untuk mengkategorikan spesies gulma di areal pertanaman sawah
padi yang ditanam secara monokultur ................................................................ 9

iii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
Lampiran 1. Wawancara...................................................................................... 19
Lampiran 2. Perhitungan ..................................................................................... 20
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan .................................................................... 23

iv
5

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agroekosistem merupakan suatu ekosistem pertanian yang mencakup seluruh
aspek dalam ekosistem tersebut dan saling berkaitan satu sama lain termasuk
interaksi yang ada di dalamnya. Perubahan yang terjadi pada agroekosistem
diakibatkan adanya campur tangan manusia yang berusaha untuk memenuhi
kebutuhannya. Namun, adanya campur tangan manusia tentu akan mempengaruhi
kondisi dalam ekosistem tersebut. Dalam agroekosistem terdapat berbagai
komponen, diantaranya yaitu tumbuhan, hewan dan organisme yang ada. Hasil
produksi dalam suatu ekosistem pertanian juga dipengaruhi oleh interaksi yang
ada dalam agroekosistem tersebut. Analisis kualitas dan karakteristik lahan
spesifik lokasi dari setiap zona agroekosistem merupakan penentu keberhasilan
pengembangan komoditas pertanian, dimana merupakan persyaratan tumbuh dari
suatu komoditas (Damayanti, 2013). Manajemen agroekosistem merupakan
kegiatan mengelola ekosistem pada lahan pertanian sedemikian rupa sehingga
seperti keadaan yang alamiah dan berkelanjutan, keadaan seperti ini diupayakan
oleh manusia.
Agroekosistem pada lahan pertanian dapat dikatakan produktif jika terjadi
suatu keseimbangan antara tanah, unsur hara, intensitas cahaya matahari,
kelembapan udara dan organisme-organisme yang ada, sehingga dapat
menghasilkan suatu agroekosistem yang sehat dan yang berkelanjutan. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Spanner & Napolitano (2015) bahwa
agroekosistem yang sehat mampu mempertahankan keragaman komunitas
organisme tanah yang sehingga dapat menguntungkan akar tanaman, mendaur
ulang nutrisi penting tanaman, memperbaiki struktur tanah yang berefek positif
bagi air tanah dan kapasitasnya menyimpan nutrisi, yang pada akhirnya
meningkatkan produksi tanaman.
Praktikum mandiri manajemen agroekosistem aspek budidaya pertanian
dilaksanakan dengan mengamati Lahan komoditas padi yang terletak di Desa
Turus, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri. Lahan dengan seluas 2400
m2 yaitu lahan agroekosistem monokultur dengan komoditias utama yaitu
komoditas padi. Untuk mengetahui manajemen agroekosistem yang baik maka
6

pada lahan komoditas tersebut, maka dilakukannya pengamatan aspek budidaya


pertanian dengan dilakukannya wawancara terhadap salah satu petani pemilik
lahan padi di desa Turus mengenai produksi lahan lalu dilanjutkan dengan
pengamatan komponen abiotik dan biotik pada lahan komoditas padi tersebut.
7

2. ISI
2.1 Analisis Keadaan Agroekosistem
Kegiatan wawancara dilaksanakan dengan narasumber Bapak Edi selaku
petani pemilik lahan yang berasal dari Desa Turus, Kecamatan Gampengrejo,
Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Berdasarkan kegiatan wawancara yang telah
dilakukan tersebut didapatkan informasi mengenai penggunaan lahan dan
produksi lahan milik narasumber. Penggunaan lahan dari dulu digunakan sebagai
lahan pertanian dengan system tumpang gilir antara komoditas padi dan
komoditas jagung, dengan pola 4 bulan ketika musim penghujan ditanami
komoditas padi, 4 bulan kemudian pada saat musim kemarau ditanami komoditas
jagung, dan 4 bulan selanjutnya ditanami dengan jagung. Setelah itu kembali lagi
lahan ditanam dengan Komoditas padi ketika memasuki musim penghujan.
Saat ini lahan bapak Edi ditanami dengan komoditas padi monokultur. Jarak
tanam yang digunakan untuk penanaman padi yaitu 15 x 30 cm. Dari luasan lahan
2400 m2 mampu mempunyai produktivitas lahan sebesar 7 ton/ ha. Pengolahan
tanah sebelum ditanami komoditas yaitu dengan pembajakan menggunakan
traktor, sedangkan untuk kebutuhan benih petani membeli benih varietas hibrida-
32 pada pemborong yang sekaligus merupakan petani buruh yang akan menanm
benih tersebut di lahan.
Pemupukan dilakukan dengan 3 kali, pemupukan pertama yaitu pada saat
tanaman berumur 1 minggu setelah tanam dipupuk dengan menggunakan pupuk
ZA dan Ponska dengan dosis masing-masing 25 kg/14 m2. Selanjutnya untuk
pemupukan yang kedua dilakukan pada saat umur tanaman 20 hari setelah tanam
dengan diberikan pupuk urea dengan dosis 25 kg/14 m2. Kemudian untuk
pemupukan yang terakhir dilakukan pada saat umur tanaman 1 bulan setelah
tanam dengan menggunakan kombinasi pupuk ZA, Ponska, dan Urea dengan
dosis masing-masing pupuk yaitu 25 kg/14 m2. Sehingga jika dijumlahkan total
seluruh pupuk yang diperlukan untuk budidaya tanaman padi pada lahan Pak Edi
yaitu sebanyak 150 kg/14 m2.
Pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit pada padi, Pak Edi
mengaplikasikan fungisida dan insektisida pada saat tanaman berumur 50 hari
setelah tanam. Selanjutnya untuk herbisida Pak Edi biasa menggunakan merk
8

satrun yang akan diaplikasikan dengan cara ditabur bersama dengan pemupukan.
Dalam pengelolaan kebutuhan air pada lahan sawah menggunakan sistem irigasi
permukaan dengan sumber air memanfaatkan air sungai. Hal tersebut dikarenakan
lokasi lahan sawah pak Edi bersebelahan dengan sungai yang cukup besar
sehingga kebutuhan air tanaman pada lahan Pak Edi dapat terpenuhi dari sungai
tersebut.
2.2 Hasil Pengamatan Komponen Abiotik
Tabel 1. Data suhu, intensitas, kelembaban, tinggi tempat, kemiringan lahan, curah hujan.
Waktu pengamatan: 12:00 WIB
Tinggi
Komoditas Suhu Intensitas Kelembaban Kemiringan Curah
tempat
budidaya (°C) (lux) (%) lahan (%) hujan (mm)
(m dpl)
Padi 32 15597 63% 0 – 500 0–4 1.652
(Bappeda, (2°) (Bappeda,
2013) 2013)
Berdasarkan data pengamatan yang diamati di areal budidaya pertanaman
lahan sawah padi monokultur dengan waktu pengamatan pukul 12.00 WIB,
didapatkan data suhu 32°C , dengan intensitas 15597 lux, dan kelembaban 63%.
Menurut data Bappeda (2013) rata – rata ketinggian tempat pada Kabupaten
Kediri yaitu antara 0 – 500 mdpl. Sedangkan untuk kemiringan lahan yaitu
berkisar antara 0 – 4% atau lebih tepatnya yaitu 2°. Data rata-rata curah hujan
didapatkan dari (Bappeda, 2013) yaitu sekitar 1.652 mm/hari di wilayah
Kabupaten Kediri
2.3 Hasil Pengamatan Komponen Biotik
Tabel 2. Hasil pengamatan spesies gulma di areal sawah dengan agroekosistem
monokultur padi

Komoditas Spesies gulma Spesies gulma KN FN


KM FM
budidaya (nama lokal) (nama ilmiah) (%) (%)

Eleusina indica
Rumput Belulang 3 33,3 0,67 33,5
L.
Portulaca
Padi Gelang Biasa 2 22,2 0,33 16,5
oleracea L.
Cyperus
Rumput Teki 4 44,4 1 50
rotundus
Berdasarkan hasil pengamatan pada areal sawah ditemukan tiga spesies
gulma. Gulma pertama yaitu rumput belulang dengan nama ilmiah (Eleusina indica
L.), gulma kedua gelang biasa (Portulaca oleracea L.) dan rumput teki (Cyperus
9

rotunduss). Pada spesies gulma pertama yaitu rumput belulang (Eleusina indica L.)
memiliki nilai kerapatan mutlak (KM) sebesar 3 dan nilai frekuensi mutlak (FM)
sebesar 0,67 dengan presentase kerapatan nisbi (KN) sebesar 33,3% dan
frekuensi nisbi (FN) sebesar 33,5%. Pada spesies gulma kedua yaitu gelang biasa
(Portulaca oleracea L.) memiliki nilai kerapatan mutlak (KM) sebesar 2 dan nilai
frekuensi mutlak (FM) sebesar 0,33 dengan presentase kerapatan nisbi (KN)
sebesar 22,2% dan frekuensi nisbi (FN) sebesar 16,5%. Pada spesies gulma ketiga
yaitu rumput teki (Cyperus rotundus) memiliki nilai kerapatan mutlak (KM)
sebesar 4 dan nilai frekuensi mutlak (FM) sebesar 1 dengan presentase kerapatan
nisbi (KN) sebesar 44,4 % dan frekuensi nisbi (FN) sebesar 50%.

Tabel 3. Pengamatan untuk mengkategorikan spesies gulma di areal pertanaman


sawah padi yang ditanam secara monokultur
Merugikan Jenis gulma
Komoditas Spesies gulma Spesies gulma
gulma
budidaya (nama lokal) (nama ilmiah) ya tidak invasive
asli
Eleusina indica
Padi Rumput Belulang  
L.
Portulaca
Padi Gelang Biasa  
oleracea L.
Cyperus
Padi Ruput Teki  
rotundus
Gulma merupakan tumbuhan yang ridak dihendaki kehadirannya pada suatu
lahan pertanian karena menyebabkan kerugian pada tanaman budidaya.
Berdasarkan pengamatan spesies gulma di areal komoditas budidaya pertanaman
lahan sawah padi monokultur didapatkan spesies gulma yaitu rumput belulang
(Eleusina indica L.), gelang biasa (Portulaca oleracea L.) dan rumput teki (Cyperus
rotundus) Pada data gulma yang didapatkan dapat diketahui bahwa rumput
belulang dan rumput teki merupakan jenis gulma asli sedangkan gelang biasa
merupakan jenis gulma invasive serta masing-masing dari tiga gulma tersebut
merupakan gulma yang merugikan.
2.4 Produksi Lahan
Nisbah kesetaraan lahan (NKL) merupakan jumlah nisbah hasil antara
tanaman yang tumpangsarikan terhadap hasil tanaman secara tunggal atau
monokultur pada tingkat managemen yang sama yang merupakan salah satu cara
untuk menghitung produkstivitas lahan yang ditanam dua atau lebih jenis tanaman
10

yang ditumpangsarikan berfungsi untuk mengevaluasi keuntungan atau kerugian


yang ditimbulkan dari pola tanam tumpang sari. Hasil panen pada komoditas padi
monokultur dengan luas lahan 2,4 ha yaitu 7 ton/ha, sedangkan pada komoditas
jagung monokultur menurut Suseno et al. (2014) hasil panen jagung pada luas
lahan 2,4 ha yaitu 6 ton/ha. Pada tumpangsari komoditas padi dan jagung dengan
luas lahan 2,4 ha menurut Sution et al.(2020) masing-masing hasil panen tersebut
yaitu 3.13 ton/ha untuk tanaman komoditas padi dan 5.07 ton/ha untuk tanaman
komoditas jagung. NKL dihitung menggunakan rumus berikut (Prasetyo et al.,
2019):

NKL =

= 0.447 + 0.845

= 1.292

= 1.29
Dengan keterangan :
Yi = Produksi tanaman padi yang ditumpangsari
Yj = Produksi tanaman padi yang dimonokultur
Xi = Produksi tanaman jagung yang ditumpangsari
Xj = Produksi tanaman jagung yang dimonokultur
Nilai NKL atau LER sebesar 1.29 menunjukkan bahwa hasil yang
diperoleh dari pola tanam tumpangsari lebih menguntungkan dibandingkan
dengan hasil pola tanam monokultur. Dibutuhkan penanaman tanaman dengan
menggunakan lahan seluas 1,29 ha dengan pola tanam monokultur untuk
mendapatkan hasil yang sama dengan lahan seluas 1 ha dengan pola tanam
tumpangsari.
2.5 Pembahasan
Sektor pertanian sangat bergantung pada beberapa faktor, antara lain adalah
faktor lingkungan termasuk iklim, dimana tanaman pertanian akan lebih produktif
pada keadaan iklim yang mendukung pertumbuhan tanaman budidaya saja.
Keadaan iklim sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, termasuk padi antara
lain curah hujan, suhu, intensitas cahaya matahari dan kelembaban.
11

Terkait dengan produksi padi, lingkungan tumbuh padi sangat penting untuk
menentukan cara budidaya yang paling tepat dan menguntungkan. Salah satu
unsur iklim yang sangat berperan terhadap ketersediaan air bagi tanaman adalah
curah hujan. Tinggi rendahnya produksi padi tidak bisa dipisahkan dengan
ketersediaan air bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Estiningtyas &
Syakir (2018) bahwa potensi hasil tanaman padi erat kaitannya dengan jaminan
ketersediaan air selama musim tanam. Di Indonesia, faktor penentu musim tanam
adalah ketersediaan air yang dipengaruhi oleh curah hujan. Meskipun penerimaan
hujan tahunan tinggi, namun demikian periode tanam pada sebagian besar wilayah
produksi tanaman pangan tetap tergantung pada kondisi penerimaan hujan.
Artinya, curah hujan merupakan indikator yang penting/utama untuk mengetahui
besar kecilnya produksi padi pada suatu lahan.
Pada lahan pengamatan yang berlokasi di daerah Turus, Kec. Gampengrejo
curah hujan rata-rata 1.652 mm/hari (Bappeda, 2013). Hal ini menandakan bahwa
kebutuhan air pada areal sawah sudah terpenuhi sehingga akan berdampak baik
pada hasil produksi tanaman padi. Menurut Estiningtyas & Syakir (2018) jika
terjadi kekurangan air pada fase pertumbuhan tanaman akan berdampak pada
penurunan produksi yang lebih besar. Peranan ketersediaan air sangat penting
terutama pada awal pertumbuhan tanaman dan pada fase pembungaan. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Rusmawan et al. (2015) bahwa tanaman padi
membutuhkan air selama fase pertubuhannya, semakin baik ketersediaan air bagi
fase pertumbuhan maka pertumbuhan dan produksi padi semakin baik.
Selain curah hujan, factor lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman
padi yaitu diantaranya terdapat ketinggian 0-500 mpdl (Bappeda, 2013), intensitas
15597 lux, kelembaban 63%. dan temperature 32°C juga sudah sesuai dengan
persyaratan tumbuh tanaman padi. Didukung pendapat Estiningtyas & Syakir
(2018) bahwa sebagian besar padi unggul dapat berproduksi dengan baik sampai
pada ketinggian 700 mdpl. Ketingian tempat ini akan berpengaruh terhadap
penerimaan cahaya (intensitas) pada suatu areal. Secara umum, pertumbuhan padi
optimum di daerah tropis pada suhu antara 20-33oC (Siswanti et al.,2018). Jika
suhu tidak sesuai akan berdampak buruk pada hasil produksi padi. Sesuai
pendapat Estiningtyas & Syakir (2018) kenaikan suhu udara akan berdampak pada
12

penurunan produktivitas tanaman karena peningkatan respirasi pada malam hari


dan peningkatan serangan hama dan penyakit tanaman.
Gulma dan tanaman pertanian yaitu tanaman padi merupakan tanaman yang
secara mendasar keduanya memiliki kebutuhan yang sama untuk tumbuh dan
berkembang secara normal. Keduanya juga membutuhkan pasokan yang memadai
akan nutrisi-nutrisi yang sama, kelembapan, cahaya, suhu, dan CO2. Gulma
berhasil bersaing dengan tanaman budidaya dengan menjadi lebih agresif saat
tumbuh. Gulma memperoleh dan menggunakan unsur-unsur essensial (nutrisi,
kelembapan, cahaya, suhu, dan karbon dioksida) bagi pertumbuhan dan
perkembangan dengan mengalahkan tanaman budidaya, dan pada beberapa kasus,
gulma juga mengekskresikan zat-zat kimia yang merugikan bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman budidaya (Onarely et al., 2016).
Pada hasil perhitungan nilai kerapatan mutlak (KM) dan frekuensi mutlak
(FM) tertinggi yaitu pada gulma rumput teki yaitu sebesar 4 dan 1. Hal tersebut
akan berbanding lurus dengan presentase yang didapatkan dari kerapatan nisbi
(KN) dimana presentase KN tertinggi, sebesar 44,4 % juga pada rumput teki dan
frekuensi nisbi (FN) sebesar 50%. Gulma yang mendominasi lahan pertanaman
padi adalah rumput belulang (Eleusina indica L.) . Hal ini dapat dilihat dari Nilai
SDR (Summed Dominance Ratio) gulma tersebut. Nilai SDR rumput belulang
yaitu sebesar 49,93%. Hal ini menunjukkan bahwa gulma tersebut mendominasi
pada areal sawah yang akan berdampak pada pertumbuhan tanaman padi. Sesuai
pendapat Imaniasita et al. (2020) bahwa nilai SDR menunjukkan dominansi
vegetasi gulma pada suatu pertanaman. Vegetasi yang mempunyai nilai SDR
tinggi kemungkinan menang atau mampu bersaing dalam suatu daerah
tertentu, mempunyai toleransi yang tertinggi, dan cocok dengan habitatnya
dibandingkan dengan jenis vegetasi gulma lainnya.
Jenis-jenis gulma pada tanaman padi bermacam-macam yang komposisinya
berbeda menurut metode bercocok tanam, tata air dan tanah, tingkat pengolahan
tanah, cara pemupukan, pergiliran tanaman, cara pengendalian, dan kondisi iklim.
Sifat gulma yang berbeda – beda menentukan besarnya persaingan antar gulma
dan tanaman begitu pula dengan tingkat kerapatan gulma. Pada tingkat kerapatan
yang rendah, persaingan antar gulma dan tanaman masih rendah sehingga
13

kehilangan hasil belum terlihat, sedangkan tingkat kerapatan yang tinggi melebihi
ambang kerusakan tanaman, menyebabkan hasil tanaman menurun (Sari et al.,
2016). Pada pengamatan spesies gulma di areal pertanaman sawah padi yang
ditanam secara monokultur. Menurut (Lestari et al., 2013) gulma yang tumbuh
pada tanaman padi, telah menyesuaikan diri dengan cara bercocok tanam yang
dilakukan. Jenis-jenis gulma pada tanaman padi bermacam-macam yang
komposisinya berbeda menurut metode bercocok tanam, tata air dan tanah,
pergiliran tanaman, cara pengendalian dan kondisi iklim. Gulma yang didapatkan
pada tanaman padi terdapat tiga spresies gulma yaitu rumput belulang (Eleusina
indica L.), gelang biasa (Portulaca oleracea L.) dan teki kuning (Cyperus
rotundus).
Rumput belulang (Eleusina indica L.) maupun rumput teki (Cyperus
rotundus) termasuk gulma yang tergolong tumbuhan rerumputan, batangnya lunak
dan berdaun lanset, bentuk batang tumpul atau segitiga, dan bunga rumput teki
mempunyai benang dari tiga helai, kepala sari kuning cerah sedangkan tangkai
putiknya bercabang tiga berwarna cokelat, kelompok ini memiliki daya tahan luar
biasa terhadap pengendalian mekanik rumput teki (Cyperus rotundus) tumbuh liar
di tempat terbuka atau sedikit terlindung dari sinar matahari seperti lapangan
rumput ataupun lahan pertanian. Pada lahan sawah padi terdapat beberapa rumput
teki (Cyperus rotundus) tidak hanya rumput teki (Cyperus rotundus) tetapi juga
ditemukannya rumput belulang (Eleusina indica L.) disekitar pinggiran sawah
padi. Pada gulma rumput teki (Cyperus rotundus) maupun rumput belulang
(Eleusina indica L.) termasuk dapat dikatakan gulma merugikan dikarenakan
gulma tersebut walaupun tidak menaungi tanaman padi, tetapi dapat bersaing
dalam memperebutkan air dan hara (Haryanto, 2016).
Selain itu juga ditemukan gelang biasa (Portulaca oleracea L.) atau biasa
disebut dengan krokot. Gulma ini merupakan gulma jenis tanaman tahunan yang
tergolong dalam gulma invasive karena mampu tumbuh pada keadaan yang
berbeda-beda dan mampu berkompetisi dengan spesies asli pada habitat tersebut.
Hal tersebut seuai dengan pernyataan (Firmansyah et al., 2020) bahwa Spesies
gulma dikatakan invasif apabila spesies tersebut mampu menginvasi lingkungan
dan memiliki kemampuan dominansi pada suatu areal lahan terhadap tumbuhan
14

asli. Soamole et al.(2018) menyatakan bahwa, tumbuhan krokot mengandung


senyawa yang bersifat toksin dan memiliki potensi alelopati karena dapat
menghambat pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya
kerugian dan memperoleh produksi tanaman budidaya yang tinggi, maka
pengendalian gulma perlu dilakukan.
Evaluasi produktivitas tanaman yang ditanam pada pola tumpangsari
dapat dinyatakan dengan nilai kesetaraan lahan (NKL) atau Land Equivalent
Ratio (LER). Sesuai pendapat Popi et al. (2017)bahwa Nilai Kesetaraan Lahan
adalah luas relatif lahan pertanaman tunggal yang diperlukan untuk
mendapatkan hasil yang sama dengan hasil yang diperoleh pada pola tanam
tumpangsari, jika kedua tanaman tersebut memperoleh tingkat pengelolaan
yang sama. Nilai kesetaraan lahan dinyatakan dalam bentuk rasio, jadi NKL
adalah jumlah rasio atau perbandingan hasil tanaman tumpangsari terhadap
hasil tanaman tunggalnya. Perhitungan NKL hanya berlaku untuk
tumpangsari dan pertanaman tunggal, maka NKL nya dianggap sama dengan
satu.
Nilai NKL atau LER sebesar 1.29 menunjukkan bahwa produktivitas hasil
yang diperoleh dari pola tanam 29% lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pola
tanam monokultur. Dibutuhkan penanaman tanaman dengan menggunakan lahan
seluas 1,29 ha dengan pola tanam monokultur untuk mendapatkan hasil yang
sama dengan lahan seluas 1 ha dengan pola tanam tumpangsari. Hal tersebut
sesuai dengan penelitian Popi et al. (2017) perolehan NKL > 1, misalnya 1,30
berarti total produktivitas dalam tumpangsari 30% lebih tinggi. Produktivitas
yang lebih tinggi dengan pola tanam tumpang sari disebabkan karena pola tanam
tumpang sari memiliki beberapa keuntungan yang mendukung dalam peningkatan
pertumbuhan, hasil dan kualitas tanaman. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Popi et al. (2017) keuntungan yang didapat dari sistem tanam tumpang sari antara
lain meningkatkan pertumbuhan, hasil dan kualitas tanaman yang disebabkan
persaingan antar spesies berkurang jika dibandingkan persaingan dalam
spesies. Tanaman yang ditanam pada sistem tanam tumpang sari saling
melengkapi dalam penggunaan sumber daya, menekan pertumbuhan gulma,
hama dan penyakit.
15

3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Agroekosistem pada lahan pertanian dapat dikatakan produktif jika terjadi
suatu keseimbangan antara tanah, hara, sinar matahari, kelembapan udara dan
organisme-organisme yang ada, sehingga dapat menghasilkan suatu budidaya
tanaman yang sehat dan hasil yang berkelanjutan. Pada pengamatan terkait hara
yaitu dengan pengamatan spesies gulma yang ada pada areal sawah sedangkan
terkait komponen abiotik yaitu dilakukan pengamatan terhadap suhu, intensitas,
kelembaban, ketinggian tempat, kemiringan lahan dan curah hujan.
Pada lahan pengamatan yang berlokasi di daerah Turus, Kec. Gampengrejo
curah hujan rata-rata 1.652 mm/hari yang sudah sesuai bagi pertumbuhan padi.
Pada syarat tumbuh padi yang lain yaitu dengan ketinggian 0-500 mpdl, intensitas
15597 lux, kelembaban 63% dan temperature 32oC juga sudah sesuai dengan
persyaratan tumbuh tanaman padi. Sehingga, kesesuaian kondisi lingkungan
terkait komponen abiotik pada areal sawah menyebabkan hasil produksi padi
menjadi optimal.
Gulma yang didapatkan pada tanaman padi terdapat tiga spesies gulma yaitu
rumput belulang (Eleusina indica L.), gelang biasa (Portulaca oleracea L.) dan
teki (Cyperus rotundus). Gulma yang mendominasi lahan pertanaman padi adalah
rumput belulang (Eleusina indica L.) . Hal ini dapat dilihat dari Nilai SDR gulma
tersebut tertinggi sebesar 39,9%. Rumput belulang yang dibiarkan tumbuh akan
berpengaruh pada pertumbuhan dan hasil tanaman padi karena terjadinya
persaingan untuk mendapatkan unsur hara. Pada gulma rumput teki maupun
rumput gelang biasa juga termasuk gulma merugikan dikarenakan gulma tersebut
dapat bersaing dalam memperebutkan air dan unsur hara.
Nilai NKL atau LER sebesar 1.29 yang didapatkan menunjukkan bahwa
produktivitas hasil yang diperoleh dari pola tanam 29% lebih tinggi dibandingkan
dengan hasil pola tanam monokultur. Dibutuhkan penanaman tanaman dengan
menggunakan lahan seluas 1,29 ha dengan pola tanam monokultur untuk
mendapatkan hasil yang sama dengan lahan seluas 1 ha dengan pola tanam
tumpangsari.
16

3.2 Rekomendasi
Rekomendasi atau saran terkait hal yang perlu dilakukan dan diperbaiki oleh
petani sehingga dapat menjadikan lahannya mempunyai sistem pertanian yang
ideal yaitu perlu melakukan kegiatan pengecekan gulma dan penyiangan secara
rutin pada lahan. Sehingga gulma seperti rumput belulang (Eleusina indica L)
yang sudah berjumlah banyak tidak semakin tinggi populasinya dan menyebabkan
ancaman besar bagi tanaman padi. Selain itu, populasi gulma juga akan
berdampak pada produktivitas hasil tanaman padi.
17

DAFTAR PUSTAKA
Bappeda. (2013). Potensi dan Produk Unggulan Jawa Timur (Kabupaten Kediri).
Kediri: Badan Pemerintah Daerah Jawa Timur.
Damayanti, A. (2013). Analisis Zone Agroekologi untuk Strategi Pengolahan
DAS Berkelanjutan. Journal Geografi, 5(9), 1–16.
Estiningtyas, W., & Syakir, M. (2018). Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap
Produksi Padi di Lahan Tadah Hujan. Jurnal Meteorologi Dan Geofisika,
18(2), 83–93. https://doi.org/10.31172/jmg.v18i2.406
Firmansyah, N., Khusrizal, Handayani, R. S., Maisura, & Baidhawi. (2020).
Dominansi Gulma Invasif Pada Beberapa Tipe Pemanfaatan Lahan Di
Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Utara. Jurnal Agrium, 17(2), 144–148.
https://ojs.unimal.ac.id/agrium/article/download/2926/1781
Haryanto, D. (2016). Identifikasi Gulma Di Lahan Pertanian Padi ( Oryza sativa L
.) Pasang Surut di Desa Pegayut Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir
dan Sumbang Sihnya Pada Pokok Bahasan Keanekarangaman Hayati Kelas
X Di MA / SMA. Skripsi, 1–59.
Imaniasita, V., Liana, T., & Pamungkas, D. S. (2020). Identifikasi Keragaman dan
Dominansi Gulma pada Lahan Pertanaman Kedelai. Agrotechnology
Research Journal, 4(1), 11–16.
https://doi.org/10.20961/agrotechresj.v4i1.36449
Lestari, D. F. N., Indradewa, D., & Rogomulyo, R. (2013). Gulma di Pertanaman
Padi (Oryza sativa L.) Konvensional, Transisi, dan Organik. Vegetalika, 1(4),
128–140. https://doi.org/10.22146/veg.1603
Onarely, A., Riry, J., & Wattimena, A. Y. (2016). Studi Komunitas Gulma Di
Areal Pertanaman Pala (Mirystica Fragrans Houtt) Pada Stadium Tanaman
Belum Menghasilkan Dan Menghasilkan Di Desa Rutong Kecamatan
Leitimur Selatan Kota Ambon. J. Budidaya Pertanian, 12(2), 1858–4322.
Popi, N., Yuwariah, Y., Rochana, A., K.M., H., & Mansyur, M. (2017).
Meningkatkan Produktivitas Tanaman Pakan Melalui Sistem Tanam Ganda.
Pastura, 5(2), 94. https://doi.org/10.24843/pastura.2016.v05.i02.p07
Prasetyo, Sukardjo, E. I., & Pujiwati, H. (2019). Produktivitas Lahan dan NKL
pada Tumpang Sari Jarak Pagar dengan Tanaman Pangan. Jurnal Akta
Agrosia, 12(1), 51–55.
Rusmawan, D., Ahmadi, & Muzammil. (2015). Pengaruh ketersediaan air
terhadap produksi padi sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Kepulauan Bangka Belitung, 208–214.
Sari, D., Sembodo, D., & Hidayat, K. (2016). PENGARUH JENIS DAN
TINGKAT KERAPATAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN
AWAL TANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz) KLON UJ-5
(Kasetsart). Jurnal Agrotek Tropika, 4(1), 233103.
https://doi.org/10.23960/jat.v4i1.1869
Siswanti, D. U., Syahidah, A., & Sudjino, S. (2018). Produktivitas Tanaman padi
18

(Oryza sativa L.) Segreng Terhadap Aplikasi Sludge Biogas di Lahan Sawah
Desa Wukirsari, Cangkringan, Sleman. Biogenesis: Jurnal Ilmiah Biologi,
6(1), 64–70. https://doi.org/10.24252/bio.v6i1.4241
Soamole, F., Abdullatif, Z., & Abdullah, H. (2018). Pengaruh Pertumbuhan
Gulma Krokot,(Portulaca oleracea), Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi
Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum)“TOPO.” Scripta Biologica,
5(1), 41. https://doi.org/10.20884/1.sb.2018.5.1.798
Spanner, J., & Napolitano, G. (2015). Tanah sehat merupakan landasan produksi
pangan sehat. In AKSI FAO. http://www.fao.org/fileadmin/user_upload/soils-
2015/docs/Fact_sheets/ID_Print_IYS_food.pdf
Suseno, S., Kamal, M., & Sunyoto. (2014). Respons Pertumbuhan dan Hasil
Beberapa Varietas Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Sistem
Tumpangsari Dengan Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz).
Agrotek Tropika, 2(1), 78–82.
Sution, S., Musyafak, A., & Sunardi, S. (2020). Peningkatan Produksi Tanaman
Dengan Pola Tanam Tumpangsari Jagung Dan Padi Gogo Pada Berbagai
Jarak Tanam. AGRITEPA: Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pertanian, 7(2), 130–
141. https://doi.org/10.37676/agritepa.v7i2.1139
19

LAMPIRAN
Lampiran 1. Wawancara
1. Bagaimana sejarah lahan yang diamati?
Jawab: Penggunaan lahan dari awal sudah digunakan sebagai lahan sawah hingga
saat ini.
2. Apakah komoditas yang ditanam?
Jawab: Komoditas yang ditanam yaitu berupa padi pada musim penghujan seperti
saat ini
3. Bagaimana sistem tanam pada lahan pengamatan?
Jawab: Menggunakan sistem tanam monokultur yang di tumpang gilir sesuai
kondisi musim
4. Apakah alasan memilih tanaman tersebut?
Jawab: Karena tergantung kondisi, kalau musimnya masuk penghujan lahan saya
tanami padi, atapi kalau musim kemarau saya tanami jagung. Jadi pola yang saya
terapkan itu 4 bulan padi-4 bulan jagung-4 bulan jagung.
5. Berapa jarak tanam yang digunakan?
Jawab: Menggunakan jarak tanam 15 x 30 cm
6. Jenis pupuk apa yang digunakan?
Jawab: Menggunakan pupuk bersubsidi yaitu ZA, Ponska dan Urea
7. Berapa dosis pupuk yang digunakan?
Jawab: Pemupukan dilakukan dengan 3 kali, pemupukan pertama yaitu pada saat
tanaman berumur 1 minggu setelah tanam dipupuk dengan menggunakan pupuk
ZA dan Ponska dengan dosis masing-masing 25 kg/14 m2. Selanjutnya untuk
pemupukan yang kedua dilakukan pada saat umur tanaman 20 hari setelah tanam
dengan diberikan pupuk urea dengan dosis 25 kg/14 m2. Kemudian untuk
pemupukan yang terakhir dilakukan pada saat umur tanaman 1 bulan setelah
tanam dengan menggunakan kombinasi pupuk ZA, Ponska, dan Urea dengan
dosis masing-masing pupuk yaitu 25 kg/14 m2. Sehingga jika dijumlahkan total
seluruh pupuk yang diperlukan untuk budidaya tanaman padi pada lahan Pak Edi
yaitu sebanyak 150 kg/14 m2.
8. Apakah menggunakan pestisida dan herbisida sebagai pengendalian OPT?
Jawab: Pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit pada padi, Pak Edi
mengaplikasikan fungisida dan insektisida pada saat tanaman berumur 50 hari
setelah tanam. Selanjutnya untuk herbisida Pak Edi biasa menggunakan merk
satrun yang akan diaplikasikan dengan cara ditabur bersama dengan pemupukan.
tangki air.
9. Berapa hasil panen yang di dapat dala sekali panen?
Jawab: sekali panen yaitu sebesar 7 ton/ha dari total keseluruhan lahan 2400 m2.
10. Bagaimana sistem irigasi yang ada di lahan budidaya tersebut?
Jawab: Menggunakan irigasi dengan sumber airnya sungai
20

Lampiran 2. Perhitungan
Gulma 1: Rumput Belulang (Eleusina indica L).

Gulma 2: Gelang Biasa (Portulaca oleracea L.)

Gulma 3: Rumput Teki (Cyperus rotundus)

1.Kerapatan Mutlak (KM) =

Gulma 1=
= =3

Gulma 2=
=2
Gulma 3=
=4
Jumlah KM = 3+2+4
=9
2. Kerapatan Nisbi (KN) =

Gulma 1=
= 33,3%
Gulma 2=
= 22,2%
Gulma 3=
= 44,4%
3. Frekuensi Mutlak (FM) =

Gulma 1=
= 0,67
Gulma 2=
= 0,33
Gulma 3=
=1
Jumlah FM = 0,67+0,33+1= 2
21

4. Frekuensi Nisbi (FN) =

Gulma 1=
= 33,5%
Gulma 2=
= 16,5%
Gulma 3=
= 50 %
2
5. Biomassa Gulma =

2
BG 1 =
= (20,5)2
= 420,25
2
BG 2 =
= (4,5)2
= 20,25
2
BG 1 =
= (8)2
= 64
Jumlah BG= 420,25+20,25+64 = 504,5
6.Dominansi Mutlak (DM) =

Gulma 1=
= 0,83
Gulma 2=
= 0,04
Gulma 3=
= 0,13
Jumlah DM = 0,83+0,04+0,13= 1
7. Kerapatan Nisbi (DN) =

Gulma 1=
= 83%
22

Gulma 2=
= 4%
Gulma 3=
= 13%
8. Importance Value (IV) = KN+FN+DN

Gulma 1= 33,3+ 33,5+ 83 = 149,8%


Gulma 2= 22,2+16,5+4= 42,7%
Gulma 3= 44,4+50+13= 107,4%
9. Summed Dominance Ratio (SDR) =

SDR Gulma 1 = = 49,93%

SDR Gulma 2 = = 14,23%

SDR Gulma 3 = = 35,8%


23

Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan


Keterangan Dokumentasi

Lahan Sawah

Daerah pengamatan gulma pertama


(Plot 1)

Daerah pengamatan gulma kedua


(Plot 2)

Daerah pengamatan gulma ketiga


(Plot 3)

Kegiatan wawancara

Sistem irigasi pada lahan sawah


24

Rumput Belulang
(Eleusina indica L.)

Gelang Biasa
(Portulaca oleracea L.)

Rumput teki kuning


(Cyperus esculentus)

Data Suhu dan Kelembaban Desa Turus,


Kec. Gampengrejo, Kabupaten Kediri

Data kemiringan lahan


25

Data Insensitas Cahaya

Anda mungkin juga menyukai