Anda di halaman 1dari 9

F2 KEBERSIHAN LINGKUNGAN PASIEN SCABIES

Latar Belakang:
Scabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, mudah menular dari manusia ke
manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan
di seluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) Sarcoptes scabiei. Seseorang
yang terkena skabies akan menunjukkan setidaknya 3 dari 4 gejala berikut : gatal pada
malam hari, menyerang sekelompok manusia yang tinggal bersama, adanya terowongan-
terowongan di bawah lapisan kulit, ditemukannya kutu pada pemeriksaan kulit
menggunakan mikroskop. Tempat yang menjadi favorit bagi sarcoptes scabei adalah daerah
lipatan kulit, seperti telapak tangan, kaki, selangkangan, lipatan paha, lipatan perut, ketiak
dan daerah vital.
Penyakit skabies dapat ditularkan secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya
berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan seksual. Penularan secara tidak
langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan selimut yang dipakai
secara bersamaan. Faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial
ekonomi yang rendah, higiene perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak bersih, perilaku
yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk. Faktor yang paling dominan
adalah kemiskinan dan higiene perorangan yang buruk terutama kelompok masyarakat di
negara berkembang.
Tatalaksana dari skabies terdiri dari farmakologis dan non-farmakologis. Pengobatan utama
pada pasien dapat diberikan krim permetrin dengan dosis sekali pakai. Sedangkan
tatalaksana non-farmakologis terdiri dari kebersihan lingkungan rumah. Tatalaksana non-
farmakologis tidak kalah pentingnya dalam menentukan rekurensi dari skabies sendiri
karenan terapi farmakologis hanya menghilangkan kutu pada badan pasien tetapi tidak
menghilangkan kutu pada lingkungan pasien sehingga kejadian rekurensi akan terus terjadi.
Maka edukasi mengenai kebersihan lingkungan sangat penting diberikan kepada pasien
dengan skabies untuk mencegah rekurensi.
PERMASALAHAN:
Banyaknya pasien dengan keadaan lingkungan yang tidak terstandar
PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI
Pemberian edukasi mengenai kebersihan lingkungan untuk mencegah rekurensi dari scabies
PELAKSANAAN:
Telah dilakukan kegiatan pemberian edukasi kesehatan lingkungan pada :
Waktu : Selasa 3 Agustus 2021 pukul 09.00 s/d selesai
Tempat : Poli umum Puskesmas Banguntapan 1
Peserta : Pasien dengan skabies
Metode :
Wawancara dan didapatkan hasil :
Pasien tidak mengerti keadaan lingkungan rumah terstandar untuk pasien scabies
MONITORING&EVALUASI
Beberapa parameter keberhasilan pelaksanaan edukasi beserta evaluasinya dilakukan
dengan wawancara terhadap pasien.
1. Terjadi komunikasi yang efektif pada saat pelaksanaan edukasi
Parameter : terjadi komunikasi dua arah pada saat pemberian edukasi terhadap pasien oleh
dokter.
2. Pasien memahami pencucian pakaian, alat mandi, dan sprei pasien dengan skabies
Parameter : pasien dapat memberikan feedback saat dilakukan recall materi yang
disampaikan mengenai pengupayaan lingkungan sehat dan melakukan pemeliharaan
kualitas lingkungannya :
- Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya dan tidak
boleh digunakan oleh orang lain.- Mencuci bersih serta merebus handuk, sprei dan pakaian
penderita skabies dan menjemurnya hingga kering. Pencucian dilakukan dengan merebus
- Hindari pemakaian benda yang disebutkan diatas secara bersama-sama dengan penderita
skabies
F1 EDUKASI PROTOKOL KESEHATAN PADA VAKSINASI DOSIS KE-2
Latar Belakang
Pandemi Covid-19 di Indonesia telah berjalan lebuh dari satu tahun. Dibandingkan dengan
negara lain di Asia Tenggara, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat
penambahan kasus baru perharinya. Kejadian pandemi dilaporkan menyebabkan 90%
kerusakan pada sistem kesehatan. Untuk mencegahnya penularan Covid-19, pemaksimalan
pelayanan kesehatan sangat diperlukan. Segitiga pelayanan kesehatan terdiri dari promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Saat ini kegiatan preventif yaitu berupa kegiatan
vaksinasi Covid-19 sedang berjalan dengan intensif. Antusias masyarakat menyambut
program vaksinasi Covid-19 makin bertambah tiap bulannya, namun masih banyak ditemui
kesalah pahaman mengenai manfaat vaksin. Persepsi yang salah menafsirkan bahwa vaksin
dinilai telah cukup untuk mencegah terjangkitnya Covid-19, akibatnya banyak dari penerima
vaksin Covid-19 dosis ke-2 tidak lagi menerapkan protokol kesehatan.
Permasalahan:
Banyaknya pasien penerima vaksinasi Covid-19 dosis ke-2 yang tidak menerapkan protokol
kesehatan
PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI
Vaksinasi hanya memperingan gejala Covid-19 bukan mencegah terjangkitnya Covid-19
sehingga perlu tetap dilakukannya protokol kesehatan setelah menerima vaksinasi dosis ke-
2
 PELAKSANAAN
Waktu : Sabtu 7 Agustus 2021 pukul 09.00 s/d selesai
Tempat : Ruang vaksinasi Puskesmas Banguntapan 1
Peserta : Pasien penerima vaksin Covid-19 dosis kedua
Metode : Berdasarkan wawancara penerima vaksinasi Covid-19 dosis ke-2, didapati hasil
bahwa pasien merasa dengan adanya pemberian vaksinasi dosis kedua telah cukup
melindungi pasien dari Covid-19
MONITORING & EVALUASI
Beberapa parameter keberhasilan pelaksanaan edukasi beserta evaluasinya dilakukan
dengan wawancara terhadap pasien.
1. Terjadi komunikasi yang efektif pada saat pelaksanaan edukasi
Parameter : terjadi komunikasi dua arah pada saat pemberian edukasi terhadap pasien oleh
dokter.

2. Pasien memahami bahwa vaksinasi hanya memperingan gejala Covid-19 bukan mencegah
terjangkitnya Covid-19 sehingga perlu tetap dilakukannya protokol kesehatan setelah
menerima vaksinasi dosis ke-2
Parameter : pasien dapat memberikan feedback saat dilakukan recall materi yang
disampaikan mengenai :
- Tatacara protokol kesehatan yang baik dan benar sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020 tentang Protokol Kesehatan Bagi
Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum Dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
- Protokol kesehatan terus dilakukan walaupun telah menerima vaksinasi dosis ke-2
F3 GIZI IBU HAMIL
 LATAR BELAKANG
Kehamilan adalah masa terpenting untuk pertumbuhan janin. Salah satu faktor yang
mempengaruhi keberhasilan kehamilan adalah gizi. Status gizi ibu selama kehamilan dapat
mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Status gizi pada trimester
pertama akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan embrio pada masa
perkembangan dan pembentukan organ. Pada trimester 2 dan 3 kebutuhan janin terhadap
zat gizi semakin meningkat. Jika tidak terpenuhi, plasenta akan kekurangan zat makanan
sehingga kemampuan plasenta memproduksi zat yang dibutuhkan oleh janin menurun.
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu komplikasi pada bayi
dari ibu dengan nutrisi yang tidak adekuat. Bayi dengan BBLR tidak jarang memiliki berbagai
komplikasi lain, sehingga dapat berakibat kematian. Berdasarkan lapooran Dinas Kesehatan
Kabupaten Bantul ngka bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) di Kabupaten Bantul
pada 2020 berjumlah 5,6%. Kasus BBLR terdapat di semua wilayah kerja puskesmas se-
Kabupaten Bantul dan tertinggi di wilayah kerja Puskesmas Kasihan I yang mencapai 69
kasus. Kasus BBLR terendah dilaporkan terdapat di Puskesmas Banguntapan II sebanyak 2
kasus.
BBLR dapat dicegah dengan asupan nutrisi seimbang selama kehamilan. Pada pencapaian
Millenium Millenium Development Development Goals (MDGs), untuk meningkatkan
kesehatan ibu dan bayi masih ditemukan beberapa tantangan, diantaranya masih
rendahnya status gizi dan kesehatan ibu hamil. Rendahnya status gizi ibu hamil dapat
disebabkan berbagai faktor, salah satunya adalah rendahnya pengetahuan ibu hamil
tentang nutrisi sehingga edukasi mengenai nutrisi ibu hamil sangatlah penting.
 PERMASALAHAN
Rendahnya pengetahuan ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Banguntapan I tentang
kecukupan nutrisi selama kehamilan
PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI
Melakukan konseling informasi dan edukasi (KIE) mengenai pilihan makanan yang perlu
diperhatikan pada ibu hamil yang datang ke Puskesmas Banguntapan 1
PELAKSANAAN
Waktu : Jumat, 20 Agustus 2021 pukul 09.00 s/d selesai
Tempat : ruang poli KIA Puskesmas Banguntapan I
Peserta : seluruh ibu hamil yang datang untuk kontrol kehamilan ke poli KIA
Puskesmas Banguntapan I
Metode : berdasarkan wawancara pasien dengan ibu hamil, didapati : pengetahuan ibu
hamil di wilayah kerja Puskesmas Banguntapan I tentang kecukupan nutrisi selama
kehamilan masih rendah
MONITORING & EVALUASI
Beberapa parameter keberhasilan pelaksanaan:
1. Terjadi komunikasi yang efektif pada saat pelaksanaan edukasi
Parameter : terjadi komunikasi dua arah pada saat pemberian edukasi terhadap pasien oleh
dokter.

2. Pasien mengerti kebutuhan nutrisi yang diperlukan selama kehamilan


Parameter : pasien dapat memberikan feedback saat dilakukan recall materi yang
disampaikan mengenai pola diet sesuai dengan pedoman yang tertera pada buku KIA
F4 PERHITUNGAN KALORI IBU HAMIL
LATAR BELAKANG
Kehamilan adalah masa terpenting untuk pertumbuhan janin. Salah satu faktor yang
mempengaruhi keberhasilan kehamilan adalah gizi. Status gizi ibu selama kehamilan dapat
mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Status gizi pada trimester
pertama akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan embrio pada masa
perkembangan dan pembentukan organ. Pada trimester 2 dan 3 kebutuhan janin terhadap
zat gizi semakin meningkat. Jika tidak terpenuhi, plasenta akan kekurangan zat makanan
sehingga kemampuan plasenta memproduksi zat yang dibutuhkan oleh janin menurun.
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu komplikasi pada bayi
dari ibu dengan nutrisi yang tidak adekuat. Bayi dengan BBLR tidak jarang memiliki berbagai
komplikasi lain, sehingga dapat berakibat kematian. Berdasarkan lapooran Dinas Kesehatan
Kabupaten Bantul ngka bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) di Kabupaten Bantul
pada 2020 berjumlah 5,6%. Kasus BBLR terdapat di semua wilayah kerja puskesmas se-
Kabupaten Bantul dan tertinggi di wilayah kerja Puskesmas Kasihan I yang mencapai 69
kasus. Kasus BBLR terendah dilaporkan terdapat di Puskesmas Banguntapan II sebanyak 2
kasus.
BBLR dapat dicegah dengan asupan nutrisi seimbang selama kehamilan. Pada pencapaian
Millenium Millenium Development Development Goals (MDGs), untuk meningkatkan
kesehatan ibu dan bayi masih ditemukan beberapa tantangan, diantaranya masih
rendahnya status gizi dan kesehatan ibu hamil. Rendahnya status gizi ibu hamil dapat
disebabkan berbagai faktor, salah satunya adalah rendahnya pengetahuan ibu hamil
tentang nutrisi sehingga edukasi mengenai nutrisi ibu hamil sangatlah penting.
PERMASALAHAN
Rendahnya pengetahuan ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Banguntapan I tentang
kecukupan nutrisi selama kehamilan
PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI
Melakukan konseling informasi dan edukasi (KIE) bekerjasama dengan bagian gizi pada ibu
hamil yang datang ke Puskesmas Banguntapan 1
PELAKSANAAN
Waktu : Jumat, 20 Agustus 2021 pukul 09.00 s/d selesai
Tempat : ruang poli KIA Puskesmas Banguntapan I
Peserta : seluruh ibu hamil yang datang untuk kontrol kehamilan ke poli KIA
Puskesmas Banguntapan I
Metode : berdasarkan wawancara pasien dengan ibu hamil, didapati : pengetahuan ibu
hamil di wilayah kerja Puskesmas Banguntapan I tentang kecukupan nutrisi selama
kehamilan masih rendah
MONITORING & EVALUASI
Beberapa parameter keberhasilan pelaksanaan:
1. Terjadi komunikasi yang efektif pada saat pelaksanaan edukasi
Parameter : terjadi komunikasi dua arah pada saat pemberian edukasi terhadap pasien oleh
dokter.

2. Pasien mengerti kebutuhan nutrisi yang diperlukan selama kehamilan


Parameter : pasien dapat memberikan feedback saat dilakukan recall materi yang
disampaikan mengenai: cara penghitungan kalori makanan supaya sesuai dengan angka
kebutuhan kalori ibu hamil
F5 EDUKASI PEMBERANTASAN HIPERTENSI
LATAR BELAKANG
Saat ini hipertensi masih menjadi salah satu kondisi yang paling sering ditemukan pada
pelayanan kesehatan primer. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah
menjadi naik karena gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen
dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkannya. Tekanan darah dinilai tinggi ketika tekanan darah sistolik lebih besar
atau sama dengan 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih besar atau sama
dengan 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit istirahat (Joint
National Committee on Prevention Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure VII/JNC-VII, 2003). Hipertensi dapat menjadi masalah yang serius dapat
menimbulkan kerusakan organ bila dibiarkan menetap. Kerusakan yang dapat timbul di
antaranya: pembesaran jantung yang dapat berakibat kegagalan jantung; gangguan sirkulasi
ginjal yang menyebabkan gagal ginjal; dan pecahnya pembuluh darah otak sehingga
terjadinya stroke. Komplikasi-komplikasi tersebut dapat dicegah dengan mengontrol
tekanan darah pada batas normal dengan obat antihipertensi dan dengan modifikasi gaya
hidup sehat, serta deteksi dini komplikasi tersebut. Di Indonesia prevalensi penderita
hipertensi usia >18 tahun pada provinsi Yogyakarta berada pada urutan kedua terbesar
setelah Sulawesi Utara. Data dari RISKESDAS 2018 menunjukkan Daerah Istimewa
Yogyakarta menempati posisi kedua dengan prevalensi penderita hipertensi terbanyak
setelah Sulawesi Utara. Data juga menyebutkan cakupan pelayanan kesehatan penderita
hipertensi usia ≥15 tahun di Kota Yogyakarta yang mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai standar pada tahun 2020 (84%) menurun dari tahun 2019 (100%).
Pemerintah daerah kabupaten/kota wajib memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar
kepada seluruh penderita hipertensi usia 15 tahun ke atas sebagai upaya pencegahan
sekunder di wilayah kerjanya dalam kurun waktu satu tahun. Pelayanan Kesehatan yang
diberikan adalah pengukuran tekanan darah dilakukan minimal satu kali sebulan di fasilitas
pelayanan Kesehatan, edukasi perubahan gaya hidup dan/atau kepatuhan minum obat, dan
melakukan rujukan jika diperlukan.
Pelayanan kesehatan penderita hipertensi sesuai standar ini tidak luput dari upaya berbagai
peran petugas, masyarakat, lintas sektor, keluarga penderita serta penderita sendiri.
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dan CERDIK (C=Cek kesehatan secara berkala,
E=Enyahkan asap rokok, R=Rajin aktifitas fisik, D=Diet sehat dengan kalori seimbang,
I=Istirahat cukup dan K= Kelola stress) merupakan edukasi masyarakat untuk menuju sehat,
sementara kepada penderita penyakit tidak menular termasuk hipertensi edukasi PATUH
selalu dioptimalkan supaya penderita teratur untuk berobat serta minum obat. P=Periksa
secara rutin dan ikuti anjuran dokter, A=Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan
teratur, T=Tetap diet dengan gizi seimbang , U=Upayakan aktivitas fisik dengan aman,
H=Hindari asap rokok, alkhohol dan zat karsinogenik. Namun demikian masih banyak
ditemui penderita hipertensi dengan nilai tekanan darah yang tidak terkontrol. Beberapa
penyebab tersering dari kegagalan terapi hipertensu adalah: pasien sudah merasa sehat
sehingga tidak minum obat; pasien tidak minum obat antihipertensi secara rutin; pasien
tidak paham mengenai komplikasi yang dapat timbul dan pasien lebih memilih penggunaan
obat tradisional.
 PERMASALAHAN
Banyak ditemuinya pasien dengan hipertensi tidak terkontrol di Puskesmas Banguntapan I
 PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI
1. Menemukan penyebab banyak ditemuinya pasien dengan hipertensi tidak terkontrol
2. Melakukan konseling informasi dan edukasi (KIE) bekerjasama dengan bagian gizi pada
pasien hipertensi yang datang ke Puskesmas Banguntapan
 PELAKSANAAN
Waktu : Senin, Selasa 21 Juni 2021 pukul 09.00 s/d selesai
Tempat : ruang poli umum Puskesmas Banguntapan I
Peserta : seluruh penderita hipertensi yang datang untuk kontrol ke poli umum
Puskesmas Banguntapan I
Metode : berdasarkan wawancara pasien dengan hipertensi tidak terkontrol, didapati :
1. Pasien tidak minum obat karena merasa sehat
2. Pasien tidak minum obat anti hipertensi oral secara rutin
3. Pasien lebih memilih penggunaan obat tradisional
4. Pasien tidak mengerti komplikasi jangka panjang dari hipertensi yang menetap.
5. Pasien tidak menjaga gaya hidup sehat dan diet pasien
MONITORING & EVALUASI
Beberapa parameter keberhasilan pelaksanaan:
1. Terjadi komunikasi yang efektif pada saat pelaksanaan edukasi
Parameter : terjadi komunikasi dua arah pada saat pemberian edukasi terhadap pasien oleh
dokter.

2. Pasien mengerti bahwa tingginya tekanan darah tidak selalu menyebabkan gejala
sebelum munculnya komplikasi lain.
Parameter : pasien dapat memberikan feedback saat dilakukan recall materi yang
disampaikan mengenai: tekanan darah yang tinggi tidak selalu menunjukkan gejala sebelum
terjadi komplikasi lainnya; batas atas tekanan darah hingga dapat menyebabkan komplikasi
kegawat daruratan dengan nilai TD sistolik >180 dan TD diastolic >120.

3. Pasien mengerti pentingnya konsumsi obat antihipertensi secara rutin


Parameter : pasien dapat memberikan feedback saat dilakukan recall materi yang
disampaikan mengenai: obat pengontrol tekanan darah harus diminum setiap hari karena
obat antihipertensi bukanlah untuk mengobati tekanan darah tinggi tetapi mengkontrol
tekanan darah pada angka normal; pengenalan semboyan PATUH dan komplikasi dari
kegagalan organ seperti jantung, ginjal, hingga otak.

4. Pasien mengerti bahwa pengobatan farmakologis lebih superior dibandingkan dengan


pengobatan tradisional
Parameter : pasien dapat memberikan feedback saat dilakukan recall materi yang
disampaikan mengenai: pengobatan tradisional memiliki tingkat efektifitas yang tidak baku
sehingga tidak dapat dijadikan sebagai pilihan terapi utama dalam menangani hipertensi.

5. Pasien mengerti komplikasi jangka panjang dari hipertensi yang menetap


Parameter : pasien dapat memberikan feedback saat dilakukan recall materi yang
disampaikan mengenai: komplikasi jangka panjang dari hipertensi yang menetap

6. Pasien dapat menerapkan gaya hidup sehat dan menjagap pola diet pasien
Parameter : pasien dapat memberikan feedback saat dilakukan recall materi yang
disampaikan mengenai: semboyan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dan CERDIK
serta dapat menyebutkan jenis makanan yang mengandung rendah garam dan lemak jenuh.
F6 PEMBERIAN OBAT HIPERGLIKEMIK ORAL (OHO) PADA PASIEN DIABETES MILITUS
LATAR BELAKANG
Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam darah
melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit diabetes
mellitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa keadaan yang lain. Saat
ini penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka
insidensi dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi kenaikan
jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta
pada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM
sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF)
memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun
2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Berdasarkan RISKESDAS 2018 prevalensi penderita
diabetes yang didiagnosa oleh dokter di dengan usia lebih 15 tahun di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta menempati urutan ke-tiga terbanyak diantara provinsi lainnya di
Indonesia setelah Kalimantan Timur.
Data-data diatas menunjukkan bahwa jumlah penyandang DM di Indonesia sangat besar.
Dengan kemungkinan terjadi peningkatan jumlah penyandang DM di masa mendatang akan
menjadi beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter
spesialis/subspesialis atau bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada. Penyakit DM
sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber
daya manusia dan berdampak pada peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar. Oleh
karenanya semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut serta secara
aktif dalam usaha penangulangan DM, khususnya dalam upaya pencegahan. Peran dokter
umum sebagai ujung tombak di pelayanan kesehatan primer menjadi sangat penting. Kasus
DM sederhana tanpa penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter umum di pelayanan
kesehatan primer. Penyandang DM dengan kadar glukosa darah yang sulit dikendalikan atau
yang berpotensi mengalami penyulit DM perlu secara periodik dikonsultasikan kepada
dokter spesialis penyakit dalam atau dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin
metabolik dan diabetes di tingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi di rumah sakit
rujukan. Pasien dapat dikirim kembali kepada dokter pelayanan primer setelah penanganan
di rumah sakit rujukan selesai. Diabetes yang tidak teratasi dapat menyebabkan kerusakan
pada tubuh. Kerusakan yang kerap dijumpai adalah kerusakan pembuluh darah
mikrovaskular dan makrovaskular. Komplikasi-komplikasi tersebut dapat dicegah dengan
mengontrol kadar gula darah dalam batas normal dengan obat antihiperglikemia oral dan
dengan modifikasi gaya hidup sehat, serta deteksi dini komplikasi tersebut.

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang


diabetes meliputi :
- Tujuan jangka pendek yaitu menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan
mengurangi risiko komplikasi akut
- Tujuan jangka panjang yaitu mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati; tujuan akhir pengelolaan adalah dengan turunnya
angka morbiditas dan mortalitas akibat DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu
dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui
pengelolaan pasien secara komprehensif.
 PERMASALAHAN
Banyak ditemuinya pasien dengan diabetes militus tidak terkontrol di Puskesmas
Banguntapan I
 PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI
1. Penegakan diagnose
2. Pemberian terapi farmakologis sesuai pedoman
PELAKSANAAN
Waktu : Senin, 14 Juni 2021 pukul 09.00 s/d selesai
Tempat : ruang poli umum Puskesmas Banguntapan I
Peserta : seluruh penderita diabetes yang datang untuk kontrol ke poli umum
Puskesmas Banguntapan I dengan kadar gula darah sewaktu > atau kadar gula darah puasa
>
Metode : berdasarkan wawancara pasien dengan kadar gula darah tidak terkontrol, didapati
:
1. Pasien belum mengerti bahwa pasien memiliki diabetes militus
2. Pasien belum mendapatkan terapi obat antihiperglikemia oral
MONITORING & EVALUASI
Beberapa parameter keberhasilan pelaksanaan:
1. Terjadi komunikasi yang efektif pada saat pelaksanaan edukasi
Parameter : terjadi komunikasi dua arah pada saat pemberian edukasi terhadap pasien oleh
dokter.

2. Penjelasan mengenai penegakan diagnose diabetes militus ke pasien dan tatalaksana


yang akan diberikan
Parameter : penjelasan ke pasien oleh dokter mengenai penegakan diagnose berdasarkan
pemeriksaan yang telah dilakukan. Pasien paham dan mengerti bahwa pasien memiliki
diabetes militus dan paham mengenai tatalaksana farmakologis yang akan diberikan

3. Pemberian terapi farmakologis


pemberian terapi berdasarkan indeks glikemik pasien
- Terapi dimulai dengan pemberian monoterapi satu golongan obat antihiperglikemik oral.
Terapi yang pertama kali diberikan adalah golongan biguanid tablet (Metformin) dengan
dosis 3x500 mg. Pemberian terapi diberikan selama sebulan penuh dan pasien dijadwalkan
datang kembali untuk memeriksakan kadar gula darah sewaktu (GDS), gula darah puasa
pasien (GDP), dan gula darah post prandial pasien (GD2PP).
- Terapi berikutnya diberikan dengan melihat indeks glikemik pasien setelah pemberian obat
selama satu bulan atau setelah melihat evaluasi dari kadar HbA1C pasien setelah menjalani
terapi tiga bulan.
- Jika kadar gula darah masih tidak terkontrol atau dengan indeks HbA1C >7 maka dapat
ditambahkan obat golongan lain yaitu sulfonylurea (Gibenclamid/Glimepiride) dengan
mempertimbangkan pemberian golongan penghambat a glucosidase (Acarbose) jika
didapati terdapat peningkatan pada GD2PP.
- Jika indeks HbA1C >9 maka pasien akan di rujuk untuk mendapatkan pengobatan insulin
dengan dokter spesialis penyakit dalam. Jika selama penggunaan insulin gula darah pasien
tetap terkontrol maka pasien akan dirujuk kembali ke Puskesmas untuk mendapatkan
insulin sesuai dosis dokter spesialis penyakit dalam dari Puskesmas.
Parameter : terkontrolnya kadar gula darah pasien

Anda mungkin juga menyukai