Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS PLAGIARISME DI KALANGAN AKADEMISI

Hafdarani1

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis plagiarisme linguistik dalam artikel
yang ditulis oleh akademisi. Korpus penelitian adalah satu artikel yang ditulis
oleh Anggito Abimanyu yang dimuat di kolom Opini koran Kompas pada 10
Februari 2014 dengan judul ‘Gagasan Asuransi Bencana’, dan satu artikel
pembanding yang ditulis Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan berjudul
‘Menggagas Asuransi Bencana’ yang dimuat dalam kolom Teropong Koran
Kompas edisi Jumat, 21 Juli 2006. Hasil analisis menunjukkan bahwa Anggito
Abimanyu telah melakukan tindakan plagiat terhadap karyaHotbonar Sinaga
dan Munawar Kasan dengan meniru beberapa paragraf 100 %, mengganti kata
dengan sinonim, menghilangkan kata, menyesuaikan informasi agar lebih
aktual, menambahkan kata dan menerjemahkan kata/frasa berbahasa Inggris.
Kata kunci: plagiarisme, plagiat, akademisi, artikel Anggito Abimanyu

Pendahuluan
Plagiarisme merupakan salah satu kajian linguistik forensik yang secara
langsung berhubungan dengan kepengarangan yang semakin marak dilakukan orang.
Bahkan penulis besar seperti William Shakespeare pun melakukan plagiat, tetapi ketika
zamannya (abad ke-17) tidak ada orang yang menuntutnya, karena isu plagiarisme
belum mencuat kepermukaan di kala itu, (Coulthard & Johnson, 2007: 5, 184, 185).
Karya besar Shakespeare seperti Antony and Cleopatra (drama tragedi) yang
dipentaskan pertama kali pada 1607 di Blackfriars Theatre atau The Globe Theatre
oleh kelompok teater Shakespeare The King's Men (dulu Chamberlain’s Men) dan
dipublikasikan dalam bentuk cetak pertama kali pada tahun 1623, juga tidak luput
diplagiat oleh orang lain seperti oleh T.S. Eliot dalam puisi 434 barisnya "The Waste
Land", yang dipublikasikan pada 1922 di Amerika Serikat dan Inggris dan merupakan
salah satu puisi terpenting abad ke-20 dan menjadi teks utama dalam Modernist
poetry. Orang terkenal lainnya yang dituduh melakukan plagiat adalah “Hellen
Keller”, si jenius yang bisu tuli sekaligus buta, versus “Margaret Canby”. Keller
dituduh menjiplak karya Canby dengan mengganti frasa umum dalam karya Caby kata-
kata umum yang jumlahnya lebih sedikit.(Olsson, 2008: 103-105).
Jika dirunut dari sejarahnya plagiarisme sama usianya dengan usia bahasa tulis.
Sebelum tradisi bahasa tulis, manusia berkomunikasi dengan bahasa lisan atau
menggunakan tradisi dengar.Sastra lisan yang tidak diketahui penulis aslinya
berkembang dari mulut ke mulut sebelum akhirnya dicetak.Pada awal penggunaan
mesin cetak pada tahun 1440-an yang ditemukan oleh Johannes Gutenberg di Jerman
tidak banyak yang berubah. Contohnya Shakespeare banyak mengadaptasi sastra lisan
untuk karyanya, namun tidak ada orang yang menggugatnya.

1
Penulis adalah Dosen di Departemen Pendidikan Bahasa Jerman FPBS UPI Bandung

Hafdarani, Analisis Plagiarisme di Kalangan Akademisi| 65


Perubahan terjadi ketika penerbit mulai memperhitungkan produsen dan
konsumen teks untuk melindungi investasi mereka, namun pengarang hanya mendapat
porsi kecil dari pekerjaan mereka.Undang-undang lisensi Inggris‘ The Licensing Act of
1662’ – menetapkan daftar buku-buku yang sudah ada lisensi, hal ini bertujuan
terutama demi alasan politik. Sistem ini diatur oleh The Stationers’ Company yang
merupakan kumpulan penerbit independen yang diberikan hak untuk menyita buku-
buku yang mungkin berisi tulisan-tulisan untuk menyerang pemerintah dan gereja.
Pada 1710 Undang-undang Ratu Anne ‘The Statute of Queen Anne’ memberikan
pengakuan terhadap hak-hak pengarang dan hak cipta selama 14 tahun.
Tidak hanya penerbit yang harus peduli terhadap kepemilikan karya dalam
bentuk tulisan, tetapi masyarakat akademik juga harus melindungi hak kekayaan
intelektual para anggotanya, karena plagiat adalah kejahatan yang paling serius
terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini dapat disimak dari pendapat editor Jurnal ilmiah
“Nature”: “Plagiarism is the most serious of the known crimes against scholarship… it
amounts to the literal theft of another’s words, thereby depriving the victim not merely
of the credit for… the stolen words, but of whatever thought and imagination they
embody.” (Maddox 1991:13, dalam Coulthard & Johnson, 2007: 186). Menyadari
fungsinya untuk menanamkan nilai dan prosedur komunitas akademik dan
memprakarsai, banyak universitas membahas tentang plagiarisme dengan mahasiswa
baru, bagaimana menghindarinya dan memberikan hukuman kepada siapa saja yang
terbukti melakukannya, termasuk akademisi senior.
Kasus plagiarisme juga melanda perguruan tinggi baik negeri maupun swasta
yang melibatkan dosen sebagai pelakunya dan telah mencoreng nama perguruan tinggi
mereka.Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia,tetapi juga di negara maju seperti
Australia.Vice Chancellor of Monash University(Rektor Monash University) dipecat,
karena tindakan plagiat yang dilakukannya di awal karirnya (ABC News 20 February
2007, dalam Coulthard & Johnson. 2007: 186).
Walaupun sudah ada sanksi yang diberikan kepada pelaku, seperti pencabutan
posisi, gelar, penurunan pangkat, sampai pemberhentian dari jabatan, hal itu tidak
menghentikan tindakan plagiarisme di perguruan tinggi.
Satu kasus plagiarisme yang dilakukan oleh akademisi salah satu perguruan
tinggi besar dan terkenal di Indonesia adalah kasus Anggito Abimanyu yang menulis
artikelGagasan Asuransi Bencana yang dimuat di kolom Opini koran Kompas pada 10
Februari 2014. Anggito dituduh plagiat terhadap artikel Hotbonar Sinaga dan Munawar
Kasan berjudul Menggagas Asuransi Bencana yang dimuat dalam kolom Teropong
Koran Kompas edisi Jumat, 21 Juli 2006.Dalam situs Kompas Anggito membantah
tuduhan itu dengan mengatakan "Tidak ada plagiat, itu salah kirim file, tetapi
fatal.”Walaupun dia membantah, Anggito mengundurkan diri dari jabatannya sebagai
dosen, sebelum universitas memberikan sanksi untuknya.Namun dalam berita
“Antara”dia menyatakan khilaf dan permohonan maaf atas tindakannya itu.

Pembahasan
Hakikat Plagiarisme
Plagiarisme merupakan penjiplakan yang melanggar hak cipta sedangkan plagiat
adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan

66 | Allemania, Vol. 4. No 1 Juni 2014


menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri , misalnya
menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri, karya yang diambil itu
disebut juga jiplakan (KBBI, 1996: 775). (Coulthard & Johnson, 2007: 184) menyebut
plagiarisme sebagai “The simple textual phenomenon of unacknowledged borrowing” ‘
pengambilan karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya’. Dalam Langenscheidts
e-Wörterbuch dijelaskan “
Das Plagiat: die Verwendung von Ideen, Arbeiten o Ä (oder Ähnliches) anderer
Personen, als ob sie von einem selbst kämen” ‘plagiat adalah penggunaan ide-ide, hasil
karya orang lain atau yang sejenis yang diakui seakan-akan milik sendiri.

Permendiknas No 17 Tahun 2010, Pasal 1, ayat 1 dalam Panduan Pencegahan Plagiat


Perpustakaan Universitas Indonesia (UPI) tercantum definisi plagiat yang lebih rinci
yaitu “Perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba
memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau
seluruh karya dan/atau karya ilmiah orang lain, tanpa menyatakan sumber secara tepat
atau memadai”.
Dari keempat kutipan tersebut dapat dikatakan bahwa plagiarisme tidak hanya
mengacu kepada penggunaan karya orang lain dalam bentuk tulisan, melainkan juga
dalam bentuk ide dan apa saja. Meniru lukisan misalnya tanpa mnyebutkan sumbernya
juga merupakan tindakan plagiat. Plagiat juga dilakukan untuk memperoleh angka
kredit atau nilai yang cocok untuk konteks perguruan tinggi. Penelitian Shi (2008, 1)
terhadap mahasiswa di Amerika Utara juga menunjukkan bahwa mahasiswa
melakukan plagiarisme karya pengarang yang telah diterbitkan agar memperoleh nilai
angka kredit yang baik karena tulisan mereka berkualitas.
Menurut Turell (2008: 267) plagiarisme sangat multidimensional. Dia membuat
ranking tentang ranah pengetahuan, lokasi dan konteks plagiarisme terjadi, yaitu yang
paling tinggi di internet, diikuti oleh bidang pendidikan sastra dan
terjemahan.Plagiarisme dapat berupa property intelektual, hak pengarang dan hal cipta.
Prinsip-prinsip linguistik dan tujuan metodologi, serta ide juga bisa diplagiat.
Coulthard dalam Turell (2008: 280-281) mengatakan bahwa plagiarisme
linguistik juga sering terjadi misalnya antara dua teks yang mirip. Bisa jadi teks
tersebut ditulis oleh orang yang sama atau oleh dua orang yang berbeda. Pertanyaan di
pengadilan adalah, Siapakah penulis yang asli?Nosi idiolect sering digunakan dalam
kasus plagiarisme linguistik, yaitu bahwa frasa dan kalimat yang diproduksi seseorang
adalah unik, yang dikenal dengan prinsip keunikan tuturan (Chomsky, 1965 dan
Halliday, 1975 dalam Coulthard & Johnson, 2007: 187). Kemungkinan dua penulis
atau penerjemah memproduksi frase dan kalimat yang sama dengan menggantinya
adalah rendah, dengan demikian jika proporsi unit-unit linguistik pada dua teks
tersebut sama, maka dapat dipastikan teks tersebut ditulis oleh orang yang sama, atau
terjadi plagiarisme antara teks yang satu dengan yang lainnya.
Masih dalam Turell, Menasche (1977) dan Roig (2006 ) menyebutkan indikator
terjadinya plagiarisme linguistik yang sekaligus menjadi plagiarisme ide terjadi.
Indikator tersebut adalah sebagai berikut:
- Jika kata dan atau kalimat yang digunakan sama.

Hafdarani, Analisis Plagiarisme di Kalangan Akademisi| 67


- Jika ada parafrase dengan kata-kata sendiri, tetapi sebagaian besar
kata/frasa/kalimat tulisan yang asli masih digunakan.
- Jika menggunakan beberapa kata tanpa mengutip tetapi mengganti dengan yang
lain.
- Jika sintaksis teks original dipertahankan dan hanya dilakukan penggantian kata-
kata tertentu dengan sinonimnya.
- Jika ada pengakuan terhadap pengarang asli, tetapi yang diganti hanyalah satu atau
dua kata, susunan kata, kalimat aktif dengan pasif, dan/atau kala verba dan aspect
keseluruhan teks.
Plagiarisme linguistik juga dilakukan oleh si pengarang sendiri yang disebut
dengan autoplagiat, karena menganggap yang dikutipnya itu karyanya sendiri, hal ini
ditemukan dalam tulisan-tulisan ilmiah yang ditulis oleh orang yang sama. Hal ini
misalnya juga ditemukan dalam laporan yang dibuat polisi yang membuat
penggandaan antara pernyataan dan hasil interviu terhadap kasus Patrick Molloy,
tertuduh pembunuh anak penjual Koran di Inggris pada 1978, Carl Bridgewater,
Coulthard&Johnson, 2007: 191).

Alasan Melakukan Plagiarisme


Tindakan plagiarisme dilakukan orang karena berbagai alasan, seperti untuk
memperoleh angka kredit, seperti yang tercantum pada kutipan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No 17 tahun 2010 di atas.Panduan Perpustakaan
UPImenyebutkan beberapa alasan, di antaranya tidak mengerti perbedaan kutipan dan
parafrase, mengharapkan nilai tinggi, mencari jalan pintas, kemampuan terbatas dan
tidak punya cukup waktu untuk mengerjakan tugas.
Penelitian Amsberry, 2010: 31-36 menemukan beberapa alasan mahasiswa asing
yang kuliah di Pennsylvania State University Amerika Serikat melakukan plagiarisme,
yaitu karena pengaruh budaya, pendidikan dan linguistik. Banyak mahasiswa asing
yang kuliah di Amerika Serikat berasal dari negara yang kulturnya berbeda dengan
Amerika Serikat. Di banyak negara Asia, misalnya di Cina,
kepemilikan/kepengarangan dipandang sebagai milik kolektif, dan oleh sebab itu harus
bermanfaat untuk orang banyak.Orang harus membuka akses untuk masyarakat. Hal ini
disebut Amsberry sebagai „collective mentality“ yang juga terjadi di negara-negara
bekas Uni-Soviet, di mana milik pribadi tidak diakui, baik secara fisik maupun
intelektual.
Di samping memiliki pandangan yang berbeda tentang kepemilikan, pemahaman
plagiarisme juga berbeda di berbagai negara. Bagi mahasiswa bahasa Inggris sebagai
bahasa asing mengambil data dari internet dianggap bukan tindakan plagiat, sedangkan
di Cina menggunakan karya orang lain untuk artikel di majalah popular dapat diterima,
sedangkan untuk jurnal akademik tidak. Sebagian mahasiswa juga menganggap
menjiplak langsung perkataan penulisnya merupakan bentuk rasa hormat.
Dari segi pendidikan banyak mahasiswa yang memiliki kekurangan dalam
keterampilan atau pengalaman menulis. Sebagian mahasiswa juga terbiasa mengkopi
karena mereka belajar dengan cara itu. Tradisi belajar mengkopi yang dimaksud
Amsberry di sini adalah mengungkapkan hal yang persis sama seperti yang dikatakan
si pengarang yang di negara Barat dianggap sebagai menyontek.

68 | Allemania, Vol. 4. No 1 Juni 2014


Dalam hal pengaruh linguistik, mahasiswa melakukan plagiarisme di Amerika
karena mereka berasal dari negara yang tidak menggunakan bahasa Inggris, sehingga
mereka tidak lancar berbahasa Inggris. Sebagian mahasiswa juga melakukan gabungan
antara pendapat si pengarang dengan pendapat mahasiswa dan menganggap bahwa diri
mereka tidak melakukan plagiat.
Hasil penelitian Amsberry tersebut sebenarnya tidaklah berbeda dengan situasi
di Indonesia. Mahasiswa dan dosen juga melakukan plagiat dengan alasan yang sama
dengan mahasiswa asing di Amerika Serikat, terutama mahasiswa yang berasal dari
Asia seperti Cina, Jepang dan Taiwan.

Pencegahan Plagiarisme dan Pendeteksian Plagiarisme


Ada berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mendeteksi
plagiarisme.Perguruan Perguruan tinggi misalnya dapat mengupayakan pencegahan
dengan memberikan panduan seperti yang telah dilakukan oleh perpustakaan UPI dan
mensosialisasikan panduan itu. Dalam hal ini perguruan tinggi atau universitas harus
lebih menyadari fungsinya untuk menanamkan nilai dan prosedur komunitas akademik
dan memprakarsai banyak universitas untuk membahas tentang plagiarisme kepada
mahasiswa baru, bagaimana menghindarinya dan memberikan hukuman kepada siapa
saja yang terbukti melakukannya, termasuk akademisi senior.
Turell (2010: 38) juga menyarankan agar perpustakaan dan pustakawan
universitas memasukkan kesadaran plagiarisme dalam sesi petunjuk standar
perpustakaan, tutorial handout berbasis web untuk menghindari plagiarisme. Di
samping itu perpustakaan harus bekerjasama dengan fakultas untuk mengasah
pemahaman mahasiswa (dan juga dosen) tentang penggunaan sumber teks.Pustakawan
akademik harus menyadari perannya sebagai “the most likely members of the campus
community to observe the information needs of students” ‘anggota komunitas kampus
yang paling mungkin untuk mengamati informasi kebutuhan siswa’ (Badke, 2002
dalam Turell).
Cara yang lain untuk mencegah plagiarisme adalah dengan melakukan
pendeteksian plagiarisme, yang dapat dilakukan dengan berbagai teknik.Di sini akan
dipaparkan dua teknik, yaitu dari Johnson dan Woolls. Johnson (1997 dalam
Coulthard&Johnson, 2007: 188) menggunakan teknik ‘collusion’ ‘kolusi’dengan
mengabaikan sekelompok kata tertentu seperti kata-kata gramatical (kata bantu, kata
penunjuk) dan berkonsentrasi pada shared vocabulary ‘kosakata yang berpengaruh’
dengan menghitung prosentasenya. Dia menghitung lexical token dan lexical type
dalam kalimat. Satu token menghitung jumlah semua yang terjadi pada tipe leksikal.
Contoh pada kalimat ‘The pretty girl gave the pretty ball to the other girl.’
Terdapat 4 tipe leksikal, yaitu –pretty, girl, gave, ball – tetapi 6 lexical tokensdengan
kata prettydan girlmuncul dua kali. Karangan yang dicurigai memiliki lexical typesdan
total lexical tokensyang lebih banyak.
David Woolls (2002 dalam Coulthard&Johnson, 2007: 189, 192) menggunakan
Copycatch Golddan mengkomputerisasi teknik yang disampaikan oleh
Johnson.Dengan teknik Copycatch teks yang dicurigai disandingkan dengan teks asli
sehingga lebih mudah untuk mendeteksinya.

Hafdarani, Analisis Plagiarisme di Kalangan Akademisi| 69


Plagiarisme di dunia maya juga bisa dideteksi dengan teknik hapaxe, yaitu
dengan cara menghitung kata yang muncul hanya satu kali dalam teks.Sinclair (1991
dalam Coulthard&Johnson, 2007: 196-198) mengajukan teknik yang memperhatikan
nilai bukti dari rangkaianidentik tunggal. Menurut Sinclair ada dua prinsip untuk
melengkapi ujaran atau tuturan, yaitu “open choice”, yaitu setiap dibentuk dengan kata
per kata dan “idiom principles” dengan “collocation” dan “colligasion”, di mana satu
kata hanya cocok dilengkapi oleh kata tertentu. Contoh kolokasi antara verba dan
nomina bahasa Jerman “machen” berkolokasi dengan “Hausaufgaben”, “eine Reise”,
“einen Ausflug”. Contoh kolokasi dalam bahasa Inggris: “make” berkolokasi dengan a
phone call, a speech, a lot of noise, a contribution, and a presentation, tetapi tidak
dengan a country, a book, a dance. Sedangkan contoh koligasi dapat dilihat pada
hubungan antara leksika dan gramatika, misalnya penggunaan “have” dalam kala
bahasa Inggris: I have a dream (benar), I am having a dream (salah), I am having
breakfast (benar). Contoh dalam bahasa Indonesia kata “tidur” bisa berdiri sendiri,tidak
berkoligasi with ber-,tetapi berkoligasi dengan me- -kan,“Pulang” bisa berdiri sendiri
dan berkoligasi dengan ber-, dan me- -kan, misalnya “memulangkan para TKI”, tetapi
tidak dengan ber-.

Metode Penelitian
Dalam kajian ini akandianalisis plagiarisme dalam artikel Anggito Abimanyu
dengan artikel Gagasan Asuransi Bencana yang dimuat di kolom Opini koran Kompas
pada 10 Februari 2014. Artikel Anggito akan dibandingkan dengan artikel Hotbonar
Sinaga dan Munawar Kasan berjudul Menggagas Asuransi Bencana yang dimuat
dalam kolom Teropong Koran Kompas edisi Jumat, 21 Juli 2006.Kedua artikel tersebut
akan dibandingkan dengan teknik Copycatch dan dilakukan analisis linguistik dengan
metode Menasche dan Roig. Pertanyaan penelitiannya adalah plagiarisme linguistik
apa yang dilakukan oleh Anggito Abimanyu dari artikel Sinaga & Kasan?

Hasil Penelitian
Setelah membandingkan artikel Anggito Abimanyu dan Hotbonar Sinaga &
Munawar Kasan (S&K) diperoleh hasil analisis linguistik, bahwa Anggito melakukan
hal-hal berikut:
a. membuat judul artikel sama-sama terdiri dari tiga kata, “Gagasan Asuransi
Bencana” (A); “Menggagas Asuransi Bencana” (S&K). Yang membedakannya
adalah A mengganti verba menggagas (S&K) menjadi nomina gagasan.
b. menggunakan pengantar yang terdiri dari empat paragraf yang tidak ada pada
artikel S&K.
c. membuat subjudul, sedangkan S&K tidak.
d. menjadikan dua paragraf S&K menjadi satu paragraf, yang dilakukannya
sebanyak tujuh kali.
e. mengganti frasa masuk peringkat menjadi berada di peringkatpada kalimat
pertama.
f. mengganti kalimat kedua S&K dengan dua klausa dengan menambahkan kata
pertama dan kedua, sehingga yang terbentuk bukan kalimat, melainkan hanya
klausa.

70 | Allemania, Vol. 4. No 1 Juni 2014


g. mengganti tahun 1815 pada S&K dengan (1815).
h. mengganti Jika buku tersebut disusun S&K menjadi Jika buku itu disusun
[Paragraf (P)1].
i. Anggito mengambil dua paragraf S&K dan mengganti pada akhir menjadi di
akhir; lima bencana menjadi enam bencana;menambahkan dan erupsi
merapi,karena antara 2006 dan 2014 ada peristiwa bencana besar, yaitu ‘erupsi
merapi’(P 2); mengganti dalam dengan untuk (P 3).
j. tidak menggunakan subjudul S&K.
k. mengganti kalimat pasif dengan pelaku (agen) DPR menjadi kalimat aktif dengan
subyek Indonesia; verba diusulkan menjadi memiliki;... bidang, yaitu dengan
bidang:; serta dengan dan; RUUPB menjadiUUPB untuk aktualisasi data.
l. menghilangkan keterangan di awal kalimat pasif S&K.
m. menambahkan dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (P4).
n. mengganti RUUPB dengan UU dan PP Penanggulangan Bencana; tidak dengan
tak; tahapan menjadi tahap; reduplikasi cara-cara menjadi cara.
o. menambahkanadverbia secara spresifik.
p. mengganti memberikan dengan memberi (menghilangkan akhiran –kan) -3x;
q. mengganti atau dengan dan
r. menghilangkan atau pada atau bahkan S&K.
s. menghilangkan verba memberi (P 7).
t. menjiplak 100% (P 8, 11, 12, 13).
u. menghilangkan subjudul S&K.
v. mengganti RUUPB dengan UUP (P 9).
w. menghilangkan tanda tanda baca koma (,) setelah kata menstimulus (P 9).
x. mengganti Departemen Sosial dengan Kementrian Sosial dengan maksud
mengaktualisasi data/informasi;; tidak
y. dengan tak (P 10).
z. menghilangkan (layer) pada kalimat pertama (P 10).
aa. menjiplak hampir 100%, satu-satunya yang berbeda hanyalah penyesesuaian ejaan
pada tahun menjadi pada (P 13).
bb. Z1. RUPB menjadi UUPB (P 14).
cc. Z2. Mengganti/menerjemahkan layer dengan lapisCatastrophe Risk Management
dengan manajemen risiko katastrofik: dan menyesuaikan ejaan katastropik dengan
katastrofik (P 15).
dd. Z3. tidak menggunakan paragraf terakhir S&K.
ee. Z4. menggunakan subjudul dan melengkapi artikelnya dengan tiga paragraf
terakhir.

Dari analisis di atas dapat dikatakan bahwa Anggito melakukan beberapa


plagiarisme linguistik seperti yang dipaparkan oleh Menasche dan Roig, yaitu
menggunakan kata, kalimat dan paragraf yang sama. Yang paling sering dilakukan
Anggito adalah menjadikan dua paragraf dalam teks Sinaga & Kasan menjadi satu
paragraf (7 kali). Menjiplak 100% dilakukannya tiga kali ditambah satu kali hampir
100% (perbedaan hanya pada satu kata.

Hafdarani, Analisis Plagiarisme di Kalangan Akademisi| 71


Walaupun ada parafrase dengan kata-kata sendiri, tetapi sebagaian besar
kata/frasa/kalimat tulisan yang asli masih digunakan. Hal ini dibuktikan dengan
membuang akhiran, kata depan, menambahkan adverbial dan dengan mengubah
kalimat menjadi frasa, sehingga menjadi janggal (tidak jadi kalimat lagi).
Anggito menggunakan beberapa kata tanpa mengutip tetapi mengganti dengan
yang lain, dia juga menambahkan informasi agar menjadi aktual, mengingat perbedaan
waktu publikasi artikel Sinaga & Kasan cukup besar (8 tahun), contohnya RUU
menjadi UU, lima bencana menjdi 6 bencana, Departemen Sosial menjadi
Kementerian Sosial.
Sintaksis teks original dipertahankan dan hanya dilakukan penggantian kata-kata
tertentu dengan sinonimnya, misalnya tidak menjadi tak dan sebaliknya.Anggito tidak
memberi pengakuan terhadap pengarang asli, tetapi mengganti satu atau dua kata,
susunan kata, kalimat aktif dengan pasif.
Walaupun Anggito membantah dituduh plagiat dan mengaku khilaf, analisis
linguistik membuktikan bahwa artikelnya hampir sama dengan artikel Sinaga & Kasan
yang telah dipublikasikan delapan tahun lebih dulu. Dia mengganti, menghilangkan,
memparafrase dan menjiplak artikel Sinaga & Kasan serta melakukan penyesuaian
agar artikelnya lebih aktual. Jika Anggito mengatakan itu suatu kekhilafan, mengapa
dalam artikelnya ada penyesuaian-penyesuaian yang terkesan untuk “mengelabui”
pembaca.

Penutup
Kasus plagiarisme di kalangan akademisi semakin sering terjadi. Hal ini
disebabkan oleh banyak faktor, seperti faktor budaya, pendidikan dan linguistik, serta
adanya banyak kemudahan untuk melakukannya, misalnya dengan fasilitas internet.
Akademisi di perguruan tinggi atau universitas seharusnya menyadari fungsinya
sebagai pengemban ilmu pengetahuan serta menjadi contoh bagi masyarakat akademik
(terutama mahasiwa) dan masyarakat umum dalam sikap akademiknya. Dengan
memahami hakikat plagiarisme dan meningkatkan kesadaran untuk tidak
melakukannya diharapkan agar akademisi lebih menghargai karya orang lain dan
menjunjung tinggi kejujuran.

Daftar Pustaka
Amsberry. Dawn. (2010). Deconstructing plagiarism: International students and textual
borrowing practices. The Reference Librarian, 51, 31-44.
Coulthard, Malcolm & Johnson, Alison. (2007). An Introduction to Forensic
Linguistics Language Evidence. London: Routledge. pp. 184-199
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.(1996). KBBI
Edisi Kedua. Jakarta: Depdikbud Balai Pustaka.
Olsson, John. (2008). Forensic Linguistics: second edition. New York: Continuum. pp.
100-109
Shi, Ling. (2008). Textual Appripriation and citing behaviors of university
undergraduates.Applied Linguistics, 31(1), 1-24.

72 | Allemania, Vol. 4. No 1 Juni 2014


Turrel, M. Teresa. (2008). Plagiarism. In John Gibbons and M. Teresa Turel (Eds.)
Dimension of Forensic Linguistics (pp. 265-300). Amsterdam: John Benjamins
Publishing Co.
http://www.antaranews.com/berita/419472/anggito-abimanyu-mundur-dari-ugm-
setelah-dituduh-plagiat.Diakses pada 30 Mei 2014.
http://luk.staff.ugm.ac.id/acu, http://luk.tsipil.ugm.ac.id/acuDiakses pada 31 Mei 2014.
http://en.wikipedia.org/wiki/The_Waste_LandDiakses pada 31 Mei 2014.
http://en.wikipedia.org/wiki/Antony_and_Cleopatra.Diakses pada 31 Mei 2014.
http://nasional.kompas.com/read/2014/02/17/1003435/.Diakses pada 31 Mei 2014.
Langenscheidt e-Wörterbuch.Diakses pada 31 Mei 2014.

Hafdarani, Analisis Plagiarisme di Kalangan Akademisi| 73

Anda mungkin juga menyukai