Teaching thinking skills vs teaching information & content, directly & explicitly
Berpikir kritis bukan sekedar berpikir logis sebab berpikir kritis harus memiliki
keyakinan dalam nilai- nilai, dasar pemikiran dan percaya sebelum didapatkan alasan yang
logis dari padanya
Beyer (1995) menjelaskan karakteristik yang berhubungan dengan berpikir kritis berikut:
a. Watak (dispositions)
b. Kriteria (criteria)
c. Argumen (argument)
d. Pertimbangan atau pemikiran (reasoning)
e. Sudut pandang (point of view)
f. Prosedur penerapan kriteria
Berpikir aktif, yang dilakukan secara terus menerus dan teliti dengan
mempertimbangkan kepercayaan/dugaan yang melatarbelakangi pengetahuan terhadap suatu
hal, sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan yang sesuai dengan hal yang kita
yakini
Dewey menjelaskan bahwa dalam hal proses yang dilakukan tidak hanya berupa urutan
dari gagasan-gagasan, tetapi suatu proses sehingga masing-masing ide mengacu pada ide
terdahulu untuk menentukan langkah berikutnya. Dengan demikian, semua langkah yang
berurutan saling terhubung dan saling mendukung satu sama lain. John Dewey membedakan
berpikir kritis dengan kegiatan berpikir dimana hanya menerima ide dan informasi dari
seseorang
Menurut John Dewey (1933) proses berpikir reflektif yang dilakukan oleh individu
akan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1) Individu merasakan problem
6) Individu menerapkan cara pemecahan masalah yang sudah ditentukan dan dipilih,
kemudian hasilnya apakah ia menerima atau menolak hasil kesimpulannya.
• Perilaku seseorang dalam menentukan pola pikirnya terhadap suatu hal/ masalah
tertentu, sangat dipengaruhi oleh pengalaman yang dimiliki sebelumnya
• Pengetahuan terhadap cara berpikir membutuhkan pengumpulan data dan alasan yang
mendukung
• Merupakan keterampilan
• Usaha yang dilakukan secara terus-menerus untuk membuktikan kepercayaan/dugaan
dari pengetahuan, yang melatarbelakangi suatu hal untuk kemudian mengambil
keputusan terhadap hal tersebut
Kompetensi atau indikator tingkat tinggi dalam berpikir kritis yang dirumuskan oleh
Watson-Glaser (2008) adalah penarikan kesimpulan, asumsi, deduksi, menafsirkan informasi,
dan menganalisis argumen.
Watson dan Glaser (2008) menyusun indikator yang dapat mengukur keterampilan
berpikir kritis. Indikator yang dirumuskan oleh Watson-Glaser tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Penarikan kesimpulan adalah membedakan antara derajat kebenaran atau kesalahan
dari suatu kesimpulan yang diambil berdasarkan data yang diberikan
b. Asumsi yaitu menyadari dugaan atau prasangka tak tertulis dari pernyataan atau
premis yang diberikan
Proses berpikir yang rasional (masuk akal) dan dilakukan secara mendalam serta bertujuan
untuk menetukan hal yang dapat dipercaya atau sikap terhadap hal yang dipercaya tersebut.
Gaya berpikir terhadap ide, materi, atau masalah tertentu yang menuntut pemikir untuk selalu
meningkatkan kualitas berpikirnya, dengan selalu memperlajari keterampilan berpikir dan
menggunakan standar berpikir yang baik
• Richard Paul (1990), menyatakan berpikir kritis adalah suatu kemampuan dan
disposisi untuk mengevaluasi secara kritis suatu kepercayaan atau keyakinan, asumsi
apa yang mendasarinya dan atas dasar pandangan hidup mana asumsi tersebut
terletak. Lipman (1991) mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir yang
memfasilitasi keputusan oleh karena didasarkan kepada kriteria yang nyata, yang self-
corrective dan substantif dalam konteks
Seni analisi dan evaluasi pikiran dengan maksud untuk meningkatkan kemampuan berpikir
itu sendiri, self dericted, self discplined, slef monitored, self corrective thinking
Kemampuan dan keterampilan berpikir aktif untuk membuat konsep dasar, aplikasi, analisi,
dan atau evaluasi informasi yang diperoleh / dibentuk.
Elder, L., & Paul, R. (1994). Critical thinking : Why we must transform our teaching. Journal
of Developmental Education, 18(1), 34.
Rumuskan masalah dengan jelas dan tepat untuk menemukan masalah utama.
Buat kesimpulan dan solusi yang masuk akal, dan mengujinya untuk memverifikasi atau
memastikan bahwa solusi yang tepat telah tercapai.
Judge credibility
Evaluate arguments
Draw inferences
Produce arguments
Untuk mendapatkan hasil belajar secara komprehensif seperti kognitif, afektif, dan
psikomotor maka diperlukan proses pembelajaran yang dapat dilakukan dengan keterampilan
proses, di mana keterampilan proses dikembangkan di Calvert Country Public School di
Amerika terdiri dari 10 aspek, yaitu keterampilan bertanya (questioning), mengamati
(observing), meramal (predicting), menggolongkan (classifying), melakukan percobaan
(experimenting), mengukur (measuring), mengorganisasi data (organizing data),
membandingkan (comparing), menafsirkan fakta (interpreting evidence), dan
mengkomunikasikan (communication). Kesepuluh keterampilan proses ini diberlakukan di
setiap kelas secara gradual, dan Salah satumata pelajaran yang paling esensi dalam
keterampilan proses adalah mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Menurut Robert Ennis dalam Alec Fisher (2008:4) berpikir kritis adalah“Critical
thinking is thinking that makes sense and focused reflection to decidewhat should be believed
or done” artinya pemikiran yang yang masuk akal dan refleksi yang berfokus untuk
memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Pendapat tersebut dapat diartikan
bahwa pada hakekatnya saat berpikir manusia sedang belajar menggunakan kemampuan
berpikirnya secara intelektual dan pada saat bersama berpikir terlintas alternatif dan solusi
persoalan yang di hadapi sehingga ketika berpikir manusia dapat memutuskan apa yang mesti
dilakukan karena dalam pengambilan keputusan adalah bagian dari berpikir kritis.Sedangkan
Menurut John Dewey dalam Kasdin (2012:3) berpikir kritis adalah adalah pertimbangan yang
aktif, terus menerus dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang di
terima begitu saja dengan meyertakan alasan-alasan yang mendukung dan kesimpulan-
kesimpulan yang rasional.
1) TBK 0, yaitu tidak ada jawaban yang sesuai dengan indikator berpikir kritis
menurut Ennis.
2) TBK 1, yaitu jawaban siswa sesuai dengan dua atau tiga indikator berpikir kritis
menurut Ennis.
3) TBK 2, yaitu jawaban siswa sesuai dengan empat indikator berpikir kritis menurut
Ennis.
4) TBK 3, yaitu jawaban siswa sesuai dengan lima indikator berpikir kritis menurut
Ennis.
Menurut Ennis (1996), berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif
dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau
dilakukan. Indikator berpikir kritis yang diturunkan dari aktivitas kritis menurut Ennis (1996)
ada lima yaitu
1) mampu merumuskan pokok-pokok permasalahan;
2) mampu mengungkap fakta yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu
masalah;
3) mampu memilih argumen logis, relevan, dan akurat;
4) mampu mendeteksi bias berdasarkan sudut pandang yang berbeda; dan
5) mampu menentukan akibat dari suatu pernyataan yang diambil sebagai suatu
keputusan.
Berpikir kritis sangat diperlukan oleh setiap orang untuk meyikapi permasalahan dalam
kehidupan yang nyata.
Elder & Paul (2008) menyebutkan ada enam tingkatan berpikir kritis yaitu :
Akhirnya, pendekatan Paulian untuk berpikir kritis berfokus pada ciri-ciri intelektual
yang diperlukan untuk tindakan dan pemikiran yang benar. Menurut Foundation for Critical
Thinking (1996) beberapa sifat intelektual yang berharga (kebajikan) penting bagi pemikir
kritis. Ketika seseorang mempraktikkan pemikiran kritis, sifat-sifat ini menjadi inheren dalam
pemikir kritis (Broadbear & Keyser, 2000). Dengan kerangka acuan sebelumnya maka
diskusi tentang latar belakang program MSL menjadi penting.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Or
1. Intellectual integrity
2. Intellectual autonomy
3. Intellectual perseverance
4. Intellectual empathy
5. Intellectual humility
6. Intellectual courage
Integritas intelektual – Sifat ini mensyaratkan bahwa standar yang memandu tindakan dan
pikiran harus menjadi standar yang sama yang digunakan orang lain untuk dievaluasi.
Seseorang yang menunjukkan sifat ini memperlakukan orang lain dengan kebaikan sambil
menghindari bahaya dan secara lahiriah memproyeksikan sifat ini. Sifat ini menghilangkan
standar ganda dan kemunafikan.
Otonomi intelektual – Sifat ini mengharuskan seorang individu untuk menggunakan alat
berpikir kritis, seperti model Paul-Elder, dan untuk mempercayai kemampuan mereka sendiri
untuk bernalar secara kritis. Misalnya, seorang profesional gigi yang menunjukkan otonomi
intelektual akan mengajukan pertanyaan tentang produk baru dan akan secara kritis
memikirkan semua aspek produk untuk menentukan implikasi penggunaannya. Orang-orang
ini tidak harus bergantung pada orang lain untuk melakukan pemikiran mereka.
Ketekunan intelektual - Fase tag untuk sifat ini adalah "tidak pernah menyerah" dan
mendorong individu untuk mengatasi kesulitan apa pun. Seorang dokter yang menunjukkan
ketekunan intelektual harus bergantung pada perangkat berpikir kritis mereka untuk terus
bekerja melalui masalah pasien yang menantang atau situasi yang tidak biasa.
Empati intelektual – Seorang individu mencapai empati intelektual ketika mereka secara aktif
menempatkan diri mereka pada posisi orang lain dalam hal bagaimana mereka berpikir dan
merasa. Misalnya, seorang dokter gigi mungkin menghadapi pasien yang memiliki sudut
pandang yang berbeda tentang agen pencegahan gigi tertentu seperti fluoride. Seorang klinisi
yang menunjukkan empati intelektual berusaha untuk memahami sudut pandang pasien untuk
berpikir sepenuhnya tentang situasi sebelum menanggapinya. Sementara dokter tidak harus
setuju dengan sudut pandang pasien Anda, empati intelektual menuntut bahwa mereka secara
akurat mewakili pemikiran dari pandangan yang berbeda terlepas dari apa yang mereka
yakini.
Keyakinan dalam akal dan pikiran yang adil - Memanfaatkan unsur-unsur pemikiran dan
standar akan mengarah pada keyakinan pada akal dan pikiran yang adil dan mengharuskan
individu untuk melihat semua bukti dan sudut pandang yang relevan dan sampai pada
kesimpulan yang mewujudkan sifat-sifat intelektual . Hal ini memungkinkan para profesional
gigi dengan keyakinan dalam akal dan pikiran yang adil untuk mempercayai, sebagai pemikir,
untuk sampai pada kesimpulan yang masuk akal untuk perawatan pasien hanya dengan
menerapkan kerangka kerja pada proses berpikir mereka. 2-6
1. Mampu menyusun pernyatan dan rumusan masalah secara jelas dan tepat
2. Mampu memperoleh dan menilai informasi yang relevan sehingga dapat memberi
tafsiran/pendapat yang efektif
1. Membantu mahasiswa untuk mampu mempelajari ilmu yang sesuai, sehingga dapat
menemukan penyelesaian masalah pasien
2. Membantu mahasiswa untuk mengorganisasi pengetahuan yang dimiliki sebagai
suatu problem solving
3. Membantu mahasiswa mengidentifikasi kata kunci antar setiap cabang ilmu
4. Membantu mahasiswa berpindah level pemikir
1. Metode pembelajaran:
• teaching general to specific : mengajar secara umum menjadi spesifik (bersifat
khusus)
• teaching specific to general : mengajar secara specifik (Sifat khusus) menjadi umum
2. The presented learning opportunities (peluang belajar yang disajikan)
• PBL (Problem Based Learning): salah satu model pembelajaran yang dapat menolong
siswa meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan pada era globalisasi saat ini.
• Scheme inductive PBL : diajarkan kepada mahasiswa yang memiliki pengetahuan
terstruktur ( kedokteran dasar dan klinik)
3. Suasana lingkungan pembelajaran
• Modelling critical thinking : pembelajaran dalam bentuk berfikir kritis
• Menjadi role model merupakan keharusan yang harus dimiliki pengajar di institurt
pendidikan kedokteran
• Expert problem – solving : menyelesaikan masalah dengan para pakar seperti dosen.
Metode pembelajaran yang baik dengan menunjukkan contoh yang baik kepada mahasiswa.
(dosen menunjukkan sikap yang baik kepada mahasiswanya)