Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PSIKOEDUKASI, PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN

Desain dan Strategi Psikoedukasi, Pelatihan dan Pengembangan

Dosen Pengampu :

Rizka Putri Utami, M.Psi. Psikolog

Disusun Oleh :

Diana Permata Sari (46117210034)


Hanindito Mahatva V.P (46117210036)
Odhie Alkadri B (46117210037)
Violin Patresia G (46117210049)

FAKULTAS PSIKOLOGI

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MERCU BUANA

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas selesainya makalah tentang
“Desain dan Strategi Psikoedukasi, Pelatihan dan Pengembangan” dengan tepat waktu penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Kami selaku penulis berharap makalah ini dapat
memberi tambahan ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Terlepas dari semua itu, penulis
sepenuhnya menyadari masih adanya kekurangan dalam makalah ini baik dari segi tata bahasa,
susunan kalimat dan lain sebagainya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun
penulis terima dengan tangan terbuka untuk kedepannya dapat menjadikannya lebih baik lagi.

Bekasi, 20 Oktober 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................................2

1.3 Tujuan.....................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Desain Pelatihan...................................................................................................3

2.2 Hal-Hal Yang Dipertimbangkan Dalam Mendesain Pelatihan...............................................4

2.3 Model Dalam Desain Pelatihan dan Pengembangan..............................................................6

a. Model Dick and Carey......................................................................................................6

b. Model Kemp.....................................................................................................................9

c. Model ASSURE..............................................................................................................10

d. Model ADDIE.................................................................................................................11

e. Model Smith dan Ragan..................................................................................................13

2.4 Strategi organisasi pelatihan.................................................................................................14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................16

3.2 Saran.....................................................................................................................................17

3.3 Daftar Pustaka.......................................................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu keberhasilan upaya peningkatan kualitas hidup manusia sangat ditentukan oleh
sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan yang kompetensi dan profesional. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghasikan dan meningkatkan sumber daya
manusia adalah penididkan dan profesional adalah melalui pelatihan. praktik pelatihan
yang efektif melibatkan penggunaan proses desain pelatihan. Proses desain dimulai dengan
penilaian kebutuhan. Langkah-langkah selanjutnya dalam proses ini termasuk memastikan
bahwa karyawan memiliki motivasi dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk belajar,
menciptakan lingkungan belajar yang positif, memastikan bahwa peserta pelatihan
menggunakan keterampilan yang dipelajari di tempat kerja, memilih metode pelatihan, dan
mengevaluasi apakah pelatihan telah mencapai hasil yang diinginkan. Butuh penilaian
mengacu pada proses yang digunakan untuk menentukan apakah pelatihan diperlukan.
Penilaian kebutuhan biasanya melibatkan analisis organisasi, analisis orang, dan analisis
tugas. Untuk pembelajaran program pelatihan perlu memasukkan materi yang berarti,
tujuan yang jelas, kesempatan untuk berlatih dan umpan balik, interaksi pelajar, dan
lingkungan kerja yang mendukung. Namun, fitur-fitur ini saja tidak cukup buat program
pelatihan yang efektif. Program pelatihan yang efektif juga membutuhkan desain program
yang berkualitas tinggi memaksimalkan pembelajaran peserta pelatihan dan transfer
pelatihan. Desain program mengacu pada organisasi dan koordinasi dari program pelatihan.
Penting untuk mengambil perspektif yang luas saat merancang pelatihan, terlepas dari
apakah pelatihan itu online atau program pelatihan tatap muka, kelas, atau kursus.
Karyawan harus termotivasi untuk menghadiri acara pelatihan, menggunakan apa yang
mereka pelajari dalam pekerjaan mereka, berbagi pengetahuan dan keterampilan mereka
dengan orang lain, dan terus membentuk dan memodifikasi pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh untuk memenuhi tuntutan bisnis dan pekerjaan yang terus berubah.

1
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana membuat desain dan strategi psikoedukasi dalam pelatihan dan
pengembangan?

1.3 Tujuan
- Untuk memahami desain dan strategi psikoedukasi dalam pelatihan dan pengembangan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Desain Pelatihan


Desain pelatihan yaitu proses yang mengacu pada pendekatan sistematis untuk
mengembangkan program pelatihan. Desain pelatihan berkaitan dengan penyusunan
program pelatihan yang mempertimbangkan aspek organisasi, pekerjaan dan individu (Noe,
2010). Desain pelatihan berkaitan dengan penyusunan program pelatihan yang
mempertimbangkan aspek organisasi, pekerjaan dan individu (Hariyanto, Purnomo dan
Bawono, 2011). Desain pelatihan yang efektif berarti program pelatihan yang mampu
menghasilkan outcomes berupa cognitive outcomes, skill-based out comes, affective
outcomes dan reaction out comes (Noe, et al. 2003). Dalam konteks program pelatihan
dinyatakan efektif apabila peserta pelatihan memperoleh berbagai manfaat pelatihan yang
dapat dilihat dari aspek kognitif, aspek keterampilan, asspek afeksi dan aspek reaksi.
Desain pelatihan juga bermakna adanya keseluruhan, struktur, kerangka, atau outline,
dan urutan atau sistematika kgiatan pelatihan (Gagnon dan Collay 2001). Selain itu, desain
pelatihan juga dapat diartikan sebagai proses perencanaan yang sistematik dilakukan
sebelum kegiatan pengembangan atau pelaksanaan sebuah pelatihan.
Seorang desainer pembelajaran diklat pertama-tama ia harus menggali model-model
pembelajaran yang ada, pemakaian model pada desain program pembelajaran sangat
bermanfaat dalam menghasilkan program yang berkualitas dan realistis.
Manfaat menggunakan model adalah:
1) Menjelaskan hubungan aspek perilaku manusia dan interaksinya.
2) Mengintegrasikan apa yang diketahui melalui riset dan observasi.
3) Menyederhanakan proses kemanusiaan yang kompleks.
4) Petunjuk observasi.
Desain (rancangbangun) adalah proses perencanaan yang menggambarkan urutan
kegiatan (sistematika) mengenai suatu program. Ada tiga unsur penting yang harus
diperhatikan:
1) maksud (apa yang harus dicapai);

3
2) metode (bagaimana mencapai tujuan);
3) format (dalam keadaan bagaimana penentuan rancangbangun yang Anda ingin
capai).

2.2 Hal-Hal Yang Dipertimbangkan Dalam Mendesain Pelatihan


Menurut Noe (2008), proses desain pelatihan mengacu pada pendekatan sistematis
untuk mengembangkan program pelatihan. Terdapat beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam mendesain pelatihan yang efektif yaitu :
1. Memilih dan Menyiapkan Site Pelatihan
Site pelatihan merupakan lokasi maupun ruangan yang menjadi tempat dimana
pelatihan akan dilaksanakan. Berikut merupakan beberapa kriteria site pelatihan
yang baik :
 Nyaman dan mudah diakses
 Tenang, privat, dan bebas dari gangguan, dan
 Memiliki space yang mencukupi untuk bergerak dan berpindah, memberikan
cukup ruang kerja bagi trainee, memiliki visibilitas yang baik (jarak penglihatan).

2. Pengaturan Tempat Duduk


Pengaturan tempat duduk di lokasi pelatihan harus berdasarkan pada pemahaman
tentang tipe interaksi yang diinginkan antarpeserta pelatihan dan antara peserta
dengan instruktur.

Fan-type Seating Classroom-type Seating

4
Pengaturan tempat duduk dengan fan-type memudahkan peserta pelatihan untuk
berkomunikasi dengan siapapun di dalam ruangan. Apabila pelatihan
mengutamakan transfer pengetahuan dan dilakukan dengan metode kuliah serta
presentasi audiovisual, maka pengaturan tempat duduk yang tepat adalah dengan
traditional classroom-type. Apabila pelatihan menekankan pada total-group
discussion dengan presentasi yang terbatas dan tidak ada interaksi dalam kelompok
kecil, maka pengaturan tempat duduk conference-type mungkin lebih efektif. Jika
pelatihan membutuhkan presentasi dan total-group instruction, pengaturan tempat
duduk dengan tipe horseshoe mungkin akan berguna.

3. Memilih Trainer (Instruktur)


Trainer, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan, harus
memiliki keahlian dan pengalaman yang tidak sedikit untuk topik yang diberikan
dalam pelatihan. Tidak heran bahwa terdapat sejumlah pelatihan untuk trainer, baik
itu manajer, karyawan, maupun orang-orang yang sudah ahli. Ini perlu untuk
semakin mengasah kemampuan trainer dalam menyampaikan materi, presentasi,
dan berkomunikasi dengan peserta pelatihan.

4. Desain Program
Desain program mengacu pada pengorganisasian program pelatihan. Desain
program yang efektif meliputi course parameters, objectives, detailed lesson plan,
dan lesson plan overview (Noe : 2002).

5
 Course Parameters
Course parameter mengacu pada informasi menyeluruh tentang program
pelatihan. Course parameter ini meliputi beberapa pokok yang terdiri dari judul
pelatihan, deskripsi peserta pelatihan, tujuan pelatihan, lokasi dan waktu
pelaksanaan pelatihan, persyaratan bagi peserta maupun trainer, dan nama
instruktur pelatihan.
 Objectives
Objectives atau tujuan program pelatihan dituliskan dalam bentuk beberapa
pernyataan yang menggambarkan sasaran dari pelaksanaan pelatihan. Tujuan
pelatihan berhubungan dengan sasaran yang ingin dicapai.
 Detailed Lesson Plan
Lesson plan merupakan isi dan rangkaian aktivitas pelatihan yang ditulis ke
dalam lembar pedoman yang digunakan oleh instruktur untuk memberikan materi
pelatihan.
 Lesson Plan Overview
Lesson plan overview berisi rangkaian aktivitas program pelatihan dan interval
waktu yang dibutuhkan atau run down. Membuat lesson plan overview membantu
instruktur menentukan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk setiap topik atau
materi yang disampaikan dalam program pelatihan.

2.3 Model Dalam Desain Pelatihan dan Pengembangan


Konsep desain pelatihan dikemukakan dalam bentu model. Sebuah model
mengambarkan suatu prosedur atau kesatuan konsep dengan komponen-komponen yang
memiliki keterkaitan satu sama lain. Model desain merupakan sarana konseptual untuk
menganalisis, merancang, memproduksi, menerapkan dan mengevaluasi sebuah aktivitas
atau program pelatihan. Berikut adalah beberapa model desain pelatihan :
A. Model Dick and Carey (2005)
Salah satu model desain pelatihan adalah model Dick and Caray. Model ini termasuk
kedalam model yang berorientasi kepada prosedural. Berikut ini merupakan model
desain pelatihan yang dikembangkan oleh Dick and Carey :
1. Identifikasi tujuan pelatihan

6
Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam menerapkan model desain pelatihan
ini adalah menentukan kemampuan atau kompetensi yang perlu dimiliki oleh
peserta pelatihan setelah menempuh program pelatihan. Hal ini disebut dengan
istilah tujuan pelatihan atau instructional goal. Rumusan tujuan pelatihan dapat
dikembangkan baik dari rumusan tujuan pelatihan yang sudah ada pada proposal
maupun yang dihasilkan dari proses analisis kebutuhan (training need assasmeny).
2. Analysis Instructional
Setelah melakukan identifikasi tujuan pelatihan, alangkah selanjutnya adalah
melakukan analisis instruksional, yaitu sebuah prosedur yang digunakan untuk
menentukan keterampilan dan pengetahuan relevan yang diperlukan oleh peserta
pelatihan untuk mencapai kompetensi atau tujuan pelatihan. Dalam melakukan
analisis intruksional, beberapa langkah diperlukan untuk mengidintifikasi
kompetensi, berupa pengetahuan (cognitive), keterampilan (psychomotor), dan
sikap (attitudes) yang perlu dimiliki oleh peserta pelatihan setelah mengikuti
program pelatihan.
3. Analisis Peserta Pelatihan dan Konteks
Selain melakukan analisis tujuan pelatihan, hal penting yang perlu dilakukan
dalam menerapkan model desain pelatihan ini adalah analisis terhadap karakteristik
peserta pelatihan yang akan mengikuti pelatihan dan konteks pelatihan. Kedua
langkah ini dapat dilakukan secara bersamaan atau paralel. Analisis konteks
pelatihan meliputi kondisi-kondisi terkait dengan keterampilan yang dipelajari oleh
peserta pelatihan dan situasi yang terkait dengan tugas yang dihadapi oleh peserta
pelatihan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari.
Analisis terhadap karakteristik peserta pelatihan meliputi kemampuan actual yang
dimiliki oleh peserta pelatihan, gaya atau preferensi cara belajar (learning style),
dan sikap terhadap aktifitas pelatihan. Identifikasi yang akurat tentang karakteristik
peserta pelatihan yang akan belajar dapat membantu perancang program pelatihan
dalam memilih dan menentukan strategi pelatihan yang akan digunakan.
4. Merumuskan Tujuan Pelatihan
Berdasarkan hasil analisis instruksional, seorang perancang desain system
pelatihan perlu mengembangkan kompetensi atau tujuan pelatihan spesifik

7
(instructional objectives) yang perlu dikuasai oleh peserta pelatihan untuk mencapai
tujuan pelatihan yang bersifat umum (instructional goal). Dalam merumuskan
tujuan pelatihan yang bersifat spesifik, ada beberapa hal yang perlu mendapatkan
perhatian, yaitu :
 Menentukan pengetahuan dan keterampilan yang perlu dimiliki oleh peserta
pelatihan setelah menempuh proses pelatihan
 Kondisi yang diperlukan agar peserta pelatihan dapat melakukan unjuk
kemampuan dari pengetahuan yang telah dipelajari
 Indikator atau kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan
peserta pelatihan dalam menempuh proses pelatihan
5. Mengembangkan Alat atau Instrumen Penelitian
Berdasarkan tujuan atau kompetensi khusus yang telah dirumuskan, langkah
selanjutnya adalah mengembangkan alat atau instrument penilaian yang mampu
mengukur pencapaian hasil pelatihan pada peserta pelatihan. Hal ini dikenal juga
dengan istilah evaluasi hasil pelatihan. Hal penting yang perlu mendapat perhatian
dalam menentukan instrument evaluasi yang akan digunakan adalah instrument
harus dapat mengukur performa peserta pelatihan dalam mencapai tujuan pelatihan
yang telah dirumuskan.
6. Mengembangkan Strategi Pelatihan
Bentuk strategi pelatihan yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan
aktivitas pelatihan yaitu aktivitas pra-pelatihan, penyajian materi pelatihan, dan
aktivitas tindak lanjut dari kegiatan pelatihan. Strategi pelatihan yang dipilih untuk
digunakan perlu didasarkan pada fator-faktor sebagai berikut :
 Teori terbaru tentang aktivitas pelatihan
 Penelitian tentang hasil pelatihan
 Karakteristik media pelatihan yang akan digunakan untuk menyampaikan materi
pelatihan
 Materi atau substansi yang perlu dipelajari oleh peserta pelatihan
 Karakteristik peserta pelatihan yang akan terlibat dalam kegiatan pelatihan
7. Melakukan Revisi Terhadap Draft Program Pelatihan

8
Langkah akhir dari proses desain dan pengembangan adalah melakukan revisi
terhadap draft program pelatihan. Data yang diperoleh dari prosedur evaluasi
formatif dirangkum dan ditafsirkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang
dimiliki oleh program pelatihan. Prosedur evalauasi formatif perlu dilakukan pada
semua aspek program pelatihan dengan tujuan untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas program pelatihan tersebut. Evaluasi sumatif merupakan
jenis evaluasi yang berbeda dengan evaluasi formatif. Jenis evaluasi ini dianggap
sebagai puncak dalam aktivitas model desain pelatihan yang dikemukakan oleh
Dick dan Carey. Evaluasi sumatif dilakukan setelah program pelatihan selesai
dievaluasi secara formatif dan direvisi sesuai dengan standar yang digunakan oleh
perancang desain pelatihan. Evaluasi sumatif tidak melibatkan perancang program
pelatihan, tetapi melibatkan penilai independen. Hal ini merupakan satu alasan
untuk menyatakan bahwa evaluasi sumatif tidak tergolong kedalam proses desain
system pelatihan.

B. Model Kemp (2001)


Model Kemp termasuk ke dalam contoh model melingkar jika ditunjukkan dalam
sebuah diagram. Secara singkat, menurut model ini terdapat beberapa langkah dalam
penyusunan sebuah bahan ajar, yaitu :
1. Menentukan tujuan dan daftar topik, menetapkan tujuan umum untuk pelatihan tiap
topiknya;
2. Menganalisis karakteristik pelajar, untuk siapa pelatihan tersebut didesain;
3. Menetapkan tujuan pelatihan yang ingin dicapai dengan syarat dampaknya dapat
dijadikan tolak ukur perilaku pelajar;
4. Menentukan isi materi pelajaran yang dapat mendukung tiap tujuan;
5. Pengembangan prapenilaian/ penilaian awal untuk menentukan latar belakang
pelajar dan pemberian level pengetahuan terhadap suatu topik;
6. Memilih aktivitas pelatihan dan sumber pelatihan yang menyenangkan atau
menentukan strategi belajar-mengajar, jadi peserta pelatihan peserta pelatihan akan
mudah menyelesaikan tujuan yang diharapkan;

9
7. Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi
personalia, fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk melaksanakan rencana
pelatihan;
8. Mengevaluasi pelatihan peserta pelatihan dengan syarat mereka menyelesaikan
pelatihan serta melihat kesalahan-kesalahan dan peninjauan kembali beberapa fase
dari perencanaan yang membutuhkan perbaikan yang terus menerus, evaluasi yang
dilakukan berupa evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.

C. Model ASSURE
Model ASSURE merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi untuk
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau disebut juga model berorientasi kelas. Menurut
Heinich et al (2005) model ini terdiri atas enam langkah kegiatan yaitu :
1. Analisis Pelajar (Analyze Learners)
Menurut Heinich et al (2005) jika sebuah media pelatihan akan digunakan secara
baik dan disesuaikan dengan ciri-ciri oelajar, isi dari pelajaran yang akan dibuatkan
medianya, media dan bahan pelajaran itu sendiri. Lebih lanjut Heinich, 2005
menyatakan sukar untuk menganalisis semua cirri pelajar yang ada, namun ada tiga
hal penting dapat dilakuan untuk mengenal pelajar sesuai. berdasarkan cirri-ciri
umum, keterampilan awal khusus dan gaya belajar.
2. Menyatakan Tujuan (States Objectives)
Menyatakan tujuan adalah tahapan ketika menentukan tujuan pelatihan baik
berdasarkan buku atau kurikulum. Tujuan pelatihan akan menginformasikan apakah
yang sudah dipelajari anak dari pengajaran yang dijalankan. Menyatakan tujuan
harus difokuskan kepada pengetahuan, kemahiran, dan sikap yang baru untuk
dipelajari.
3. Pemilihan Metode, Media dan Bahan (Select Methods, Media, and Material)
Heinich et al. (2005) menyatakan ada tiga hal penting dalam pemilihan metode,
bahan dan media yaitu menentukan metode yang sesuai dengan tugas pelatihan,
dilanjutkan dengan memilih media yang sesuai untuk melaksanakan media yang
dipilih, dan langkah terakhir adalah memilih dan atau mendesain media yang telah
ditentukan.

10
4. Penggunaan Media dan Bahan (Utilize Media and Materials)
Menurut Heinich et al (2005) terdapat lima langkah bagi penggunaan media yang
baik yaitu, preview bahan, sediabahan, sedikan persekitaran, pelajar dan
pengalaman pelatihan.
5. Partisipasi Pelajar di dalam kelas (Require Learner Participation)
Sebelum pelajar dinilai secara formal, pelajar perlu dilibatkan dalam aktivitas
pelatihan seperti memecahkan masalah, simulasi, kuis atau presentasi.
6. Penilaian dan Revisi (Evaluate and Revise)
Sebuah media pelatihan yang telah siap perlu dinilai untuk menguji keberkesanan
dan dampak pelatihan. Penilaian yang dimaksud melibatkan beberaoa aspek
diantaranya menilai pencapaian pelajar, pelatihan yang dihasilkan, memilih metode
dan media, kualitas media, penggunaan trainer dan penggunaan pelajar.
D. Model ADDIE
Model desain pelatihan yang sifatnya lebih generik yaitu model ADDIE (Analysis-
Design-Develop-Implement-Evaluate). ADDIE muncul pada tahun 1990-an yang
dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda (2005). Salah satu fungsinya ADDIE yaitu
menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur program pelatihan
yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri
1. Analisis
Tahap analisis merupakan suatu proses mendefinisikan apa yang akan dipelajari
oleh peserta pelatihan, yaitu melakukan needs assessment (analisis kebutuhan),
mengidentifikasi masalah (kebutuhan), dan melakukan analisis tugas (task
analysis). Oleh karena itu, output yang akan kita hasilkan adalah berupa
karakteristik atau profile calon peserta pelatihan, identifikasi kesenjangan,
identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci didasarkan atas kebutuhan.
2. Desain
Tahap ini dikenal juga dengan istilah membuat rancangan (blueprint). Ibarat
bangunan, maka sebelum dibangun gambar rancang bangun (blue-print) diatas
kertas harus ada terlebih dahulu. Apa yang kita lakukan dalam tahap desain ini?
Pertama merumuskan tujuan pelatihan yang SMAR (spesifik, measurable,
applicable, dan realistic). Selanjutnya menyusun tes, dimana tes tersebut harus

11
didasarkan pada tujuan pelatihan yag telah dirumuskan tadi. Kemudian tentukanlah
strategi pelatihan yang tepat harusnya seperti apa untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam hal ini ada banyak pilihan kombinasi metode dan media yang dapat kita pilih
dan tentukan yang paling relevan. Disamping itu, pertimbangkan pula sumber-
sumber pendukung lain, semisal sumber pelatihan yang relevan, lingkungan
pelatihan yang seperti apa seharusnya, dan lainlain. Semua itu tertuang dalam sautu
dokumen bernama blue-print yang jelas dan rinci.
3. Pengembangan
Pengembangan adalah proses mewujudkan blue-print alias desain tadi menjadi
kenyataan. Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu software berupa multimedia
pelatihan, maka multimedia tersebut harus dikembangkan. Atau diperlukan modul
cetak, maka modul tersebut perlu dikembangkan. Begitu pula halnya dengan
lingkungan pelatihan lain yang akan mendukung proses pelatihan semuanya harus
disiapkan dalam tahap ini. Satu langkah penting dalam tahap pengembangan adalah
uji coba sebelum diimplementasikan. Tahap uji coba ini memang merupakan bagian
dari salah satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi. Lebih tepatnya evaluasi formatif,
karena hasilnya digunakan untuk memperbaiki sistem pelatihan yang sedang kita
kembangkan.
4. Implementasi
Implementasi adalah langkah nyata untuk menerapkan system pelatihan yang
sedang kita buat. Artinya, pada tahap ini semua yang telah dikembangkan diinstal
atau diset sedemikian rupa sesuai dengan peran atau fungsinya agar bisa
diimplementasikan. Misal, jika memerlukan software tertentu maka software
tersebut harus sudah diinstal. Jika penataan lingkungan harus tertentu, maka
lingkungan atau seting tertentu tersebut juga harus ditata. Barulah
diimplementasikan sesuai skenario atau desain awal.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses untuk melihat apakah sistem pelatihan yang sedang
dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya tahap
evaluasi bisa terjadi pada setiap empat tahap di atas. Evaluasi yang terjadi pada
setiap empat tahap diatas itu dinamakan evaluasi formatif, karena tujuannya untuk

12
kebutuhan revisi. Misal, pada tahap rancangan, mungkin kita memerlukan salah
satu bentuk evaluasi formatif misalnya review ahli untuk memberikan input
terhadap rancangan yang sedang kita buat. Pada tahap pengembangan, mungkin
perlu uji coba dari produk yang kita kembangkan atau mungkin perlu evaluasi
kelompok kecil dan lain-lain.

E. Model Smith dan Ragan (2003)


Desain pelatihan model Smith and Ragan ini memiliki kecenderungan terhadap
implementasi teori pelatihan kognitif. Hampir semua langkah dan prosedur dalam
model ini difokuskan pada rancangan tentang strategi pelatihan. Model Smith and
Ragan terdiri atas beberapa langkah dan prosedur pokok sebagai berikut :
1. Analisis lingkungan pelatihan
Analisis lingkungan pelatihan meliputi prosedur menetapkan kebutuhan akan
adanya proses pelatihan dan lingkungan tempat program pelatihan akan
diimplementasikan. Tahap analisis dalam model ini digunakan untuk mengetahui
dan mengidentifikasi masalah-masalah dalam pelatihan.
2. Analisis karakteristik peserta pelatihan
Meliputi aktivitas atau prosedur untuk mengidentifikasi dan menentukan
karakteristik peserta pelatihan yang akan menempuh program pelatihan yang telah
didesain. Karakteristik tersebut meliputi kondisi social ekonomi, penguasaan isi
materi pelatihan, dan gaya belajar (auditori, visual, dan kinestik).
3. Analisis tugas pembelajaran
Analisis ini merupakan langkah yang dilakukan untuk membuat deskripsi tugas-
tugas dan prosedur yang perlu dilakukan oleh individu untuk mencapai tingkat
kompetensi tertentu. Juga untuk menetapkan tujuan-tujuan pelatihan spesifik yang
perlu dimiliki oleh peserta pelatihan untuk mencapai tingkat kompetensi tersebut.
4. Menulis butir tes
Menulis butir-butir tes dilakukan untuk menilai apakah program pelatihan yang
dirancang dapat membantu peserta pelatihan dalam mencapai kompetensi atau
tujuan pelatihan yang telah ditetapkan. Butir-butir tes yang ditulis harus bersifat

13
valid dan variable agar dapat digunakan untuk menilai kemampuan atau kompetensi
peserta pelatihan dalam mencapai tujuan pelatihan.
5. Menentukan strategi pelatihan
Menentukan strategi pelatihan dilakukan untuk mengelola program pelatihan yang
didesain agar dapat membantu peserta pelatihan dalam melakukan proses pelatihan.
Dalam konteks ini dapat diartikan sebagai siasat yang perlu dilakukan oleh trainer
agar dapat membantu peserta pelatihan dalam mencapai hasil yang optimal. Contoh
penggunaan strategi pelatihan adalah menentukan urutan penyampaian materi
pelatihan. Dalam menyajikan materi pelatihan, trainer dapat menggunakan
pendekatan deduktif atau induktif.
6. Memproduksi program pelatihan
Memproduksi program pelatihan memiliki makna adanya proses atau aktivitas
dalam menerjemahkan desain system pelatihan yang telah dibuat ke dalam bahan
ajar atau program pelatihan. Program pelatihan merupakan output dari desain
system pelatihan yang mencakup deskripsi tentang kompetensi atau tujuan, metode,
media, strategi dan isi atau materi pelatihan, serta evaluasi hasil pelatihan.
7. Melaksanakan evaluasi formatif
Melakukan evaluasi formatif untuk menemukan kelemahan-kelemahan dari draf
bahan ajar yang telah dibuat untuk segera direvisi agar menjadi program pelatihan
yang efektif, efesien, dan menarik. Evaluasi formatif pada umumnya dilakukan
terhadap prototype program pelatihan yang sedang dikembangkan.

2.4 Strategi Organisasi Pelatihan


Berikut ini diketengahkan mengenai strategi pelatihan yang kompetitif, yaitu:
1. Strategi kecepatan
Perkataan kecepatan berhubungan dengan waktu. Sehingga inti strategi ini adalah
kompetisi/persaingan waktu,bukan persaingan dengan perusahaan lain melainkan
pelatihan harus menanamkan sikap dan motivasi untuk bertindak cepat dalam
melaksanakan fungsi bisnis.
2. Strategi Inovasi

14
Inovasi pada dasarnya adalah pembaharuan yang bersumber dari kreatifitas dan
inisiatif dalam hal berfikir produktif, pelatihan dalam strategi ini adalah mewujudkan
kemampuan merespon secara tepat, sesuai hasil analisis informasi yang memiliki
peluang luas untuk melakukannya secara kreatif.
3. Strategi Peningkatan Kualitas
Strategi ini bertolak dari kenyataan bahwa keinginan dan kebutuhan
masyarakat,khususnya konsumen setiap organisasi/perusahaan selalu berubah kearah
kepuasan yang selalu meningkat tuntutannya terhadap produk (barang dan jasa) dan
pelayanan yang dapat diperolehnya dengan membayar.
4. Strategi Mereduksi Pembiayaan
Strategi ini berhubungan langsung dengan kemampuan menghindari dan
memperkecil resiko, karena terarah pada usaha meningkatkan keuntungan kompetitif
organisasi/perusahaan. Strategi ini harus dilaksanakan dengan meningkatkan
kemampuan para pekerja lini, dalam mengusahakan mengurangi atau menekan
serendah rendahnya biaya (cost) produksi (barang atau jasa) dalam pemberian
pelayanan tanpa mempersempit atau mengurangi pasar.

Dari keempat strategi diatas dapat dibedakan titik berat aplikasinya masing masing dalam
program pelatihan. Sebuah organisasi/perusahaan dalam menghadapi bisnis yang
kompetitif, harus mampu mengidentifikasi keterbatasan-keterbatasan terutama dalam hal
SDM, yang berarti sebuah perusahaan harus mampu melakukan analisis kebutuhan
pelatihan.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kualitas organisasi amat bergantung pada mutu SDM organisasi tersebut. Organisasi
harus mempekerjakan karyawan yang kompeten dan bermotivasi. Kebutuhan ini dirasa
semakin kut ketika organisasi bergulat dengan tantangantantangan yang dihadirkan
ekonomi yang semakin mengglobal, bergerak cepat dan sangat dinamis. Agar mampu
bersaing dan berkembang dengan pesat, banyak organisasi memasukkan pendidikan
karyawan, pelatihan dan pengembangan sebagai bagian strategi utama organisasi. Manajer
SDM dalam organisasi besar menempatkan pelatihan dan pengembangan sebagai wilayah
fungsional yang paling penting yang selanjutnya disusul fungsi-fungsi lain.
Pelatihan lebih terarah pada peningkatan kemampuan dan keahlian SDM organisasi yang
berkaitan dengan jabatan atau fungsi yang menjadi tanggung jawab individu yang
bersangkutan saat ini. Sasaran yang ingin dicapai dari suatu program pelatihan adalah
peningkatan kinerja individu dalam jabatan atau funsi saat ini. Sedangkan pengembangan
lebih cenderung bersifat formal, menyangkut antisipasi kemampuan dan keahlian inividu
yang harus dipersiapkan bagi kepentingan jabatan yang akan datang.
Pelatihan dan pengembangan merupakan salah satu solusi terhadap sejumlah problem
penurunan kualitas kinerja organisasi atau lembaga dan instansi yang disebabkan oleh
penurunan kemampuan dan keusangan keahlian yang dimiliki oleh karyawan atau tenaga
kerja. Tetapi pelatihan dan pengembangan bukanlah solusi utama yang dapat
menyelesaikan semua persoalan organisasi, lembaga atau sebuah instansi. Namun
mengarah pada peningkatan kinerja para karyawan atau tenaga kerja yang baik dan benar.
Dan tujuan pelatihan dan pengembang. Maka dari itu Rancangan hendaknya mencakup
tidak hanya apa yang terjadi selama pelatihan berdasarkan kursus dan rencana pelajaran,
tetapi juga menciptakan kondisi sebelum acara pelatihan untuk memastikan bahwa peserta
pelatihan bersedia, siap, dan termotivasi untuk mempelajari pengetahuan dan keterampilan.
Selain itu, desain program harus mencakup pengambilan langkah-langkah untuk

16
memastikan bahwa setelah pelatihan, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
digunakan dalam pekerjaan dan dibagikan kepada karyawan lain.
Dalam pelaksanaan pelatihan dan pengembangan SDM seringkali tidak efisien dan
efektif. Tidak sedikit biaya yang dikeluarkan bahkan terkesan pemborosan dana saja.
Banyak karyawan yang telah mengikuti pelatihan atau pengembangan belum mampu
mengimplementasikan apa yang diperoleh ketika pelatihan atau oengembangan. Oleh
karena itu perlu diperhatikan hal-hal dalam desain atau strategi pelatihan dan
pengembangan SDM yang efektif

3.2 Saran
Setelah mempelajari strategi dan design pelatihan dan pengembangan di atas, di harapkan
makalah ini dapat dikembangkan lagi untuk menjadi lebih baik.

17
DAFTAR PUSTAKA

Hariyanto, Eko; Purnomo, R; Bawono R.T. 2011. Desain Pelatihan, Dukungan Organisasional,
Dukungan Supervisor, dan Self-Efficacy Sebagai Faktor Penentu Keefektifan Transfer
Peatlihan. Vol. 15 No. 15

Larasati H; Andayani E. 2013. Analisis Desain Pelatihan Internal Pada PT Aerta Air Jakarta.

Sela, J; Lengkong V.P.K; Trang I. 2018. Pengaruh Kompetensi dan Desain Pelatihan Terhadap
Efektivitas Pelatihan Guru SMA/SMK/MA Manado Pada Dinas Pendidikan Daerah Provinsi
Sulawesi Utara.

Santoso, Budi. Skema Pelatihan. http://www.terangi.or.id/index.php?


view=article&catid=64%3Apendidikan&id=121%3Askema
pelatihan&format=pdf&option=com_content&Itemid=52&lang=id

Van den Akker, J et al. 2006. Introducting Educational Design Research, Rouledge, New York.

Greer, Charles R. Strategi and Human Resources: a General Managerial Perspective. New
Jersey: Prentice Hall, 1995.

Veithzal Rivai,Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan,(Jakarta: PT.RajaGrafindo


Persada, 2004),h.6

Malayu S.P Hasibuan, “Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi”, (Jakarta: Bumi Aksara
2000), hlm. 244.

Danang Sunyoto, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: CAPS,2013), h.3

HeidjrachmandanHusnanS.(1995).ManajemenPersonalia. Edisi4,Yogyakarta:BPFEUGM.

Ida Nuraeni dan Ahmad Suwandi, “Manajemen Pelatihan”, Jakarta : Universitas Terbuka
Departemen Pendidikan Nasional, 2005, hal. 5.16

Greer, Charles R. Strategi and Human Resources: a General Managerial Perspective. New
Jersey: Prentice Hall, 1995.

18
Nitisemito, A. 1992. Manajemen Personalia. Jakarta. Ghalia.

Pribadi, B. A. (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.

19

Anda mungkin juga menyukai