DAFTAR ISI................................................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. ii
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................ 3
1.3 Tujuan ................................................................................................................................................ 3
BAB II .......................................................................................................................................................... 4
KAJIAN TEORI ......................................................................................................................................... 4
2.1 Activity Based Costing ...................................................................................................................... 4
2.2 Activity Based Management ............................................................................................................ 8
2.3 Studi Kasus Penerapan Activity Based Costing pada PT PINDAD ............................................. 12
2.4 Studi Kasus Penerapan Activity Based Management pada RSUD Kota Yogyakarta ................ 23
2.5 Keunggulan Bersaing...................................................................................................................... 24
2.6 Pengaruh Activity Based Costing Terhadap Keunggulan Bersaing ............................................ 25
2.7 Pengaruh Activity Based Management Terhadap Keunggulan Bersaing ................................... 25
BAB III....................................................................................................................................................... 26
PENUTUP.................................................................................................................................................. 26
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................................... 26
3.2 Saran ................................................................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 28
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, Yang Maha Pengasih dan
Penyayang kepada segala makhluk yang diciptakan-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada Rasul pembawa ajaran Islam, dan yang menjadi rahmat bagi semesta alam,
Nabi Muhammad SAW.
Kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembacanya.
Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu dan menambah pengetahuan serta
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah
ini sehingga untuk kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Memiliki keunggulan bersaing adalah salah satu cara untuk dapat memenangkan
persaingan bisnis. Keunggulan bersaing merupakan kemampuan dari suatu perusahaan untuk
dapat mempertahankan posisinya dari pesaing (Li,B. Ragu-Nathan,T.S. Ragu-Nathan & Rao.,
2006). Untuk mempertahankan posisi dari pesaing, perusahaan harus memiliki ciri khas
yang membuat perusahaan tersebut berbeda dari pesaing (Tracey, Vonderembse, & Lim.,
1999). Keunggulan bersaing ini dapat diciptakan dengan berbagai macam cara seperti,
memberikan kualitas yang baik, harga yang lebih murah, pelayanan kepada pelanggan yang
memuaskan, dan lain-lain.
1
Harga jual tidak boleh terlalu rendah agar dapat menutup semua biaya yang dikeluarkan
perusahaan dan memberikan keuntungan yang diinginkan, juga tidak boleh terlalu tinggi agar
perusahaan dapat bersaing dengan para pesaingnya. Suatu organisasi dapat menetapkan harga
jual dengan tepat jika perusahaan dapat menghitung biaya produksi dengan tepat juga. Oleh
karena itu perhitungan biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan suatu
produk pun haruslah akurat, sehingga perusahaan dapat menentukan harga jual yang kompetitif
di pasaran.
Sumarsid (2011) mengatakan salah satu penyebab tidak akuratnya perhitungan biaya
produksi adalah karena perhitungan biaya tidak langsung (overhead cost) yang tidak akurat.
Biaya tidak langsung merupakan biaya yang bervariasi jenisnya dan sulit untuk ditelusuri
langsung ke produk, oleh karena itu manajemen harus menggunakan metode perhitungan
yang mampu mengalokasikan biaya tidak langsung secara akurat dan juga digunakan untuk
mengendalikan aktivitas-aktivitas yang terjadi di perusahaan.
Metode yang dimaksud adalah Activity Based Costing (ABC). Menurut Hilton,
Michael, dan Frank (2003), Activity Based Costing merupakan sistem penghitungan biaya
yang berusaha memperbaiki sistem perhitungan tradisional dengan menekankan pada
aktivitas sebagai dasar penetapan biaya. Pada sistem akuntansi tradisional, perhitungan
biaya produk menggunakan unit volume related cost driver seperti jam kerja langsung, jam
alat/mesin, dan biaya material berdasarkan volume produksi. Penggunaan metode ini
mengakibatkan terjadinya distorsi dalam perhitungan biaya produksi karena tidak semua
sumber daya dalam proses produksi digunakan secara proporsional. Berbeda dengan sistem
akuntansi tradisional, Activity Based Costing menekankan bahwa sebenarnya banyak biaya-
biaya yang bisa ditelusuri, tidak dimasukkan ke unit output, tetapi ke aktivitas yang diperlukan
untuk memproduksi output, sehingga perhitungan harga pokok produk dengan metode
Activity Based Costingakan lebih akurat dibandingkan dengan sistem tradisional
(Sumarsid, 2011). Sementara itu Reimann (1990) juga mengatakan bahwa Activity Based
Costing mendorong perusahaan untuk menghasilkan produk yang mempunyai keunggulan
bersaing.
Pada perusahaan Jasa pun tidak kalah pentingngnya untuk memerlukan manajemen
aktivitas yang baik agar dapat meningkatkan kualitas Jasa dan daya saing. Sehingga
2
diperlukannya metode panilaian aktivitas yaitu Activity Based Management. Manajemen
berdasar aktivitas adalah pendekatan terpadu yang mencakup seluruh sistem yang memfokuskan
perhatian manajemen pada aktivitas dengan tujuan meningkatkan nilai pelanggan dan
keuntungan yang diperoleh dengan memberikan nilai ini. ABC adalah sumber informasi utama
untuk manajemen berbasis aktivitas.
Dengan begitu metode Activity Based Costing dan Activity Based Management
diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan meraih keunggulan bersaing. Dari
uraian diatas, penulis menulis paper dengan judul “Penerapan Activity Based Costing dan
Activity Based Management dalam meningkatkan daya saing Perusahaan”.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh ABC (Activity Based Costing) dalam meningkatkan daya saing
perusahaan
2. Mengetahui pengaruh ABM (Activity Based Management) dalam meningkatkan daya
saing perusahaan
3
BAB II
KAJIAN TEORI
Adapun menurut beberapa ahli membahas tentang ABC Menurut Mulyadi (2007),
activity based costing adalah sistem informasi biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk
memotivasi personel dalam melakukan pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui
pengelolaan aktivitas. Menurut Raiborn dan Kinney (2011), activity based costing adalah sistem
akuntansi biaya yang berfokus pada aktivitas organisasi dan pengumpulan biaya-biaya
berdasarkan sifat pokok yang masih mendasari tingkat beberapa overhead yang telah ditetapkan
kemudian dihitung menggunakan berbagai macam pemicu biaya dalam aktivitas suatu
organisasi. Dan di perkuat oleh Siregar, dkk (2014), activity based costing adalah suatu
pendekatan perhitungan biaya yang membebankan biaya sumber daya ke dalam objek biaya,
seperti produk, jasa atau konsumen berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya.
Maka dari itu dapat disimpulkan bawaha Activity based costing (ABC) adalah sebuah
metode akuntansi yang mengidentifikasi dan menetapkan biaya untuk aktivitas overhead dan
kemudian menetapkan biaya tersebut untuk produk. Sistem activity based costing mempunyai
hubungan antara biaya, aktivitas overhead, dan produk yang diproduksi. Kemudian berdasarkan
hubungan tersebut, sistem ABC ini dapat menetapkan biaya tidak langsung suatu pabrik untuk
memproduksi produk dengan cara yang lebih logis dari pada pendekatan tradisional. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan hanya mengalokasikan biaya berdasarkan jam kerja mesin, metode
4
Activity based costing ABC ini pertama-tama menetukan biaya untuk kegiatan yang merupakan
penyebab sebenarnya dari overhead. kemudian menetapkan biaya kegiatan-kegiatan itu hanya
untuk produk-produk yang sebenarnya menuntut untuk melakukan kegiatan.
Berikut ini pentinggnya penggunanaan Activity based costing untuk Pentingnya penggunaan
Activity based costing pada saat ini karena:
Activity Based Costing adalah suatu sistem yang terfokus pada aktivitas-aktivitas yang
dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa. Menyediakan informasi perihal aktivitas-
aktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kejadian atau transaksi yang
merupakan pemicu biaya (cost driver) yang bertindak sebagai faktor penyebab dalam
pengeluaran biaya dalam organisasi. Aktivitas-aktivitas ini menjadi titik perhimpunan biaya.
Dalam sistem ABC, biaya ditelusur ke aktivitas dan kemudian ke produk. Sistem ABC
5
mengasumsikan bahwa aktivitas-aktivitaslah yang mengkonsumsi sumber daya dan bukannya
produk.
Menurut Rudianto (2013), terdapat dua konsep dasar yang harus diketahui dalam sistem ABC,
yaitu:
A. Biaya memiliki penyebab. Biaya ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas.
Dengan demikian, pemahaman yang mendalam tentang aktivitas yang menyebabkan
timbulnya biaya akan menempatkan personil perusahaan pada posisi dapat mempengaruhi
biaya. Sistem ABC berangkat dari keyakinan dasar bahwa sumber daya menyediakan
kemampuan untuk melaksanakan aktivitas, bukan sekedar menyebabkan timbulnya alokasi
biaya.
B. Penyebab biaya dapat dikelola. Penyebab biaya (yaitu aktivitas) dapat dikelola. Melalui
pengelolaan terhadap aktivitas yang menjadi penyebab terjadinya biaya, personil perusahaan
dapat memengaruhi biaya. Pengelolaan terhadap aktivitas memerlukan berbagai informasi
tentang aktivitas.
Dalam Penerapannya, Activity Based Costing memiliki tiga syarat wajib yang harus
dipenuhi, yaitu :
6
Syarat yang terakhir adalah biaya yang digunakan dalam pengukuran sistem ABC
haruslah lebih rendah dari manfaat yang akan diperoleh, jika sampai biayanya di atas dari
manfaat, maka perusahaan akan mengalami kerugian.
Meskipun sistem Activity Based Costing memberikan dampak yang besar terhadap
perusahaan terutama dalam penentuan harga, tetapi ABC juga memiliki kekurangan yang harus
diketahui terutama oleh pihak manajemen. Berikut kekurangan Activity Based Costing:
Meskipun Activity Based Costing memiliki banyak kekurangan, tetapi jika perusahaan
bisa melakukan implementasi hingga sukses, maka akan ada manfaat besar yang akan didapatkan
oleh perusahaan. Berikut manfaatnya:
1) Metode ABC dapat digunakan untuk membantu dalam pengambilan keputusan dalam
perusahaan.
2) Penentuan harga yang sudah melalui sistem ABC akan menghasilkan harga yang lebih
baik sehingga bisa bersaing dengan produk sejenis lainnya.
3) Dengan menggunakan Activity Based Costing, analisis biaya bisa diperbaiki sehingga
pihak manajemen bisa melakukan peningkatan volume atas produk yang memiliki
volume jual rendah.
4) Activity Based Costing menjadikan manajemen berada pada posisi untuk melakukan
penawaran yang lebih kompetitif secara wajar.
7
5) Melalui analisis data biaya dan pola konsumsi sumber daya, pihak manajemen bisa
melakukan rekayasa ulang proses produksi dari bahan baku sampai jadi untuk mencapai
mutu terbaik yang lebih efektif dan efisien.
8
2.2.1 Menerapkan ABM
Manajemen berbasis aktivitas (ABM) adalah sistem yang lebih komprehensif daripada
sistem ABC. ABM menambahkan tampilan proses ke tampilan biaya ABC. ABM mencakup
ABC dan menggunakannya sebagai sumber informasi utama. ABM dapat dilihat sebagai sistem
informasi yang memiliki tujuan luas yaitu (1) meningkatkan pengambilan keputusan dengan
menyediakan informasi biaya yang akurat dan (2) mengurangi biaya dengan mendorong dan
mendukung upaya perbaikan berkelanjutan. Tujuan pertama adalah domain ABC, sedangkan
tujuan kedua milik proses analisis nilai. Tujuan kedua membutuhkan data yang lebih rinci
daripada tujuan ABC untuk meningkatkan akurasi penetapan biaya. Jika sebuah perusahaan
bermaksud untuk menggunakan ABC dan analisis nilai proses (PVA), maka pendekatan
implementasinya harus dipahami dengan hati-hati. dua langkah yang umum untuk ABC dan
PVA adalah (1) perencanaan sistem dan (2) identifikasi, definisi, dan klasifikasi aktivitas.
1. Perencanaan Sistem
9
mendapatkan dukungan dari personel operasi, tujuan dari sistem ABM harus diidentifikasi
dengan cermat dan terkait dengan posisi kompetitif, proses bisnis, dan bauran produk yang
diinginkan perusahaan. Tujuan luas telah disebutkan (meningkatkan akurasi dan peningkatan
berkelanjutan); Namun, itu juga perlu mengembangkan hasil khusus yang diinginkan terkait
dengan masing-masing dari dua tujuan ini. Perencanaan juga memerlukan penetapan garis waktu
untuk proyek implementasi, menetapkan tanggung jawab khusus kepada individu atau tim, dan
mengembangkan anggaran terperinci. Meskipun masalah yang tercantum adalah penting,
masalah penggunaan informasi perlu mendapat perhatian khusus. Implementasi yang berhasil
sangat bergantung pada kemampuan organisasi untuk mempelajari cara menggunakan informasi
baru yang disediakan oleh ABM. Pengguna harus yakin bahwa informasi baru ini dapat
menyelesaikan masalah tertentu. Mereka juga perlu dilatih untuk menggunakan informasi
penetapan biaya berbasis aktivitas untuk menghasilkan keputusan yang lebih baik, dan mereka
perlu memahami bagaimana ABM mendorong dan mendukung peningkatan berkelanjutan.
ABM bisa gagal sebagai sistem karena berbagai alasan. Salah satu alasan utamanya
adalah kurangnya dukungan dari manajemen tingkat yang lebih tinggi. Dukungan ini tidak hanya
harus diperoleh sebelum melaksanakan proyek implementasi, tetapi juga harus dipertahankan.
Kehilangan dukungan dapat terjadi jika pelaksanaannya terlalu lama atau hasil yang diharapkan
tidak terwujud. Hasil mungkin tidak muncul seperti yang diharapkan karena manajer operasi dan
penjualan tidak memiliki keahlian untuk menggunakan informasi aktivitas baru. Oleh karena itu,
upaya signifikan untuk melatih dan mendidik perlu dilakukan. Melibatkan manajer non finansial
dalam tahap perencanaan dan implementasi juga dapat mengurangi penolakan dan mengamankan
10
dukungan yang diperlukan. Kegagalan untuk mengintegrasikan sistem baru adalah alasan utama
lain untuk kerusakan sistem ABM. Probabilitas keberhasilan meningkat jika sistem ABM tidak
bersaing dengan program perbaikan lain atau sistem akuntansi resmi. Penting untuk
mengkomunikasikan konsep bahwa ABM melengkapi dan meningkatkan program perbaikan
lainnya. Selain itu, penting bahwa ABM diintegrasikan ke titik bahwa hasil penetapan biaya
aktivitas tidak bersaing langsung dengan angka akuntansi tradisional. Manajer mungkin tergoda
untuk terus menggunakan nomor akuntansi tradisional sebagai pengganti data baru.
11
2.3 Studi Kasus Penerapan Activity Based Costing pada PT PINDAD
2.3.1 Gambaran Umum Perusahaan PT. Pindad (Persero) Bandung
PT. Pindad (Persero) adalah perusahaan industri manufaktur yang bergerak pada
pembuatan produk militer dan produk komersial lainnya atau produk non militer di Indonesia.
PT. Pindad persero mempunyai pekerja kurang lebih sekitar 3000 karyawan serta luas pabrik
sebesar yang terletak di Bandung 62 hektar.
Pada periode tahun 1808 – 1850 berdiri bengkel peralatan militer yang bernama
Artillere Constructie Winkle (ACW) dan Pyrotekniesche Werkplaats (PW) yang di mana bengkel
ACW bertugas untuk mengadakan persediaan dan pemeliharaan alat – alat perkakas senjata dan
memperbaiki senjata yang rusak. Sementara bengkel PW difungsikan untuk membuat dan
memperbaiki munisi atau mengerjakan pekerjaan yang berhubungan dengan bahan peledak
untuk memenuhi kebutuhan angkatan laut Belanda pada saat jaman penjajahan kolonial Belanda.
Pada periode tahun 1923 – 1931 bengkel – bengkel yang terpisah tersebut lalu di
jadikan satu dan ditempatkan di Bandung dengan nama dari pabrik tersebut adalah Artilerie
Inrichtingen (AI). Lalu pada tahun 1942, Belanda yang menjajah Indonesia menyerah kepada
Jepang sehingga pabrik AI tersebut pun jatuh ke dalam penguasaan Jepang dan berganti nama
menjadi Dai Ichi Kozo (DIK) dan pada pada tahun 1947 berganti nama kemballi menjadi Leger
Productie Bedrijven (LPB).
Pada tanggal 29 April 1950 pemerintah Belanda menyerahkan LPB Republik Indonesia
Serikat dan berganti nama kembali menjadi Pabrik Senjata dan Mesiu (PSM). Tahun 1958 PSM
berganti nama kembali menjadi Pindad dan pada tahun 1983 status Pindad pun berubah menjadi
BUMN. Pada tahun 1989 PT. Pindad (Persero) berada di bawah Badan Pengelola Industri
Strategis (BPIS). Tahun 1998 BPIS di bubarkan dan PT. Pindad menjadi anak perusahaan dari
PT. Pakarya Industri (Persero), yang kemudian dibubarkan sehingga berdasarkan peraturan
pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2003, PT. Pindad (Persero) berada di bawah
kewenangan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara.
PT PINDAD (Persero) di Bandung Jawa Barat yang langsung berada dibawah pembinaan
Kementerian BUMN adalah Badan Usaha Milik Negara yang modal/sahamnya paling sedikit
51% dimiliki oleh pemerintah dan melaksanakan usaha terpadu dibidang peralatan pertahanan
dan keamanan serta peralatan industrial yang mendukung pembangunan nasional. PT PINDAD
bergerak dalam bidang Alutsista (Alat Utama Sistem Persenjataan) dan produk komersial, seperti
12
berikut: 1) Produksi / Manufaktur 2) Jasa 3) Perdagangan 4) Produk dan jasa lainnya dalam
rangka memanfaatkan sisa kapasitas yang telah dimiliki perusahaan. Berikut ini laba kotor di PT.
PINDAD (Persero) selama tahun 2012-2015 sebagai berikut:
Tabel 1.1
Memperhatikan tabel tersebut di atas, nampak secara keseluruhan selama kurun waktu
2012-2015 laba kotor di PT PINDAD menunjukkan hasil yang baik namun pada tahun 2015
terdapat kecenderungan penurunan dari aspek profitabilitas, hal ini ditunjukkan bahwa pada
tahun 2014 laba kotor sebesar 511,85 miliar sedangkan pada tahun 2015 laba kotor menjadi
397,8 miliar sehingga mengalami penurunan laba kotor sebesar 114,05 miliar. Adanya
penurunan profitabilitas tersebut disebabkan oleh berbagai faktor baik internal perusahaan,
maupun eksternal perusahaan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala divisi bagian tempa, cor dan perkeretaapian
di PT PINDAD (Persero) tahun 2018 bahwa dalam melakukan perhitungan harga pokok
produksinya, PT PINDAD (Persero) secara keselurahan masih menggunakan metode
konvensional (full costing) karena pada bagian keuangan pusat tidak menghitung biaya per unit
melainkan menghitung biaya per divisi yang ada di PT PINDAD. Perhitungan harga pokok
produksi per unit di PT PINDAD dilakukan di setiap divisi dalam menghasilkan setiap
produknya dengan menggunakan metode perhitungan biaya berbasis aktivitas atau disebut
dengan Activity Based Costing (ABC) yang dianggap lebih efisien dan akurat. Kendala dalam
menerapkan ABC system dalam menghitung harga pokok produksi di setiap divisi adalah kurang
update / memantau perubahan harga material dikarenakan kenaikan harga dollar yang terus
melonjak yang sangat berpengaruh terhadap semua komponen material yang terkena imbasnya
(Mulyana, 2018)
13
Pada umumnya perusahaan manufaktur masih menggunakan akuntansi biaya tradisional
yang dalam mengalokasikan biaya overhead, dialokasikan semua biaya berdasarkan ukuran
volume produk.. Padahal tidak semua biaya berhubungan dengan volume atau jumlah unit yang
diproduksi sehingga pembebanan biaya tersebut ke produk dengan menggunakan satu cost driver
(pemicu biaya) berdasarkan jumlah unit. Kondisi seperti ini mengakibatkan kekeliruan dalam
perhitungan harga pokok produksi yang berimbas pada strategi penetapan harga jual, keputusan
manajerial yang tepat, alokasi sumber daya yang tidak efektif, bahkan hilangnya keunggulan
kompetitif (Ardani, 2009: 2). Oleh karena itu, muncul metode baru dalam perhitungan harga
pokok produksi yang dikenal dengan nama Activity-Based Costing (ABC) System.
ABC System merupakan metode perbaikan dari sistem tradisional. Perhitungan biaya
berdasarkan aktivitas atau ABC System didefinisikan sebagai suatu sistem perhitungan biaya di
mana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan
menggunakan dasar yang memasukkan satu atau lebih faktor yang tidak berkaitan dengan
volume (Kusnadi dkk, 2002: 334). ABC System ini merupakan metode perhitungan biaya yang
akan membantu pihak manajemen untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik yang lebih
akurat dan relevan (Hongren, 2008: 201). Metode ini menggunakan jenis pemicu biaya yang
lebih banyak sehingga dapat mengukur sumber daya yang digunakan oleh produk secara lebih
akurat. ABC System ini berfokus pada proses penentuan product costing (biaya produk), yaitu
dengan cara menentukan aktivitas-aktivitas yang diserap produk tersebut selama proses produksi
(Cooper & Kaplan, 2000: 286).
14
Tabel 4.6
Daftar Aktivitas pada Divisi Tempa Cor dan Alat Perkeretaapian PT.
Pindad (Persero) tahun 2018
Aktivitas Overhead Pabrik Level Aktivitas
Biaya Bahan Penolong Level Unit
Biaya Tenaga Kerja Tak langsung Level Unit
Biaya Pemeliharaan Bangunan Level Fasilitas
Biaya Transportasi Level Fasilitas
Biaya Telepon Level Fasilitas
Biaya Mesin Dan Listrik Level Fasilitas
Sumber : Data diolah
15
Biaya transportasi adalah biaya yang dikeluarkan saat pengiriman yang biasanya
melibatkan transportasi darat. Biaya yang dikeluarkan meliputi sewa kendaraan,
pembuatan box package, biaya pekerja angkut, biaya pembuatan packing list,
biaya pembuatan label dan barcode serta biaya konsumsi. Maka yang dapat
dijadikan cost drivernya adalah jam tenaga kerja langsung.
d. Biaya Listrik dan Mesin
PT. Pindad (Persero) Divisi Tempa, Cor dan Alat Perkeretaapian mengeluarkan
biaya listrik dan mesin dalam pengerjaan produk Perusahaan ini dalam
menghitung biaya mesin dan listrik yaitu disatukan karena mesin juga memakai
listrik supaya bisa beroperasi. Biaya listrik dan mesin merupakan biaya yang
digunakan untuk membayar biaya pemakaian listrik dan mesin perusahaan yang
digunakan dalam jangka waktu satu tahun. Listrik dan mesin digunakan sebagai
penerangan maupun proses produksi. Maka yang dapat dijadikan cost drivernya
adalah jam mesin dan listrik.
e. Biaya Pemeliharaan Bangunan
PT. Pindad (Persero) Divisi Tempa, Cor dan Alat Perkeretaapian dalam
mempertahankan fungsi dan kegunaan bangunan secara utuh, maka upaya yang
harus dilakukan adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan bangunan yang
dikelola secara baik dan teratur. Pemeliharaan yang sesuai akan menjadikan
bangunan tersebut sebagai tempat yang baik pula bagi prmilik atau prngguna
bangunan dalam berkegiatan. Kegiatan pemeliharaan bangunan yang memadai
juga akan menghasilkan umur bngunan yang panjang sesuai dengan perencanaan
nilai ekonomis, serta kegunaan ekonomis dari bangunan dan komponen-
komponen didalamnya.
Maka yang dapat dijadikan cost drivernya adalah jam tenaga kerja langsung.
f. Biaya Telepon
Biaya telepon adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk kepentingan
penjualan barang yang dipakai untuk kegiatan operasional didalam perusahaan
maupun untuk menghubungi para konsumen. Maka yang dapat dijadikan cost
drivernya adalah jam mesin dan listrik.
16
Setelah mengidentifikasi cost driver pada setiap aktivitas, maka langkah selanjutnya yaitu
mengelompokkan aktivitas-aktivitas beserta cost drivernya. Pengelompokan tersebut dapat
dilihat pada tabel 4.7:
Tabel 4.7
Penentuan Cost Driver Divisi Tempa Cor dan Alat Perkeretaapian PT. Pindad (Persero)
tahun 2018
Rincian Biaya Per Aktivitas Cost Pool Divisi Tempa Cor dan Alat Perkeretaapian PT.
Pindad (Persero) tahun 2018
17
Pengelompokan Cost Pool Cost Driver Cost Pool Total
Pool I
Biaya Bahan Baku Tak langsung Rp 288.225.000
Unit Produk Rp 461.160.000
Biaya Tenaga Kerja Tak langsung Rp 172.935.000
Pool II
a) Biaya pemeliharaan bangunan Rp 15.000.000
Jam tenaga kerja langsung Rp 315.000.000
Biaya transportasi Rp 300.000.000
b) Biaya telepon Rp 2.300.000
Jam mesin dan listrik Rp 92.300.000
Biaya mesin dan listrik Rp 90.000.000
Rincian Cost Driver pada Divisi Tempa Cor dan Alat Perkeretaapian PT. Pindad (Persero)
tahun 2018
4) Langkah selanjutnya yaitu menentukan tarif kelompok (pool rate). Tarif kelompok (pool
rate) adalah tarif biaya overhead per unit cost driver yang dihitung untuk suatu kelompok
aktivitas. Tarif kelompok dihitung dengan rumus total biaya overhead untuk kelompok
aktivitas tertentu dibagi dasar pengukur aktivitas kelompok tertentu. Perhitungan tarif
kelompok (pool rate) dapat dirumuskan sebagai berikut:
Tabel 4.10
Tarif BOP Per Kelompok Aktivitas Divisi Tempa Cor dan Alat Perkeretaapian PT. Pindad
(Persero) tahun 2018
18
Tarif Cost Pool Cost Driver Pool Rate
Cost Pool
(a) (b) (a):(b) (Rp)
Cost Pool I Rp 461.160.000 19215 24000
a) Rp 315.000.000 5285 59603
Cost Pool II
b) Rp 92.300.000 4228 21831
Sumber : Data diolah
a. Tahap Kedua
Tahap kedua dalam menentukan harga pokok produksi berdasarkan activity based costing
system adalah biaya untuk setiap kelompok biaya overhead dilacak ke berbagai jenis
produk. Jadi, overhead ditentukan dari setiap kelompok biaya ke setiap produk dengan
perhitungan sebagai berikut:
Perhitungan biaya overhead yang dibebankan untuk Brake Coupling L620 dan Brake
Coupling L720 dapat dilihat pada tabel 4.11 dan 4.12
Tabel 4.11
Biaya Overhead yang Dibebankan Produk Brake Coupling L620 tahun 2018
Biaya Overhead yang Dibebankan Produk Brake Coupling L720 tahun 2018
19
Tarif Cost Pool Cost Driver Jumlah
Cost Pool
(a) (b) (Rp)
Cost Pool I 24000 5380 Rp 129.120.000
a) 59603 1480 Rp 88.212.440
Cost Pool II
b) 21831 1184 Rp 25.847.904
Total Tarif Cost Pool Brake Coupling L720 Rp 243.180.344
Sumber : Data diolah
Setelah melakukan perhitungan biaya overhead yang dibebankan, maka tahap selanjutnya
adalah menghitung harga pokok produksi. Perhitungan harga pokok produksi dengan
menggunakan activity-based costing system pada Divisi Tempa Cor dan Alat Perkeretaapian PT.
Pindad (Persero) tahun 2018 dapat dilihat pada tabel 4.13:
Tabel 4.13
Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Activity-Based Costing System untuk produk
Brake Coupling L620 dan Brake Coupling L720 pada Divisi Tempa Cor dan Alat
Perkeretaapian PT. Pindad (Persero) tahun 2018
Setelah mengetahui komponen-komponen biaya untuk perhitungan harga pokok produksi pada
masing-masing metode. Maka perbedaan harga pokok produksi untuk kedua alat perkeretaapian
dan selisih perhitungan harga pokok produksi perusahaan dan berdasarkan ABC System dapat
disajikan dalam tabel 4.14:
Tabel 4.14
20
Selisih Perhitungan Harga Pokok Produksi Perusahaan dan Harga Pokok Produksi
Berdasarkan ABC System untuk produk Brake Coupling L620 dan Brake Coupling L720
pada Divisi Tempa, Cor dan Alat Perkeretaapian PT. Pindad (Persero) tahun 2018
Nama Produk HPP Perusahaan (Rp) HPP menurut ABC System (Rp) Selisih (Rp) Keterangan
Brake Coupling L620 Rp 283.000 Rp 272.195 Rp 10.805 Overcosted
Brake Coupling L720 Rp 303.000 Rp 291.200 Rp 11.800 Overcosted
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa perhitungan harga pokok produksi dengan ABC
System untuk produk Brake Coupling L620 adalah sebesar Rp. 272.195 selisih Rp. 10.805 lebih
kecil dari perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode konvensional sebesar Rp.
283.000. Sedangkan dalam produk Brake Coupling L720 perhitungan dengan ABC System
sebesar Rp. 291.200 selisih Rp. 11.800 lebih kecil dibandingkan perhitungan menggunakan
system konvensional sebesar Rp. 303.000.
Berdasarkan hasil wawancara dengan staff bagian akuntansi di Divisi Tempa Cor dan
Alat Perkeretaapian PT. Pindad (Persero), dalam penentuan harga pokok produksi yang selama
ini digunakan ternyata masih menggunakan metode konvensional dengan cara menjumlah biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Divisi Tempa Cor dan Alat
Perkeretaapian PT. Pindad (Persero) sempat ingin merubah system perhitungan harga pokok
produksi dengan menggunakan activity based costing secara keseluruhan namun perusahaan
menemukan beberapa kendala yaitu implementasi yang rumit serta memerlukan waktu yang
lama untuk menelusuri aktivitas-aktivitas pemicu biaya, ditambah lagi Divisi Tempa Cor dan
Alat Perkeretaapian PT. Pindad (Persero) hanya memproduksi produk jika ada pesanan dari
konsumen saja (make to order). (Andri, 2019)
Setelah melakukan analisis perhitungan harga pokok produksi di Divisi Tempa Cor dan
Alat Perkeretaapian PT. Pindad (Persero) berdasarkan Activity Based Costing System dapat
dilihat pada hasil penelitian diatas bahwa metode ABC menghasilkan harga pokok produksi yang
lebih rendah dibandingkan dengan metode konvensional yang digunakan oleh perusahaan karena
metode ABC menggunakan cost driver yang lebih banyak, oleh karena itu Activity Based
Costing mampu menentukan hasil yang lebih akurat dan tidak menimbulkan distorsi biaya.
21
Selain itu Activity Based Costing System dapat meningkatkan mutu pengambilan keputusan
dengan membantu manajer dalam mengidentifikasi dan mengendalikan biaya-biaya yang tidak
terpakai dalam proses produksi.
Perbedaan perhitungan harga pokok produksi yang terjadi berdasarkan metode
Konvensional dan metode Activity Based Costing disebabkan karena pembebanan biaya
overhead pabrik pada masing-masing produk. Pada sistem konvensional biaya overhead pada
masing-masing produk hanya dibebankan pada satu cost driver saja yaitu jumlah unit produksi.
Akibatnya terjadi distorsi pada pembebanan biaya overhead pabrik. Sedangkan Activity Based
Costing System biaya overhead pabrik pada masing-masing produk dibebankan pada beberapa
cost driver yaitu unit produk, jam tenaga kerja langsung dan jam mesin sehingga Activity Based
Costing System mampu mengalokasikan biaya aktivitas ke setiap jenis produk secara tepat
berdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas.
22
2.4 Studi Kasus Penerapan Activity Based Management pada RSUD Kota
Yogyakarta
RSUD Kota Yogyakarta menggunakan tarif jasa rawat inap metode unit cost atau
tradisional saat menentukkan tarif jasa layanan rawat inap setiap kamar. Beberapa faktor yang
menjadi pertimbangan rumah sakit ini dalam menggunakan metode unit cost atau tradisional
ialah tarif pesaing yang ada pada sekitar rumah sakit tersebut dan juga mempertimbangkan
kemampuan ekonomi masyarakat umum, serta dari pihak rumah sakit jogja sendiri menggunakan
metode tersebut sebagai dasar dalam penentuan tarif jasa rawat inap selama ini karena sudah
diatur dalam peraturan walikota Yogyakarta nomor 104 tahun 2009 tentang tarif pelayanan
kesehatan pada rumah sakit umum daerah kota Yogyakarta.
Berikut perhitungan harga pokok layanan kamar rawat inap pada RSUD Kota Yogyakarta
dengan menggunakan metode tradisional dan juga dengan menggunakan metode activity based
costing.
Berdasarkan hasil dari sebuah perhitungan metode tradisional dan metode activity based
costing ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa karakteristik produk dan jasa yang cenderung
overcosting dan produk yang masih cenderung undercosting. Layanan jasa yang masih
cenderung menggunakan satu penggerak saja dengan intensitas jumlah penggunaan kamar yang
semakin tinggi akan menimbulkan overcosting, sehingga dasar pengenaan tarif rawat inap per
kamarnya lebih tinggi dengan metode tradisional. Sedangkan layanan jasa yang masih cenderung
menggunakan penggerak sesuai dengan aktivitas layanannya cenderung lebih rendah biayanya
23
dan juga dasar pengenaan tarif layanan kamar rawat inap. Dari perbandingan perhitungan harga
pokok jasa kamar rawat inap RSUD Kota Yogyakarta yang sudah ditunjukkan pada tabel diatas,
pihak manajemen RSUD Kota Yogyakarta dapat menentukkan dan menggunakan metode mana
yang sesuai dengan rumah sakit tersebut dengan trade off untuk setiap keputusan subsidi ataupun
margin.
Li,B. Ragu-Nathan, T.S. Ragu-Nathan & Rao (2006) mengatakan bahwa keunggulan
bersaing didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisi dari
pesaingnya. Dengan mempertahankan posisi memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan
profit yang lebih tingggi dari competitor (Chen, Leu, & Chiou,2006). Untuk mempertahankan
posisi dari pesaing, perusahaan harus memiliki ciri khas yang membuat perusahaan
tersebut berbeda dari pesaing, sehingga memberikan keunggulan dari pesaing (Tracey,
Vonderembse, & Lim., 1999). Porter (1985) menambahkan keunggulan bersaing adalah
kemampuan perusahaan untuk menciptakan produk yang lebih murah atau bersifat
unik/berbeda dari pesaing dengan beberapa aspek yang terkenal oleh pelanggan.
24
Agha (2011) mengatakan sebuah perusahaan dapat memperoleh keungulan bersaing jika
perusahaan tersebut memiliki sumber daya dan kemampuan yang lebih unggul daripada
pesaing, dan perusahaan tersebut menggunakan strategi dengan memanfaatkan sumber daya dan
kemampuan secara efektif.
Menurut Li, B. Ragu-Nathan, T.S. Ragu-Nathan & Rao (2006) ada 5 dimensi
dalam mengukur keunggulan bersaing suatu perusahaan, yaitu: harga, kualitas, delivery
dependability, inovasi produk, dan Time to market.
Sumarsid (2011) dalam penelitiannya mengatakan bahwa Activity Based Costing dapat
mencegah perusahaan menghitung harga pokok produk yang overcosting (biaya yang
dibebankan lebih dari yang seharusnya) atau undercosting (biaya yang dibebankan kurang
dari yang seharusnya). Dan metode Activity Based Costing dapat menurunkan harga jual
produk sehingga dapat memperoleh keunggulan bersaing.
David (2018) salah satu cara untuk meningkatkan keunggulan bersaing adalah dengan
menerapkan Activity-Based Management (ABM). Activity-Based Management merupakan
tindakan yang diambil oleh pihak manajemen yang berfokus pada aktivitas manajemen produksi
yang dilakukan perusahaan dalam tujuan untuk meningkatkan nilai pelanggan dan
keuntungan yang diperoleh perusahaan. ABM dibagi menjadi dua, yaitu Operational
Activity-Based Managementdan Strategic Activity-Based Management.
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terdapat pengaruh antara Activity Based Costing dan Activity Based Management
terhadap daya saing perusahaan dengan menggunakan ABC dan ABM System suatu perusahaan
bisa mengurangi distori harga dan informasi yang di sebabkan oleh penentuan harga pokok dan
aktivitas manajemen yang di lakukan secara tradisional, sehingga harga poduk yang di keluarkan
dan aktivitas manajemen yang dijalankan akan lebih akurat terukur tidak asal-asalan. Perusahaan
yang memiliki tingkat diversitas tinggi, tingkat persaingan yang tinggi dengan biaya pengukuran
rendah dapat menerapkan ABC dan ABM System ini, agar perusahaan mendapatkan laba yang
tinggi pula. Metode ini sangat membatu dalam pengambilan keputusan di dalam perusahaan dan
menghasilkan harga yang lebih baik sehingga dapat bersaing dengan produk sejenis dari para
pesaing lainnya. Analisis biaya manajemen bisa di perbaiki sehingga pihak manajeman bisa
melakukan peningkatan kapasitas atas produk yang memiliki nilai jual rendah sehinga
penawaran lebih kompetetif secara wajar. Sehingga penerapan Activity Based Costing dan
Activity Based Management yang baik pada perusahaan akan mampu meningkatkan daya saing
yang dimiliki perusahaan.
3.2 Saran
Bagi pembaca paper ini yang diantaranya para akademisi, dan praktisi profesional
diharapkan dapat meningkatkan pemahamannya mengenai proses kerja ABC dan ABM dan
menerapkan pada usahanya dengan baik sehingga dapat meningkatkan daya saing perusahaan
pada dunia usaha. Karena ABC dan ABM System juga memiliki kekurangan yakni
implementasi dan pengembangannya agak terbilang mahal, waktu yang di butuhkan biasanya
lebih dari setahun sampai bisa berhasil dan belum termasuk biaya riset lainnya serta laporannya
yang mungkin tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku pada saat ini. Walaupun begitu
26
tetap ada manfaat yang besar yang akan di dapat oleh perusahaan dengan metode ABC system
ini.
27
DAFTAR PUSTAKA
28