a. Pengantar
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sila kedua dalam Pancasila. Sila ini
tidak dapat dilepaskan dari sila keempat sila yang lain. Namun yang perlu digarisbawahi
adalah adanya sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila pertama ini
menunjukkan adanya kesamaan harkat dan martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa di Indonesia setelah kemerdekaan tahun 1945 terdapat
banyak tragedi kemanusiaan. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hal kerap
diangkat oleh sebagian penduduk Indonesia yang merasa prihatin dengan hal ini. HAM
adalah hal yang sangat erat dengan sila kedua mengingat warga negara Indonesia
memiliki hak yang sama dan rata termasuk perlakuan yang layak dan sama dari
Pemerintah.
Tulisan ini hendak mencari motif dasar dari berbagai peristiwa kemanusiaan yang
pernah terjadi di Indonesia. Dalam kata lain adalah mencari motif dari peristiwa-peristiwa
yang dianggap sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia. Motif utama dari berbagai
peristiwa ini kemudian akan disoroti dalam sudut pandang Gereja Katolik dengan dasar
Injil Matius 22: 36-39. Tujuan dari tulisan ini adalah menemukan motif dasar pelaku
pelanggar HAM yang terjadi di Indonesia dan bagaimana tanggapan Gereja dalam
berbagai ajarannya terkait dengan motif tersebut.
Pancasila dirumuskan para pendiri bangsa berdasar budaya yang telah berlangsung di
bumi nusantara selama berabad-abad. Nilai kemanusiaan adalah hal yang dijunjung tinggi namun
luntur ketika penjajah datang ke Indonesia. Selama ratusan tahun penduduk nusantara diam dan
pergerakan nasional menjadi titik ketika penduduk Indonesia sadar akan ketidakadilan yang
terjadi.
1
Alya Zulfikar, 10 Contoh Kasus Pelanggaran HAM Di Indonesia Yang Dicatat Sejarah, tersedia
https://www.99.co/blog/indonesia/kasus-pelanggaran-ham-di-indonesia/ diakses 5 Juni 2021.
Semangat persatuan menghasilkan sebuah dasar landasan berbangsa yaitu Pancasila.
Memiliki lima sila yang merupakan budaya yang telah dihidupi bangsa Indonesia namun dalam
perjalanannya masih terdapat peristiwa yang menodai berbagai landasan ini terkhusus untuk sila
kedua yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Berikut ini adalah rangkaian peristiwa yang menodai sila ke dua Pancasila:
Berbagai peristiwa di atas terjadi pada masa seorang presiden yang sama yaitu Bapak
Soeharto atau dikenal dengan masa pemerintahan Orde Baru. Masa pemerintahan Orde Baru
adalah masa pemerintahan terlama di Indonesia (1966-1998). Memang tragedi Munir terjadi
pada tahun 2004, namun peristiwa ini merupakan buntut dari peristiwa penculikan aktivis
tahun97/98. Terdapat anggapan bahwa pada masa pemerintahan ini Pancasila sebagai legitimasi
politik penguasa, sehingga banyak hal yang melenceng. Dwi fungsi ABRI, sentralisasi keputusan
dan pemerintah yang campur tangan dalam partai politik menjadi tanda bahwa dengan demokrasi
Indonesia pada masa ini telah dikuasai oleh mereka yang ada di panggung politik. Pada akhirnya
demokrasi ini masa orde baru ini dilengserkan oleh rakyat pada tahun 1998.
Banyak filsuf di dunia yang mencoba menerangkan dan memberikan definisi siapakah
manusia itu. Dalam hal ini dapat disebut tokoh Plato yang mengatakan manusia merupakan
animal society yaitu makhluk sosial dan makhluk yang berkawan dengan sesama untuk bertahan
hidup. Tokoh kedua adalah Aristoteles yang mengatakan manusia adalah Zoon Politicon;
makhluk yang pada dasarnya ingin bergaul dengan sesama untuk hidup bermasyarakat. Terdapat
pula teori evolusi Darwin yang mengatakan manusia merupakan hasil evolusi dari kera.
Banyak tulisan dan filsuf yang membahas dan mencoba mendefinisikan manusia. Namun,
tulisan ini akan melihat manusia dari sudut pandang kitab suci. Dalam kitab kejadian dikatakan
bahwa manusia diciptakan dan disebut sebagai gambar Allah atau imago Dei (Lih. Kej 1:25-27).
Melihat hal ini pasti akan bertolak belakang dengan apa yang dikatakan Charles Darwin dalam
teori evolusinya. Namun Kitab Suci kemudian menuliskan dari tujuan diciptakannya manusia.
Kej. 1: 27-31 mengatakan bahwa manusia diperintahkan Allah untuk memenuhi dan
menaklukkan serta berkuasa atas semua makhluk. Namun pada Kitab Kejadian bab 2 dikatakan
tugas manusia adalah merawat dan mengusahakan taman eden yang merupakan tempat manusia
hidup dan tinggal (Kej 2: 15).
Berangkat dari kisah penciptaan ini dapat dikatakan bahwa manusia di hadapan Allah
memiliki tempat yang istimewa. Tempat istimewa ini didapat dari; hanya manusia yang secitra
dengan Allah, hanya manusia yang memiliki kemampuan untuk mengenal penciptanya, menjadi
tuan atas ciptaan lain dan menggunakannya sambil meluhurkan Allah (GS 12,3). Tugas merawat
ciptaan lain dan meluhurkan tuhan itu kini seharusnya dilakukan oleh semua manusia karena
manusia memiliki martabat sebagai pribadi sosial.
Tuhan telah menciptakan manusia pria dan wanita (Lih. Kej 1:27). Keberadaan manusia
yang berkelompok, bersama hidup di bumi menjadikan manusia sebagai pribadi sosial yang tidak
akan dapat hidup jika tidak ada manusia yang lain. Sebagai pribadi sosial manusia hendaknya
membangun kesadaran dalam sebuah komunitas. Kesadaran itu, hendaknya dihayati dengan
sikap-sikap yang menunjang kerja sama dan saling pengertian dan peduli antar sesama manusia.2
Manusia sebagai pribadi sosial adalah situasi yang tidak dapat dihindari ataupun
disangkal oleh siapapun. Situasi ini memunculkan “kemanusiaan” yaitu sikap atau nilai-nilai
yang dianut manusia dalam hubungannya dengan sesama. Nilai-nilai kemanusiaan itu berasal
dari Tuhan, pencipta alam semesta sehingga manusia memperkembangkan kepribadiannya dalam
hubungannya dengan sesama atas dasar nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.3
4
Ingrid Listiati, Agama Universal adalah kemanusiaan? Tersedia dari
https://www.katolisitas.org/agama-universal-adalah-kemanusiaan/ diakses 5 juni 2021
mengalami penjajahan. Apabila agama digunakan untuk mempersatukan, perlu dilihat
bahwa saat ini fanatisme agama kerap diboncengi berbagai kepentingan politis. Situasi ini
menjadikan kemanusiaan merupakan benteng terakhir dalam mempertahankan kesatuan
Indonesia sebagai sebuah negara.
Sila kedua, “Kemanusiaan yang adil dan beradab,” memberikan makna bahwa
setiap manusia adalah makhluk yang beradab yang perlu diakui dan diperlakukan sesuai
harkat dan martabat selaku ciptaan Tuhan yang memiliki derajat, hak dan kewajiban.6
Situasi ini menjadikan setiap orang Kristiani di Indonesia tidak salah apabila
mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-harinya. Hukum kasih dalam injil
Matius 22: 36-39 berbunyi:
36"Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?"
37Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. 38
Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. 39 Dan hukum yang kedua,
yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri.
Kasih adalah hal pertama dan terutama yang Allah tuntut dari diri manusia, dan
karena itu menjadi hal pertama dan terutama yang dipersembahkan kepada-Nya.7
Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang hidup bersama ciptaan Tuhan yang lain dituntut
oleh Tuhan untuk mengasihi. Dalam hal mengasihi ini pertama-tama Tuhan menuntut
5
A.M.W. Pranarka, Sejarah pemikiran tentang Pancasila (Jakarta: Yayasan Proklamasi, 1985), 4.
6
Desti Samarenna, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dalam Refleksi Matius 22:39-40 dalam Jurnal Teruna
Bhakti, Volume 3, No 1, Agustus 2020. 37.
7
Mathhew Henry, Matthew Henry’s Commentary in One Volume (Michigan: Zondervan Publishing
House, 1993), 1318.
manusia untuk meletakkan Tuhan sebagai yang pertama (Lih. Mat 22:37). Mengasihi
Tuhan sebagai sang pencipta dan sumber dari segala nilai adalah yang pertama. Hal ini
adalah sesuai dengan Pancasila terlebih sila pertama yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Warga negara Indonesia adalah percaya kepada Tuhan Yang Esa. Mengasihi sesama
dalam sila kedua bagi umat Kristiani menjadi sangat relevan dengan adanya hukum yang
kedua yaitu kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Lih. Mat 22: 39).
f. Ajaran Gereja
Gereja Katolik sebagai sebuah persekutuan umat mewujudkan hal ini dengan
berbagai dokumen yang mendukung perdamaian dunia. Lebih khusus lagi dalam dialog
antar agama di masa modern ini. Penulis menyoroti hal ini karena umat Katolik di
Indonesia hidup di tengah umat muslim yang populasi nya jauh lebih besar. Dokumen
yang akan diangkat dalam tulisan ini adalah Dokumen Abu Dhabi.
Dokumen Abu Dhabi adalah sebuah dokumen yang ditandatangani oleh Paus
Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar Sheikh Ahmed el Tayeb dalam kunjungan Paus ke
Uni Emirat Arab pada tanggal 3-5 Februari 2019. Dokumen ini adalah peta jalan
membangun dan menciptakan perdamaian serta kehidupan harmonis antar umat
beragama. Dalam dokumen ini terdapat duabelas poin penting yang bertujuan
menciptakan perdamaian antar umat beragama di dunia.
Salah satu poin penting dalam dokumen ini adalah: Keyakinan yang teguh bahwa
ajaran-ajaran autentik agama mengundang kita untuk tetap berakar pada nilai-nilai
perdamaian; untuk mempertahankan nilai-nilai pengertian timbal-balik, persaudaraan
manusia dan hidup bersama yang harmonis; untuk membangun kembali kebijaksanaan,
keadilan dan kasih; dan untuk membangkitkan kembali kesadaran beragama di kalangan
orang-orang muda sehingga generasi mendatang dapat dilindungi dari ranah pemikiran
materialistis dan dari kebijakan berbahaya akan keserakahan dan ketidakpedulian tak
terkendali berdasarkan pada hukum kekuatan dan bukan pada kekuatan hukum.8
Indonesia sebagai negara yang masyarakatnya beragam dalam beragama tentu
mendapat angin segar dari adanya dokumen ini. Perdamaian menjadi hal yang dijunjung
tinggi dalam dokumen ini. Perlu digarisbawahi bahwa kemanusiaan adalah hal yang tidak
dapat dilepaskan dari perdamaian. Dalam Gereja Katolik Kasih menjadi landasan atau
8
Jansudin Saragih, Ini 12 butir Isi Lengkap Dokumen “Abu Dhabi” tersedia dari https://komsoskam.com/isi-
dokumen-abu-dhabi/ diakses pada 5 Juni 2021.
hukum yang tertinggi dalam relasi manusia kepada Tuhan dan kepada sesamanya (Mat
22: 36-39).
Jauh sebelum ditandatanganinya dokumen Abu Dhabi, dalam Kitab Suci Yesus
telah mengajarkan; “Cintailah musuh-musuhmu, dan berbuatlah baik kepada mereka
yang membenci kamu, serta berdoalah mereka yang menganiaya dan memfitnah kamu”
(Mat 5:43-44). Berangkat dari ayat ini dapat dikatakan bahwa Gereja Katolik saat ini
masih dan terus mengusahakan perintah Yesus ini. Sejarah panjang Kekristenan dan
Islam kerap kali menjadi momok bagi para penganutnya. Dokumen ini, dalam konteks
Indonesia dapat menjadi pintu untuk mewujudkan perdamaian dan semakin dijunjung
tingginya kemanusiaan dalam hidup bernegara.
g. Penutup
Dokumen Abu Dhabi sebagai dokumen yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus
dan Imam Besar Al-Azhar Sheikh Ahmed el Tayeb adalah dokumen yang mendukung
perdamaian. Dalam dokumen ini kemanusiaan diangkat dengan begitu jelas, hal-hal
terkait keadilan bagi seluruh kalangan juga diperlihatkan dalam dokumen ini. Umat
Katolik di Indonesia hendaknya ambil bagian dalam menyebarluaskan dokumen ini.
Sehingga nilai kemanusiaan yang adil dan beradab sungguh menjadi gerak Bangsa
Indoensia dan tidak lagi kalah dengan kepentingan segelintir orang yang ingin mengusai
Indonesia.
Pada akhirnya sila kedua Pancasila yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab
adalah hal yang masih terus diperjuangkan bangsa Indonesia. Demi terwujudnya sila ini
perlulah gerak dari seluruh elemen bangsa. Umat beragama perlu bersatu untuk
membangun Indonesia yang berperi kemanusiaan.
Daftar Pustaka:
Jansudin Saragih, Ini 12 butir Isi Lengkap Dokumen “Abu Dhabi” tersedia dari
https://komsoskam.com/isi-dokumen-abu-dhabi/ diakses pada 5 Juni 2021.
Desti Samarenna, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dalam Refleksi Matius 22:39-
40 dalam Jurnal Teruna Bhakti, Volume 3, No 1, Agustus 2020.
Ristekdikti, 2016, Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Agama Katolik
(Jakarta: Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi.