Anda di halaman 1dari 13

Nama : Sasro Sintaro Simamora (17.

3255)

Tugas : Seminar Biblika

Dosen Pengampu : Pdt. Dr. Raulina Siagian & Pdt. Sukanto Limbong

Pemerkosaan Selir Orang Lewi

(Historis Kritis Hakim-Hakim 19:22-25)

I. Pendahuluan

Hakim-hakim pasal 19 memaparkan informasi yang jelas tentang perlakuan amoral yang
dilakukan oleh orang-orang dari suku Benyamin terhadap orang Lewi, dengan percobaan
pemerkosaan secara homoseksual (19:22) yang berujung kepada pemerkosaan terhadap selir
orang Lewi itu dan gadis perawan yang merupakan putri dari pemilik rumah itu oleh inisiatif
pemilik rumah dan orang Lewi tersebut (19:24-25). Narasi ini menampilkan bagaimana peran
perempuan dalam narasi tersebut tidak memiliki nilai dan martabat sehingga menjadi jalan keluar
untuk menghindari kejahatan pemerkosaan homoseksual (19:23).

Pemerkosaan terhadap selir orang Lewi dan putri dari pemilik rumah yang menjadi alternatif
penghindaran pemerkosaan sejenis menjadi masalah besar terhadap keberadaan nilai dan
martabat perempuan sebagai ciptaan yang sama dengan laki-laki (Kejadian 1:27). Tentu peranan
Allah dalam teks dipertanyakan, Apakah Allah sendiri yang memberikan solusi dari masalah
tersebut dengan memberikan inisiatif yang demikian ?. Hingga Robert A. J. Gagnon
mempertanyakan, apakah pemerkosaan yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan bukanlah
sesuatu kekejian terlebih dibandingkan dengan pemerkosaan sejenis (homoseksual) ?.1 Jalan
keluar yang dipilih oleh pemilik rumah dan orang Lewi tersebut dalam mengatasi ancaman akan
dirinya dari orang Benyamin tentunya bukan jalan keluar yang Allah kehendaki. Namun, karena
mereka tidak lagi patuh dan taat kepada Allah 2 yang dapat membebaskan mereka dengan cara
Allah. Sehingga, hal tersebut terjadi akibat kemerosotan moral dari bangsa Israel sendiri, dan

1
Robert A. J. Gagnon, The Bible and Homosexual Practice Texts and Hermeneutics, (Abingdon Press, Nashville;
1958), hlm. 93
2
Lih, keterangan dari ayat 1 dimana pada saat itu tidak ada raja di Israel. Mereka menolak Allah yang memimpin
sebagai Raja. Dan tidak menyerahkan masalah mereka kepada Raja yaitu Allah sendiri, sehingga hanya
mengandalkan pengertian sendiri untuk menemukan jalan keluar.
bukan oleh kehendak Allah untuk tidak memperhitungkan nilai dan martabat hidup dari kaum
perempuan.

II. Landasan Teoritis

Dalam bahasa Inggris pemerkosaan disebut “rape”. Kata “rape” berasal dari akar kata bahasa
Latin, yaitu “rapacitas” yang artinya nafsu merampas atau menggagahi. Sementara akar kata
dari “rapacitas” sendiri ialah “rapere” yang berarti mencuri, memaksa, merampas, atau
membawa pergi.3 Sehingga dapat dipahami bahwa arti dari pemerkosaan ialah tindakan
kejahatan dengan kekerasan yang mengambil, merampas, dan merampok secara paksa yang
dimiliki orang lain

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pemerkosaan merujuk pada kata “perkosa”
atau “memerkosa”. KBBI memberi dua arti “perkosa” atau “memerkosa”. Arti pertama,
menundukkan dengan kekerasan; memaksa dengan kekerasan; menggagahi. Sedangkan, arti
kedua, melanggar atau menyerang dengan kekerasan. Selanjutnya, pemerkosaan diartikan
sebagai proses, cara, atau perbuatan memperkosa, dan pelanggaran dengan kekerasan.4

David Gunn menyoroti peristiwa dalam Hakim-hakim 19 merupakan masalah eksegetis,


terutama dilema moral untuk setiap pembaca. David Gunn menunjukkan tiga masalah masa lalu,
yaitu; pertama, pria Gibea ingin memperkosa tamu pria; kedua, perumah tangga menawarkan
putrinya dan wanita itu untuk diperkosa; ketiga, orang Lewi (atau perumah tangga) benar-benar
menempatkan wanita untuk pria. Sehingga memaksa para penulis untuk membuatnya seperti
tidak terlalu keji untuk mengurangi ambiguitas moral terhadap para pembaca.5

Robert A. J. Gagnon, melihat bahwa Tema ketidakramahan ditandai dengan jelas di awal


narasi dengan komentar bahwa "tidak ada yang membawa mereka untuk bermalam" ketika
mereka duduk di alun-alun kota. Seperti cerita Sodom, satu-satunya yang memberikan tawaran
penginapan adalah seorang pria yang bukan penduduk asli kota itu. Jadi orang bisa berargumen
bahwa insiden Gibeah bukanlah tentang praktik homoseksual melainkan tentang ketidakramahan

3
K. Prent, Z. Adisubrata dan W. J. S. Poerwadarminta (Penyusun), Kamus Latin - Indonesia (Yogyakarta: Kanisius
1996), hlm. 719
4
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3, Cet. 4 (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm. 861
5
David M. Gunn, Judges Through the Centuries, (Malden, USA; Oxford, UK; Victoria, Australia: Blackwell Publishing,
2005), hlm. 244
yang diwujudkan dalam pemerkosaan dan pembunuhan yang kejam.6 Severus Sulpicius juga
mendukung dengan memahami bahwa perbuatan yang dilakukan oleh orang Benyamin di Gibea
tersebut bertujuan untuk membuat orang Lewi tersebut menjadi tidak pantas atau tidak tahir.7

Southwood berpendapat bahwa Kejadian 19 dan tradisi dalam Hakim-hakim 19 merupakan


sebuah narasi di mana tema keramahtamahan, kekerasan seksual terhadap perempuan, dan
migrasi menyatu8 , seperti yang ditunjukkan juga oleh Lot terhadap dua orang asing yang datang
ke Sodom (bdk. Kej. 19:1-3). Oleh karenanya, tidak mengherankan apabila laki-laki tua tersebut
menawarkan penginapan beserta segala keperluan sang Lewi, perempuan, bujang, serta
keledainya.

Tetapi Nissinen dalam Robert A. J. Gagnon, tetap menekankan penyebab utama pelanggaran
dalam kisah Gibeah adalah heteroseksual penyerangan terhadap istri orang Lewi. Namun,
barangkali tidak lagi ada yang mengutuk perilaku heteroseksual karena teks ini, meskipun secara
struktural setara dengan kisah Sodom, yang telah digunakan untuk mengutuk homoseksualitas.9

Penulis sendiri melihat bahwa Hakim-hakim 19 mengandung seluruh unsur yang


dikumandangkan oleh beberapa ahli tersebut, dimana penulis setuju narasi tersebut memuat
ketidakramahan yang diperbuat oleh kaum benyamin, demikian halnya dengan sekaligus memuat
isu penyimpangan seksual (homoseksual) dan kemerosotan moral perlakuan terhadap
perempuan. Dengan memuat kepentingan narator narasi dalam penyampaian seluruh pesan dari

Kata perkosalah (Hak. 19:24) mengggunakan kata ‫ ְועַּנ֣ ו‬yang berasal dari kata ‫ ָענָה‬yang
dapat dianggap sebagai akar kata yang mandiri. Hal ini tampak dalam beragamnya
penggunaan kata ini dengan berbagai arti. Penggunaan kata ini di Timur Dekat Kuno
cukup banyak, namun dengan zona linguistic yang berbeda-beda. Misalnya saja, di
Ungarit menggunakan kata ini dan diterjemahkan sebagai jawaban dalam berbagai kata
dasar dan dengan turunan nominal. Untuk wilayah Moab, kata ini diterjemahkan menjadi
6
Robert A. J. Gagnon, The Bible and Homosexual Practice Texts and Hermeneutics,……………….., hlm. 94
7
Philip Schaff, The Sacred History of Sulpitius Severus, The Nicene and Post-Nicene Fathers Second Series Vol. XI,
(Oak Harbor: Logos Research Systems, 1997).
8
Katherine Southwood, This Man Has Come into My House: Hospitality in Genesis 19; 34; and Judges 19, Biblical
Interpretation 26, no. 4–5 (October 2018), hlm. 469–484.
9
Robert A. J. Gagnon, The Bible and Homosexual Practice Texts and Hermeneutics,……………….., hlm. 94-95
menindas. Terjemahan ini dapat kita lihat misalnya dalam prasasti Mesha, yang memuat
keterangan penindasan yang dilakukan Omri Raja Israel terhadap Moab dalam waktu
yang lama.

Di samping teks ini kita mungkin bisa menempatkan yang lain dengan tiga contoh piel
of Phoen, yang diterjemahkan "tundukkan." Namun dalam penerjemahan kontemporer,
kata ini juga diterjemahkan sebagai "jawab, bersaksi," di wilayah Kanaan dan Suriah
sangat jarang. Keberadaan varian semantic menerjemahkan kata tersebut
"(menyebabkan) kemenangan" sebagaimana yang diidentifikasi oleh Dahood. "penindas"
Moab dan "penakluk" Fenisia adalah dua sisi yang sama; yang umum dalam konteks
politik perjanjian lama. Kata kerja Arab 'ana, diterjemahkan "jadilah rendah hati,"
muncul di wilayah utara dan selatan. Dari akar kata yang sama yang diartikan menjadi
"kekerasan," dan "tunduk, tawanan." Berbagai dialek Aram menggunakan kata-kata yang
mengandung arti "jawaban" dan juga "mempermalukan, menyiksa."

Dalam bahasa Aram Alkitab, akar kata ini hanya muncul dalam Dn 4:24:
mihan'andyin, "kasihanilah yang tertindas." Akkadia menggunakan serangkaian kata yang
tidak berhubungan secara etimologis untuk menerangi ranah konseptual, misalnya,
"celakalah," menindas", "celaka", "sujud'; "tergantung pengadilan, orang miskin."
Serangkaian penggunaan kata tersebut menggambarkan konotasi yang negative;
berhubungan dengan penindasan / penjajahan / penggagahan dari subjek kepada objek
penderita. Hal ini melibatkan kekuatan fisik atau psikis untuk mengubah status seseorang
menjadi lebih buruk. Seseorang yang menindas, melanggar, merendahkan,
mempermalukan, menggunakan kekuasaan yang bertentangan dengan tuntutan
keadilan.10

III. Metodologi penelitian.

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu dengan menafsirkan teks berdasarkan
tafsiran historis kritis, dimana metode historis kristis sendiri adalah salah satu usaha untuk
mendekati pengertian Perjanjian Lama dari sistem-sistem seperti pendekatan antropologi, religio-
10
TDOT, hl. 232-238.
historis, kesusteraan, sosiologi, arkeologi, dan teologi yang mendekati kritik histori. 11 Kritik
historis terhadap Alkitab bermula dari usaha para penafsir untuk mengerti kondisi sejarah
penulisan kitab-kitab yang kemudan berkembang pesat sehingga menjadi beberapa bentuk kritis,
yaitu, kritik bentuk, kritik tradisi, kritik redaksi, dan kritik teks.12 Kritik historis berkembang
pada abad ke-19 dan mencapai kejayaan sampai abad ke-20. Ada tiga dasar pedekatan historis
kritis, yaitu, yang pertama, Alkitab sebagai buku sejarah yang harus diselidiki sama seperti buku-
buku lain. Kedua, penelitian ilmiah terhadap Alkitab harus bebas dari kukungan dan tuntutan
doktrin dan tradisi gereja. Dan ketiga, fungsi analisa tidak hanya menyangkut keputusan tetapi
harus mencapai penilaian terhadap teks-teks Alkitab.13

IV. Penafsiran/pembahasan.

4.1. Analisa Redaksional

4.1.1.      Nama Kitab

Nama dari kitab Hakim-hakim sendiri berasal dari bahasa ibrani yaitu (sopethim) yang
artinya seorang yang menegakkan keadilan dan kebenaran.14 Dimana tugas hakim sebagai
pemimpin-pemimpin utama israel dan sebagai tokoh pembebas dari ancaman dan tekanan bangsa
asing (Hak. 2:16) diberbagai tempat dikerjaan Israel utara maupun selatan/Yehuda. Hakim hadir
pada waktu Allah memanggil memanggil umatNya, sehingga dapat dipahami bahwa zaman
hakim sebagai tampilan teokrasi murni dalam sejarah perjalanan bangsa Israel dalam Alkitab.
Para hakim seutuhnya tergantung pada otoritas dan perintah Allah melalui roh-Nya (3:10).15

4.1.2.      Latar Belakang Hakim-hakim

Kitab Hakim-hakim merupakan kitab yang menuliskan tentang kehidupan orang Israel
setelah Yosua mati dan melanjutkan cerita dari kitab Yosua. Berisi tentang peristiwa-peristiwa
selanjutnya setelah suku-suku Israel masuk ke tanah kanaan, dan tentang upaya penaklukan oleh
bangsa Israel kepada bangsa lain demi kekuasaan geografis dan politik di tanah Kanaan.

11
A.A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab,  (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2004), hlm. 31
12
Stweri I. Lumintang, Theologia Abu-abu Pluralisme Agama,  (Malang:Gandum Mas, 2004), hlm. 170-174
13
Agus Jetron Saragih, Eksegese Naratif,  (Medan: Bina Media Perintis, 2006), hlm. 29

14
W.S. Lasor dkk, Pengantar Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hlm. 71
15
Agus Jetron Saragih, Kitab Ilahi Pengantar Kitab-kitab PL, (Medan: Bina Media Perintis, 2016), hlm. 84
Menggambarkan periode formatif dan transisi sejarah politik Israel. 16 Kitab hakim-hakim
menggambarkan ketika suku-suku Israel tersebut tengah menggumuli masalah-masalah
hubungan mereka dengan orang kanaan yang hidup diantara mereka serta suku-suku lain yang
memusuhi mereka di perbatasan tanah itu.17 Suku-suku itu adalah suku kanaan yang tetap ada:
orang Kanaan, orang Amori, orang Feris, orang Hewi, dan orang Yebus (Hak 3:5). Orang kanaan
yang merupakan orang Amori dengan orang pendatang yang diduga adalah orang Israel (sekitar
2300 sM). Bangsa Israel sering berperang dengan suku-suku disekitarnya dan juga kadang antar
suku Israel.18 Pada zaman ini, seorang hakim adalah pemimpin dari satu-dua suku pada masa
perang melawan suku-suku yang ada di tanah kanaan (Hak 3:1), khususnya suku-suku yang
belum ditahlukkan oleh Yosua. Kitab para Hakim menjelaskan bahwa segala sesuatu akan
berjalan baik jika mereka setia kepada Tuhan. Namun pada kenyataannya orang Israel sering
meninggalkan Allah dan hukum-hukumNya dan berpaling menyembah dewa/agama Kanaan.

4.1.3.      Penulis dan Waktu Penulisan Kitab Hakim-hakim

Menurut tradisi Yahudi meyakini bahwa kitab Hakim-hakim ditulis oleh Samuel. 19 Namun,
R. K. Harison menyatakan bahwa Kitab Hakim-hakim ditulis oleh lebih dari satu, dimana penulis
pertama, menulis pada masa ujian, ketika banyak cerita disusun (Abad 12 sampai 10 sebelum
masehi), kedua menuliskan dari beberapa sumber dalam bentuk prosa, mungkin juga dari sumber
Pentateukh yang lain (Abad 10 sampai 9 sebelum masehi), ketiga mengenai redaksi yang paling
dekat daripada Kitab Hakim-hakim dari sumber J E ( abad 8 sampai abad 7 sebelum masehi) dan
terakhir pada bagian yang terakhir dari buku yang ada dalam M T (setelah masa pembuangan). 20
Adanya gaya yang berbeda-beda dalam penulisannya, seperti yang tampak dalam kisah Gideon
jika dibandingkan dengan kisah Simson. Hal ini mendukung teori yang menyatakan bahwa
cerita-cerita itu ditulis oleh pengarang yang berlainan dan diwariskan dalam bentuk yang
berbeda-beda; penyunting yang terakhir tidak berusaha menyamakan semua cerita itu dengan
gaya yang seragam.21 Hal ini didukung dengan menghubungkan kitab ini dengan sumber D

16
Susan Niditch, Judges: A Commentary, (Louisville, London: Westminster John Knox Press, 2008), hlm. 1
17
W.S. Lasor dkk, Pengantar Perjanjian Lama 1………………, hlm. 299
18
Agus Jetron Saragih, Kitab Ilahi Pengantar Kitab-kitab PL……………, hlm. 85
19
Endrew E. Hill dan John H. Walton, Survei Perjanjian Lama (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2004), hlm. 277
20
R.K. Harison, Introduction To The Old Testament (Grand Rapids, Michigan: William R. Eerdmans Publishing House
Company, 1969), hlm. 684
21
W.S. Lasor dkk, Pengantar PL 1 Taurat dan Sejarah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), hlm. 308-309
(Deutronomis) yaitu upaya mengembalikan identitas Israel sebagai umat Allah, termasuk dengan
cara yang tertutup sekalipun.22

4.1.4.      Tujuan Penulisan

Kitab ini ditulis untuk menunjukkan akibat dari ketidaktaatan kepada Allah, dan memberi
tahu kepada Raja, bahwa jika dia seorang yang benar, tentu akan membawa rakyatnya kepada
Allah. Sementara tujuan dari Kitab Hakim-hakim sendiri menurut Thomas L. Constable
menyatakan tujuan lain dari penulisan Hakim-hakim rupanya ialah menunjukkan anugerah
kekudusan dari Allah untuk memelihara Israel meskipun banyak pelanggarannya.23 Berbeda
dengan kitab Yosua yang ditutup dengan keadaaan damai sebagai buah ketaatan Israel (hampir
seluruh) perintah Allah, kitab Hakim-hakim membuktikan bahwa sesungguhnya Israel sudah
mulai tidak taat kepada Allah sejak Zaman Yosua. Dan ini berkembang terus lebih serius dan
lebih parah, keadaan ini terjadi di seluruh periode yang dicatat. Hakim-hakim 2:16-23
menunjukkan ciri sejarah selama periode tersebut yang berulang kembali seperti siklus. Kitab ini
mempertegas perulangan yang bukan saja sama intensitasnya; sebaliknya, setiap putaran
membawa Israel semakin jauh dari Allah dan semakin sesat dalam praktik keagamaan mereka.

Bagian akhir ini menjelaskan bagaimana Israel telah melanggar perjanjiannya dengan Allah
dan memberontak hampir dalam setiap langkahnya.24 Tujuan dari penulisan kitab ini juga adalah
untuk menunjukkan kasih setia Tuhan kepada bangsa Israel yang dimana Tuhan telah menuntun
bangsa itu dari perjalanan Mesir hingga ke tanah yang dijanjikannya yaitu tanah Kanaan yang
disediakan Tuhan untuk menjadi tempat tinggal bagi umat yang mengembara itu. Tanah kanaan
yang dijanjikan itu memang disediakan secara khusus bagi mereka, bahkan mereka tidak usah
membangun kota-kota dan mendirikan rumah-rumah untuk didiami (Ulangan 6:10-11). Kanaan
adalah negeri anugerah, negeri yang berkelimpahan susu dan madunya, negeri yang baik dan
luas (Kel. 3:8), negeri yang ada gandum dan anggur (Ulangan 33:28).25

4.2 Analisa Tradisi

22
Agus Jetron Saragih, Kitab Ilahi Pengantar Kitab-kitab PL……………, hlm. 86
23
Thomas L. Constable, The Bibblical Theology of The Old Testament, Trj. Roy B. Zuck dan Eugene H. Merril
(Malang: Penerbit Gandum Mas, 2005), hlm. 177
24
David M. Howard Jr, Kitab-kitab Sejarah dalam PL, (Malang: Gandum Mas, 2002), hlm. 124
25
J. Sidlow Baxter,  Menggali Isi Alkitab 1, (Jakarta: Bina Kasih, OMF), hlm. 234
Bangsa israel setelah pemerintahan Yosua haruslah menaklukan sisa-sisa musuh dan
membinasakan mereka. Jadi ketika itu tidak ada seorang raja diantara orang Israel, akan tetapi
bukanlah itu berarti bahwa mereka boleh berbuat sesuka hatinya, karena Allah sendirilah yang
menjadi raja mereka. Mereka harus menurut segala undang-undang Tuhan. Akan tetapi mereka
menolak Allah sebagai raja mereka lalu berbuat sesuka hatinya saja. Itulah dosa Israel dan itu
pula sumber segala dosa lainnya di zaman hakim-hakim itu. Allah menyuruh bangsa Israel
membinasakan orang-orang kanaan, akan tetapi perintah itu diabaikan saja. Bangsa Israel
memang mengalahkan orang kanaan dan disuruh membayar pajak dan cukai, akan tetapi tidaklah
mereka dibinasakan. Dan ada kalanya orang-orang Israel tidak berani menyerang, takut melihat
kereta perang orang kanaan,. Inilah suatu sikap yang kurang percaya kepada Allah. Akibatnya
bangsa Israel bercampur dengan orang-orang kanaan. Akibatnya pula ialah bahwa agama Israel
di campur aduk dengan agama orang-orang kanaan. Mereka kawin gadis-gadis kanaan dengan
demikian mereka menerima pula tradisi orang kanaan. Dewa-dewa orang kanaan di taruh
disamping Tuhan dan disembah oleh orang-orang Israel pula.26

4.3. Analisa Bentuk

Bentuk dari teks adalah sebuah pemaparan kisah bangsa Israel antara kematian Yosua
dan munculnya Samuel. Kitab ini berisikan suatu rangkaian cerita mengenai para hakim. Penulis
Deutronomi memberikan bingkai teologis pada cerita-cerita mengenai Hakim-hakim besar.
Kerangka ini menyajikan sebuah pengantar yang menguraikan bagaimana umat telah berdoa,
bagaimana Tuhan membiarkan mereka jatuh ke tangan musuh-musuh mereka, dan bagaimana
Tuhan mengirimkan seorang penyelamat untuk membebaskan umat jika mereka berseru.
Kerangka ini juga menyajikan kunci untuk menafsirkan kisah para hakim, yaitu bagaimana dosa
mengantar pada hukuman, tetapi pertobatan mengantar pada pembebasan.27

4.4. Analisa Sastra

Peristiwa-peristiwa yang terjadi dan diberi latar yang teologis oleh seorang oleh seorang
penyusun dikemudian hari. Jadi seperti nyanyian Debora (Hakim 5) sering diberi tanggal pada
masa pramonarki, sementara ungkapan yang berulang-ulang diucapkan oleh narrator, pada
“zaman itu tidak ada raja diantara orang Israel”. Memberikan bukti yang jelas bahwa pada waktu
26
F.L. Baker, Sejarah Kerajaan Allah,(Jakarta:BPK-GM,2015), hlm. 415-417
27
Lembaga Biblika Indonesia, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Kanisius,2006), hlm. 251
narator menuliskan peristiwa-peristiwa ini bangsa itu telah mempunyai raja. Kita mengerti
bahwa penulisan kitab ini melibatkan satu proses yang barangkali memakan waktu beberapa
abad.28 Dan dalam cela waktu tersebutlah kemudian unsur-unsur lain mempengaruhi narator
dalam menyusun rangkaiannya yang membentuk sastra yang khas dalam kitab Hakim-hakim.

4.5 Analisis teks

Ayat 22

‫ִיבים אֶת־ ִלּב ָ֒ם ְו ִהּנֵה֩ ַאנ ְֵׁש֙י ָה ִ֜עיר ַאנ ֵ ְׁ֣שי בְנֵ ֽי־ ְב ִל ַּ֗יעַל נָ ַ֙סַּ֙ב ּ֙ו אֶת־ ַה ַּ֔בי ִת מִ ֽתְ ּדַ ּפ ִ ְ֖קים‬
֣ ִ ‫הֵּמָ ֘ה מֵיט‬
‫ֵאמ ֹר הֹו ֵ֗צא אֶת־ה ִָא֛יׁש אֲ ׁשֶר־ּבָ ֥א אֶ ל־ּבֵיתְ ָך֖ ְונֵדָ ֶעּֽנּו׃‬
֔ ‫ֹאמְרּו אֶ ל־ ֠ ָהאִיׁש ַ ּ֣בעַל ה ַ ַּ֤בי ִת ַהּזָקֵ ֙ן ל‬
֗ ‫עַל־ה ָ ַּ֑דלֶת וַּי‬

Terjemahan hurufiah : Saat mereka telah menyenangkan mereka, dan tiba-tiba laki-laki di kota
itu beberapa laki-laki sesat mengepung rumah dan memukul-mukul pintu dan mereka berbicara
pada tuan rumah, laki-laki tua itu, dengan mengatakan, “Bawalah orang yang datang
kerumahmu, agar kami mengenalnya secara duniawi.

 Kata Benda ‫ בְנֵ ֽי־ ְב ִל ַּ֗יעַל‬dari kata‫בֵּן‬ ‫ = ־‬ben, ‫ = ְּב ִליַּעַל‬beliyyaal29

NKJV: “perverted men”: orang-orang mesum.

LAI: Orang dursila, merujuk kepada orang-orang yang tidak bermoral

BIBEL (bahasa Batak Toba) : “Angka na jahat situtu marroha”, orang-orang sungguh jahat
hatinya.

NIV: “Some of the wicked men”: beberapa orang Jahat

 Kata kerja: ‫ ְונֵדָ ֶעּֽנּו‬dari kata ‫י ָדַ ע‬30


28
Andrew E. Hill & John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2008), hlm. 278

29
‫ = בְנֵ ֽי־ ְב ִל ַּ֗יעַל‬kata benda umum, maskulin, jamak, konstruksi homonim.
30
‫ = ְונֵדָ ֶעּֽנּו‬konjungsi kata kerja qal Imperfek, Orang pertama akhiran jamak umum, orang ketiga maskulin
tunggal nun kohortatif dalam arti, tetapi tidak ada bentuk unik untuk kohortatif.
NKJV: “know him carnally”, mengenal mereka secara lahiriah.

LAI: menerjemahkan dengan kata “Pakai”, merujuk pada tindakan seksual penetratif yang dapat
dilakukan dengan lawan jenis maupun sesama jenis.

BIBEL (bahasa Batak Toba) : “hutanda”, yang dominan dipahami sebagai bentuk keramahtamahan yang
artinya mengenal.

NIV: “have sex with him”, berhubungan seksual dengan mereka.

Ayat 23

‫ַאל־ַאחי ַאל־ּתָ ֵ ֣רעּו ָנ֑א ֠אַ ח ֲֵרי‬


ַ֖ ‫ׁש ַ ּ֣בעַל ַה ַּ֔בי ִת ו ַּ֣י ֹא ֶמר ֲא ֵל ֶ֔הם‬
֙ ‫ַוּי ֵ ֵ֣צא אֲ לֵי ֶ֗הם ָהאִי‬
‫ׁשר־ ֞ ָּבא ה ִ ָ֤איׁש ַהּזֶה֙ ַאל־ּבֵיתִ֔ י אַ ֽל־ּתַ ע ֲׂ֖שּו אֶת־ ַהּנְבָלָ ֥ה הַּז ֹֽאת׃‬
ֶ ‫ֲא‬

Terjemahan hurufiah: Tetapi dia pergi keluar kepada mereka, tuan rumah dan berkata kepada
mereka : “saudara-saudaraku, jangan berbuat begitu jahat/licik, aku memohon dengan sangat
kepada mu, lihatlah laki-laki ini telah datang kedalam rumahku, jangan berbuat kebiadaban ini.

Kata sifat ‫ ַהּנְבָלָ ֥ה‬dari kata ‫נְ ָבלָה‬31

NKJV: “outrage”, berarti “kebiadaban”.

LAI: “Noda”, yang menajiskan.

BIBEL (bahasa batak toba): “haurahon”, berarti “rahasia umum”.

NIV: “Disgraceful”, artinya “memalukan”.

Ayat 24

‫ֽיָאה־ּנ֤א אֹותָ ם֙ ְועַּנ֣ ּו אֹותָ֔ ם ַוע ֲׂ֣שּו ָל ֶ֔הם ה ַּ֖טֹוב‬


ָ ִ‫ִהּנֵה֩ ב ִִּת֙י ַהּבְתּו ָ֜לה ּופִ ֽי ַלגְ ֵׁ֗שהּו אֹוצ‬
‫ֵיכם ְול ִ ָ֤איׁש ַהּזֶה֙ ֹל֣ א תַ ע ֲׂ֔שּו ּדְ ַ ֖בר ַהּנְבָלָ ֥ה הַּז ֹֽאת׃‬
֑ ֶ ‫ְּבעֵינ‬

31
= ‫ ַהּנְבָלָ ֥ה‬particle penanda langsung, particle article kata benda, umum feminism tunggal absolut.
Terjemahan hurufiah: Lihatlah anak-anak perempuanku disini yang perawan, dan gundik-
gundikku, izinkan aku membawa mereka keluar sekarang, rendahkanlah mereka dan perbuatlah
dengan mereka sesukamu, namun kepada orang ini jangan lakukan hal biadab seperti itu.

32
Kata perintah ‫ ְועַּנ֣ ּו‬dari kata ‫ָענָה‬

NKJV: “humble”, artinya “Rendahkanlah”

LAI: “Perkosalah”

NIV: “Use”, menggunakan atau memakai.

BIBLE (bahasa batak toba): “Gogoi”, artinya “perkosa”.

Ayat 25

‫ֵיהם ה ַ֑חּוץ ַוּי ֵדְ ע֣ ּו ֠אֹותָ ּה‬


֖ ֶ ‫ׁש ּב ְִפ֣י ַלג ְׁ֔שֹו וַּי ֹצֵ ֥א ֲאל‬
֙ ‫ִׁשְמ ֹ ַעֽ ֔לֹו ַוּי ַ ֲח ֵז֤ק הָאִ י‬
֣ ‫ְוֹלֽא־ָאב֤ ּו הָאֲ נָׁשִ ים֙ ל‬
‫ַּׁשחַר‬
ֽ ָ ‫ׁשּל ְ֖חּו ָה ַּבעֲלֹות ַּכעֲל֥ ֹות ה‬
ַ ְ ‫ְלּו־בּה ּכָל־ ַה ַּל֙יְלָה֙ עַד־ה ַּ֔ב ֹקֶר וַ ֽי‬
֤ ָ ‫ַו ִּי ֽתְ ַעּל‬

Terjemahan hurufiah: Tetapi orang-orang itu tidak mengindakannya. Jadi laki-laki itu
mengambil selirnya dan membawanya keluar kepada mereka. Dan mereka mengenalnya dan
menyiksanya sepanjang malam sampai pagi.

Kata Kerja ‫עּלְלּו־‬


ַ ְ‫ ַו ִּי ֽת‬dari kata ‫ ָעלַל‬33

NKJV: “Abused”, artinya “menyalahgunakan/melecehkan”

LAI: “Mempermainkan”

NIV: “Abused”, artinya “menyalahgunakan/melecehkan”

BIBEL (Bahasa Batak Toba): “Diparmainani”, artinya dipermain-mainkan.

32
‫ = ְועַּנ֣ ּו‬konjungsi partikel verba piel imperatif maskulin jamak homonim
33
‫ַו ִּי ֽתְ ַעּלְלּו־‬
= konjungsi partikel kata kerja piel waw, consec imperfect orang ketiga, maskulin akhiran jamak,
orang ketiga feminin tunggal.
Sehingga dari beberapa analisa tersebut, penulis merampungkan bahwa kisah tersebut
merupakan tampilan yang mewakili kebobrokan moral yang terjadi pada bangsa Israel yang tidak
menerima hukum Allah sebagai tuntunan hidup mereka, setelah kekosongan kepemimpinan
dalam bangsa Israel yang telah menolak teokrasi dan kembali menolak teokrasi tersebut.
Penolakan tersebut menghasilkan kebebasan yang tidak bertanggungjawab. Terlebih atas
penolakan tersebut, oleh unsur eksternal dari bangsa asli kanaan mampu memberikan pengaruh
kejahatan dalam perilaku dan moral orang Israel. Sehingga penulis memahami bahwa kisah
tersebut menjadi penghantar yang jelas akan penyebab dari hukuman yang akan menimpa bangsa
Israel setelahnya. Dimulai dari perperangan antar saudara dalam suku-suku orang Israel (Hak
20:1-48), yang menumpahkan darah antara mereka sendiri, berbagai kekalahan perang melawan
bangsa asing, hingga berujung pada kekalahan dari bangsa Babel yang membuat mereka
terbuang ke tanah Babel.

Terlebih dalam praktek hidup yang hidup secara amoral, yang membawa kepada praktek
pemerkosaan, heteroseksual, hingga homoseksual yang diadopsi dari gaya hidup orang kanaan
asli yang menyembah dewa-dewa yang hidup dalam percabulan, pemerkosaan, perdagangan
manusia (perempuan bahkan putri Hak 19:24) sebagai bahan pemuas nafsu atas dasar
mendapatkan tujuan lain.34 Sehingga dapat dipahami praktik pemerkosaan terhadap selir orang
Lewi juga terhadap putri si pemilik rumah, bukan tradisi murni orang Israel, melainkan pengaruh
akan kebudayaan orang-orang kanaan penyembah dewa-dewa. Sehingga dapat dipahami, bahwa
tradisi patriarkhi orang Israel sama sekali tidak memberikan cela akan kebebasan yang tidak
bertanggungjawab kepada kaum perempuan. Terlebih pada akhirnya bangsa Israel juga akan
menerima hukuman dari Allah atas perbuatan mereka yang menyerupai peristiwa Sodom dan
Gomora pada Kejadian 19. Ini menjelaskan kepada pembaca untuk memahami bahwa pilihan
yang diberikan oleh sipemilik rumah dalam memberikan putrinya juga terhadap orang Lewi yang
memberikan selirnya atas inisiatifnya ialah murni atas kebobrokan moral orang-orang disana
kala itu dan bukan atas tuntunan Tuhan demi menyelamatkan nyawa mereka atau menghindari
praktik homoseksual.

Si pemilik rumah mengerti akan kenajisan dan sebuah larangan keras akan praktik
homoseksual, hingga ia sangat menghindari hal tersebut dengan menghalalkan segala cara.
34
Lih. Mitologi Het atas perlakuan dewa-dewa orang kanaan Asli dalam David Noel Freedman, The Anchor Bible
Dictionary, (New York, Doubleday: 1992), hlm. 766
Namun, pengaruh akan kebudayaan luar tersebut yang mengkotori pikiran dan akal sehatnya
hingga menunjukkan cara yang penulis pahami sama berdosanya dengan tindakan homoseksual.
Juga orang Lewi yang bukan karena tidak menghindari perlakuan pemerkosaan homoseksual
tersebut karena takut akan Allah, namun hanya karena tidak ingin direndahkan oleh orang dari
suku Benyamin. Sehingga jalan keluar yang ia berikanpun bukan menampilkan citra dari seorang
yang takut akan Tuhan, yaitu dengan memberikan selirnya untuk diperkosa hingga mati, dan
bahkan ia memotong-motong selirnya sebagai indikasi perang kepada suku Benyamin.

V. Implementasi atau Kontekstualisasi.


VI. Kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai