Anda di halaman 1dari 38

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT : KONSEP DAN

PRINSIP PEMBALUTAN DAN PEMBIDAIAN

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah : Keperawatan Gawat
Darurat

Dosen Mata Kuliah : Kusniawati, S.Kep, Ners, M.Kep

Disusun Oleh :

Ananda Ariva Rahma Indri Rahmawati

Anggitalia Angraini Lula Dimah Pagestu

Dewi Herliana Maysita Luiqi Azzahra

Dina Gita Cintanati Rhefina Amellia Fitriana

Fiyan Fitri Yanayir Sendy Pratama

Gadis Intanova Adinda Sity Maryatul Kudriah

Semester V

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, berkat karunia dan limpahan rezeki nya kami masih di
berikan nikmat iman, nikmah kesehatan sehingga dapat terselesaikannya makalah
yang berjudul Keperawatan Gawat Darurat : Konsep Dan Prinsip Pembalutan Dan
Pembidaian untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Manajemen Bencana program studi DIV Keperawatan Politeknik Kemenkes
Banten.

Dalam kesempatan ini kelompok atau penulis ingin mengucapkan kepada


ibu Kusniawati, S.Kep, Ners, M.Kep sebagai pembimbing, segala saran dan kritik
yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan demi kebaikan makalah ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Tangerang, 04 Juli 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
....................................................................................................................................
i

DAFTAR ISI
....................................................................................................................................
ii

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang
.......................................................................................................................
1
B. Tujuan Penulisan
.......................................................................................................................
2
C. Ruang Lingkup
.......................................................................................................................
2
D. Manfaat Penulisan
.......................................................................................................................
2
E. Sistematika Penulisan
.......................................................................................................................
3

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep dan Prinsip Pembalutan


......................................................................................................................
4
B. Konsep dan Prisip Pembidaian
......................................................................................................................
20

ii
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
.......................................................................................................................
30
B. Saran
.......................................................................................................................
30

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan gawat darurat (emergency nursing) merupakan pelayanan
keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau
sakit yang mengancam kehidupan. Kegiatan pelayanan keperawatan menunjukkan
keahlian dalam pengkajian pasien, setting prioritas, intervensi krisis dan
pendidikan kesehatan masyarakat (Krisanty,2009).

Fraktur merupakan salah satu contoh dari kegawatdaruratan. Fraktur adalah


diskontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan adanya kekerasan
yang timbul secara mendadak. Fraktur dapat terjadi dengan patahan tulang dimana
tulang tetap berada di dalam atau disebut fraktur tertutup atau di luar dari kulit
yang disebut fraktur terbuka. Fraktur tertutup dan terbuka dapat dilakukan
pembidaian dan pembalutan dimana tujuannya untuk tetap mempertahankan
posisi tulang (Krisanty,2009).

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2007 terdapat lebih dari
delapan juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta
orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki
angka kejadian yang cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah yakni
sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi. Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh
cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalulintas dan trauma benda
tajam/tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak
1.775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami
fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/ tumpul,
yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%). Badan Kesehatan Dunia
(WHO) 50% patah tulang paha atas akan menimbulkan kecacatan seumur hidup,
dan 30% bias menyebabkan kematian (Pujitriono, 2015).

1
Pada kegawatdaruratan fraktur terbuka dan tertutup dapat ditangani dengan
pertolongan pertama yaitu pembidaian dan pembalutan. Pembidaian adalah
memasang alat untuk imobilisasi dengan mempertahankan kedudukan tulang yang
patah. Pembalutan luka merupakan tindakan keperawatan untuk melindungi luka
dengan drainase tertutup, kontaminasi mikroorganisme yang dapat dilakukan
dengan menggunakan kasa steril yang tidak melekat pada jaringan
luka(Krisanty,2009).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menyusun makalah ini


dengan judul Konsep dan Prinsip Pembalutan dan Pembidaian
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Dapat mengetahui Konsep dan Prinsip Pembalutan dan Pembidaian
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian pembalutan dan pembidaian
b. Untuk mengetahui tujuan dari teknik pembalutan dan pembidaian
c. Untuk mengetahui prinsip pembalutan dan pembidaian
d. Untuk mengetahui macam-macam pembalutan dan pembidaian

1.1.3. Ruang Lingkup


Pada makalah ini, kelompok hanya membatasi konsep dan prinsip
pembalutan dan pembidaian.

1.4. Sistematika Penulisan

BAB I / PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian tentang latar belakang masalah yang mendasari
pentingnya diadakan identifikasi, tujuan penulisan, ruang lingkup, manfaat
penulisan dan sistematika penulisan

BAB II / TINJAUAN TEORI

Bab ini berisi uraian tentang Konsep dan Prinsip Pembalutan dan
Pembidaian

2
BAB III / PENUTUP

Bab ini berisi uraian tentang pokok – pokok kesimpulan dan saran saran
yang perlu disampaikan

1.2.3. Manfaat Penulisan


a. Manfaat Teoritis
Hasil diskusi ini secara teoritis dapat memberikan sumbangan pemikiran
dalam memperkaya wawasan konsep, dan dapat diterapkan di lapangan.
b. Manfaat Praktis
a) Bagi penulis
Dapat menambah wawasan dan mengaplikasikan ilmu yang telah
didapat di lapangan
b) Bagi institusi
Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program
pembelajaran serta menentukan metode dan media pembelajaran
yang tepat untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa
c) Bagi pembaca
Dapat menjadi rujukan, informasi dan bahan referensi selanjutnya
agar bisa lebih dikembangkan dalam materi – materi yang lainnya
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

BAB II
TINJAUAN TEORI

3
2.1 PEMBALUTAN
2.1.1Pengertian

Pembalutan merupakan suatu tindakan medis yang dilakukan untuk


menutupi luka dari kontaminasi menggunakan bahan tertentu.
Pembalutan juga dikatakan sebagai penutupan suatu bagian tubuh yang
cedera dengan bahan tertentu. Pembalut adalah bahan yang digunakan
untuk mempertahankan luka. Bahan pembalut terbuat dari bermacam-
macam materi kain.

Membalut merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai


dengan baik oleh peraewat dan pemberi pelayanan kesehatan lainnya.
Apapun alasannya, perlu diingat bahwa jika tidak di terapkan dengan
benar , membalut dapat lebih cepat dan mudah menyebabkan injury.

Pembalutan merupakan suatu tindakan yang dilakukan sebagai cara


mengurangi resiko kerusakan jaringan yang terjadi dan selanjutnya
mengurangi nyeri, serta mencegah kecacatan dan infeksi (Susilowati,
2015)

Pembalutan merupakan bahan bersih yang digunakan untuk


menutup luka (Purwoko 2007).

2.1.2 Tujuan

a) Menahan sesuatu sebagai penutup luka, pita traksi kulit dan bagian
tubuh yang cidera.
b) Memberikan tekanan, seperti terhadap kecenderungan timbulnya
perdarahan atau hematom
c) Melindungi bagian tubuh yang cidera
d) Memberikan penyokong terhadap bagian tubuh yang cidera
e) Menghindri bagian tubuh agar tidak bergeser dari tempatnya

4
f) Mecegah terjadinya pembengkakan
g) Mencegah terjadinya kontaminasi
h) Memberikan support pada bagian tubuh yang cedera

2.1.3 Prinsip Pembalutan

a) Balutan harus rapat rapi jangan terialu erat karena dapat


mengganggu sirkulasi.
b) Jangan terialu kendor sehingga mudah bergeser atau lepas.
c) Ujung-ujung jari dibiarkan terbuka untuk mengetahui adanya
gangguan sirkulasi.
d) Bila ada keluhan balutan terlalu erat hendaknya sedikit
dilonggarkan tapi tidak terlalu rapat kemudian evaluasi keadaan
sirkulasi.

2.1.4 Prasyarat Pembalutan

a) Mengetahui tujuan yang akan dikerjakan, mengetahui seberapa batas


fungsi bagian tubuh yang akan dilakukan balutan
b) Tipis,kuat dan biasanya berwarna putih
c) Ukuran disesuaikan kebutuhan,biasanya bentuk segitiga sama kaki
dengan panjang 90-100 cm

2.1.5 Macam-macam Pembalutan


a) Mitella (pembalut segitiga)
Bahan pembalut dari kain yang berbentuk segitiga sama kaki
dengan berbagai ukuran. Panjang kaki antara 50-100 cm. Pembalut
ini biasa dipakai pada cedera di kepala, bahu, dada, siku, telapak
tangan, pinggul, telapak kaki, dan untuk menggantung lengan.
Dapat dilipat-lipat sejajar dengan alasnya dan menjadi pembalut
bentuk dasi.

5
 Cara membalut dengan mitela :
 Salah satu sisi mitela dilipat 3-4 cm sebanyak 1-3 kali
 Pertahankan sisi yang telah terlipat terletak diluar bagian
yang akan dibalut, lalu ditarik secukupnya dan kedua ujung
sisi diikat
 Salah satu ujung bebas lainnya ditarik dan dapat diikat pada
ikatan, diikat pada tempat lain, atau dapat dibiarkan bebas.
Hal ini tertantung pada tempat dan kepentingan

1. Pembalutan kepala dengan mitella

 Lipat bagian alas segitiga 2 cm sebanyak 2 kali.


 Letakkan alas sisi segitiga di belakang kepala,
kemudian kedua sudut ditarik kedepan sedangkan
puncak segitiga berada di dahi.
 kedua sudut tarik kearah dahi dan ikat kedua sudut.
 sudut puncak segitiga yang berada di depan kepala
ditarik ke atas dan dipasang peniti diatas
simpul/dimasukkan ke dalam simpul.

6
2. Pembalutan dada dengan mitella
 Lipat alas segitiga 2 cm, letakkan segitiga pada dada, alas
segitiga berada di bawah mamae, sedangkan puncaknya di
salah satu bahu.
 Kedua sudut alas segitiga ikat pinggang bagian belakang,
salah satu sudut buat sisa agak panjang.
 Puncak segitiga tarik ke belakang/ ke punggung, sehingga
bertemu dengan sisa sudut alas segitiga dan ikat.

3. Pembalutan siku dengan mitella

a. Posisi siku fleksi membentuk sudut 45 derajat.


b. Segitiga membungkus siku, letakkan sudut alas segitiga
pada siku dekat badan dan puncak segitiga bertemu
dengan alas segitiga.
c. kedua sudut alas segitiga diputar pada lengan.
d. kedua sudut di buat simpul pada dua sisi.

7
4.
4.
4.
4.
4.
4.
4.
4.
Menggendong lengan dengan mitella

 Tekuk siku yang cedera 45 derajat.


 Letakkan bagian alas segitiga pada telapak tangan salah
satu sudut alas segitiga di kiri leher lalu ke belakang leher
dan sudut puncak segitiga berada di siku.
 Sudut alas segitiga yang satunya ditarik ke arah kanan leher
lalu ke belakang, sehingga tangan berada dalam mitella dan
buat simpul di belakang leher. Selanjutnya sudut puncak
segitiga dipasang peniti.

5. Pembalutan telapak tangan dengan mitella

8
 Bentangkan mitella pada telapak tangan / meja periksa,
letakkan telapak tangan diatasnya, kemudian puncak
segitiga dilipat diatas tangan, sehingga berada pada
pergelangan tangan.

 Kedua sudut segitiga lipat menyilang.


 Putar kedua sudut segitigadan buat simpul di pergelangan
tangan.

6. Pembalutan pinggul dengan mitella

 Pasang pembalut dasi pada pinggang .


 Lipat alas segitiga 2 kali, pasang alas segitiga pada pingkal
paha lalu ikat, sedangkan puncak segitiga kaitkan dengan
pembalut dasi pada pinggang.

9
 sudut puncak segitiga tarik ke bawah, kemudian penitikan.

7. Pembalutan kaki dan telapak kaki dengan mitella


 Bentangkan pembalut segitiga, letakan kaki yang cedera di
atasnya, lipat sudut puncak segitiga kearah pergelangan
kaki.
 Lipat segitiga dekat jari kaki.
 Ikat dengan arah menyilang pada pergelangan kaki.
 Pertemukan kedua sudut dan buat simpul pada pergelangan
kaki.

8. Pembalutan lutut dengan mitella

10
 Lipat – lipat sisi alas segitiga kira – kira setengah tinggi
kain segitiga.
 Letakkan ujung puncak segitiga di sebelah atas dari lutut
( kearah paha).
 Sisi alas yang dilipat – lipat harus berada dibawah bagian
lutut, pinggir alas dirapatkan masing – masing ke dua
ujungnya kiri dan kanan menuju ke bawah lipatan lutut.
 Kedua ujung alas segitiga disilagkan, kemudian masing –
masing ujungnya tarik kearah atas/ ujung paha.
 Buat simpul, sehingga seluruh lutut tertutup.

9. Pembalutan tumit dengan mitella

11
 Lipat – lipat sisi alas kain segitiga sampai 2/3 tinggi kain
segitiga.
 Letakkan pinggir alas yang sudah dilipat – lipat pada
pangkal tumit/ kearah telapak kaki dan ujung puncak
segitiga berada di belakang betis menutupi tumit.
 Ujung sudut alas segitiga yang di pangkal tumit, masing –
masing ditarik ke arah atas menuju ke punggung
pergelangan kaki, lalu buat silang, kemudian masing –
masing ditarik ke arah tumit sbelah atas dan keduanya
bertemu dengan menindih puncak segitiga di persilangan.
 Boleh di buat simpul disitu atau masing – masing
diteruskan kembali menuju punggung pergelangan kaki,
kalau ujung segitiga masih panjang, diteruskan ke bawah
menuju ke pangkal tumit, lalu buat simpul.

b) Elastis Perban
Menurut Simmers (2009) perban elastis termasuk mudah
untuk
diterapkan
dan mudah

12
menyesuaikan dengan bentuk tubuh yang cidera. Penggunaan
perban elastis yang terlalu ketat atau longgar dapat menghentikan
atau membatasi sirkulasi darah, namun terkadang perban elastis
dapat digunakan dengan tujuan merangsang sirkulasi darah.

Gambar 2.3. Perban Elastis Sumber: Simmer (2009),


www.google.com

Beberapa teknik penggunaan pembalut elastic antara lain :

1. Balutan sirkuler (spiral bandage)


Digunakan untuk membalut bagian tubuh yang berbentuk
silinder.

Caranya: Pembalut mula-mula dikaitkan dengan 2-3 putaran,


lalu pada saat membalut tepi atas balutan harus menutupi tepi
bawah balutan sebelumnya, demikian seterusnya.

13
2. Balutan pucuk rebung (spiral reverse bandage)
Digunakan untuk membalut bagian tubuh yang berbentuk
kerucut.

Caranya: Setelah pembalut dikaitkan dengan 2-3 putaran, maka


pembalut diarahkan ke atas dengan menyudut 45°, lalu di
tengah pembalut tadi dilipat mengarah ke bawah dengan sudut
45° juga, demikian seterusnya.

3. Balutan angka delapan (figure of eight)


Teknik balutan yang dapat digunakan pada hampir semua
bagian tubuh, terutama pada daerah persendian. Pada kasus
terkilir, ligamentum yang sering robek ialah yang terletak di
lateral, karena itu kaki diletakkan dalam posisi eversi/rotasi
eksterna untuk mengistirahatkan dan mendekatkan kedua ujung
ligamentum tersebut baru kemudian dibalut.
Caranya:
- Dalam hal membalut pergelangan kaki : Pembalut mula-
mula dililitkan di pergelangan beberapa kali, lalu diteruskan
ke punggung kaki, melingkari telapak kaki, naik lagi ke

14
punggung dan pergelangan kaki, demikian seterusnya
sehingga membentuk angka delapan.
- Untuk menghindari teregangnya balutan ini, dipergunakan
plester selebar 2-3 cm. Plester tersebut dilekatkan dari sisi
medial pergelangan melingkari telapak kaki ke sisi lateral,
lalu dari sisi medial punggung kaki melingkari tumit ke sisi
lateral, demikian seterusnya dengan diselang-seling. Plester
harus cukup panjang hingga mencapai kulit yang tak
terbalut. Balutan ini harus diganti setiap 4-6 hari.

4. Balutan rekurens (recurrent bandage)


Balutan ini dapat dilakukan pada kepala, misalnya pada luka di
puncak kepala.

15
Caranya:
Pembalut dilingkarkan di kepala tepat di atas telinga 2-3 kali.
Setelah pembalut mencapai pertengahan dahi, dengan dipegang
oleh seorang pembantu pembalut ditarik ke oksiput dan disini
dipegang oleh pembantu, lalu pembalut kembali ditarik ke dahi.
Setelah seluruh kepala tertutup, ujung-ujung bebas di dahi dan
di oksiput ditutup dengan balutan sirkuler lagi. Lalu diperkuat
dengan plester selebar 2-3 cm mengelilingi dahi sampai
oksipital.
c) Dasi (cravat)
Merupakan mitella yang dilipat-lipat dari salah satu ujungnya
sehingga berbentuk pita dengan kedua ujung-ujungnya lancip dan
lebarnya antara 5-10 cm. Pembalut ini biasa dipergunakan untuk
membalut mata, dahi (atau bagian kepala yang lain), rahang, ketiak,
lengan, siku, paha, lutut, betis, dan kaki yang terkilir.
 Cara membalut dengan dasi
 Pembalut mitela dilipat dari salah satu sisi sehingga
berbentuk pita dengan masing-masing ujung lancip
 Balutkan pada tempat yang akan dibalut sampai kedua
ujungnya dapat diikat
 Diusahakan agar balutan tidak mudah kendur dengan cara
sebelum diikat arahnya saling menarik
 Kedua ujungnya diikatkan secukupnya

d) Pita (Pembalut gulung)
Dapat terbuat dari kain katun, kain kasa, flanel atau bahan
elastis. Yang paling sering adalah kasa. Hal ini dikarenakan kasa
mudah menyerap air dan darah, serta tidak mudah kendor.
Macam ukuran lebar pembalut dan penggunaannya:
1. 2,5 cm : untuk jari-jari
2. 5 cm : untuk leher dan pergelangan tangan

16
3. 7,5 cm : untuk kepala, lengan atas, lengan bawah, betis dan
kaki
4. 10 cm : untuk paha dan sendi pinggul
5. 10-15 cm : untuk dada, perut dan punggung.
 Cara membalut dengan pita
 Berdasarkan besar bagian tubuh yang akan dibalut, maka
dipilih pembalut pita dengan ukuran lebar yang sesuai
 Balutan pita biasanya terdiri atas beberapa lapis, dimulai
dari salah satu ujung yang diletakkan dari proksimal ke
distal menutup sepanjang bagian tubuh yang akan dibalut,
kemudian dari distal ke proksimal dibebatkan dengan arah
balutan saling menyilang dan tumpang tindih antara
balutan yang satu dengan balutanberikutnya
 Kemudian ujung yang dalam ditarik dan diikat dengan
ujung yang lain

e) Plester (Pembalut berperekat)
Pembalut ini untuk merekatkan penutup luka, untuk fiksasi
pada sendi yang terkilir, untuk merekatkan pada kelainan patah
tulang. Cara pembalutan langsung dengan plester disebut strapping.
Plester dibalutkan berlapis-lapis dari distal ke proksimal dan untuk
membatasi gerakan perlu pita yang masing-masing ujungnya
difiksasi dengan plester. Untuk menutup luka yang sederhana dapat
dipakai plester yang sudah dilengkapi dengan kasa yang
mengandung antiseptik (Tensoplast, Band-aid, Handyplast dsb).
 Cara membalut dengan plester
 Jika ada luka terbuka
a. Luka diberi obat antiseptik
b. Tutup luka dengan kassa
c. Lalu letakkan pembalut plester
 Jika untuk fiksasi (misalnya tulang patah/terkilir)

17
Balutan plester dibuat stapping dengan membebat
berlapis-lapis dari distal ke proksimal dan untuk membatasi
gerakan tertentu masing-masing ujungnya perlu difiksasi
dengan plester.

f) Kassa steril
Kasa steril ialah potongan-potongan pembalut kasa yang sudah
disterilkan dan dibungkus sepotong demi sepotong. Pembungkus
tidak boleh dibuka sebelum digunakan. Kassa steril digunakan
untuk menutup luka-luka kecil yang sudah didisinfeksi atau diobati
(misalnya sudah ditutupisofratulle), yaitu sebelum luka dibalut atau
diplester.
g) Pembalut Lainnya
Snelverband: pembalut pita yang sudah ditambah kasa penutup
luka, dan steril. Baru dibuka saat akan digunakan, sering dipakai
untuk menutup luka-luka lebar.
Sofratulle: kasa steril yang sudah direndam dalam antibiotika.
Digunakan untuk menutup luka-luka kecil.

2.1.6 Langkah-langkah Pembalutan


a) Alat balutan :
 Mitela
 Elastis Perban
 Dasi
 Pita
 Plester
 Kasa steril
 Pembalut lainnya
b) Prosedur Tindakan

18
1. Jelaskan prosedur kepada klien dan menanyakan keluhan yang
dirasakan
2. Mencuci tangan dan gunakan handscoon steril bila perlu
3. Menjaga privasi klien dengan membuka bagian yang akan
dilakukan tindakan atau menutup tirai
4. Melihat bagian tubuh mana yang akan dibalut
5. Atur posisi klien tanpa menutupi bagian yang akan dilakukan
tindakan
6. Lepaskan pakaian yan menutupi tempat untuk mengambil
tindakan
7. Perhatikan tempat yang akan dibalut dengan menjawab
pertanyaan berikut :
a. Bagian dari tubuh yang mana.
b. Apakah ada luka terbuka atau tidak.
c. Bagaimana luas tersebut.
d. Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu atau
tidak.
8. Pilih jenis balutan yang akan dipergunakan atau dikombinasi
9. Sebelum dibalut, jika luka terbuka, perlu diberi desinfektan atau
balut dengan pembalut yang mengandung obat desinfektan atau
diisolasi/direposisi
10. Tentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan hal berikut
:
a. Dapat membatasi gerak pergeseran atau gerak bagian tubuh
lainnya
b. Sesedikit mungkin membatasi gerak bagian tubuh yang lain
c. Usahakan posisi balutan yang paling nyaman untuk
kegiatan pokok penderita
d. Tidak mengganggu peredaran darah misalnya pada saat
membalut berlapis-lapis
e. Tidak mudah kendor atau lepas

19
20
21
B. PEMBIDAIAN

A. Pengertian

Pembidaian merupakan suatu alat imobilisasi eksternal yang


bersifat kaku dan bidai ini dipasang dengan menyesuaikan kontur tubuh
namun tidak dianjurkan pada fraktur terbuka (Asikin, Nasir, Podding,
dkk, 2016)

Sedangkan menurut Insani dan Risnanto (2014) Bidai merupakan


suatu alat yang digunakan dalam melakukan imobilisasi pada fraktur
atau tulang yang patah.

Jadi dapat disimpulkan bahwa bidai adalah alat yg bisa terbuat dari
kayu, anyaman kawat dan bahan lain yang kuat tetapi ringan, yang
digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang/organ yang
patah tidak bergerak (imobilisasi) sehingga memberikan istirahat dan
mnegurangi rasa sakit.

B. Tujuan Pembidaian:

1. Untuk mencegah gerakan fragmen patah tulang atau sendi yang


mengalami dislokasi.

2. Untuk meminimalisasi / mencegah kerusakan pada jaringan lunak


sekitar tulang yang patah.

3. Untuk mengurangi perdarahan & bengkak yang timbul.

4. Untuk mencegah terjadinya syok.

5. Untuk mengurangi nyeri.

6. Mempercepat penyembuhan

C. Prinsip Pemberian Bidai

22
1. Lakukan pembidaian pada tempat dimana anggota badan
mengalami cedera (korban yang pindah)
2. Lakukan pembidaian pada dugaan terjadinya patah tulang, jadi
tidak perlu dipastikam terlebih dahulu ada tidaknya patah tulang
3. Melewati minimal dua sendi yang berbatasan
4. Untuk pemasangan bidai pada saat pemasangan infus pada bayi dan
anak-anak yang hiperaktivitas bertujuan agar tidak bergeser

D. Indikasi Pembidaian

1) Adanya fraktur, baik terbuka maupun tertutup

2) Adanya kecurigaan terjadinya fraktur

3) Dislokasi persendian

4) Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada salah satu


bagian tubuh ditemukan :

a. Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar bunyi


krek

b. Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat, atau


mengalamiangulasi abnormal

c. Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera

d. Posisi ekstremitas yang abnormal

e. Memar

f. Bengkak

g. Perubahan bentuk

23
h. Nyeri gerak aktif dan pasif

i. Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan


ekstremitasyang mengalami cedera (Krepitasi)

j. Perdarahan bisa ada atau tidak

k. Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera

l. Kram otot di sekitar lokasi

E. Kontra Indikasi Pembidaian

Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas,


pernapasan dan sirkulasi penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat
gangguan sirkulasi dan atau gangguan persyarafan yang berat pada
distal daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya
penderita ke rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.

F. Komplikasi Pembidaian

Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal


berikut bisa ditimbulkan oleh tindakan pembidaian :

1. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur


oleh ujung fragmen fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau
manipulasi lainnya pada bagian tubuh yang mengalami fraktur saat
memasang bidai.
2. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat.

24
3. Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita
menunggu terlalu lama selama proses pembidaian.

G. Jenis Pembidaian

1. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan sementara

Dilakukan di tempat cedera sebelum penderita dibawa ke


rumah sakit. Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya.
Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan menghindarkan
kerusakan yang lebihberat. Bisa dilakukan oleh siapapun yang sudah
mengetahui prinsip dan teknik dasar pembidaian.

2. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan definitif

Dilakukan di fasilitas layanan kesehatan (klinik atau rumah


sakit). Pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan
fraktur/dislokasi. Menggunakan alat dan bahan khusus sesuai standar
pelayanan (gips, dll). Harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
sudah terlatih.

H. Beberapa macam jenis bidai :

a. Bidai keras
Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau
bahan lain yang kuat dan ringan. Pada dasarnya merupakan bidai
yang paling baik dan sempurna dalam keadaan darurat. Kesulitannya
adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan.
Contoh: bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.

b. Bidai traksi

25
Bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya,
hanya dipergunakan oleh tenaga yang terlatih khusus, umumnya
dipakai pada patah tulang paha.Contoh: bidai traksi tulang paha

c. Bidai improvisasi

Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan
untuk penopang. Pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang
tersedia dan kemampuan improvisasi si penolong. Contoh:
majalah, koran, karton dan lain-lain.

d. Gendongan/Belat dan bebat

Pembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai


mitela(kain segitiga) dan memanfaatkan tubuh penderita sebagai
sarana untuk menghentikan pergerakan daerah cedera. Contoh:
gendongan lengan.

I. Syarat-syarat Pembidaian

1. Siapkan alat-alat selengkapnya


2. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum
dipasang, ukurlah terlebih dahulu anggota badan yang akan di bidai
3. Ikatan jangan terlalu besar dan jangan terlalu kendur
4. Bidai dibalut terlebih dahulu sebelum digunakan
5. Usahakan bidai dengan lapisan empuk
6. Tidak terlalu ketat dan kencang
7. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah
tempat yang patah
8. Apabila memungkinkan aggota gerak tersebut ditinggikan setelah
dibidai atau dibalut
9. Sepatu, gelang, jam tangan, dan perhiasan lainnya harus dilepaskan

26
J. Prosedur Kerja

1. Jelaskan prosedur kepada klien dan menanyakan keluhan yang


dirasakan
2. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan steril jika perlu
3. Jaga privasi klien dengan hanya membuka bagian yang akan
dilakukan tindakan atau menutup tirai
4. Lihat bagian tubuh mana yang akan dibidai
5. Atur posisi klien tanpa menutupi bagian yang akan dilakukan
tindakan
6. Lepaskan pakaian atau perhiasan yang menutupi tempat untuk
mengambil tindakan
7. Perhatikan tempat yang akan dibalut dengan menjawab pertanyaan
berikut :
a. Bagian dari tubuh yang mana.
b. Apakah ada luka terbuka atau tidak.
c. Bagaimana luas tersebut.
d. Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu atau
tidak.
8. Lakukan pembidaian
a. Pembidaian di bagian paha (tungkai atas dan tungkai
bawah)
1) Fraktur Tulang Paha Bagian Atas
 Sebelum memasang bidai usahakan meluruskan tulang
sesuai arah anatomis
 Pasang 2 bidai (dalam dan luar) yaitu bidai luar dari
tumit hingga pinggang dan pasang bidai dalam dari
tumit hingga selangkangan
 Ikat dengan pembalut dasi lipatan 2 kali di atas dan di
bawah bagian yang patah
 Tulang betis diikat dengan pembalut dasi lipatan 1 kali

27
 Kedua lutut diikat dengan pembalut dasi lipatan 2 kali
 Tumit diikat dengan pembalut dasi lipatan 3 kali
 Rujuk ke sarana kesehatan

2) Fraktur tulang paha bagian bawah


 Sebelum memasang bidai usahakan meluruskan tulang
sesuai arah anatomis
 Pasang 2 bidai (dalam dan luar) yaitu bidai luar dari
tumit hingga pinggang (sepanjang tungkai)
 Ikat dengan pembalut dasi lipatan 2 kali di atas dan di
bawah bagian yang patah
 Tulang betis diikat dengan pembalut dasi lipatan 1 kali
 Kedua lutut diikat dengan pembalut dasi lipatan 2 kali
 Tumit diikat dengan pembalut dasi lipatan 3 kali
 Rujuk ke sarana kesehatan

b. Pembidaian fraktur tungkai bawah


 Imobilisasikan tungkai yang mengalami cedera untuk
mengurangi nyeri dan mencegah timbulnya kerusakan yang
lebih berat 

28
 Carilah bahan kaku yang cukup panjang sehingga mencapai
jarak antara telapak tangan sampai dengan diatas
lutut.
 Carilah bahan yang bisa digunakan sebagai tali
untuk mengikat bidai
 Pastikan bahwa tungkai berada dalam posisi lurus
 Letakkan bidai di sepanjang sisi bawah tungkai,
sehingga bidai dalam posisi memanjang antara sisi
bawah lutut sampai dengan dibawah telapak kaki
 Pasanglah bidai pasangan di sisi atas tungkai bawah
sejajar dengan bidai yang dipasang di sisi bawah tungkai
 Ikatlah bidai pada posisi diatas dan di bawah lokasi
fraktur. Pastikan bahwa lutut dan pergelangan kaki sudah
terimobilisasi dengan baik 
 Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai
dan lengan yang dibidai
 Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada
region distal dari lokasi pembidaian, untuk memastikan
bahwa pemasangan bidai tidak terlalu ketat  

c. Pembidaian pada bagian lengan atas


 Pasanglah sling (kains egitiga) untuk gendongan lengan
bawah, sedemikian sehingga sendi siku membentuk sudut
90%, dengan cara:
 Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling
berada pada siku, dan puncak dari sling berada pada bahu
sisi lengan yang tidak cedera. Posisikan lengan bawah
sedemikian sehingga posisi tangan sedikit terangkat (kira-
kira membentuk sudut 10°). Ikatlah dua ujung sling pada
bahu dimaksud. Gulunglah apex dari sling, dan sisipkan
disisi siku. Posisikan lengan atas yang mengalami

29
fraktur agar menempel rapat pada bagian sisi lateral
dinding thoraks
 P
a
s
a
n
g
l
ah bidai yang telah di balutkain/kassa pada sisi lateral
lengan atas yang mengalami fraktur.
 Bebatlah lengan atas diantara papan bidai (di sisi
lateral) dan dinding thorax (pada sisi medial).
 Jika tidak tersedia papan bidai, fiksasi bisa dilakukan
dengan pembebatan menggunakan kain yang lebar.
 Periksa nadi, fungsi sensori dan motorik ekstremitas bagian
distal dari tempat cidera setelah pemasangan bidai
9. Hasil pembidaian :
a. Harus cukup jumlahnya, dimulai dari bagian bawah tempat
yang patah
b. Tidak kendor atau keras
10. Rapikan alat-alat yang tidak dipergunakan
11. Buka sarung tangan jika dipakai dan cuci tangan
12. Evaluasi dan dokumentasi tindakan

30
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keperawatan gawat darurat (emergency nursing) merupakan pelayanan
keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut
atau sakit yang mengancam kehidupan. Kegiatan pelayanan keperawatan
menunjukkan keahlian dalam pengkajian pasien, setting prioritas, intervensi

31
krisis dan pendidikan kesehatan masyarakat. Fraktur merupakan salah satu
contoh dari kegawatdaruratan.
Fraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya
disebabkan adanya kekerasan yang timbul secara mendadak. Fraktur dapat
terjadi dengan patahan tulang dimana tulang tetap berada di dalam atau
disebut fraktur tertutup atau di luar dari kulit yang disebut fraktur terbuka.
Pada kegawatdaruratan, fraktur terbuka dan tertutup dapat ditangani dengan
pertolongan pertama yaitu pembidaian dan pembalutan. Pembidaian adalah
memasang alat untuk imobilisasi dengan mempertahankan kedudukan tulang
yang patah
Pembidaian atau pembalutan merupakan salah satu proses penting dalam
penatalaksanaan awal korban patah tulang. Memasang bidai / balut adalah
memasang alat untuk immobilisasi atau mempertahankan kedudukan tulang
yang patah. Adapun tujuan dari pembalutan/pembidaian adalah memobilisasi
fraktur dan dislokasi, mengistirahatkan anggota badan yang cedera,
mengurangi rasa sakit, mempercepat penyembuhan.

3.2 Saran
Sebagai penutup dari makalah ini kami selaku penulis menyarankan kepada
teman-teman sesama mahasiswa untuk benar-benar dapat mehamami
pengertian Pembalutan dan pembidaian disertai  tindakan dalam memberikan
bantuan pada korban yang membutuhkan pertolongan dengan melalui  proses
penilaian yang cepat dan pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian
pada pasien gawat darurat.
Dan kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah yang kami susun
ini jauh dari kesempurnaan dan masih banyak yang tidak dapat kami jabarkan
semua di dalam makalah ini ,semoga bermanfaat. Terima kasih.

32
DAFTAR PUSTAKA

Asikin, M., Nasir, M., Podding, I Takko., dkk. (2016). Keperawatan Medikal
Bedah :Sistem Muskuloskeletal. Jakarta :Erlangga.

Krisanty, Paula, dkk. 2009. Asuhan keperawatan gawat darurat. Jakarta: CV.
Trans Info Media

33
Kementrian Republik Indonesia. (2015). Modul 1 PPGD dan TAGANA:
penanganan luka, patah tulang dan biomekanika trauma. Jakarta:
Kementrian RI.

Susilowati, Rini. (2015). Jurus Rahasia Menguasai P3K (Pertolongan Pertama


pada Kecelakaan). Jakarta : Lembar Langit Indonesia.

Https://www.academiaedu/12004652/BALUT_dan_BIDAI

https://eournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/19482/19033

34

Anda mungkin juga menyukai