Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MATA KULIAH

KEPERAWATAN KRITIS

“PERAN DAN FUNGSI PERAWAT SEBAGAI ADVOKASI,


KOMUNIKATOR PADA KEPERAWATAN KRITIS ”

Dosen Pembimbing:
Ns. Andi Lis AG, S. Kep., M. Kep

Di Susun Oleh:
1. Hendra Gunawan
2. Kusnandar
3. Masliana (Lia)
4. Rina Susanti

PRODI NERS POLITEKNIK KESEHATAN


KEMENTRIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang selalu memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Konsep Keperawatan Kritis dan Peran Serta Fungsi Perawat Sebagai Advokasi dan
Komunikasi Pada Keperawatan Kritis”
Makalah ini dimaksudkan dalam upaya meningkatkan pengetahuan
mahasiswa mengenai konsep dasar keperawatan kritis.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah di masa mendatang.
Dalam penulisan makalah ini, kami banyak mendapatkan bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada :
1. H. Supriadi B, S.Kp., M. Kep. Selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kalimantan
Timur.
2. Hj. Umi Kalsum, S.Pd., M.Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Kalimantan Timur.
3. Ns. Parellangi, S. Kep., M. Kep., selaku Ketua Prodi Ners Poltekkes Kemenkes
Kalimantan Timur.
4. Ns. Andi Lis AG, S. Kep., M. Kep., selaku koordinator dan dosen pembimbing
mata ajar keperawatan kritis
5. Seluruh dosen, tenaga kependidikan dan pustakawan Poltekkes Kemenkes
Kaltim.

ii
Akhir kata, kami mengucapkan banyak terima kasih dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan instansi terkait serta ilmu pengetahuan.

Samarinda, September 2020

Kelompok 2

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................ii


DAFTAR ISI ..............................................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................................v
BAB I
A. Latar belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................................ 2
D. Manfaat .............................................................................................................. 3
E. Sistematika Penulisan ........................................................................................ 3
BAB II
A. Peran Perawat Secara Umum ............................................................................ 4
B. Peran Perawat Sebagai advokasi pada keperawatan kritis ..................................5
C. Peran Perawat sebagai komunikator pada keperawatan kritis ............................6
BAB III
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 15
B. Saran ................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jurnal Holistic Nursing Care As Perceived By Nurse Working In


Wards and Critical Care Units at Menoufiya University Hospital
Lampiran 2 Hubungan Komunikasi Perawat dengan Tingkat Kecemasan Keluarga
Pasien di Unit Perawatan Kritis
Lampiran 3 Pemahaman dan Perilaku Perawat dalam Melaksanakan Peran
Advokat Pasien di Rumah Sakit

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perkembangan yang pesat di bidang teknologi dan pelayanan kesehatan
cukup berkontribusi dalam membuat pasien tidak lagi dirawat dalam jangka
waktu lama di rumah sakit. Pasien yang berada di unit perawatan kritis
dikatakan lebih sakit dibanding sebelumnya. Pada saat ini banyak pasien yang
pernah dirawat di unit kritis dapat menjalani rawat jalan untuk waktu 5 tahun
berbeda dengan pasien pada zaman dahulu yang tidak bertahan hidup karena
buruknya sistem perawatan kritis yang ada.
Di beberapa rumah sakit, direncanakan untuk membuat unit kritis yang
lebih besar dan dapat mendapatkan pelayanan perawatan kritis di rumah atau
tempat-tempat alternatif lainnya. Perawat kritis harus tetap memantau
informasi terbaru dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki untuk
mengelola metode dan teknologi perawatan terbaru. Seiring dengan
perkembangan perawatan yang dilakukan pada pasien semakin kompleks dan
banyaknya metode ataupun teknologi perawatan baru yang diperkenalkan,
perawat kritis dipandang perlu untuk selalu meningkatkan pengetahuannya.
Isu yang dihadapi oleh perawat keperawatan kritis yaitu peningkatan
pasien berpenyakit kritis, peningkatan teknologi yang makin kompleks,
peningkatan populasi usia lanjut, dilema etik, tekanan biaya dan perubahan
dalam sistem pemberian pelayanan termasuk keperawatan (Hudak dan Gallo,
2011). Seorang  perawat kritis yaitu perawat profesional yang bertanggung
jawab untuk menjamin  pasien yang kritis serta keluarganya dalam
mendapatkan pelayanan keperawatan yang optimal. Untuk pasien yang kritis,
waktu adalah vital. Proses keperawatan memberikan pendekatan yang
sistematis, dimana perawat keperawatan kritis dapat mengevaluasi masalah
pasien dengan cepat.

1
Pasien pada unit perawatan kritis saat ini dikelilingi oleh teknologi
canggih yang penting untuk menyelamatkan kehidupan, namun dapat
menimbulkan keasingan untuk pasien tersebut. Sebagai perawat harus
memiliki keahlian dalam menggunakan teknologi ini, disamping itu perawat
juga harus menyadari tentang rasa takut pasien terhadap peralatan yang dapat
membuat reaksi stres yang serius. Perawat harus secara seimbang dalam
memenuhi kebutuhan fisik dan emosional dirinya maupun kliennya dalam
suatu lingkungan yang dapat menimbulkan stress dan dehumanis. Dukungan
psikososial dibutuhkan oleh  pasien pada unit perawatan kritis termasuk
bantuan dalam mengatasi efek  perawatan di rumah sakit sebanding dengan
penyakit kritis.
Pasien dalam penanganan perawatan kritis dapat memberikan efek
negatif yang dapat mempengaruhi kondisi pasien tersebut diantaranya pada
aspek  psikososial. Aspek psikososial dari sakit kritis merupakan suatu
tantangan bagi perawat pada keperawatan kritis. Dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien yang dirawat di icu atau perawatan kritis selalu
mempertimbangkan aspek biologis, psikologis, sosiologis, spiritual, secara
komprehensif. Hal ini berarti pasien yang dirawat di ICU membutuhkan
asuhan keperawatan tidak hanya masalah patofisiologi tetapi juga masalah
psiko sosial, lingkungan dan keluarga yang secara erat terkait dengan
penyakit fisiknya (FK Unair, RSUD Dr. Soetomo, 2001).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk
membuat makalah yang berjudul “Peran dan Fungsi Perawatan Kritis”

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Peran parawat secara umum?
2. Bagaimana peran serta fungsi perawat sebagai advokasi dan komunikasi
pada keperawatan kritis?

2
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Mengetahui Peran dan fungsi Umum Perawatan kritis
b. Mengetahui peran serta fungsi perawat sebagai advokasi dan
komunikasi pada keperawatan kritis
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini yaitu:
a. Menjelaskan Peran dan fungsi Umum Perawat kritis
c. Menjelaskan peran serta fungsi perawat sebagai advokasi dan
komunikasi pada keperawatan kritis

D. Manfaat
1. Teoritis
Dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam pengembangan mata ajar
keperawatan kritis.
2. Praktisi
Dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam memberikan asuhan
keperawatan kritis pada pasien.
3. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini terdiri dari empat bab yaitu bab I
terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan
sistematika penulisan, bab II terdiri dari telaah pustaka, bab III terdiri dari
pembahasan dan bab IV penutup terdiri dari kesimpulan dan penutup.

3
BAB II
TELAAH PUSTAKA

A. Peran Perawat Secara Umum


Menurut pusat data dan informasi Kementeran Kesehatan RI (2017),
peran perawat secara umum diantaranya :
a. Care Provider (pemberi asuhan) yaitu dalam memberi pelayanan
berupa asuhan keperawatan perawat dituntut menerapkan keterampilan
berpikir krits dan pendekatan sistem untuk penyelesaian masalah serta
pembuatan keputusan keperawatan dalam konteks pemberian asuhan
keperawatan komprehensif dan holistk berlandaskan aspek etik dan
legal.
b. Manager dan Community Leader (pemimpin komunitas) yaitu dalam
menjalankan peran sebagai perawat dalam suatu komunitas/kelompok
masyarakat, perawat terkadang dapat menjalankan peran
kepemimpinan, baik komunitas profesi maupun komunitas sosial dan
juga dapat menerapkan kepemimpinan dan manajemen keperawatan
dalam asuhan klien.
c. Educator yaitu dalam menjalankan perannya sebagai perawat klinis,
perawat komunitas, maupun individu, perawat harus mampu berperan
sebagai pendidik klien dan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya.
d. Advocate (pembela) yaitu dalam menjalankan perannya perawat
diharapkan dapat mengadvokasi atau memberikan pembelaan dan
perlindungan kepada pasien atau komunitas sesuai dengan pengetahuan
da kewenangannya.
e. Researcher yaitu dengan berbagai kompetensi dan kemampuan
intelektualnya perawat diharapkan juga mampu melakukan penelitian

4
sederhana dibidang keperawatan dengan cara menumbuhkan ide dan
rasa ingin tahu serta mencari jawaban terhadap fenomena yang terjadi
pada klien di komunitas maupun klinis. Dengan harapan dapat
menerapkan hasil kajian dalam rangka membantu mewujudkan
Evidence Based Nursing Practice (EBNP).

B. Peran perawat sebagai advokasi pada keperawatan kritis


Advokasi adalah tindakan membela hak-hak pasien dan bertindak
atas nama pasien. perawat mempunyai kewajiban untuk menjamin
diterimanya hak-hak pasien. perawat harus membela pasien apabila
haknya terabaikan (Vaartio, 2005; Blais 2007). Advokasi juga mempunyai
arti tindakan melindungi, berbicara atau bertindak untuk kepentingan klien
dan perlindungan kesejahteraan (Vaartio 2005). Perannya sebagai advokat,
perawat diharapkan mampu untuk bertanggung jawab dalam membantu
pasien dan keluarga menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi
pelayanan yang diberikan kepadanya serta mempertahankan dan
melindungi hak-hak pasien.
Pasien dengan penyakit kritis sering kali tidak dapat secara efektif
mengatasi masalah fisiologis dan lingkungan sehingga perlu bagi perawat
mengerjakannya untuk pasien apa yang tidak mampu mereka kerjakan
untuk diri mereka sehingga energi disimpan. Sebagai advokat pasien,
perawat harus menghindari penambahan beban yang meningkatkan
kebutuhan pasien untuk berinteraksi bila interaksi tidak mengembangkan
adaptasi. Sebagai contoh, energi pasien terpakai untuk rasa takut terhadap
peralatan yang ada didekatnya tidak membantu memakai energi dengan
menanyakan hal tersebut dan menanyakan pengulangan. Demikian juga
energi bertambah pada kebutuhan untuk tetap medapatkan cinta seseorang
tak sebanding dalam penggunaan energi untuk berhubungan dengan orang
tersebut.

5
C. Peran perawat sebagai komunikator pada keperawatan kritis
a. Peran perawat sebagai komunikator
Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga,
antar sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya, sumber informasi
dan komunitas. Dalam memberikan perawatan yang efektif dan
membuat keputusan dengan klien dan keluarga tidak mungkin
dilakukan tanpa komunikasi yang jelas. Kualitas komunikasi
merupakan factor yang menentukan dalam memenuhi kebutuhan
individu, keluarga dan komunitas. (Potter & Perry, 2005).
Penelitian menunjukkan bahwa keluarga akan mengalami ansietas
dan disorganisasi perasaan ketika anggota keluarganya MRS dengan
penyakit kritis atau terminal, ini disebabkan mereka tidak mampu
untuk membangun dukungan bagi klien dan mereka sering terlihat
kesulitan bekerja sama dengan perawat. Perasaan frustasi dan
permusuhan dengan staf perawatan pada prinsipnya akan selalu berada
bersama pasien dan keluarganya selama 24 jam. Hal ini menimbulkan
kebingungan dan meningkatkan stress dan kemarahan dalam diri
keluarga terhadap staf perawat (Stuart, 2009). Sebenarnya hal
demikian tidak akan terjadi apabila sejak dari pertama kali pasien
MRS, perawat mampu memberikan pengertian dan pendekatan yang
terapeutik kepada pasien dan keluarganya yang diwujudkan dengan
pelaksanaan komunikasi yang efektif antara perawat dengan pasien
dan keluarganya melalui komunikasi terapeutik. Perawat kritis
diharapkan mampu berperan sebagai mediator, fasilitator yang baik
antara pasien, keluarga, maupun tim kesehatan lain.
b. Komunikasi dengan Pasien Tidak Sadar
Komunikasi dengan pasien tidak sadar merupakan suatu
komunikasi dengan menggunakan teknik komunikasi
khusus/teurapetik dikarenakan fungsi sensorik dan motorik pasien
mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak

6
dapat diterima klien dan klien tidak dapat merespons kembali stimulus
tersebut.
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma,
dengan gangguan kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi
otak yang berat dan dapat membahayakan kehidupan.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar
ini, kita tidak menemukan feed back (umpan balik), salah satu elemen
komunikasi. Ini dikarenakan klien tidak dapat merespon kembali apa
yang telah kita komunikasikan sebab pasien sendiri tidak sadar.
c. Fungsi Komunikasi Dengan Pasien Tidak Sadar
Menurut Pastakyu (2010), Komunikasi dengan klien dalam proses
keperawatan memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Mengandalikan Prilaku
Pada klien yang tidak sadar, karakteristik pasien ini adalah
tidak memiliki respon dan klien tidak ada prilaku, jadi komunikasi
dengan pasien ini tidak berfungsi sebagai pengendali prilaku.
Secara tepatnya pasien hanya memiliki satu prilaku yaitu pasien
hanya berbaring, imobilitas dan tidak melakukan suatu gerakan
yang berarti. Walaupun dengan berbaring ini pasien tetap memiliki
prilaku negatif yaitu tidak bisa mandiri.

2. Perkembangan Motivasi
Pasien tidak sadar terganggu pada fungsi utama
mempertahankan kesadaran, tetapi klien masih dapat merasakan
rangsangan pada pendengarannya. Perawat dapat menggunakan
kesempatan ini untuk berkomunikasi yang berfungsi untuk
pengembangan motivasi pada klien. Motivasi adalah pendorong
pada setiap klien, kekuatan dari diri klien untuk menjadi lebih maju
dari keadaan yang sedang ia alami. Fungsi ini akan terlihat pada
akhir, karena kemajuan pasien tidak lepas dari motivasi kita

7
sebagai perawat, perawat yang selalu ada di dekatnya selama 24
jam.
Mengkomunikasikan motivasi tidak lain halnya dengan
pasien yang sadar, karena klien masih dapat mendengar apa yang
dikatakan oleh perawat.
3. Pengungkapan Emosional
Pada pasien tidak sadar, pengungkapan emosional klien
tidak ada, sebaliknya perawat dapat melakukannya terhadap klien.
Perawat dapat berinteraksi dengan klien. Perawat dapat
mengungkapan kegembiraan, kepuasan terhadap peningkatan yang
terjadi dan semua hal positif yang dapat perawat katakan pada
klien. Pada setiap fase kita dituntut untuk tidak bersikap negatif
terhadap klien, karena itu akan berpengaruh secara tidak
langsung/langsung terhadap klien.
Sebaliknya perawat tidak akan mendapatkan pengungkapan positif
maupun negatif dari klien. Perawat juga tidak boleh
mengungkapkan kekecewaan atau kesan negatif terhadap klien.
Pasien ini berkarakteristik tidak sadar, perawat tidak dapat
menyimpulkan situasi yang sedang terjadi, apa yang dirasakan pada
klien pada saat itu. Kita dapat menyimpulkan apa yang dirasakan
klien terhadap apa yang selama ini kita komunikasikan pada klien
bila klien telah sadar kembali dan mengingat memori tentang apa
yang telah kita lakukan terhadapnya.
4. Informasi
Hampir dari semua interaksi komunikasi dalam proses
keperawatan menjalankan satu atau lebih dari ke empat fungsi di
atas. Dengan kata lain, tujuan perawat berkomunikasi dengan klien
yaitu untuk menjalankan fungsi tersebut. Dengan pasien tidak sadar
sekalipun, komunikasi penting adanya. fungsi yang dijalankan
hanya salah satu dari fungsi di atas. walau seorang pasien tidak

8
sadar sekali pun, ia merupakan seorang pasien yang memiliki hak-
hak sebagai pasien yang harus tetap kita penuhi.
d. Cara Berkomunikasi Dengan Pasien Tak Sadar
Menurut Pastakyu (2010), Cara berkomunikasi dengan klien dalam
proses keperawatan adalah berkomunikasi terapeutik. Pada klien tidak
sadar perawat juga menggunakan komunikasi terapeutik. Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Dalam
berkomunikasi kita dapat menggunakan teknik-teknik terapeutik,
walaupun pada pasien tidak sadar ini kita tidak menggunakan
keseluruhan teknik. Teknik terapeutik, perawat tetap dapat terapkan.
Adapun teknik yang dapat terapkan, meliputi:
1. Menjelaskan
Dalam berkomunikasi perawat dapat menjelaskan apa yang akan
perawat lakukan terhadap klien. Penjelasan itu dapat berupa
intervensi yang akan dilakukan kepada klien. Dengan menjelaskan
pesan secara spesifik, kemungkinan untuk dipahami menjadi lebih
besar oleh klien.
2. Memfokuskan
Memfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen atau
konsep kunci dari pesan yang dikirimkan. Perawat memfokuskan
informasi yang akan diberikan pada klien untuk menghilangkan
ketidakjelasan dalam komunikasi.
3. Memberikan Informasi
Fungsi berkomunikasi dengan klien salah satunya adalah
memberikan informasi. Dalam interaksi berkomunikasi dengan
klien, perawat dapat memberi informasi kepada klien. Informasi itu
dapat berupa intervensi yang akan dilakukan maupun kemajuan
dari status kesehatannya, karena dengan keterbukaan yang
dilakukan oleh perawat dapat menumbuhkan kepercayaan klien
dan pendorongnya untuk menjadi lebih baik.

9
4. Mempertahankan Ketenangan
Mempertahankan ketenangan pada pasien tidak sadar,
perawat dapat menujukkan dengan kesabaran dalam merawat klien.
Ketenangan yang perawat berikan dapat membantu atau
mendorong klien menjadi lebih baik. Ketenagan perawat dapat
ditunjukan kepada klien yang tidak sadar dengan komunikasi non
verbal. Komunikasi non verbal dapat berupa sentuhan yang hangat.
Sentuhan adalah transmisi pesan tanpa kata-kata, merupakan salah
satu cara yang terkuat bagi seseorang untuk mengirimkan pasan
kepada orang lain. Sentuhan adalah bagian yang penting dari
hubungan antara perawat dan klien.
e. Prinsip-Prinsip Berkomunikasi Dengan Pasien Yang Tidak Sadar
Menurut Pastakyu (2010), Pada saat berkomunikasi dengan klien
yang tidak sadar, hal-hal berikut perlu diperhatikan, yaitu:
1. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena
ada keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terkhir
yang mengalami penurunan penerimaan, rangsangan pada klien
yang tidak sadar. Klien yang tidak sadar seringkali dapat
mendengar suara dari lingkungan walaupun klien tidak mampu
meresponnya sama sekali.
2. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat.
Usahakan mengucapkan kata dan menggunakan nada normal dan
memperhatikan materi ucapan yang perawat sampaikan dekat
klien.
3. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien. Sentuhan diyakini
dapat menjadi salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif
pada klien dengan penurunan kesadaran.
4. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk
membantu klien fokus terhadap komunikasi yang perawat lakukan.
f. Tahap Komunikasi dengan Pasien Tidak Sadar 

10
Komunikasi terapeutik terdiri atas 4 fase, yaitu fase pra interaksi,
fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi. Setiap fase atau tahapan
komunikasi terapeutik mencerminkan uraian tugas dari petugas, yaitu 
1. Fase Prainteraksi
Pada fase prainteraksi ini, petugas harus mengeksplorasi perasaan,
fantasi dan ketakutan sendiri. Petugas juga perlu menganalisa
kekuatan kelemahan profesional diri. Selanjutnya mencari data
tentang klien jika mungkin, dan merencanakan pertemuan pertama
dengan pasien.
2. Fase Orientasi
Fase ini meliputi pengenalan dengan pasien, persetujuan
komunikasi atau kontrak komunikasi dengan pasien, serta
penentuan program orientasi. Program orientasi tersebut meliputi
penentuan batas hubungan, pengidentifikasian masalah, mengakaji
tingkat kecemasan diri sendiri dan pasien, serta mengkaji apa yang
diharapkan dari komunikasi yang akan dilakukan bersama antara
petugas dan klien. Tugas petugas pada fase ini adalah menentukan
alasan klien minta pertolongan, kemudian membina rasa percaya,
penerimaan dan komunikasi terbuka. Merumuskan kontrak
bersama klien, mengeksplorasi pikiran, perasaan dan perbuatan
klien sangat penting dilakukan petugas pada tahap orientasi ini.
Dengan demikian petugas dapat mengidentifikasi masalah klien,
dan selanjutnya merumuskan tujuan dengan klien.
3. Fase kerja / lanjutan
Pada fase kerja ini petugas perlu meningkatkan interaksi dan
mengembangkan faktor fungsional dari komunikasi terapeutik
yang dilakukan. Meningkatkan interaksi sosial dengan cara
meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi
kecemasan, atau dengan menggunakan teknik komunikasi
terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam mengembangkan
hubungan kerja sama.

11
4. Fase terminasi
Fase terminasi ini merupakan fase persiapan mental untuk
membuat perencanaan tentang kesimpulan pengobatan yang telah
didapatkan dan mempertahankan batas hubungan yang telah
ditentukan. Petugas harus mengantisipasi masalah yang akan
timbul pada fase ini karena pasien mungkin menjadi tergantung
pada petugas. Pada fase ini memungkinkan ingatan pasien pada
pengalaman perpisahan sebelumnya, sehingga pasien merasa sunyi,
menolak dan depresi. Diskusikan perasaan-perasaan tentang
terminasi.
g. Contoh komunikasi terapeutik pada pasien ICU
Pada hari rabu tanggal 13 Desember 2017 di Rs Kepresidenan
RSPAD Gatot Sobroto Jakarta terdapat pasien yang mengalami
gangguan pada gagal nafas dan menyebabkan pasien tidak sadar.
Pasien tersebut bernama Ny.Risna. Pasien tersebut telah dirawat
diruang ICU 2 hari dan sejak itu juga N.y Risna tidak sadarkan diri.
Hari kedua itu pukul 08.00 perawat firda akan memberikan injeksi
pada Ny. Risna di ruang ICU.

PERAWAT DENGAN KELUARGA PASIEN


Perawat :
(Memanggil keluarga yang berada di ruang umum tunggu untuk
keluarga yang sudah di sediakan oleh rumah sakit tersebut) “Keluarga
dari Ny.Risna”
Keluarga:
“iya sus disini…..” (salah satu sodara perempuan dari Ny.Risna)
Perawat :
“Assalamualikum ibu, Perkenalkan saya perawat firda, kebetulan saya
yang bertugas hari ini dari jam 08.00-13.00. begini ini kedatangan

12
saya kenini untuk meminta izin untuk memberikan obat melalui
suntikan ini.
Keluarga :
“Baik mbak silahkan, lakukan saja yang terbaik untuk Ny.Risna.”
Perawat :
“Baik ibu saya permisi dulu, wassalamualikum”

PERAWAT DENGAN PASIEN


Perawat :
“ Selamat pagi ibu, perkenalkan saya perawat firda, kebetulan saya
yang bertugas hari ini ibu. Bagaimana keadaan ibu sekarang? Saya
berharap ibu cepat siuman. Baik ibu kedatangan saya kesini untuk
memberikan obat sekaligus memberikan nutrisi kepada ibu dimana
tujuannya agar ibu tetap bisa makan walaupun dalam keadaan koma
ya buk. disini kira-kira saya membutuhkan waktu 5-10 menit ya ibu.
Permisi ya ibu (sambil melakukan prosedur). Saya suntik ya ibu.
(sesudah melakukan prosedur). Baik ibu saya sudah selesai melakukan
prosedur ibu, saya berharap ibu cepat siuman, cepat melakukan
aktifitas seperti sedia kala,rupanya keluarga ibu sudah tidak sabar lagi
ingin melihat ibu cepat melewati masa kritis ini, diluar sana keluarga
ibu sangat semangat menjaga ibu disini ada suami ibu dan saudara ibu
yang setia menemani ibu diluar sana. Ibu harus kuat menjalini semua
ini. Saya yakin ibu pasti bisa melewati ini semua. Baik ibu karna
waktunya sudah habis saya mohon pamit dulu ibu. nanti siang saya
akan kembali lagi untuk memeriksa ibu. selamat pagi ibu”

PERAWAT DENGAN KELUARGA PASIEN


Perawat :
“ permisi ibu saya sudah melakukan prosedur kepada Ny. K
Keluarga :
Oh iya mbak, bagaimana keadaan istri saya mbak? Padahal dokter

13
bilang bahwa besok hari terakhir beliau melewati masa kritisnya tapi
kenapa sampek sekarang masih belom sadar.
Perawat :
Sabar ya buk mungkin saja sebentar lagi istri bapak akan segera sadar.
Lebih baik bapak banyak berdoa agar istri bapak segera sadar dan bisa
berkumpul sama keluarga seperti dulu.
Keluarga :
Amin semoga saja sus. Tapi kira-kira sampai berapa lama sus?
Perawat :
Kalau masalah itu saya belom bisa memastikan bu, tapi yang pasti
kami akan berusaha merawat Ny.Risna sebaik mungkin agar
membantu proses penyembuhan Ny.Risna sendiri.
Keluarga :
Baik suster, lakukan saja yang terbaik untuk istri saya, saya banyak
berharap lebih tim kesehatan bisa membantu saya atas
kesembuhan Ny.Risna.
Perawat :
Tentu saja bapak, mungkin ada yang di tanyakan lagi?
Keluarga :
Sudah tidak ada sus.
Perawat :
Baik jika memang sudah tidak ada saya mohon ijin pamit terlebih
dahulu apabila bapak memerlukan saya, saya berada di ruang perawat.
Permisi
Keluarga :
Iya sus sama-sama.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Peran perawat sebagai advokat diharapkan mampu untuk bertanggung
jawab dalam membantu pasien dan keluarga menginterpretasikan
informasi dari berbagai pemberi pelayanan yang diberikan kepadanya
serta mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien.
2. Peran perawat sebagai komunikasi mencakup komunikasi dengan klien
dan keluarga, antar sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya,
sumber informasi dan komunitas. Dalam memberikan perawatan yang
efektif dan membuat keputusan dengan klien dan keluarga tidak
mungkin dilakukan tanpa komunikasi yang jelas. Kualitas komunikasi
merupakan factor yang menentukan dalam memenuhi kebutuhan
individu, keluarga dan komunitas.

B. Saran
Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien hendaknya
memberikan pelayanan secara holistik (biopsikososial dan spiritual).

15
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi.(2005). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Dwidiyanti M. (1987). Aplikasi model konseptual Keperawatan. Semarang: Akper


Depkes.

George B.J. (1990). Nursing Theorist: The Base for Profesional Nursing Practice.
California: Appleton & Lange.

Hudak & Gallo. (2013). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta:EGC.

Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. (2017). Situasi Tenaga
Keperawatan Indonesia.

Kozier, E.B, Erb, G. L, et. All. (1995). Fundamental of Nursing: Concept, Process
and Practice. 5 th ed. California: Addison-Wesley Publ.

Menkes. (2010). Kepmenkes RI Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang


Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU).

Marriner-Tommey. (1994). A. Nursing Theorist and Their Work, 3rd ed. St. Louis:
Mosby Company.

Roy S.C-Andrews H.A. (1991). The Roy Adaptation Model: The Definitive
Statement, California: Appleton & Large

Salbiah. (2006). Konsep Holistik Dalam Keperawatan Melalui Pendekatan Model


Adaptasi
Sister Calista Roy. Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumattera Utara. Volume 2
Nomor 1 Mei 2006.

Setiyarini. (2016). Filosofi, Konsep Holistik dan Proses Keperawatan Kegawatan dan
Kekritisan.

Talbot & Mary. (1997). Pengkajian Keperawatan Kritis edisi 2. Jakarta: EGC

Ulfa & Sulisno. (2012). Pengetahuan Perawat Tentang Konsep Keperawatan Holistik.
Jurnal Nursing Studies. Vol 1 No.1 ahun 2012. Hal 157 – 162. http://ejournal-
S1.undip.ac.id/index.php/jnursing. Diakses pada tanggal 30 November .2018.

0
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai