Anda di halaman 1dari 28

Accelerat ing t he world's research.

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS


PADA TN. Y DENGAN GAGAL
NAFAS
Naviani Nurlitasari

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Kt i snh dg massage
Fajar Sukma

askep pada pasien pnemonia


susan t i

Asuhan Keperawat an St roke Hemoragik Dengan Tn. M di Ruang ICU RSPAD Gat ot Soebrot o
syaiful arief
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA TN. Y DENGAN GAGAL NAFAS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Stase Gawat Darurat


Dosen Pembimbing : Beti Kristinawati, Ns., Kep., M.Kep., Sp.Kep.MB

Disusun Oleh :
NABILLA OKTAVIANI NURLITASARI
J.230.195.017

PROGRAM STUDI PROFESI NERS XXII


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
ANALISA KASUS KEPERAWATAN KRITIS DENGAN GAGAL NAFAS

Seorang pasien laki-laki usia 45 tahun dirawat di ICU dengan diagnosa medis gagal nafas. Hasil
pengkajian didapatkan data BB pasien 50 kg, TD 60/40 mmHg, HR 68x/ menit, RR 18x/ menit,
suhu 36,70C (monitoring hemodinamik melalui bedside monitor), suara nafas normal, terpasang
ETT dan menggunakan bantuan ventilasi mekanik dengan Mode Pressure Control, kesadaran
tidak dapat dinilai karena dalam pengaruh sedasi Morfin 1 mg/jam, SaO2 98%. Pasien terpasang
Cateter Vena Sentral (CVC) untuk akses pemberian terapi cairan dan pemberian terapi obat serta
tidak ditemukan data adanya kelebihan volume cairan dan terpasang NGT untuk pemberian
nutrisi. Hasil pengukuran CVP 9 cm H2O (normal), JVP 5+2mmHg (normal). Dokter
memberikan advis pemberian obat Dobutamin mulai dosis 5μg/ KgBB/ menit.

1. Buatlah konsep map kasus tersebut


2. Buat Asuhan Keperawatan sampai dengan intervensi (data boleh ditambah yang relevan)
3. Bahas / analisis asuhan keperawatan tersebut berdasarkan kajian literatur (buku, ebook &
jurnal terbaru maksimal 5 tahun terakhir, tuliskan literatur yang dirujuk di daftar pustaka) ®
berupa analisis dan daftar pustaka
4. Deadline tugas: hari Minggu tanggal 19 April jam 17, kirim ke email: bk115@ums.ac.id
1. KONSEP MAP

Riwayat Rokok Elektrik / Vaping 3 Tahun Terakhir

Motilitas silia dalam epitel bronkus mengubah permebilitas epitel alveolar

Penghambatan proses fagositosis

Paru-paru rentan terhadap cedera

Cedera Akut Paru

Ketidakseimbangan ventilasi

Sistem kekebalan tubuh ¯¯


Dyspnea Suplai O2 ¯¯

Mikroorganisme mudah
menyerang pertahanan tubuh Upaya bernafas ­­

Kelelahan
Mikroba masuk melalui
selang endotrakeal
GAGAL NAFAS
Masuk ke saluran
pernapasan bawah
Penggunaan bantuan ventilator Pemberian sedasi

Resiko Ventilator-Associated Penggunaan Central Venous


Pneumonia (VAP) Kesadaran menurun
Catheter (CVC)

• Proteksi Infeksi
a. Monitor tanda dan gejala infeksi Gangguan Nervus X Reflek batuk ¯¯ Kekuatan otot ¯¯
b. Monitor faktor resiko infeksi dan Nervus V
Posisikan pasien semi rekumben
dengan kepala elevasi 30° - 45°* Kemampuan
c. Berikan Clorhexidine oral care* beraktivitas ¯¯
Penggunaan bantuan Resiko Aspirasi
d. Ganti sirkuit minimal setiap 7 hari***
Nasogastric Tube (NGT)
e. Rencanakan penyapihan ventilasi
mekanik* Defisit Perawatan Diri
• Aspiration Precaution
f. Kolaborasi pemberian terapi
Resiko Infeksi a. Monitor tingkat
farmakologi ; antimikrobial*
kesadaran • Self Care Assistance : ADLs
b. Monitor status a. Monitor kemampuan
• Kontrol Infeksi • Proteksi Infeksi
pernafasan klien untuk perawatan
a. Monitor KU dan VS setiap jam a. Monitor tanda dan gejala infeksi
c. Pelihara kebersihan diri yang mandiri
b. Pantau adanya tanda-tanda infeksi b. Monitor faktor resiko infeksi
sirkuit ventilator b. Monitor kebutuhan klien
c. Monitor sedasi harian* c. Monitor laboratorium kultur darah untuk
d. Lakukan suction jika untuk alat-alat kebersihan
d. Monitor laboratorium kultur resiko CLABSI*
diperlukan* diri, berpakaian, toileting,
respiratorik untuk petunjuk terapi d. Monitor laboratorium kultur urin untuk
e. Cek selang dan mandi
antibiotik** resiko UTI*
nasogastric sebelum c. Monitor bagian tubuh
e. Monitor kultur bakteri via e. Kolaborasi pemberian terapi farmakologi
pemberian sonde yang dapat beresiko
bronkoskopi BAL** ; antibiotik spektrum luas beta-laktam*
f. Posisikan kepala terjadinya decubitus
f. Monitor biomarker; Procalcitonin
lateral kiri dengan d. Berikan personal dan oral
(PCT), C-reactive protein** • Kontrol Infeksi
elevasi 30°** care setiap hari
g. Pertahankan teknik aseptik setiap a. Monitor KU dan VS setiap jam
g. Kolaborasi pemberian e. Ganti pakaian dan seprei
tindakan b. Pertahankan teknik aseptik setiap
terapi farmakologi pasien jika kotor atau
h. Pelihara sirkuit ventilator tindakan
sesuai advis minimal setiap hari*
i. Tingkatkan intake nutrisi; susu Tingkatkan intake nutrisi ; susu
j. Pertahankan personal dan oral care c. Pertahankan personal dan oral care setiap f. Bantu pasien untuk
(NIC, 2016; Fauzi, 2016; melakukan alih baring
setiap hari hari
Karmiza, Muharriza, dan minimal setiap 2 jam
k. Kolaborasi pemberian terapi d. Lepas CVC jika tanda-tanda infeksi
Huriani, 2014) sekali* dan 3 jam sekali
farmakologi ; antimikrobial* muncul*
l. Kolaborasi ahli gizi dalam pemberian e. Kolaborasi pemberian terapi farmakologi pada malam hari**
nutrisi ; antibiotik spektrum luas beta-laktam* g. Berikan lotion atau
f. Kolaborasi ahli gizi dalam pemberian minyak kelapa terutama
(NIC, 2016; Aftab, et.al, 2019; Metersky & nutrisi pada area yang beresiko
Kalil, 2018; Susanti, Utomo, & Dewi, 2015) terjadinya dekubitus*
(NIC, 2016; Aftab, et.al, 2019)
(NIC, 2016; Suryagustina,
Kaharap, dan Aprianti, 2017;
Dewi, 2017; Abushanab, et.al, 2019; Fryman, et.al, 2019; Choe, et.al, 2019 National Clinical Guidance
Centre, 2014)
2. ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS DIRI
a. Klien
Nama : Tn. Y
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Buruh
Suku : Jawa

Sumber informasi : Pasien dan keluarga


Tanggal pengkajian : 16 / 04 / 2020; 18.00 WIB
Tanggal masuk RS : 10 / 04 / 2020; 14.35 WIB
Diagnose Medis : Gagal Nafas, ARDS, Cedera Paru (Lung Injury)
No.CM : 1234xxxx

b. Identitas Penanggung jawab


Nama : Ny. M
Umur : 41 tahun
Alamat : Cemara, Karanganyar
Hub dengan klien : Istri

2. RIWAYAT PENYAKIT
a. Keluhan utama saat masuk RS
Pasien dirawat di ICU dengan diagnosa medis Gagal Nafas hari ke 5. Saat ini pasien
mengalami penurunan kesadaran dibawah pengaruh sedasi Morphine dengan GCS 5
E1V2M2.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga mengatakan pasien mengeluh sesak nafas, batuk tidak berdahak dan tidak enak
badan sejak 5 hari SMRS (Fryman, Lou, Weber, Steinberg, Khanijo, Iakovou, and
Makaryus, 2020). Keluarga dan pasien tidak membeli obat ke apotik karena mengira
hanya batuk biasa. Siang hari (10/ 04/ 2020) pasien dibawa ke IGD oleh keluarga karena
kondisi pasien tidak kunjung membaik ditambah demam. Setelah dilakukan
pemeriksaan di IGD, didapatkan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital TD 130/90 mmHg,
HR 110x/menit, RR 30 x/menit, S 39.2° C. Hasil pemeriksaan AGD didapatkan, pH 7.1,
SaO2 94%, PO2 60 mmHg, PCO2 45 mmHg, HCO3 26 mEq/L (Kemenkes, 2018). Pasien
kemudian diberikan terapi high flow nasal canul dengan FiO2 6 l/menit, terapi anti-
inflamasi serta antibiotik spektrum luas (Fryman, et.al, 2020; Choe, Chen, Falk,
Nguyen, David, Pariman, Ghandehari, 2020).
Setelah pemantauan terapi selama beberapa jam kondisi pasien semakin menurun,
frekuensi pernafasan semakin meningkat serta tampak jelas penggunaan otot aksesoris
sehingga memerlukan segera bantuan ventilasi mekanik. Pasien kemudian dikirim ke
Ruang ICU untuk mendapat perawatan lebih intensif (11 / 04 / 2020; 16.00 WIB)

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Keluarga mengatakan pasien belum pernah mengalami seperti ini sebelumnya, tidak
memiliki riwayat hipertensi, penyakit paru dan asma. Pasien bekerja sebagai buruh di
sebuah pabrik dan mulai menggunakan rokok elektrik / vaping sejak ±3 tahun yang lalu.
Kebiasaan minum alkohol disangkal oleh keluarga. Keluarga mengira pasien sakit
dikarenakan kelelahan bekerja. (Fryman, et.al, 2020; Choe, et.al, 2020)
Dalam keluarga, terdapat kakek yang memiliki riwayat hipertensi. Riwayat penyakit
paru, asma, dan keganasan dalam keluarga disangkal.

d. Riwayat Kasus Kelolaan


Tanggal Dx.Medis Pemeriksaan Terapi/Tindakan
Penunjang yang dilakukan
10 / 04 / 2020; ARDS, Cedera Laboratorium Darah Oksigen 6 l/m
14.35 WIB Paru, Gagal Nafas Rutin, AGD, CT
Scan Thorax
3. PENGKAJIAN SAAT INI
a. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Keluarga mengatakan jarang memeriksakan kesehatan ke pelayanan kesehatan, jika
merasa sakit biasanya membeli obat ke apotik.

b. Pola nutrisi/metabolik:
Program diit di RS:
Intake makan: Sebelum masuk RS & selama di RS (keluhan, berapa kali, jumlah, makanan
selingan, kebiasaan makan, makan yang tidak disukai & disukai)
Intake makan Sebelum masuk RS Setelah masuk RS
Keluhan Tidak ada keluhan Tidak terkaji
Berapa kali 3x dalam sehari 3x dalam sehari
Jumlah makanan 1 porsi habis ± 400 cc susu
Makanan selingan Cemilan, Gorengan -
Kebiasaan makan Pagi, siang, malam hari Pagi, siang, malam hari
Makanan yang disukai Semua makanan -
Makanan yang tidak Tidak ada -
disukai

Intake minum: Sebelum masuk RS & selama di RS (keluhan, berapa kali, jumlah minuman
selingan, kebiasaan minum, minuman yang tidak disukai & disukai)
Intake minum Sebelum masuk RS Selama di RS
Keluhan Tidak ada keluhan Tidak terkaji
Berapa kali 8-12 gelas / hari -
Jumlah minuman ±1800cc ± 100 cc air hangat
Minuman selingan Teh, kopi -
Kebiasaan minum Minum apabila haus -
Minuman yang disukai Air mineral & teh/kopi -
Minuman yang tidak Tidak ada Tidak terkaji
disukai

c. Pola Eliminasi
1) Buang air besar: keluhan, berapa kali, jumlah, konsistensi, warna, menggunakan alat
bantu
Sebelum masuk RS Selama di RS
Keluhan Tidak ada keluhan Tidak terkaji
Berapa kali 1x / hari -
Jumlah Tidak terkaji Tidak terkaji
Konsistensi Lunak Tidak terkaji
Warna Kuning Kuning kecoklatan
Menggunakan alat bantu Tidak menggunakan Pampers

2) Buang air kecil: keluhan, berapa kali, jumlah, konsistensi, warna, menggunakan alat
bantu
Sebelum masuk RS Selama di RS
Keluhan Tidak ada keluhan Tidak terkaji
Berapa kali 5-6 kali dalam sehari Tidak terkaji
Jumlah ±1500 cc ± 800 cc
Konsistensi Cair dan jernih Cair dan jernih
Warna Kuning Kuning
Menggunakan alat bantu Tidak menggunakan Kateter

d. Pola aktivitas dan latihan


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilisasi ditempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
Ket:
0 : mandiri
1 : alat bantu
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : tergantung total; pasien mengalami penurunan kesadaran GCS 5 E1V2M2

e. Oksigenasi :
1) Jalan nafas terpasang ETT dan menggunakan bantuan ventilasi mekanik dengan
Mode Pressure Control
2) Tidak tampak retraksi dada, penggunaan otot aksesoris, dan cuping hidung
3) Tidak terdengar suara nafas tambahan
4) SaO2 : 98%
5) RR : 18 x/menit
f. Pola tidur dan istirahat: (lama tidur, gangguan tidur, perasaan saat bangun tidur)
Sebelum masuk RS Selama di RS
Lama tidur 6-7 Jam Tidak terkaji
Gangguan Tidur Tidak ada Tidak terkaji
Perasaan saat bangun tidur Segar Tidak terkaji

g. Pola perceptual:
1) Penglihatan : tidak terkaji; pasien dibawah pengaruh sedasi dengan GCS 5
E1V2M2

2) Pendengaran : tidak terkaji; pasien dibawah pengaruh sedasi dengan GCS 5


E1V2M2

3) Pengecapan : tidak terkaji; pasien dibawah pengaruh sedasi dengan GCS 5


E1V2M2

4) Penciuman : tidak terkaji; pasien dibawah pengaruh sedasi dengan GCS 5


E1V2M2

5) Sensasi : tidak terkaji; pasien dibawah pengaruh sedasi dengan GCS 5


E1V2M2

h. Pola Persepsi Diri (pendengaran klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri)
Tidak terkaji; pasien dibawah pengaruh sedasi dengan GCS 5 E1V2M2

i. Pola Seksualitas dan reproduksi (fertilitas, libido, menstruasi, kontrasepsi)


Keluarga mengatakan pasien merupakan seorang Ayah dari 2 anak dan tidak ada
riwayat penggunaan alat kontrasepsi.

j. Pola peran-hubungan (komunikasi, hubungan dengan orang lain, kemampuan


keuangan)
Pasien tampak selalu ditemani oleh keluarganya secara bergilir. Keluarga pasien juga
tampak memberikan dukungan dan usaha yang maksimal untuk kesembuhan pasien.
Beberapa kerabat juga sesekali tampak berkunjung.

k. Pola managemen koping-stress (perubahan terbesar dalam hidup pada akhir-akhir ini,
dll)
Tidak terkaji; pasien dibawah pengaruh sedasi dengan GCS 5 E1V2M2

l. Sistem nilai dan keyakinan (spiritual): (pandangan klien tentang agama, kegiatan
keagamaan, dll)
Tidak terkaji; pasien dibawah pengaruh sedasi dengan GCS 5 E1V2M2

m. PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan umum : saat pengkajian
Lemah; pasien dibawah pengaruh sedasi

2) Kesadaran
Koma; GCS 5 E1V2M2

3) Tanda Vital
TD : 60/40 mmHg RR : 18 x/menit
HR : 68 x/menit Suhu : 36.7 C
SaO2 : 98 %

4) Kepala:
Bentuk kepala mesochepal, rambut hitam sebahu dan sedikit lepek, tidak ada
deformitas.
Mata : ukuran pupil 2mm/2mm, bereaksi terhadap cahaya, simetris antara kanan
dan kiri, sklera tidak ikterik, konjungtiva sedikit anemis, tidak tampak ada
perdarahan
Hidung : bentuk simetris, terpasang NGT, tidak ada pembesaran polip nasal
Telinga : bentuk simetris, tidak ada deformitas, tampak sedikit kotoran telinga
Mulut : bentuk simetris, bibir tampak sedikit kering, tidak ada stomatitis, tampak
kotoran plak pada gigi

5) Leher:
Bentuk simetris, CVP 9 cmH2O, JVP 5+2 cmH2O, tidak teraba adanya pembesaran
kelenjar tiroid.

6) Thorax:
• Paru: IPPA
Inspeksi :
Tampak terpasang kateter vena sentral (CVC) dan elektroda bedside monitor
Pengembangan paru bagian kanan dan kiri terlihat seimbang
Tidak terlihat adanya penggunaan otot bantu pernafasan
Tidak tampak deformitas, tidak tampak jejas dan luka pada dada

Palpasi :
Inspirasi dan ekspirasi dada teraba seimbang
Fremitus vocal kanan dan kiri simetris

Perkusi :
Tidak ada pelebaran batas pengembangan paru
Batas paru tidak mengalami perubahan

Auskultasi :
Bunyi nafas vesikuler

• Jantung : IPPA
Inspeksi :
Ictus cordis tidak terlihat
Bentuk dada simetris

Palpasi :
Iktus cordis teraba di ICS 5 mid klavikula kiri
Tidak ditemukan pembesaran jantung
Nyeri tekan tidak terkaji

Perkusi :
Suara jantung pekak

Auskultasi :
Bunyi jantung S1 (suara lub) terdengar di ICS 4 linea sternum dan bunyi jantung
S2 (suara dub) terdengar di ICS 2 linea sternum, regular, serta tidak ada bunyi
jantung tambahan

7) Abdomen : IAPP
Inspeksi :
Tidak ada deformitas, perut nampak datar, tidak ada asites.

Auskultasi :
Bising usus terdengar 12 x/menit

Palpasi :
Terdengar suara tympani saat perkusi pada area lobus kanan atas dan kiri atas
Tidak terdengar bunyi suara dullness saat perkusi pada lobus kiri bawah dan
kanan bawah

Perkusi
Tidak ada pembesaran hepar dan limpa, nyeri tekan tidak terkaji
8) Ingunial :
Tidak ditemukan adanya penonjolan, lesi, pembengkakan

9) Genetalia dan perianal:


Tidak ada deformitas
Tampak terpasang DC sejak tanggal 11/04, DC tampak kotor pada pangkal
genitalia

10) Integument :
Kulit : warna kulit coklat cerah, tidak tampak adanya edema
Turgor : turgor kulit baik kembali < 3 detik, CRT < 2 detik

11) Ekstermitas :
Atas : tampak terpasang cuff bedside monitor di tangan kiri, tidak tampak
edema
Bawah : tidak tampak jejas dan lesi, tidak tampak edema
Kekuatan Otot : Pasien dapat mengubah posisi dengan bantuan total, pasien dapat
beraktivitas ditempat tidur dengan bantuan
11111 11111
11111 11111
Keterangan :
Skala Persentase kekuatan Karakteristik
normal (%)
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat dipalpasi
atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan
topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi
dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan tahanan penuh
4. PROGRAM TERAPI
Nama Obat Dosis Rute Indikasi
Ringer Laktat tpm /menit IV Pengganti cairan elektrolit

Morphine 1mg/ jam IV Sedative,


(Abushanab, Alsoukhni, & Al-Badriyeh
2019);
Mengurangi sensasi nafas pendek (Fauzi,
2016)
Dobutamine 5mg/kg IV Penanganan hipotensi tanpa syok
BB/menit (60/40mmHg) (Team Medical Mini Notes,
2019)
Piperacillin / 2000mg / IV Profilaksis (Aftab, Ahmad, and Frenia,
Tazobactam 250mg / 6 jam 2019; BPOM, 2017; Fryman, et.al, 2020)

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hari/tanggal : 10 / 04 / 2020; 15.20 WIB
Jenis Pemeriksaan : Laboratorium Darah Rutin
Hasil :
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan Metode Interpretasi
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 12,7 g/dl 12,3-15,3 Colorimetric Normal
Analyzer
Hematokrit 36,2 % 35-47 Normal
Calculates
Eritrosit 4,2 Juta/ul 4,1-5,1 Impedance Normal
Index Eritrosit
Analyzer
MCV 88,7 fL 82,0-92,0 Normal
Calculates
Analyzer
MCH 31,1 pg 28-33 Normal
Calculates
Analyzer
MCHC 35,1 % 32-37 Normal
Calculates
Lekosit 12,5 ribu/uL 4,4-11,3 Impedance Tinggi
Trombosit 272 ribu/uL 170-394 Impedance Normal
Hitung Jenis
Neutrofil 91 % 50-70 Impedance Tinggi
Limfosit 26,5 % 25-40 Impedance Normal

ANALISIS GAS DARAH


pH 7.1 7.35 – 7.45 Rendah
pCO2 45 mmHg 35 – 45 Tinggi
PO2 60 mmHg 69 – 119 Rendah
HCO3 26 mEq/l 22 – 26 Tinggi

SEROLOGI
Anti-HIV Rapid Non-Reaktif Non-Reaktif Normal

Hari/tanggal : 10 / 04 / 2020; 20.05 WIB


Jenis Pemeriksaan : CT Scan Thorax
Hasil :
Didapatkan gambaran bercak putih bilateral. Tampak Ground-Glass Opacity (GGO) pada
lobus paru atas dan konsolidasi pada lobus paru bawah (Freyman, et.al, 2020; Choe, et.al,
2020).

Hari/tanggal : 11 / 04 / 2020; 10.05 WIB


Jenis Pemeriksaan : Bronkoskopi Bronchoalveolar Lavage (BAL)
Hasil :
Didapatkan gambaran neutrofil 91% dengan kultur negative (Choe, et.al, 2020; Aftab,
et.al, 2019).
B. ANALISA DATA

NO DATA (SIGN & SYMPTOM) ETIOLOGI PROBLEM


1. DS : Resiko Aspirasi
Tidak dapat terkaji, pasien (D.0006)
mengalami penurunan kesadaran
dengan GCS 5 E1V2M2

DO :
1. Penurunan tingkat kesadaran; GCS
5 E1V2M2
2. Terpasang selang nasogastric
3. Terpasang endotracheal tube

2. DS : Resiko Infeksi
Tidak dapat terkaji, pasien Nosokomial
mengalami penurunan kesadaran (D.0142)
dengan GCS 5 E1V2M2

DO :
1. Terpasang CVC
2. Terpasang endotracheal tube
3. Terpasang selang nasogastric
4. Terpasang DC
5. Leukosit 12,5 ribu/ul

3. DS : Gagal nafas Defisit Perawatan


Tidak dapat terkaji, pasien Diri
mengalami penurunan kesadaran Pemberian sedasi (D.0109)
dengan GCS 5 E1V2M2 untuk penggunaan
ventilator mekanik
DO :
1. Penurunan tingkat kesadaran; GCS Penurunan kesadaran
5 E1V2M2
2. Ketergantungan total untuk Kekuatan otot
perawatan diri; nilai 4 menurun
3. Rambut tampak sedikit lepek,
tampak plak pada gigi, terdapat Kemampuan
sedikit kotoran telinga beraktivitas menurun
4. Pangkal genitalia tampak kotor
4. DS : Resiko Ventilator-
Tidak dapat terkaji, pasien Associated
mengalami penurunan kesadaran Pneumonia (VAP)
dengan GCS 5 E1V2M2

DO :
1. Penurunan tingkat kesadaran; GCS
5 E1V2M2
2. Terpasang endotracheal tube > 48
jam
3. Terpapar prosedur invasif
4. Riwayat cedera paru akut
5. Perawatan hari ke 5 di ICU
6. Leukosit 12,5 ribu/ul
7. Hasil pemeriksaan Bronkoskopi
Bronchoalveolar Lavage (BAL) :
kultur negatif

Dx. Keperawatan/masalah kolaboratif (sesuai prioritas)


1. Resiko Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)
2. Resiko Aspirasi
3. Resiko Infeksi Nosokomial
4. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan

C. INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan Tujuan Perencanaan


Resiko Ventilator- NOC : • Proteksi Infeksi
Associated Pneumonia • Risk Control O:
(VAP) • Immune Status a. Monitor tanda dan gejala infeksi
b. Monitor faktor resiko infeksi
Faktor Resiko : Kriteria Hasil :
1. Efek prosedur invasif a. Teknik aseptik N:
2. Lama perawatan di b. KU dan tanda vital c. Pertahankan teknik aseptic
ICU yang stabil dapat d. Batasi pengunjung
dipertahankan
3. Riwayat penyakit c. Nilai leukosit dalam e. Posisikan pasien semi rekumben
paru batas normal dengan kepala elevasi 30° - 45°*
4. Cedera neurologis / f. Berikan Clorhexidine oral care*
penurunan tingkat (NOC, 2016) g. Ganti sirkuit minimal setiap 7
kesadaran hari***
h. Rencanakan penyapihan
(Edwardson & Cairns, ventilasi mekanik*
2018)
C:
i. Kolaborasi pemberian terapi
farmakologi ; antimikrobial
(Tobramycin, Amphotericin B)*

• Kontrol Infeksi
O:
a. Monitor KU dan VS setiap jam
b. Pantau adanya tanda-tanda
infeksi
c. Monitor sedasi harian*
d. Monitor laboratorium kultur
respiratorik untuk petunjuk
terapi antibiotik**
e. Monitor kultur bakteri via
bronkoskopi BAL**
f. Monitor biomarker;
Procalcitonin (PCT), C-reactive
protein**

N:
g. Pertahankan teknik aseptik setiap
tindakan
h. Pelihara sirkuit ventilator
i. Pertahankan lingkungan aseptic
j. Tingkatkan intake nutrisi; susu
k. Pertahankan personal dan oral
care setiap hari

C:
l. Kolaborasi pemberian terapi
farmakologi ; antimikrobial
(Tobramycin, Amphotericin B)*
m. Kolaborasi ahli gizi dalam
pemberian nutrisi

(NIC, 2016)
* (Aftab, et.al, 2019)
** (Metersky & Kalil, 2018)
*** (Susanti, Utomo, & Dewi, 2015)
Resiko Aspirasi NOC : • Aspiration Precaution
(D.0006) • Respiratory Status : O:
Ventilation a. Monitor tingkat kesadaran
Faktor Resiko : • Aspiration Control b. Monitor status pernafasan
1. Penurunan tingkat
kesadaran Kriteria Hasil : N:
2. Terpasang selang a. Pengaturan ventilator c. Pelihara kebersihan sirkuit
nasogastric adekuat ventilator
3. Terpasang b. Jalan nafas yang d. Lakukan suction jika
endotracheal tube paten dapat diperlukan*
dipertahankan e. Cek selang nasogastric sebelum
(SDKI, 2017) c. Frekuensi pernafasan pemberian sonde
dapat dipertahankan f. Posisikan kepala lateral kiri
d. Tidak terdengar suara dengan elevasi 30°**
nafas tambahan
C:
(NOC, 2016) g. Kolaborasi pemberian terapi
farmakologi sesuai advis

(NIC, 2016)
*(Fauzi, 2016)
** (Karmiza, Muharriza, dan Huriani,
2014)
Resiko Infeksi NOC : • Proteksi Infeksi
Nosokomial (D.0142) • Risk Control O:
• Immune Status a. Monitor tanda dan gejala infeksi
Faktor Resiko : b. Monitor faktor resiko infeksi
1. Efek prosedur Invasif Kriteria Hasil : c. Monitor laboratorium kultur
2. Lama perawatan di d. Teknik aseptik darah untuk resiko CLABSI*
ICU
3. Cedera neurologis / e. KU dan tanda vital d. Monitor laboratorium kultur urin
penurunan tingkat yang stabil dapat untuk resiko UTI*
kesadaran dipertahankan
f. Nilai leukosit dalam N:
batas normal e. Pertahankan teknik full-aseptic
(SDKI, 2017; Edwardson f. Batasi pengunjung
& Cairns, 2018) (NOC, 2016)
C:
g. Kolaborasi pemberian terapi
farmakologi ; antibiotik
spektrum luas beta-laktam*

• Kontrol Infeksi
O:
a. Monitor KU dan VS setiap jam
b. Pantau adanya tanda-tanda
infeksi

N:
c. Pertahankan teknik aseptik setiap
tindakan
d. Pertahankan lingkungan aseptic
e. Tingkatkan intake nutrisi ; susu
f. Pertahankan personal dan oral
care setiap hari
g. Lepas CVC jika tanda-tanda
infeksi muncul*

C:
h. Kolaborasi pemberian terapi
farmakologi ; antibiotik
spektrum luas beta-laktam*
i. Kolaborasi ahli gizi dalam
pemberian nutrisi

(NIC, 2016)
* (Aftab, et.al, 2019)
Defisit Perawatan Diri NOC : • Self Care Assistance : ADLs
(D.0109) • Self-care : Activity of O:
Daily Living (ADLs)
Batasan Karakteristik : a. Monitor kemampuan klien untuk
1. Tidak mampu Kriteria Hasil : perawatan diri yang mandiri
melakukan a. Klien terbebas dari b. Monitor kebutuhan klien untuk
perawatan diri bau badan alat-alat kebersihan diri,
b. Klien terbebas dari berpakaian, toileting, dan mandi
(SDKI, 2017) dekubitus c. Monitor bagian tubuh yang dapat
c. Personal dan oral beresiko terjadinya decubitus
care dipertahankan
N:
(NOC, 2016) d. Berikan personal dan oral care
setiap hari
e. Ganti pakaian dan seprei pasien
jika kotor atau minimal setiap
hari*
f. Bantu pasien untuk melakukan
alih baring minimal setiap 2 jam
sekali* dan 3 jam sekali pada
malam hari**
g. Berikan lotion atau minyak
kelapa terutama pada area yang
beresiko terjadinya dekubitus*

(NIC, 2016)
* (Suryagustina, Kaharap, dan
Aprianti, 2017)
** (National Clinical Guidance
Centre, 2014)
3. ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN

Seorang pasien berusia 45 tahun datang ke IGD karena sesak nafas, batuk tidak produktif,
dan tidak enak badan (malaise) sejak 5 hari yang lalu. Setelah dilakukan pemeriksaan, pasien
menunjukkan tanda-tanda Acute Respiratory Dsitress Syndrome (ARDS) yang berhubungan
dengan riwayat penggunaan vaping selama 3 tahun terakhir. Sebuah penelitian menunjukkan
rokok elektrik dapat menyebabkan cedera paru, yang ditandai dengan sel epitel dan sitoktositas
fibroblast, penurunan viabilitas sel, dan pelepasan sitokin (Ghosh, et.al, 2018; Rowell, et.al, 2015
dalam Fryman, et.al, 2020). Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dipaparkan oleh
Choe, et.al (2020) bahwa zat yang terkandung dalam uap e-rokok dan asap ganja dapat
memodifikasi lingkungan intra-paru dengan mengubah ekspresi gen, sintesis protein, fungsi
mitokondria, dan motilitas silia dalam epitel bronkus serta dengan mengubah permeabilitas epitel
alveolar. Uap rokok elektronik juga dapat memberikan efek sitotoksik langsung pada makrofag
alveolar dengan peningkatan apoptosis, nekrosis, produksi spesies oksigen reaktif, dalam
pelepasan sitokin dalam jumlah banyak, dan penghambatan fagositosis. Modifikasi ini dalam
fungsi seluler mungkin membuat paru-paru lebih rentan terhadap cedera akut, jika pasien
mengalami hipoksemi akan lebih baik jika dilakukan pemantauan oksimetri dan pencegahan
paparan tambahan setidaknya selama 48 jam pertama untuk mendeteksi, mencegah, mengelola
hipoksemia progresif, serta memiliki protokol mendesak jika serangan mengarah kegagalan nafas
terjadi (Lily, Khan, Waksmundzki-Silva, and Irwin, 2020)
Pasien yang terpapar uap dengan gejala batuk, nyeri dada, penurunan berat badan,
kelelahan, atau dispnea dari setiap tingkat keparahan yang tidak dijelaskan oleh kondisi lain
memenuhi definisi kasus Centre for Disease Control and Prevention (CDC) untuk dugaan Vaping-
Associated Lung Injury (EVALI). Ketika pasien-pasien ini memiliki saturasi oksigen istirahat
sebesar 95% atau lebih dan kadar 88% atau lebih dengan olahraga atau kadar saturasi oksigen yang
mendekati level baseline abnormal mereka, mereka berada dalam kelompok 2 dan pada tingkat
risiko menengah sehingga perlu untuk melakukan tes tambahan di fasilitas rawat jalan dengan
harapan bahwa mereka akan mencari evaluasi segera jika dispnea memburuk yang signifikan atau
mengalami perkembangan gejala mereka (Lily, et.al, 2020). Waktu dari timbulnya gejala sampai
dengan terjadi serangan dapat bervariasi antara 2 – 5 hari. Gejala pada umunya seperti, takipnea,
takikardi, hipoksemia, dan pemeriksaan paru abnormal serta demam ditemukan pada individu yang
menggunakan vaping minimal 90 hari terakhir. Kebutuhan akan penggunaan bantuan ventilasi
mekanik berkisar antara 22 – 62 jam setelah serangan dan bertahan dengan bantuan ventilator
sekitar 4 – 18 hari (Choe, et.al, 2020).
Menurut beberapa hasil penelitian, hasil pemeriksaan CT Scan pada semua pasien VALI
menunjukkan adanya infiltrasi pulmonal bilateral, distribusi Ground-Glass Opacity (GGO) pada
lobus paru atas dan sebaran konsolidasi pada lobus paru bawah. Hasil bronkoskopi BAL dengan
neutrofil tinggi (91%) serta kultur cairan BAL negative (Choe, et.al, 2020; Fryman, et.al, 2020;
Aftab, 2019).
Penatalaksanaan yang dilakukan antara lain, memberikan bantuan oksigenasi terkait
dyspnea, pemberian antibiotic spektrum luas sebagai profilaksis seperti Ceftriaxone atau
Azithromycine, yang kemudian dialihkan menjadi Vancomycin dan Piperacillin/Tazobactam saat
pasien sudah diintubasi, serta steroid pada beberapa pasien, serta penanganan gejala lain yang
mungkin timbul seperti, nyeri dada, demam, bahkan mual dan muntah jika menyerang
gastrointestinal (Choe, et.al, 2020; Fryman, et.al, 2020; Aftab, 2019; Lily, et.al, 2020). Setelah
dilakukan pemantauan dan perawatan selama beberapa jam, kondisi pasien menurun yang segera
membutuhkan bantuan ventilasi mekanik, kemudian pasien dipindah ruang ke ICU untuk
mendapat perawatan yang lebih intensif.
Hasil pengkajian pada hari ke 5, didapatkan data sebagai berikut : Pasien mengalami
penurunan kesadaran dibawah pengaruh sedasi Morphin dengan GCS 5 E1V2M2, TD 60/40
mmHg, HR 68x/ menit, RR 18x/ menit, suhu 36,7°C, SaO2 98% (monitoring hemodinamik melalui
bedside monitor), suara nafas normal, balance cairan seimbang tidak ada kelebihan volume cairan.
Hasil pengukuran CVP 9 cmH2O (normal), JVP 5+2 cmH2O (normal), terpasang ETT dan
menggunakan bantuan ventilasi mekanik dengan Mode Pressure Control, terpasang Catheter Vena
Central (CVC) untuk akses pemberian terapi cairan dan pemberian terapi obat, terpasang NGT
untuk pemberian nutrisi. Saat ini pasien mendapatkan terapi Morphin 1mg/jam,
Piperacillin/Tazobactam 2000 mg/250 mg/6 jam, serta infus Ringer Laktat 20 tpm. Hari ini dokter
memberikan advis pemberian obat Dobutamin mulai dosis 5μg/ KgBB/menit.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan dari data diatas diantaranya, 1)Resiko
Aspirasi dengan faktor resiko penurunan kesadaran, penggunaan ETT, penggunaan NGT,
2)Resiko Infeksi dengan faktor resiko penurunan kesadaran, penggunaan ETT, penggunaan NGT,
dan penggunaan CVC, 3)Defisit Perawatan Diri b/d kelemahan karena kesadaran menurun,
4)Resiko VAP dengan faktor resiko penggunaan ventilasi mekanik lebih dari 48 jam dan
penurunan kesadaran.
Resiko Ventilator-Associated Pneumonia (VAP) termasuk infeksi nosokomial yang terjadi
setelah 48 jam pemasangan intubasi ETT. Insiden VAP dapat terjadi antara 4 -5 hari perawatan,
bukan 4 -5 penggunaan ventilasi mekanik. Secara klinis terdapat sekitar 15% pasien ICU yang
terdiagnosa VAP. Mikroaspirasi mikroba ini baik melalui tabung endotrakeal atau melalui
kebocoran di sekitar manset memungkinkan mereka untuk memasuki saluran pernapasan bawah.
Ini dikombinasikan dengan gangguan kekebalan tubuh, menghasilkan infeksi yang aktif secara
klinis. Aspirasi mikrobia gastrointestinal juga berkontribusi, tetapi kurang dominan. Pasien dengan
ventilasi mekanis pada risiko tertinggi VAP adalah mereka yang berusia 70 tahun atau lebih,
mereka yang memiliki penyakit paru-paru, cedera neurologis dan penurunan tingkat kesadaran,
dan bukti klinis aspirasi. (Edwardson & Cairns, 2018; Metersky & Kalil, 2018).
Intervensi untuk diagnosa ini dapat melalui pengurangan durasi intubasi, termasuk
penahanan sedasi harian, penyapihan ventilasi mekanik sesuai protokol dan penilaian kesesuaian
harian setiap hari untuk ekstubasi juga dikonfirmasi terbukti mengurangi kejadian VAP.
Sedangkan untuk pencegahan mikroaspirasi utamanya dengan memposisikan pasien semi
rekumben. Teknik ini relevan untuk pasien yang menerima nutrisi secara enteral. Beberapa studi
mendemosntrasikan bahwasanya Selective Decontamination of the Digestive Tract (SDD) juga
dapat mengurangi insiden VAP. Umunya regimen SDD berikut meliputi pengaplikasian
antimikrobial agen secara topikal (Tobramycin, Amphotericin B) pada orofaring dan via
nasogastric tube (NGT). Tujuan dari regimen ini yaitu menyeleksi organisme patogen yang
beradikasi tanpa menyebabkan adanya potensial anaerob flora yang bermanfaat (Edwardson &
Cairns, 2018).
Intervensi untuk diagnosa Resiko Aspirasi diantaranya, posisikan pasien lateral kiri dengan
elevasi kepala 30°. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rodney (2001) dalam Karmiza, dkk
(2014) posisi lateral kiri dapat meningkatkan ventilasi dimana anatomi jantung berada pada
sebelah kiri di antara bagian atas dan bawah paru membuat tekanan paru meningkat, tekanan arteri
di apex lebih rendah dari pada bagian basal paru. Tekanan arteri yang rendah menyebabkan
penurunan aliran darah pada kapiler di bagian apex, sementara kapiler di bagian basal mengalami
distensi dan aliran darahnya bertambah. Efek gravitasi mempengaruhi ventilasi dan aliran darah
dimana aliran darah dan udara meningkat pada bagian basal paru. Pada posisi ini aliran darah ke
paru bagian bawah menerima 60-65 % dari total aliran darah ke paru. Pada pasien yang
menggunakan ventilator mekanik, efek gravitasi terhadap kapiler darah menyebabkan peningkatan
tekanan alveolar sehingga meningkatkan ventilasi. Tercatat dari 2 pasien yang dilakukan
perubahan posisi, pasien tampak nyaman, hemodinamik stabil, saturasi oksigen sebelumnya dari
96–97% menjadi 99–100%, dan hasil analisa gas darah menunjukkan adanya peningkatan tekanan
parsial oksigen (pO2). Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan posisi lateral kiri dengan
elevasi kepala 30° efektif untuk membersihkan jalan nafas dan memberikan suplai oksigen yang
adekuat (Karmiza, dkk, 2014).
Selain itu dapat pula dilakukan penghisapan lendir / suction pada pasien yang diduga
aspirasi atau terdapat penumpukan sekret pada pipa endotrakeal. Teknik ini bertujuan untuk
menjaga jalan nafas tetap bersih serta mengetahui kepatenan dari pipa endotrakeal. Pada pasien
yang tidak terdapat kontraindikasi, sebaiknya posisikan secara semifowler agar paru dapat
berkembang dengan baik sehingga mencegah desaturasi dan lebih mudah dalam penghisapan
sekret (Fauzi, 2016).
Penegakan diagnosa Resiko Infeksi Nosokomial pada dasarnya meliputi semua jenis
infeksi yang terjadi antara 48 hingga 72 jam perawatan. Mayoritas infeksi berhubungan dengan
adanya penggunaan alat invasif (ETT, CVC, DC). Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Edwardson & Cairns (2018), lama perawatan di ICU menjadi salah satu poin yang terkonfirmasi
berhubungan dengan kejadian infeksi nosokomial. Salah satunya Central Line-Associated
Bloodstream Infection (CLABSI) terjadi pada sekitar 3% pasien yang terpasang CVC. Setelah
pemasangan, kateter menjadi terlapisi oleh protein plasma, termasuk fibrin. Bakteri dapat
bermigrasi dari kulit di sepanjang permukaan kateter, sehingga terfiksasi dalam selubung fibrin.
Bakteremia kemudian menjadi jauh lebih mungkin setelah jumlah ambang batas bakteri tercapai.
Infeksi yang terjadi dalam minggu pertama kemungkinan disebabkan oleh asepsis yang buruk
selama insersi. Setelah 7 hari, setiap infeksi yang terjadi kemungkinan besar disebabkan oleh
transmisi mikroba intraluminal setelah penanganan kateter. Penatalaksanaan harus difokuskan
pada kultur positif, jika sudah terjadi infeksi. Sedangkan untuk Catheter-Associated Urinary Tract
Infection (CA-UTI), merujuk pada pemasangan kateter yang terus menerus selama lebih dari 48
jam. Patogen cenderung berasal dari meatus uretra, berjalan naik kateter pada permukaan
eksternalnya. Sekitar sepertiga dari patogen melakukan perjalanan intraluminal, yang berasal dari
kantong urin yang terkontaminasi. Bakteri Candida dapat ditemukan pada kultur urin, namun
seringnya menunjukkan kolonisasi pada pasien yang sudah diberikan antibiotik spektrum luas atas
adanya indikasi lain.
Intervensi untuk diagonosa Defisit Perawatan Diri khusunya dalam pencegahan dekubitus
yaitu, posisikan pasien alih baring / mobilisasi, ganti pakaian dan linen pasien secara rutin atau
jika sudah kotor, serta oleskan lotion atau pelembab. Berdasarkan evidence based yang dipaparkan
oleh NCGC (2014) tujuan reposisi adalah untuk mengurangi atau mengurangi tekanan pada area
yang berisiko, menjaga massa otot dan integritas jaringan umum dan memastikan suplai darah
yang memadai ke area yang berisiko. Sebuah penelitian menunjukkan adanya manfaat klinis dari
alih baring yang dilakukan setiap 2 jam bila dibandingkan dengan alih baring setiap 3 jam untuk
kejadian ulkus tekan semua tingkat. Selain itu sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa reposisi
dengan kemiringan 30° (3 jam di malam hari) berpotensi lebih efektif secara klinis dalam
mengurangi ulkus tekanan.
Pencegahan dekubitus dapat dilakukan dengan mendeteksi risiko dekubitus pada skala
Braden, menilai status mobilitas dan memobilisasi (miring miring kiri kiri) selama 2 jam, dan
melakukan kebersihan pribadi, menjaga kebersihan seperti mengganti sprei pasien, dan
memberikan kulit pelembab (lotion) atau minyak kelapa. Secara umum, dimana dalam minyak
kelapa murni mengandung unsur antioksidan dan vitamin E, minyak kelapa membantu menjaga
kulit tetap muda, sehat dan bebas dari penyakit. Asam lemak antiseptik dalam minyak kelapa
membantu mencegah infeksi jamur dan bakteri jika ditambahkan dalam makanan atau dioleskan
langsung ke kulit (Suryagustina, dkk, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Abushanab, D.H., Alsoukhni, O.A., and Al-Badriyeh, D. (2019). Evaluations of Morphine


and Fentanyl for Mechanically Ventilated Patients With Respiratory Disorders in
Intensive Care: A Systematic Review of Methodological Trends and Reporting
Quality. Value in Health Regional Issues 19 (2019); 7 – 25. DOI :
https://doi.org/10.1016/j.vhri.2018.11.001

Aftab, G., Ahmad, N., and Frenia, D. (2019). Vaping-Associated Lung Injury. Cureus 11
(11); e6126. Retrieved from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6929261/pdf/cureus-0011-
00000006216.pdf

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2017). IONI : Informatorium Obat Nasional
Indonesia. Jakarta; Badan POM RI.

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., and Wagner, C.M. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC), Ed 6. Philadelpia; Elsevier

Choe, J., Chen, P., Falk, J.A., Nguyen, L., David, Ng., Parimon, T., Ghandehari, S. (2020).
A Case Series of Vaping-Associated Lung Injury Requiring Mechanical
Ventilation. Critical Care Exploration 2020 (2); e0079. DOI :
https://doi.org/10.1097/CCE.0000000000000079. Retrieved from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7063900/pdf/cc9-2-e0079.pdf

Edwardson, Stuart & Cairns, Chris. (2018). Nosocomial Infections in The ICU. Anaesthesia
& Intensive Care Medicine 20 (1); 14 – 18. DOI :
https://doi.org/10.1016/j.mpaic.2018.11.004

Fauzi, A.R. (2016). Analisis Perbandingan Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien
Respiratory Failure dengan Tindakan Intervensi Inovasi Suction (Penghisapan
Lendir) Setelah Dilakukan Nebulizer atau Tidak Dilakukan, Terhadap Kadar
Saturasi Oksigen di Ruang ICU RSUD A.W Sjahranie Samarinda Tahun 2016.
Karya Tulis Ilmiah. STIKES Muhammadiyah Samarinda

Fryman, C., Lou, B., Weber, A.G., Steinberg, H.N., Khanijo, S., Iakovou, A., and Makaryus,
M.R. (2020). Acute Respiratory Failure Associated With Vaping. CHEST 2020 157
(3); 63 – 68. DOI : https://doi.org/10.1016/j.chest.2019.10.057

Karmiza, Muharriza, dan Hurriani E. (2014). Posisi Lateral Kiri Elevasi Kepala 30 Derajat
Terhadap Nilai Tekanan Parsial Oksigen (PO2) Pada Pasien dengan Ventilasi
Mekanik. Jurnal Ners 9 (1); 59 – 65

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Pemeriksaan Analisa Gas Darah.


Jakarta. Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. Retrieved from
http://www.yankes.kemkes.go.id/read-pemeriksaan-analisa-gas-darah-5708.html
Lilly, C. M., Khan, S., Waksmundzki-Silva, K., & Irwin, R. S. (2020). Vaping-Associated
Respiratory Distress Syndrome: Case Classification and Clinical Guidance. Critical
Care Explorations, 2(2), e0081. https://doi.org/10.1097/CCE.0000000000000081

Metersky, M.L., Kalil, A.C. (2018). Management of Ventilator-Associated Pneumonia;


Guidelines. Clinics in Chest Medicine 39 (4); 797-808. DOI :
https://doi.org/10.1016/j.ccm.2018.08.002

Moorhead, S., Johnson, M., Maas., M.L., and Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC), Ed 5. Philadelpia; Elsevier

National Clinical Guideline Centre (UK). The Prevention and Management of Pressure
Ulcers in Primary and Secondary Care. London: National Institute for Health and
Care Excellence (UK); 2014 Apr. (NICE Clinical Guidelines 179 (9). Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK333122/

Suryagustina, S., Kaharap, Y., dan Aprianti, R. (2017). Effective Mobilization Prevents Risk
of Decubitus Occurrence in Bed Rest Patients in ICU RSUD Room dr. Doris
Slyvanus Palangka Raya. Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan dan
Keperawatan 8 (2); 311 – 318. Retrieved from
https://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id/index.php/dksm/article/download/262/2
25

Susanti, Eka., Utomo, Wasisto., Dewi, Y.I. (2015). Faktor Resiko Kejadian Infeksi
Nosokomial Pneumonia Pada Pasien Yang Terpasang Ventialtor di Ruang Intensive
Care. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) 2 (1); 590 – 599. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publications/188356-ID-none.pdf

Team Medical Mini Notes. (2019). Basic Pharmacology and Drug Notes. Makassar; MMN
Publishing

Tim POKJA SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia; Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta; DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai