Anda di halaman 1dari 4

Pembelajaran "Membaca" di level 1

“Ibu....aku nggak tahu gimana nulisnya.......”

“Ibu .....aku nggak bisa bacanya.............”

“Ibu....ini kayak mana ngerjainnya, aku kan belum lancar baca......”

Kalimat seperti ini mungkin tak asing di telinga guru kelas 1 di awal tahun pelajaran.
Ya....bisa jadi tidak sedikit dari siswa baru kita yang belum bisa membaca apalagi menulis
saat mereka memasuki jenjang SD. Mengenal huruf mungkin sudah, merangkai huruf
menjadi sebuah suku kata pun barangkali sudah sedikit mereka pahami, namun untuk
merangkai suku kata menjadi kata bisa jadi mereka belum terampil. Untuk siswa yang sudah
mengenal pendidikan prasekolah di lembaga seperti TK/PAUD, sudah mengenal abjad, dan
tentu tidak sulit bagi guru di kelas 1 untuk melanjutkannya sehingga mereka mampu
merangkaikannya menjadi kata. Namun bagaimana jika siswa kita tidak mengenal huruf sama
sekali? Entah karena siswa tersebut tidak sempat masuk TK, tidak dikenalkan oleh orang tua,
atau barangkali disebabkan oleh berbagai keterbatasan mereka. Pembelajaran membaca perlu
menjadi prioritas utama di level 1, karena membaca merupakan modal utama bagi siswa didik
kita untuk memahami berbagai pengetahuan lain di jenjang berikutnya. 

Membaca merupakan keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan
lambang-lambang grafis dan perubahannya, menjadi wicara bermakna dalam bentuk
pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras (Kridalaksana, 1993:135). Sebenarnya
banyak sekali metode yang dapat digunakan guru untuk mengajar membaca di kelas I SD.
Demikian pula, dengan beragamnya trik yang bisa diaplikasikan di kelas, sehingga dapat
menstimulus kemampuan baca siswa kelas I, yang mungkin masih terbata-bata mengeja huruf
atau pun suku kata. Beberapa metode pembelajaran membaca yang terkenal, yaitu:

Metode Abjad. 

Metode ini biasanya digunakan bila siswa sama sekali belum mengenal huruf. Mula-mula
guru memperkenalkan huruf (abjad) kepada siswa: a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w
x y z. Guru dapat membuat kartu-kartu huruf lalu di tempel di papan tulis (dalam ukuran
yang cukup besar, sehingga terbaca oleh siswa) atau dapat juga membuat kartu huruf dalam
ukuran yang lebih kecil sebagai media bermain kartu bersama siswa. Setiap kartu berisi satu
huruf.  

Selanjutnya guru mencontohkan cara membaca huruf-huruf tersebut, kemudian meminta


siswa menirukan. Mula-mula bersifat klasikal (seluruh kelas), kemudian dipecah-pecah lagi
menjadi separoh kelas, seperempat kelas, per dua bangku, akhirnya perorangan, kembali dua
bangku, seperempat kelas, separoh kelas, dan kembali ke seluruh kelas.

Apabila pengenalan huruf sudah lancar, maka guru mulai bisa menugaskan beberapa siswa
untuk mengambil huruf-huruf tertentu dari kartu-kartu huruf yang tersedia. Biarkan siswa
mengenal huruf-huruf itu tanpa makna karena tujuannya adalah mengenal dan memahami
huruf (abjad). Lakukan kegiatan ini berulang-ulang sehingga siswa benar-benar mengenal
dan memahami huruf-huruf itu.

Selanjutnya, kegiatan dapat ditingkatkan dengan membentuk kata. Pilih beberapa konsonan
dan vokal, yang apabila digabungkan membentuk sebuah kata yang bermakna. Misalnya: m a
m a. Tempel huruf m-a-m-a di papan tulis. Tunjukkan kepada siswa bahwa kata itu dibaca
mama. Kemudian tanyakan kepada siswa kata mama itu terdiri dari huruf apa saja, dan
arahkan agar siswa dapat menyimpulkan sendiri bahwa apabila huruf m digabung dengan
huruf a dibaca ma. Berikan contoh yang lain, misalnya: papa, lala, sasa, nana, dan lain-lain
(sebaiknya guru mengambil contoh kata bermakna yang dekat dengan anak-anak, dan
mulailah dengan kata yang terbuka terlebih dahulu). Begitu seterusnya, guru mulai
menggabung-gabungkan konsonan dengan vokal, sehingga seluruh vokal (a, e, i, o, u) bisa
digunakan. Contoh untuk konsonan tidak perlu diberikan semua. Huruf x dan z lebih baik
diberikan belakangan.

Setelah siswa bisa membaca gabungan dua huruf konsonan-vokal, susunan bisa diganti
menjadi vokal-konsonan. Misalnya: am, an, as, dan lain-lain. Setelah ini baru bisa
dilanjutkan dengan tiga huruf (konsonan-vokal-konsonan). Misalnya: ban, man, dan, jan,
tan,dan lain-lain.

Metode Kupas-Rangkai Suku Kata. 

Berbeda dari metode abjad di atas, metode kupas-rangkai suku kata ini dimulai dengan
pengenalan kata terlebih dahulu. Misalnya: mama. Kita perlu juga menjelaskan arti kata
mama itu kepada siswa agar mereka mendapatkan makna dari apa yang dipelajari.

Kata mama kemudian dipisahkan menjadi dua suku kata yaitu ma dan ma (ma-ma).
Masing-masing suku kata dikupas lagi menjadi huruf-huruf, sehingga siswa mengenal bahwa
kata mama itu terdiri dari huruf m-a-m-a. Sebaiknya mulailah dengan huruf kembar,
misalnya ma-ma, walau pun terdiri dari 4 huruf, tapi sebetulnya hanya ada 2 huruf saja. Hal
ini akan mempermudah siswa mengingat, bila dibandingkan dengan 4 huruf langsung,
misalnya ma-du (m-a-d-u). Jangan lupa untuk tetap mengambil contoh kata-kata yang
mudah dan dekat dengan kehidupan siswa, sehingga siswa lebih mudah memahaminya.

Bilamana siswa sudah lancar, guru dapat melakukan kegiatan selanjutnya yaitu mengenalkan
kata-kata yang lain, sehingga pada akhirnya siswa bisa membaca sebuah kalimat, misalnya:
mama saya rina, papa saya rudi, itu bola budi, dan lain-lain.
Contoh kata-kata yang mudah sebagai pendahuluan:

papa pa-pa p-a-p-a pa-pa papa


nana na-na n-a-n-a na-na nana
mata ma-ta m-a-t-a ma-ta mata

Metode Global. 

Menurut Teori Gestalt, suatu kesatuan lebih bermakna daripada bagian-bagian. Metode
global dimulai dengan mengenalkan kalimat utuh kepada siswa. Contohnya: ibu makan nasi
(disertai gambar), anak membaca tulisan tersebut, baru guru menjelaskan huruf-huruf yang
dirangkai membentuk suku kata, kata, dan kalimat. Kalimat-kalimat yang dipilih adalah
kalimat yang sederhana dan pendek-pendek dahulu, agar siswa tidak mengalami kesulitan.

Metode SAS — Struktural Analisa Sintesa.

Metode SAS dilaksanakan dengan menggunakan kartu kalimat dan papan flanel (softboard).
Mula-mula guru menunjukkan gambar kepada siswa (namun jika guru bisa membawa benda
asli sebagai media pembelajaran dan ditunjukkan kepada siswa, tentu akan lebih baik).
Misalnya guru menunjukkan bola kepada siswa, kemudian berkata, ”Anak-anak, ini bola.”
Suruh siswa mengulangi kata-kata guru. ”ini apa?” Siswa menjawab, ”ini bola”. Apabila
siswa hanya menjawab bola saja, maka guru perlu membetulkan ucapan siswa, ”ini bola”.
Guru menyuruh siswa menirukan kata-kata guru.

Kegiatan selanjutnya, guru menempelkan gambar bola di papan tulis. Di bawah gambar bola
itu ditempelkan tulisan ini bola. Guru menunjukkan contoh membaca tulisan ini bola, dan
siswa disuruh menirukan. Pastikan bahwa siswa seluruh kelas memperhatikan tulisan ketika
mengucapkan kalimat ini bola. Gambar diambil, tulisan ini bola tetap tertempel di papan
tulis. Guru menyuruh siswa membaca kembali tulisan ini bola tadi.
Kegiatan selanjutnya adalah menganalisis kalimat ini bola, menjadi kata, kata menjadi suku
kata, suku kata menjadi huruf. Setelah itu, huruf-huruf dikembalikan menjadi suku kata, suku
kata menjadi kata, dan kata-kata menjadi kalimat (sintesa).

Berikut adalah contohnya: membaca kalimat “ini bola”

                                 ini  -   bola

                                 i   - ni       bo -  la
                                 i  - n -  i       b  - o -  l -  a

                                 i  -  ni       bo – la

                                 ini  -  bola

                                 ini bola

Metode yang saya kemukakan di atas hanyalah alternatif yang bisa kita pilih sebagai sarana
pembelajaran membaca di kelas. Tentunya guru dapat melakukan berbagai inovasi
(disesuaikan dengan kemampuan dasar siswa kita pada umumnya) sehingga belajar membaca
menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi anak didik kita. 

)* Dari berbagai sumber

Diposkan oleh Endang Sri Budi Herawati di 08.01


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Anda mungkin juga menyukai