a. Segi Psikomotorik
Anak sudah memiliki gerakan yang bebas dan aman. Hal ini berguna untuk melakukan
berbagai gerakan motorik kasar (jasmani) seperti memanjat, berlari dan menaiki tangga.
Memiliki kemampuan dalam melakukan koordinasi dan keseimbangan badan. Misalnya
ketika berjalan atau berlari dengan berbagai pola
Anak sudah dapat memperkirakan kegiatan/gerakan yang berbahaya dan tidak berbahaya
Anak sudah dapat memakai pakaian dengan rapi
Anak sudah bias menunjukkan kebersihan dalam berpakaian, badan dan alat-alat yang
dibawa
b. Segi Mental
Anak sudah mulai memahami beberapa konsep abstrak seperti menghitung tanpa
menggunakan benda
Anak sudah dapat menghubungkan suatu objek atau kejadian dengan konsep tertentu
yang bersifat abstrak. Misalnya tentang luas dan volume
Anak dapat menunjukkan kreativitasnya dalam membentuk sesatu karya tertentu
Anak dapat menciptakan sesiatu bentuk/benda dengan menggunakan alat
Anak dapat membuat gambar-gambar dengan menggunakan sudut perspektif sederhana
Anak dapat menampilkan sifat ingin tahu
Anak dapat merumuskan dan menunjukkan pengertian terhadap sesuatu
Anak sudah dapat mengikuti peraturan yang berlaku umum
Anak dapat menyelesaikan tugas yang diberikan guru, baik sendiri maupun kerja sama
Anak dapat menunjukkan aktivitasnya dalam berbagai kegiatan sekolah maupun di
lingkungannya
Anak dapat memperlihatkan insiatif dan alternative untuk memecahkan masalah-masalah
tertentu
Setelah tahapan itu siswa diajak untuk mengenal suku kata dengan cara merangkaikan
beberapa huruf yan sudah dikenalnya.
Contoh : b dan a dibaca ba
C dan a dibaca ca
Metode eja adalah belajar membaca yang dimulai dari mengeja huruf demi huruf.
Pendekatan yang dipakai dalam metode eja adalah pendekatan harfiah. Siswa mulai
diperkenalkan dengan lambang-lambang huruf. Pembelajaran metode Eja terdiri dari pengenalan
huruf atauabjad A sampai dengan Z dan pengenalan bunyi huruf atau fonem. Metode kita
lembaga didasarkan atas pendekatan kata, yaitu cara memulai mengajarkan membaca dan
menulis permulaan dengan menampilkan kata-kata.
Metode ini hampir sama dengan metode abjad. Perbedaanya terletak pada system pelafalan abjad
atau huruf (baca: beberapa konsonan).
Contoh :
Metode pembelajaran di atas dapat diterapkan pada siswa kelas rendah (I dan II) di sekolah
dasar. Guru dianjurkan memilih salahsatu metode yang cocok dan sesuai untuk diterapkan pada
siswa. Guru sebaiknya mempertimbangkan pemilihan metode pembelajaran yang akan
digunakan sebagai berikut:
Metode ini diawali dengan pengenalan suku kata seperti ba, bi bu, be, bo, ca.ci,cu,ce,co,
da,di,du,de,do, dan seterusnya. Kemudian suku suku kata tersebut dirangkaikan menjadi kata-
kata yang bermakna, misalnya:
Ba bi cu ci da da
Ba bu ca ci du da
Bi bi ca ca da du
Ba ca cu cu di di
Kemudian dari sukun kata diatas dirangkaikan menjadi kalimat sederhana yang dimaksud
dengan proses perangkaian kata menjadi kalimat sederhana.
Contoh:
Da da ba bi
Bi bi ca ca
Ba bu di di (dan seterusnya)
Metode ini diawali dengan pengenalan kata yang bermakna, fungsional, dan kontekstual.
Sebaiknya dikenalkan dengan kata yang terdiri dari dua suku kata terlebih dahulu. Kemudian
mengenalkan suku kata tersebut dengan membaca kata secara perlahan, dan memberikan jeda
pada tiap suku kata. Hal ini dapat dikombinasikan dengan gerakan tepukan tangan pada setiap
suku kata. Tujuannya merangsang motorik anak serta melatih anak mengenal penggalan suku
kata.
1) Siswa membaca kalimat dengan bantuan gambar. Jika sudah lancar, siswa membaca tanpa
bantuan gambar, misalnya: Ini Nani
Menurut Steinberg (1982) ada empat tahap (langkah) dalam pembelajaran membaca
permulaan, yaitu :
Metode menulis permulaan akan mengikuti metode yang digunakan pada metode
membaca permulaan. Misalnya, jika guru menggunakan metode abjad pada membaca permulaan
maka akan menggunakan menulis permulaan dengan menggunakan metode abjad pula.
Siswa diharuskan untuk mengetahui setiap lambang huruf jadi siswa lebih cepat dan
hafal dari alphabet.
Siswa langsung mengetahui bunyi dari setiap bentuk huruf.
Kekurangan metode eja
Siswa diharuskan untuk mengetahui setiap lambang huruf jadi siswa lebih cepat dan hafal
fonem.
Siswa langsung mengetahui bunyi dari setiap bentuk huruf.
Dalam membaca tidak ada mengeja huruf demi huruf sehigga mempercepat proses
penguasaan kemampuan membca permulaan
Dapat belajar mengenal huruf dengan mengupas atau menguraikan suku kata suku kata
yang dipergunakan dalam unsur-unsur hurufnya
Penyajian tidak memakan waktu yang lama
Dapat secara mudah mengetahui berbagai macam kata
Bagi anak kesuliatan belajar yang kurang mengenal huruf, akan mengalami kesulitan
merangkaikan huruf menjadi suku kata.
Siswa akan sulit bila disuruh membaca kata-kata lain, karena mereka akan condong
mengingat suku kata yang diajarkan saja.
Dalam membaca tidak ada mengeja huruf demi huruf sehigga mempercepat proses
penguasaan kemampuan membca permulaan.
Langsung mengetahui kata tanpa harus mengejenya, yang dapat meperlambat proses
pengajaran
Metode global memakai gambar metode ini tidak bisa diterapkan di SD daerah pedesaan
karena untuk mendapatkan gambar sangat sulit, jauh dari tempat fotocopy atau print.
Mungkin siswa akan menghafal gambar saja, dan tidak terlalu memperhatikan kalimatnya.
Metode SAS mempunyai kesan bahwa pengajar harus kreatif dan terampil serta sabar.
Tuntutan semacam ini dipandang sangat sukar untuk kondisi pengajar saat ini.
Banyak sarana yang harus dipersiapkan untuk pelaksanaan metode ini untuk sekolah
sekolah tertentu dirasa sukar.
Metode SAS hanya untuk konsumen pembelajar di perkotaan dan tidak di pedesaan.
Oleh karena agak sukar mengajarkan para pengajar metode SAS maka di sana-sini Metode
ini tidak dilaksanakan.
Lebih cepat memahami membaca karena kata yang diajarkan memiliki makna yang telah
diketahui oleh siswa seperti bola.
Proses pembelajaran mengikuti prinsip pendekatan spiral (dari yang mudah ke yang sulit)
a. Metode Eja
Metode eja di dasarkan pada pendekatan harfiah, artinya belajar membaca dan menulis
dimulai dari huruf-huruf yang dirangkaikan menjadi suku kata. Oleh karena itu pengajaran
dimulai dari pengenalan huruf-huruf. Demikian halnya dengan pengajaran menulis di mulai dari
huruf lepas, dengan langka-langkah sebagai berikut:
c. Metode Global
Metode global memulai pengajaran membaca dan menulis permulaan dengan membaca
kalimat secara utuh yang ada di bawah gambar. Menguraikan kalimat dengan kata-kata,
menguraikan kata-kata menjadi suku kata (Djauzak, 1996:6).
d. Metode SAS
Menuryut (Supriyadi, 1996: 334-335) pengertian metode SAS adalah suatu pendekatan
cerita di sertai dengan gambar yang didalamnya terkandung unsur analitik sintetik. Metode SAS
menurut (Djuzak,1996:8) adalah suatu pembelajaran menulis permulaan yang didasarkan atas
pendekatan cerita yakni cara memulai mengajar menulis dengan menampil cerita yang diambil
dari dialog siswa dan guru atau siswa dengan siswa. Teknik pelaksanaan pembelajaran metode
SAS yakni keterampilan menulis kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata dan kartu kalimat,
sementara sebagian siswa mencari huruf, suku kata dan kata, guru dan sebagian siswa menempel
kata-kata yang tersusun sehingga menjadi kalimat yang berarti (Subana). Proses operasional
metode SAS mempunyai langkah-lagkah dengan urutan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Menurut Damaianti (2007: 8) tahap ini disebut juga tahapperencanaan dan
perumusan kriterium. Langkahnya meliputi:
(a) perumusan tujuan evaluasi;
(b) penetapan aspek-aspek yang akan dievaluasi
(c) menetapkan metode dan bentuk evaluasi (tes/nontes)
(d) merencanakan waktu evaluasi
(e) melakukan uji coba (untuk tes) agar dapat mengukurvaliditas dan
reliabilitasnya.Untuk evaluasi yang menggunakan tes, hasil dari tahap iniadalah kisi-
kisi soal dan seperangkat alat tes: soal,
lembar jawaban (untuk tes tulis), kunci jawaban, dan pedomanpenilaian.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan atau disebut juga dengan tahappengukuran dan pengumpulan
data adalah tahap untukmengumpulkan informasi tentang keadaan objek evaluasi(siswa)
dengan menggunakan teknik tes atau nontes. Bilamenggunakan teknik tes, soal yang
digunakan sebaiknyasudah teruji validitas dan reliabilitasnya. Tes yang digunakandapat
berbentuk tes tulis, lisan, atau praktik.
JENIS-JENIS MEMBACA
Menurut Soedjono dalam Sue (2004:18-21) ada lima macam membaca, yaitu: membaca
bahasa, membaca cerdas atau membaca dalam hati, membaca teknis, membaca emosional, dan
membaca bebas.
1) Membaca bahasa
Membaca bahasa adalah membaca yang mengutamakan bahasa bacaan. Membaca bahasa
mementingkan segi bahasa bacaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membaca bahasa
adalah kesesuian pikir dengan bahasa, perbendaharaan bahasa yang meliputi kosa kata, struktur
kalimat, dan ejaan.
Membaca cerdas adalah membaca yang mengutamakan isi bacaan sebagai ungkapan
pikiran, perasaan, dan kehendak penulis. Bila hanya ingin mengetahui isinya, membaca cerdas
bersifat lugas. Akan tetapi, bial maksudnya untuk memahami dan memilki isi bacaan, maka
disebut membaca belajar.
3) Membaca teknis
Membaca teknis adalah membaca dengan mengarahkan bacaan secara wajar. Wajar
maksudnya sesuai ucapan, tekanan, dan intonasinya. Pikiran, perasaan, dan kemauan yang
tersimpan dalam bacaan dapat diaktualisasikan dengan baik.
4) Membaca emosional
Membaca emosional adalah membaca sebagai sarana untuk memasuki perasaan, yaitu
keindahan isi, dan keindahan bahasanya.
5) Membaca bebas
Membaca bebas adalah membaca sesuatu atas kehendak sendiri tanpa adanya unsur
paksaan dari luar. Unsur dari luar misalnya guru, orang tua, teman, atau pihak-pihak lain.
Sesuai dengan pengertian jenis-jenis membaca yang telah diuraikan di atas, maka
membaca puisi termasuk ke dalam membaca teknis karena membaca puisi harus memperhatikan
ucapan, tekanan, dan intonasinya, sehingga dapat mengaktualisasikan pembacaan puisi dengan
baik.
Nb: tambahan
1. Membaca Nyaring
Membaca nyaring sering kali disebut membaca bersuara atau membaca teknik. Disebut
demikian karena pembaca mengeluarkan suara secara nyaring pada saat membaca. Dalam hal ini
yang perlu mendapat perhatian guru adalah lafal kata, intonasi frasa, intonasi kalimat, serta isi
bacaan itu sendiri.
2. Membaca Ekstensif
Membaca ekstensif merupakan proses membaca yang dilakukan secara luas. Luas berarti
(1) bahan bacaan beraneka dan banyak ragamnya; (2) waktu yang digunakan cepat dan singkat.
Tujuan membaca ekstensif adalah sekadar memahami isi yang penting dari bahan bacaan dengan
waktu yang cepat dan singkat. Yang termasuk membaca Ekstensi adalah :
a. Membaca survei merupakan kegiatan membaca yang bertujuan untuk mengetahui
gambaran umum isi dan ruang lingkup bacaan. Membaca survei merupakan kegiatan
membaca, seperti melihat judul, pengarang, daftar isi, pengantar, dan lain-lain.
b. Membaca sekilas adalah membaca yang membuat mata kita bergerak cepat melihat dan
memperhatikan bahan tertulis untuk mencari dan mendapatkan informasi secara cepat.
Membaca sekilas disebut juga skimming, yakni kegiatan membaca secara cepat dan
selektif serta bertujuan. Istilah lain membaca sekilas adalah membaca layap, yaitu
membaca dengan cepat untuk mengetahui isi umum suatu bacaan atau bagian-bagiannya.
Membaca sekilas merupakan salah satu teknik dalam membaca cepat.
c. Membaca dangkal adalah kegiatan membaca untuk memperoleh pemahaman yang
dangkal dari bahan bacaan yang kita baca. Bahan bacaannya merupakan jenis bacaan
ringan karena membaca dangkal hanyalah untuk mencari kesenangan atau sekadar
mengisi waktu.
3. Membaca Intensif
Membaca intensif adalah kegiatan membaca yang dilakukan secara saksama dan
merupakan salah satu upaya untuk menumbuhkan dan mengasah kemampuan membaca secara
kritis. Membaca intensif merupakan studi saksama, telaah teliti, serta pemahaman terinci
terhadap suatu bacaan sehingga timbul pemahaman yang tinggi.
Membaca intensif dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni membaca telaah isi dan membaca
telaah bahasa. Membaca telaah isi meliputi membaca teliti, membaca pemahaman, membaca
kritis, dan membaca ide, sedangkan membaca telaah bahasa meliputi membaca bahasa dan
membaca sastra.
2. Membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas). Membaca untuk
mengetahui topik atau masalah dalam bacaan. Untuk menemukan ide pokok bacaan dengan
membaca halamn demi halaman.
3. Membaca untuk mengetahui ukuran atau susunan, organisasi cerita (reading for sequenceor
organization). Membaca tersebut bertujuan untuk mengetahui bagian-bagian cerita dan
hubungan antar bagian-bagian cerita.
4. Membaca untuk menyimpulkan atau membaca inferensi (reading for inference). Pembaca
diharapkan dapat merasakan sesuatu yang dirasakan penulis.
PENDEKATAN DESKRIPSI
1. Pendekatan Ekspositoris
Penulis berusaha agar deskripsi yang dibuat dapat memberi keterangan sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya, sehingga pembaca seolah-olah dapat ikut melihat atau merasakan
objek yang dideskripsikan. Karangan jenis ini berisi daftar rincian sesuatu secara lengkap atau
agak lengkap, sehingga pembaca dengan penalarannya memperoleh kesan keseluruhan tentang
sesuatu. Pemerolehan kesan ini lebih banyak didasarkan pada proses penalaran ketimbang
emosional.
Contoh: Ratusan ribu pengunjuk rasa berpawai di pusat kota Los Angeles. Mereka
memprotes rancangan peraturan yang secara dramatis akan memperketat ketentuan imigrasi
Amerika Serikat. Pada puncak unjuk rasa, 500.000 orang terlibat, demikian dilaporkan oleh
Kantor Berita Associated Press (AP) Minggu (26/3). Rancangan peraturan tersebut akan
membuat semua pelanggar imigrasi yang tercatat, mengharuskan semua majikan menjelaskan
status pegawai mereka, dan membangun tembok di sebagian besar perbatasan AS-Meksiko.
Majelis Perwakilan Rakyat sudah mengesahkan rancangan undang undang itu. (Kyodo, Anti
Pikiran Rakyat, 27 Maret 2006).
2. Pendekatan Impresionistik
Contoh: Pada hari Rabu sore, hanya 12 jam kemudian separuh jantung kota telah lumat.
Pada waktu itu, saya melihat nyala api dari teluk. Kelihatannya sangat tenang, tidak ada angin
bertiup. Tetapi dari sekeliling kota angin menyerbu ke dalam. Udara panas membumbung ke
angkasa. Dengan demikian, udara sekitarnya tertarik ke dalam kota.Keadaan seperti tenang ini
berlangsung siang malam, tetapi di dekat nyala api, angin yang menyerbu masuk hampir
menyamai kecepatan angin topan.
Pendekatan ini bergantung kepada tujuan yang ingin dicapai , sifat objek, dan pembaca.
Dalam menguraikan gagasannya penulis mungkin mengharapkan agar pembaca merasa tidak
puas terhadap suatu tindakan atau keadaan atau penulis menginginkan agar pembaca juga harus
merasakan bahwa persoalan yang dihadapi merupakan masalah yang gawat. Penulis juga dapat
membayangkan bahwa akanterjadi sesuatu yang tidak diinginkan, sehingga pembaca dari mula
sudah disiapkan dengan sebuah perasaan yang kurang enak, seram, takut, dan sebagainya
( Akhadiah,1997).
Pengarang harus menetapkan sikap yang akan diterapkan sebelum mulai menulis. Semua
rincian harus dipusatkan untuk menunjang efek yang ingin dihasilkan. Perincian yang tidak ada
kaitannya dan menimbulkan keragu-raguan pada pembaca harus disingkirkan. Penulis dapat
memilih, misalnya salah satu sikap, seperti masa bodoh, bersungguh-sungguh, cermat, sikap
seenaknya, atau sikap yang ironis ( Keraf, 1981).
suatu pendekatan yang dilakukan oleh seorang guru terhadap siswa dengan menampilkan
hal-hal yang nyata yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diajarkan. Pendekatan
realistik lebih menampilkan model pembelajaran yang nyata berdasarkan kenyataan yang
dihadapi siswa.Maxinus Jaeng, (2008: 82)
PRINSIP-PRINSIP NARASI
Prinsip dasar narasi diantaranya yaitu alur, penokohan, latar, sudat pandang, dan pemilihan detail
peristiwa.
a. Alur (Plot)
Pengertian alur atau plot dapat dipahami melalui contoh berikut: Raja Mati itu disebut
jalan cerita. Akan tetapi Raja mati karena sakit hati dalah alur.
Apa yang disebut alur dalam narasi memanglah sulit dicari. Alur bersembunyi dibalik
jalannya cerita (Suparno, 2004:4.36). Perlu dipahami benar, namun jalan cerita bukanlah alur.
Jalan cerita hanyalah manifestasi , bentuk wadah, bentuk jasmaniah dari alur cerita. Alur dan
jalan cerita memang tak terpisahkan, tetapi harus dibedakan. Kadangkadang orang sering
mengacaukan kedua pengertian tersebut. Jalan cerita bermuatan kejadian-kejadian. Akan tetapi,
suatu kejadian ada karena ada sebabnya, yaitu segi rohaniah dari kejadian. Suatu kejadian baru
disebut narasi kalau di dalamnya ada perkembangan kejadian. Dari suatu kejadian berkembang
kalau ada yang menyebabkan terjadinya perkembangan. Dalam hal ini, adanya konflik.
Intisari alur adalah konflik. Tetapi suatu konflik dalam narasi tidak dapat dipaparkan
begitu saja. Harus ada dasarnya. Oleh karena itu, alur sering dibagi lagi menjadi beberapa
elemen berikut ini:
Itulah susunan alur yang berpusat pada konflik. Dengan adanya alur di atas, pengarang
membawa pembaca ke dalam suatu keadaan yang menegangkan, timbul suatu
tegangan (suspense) dalam cerita. Dari suspense inilah yang menarik pembaca untuk terus
mengikuti cerita.
b. Penokohan
Adapun salah satu ciri khas narasi adalah adanya pengisahan tokoh cerita bergerak dalam
suatu rangkaian perbuatan atau pengisahan tokoh cerita terlibat dalam suatu peristiwa atau
kejadian. Tindakan, peristiwa, kejadian itu disusun bersama-sama, sehingga mendapatkan kesan
atau efek tunggal.
c. Latar ( Setting)
Latar di sini adalah tempat dan atau waktu terjadinya perbuatan tokoh atau peristiwa yang
dialami tokoh. Dalam karangan narasi kadang tidak disebutkan secara jelas tempat atau waktu
tokoh berbuat atau mengalami peristiwa tertentu. Sering kita jumpai cerita hanya mengisahkan
latar secara umum.
Contoh: Senja di sebuah kampus, di sebuah pantai, di sebuah kampung. di malam gelap,
di pagi hari nan indah dan sebagainya.
Namun, ada juga yang menyebutkan latar tempat dan waktu secara pasti dan jelas.
Sebelum mengarang narasi terlebih dahulu kita harus menentukan sudut pandang. Sudut
pandang dalam narasi akan menjawab pertanyaan siapakah yang menceritakan kisah ini. Apa pun
sudut pandang yang dipilih pengarang akan menentukan sekali gaya dan corak cerita karena
watak dan pribadi si pencerita akan banyak menentukan cerita yang dituturkan pengarang kepada
pembacanya. Seperti kita maklumi bahwa setiap orang mempunyai pandangan hidup,
intelegensi, kepercayaan, dan teperamen yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, keputusan
pengarang untuk menentukan siapa yang akan menceritakan kisah, menetukan sekali apa yang
ada dalam cerita. Jika pencerita (narrator) berbeda maka detail-detail cerita yang dipilih pun
berbeda pula.
JENIS-JENIS PARAGRAF
1. Narasi
Narasi adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam sebuah tulisan yang
rangkaian peristiwa dari waktu ke waktu dijabarkan dengan urutan awal, tengah, dan akhir.
2. Deskripsi
Ciri-ciri :
4. Menjelaskan ciri-ciri objek seperti warna, ukuran, bentuk, dan keadaan suatu objek secara
terperinci.
3. Persuasif
Oleh karena itu, biasanya disertai penjelasan dan fakta atau bukti (benar-benar terjadi)
sehingga meyakinkan dan dapat mempengaruhi pembaca. Pendekatan yang dipakai dalam
persuasi adalah pendekatan emotif yang berusaha membangkitkan dan merangsang emosi.
4. Ekspositoris
5. Persuasif
paragraf yang isinya berusaha untuk merebut perhatian pembaca. Paragraf ini disajikan
secara menarik, meyakinkan mereka bahwa pengalaman yang disiratkan itu merupakan suatu
hal yang amat penting. Karena itu, terkadang paragraf persuasi sering digunakan sebagai
paragraf propaganda oleh lembaga kesehatan, pemerintah, dan lain-lain.
Jadi, secara sederhana, kita dapat memahami paragraf persuasif dari ciri utamanya
sebagai sebuah paragraf yang berusaha menarik, meyakinkan, dan merebut perhatian pembaca.
Lebih jelasnya, cermati ciri-ciri paragraf persuasif berikut.
1. Tahap Enaktif.
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat
dalam memanipulasi (mengotak atik)objek.
Untuk gambar a ukurannya: Panjang = 20 satuan , Lebar = 1 satuan
b ukurannya: Panjang = 10 satuan , Lebar = 2 satuan
c ukurannya: Panjang = 5 satuan , Lebar = 4 satuan
2. Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana
pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak,
berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.
Penyajian pada tahap ini apat diberikan gambar-gambar dan Anda dapat berikan sebagai berikut.
3. Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol
atau lambang-lambang objek tertentu.
mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak, siswa mempunyai gagasan-gagasan
abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika dan komunikasi dilkukan dengan
pertolongan sistem simbol. Semakin dewasa sistem simbol ini samakin dominan.
4. Implikasi
Untuk memahami implikasi, pelajarilah uraian berikut. Misalnya, Elzan berjanji pada
Gusrayani, Jika Sore nanti tidak hujan, maka saya akan mengajakmu nonton. Janji Elzan ini
hanyalah berlaku untuk kondisi sore nanti tidak hujan. Akibatnya, jika sore nanti hujan, tidak ada
keharusan bagi Elzan untuk mengajak Gusrayani nonton.