Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)

TERHADAP MASALAH GANGGUAN PERTUKARAN GAS DENGAN TINDAKAN


TEHNIK BATUK EFEKTIF PADA Tn A DAN Tn S DI RS PATRIA IKKT.

PROPOSAL KTI

Nama : Sudirah

Nim : 13035

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN Dr.SISMADI
JAKARTA
2021
KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)


TERHADAP MASALAH GANGGUAN PERTUKARAN GAS DENGAN TINDAKAN
TEHNIK BATUK EFEKTIF PADA Tn A DAN Tn S DI RS PATRIA IKKT.

Nama : Sudirah

NIM : 13035

Dosen Pembimbing : 1. Ns. Rogayah, M.Kep

2. Ns.M.Riki Sholin Skep.M.P

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN Dr.SISMADI

JAKARTA

2021
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)


TERHADAP MASALAH GANGGUAN PERTUKARAN GAS DENGAN
TINDAKAN TEHNIK BATUK EFEKTIF PADA Tn A DAN Tn S DI RS
PATRIA IKKT.

Oleh : HASTIYAN MAWARSARI


NIM : 18009

Proposal penelitian ini telah di setujui untuk di sajikan dalam sidang proposal penelitian

Jakarta, Agustus 2021


Pembimbing 1 Pembimbing 2

Ns. Rogayah, M.Kep Ns. M. Riki sholin SKep.M.P


NIDN: 03-2512-7702 NIDN:

Mengetahui
Ketua STIKES Dr. Sismadi Jakarta

NS, Hernida Dwi Lestari, Spd, M.Kep


NIDN : 03-2810-7202
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas Akhir ini diajukan oleh :

Nama : Sudirah
NPM : 13035
Program Studi : Diploma III Keperawatan
Judul KTI : Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Jantung Kongestif (CHF)
Terhadap Masalah Gangguan Pertukaran Gas Dengan Tindakan
Tehnik Batuk Efektif Pada Tn A Dan Tn S Di Rs Patria IKKT

Telah berhasil dipertahankan di hadapan dewan penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan Program
Studi Diploma III Keperawatan STIKes Dr. Sismadi Jakarta.

DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Ns. Rogayah, M.Kep ( )
Pembimbing II : Ns.M.Riki Sholin Skep.M.P ( )

Jakarta, Agustus 2021

Ka. STIKes Sismadi Ka.Prodi D3 Keperawatan

Ns. Hernida Dwi L, Spd.M.Kep Ns. Rogayah, M.Kep


NIDN 03 2810 7202 NIDN 03 2512 7704
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat serta karunia-Nya
sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan tugas akhir Program Studi
Diploma III yaitu Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan
Pasien Gagal Jantung Kongestif (CHF) Terhadap Masalah Gangguan
Pertukaran Gas Dengan Tindakan Tehnik Batuk Efektif Pada Tn A Dan Tn
S Di Rs Patria IKKT” pada tahun 2021.

Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah dalam rangka memenuhi
syarat dalam menyelesaikan pendidikan Perguruan Tinggi Diploma III
Keperawatan untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Keperawatan.

Tersusunn Karya Tulis Ilmiah ini tentu tidak lepas dari bimbingan,saran dan
dukungan moral kepada penulis, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih
kepada:

1. LetKol Kes dr. Crispinus Adhi Suryo, SpAn selaku Direktur RS Patria IKKT
Jakarta
2. Ns. Hernida Dwi Lestari, Spd M.Kep selaku ketua STIKes Dr. Sismadi Jakarta
3. Ns. Rogayah M.Kep selaku kaprodi D3 STIKes Dr. Sismadi Jakarta, pembimbing
1,dan Penguji Karya Tulis Ilmiah.
4. Ns. M.Riki Sholin, S.Kep.M.P selaku pembimbing 2 dan penguji Karya Tulis
Ilmiah
5. Seluruh Dosen dan staf STIKes Dr.Sismadi yang telah memberikan dukungan
dan bimbingan bagi penulis dalam menyelesaikan proses pendidikan dan
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Kedua orang tua saya tercinta serta adik-adik yang senantiasa mendukung saya
dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Suamiku yang saya sayangi senantiasa mendukung dalam Karya Tukis Ilmiah ini.
8. Teman-teman saya dan semua pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari
sempurna,oleh karna itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
yang akan digunakan nantinya untuk masa depan

Akhir kata saya ucapkan terimakasih. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermnafaat
bagi banyak orang dikemudian hari. Aamiin.

Jakarta, … Oktober 2021

Penulis

(Sudirah/13035)
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskuler


termasuk didalammya Congestive Heart Failure (CHF) masih menduduki
peringkat yang tinggi, menurut data WHO pada tahun 2007 dilaporkan
bahwa gagal jantung mempengaruhi lebih dari 20 juta pasien di dunia dan
meningkat seiring pertambahan usia dan mengenai pasien dengan usia
lebih dari 65 tahun, dan sekitar 6-10% lebih banyak mengenai laki-laki dari
pada wanita. Pada tahun 2030 WHO memprediksi peningkatan penderita
gagal jantung mencapai 23 juta jiwa di dunia. Gagal jantung juga menjadi
masalah khas utama pada beberapa negara industri maju dan negara
berkembang seperti Indonesia.

Menurut Kompas (2010), sekitar 4,3 juta penduduk Indonesia


mengalami gagal jantung, dan 500.000 kasus baru gagal jantung telah di
diagnosis tiap tahunnya. Harapan hidup penderita gagal jantung lebih
buruk dibandingkan dengan kanker apapun kecuali kanker paru-paru dan
kanker ovarium karena sampai 75% penderita gagal jantung meninggal
dalam kurun waktu 5 tahun sejak diagnosis. Sedangkan menurut profil
kesehatan Indonesia pada tahun 2005 gagal jantung merupakan urutan ke 5
penyebab kematian terbanyak di rumah sakit seluruh Indonesia. Perubahan
gaya hidup, kadar kolesterol yang tinggi, perokok aktif dan kurangnya
kesadaran berolahraga menjadi faktor pemicu munculnya penyakit gagal
jantung.

Gagal jantung merupakan suatu keadaan yang serius. Kadang


orang salah mengartikan gagal jantung sebagai berhentinya jantung.
Sebenarnya istilah gagal jantung menunjukkan berkurangnya kemampuan
jantung untuk mempertahankan beban kerjanya. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh berbagai hal tergantung bagian jantung mana yang
mengalami gangguan (Russel, 2011).

Penyebab gagal jantung digolongkan berdasarkan sisi dominan


jantung yang mengalami kegagalan. Jika dominan pada sisi kiri yaitu :
penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup
aorta, penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, amioloidosis
jantung, keadaan curah tinggi (tirotoksikosis, anemia, fistula
arteriovenosa). Apabila dominan pada sisi kanan yaitu : gagal jantung kiri,
penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid,
penyakit jantung kongenital (VSD,PDA), hipertensi pulmonal, emboli
pulmonal masif (chandrasoma,2006) didalam (Aspani, 2016).
Pada gagal jantung kanan akan timbul masalah seperti : edema,
anorexia, mual, dan sakit didaerah perut. Sementara itu gagal jantung kiri
menimbulkan gejala cepat lelah, berdebar-debar, sesak nafas, batuk, dan
penurunan fungsi ginjal. Bila jantung bagian kanan dan kiri sama-sama
mengalami keadaan gagal akibat gangguan aliran darah dan adanya
bendungan, maka akan tampak gejala gagal jantung pada sirkulasi sitemik
dan sirkulasi paru (Aspani, 2016).

Pasien dengan tanda dan gejala klinis penyakit gagal jantung akan
menunjukkan masalah keperawatan aktual maupun resiko yang berdampak
pada penyimpangan kebutuhan dasar manusia seperti penurunan curah
jantung, gangguan pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, perfusi perifer
tidak efektif, intoleransi aktivitas, hipervolemia, nyeri, ansietas, defisit
nutrisi, dan resiko gangguan integritas kulit (Aspani, 2016).

Pada pasien dengan gagal jantung perencanaan dan tindakan


asuhan keperawatan yang dapat dilakukan diantaranya yaitu memperbaiki
kontraktilitas atau perfusi sistemik, istirahat total dalam posisi semi fowler,
memberikan terapi oksigen sesuai dengan kebutuhan, menurunkan volume
cairan yang berlebih dengan mencatat asupan dan haluaran (Aspani, 2016).

Istirahat total dalam posisi semi fowler dapat mengurangi keluhan


yang dialami pasien gagal jantung diantaranya, sesak nafas dan kesulitan
tidur. Hal ini sejalan dengan penelitian (Melanie, 2012) tentang sudut
posisi tidur semi fowler 45° terhadap kualitas tidur dan tanda vital pasien
gagal jantung diruang rawat intensif RS Patria IKKT Jakarta. Hasil
Penelitian ini membuktikan adanya pengaruh antara sudut posisi tidur
terhadap kualitas tidur pasien gagal jantung. Namun, tidak ada pengaruh
yang signifikan antara sudut posisi tidur terhadap tanda vital. Oleh karena
itu pengaturan sudut posisi tidur dapat menghasilkan kualitas tidur yang
baik, sehingga bisa dipertimbangkan sebagai salah satu intervensi untuk
memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur pasien.

Penyakit jantung dan pembuluh darah telah menjadi salah satu


masalah penting kesehatan masyarakat dan merupakan penyebab kematian
yang utama sehingga sangat diperlukan peran perawat dalam penanganan
pasien gagal jantung. Adapun peran perawat yaitu care giver merupakan
peran dalam memeberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan
pemecahan masalah sesuai dengan metode dan proses keperawatan yang
teridiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi
sampai evaluasi (Gledis & Gobel, 2016). Selain itu perawat berperan
melakukan pendidikan kepada pasien dan keluarga untuk mempersiapkan
pemulangan dan kebutuhan untuk perawatan tindak lanjut di rumah
(Pertiwiwati & Rizany, 2017).
Hasil studi pendahuluan didapatkan data tahun 2021 di RS Patria
IKKT Jakarta khususnya ruang perawatan Flamboyan B terdapat 293
kasus dan menjadi penyakit dengan urutan ke-5 dari Top 1000 diagnosis.
Sedangkan diruang Flamboyan E dalam periode bulan Oktober-Desember
2019 lalu terdapat 23 kasus.

Berdasarkan pembahasan diatas, penulis tertarik untuk mengangkat


masalah tersebut dalam sebuah karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pasien Gagal Jantung Kongestif (CHF) Terhadap Masalah
Gangguan Pertukaran Gas Dengan Tindakan Tehnik Batuk Efektif Pada
Tn A Dan Tn S Di Rs Patria IKKT.”

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Gagal Jantung Kongestif (CHF) Pada Masalah Gangguan
Pertukaran Gas Dengan Tindakan Tehnik Batuk Efektif .

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien yang mengalami gagal


jantung kongestif (CHF).

b. Mampu menegakkan diasnosa keperawatan pada pasien yang


mengalami gagal jantung kongestif (CHF).

c. Menyuusun perencanaan keperawatan pada pasien yang mengalami


gagal jantung kongestif (CHF).

d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien yang mengalami


gagal jantung kongestif (CHF).

e. Melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien yang


mengalami gagal jantung kongestif (CHF).

C. Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Jantung


Kongestif (CHF) Pada Masalah Gangguan Pertukaran Gas Dengan
Tindakan Tehnik Batuk Efektif Pada Tn A Dan Tn S Di RS Patria
IKKT?
D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan Karya Tulis Ilmiah ini terdiri dari 5 BAB yaitu :

BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, rumusan
masalah, sistematika penulisan dan manfaat penulisan.

BAB II Tinjauan teori yang terdiri dari pengertian, etiologi, patofisiologi yang
terdiri dari proses perjalanan penyakit, manifestasi klinis,
komplikasi.Penatalaksanaan medis, pengkajian keperawatan (termasuk
pemeriksaan diagnostik), diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
pelaksanaan perawatan dan evaluasi tindakan keperawatan.

BAB III merupakan Metodologi Karya Tulis Ilmiah yang memuat rancangan
studi kasus, subjek studi kasus, fokus studi kasus, definisi operasional, tempat
dan waktu yang digunakan, instrument studi kasus, skala penelitian, langkah
hasil studi kasus, analisa studi kasus, serta etika studi kasus.

BAB IV merupakan hasil studi kasus dan pembahasan terdiri dari pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
keperawatan.

BAB V Penutup terdiri dari kesimpulan berdasarkan pada pembahasan yaitu


pengkajian sampai evaluasi keperawatan. Saran ditujukan kepada mahasiswa,
pasien, petugas kesehatan, institusi dan Rumah Sakit. Daftar pustaka dan
lampiran-lampiran.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pelayanan Kesehatan


Diharapkan melalui studi kasus ini, pelayanan kesehatan kedepannya
mampu memberi pendidikan kesehatan pada gagal jantung kongestif
(CHF) dan cara penanganannya dengan segera.

2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Tekhnologi Keperawatan


Diharapkan melalui studi kasus ini dapat menambah pengetahuan serta
pengembangan di dalam ilmu dan Tekhnologi Keperawatan.

3. Bagi Institusi Pendidikan


Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi untuk meningkatkan
kualitas dan pengalaman pendidikan keperawatan pada pengaplikasian
asuhan keperewatan dengan masalah gagal jantung kongestif (CHF)

4. Bagi Penulis
Manfaat bagi penulis dapat menegakkan diagnosa dan intervensi dengan
tepat untuk pasien dengan masalah keperawatan pada system peredaran
darah, khususnya dengan pasien yang mengalami gagal jantung
kongestif (CHF), sehingga perawat dapat melakukan tindakan asuhan
keperawatan yang tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana


jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan
tubuh meskipun tekanan pengisian cukup (Ongkowijaya &
Wantania, 2016).

Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda


dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat
atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau
fungsi jantung. Gagal jantung disebabkan oleh gangguan yang
menghabiskan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel
(disfungsi diastolik) dan atau kontraktilitas miokardial (disfungsi
sistolik) (Sudoyo Aru,dkk 2009) didalam (nurarif, a.h 2015).

Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung


tidak mampu lagi memompakan darah secukupnya dalam
memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh untuk keperluan metabolisme
jaringan tubuh pada kondisi tertentu, sedangkan tekanan pengisian
kedalam jantung masih cukup tinggi (Aspani, 2016).

2. Anatomi dan Fisiologi Jantung


a. Anatomi Jantung

Gambar 2.1 : Anatomi jantung


Sistem peredaran darah terdiri atas jantung, pembuluh darah,
dan saluran limfe. Jantung merupakan organ pemompa besar yang
memelihara peredaran melalui seluruh tubuh. Arteri membawa darah
dari jantung. Vena membawa darah ke jantung. kapiler
menggabungkan arteri dan vena, terentang diantaranya dan merupakan
jalan lalu lintas antara makanan dan bahan buangan. Disini juga
terjadi pertukaran gas dalam cairan ekstraseluler dan interstisial.

Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut,


berongga, basisnya diatas, dan puncaknya dibawah. Apeksnya
(puncaknya) miring kesebelah kiri. Berat jantung kira-kira 300 gram.

Kedudukan jantung: jantung berada didalam toraks, antara


kedua paru-paru dan dibelakang sternum, dan lebih menghadap ke kiri
daripada ke kanan. (lihat Gambar 2.2).

Gambar 2.2 kedudukan jantung dalam perbandingan terhadap


sternum,iga-iga, dan tulang rawan konstal.

Lapisan Jantung terdiri atas 3 lapisan yaitu :

1) Epikardium merupakan lapisan terluar, memiliki struktur yang


samma dengan perikardium viseral.

2) Miokardium, merupakan lapisan tengah yang terdiri atas otot


yang berperan dalam menentukan kekuatan kontraksi.

3) Endokardium, merupakan lapisan terdalam terdiri atas jaringan


endotel yang melapisi bagian dalam jantung dan menutupi
katung jantung.
Katup jantung : berfungsi untuk mempertahankan aliran
darah searah melalui bilik jantung. ada dua jenis katup, yaitu katup
atrioventrikular dan katup semilunar. (lihat Gambar 2.3)

Gambar 2.3 katup-katup jantung

1) Katup atrioventrikular, memisahkan antara atrium dan ventrikel.


Katup ini memungkinkan darah mengalir dari masing –masing
atrium ke ventrikel saat diastole ventrikel dan mencegah aliran
balik ke atrium saat sistole ventrikel. Katup atrioventrikuler ada
dua, yaitu katup triskupidalis dan katup biskuspidalis. Katup
triskupidalis memiliki 3 buah daun katup yang terletak antara
atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup biskuspidalis atau
katup mitral memiliki 2 buah dauh katup dan terletak antara
atrium kiri dan ventrikel kiri.

2) Katup semilunar, memisahkan antara arteri pulmonalis dan aorta


dari ventrikel. Katup semilunar yang membatasi ventrikel kanan
dan arteri pulmonaris disebut katup semilunar pulmonal. Katup
yang membatasi ventikel kiri dan aorta disebut katup semilunar
aorta. Adanya katup ini memungkinkan darah mengalir dari
masing-masing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama
sistole ventrikel dan mencegah aliran balik ke ventrikel sewaktu
diastole ventrikel

Ruang jantung : jantung memiliki 4 ruang, yaitu atrium


kanan, atrium kiri, ventrikel kiri, dan ventrikel kanan. Atrium terletak
diatas ventrikel dan saling berdampingan. Atrium dan ventrikel
dipisahkan oleh katup satu arah. Antara organ rongga kanan dan kiri
dipisahkan oleh septum.

b. Fisiologi Jantung
Siklus jantung adalah rangkaian kejadian dalam satu irama
jantung. Dalam bentuk yang paling sederhana, siklus jantung adalah
kontraksi bersamaan kedua atrium, yang mengikuti suatu fraksi pada
detik berikutnya karena kontraksi bersamaan kedua ventrikel.

Sisklus jantung merupakan periode ketika jantung kontraksi


dan relaksasi. Satu kali siklus jantung sama dengan satu periode
sistole (saat ventrikel kontraksi) dan satu periode diastole ( saat
ventrikel relaksasi). Normalnya, siklus jantung dimulai dengan
depolarisasi spontan sel pacemarker dari SA node dan berakhir
dengan keadaan relaksasi ventrikel.

Pada siklus jantung, sistole(kontraksi) atrium diikuti sistole


ventrikel sehingga ada perbedaan yang berarti antara pergerakan darah

dari ventrikel ke arteri. Kontraksi atrium akan diikuti relaksasi atrium


dan ventrikel mulai ber kontraksi. Kontraksi ventrikel menekan darah
melawan daun katup atrioventrikuler kanan dan kiri dan menutupnya.
Tekanan darah juga membuka katup semilunar aorta dan pulmonalis.
Kedua ventrikel melanjutkan kontraksi, memompa darah ke arteri.
Ventrikel kemudian relaksasi bersamaan dengan pengaliran kembali
darah ke atrium dan siklus kembali.

Curah jantung merupakan volume darah yang dipompakan


selama satu menit. Curah jantung ditentukan oleh jumlah denyut
jantung permenit dan stroke volume. Isi sekuncup ditentukan oleh :

1) Beban awal (pre-load)

(a) Pre-load adalah keadaan ketika serat otot ventrikel kiri


jantung memanjang atau meregang sampai akhir
diastole. Pre-load adalah jumlah darah yang berada
dalam ventrikel pada akhir diastole.

(b) Volume darah yang berada dalam ventrikel saat diastole


ini tergantung pada pengambilan darah dari pembuluh
vena dan pengembalian darah dari pembuluh vena ini
juga tergantung pada jumlah darah yang beredar serta
tonus otot.

(c) Isi ventrikel ini menyebabkan peregangan pada serabut


miokardium.
(d) Dalam keadaan normal sarkomer (unit kontraksi dari sel
miokardium) akan teregang 2,0 µm dan bila isi ventrikel
makin banyak maka peregangan ini makin panjang.

(e) Hukum frank starling : semakin besar regangan otot


jantung semakin besar pula kekuatan kontraksinya dan
semakin besar pula curah jantung. pada keadaan pre-
load terjadi pengisian besar pula volume darah yang
masuk dalam ventrikel.

(f) Peregangan sarkomet yang paling optimal adalah 2,2


µm. Dalam keadaan tertentu apabila peregangan
sarkomer melebihi 2,2 µm, kekuatan kontraksi
berkurang sehingga akan menurunkan isi sekuncup.

2) Daya kontraksi

(a) Kekuatan kontraksi otot jantung sangat berpengaruh


terhadap curah jantung, makin kuat kontraksi otot
jantung dan tekanan ventrikel.

(b) Daya kontraksi dipengaruhi oleh keadaan miokardium,


keseimbangan elektrolit terutama kalium, natrium,
kalsium, dan keadaan konduksi jantung.

3) Beban akhir

(a) After load adalah jumlah tegangan yang harus


dikeluarkan ventrikel selama kontraksi untuk
mengeluarkan darah dari ventrikel melalui katup
semilunar aorta.

(b) Hal ini terutama ditentukan oleh tahanan pembuluh


darah perifer dan ukuran pembuluh darah.
Meningkatnya tahanan perifer misalnya akibat
hipertensi artau vasokonstriksi akan menyebabkan
beban akhir.

(c) Kondisi yang menyebabkan baban akhir meningkat


akan mengakibatkan penurunan isi sekuncup.

(d) Dalam keadaan normal isi sekuncup ini akan berjumlah


±70ml sehingga curah jantung diperkirakan ±5 liter.
Jumlah ini tidak cukup tetapi dipengaruhi oleh aktivitas
tubuh.
(e) Curah jantung meningkat pada waktu melakukan kerja
otot, stress, peningkatan suhu lingkungan, kehamilan,
setelah makan, sedang kan saat tidur curah jantung
akan menurun.

3. Etiologi

Secara umum penyebab gagal jantung dikelompokkan


sebagai berikut :

a. Disfungsi miokard

b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (sistolic


overload).

1) Volume : defek septum atrial, defek septum ventrikel,


duktus arteriosus paten

2) Tekanan : stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi


aorta

3) Disaritmia

c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic


overload)

d. Peningkatan kebutuhan metabolik (demand oveload)

Menurut Smeltzer (2012) dalam Buku Ajar Keperawatan


Medikal-Bedah, gagal jantung disebabkan dengan berbagai
keadaan seperti :

a. Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot


jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi
yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung
mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan
penyakit degeneratif atau inflamasi misalnya kardiomiopati.

Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif,


berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun .
b. Aterosklerosis koroner

Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi


miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung.
Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Infark miokardium menyebabkan
pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang
abnormal dan mengubah daya kembang ruang jantung .

c. Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya


mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme,
termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri
dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik
dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta
memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial
maupun aritmia ventrikel.

d. Penyakit jantung lain

Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya,


yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk
jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung
untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif
konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load.
Regurgitasi mitral dan aorta menyebabkan kelebihan beban
volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta
menyebabkan beban tekanan (after load)

e. Faktor sistemik

Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam


perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (misal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung.
Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik
dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
4. Manifestasi Klinik

a. Gagal Jantung Kiri

1) Kongesti pulmonal : dispnea (sesak), batuk, krekels paru,


kadar saturasi oksigen yang rendah, adanya bunyi jantung
tambahan bunyi jantung S3 atau “gallop ventrikel” bisa di
deteksi melalui auskultasi.

2) Dispnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea, dispnea


nocturnal paroksismal (PND).

3) Batuk kering dan tidak berdahak diawal, lama kelamaan


dapat berubah menjadi batuk berdahak.

4) Sputum berbusa, banyak dan berwarna pink (berdarah).

5) Perfusi jaringan yang tidak memadai.

6) Oliguria (penurunan urin) dan nokturia (sering berkemih


dimalam hari)

7) Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejala-


gejala seperti: gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala,
konfusi, gelisah, ansietas, sianosis, kulit pucat atau dingin
dan lembab.

8) Takikardia, lemah, pulsasi lemah, keletihan.

b. Gagal Jantung Kanan

Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena


sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume

darah dengan adekuat sehingga tidak dapat


mengakomondasikan semua darah yang secara normal kembali
dari sirkulasi vena.

1) Edema ekstremitas bawah

2) Distensi vena leher dan escites

3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas


abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar.

4) Anorexia dan mual


5) Kelemahan

5. Klasifikasi Gagal Jantung


Klasifikasi Fungsional gagal jantung menurut New York Heart
Association (NYHA), sebagai berikut :
a. Kelas 1
Tidak ada batasan: aktivitas fisik yang biasa tidak menyebabkan dipsnea
napas, palpitasi atau keletihan berlebihan

b. Kelas 2
Gangguan aktivitas ringan merasa nyaman ketika beristirahat, tetapi
aktivitas biasa menimbulkan keletihan dan palpitasi.

c. Kelas 3
Keterbatasan aktifitas fisik yang nyata : merasa nyaman ketika
beristirahat, tetapi aktivitas yang kurang dari biasa dapat menimbulkan
gejala.

d. Kelas 4
Tidak dapat melakukan aktifitas fisik apapun tanpa merasa tidak nyaman:
gejala gagal jantung kongestif ditemukan bahkan pada saat istirahat dan
ketidaknyamanan semakin bertambah ketika melakukan aktifitas fisik
apapun.

6. Patofisiologi

Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi


dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan gagal
melakukan tugasnya sebagai organ pemompa, sehingga terjadi yang
namanya gagal jantung. Pada tingkat awal disfungsi komponen pompa
dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal
mengalami payah dan kegagalan respon fisiologis tertentu pada
penurunan curah jantung. Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh
untuk mempertahankan perfusi organ vital normal.

Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme


respon primer yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis,
meningkatnya beban awal akibat aktifitas neurohormon, dan hipertrofi
ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung. Mekanisme-mekanisme ini mungkin
memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal
atau hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan normal.

Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan


kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah
dari curah jantung normal. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan
curah jantung. Bila mekanisme ini gagal, maka volume sekuncup
yang harus menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah darah
yang dipompa pada setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor
yaitu preload (jumlah darah yang mengisi jantung), kontraktilitas
(perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel yang
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium), dan afterload (besarnya tekanan ventrikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriol). Apabila salah satu komponen itu
terganggu maka curah jantung akan menurun.

Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis


koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau
inflamasi. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi
miokardium karena terganggu alirannya darah ke otot jantung. Terjadi
hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi
sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban
kerja jantung pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot
jantung. Efek (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme
kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.

Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan


dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel
kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal
ventrikel kiri paling sering mendahului gagal jantung ventrikel kanan.
Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena
curah ventrikel brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu
ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan .
7. Patway

Bagan 2.1 Patway gagal jantung

Sumber : (WOC) dengan menggunakan Standar Diganosa Keperawatan


Indonesia
8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien


dengan kasus gagal jantung kongestive di antaranya sebagai
berikut :

a. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler,


penyimpangan aksis, iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi
atrial.

b. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan


untuk menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang
terjadi sebelummnya.

c. Ekokardiografi

1) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi


volume balik dan kelainan regional, model M paling sering
diapakai dan ditanyakan bersama EKG)

2) Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)

3) Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan


pendekatan transesofageal terhadap jantung)

d. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan


membantu membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan
stenosis katup atau insufisiensi

e. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung.


Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau
perubahan dalam pembuluh darah abnormal

f. Elektrolit : Mungkin beruban karena perpindahan


cairan/penurunan fungsi ginjal terapi diuretik

g. Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika


gagal jantung kongestif akut menjadi kronis.

h. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan


alkalosis respiratory ringan (dini) atau hipoksemia dengan
peningkatan PCO2 (akhir)
i. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN
menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan
kreatinin merupakan indikasi

j. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan


hiperaktifitas tiroid sebagai pencetus gagal jantung

9. Penatalaksanaan

Penatalakasanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi

yaitu sebagai berikut :

a. Terapi farmakologi :

Terapi yang dapat iberikan antara lain golongan


diuretik, angiotensin converting enzym inhibitor (ACEI),
beta bloker, angiotensin receptor blocker (ARB), glikosida
jantung , antagonis aldosteron, serta pemberian laksarasia
pada pasien dengan keluhan konstipasi.

b. Terapi non farmakologi :

Terapi non farmakologi yaitu antara lain tirah


baring, perubahan gaya hidup, pendidikan kesehatan
mengenai penyakit, prognosis, obat-obatan serta
pencegahan kekambuhan, monitoring dan kontrol faktor
resiko.

B. Konsep Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas pada Gagal


Jantung Komgestif

1. Definisi
Intoleransi aktivitas didefinisikan sebagai keadaan di mana
seseorang tidak memiliki cukup energi fisiologis atau psikilogis untuk
bertahan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang diinginkan atau
dilakukan.

Intoleransi aktivitas merupakan kondisi terjadinya penurunan


kapasitas fisiologi seseorang untuk mempertahankan aktivitas sampai
tingkat yang diinginkan.

2. Etiologi

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) penyebab dari


intoleransi aktivitas pada gagal jantung kongestif adalah :
a. Ketidak seimbangan antar suplai dan kebutuhan oksigen yang terjadi apabila
suplai darah tidak lancar diparu-paru (darah tidak masuk kejantung),
menyebabkan penimbunan cairan diparu-paru yang dapat menurunkan
pertukaran oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah di paru-paru.
Sehingga oksigenisasi arteri berkurang dan tidak seimbang dan terjadi
peningkatan karbondioksida yang akan menbentuk asam di dalam tubuh
(Kasron, 2016).
b. Kelemahan pada aktivitas fisik ringan, terutama yang hilang dengan

istirahat, dapat mengindikasikan awal gagal jantung. Pada gangguan

ini, jantung tidak dapat menyediakan cukup darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolic sel yang sedikit meningkat. Namun, beberapa

pasien mengalami kelelahan sebagai gejala jantung (Hidayat, 2009).

c. Perubahan akibat imobilitas pada gagal jantung kongestif antara lain

dapat berupa hipotensi ortostatik dan meningkatnya kerja jantung.

Terjadinya hipotensi ortostatik dapat disebabkan oleh menurunnya

kemampuan saraf otonom. Pada posisi tetap dan lama, reflex

neurovascular akan menurun dan menyebabkan vasokontriksi,

kemudian darah terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran

darah ke sistem pusat sirkulasi pusat terhambat. Meningkatnya kerja

jantung dapat disebabkan karena imobilitas dengan posisi horizontal.

Dalam keadaan normal, darah yang terkumpul pada ekstermitas

bawah bergerak dan meningkatkan aliran vena kembali ke jantung

dan akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya (Hidayat, 2009).

d. Perubahan gaya hidup pada gagal jantung kongestif dapat


mempengaruhi kemampuan mobilitas karena gaya hidup berdampak
pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari (Hidayat, 2009).
3. Patofisiologi

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi menurunnya

kemampuan kontraktilitas jantung, sehingga darah yang dipompa pada setiap

kontriksi menurun dan menyebabkan penurunan darah keseluruh tubuh. Apabila

suplai darah tidak lancar diparu-paru (darah tidak masuk kejantung),

menyebabkan penimbunan cairan diparu-paru yang dapat menurunkan pertukaran

oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah di paru-paru. Sehingga

oksigenisasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan karbondioksida yang akan

menbentuk asam di dalam tubuh. Situasi ini akan memberikan suatu gejala sesak

napas (dispnea), ortopnea (dispnea saat berbaring) terjadi apabila aliran darah dari

ektermitas menngkatkan aliran balik vena kejantung dan paru-paru. Suplai darah

yang kurang di daerah otot dan kulit, menyebabkan kulit menjadi pucat dan dingin

serta timbul gejala letih, lemah dan lesu (Smeltzer & Bare, 2015). Intoleransi

aktivitas merupakan suatu diagnosa yang lebih menitikberatkan respon tubuh yang

tidak mampu untuk bergerak terlalu banyak karena tubuh tidak mampu

memproduksi energi yang cukup. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa, untuk

bergerak, kita membutuhkan sejumlah energi. Pembentukan energi dilakukan di

sel, tepatnya di mitokondria melalui beberapa proses tertantu. Untuk membentuk

energi, tubuh memerlukan nutrisi dan CO2. Pada kondisi tertentu, dimana suplai

nutrisi dan O2 tidak sampai ke sel, tubuh akhirnya tidak dapat memproduksi

energi yang banyak. Jadi, apapun penyakit yang membuat

terhambatnya/terputusnya suplai nutrisi dan O2 ke sel, dapat mengakibatkan

respon tubuh berupa intoleransi aktifitas (Wartonah, 2014).

Intoleransi aktivitas pada pasien dengan gagal jantung kongestif disebabkan

jantung tidak mampu untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen karena kerusakan

sifat kontraktil dari jantung dan curah jantung kurang dari normal. Hal ini

disebabkan karena meningkatnya beban kerja otot jantung, sehingga bisa


melemahkan kekuatan kontraksi otot jantung dan produksi energi menjadi

berkurang (Wartonah, 2014).

4. Tanda Dan Gejala

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) tanda dan gejala intoleransi

aktivitas pada gagal jantung kongestif di bagi menjadi 2 yaitu secara subjektif dan

objektif

a. Subjektif

1) Mengeluh Lelah

Menurut Kasron (2016), pasien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal

ini terjadi akibat curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi

normal dan suplai oksigen ke jaringan dan menghambat pembuangan sisa hasil

katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk

bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.

2) Dispnea saat/setelah beraktivitas

Dispnea atau perasaan sulit bernafas adalah manisfestasi gagal jantung yang

paling umum. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat

kongesti vascular paru yang mengurangi kelenturan paru. Meningkatnya tahanan

aliran udara juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang

berkisar dari kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi

edema alveolar, maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat

beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea

saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-

bagian tubuh yang dibawah ke arah sirkulasi sentral (Price & Wilson, 2006) b.

Objektif

1) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat.


Peningkatan frekuensi jantung adalah respon awal jantung terhadap stress, sinus

takikardia mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada pemeriksaan pasien

dengan kegagalan pompa jantung (Muttaqin, 2009).

2) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat.

Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup (Muttaqin,

2009).

3) Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah istilahat.

Aritmia adalah irama yang berasal bukan dari nodus SA. Irama yang tidak

teratur, sekalipun ia berasal dari nodus SA, misalnya sinus aritmia. Frekuensi kurang
dari 60 x/menit (sinus bradikardia) atau lebih dari 100 x/menit.

Terdapatnya hambatan impuls supra atau intra ventrikular (Rahman, 2006).

c. Komplikasi

Menurut Wartonah (2014), apabila intoleransi aktivitas tidak diatasi maka

akan dapat menimbulkan komplikasi yakni atrofi otot. Atrofi otot merupakan

keadaan dimana otot menjadi mengecil karena tidak terpakai dan pada akhirnya

serabut otot akan diinfiltrasi dan diganti dengan jaringan fibrosa dan lemak.

2) Penatalaksanaan

Menurut Smeltzer & Bare (2015), penatalaksanaan gagal jantung kongestif

dengan intoleransi aktivitas yakni :

a. Meluangkan waktu istirahat

Pasien perlu sekali beristirahat baik secara fisik maupun emosional. Istirahat akan

mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung. Lamanya

berbaring juga merangsang diuresis karena berbaring akan memperbaiki perfusi

ginjal. Istirahat juga mengurangi kerja otot pernafasan dan penggunaan oksigen.

Frekuensi jantung menurun, yang akan memperpanjang periode diastol pemulihan

sehingga memperbaiki efisiensi kontraksi jantung.

2 Posisi tirah baring

Kepala tempat tidur harus dinaikkan 20 sampai 30 cm (8-10 inci) atau pasien
didudukkan di kursi. Pada posisi ini aliran balik vena ke jantung (preload) atau

paru berkurang, kongesti paru berkurang, dan penekanan hepar ke diafragma

menjadi minimal. Lengan bawah harus disokong dengan bantal untuk mengurangi

kelelahan otot bahu akibat berat lengan yang menarik secara terus-menerus.

Pasien yang dapat bernapas hanya pada posisi tegak (ortopnu) dapat didudukkan

di sisi tempat tidur dengan kedua kaki disokong kursi, kepala dan lengan

diletakkan di meja tempat tidur dan vertabra disokong dengan bantal. Bila

terdapat kongesti paru, maka lebih baik pasien didudukkan di kursi karena posisi

ini dapat memperbaiki perpindahan cairan dari paru. Edema yang biasanya

terdapat di bagian bawah tubuh, berpindah ke daerah sacral ketika pasien

dibaringkan di tempat tidur.

4) Pemeriksaan Penunjang

Menurut Kasron (2016) pemeriksaan penunjang intoleransi aktivitas pada

gagal jantung kongestif yaitu:

(f) EKG

Fungsi dari pemeriksaan EKG yaitu untuk mengetahui hipertrofi atrial atau

ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan pola.

c. ECG

Fungsi pemeriksaan ECG yaitu untuk mengetahui adanya sinus takikardi,

iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi penyakit katup

jantung.

b Rontgen dada

Pemeriksaan rontgen dada bertujuan untuk menunjukkan pembesaran jantung.

Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam

pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.

e. Tes latihan fisik

Tes latihan fisik sering kali dilakukan untuk menilai adanya iskemia miokard
dan pada beberapa kasus untuk mengukur konsumsi oksigen maksimum (VO2 maks).
Ini adalah kadar di mana konsumsi oksigen lebih lanjut tidak akan meningkat
meskipun terdapat peningkatan latihan lebih lanjut. VO 2 maks merepresentasikan
batas toleransi latihan aerobic dan sering menurun pada gagal jantung.

C. Konsep Tindakan Keperawatan pada Gagal Jantung Komgestif

AHA merekomendasikan latihan fisik dilakukan pada pasien dengan CHF


yang sudah stabil. Latihan fisik dilakukan 20-30 menit dengan frekuensi 3-
5 kali setiap minggu. Sebelum memulai latihan fisik, pasien dengan CHF
memerlukan penilaian yang komprehensif untuk stratifikasi risiko dan
dianjurkan untuk beristirahat jika kelelahan. Latihan ini merupakan salah
satu latihan yang berada di rumah sakit (inpatient) yang dapat dilakukan
oleh pasien dengan NYHA II dan III. Manajemen aktivitas bertahap pada
pasien tersebut merupakan kegiatan fisik yang ringan dan teratur sehingga
kondisi sirkulasi darah perifer dan perfusi jaringan dapat diperbaiki.
Breathing exercise merupakan latihan untuk meningkatkan pernafasan dan
kinerja fungsional (Cahalin, 20145). Salah satu breathing exercise yang
dapat dilakukan adalah deep breathing exercise yaitu aktivitas
keperawatan yang berfungsi meningkatkan kemampuan otot-otot
pernafasan untuk meningkatkan compliance paru dalam meningkatkan
fungsi ventilasi dan memperbaiki oksigenasi (Smelzer, 2008; Price, 2006).
Penelitian tentang breathing exercise pada pasien gagal jantung yang
dilakukan oleh Sepdianto (2013) dilakukan selama 15 menit sebanyak 3
kali sehari dalam waktu 14 hari. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
p=0,000 dalam penurunan dyspnea. Penelitian yang berbentuk systematic
review pada 27 penelitian menunjukkan bahwa latihan fisik dapat
meningkatkan saturasi oksigen (p=0,004) dan kualitas hidup (0,006) pada
pasien gagal jantung (Babu, 2010; Jewiss, 2016). Penggunaan deep
breathing exer-cise dan active range of motion sebagai intervensi
keperawatan dalam menurunkan dyspnea pada pasien CHF belum banyak
dilakukan di Indonesia. Hal ini mendorong peneliti untuk mengetahui
pengaruh deep breathing exercise dan active range of motion
terhadap dyspnea pada pasien CHF.

D. Konsep Asuhan Keperawatan pada Penyakit Gagal Jantung

Komgestif

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini semua

data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan

pasien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait


dengan aspek biologis, psikologis, social, maupun spiritual pasien (Asmadi,

2008).

Menurut Ruhyanudin (2007), pengkajian asuhan keperawatan pada

pasien gagal jantung kongestif dengan masalah keperawatan intoleransi

aktivitas :

a. Identitas pasien

Pengkajian identitas pasien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin,

alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk

rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medis.

b. Keluhan utama

Keluhan utama merupakan gejala penyakit yang dirasakan pada saat masuk

rumah sakit atau saat dilakukan pengkajian. Pada pasien dengan gagal jantung

kongestif keluhan utamanya adalah kelemahan, sesak nafas dan dada

berdebar-debar yang merupakan dampak dari kongesti paru dan manifestasi

gangguan kontraktilitas miocard.

c. Riwayat penyakit sekarang

Umumnya penyakit bermula perlahan sampai muncul keluhan sesak nafas


disertai nyeri dada serta keharusan menggunakan bantal tinggi dan adanya
intoleransi aktivitas dengan manifestasi kelelahan atau dada semakin berdebar
setelah melakukan aktivitas tertentu atau bahkan aktivitas ringan sekalipun.

d. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit dahulu pada pasien dengan gagal jantung kongestif perlu dikaji
adanya faktor resiko seperti hipertensi kronis, DM, serangan IMA terdahulu, atau
adanya kelainan jantung bawaan termasuk kelainan katup.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat kesehatan keluarga yang perlu dikaji adalah mengenai kebiasaan


keluarga yang kurang sehat yang bisa menjadi faktor presdiposisi terjadinya
gagal jantung seperti merokok, kebiasaan makan makanan yang banyak
mengandung lemak dan kolestrol maupun aktifitas olahraga yang tidak teratur
atau bahkan tidak pernah dilakukan. Ada kalanya dalam anggota keluarga pasien
ada yang menderita penyakit jantung (hipertensi, penyakit jantung coroner)
maupun DM, mengingat penyakit jantung berhubungan dengan faktor-faktor
penyakit herediter seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

f. Data psikososial

Perlu dievaluasi tentang kesiapan emosional pasien untuk belajar mengenali


penyakit dan terapinya. Seringkali ditemukan perubahan status psikososial pasien
yang cendrung mengalami gangguan kepribadian dikarenakan kelemahan dan
rasa tidak berdaya, kehilangan atau kesulitan menerima perubahan peran yang
kadang menyebabkan pasien jatuh dalam keadaan depresi.

g. Pemeriksaan fisik

Pada umumnya kesadaran pasien tidak mengalami perubahan kecuali bila otak

mulai kekurangan oksigen yang disebabkan oleh pernurunan cardiac output bisa

dijadikan landasan pasien bisa jatuh daam keadaan status kesadaran yang rendah.

pasien tampak gelisah tidur sambal duduk atau dengan menggunakan beberapa

bantal.

Vital sign, temperatur tubuh jarang mengalami gangguan. Tekanan darah

mungkin rendah (gagal pemompaan), normal (CHF ringan atau kronis), atau

tinggi pada kelebihan beban cairan. Tekanan nadi mungkin menyempit yang

menunjukkan penurunan volume sekuncup, HR meningkat (gagal jantung kiri).

takipnea dan nafas dangkal.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons

pasien terhadap suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya

baik yang berlangsung aktual maupun potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

2017). Diagnosis keperawatan bertujuan untuk megidentifikasi respon pasien

individu, keluarga atau komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan

kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Diagnosa keperawatan dalam masalah ini adalah Intoleransi Aktivitas.

Intolerasi aktivitas adalah ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas

sehari-hari. Dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia intoleransi aktivitas


termasuk kedalam kategori fisiologis dan subkategori aktivitas dan istirahat.

Penyebab dari intoleransi aktivitas adalah ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan, imobilitas, gaya hidup monoton.

Pada pasien gagal jantung kongestif penyebab terjadinya intoleransi aktivitas

adalah karena kelelahan dan dispnea akibat turunnya curah jantung Smeltzer &

Bare (2015). Gejala dan tanda intoleransi aktivitas menurut Tim Pokja SDKI DPP

PPNI (2017) adalah:

a. Gejala dan tanda mayor:

k. Subjektif yakni mengeluh lelah

l. Objektif yakni frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi normal.

b. Gejala dan tanda minor:

B. Subjektif yakni dispnea, merasa tidak nyaman setelah beraktivitas dan merasa

lemah

C. Objektif yakni tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat, gambaran

EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas, gambaran EKG

menunjukkan iskemia dan sianosis.

3. Intervensi Keperawatan

Menurut (Huda & Kusuma, 2015) setelah merumuskan diagnosa dilanjutkan

dengan intervensi dan aktivitas keperawatan untuk mengurangi menghilangkan

serta mencegah masalah keperawatan pasien. Tahapan ini disebut perencanaan

keperawatan yang meliputi penentuan prioritas diagnosa keperawatan,

menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi serta merumuskan

intervensi serta aktivitas keperawatan. Intervensi keperawatan Intoleransi

Aktivitas menggunakan pendekatan nanda NIC – NOC (2015) dalam Huda &

Kusuma (2015), seperti dibawah ini:

a. Diagnosa keperawatan: Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan

atara suplai dan kebutuhan oksigen


b. Tujuan keperawatan yaitu setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 kali

24 jam dengan Nursing Outcome Classification (NOC) (Moorhead et al.

2016):

1) Toleransi terhadap aktivitas

Toleransi terhadap aktivitas adalah respon fisiologis terhadap pergerakan yang

memerlukan energi dalam aktivitas sehari-hari. Kriteria hasil dari toleransi

terhadap aktivitas

a) Frekuensi jantung 60-100 x/menit


b) Frekuensi pernapasan ketika beraktivitas 16-20 x/menit
c) Kemudahan bernapas ketika beraktifitas
d) Tekanan darah ketika beraktivitas sistol 100-140 mmHg dan diastole 60-90
mmHg dengan rata-rata 120/80 mmHg
e) Warna kulit tidak pucat
f) Kekuatan tubuh bagian atas meningkat
g) Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat

c. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi intoleransi aktivitas berdasarkan


Nursing Interventions Classification (NIC) (Bulecheck et al., 2016) :

1) Perawatan jantung: rehabilitatif


Perawatan jantung rehabilitative adalah peningkatan tingkat fungsi aktivitas
yang paling maksimum pada pasien yang telah mengalami episode gangguan
fungsi jantung yang terjadi karena ketidakseimbangan suplai oksigen ke otot
jantung dan kebutuhannya. Intervensi yang dilakukan:

a) Monitor toleransi pasien terhadap aktivitas


b) Intruksikan pasien dan keluarga mengenai pertimbangan khusus terkait
dengan aktivitas sehari-hari (misalnya, pembatasan aktivitas dan
meluangkan waktu istirahat).

2) Manajemen energi

Manajemen energi adalah pengaturan energi yang digunakan untuk menangani

atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi. Intervensi yang dilakukan:

a) Tingkatkan tirah baring/pembatasan kegiatan (misalnya, meningkatkan

jumlah waktu istirahat pasien)

b) Evaluasi motivasi dan keinginan subjek untuk meningkatkan aktivitas

c) Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat.


d) Monitor sistem kardiorespirasi pasien (misalnya, takikardia, dispnea,

frekuensi pernafasan).

e) Monitor tanda-tanda vital pasien

4. Implementasi Keperawatan

Menurut Kozier (2010), Implementasi keperawatan adalah sebuah fase

dimana perawat melaksanakan intervensi keperawatan yang sudah direncanakan

sebelumnya. Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri atas melakukan

dan mendokumentasikan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang

digunakan untuk melaksanaan intervensi. Tahap pelaksaanaan terdiri atas tindakan

mandiri dan kolaborasi yang mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan

penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Agar kondisi pasien

cepat membaik diharapkan bekerja sama dengan keluarga pasien dalam

melakukan pelaksanaan agar tercapainya tujuan dan kriteria hasil yang sudah di

buat dalam intervensi (Nursalam, 2016).

5. Evaluasi Keperawatan

Menurut Asmadi (2008), evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan

yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir

yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.

Format yang dapat digunakan untuk evaluasi keperawatan menurut Dinarti et al.

(2009), yaitu format SOAP yang terdiri dari :

a. Subjective, yaitu pernyataan atau keluhan dari pasien

b. Objective, yaitu data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga. Pada

pasien dengan intoleransi aktivitas. Indikator evaluasi berdasarkan Nursing

Outcome Classification (NOC) (Bulecheck et al., 2016) yaitu :

1) Frekuensi jantung 60-100 x/menit

2) Frekuensi nadi ketika beraktivitas 60-100 x/menit

3) Frekuensi pernapasan ketika beraktivitas 16-20 x/menit


4) Kemudahan bernapas ketika beraktifitas

5) Tekanan darah ketika beraktivitas sistol 110-130 dan diastole 70-90

6) Kekuatan tubuh bagian atas meningkat

7) Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat

c. Analisys, yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif (biasaya ditulis dala

bentuk masalah keperawatan). Ketika menentukan apakah tujuan telah

tercapai, perawat dapat menarik satu dari tiga kemungkinan simpulan:

1) Tujuan tercapai; yaitu, respons klien sama dengan hasil yang diharapkan

2) Tujuan tercapai sebagian; yaitu hasil yang diharapkan hanya sebagian yang

berhasil dicapai (4 indikator evaluasi tercapai)

3) Tujuan tidak tercapai

4) Planning, yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis

Anda mungkin juga menyukai