Anda di halaman 1dari 3

ITRADISI TER-ATER PADA MASYARAKAT

DI DESA POLAGAN, KECAMATAN GALIS, KABUPATEN PAMEKASAN


Elsa Maulinda/19381082069

PENDAHULUAN
Ter-ater, merupakan bagian tradisi masyarakat Madura yang mengandung makna membagi
makanan yang sudah jadi atau masih berupa bahan baku untuk tetangga, kerabat, masjid,
musholla atau pihak-pihak yang pantas di beri ter-ater. Ter-ater adalah bentuk hantaran yang
dilakukan oleh masyarakat Madura pada saat-saat tertentu. Secara rutin ter-ater biasanya
dilakukan setiap Kamis sore (malam Jum’at) yang ditujukan kepada Kiyai atau guru ngaji yang
lazim disebut arebbha. Ter-ater juga bisa dilakukan setiap keluarga ketika mempunyai hajatan
(perkawinan, kemeriahan dan selamatan) yang dibarikan kepada pihak-pihak tertentu (kiyai,
sesepuh dsb).
Ter-ater yang dilakukan secara serentak oleh masyarakat, yaitu ketika Hari Raya Idul Fitri
dalam bentuk masakan. Namun juga pada waktu sebelumnya, menjelang ramadhan seperti pada
sya’banan (nisfu sya’ban), Maulid Nabi Muhammad Saw (Mulodhen), Maupun Isra' Mi'raj, ter-
ater sudah menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Madura.

PEMBAHASAN
Pada masyarakat di Desa Polagan, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan, biasanya
masyarakat di desa ini akan pergi ke mushola atau masjid untuk memberikan ter-ater ini kepada
kyai atau kau orang yang sedang mengaji. Menu yang disajikan dalam ter-ater utamanya berupa
nasi dengan menu lauk pauk daging sapi/kambing atau ayam. Ada masyarakat yang tidak
memberikan ter-ater berupa makanan yakni berupa beras ataupun berupa sejumlah uang maupun
berupa pakain seperti sarung, songkok/kerudung, baju, mukenah dan sandal.
Pada prinsipnya tradisi ter-ater mempunyai tujuan silaaturrahim antar tetatangga, sanak
famili dan kerabat keluarga dengan media berbagai rasa makanan, meski kerap yang terjadi menu
masakan yang dihantar hampir tidak ada perbedaan. Uniknya meski seseorang (satu rumah
tangga) mendapat sekian hantaran, namun tidak akan dihantar kepada pihak lain. Karena hasil
hantaran kemudian dihantarkan kepada orang lain, akan menjadi celaan dan mendapat sangsi
sosial dari lingkungannya, yaitu akan menjadi san-rasan atau erasani tidak baik karena tidak
menghargai hasil ter-ater.
Bagi masyarakat di Desa Polagan, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan, ter-ater
merupakan “kewajiban” yang harus dijalankan, karena jalannya rasa malo atau todus . Dan ter-
ater tidak menghitung apa pun atau apa pun yang enak masakan yang dihantar. Meski demikian
ter-ater diusahakan dengan menampilkan sesuatu yang bernilai dibanding suatu masakan
makanan yang disantap setiap harinya.
Ter-ater merupakan manifestasi dari rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa, yang telah banyak
memberikan rizki kepada diri maupun keluarganya, khususnya ketika memperingati Maulid Nabi
Muhammad Saw dan Hari Raya Idul Fitri, banyak sekali masyarakat Polagan yang berbondong-
bondong ter-ater ke musholla maupun masjid. sehingga sangat dirasakan manfaatnya dalam
berbagi rasa makanan antar sesama, khususnya kepada orang-orang yang pantas menerimanya.
Bagi masyarakat Polagan, ter-ater bukan hanya manifestasi dari rasa syukur kepada yang maha
kuasa, lebih dari itu teater juga merupakan ajang bagi masyarakat untuk bertemu (silaturahmi
antar warga). Biasanya ketika hari raya Idhul Fitri, Idhul Adha, Maulid Nabi Muhammad Saw
dan hari besar Islam lainnya para ibu-ibu akan pergi ke mushola atau masjid untuk
menghantarkan ter-aternya.
Masyarakat Madura secara turun temurun mewarisi tradisi ini sebagai ritual sosial-
keagamaan. Namun, Karena identitas keislaman yang kental dalam masyarakat Madura, sebagian
orang merujuk akar tradisi tersebut kepada norma-norma agama Islam yang mendedahkan
anjuran bersedekah dan saling memberi antar sesama. Ater-ater lahir sebagai ekspresi kesalehan
dan ketaatan umat Muslim Madura terhadap ajaran Islam. Misalnya, anjuran agama untuk berbuat
baik dan saling tolong menolong antar tetangga. Rasulullah bersabda, “Barang siapa beriman
kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tetangganya.” (HR.Bukhari Muslim) tidak
menutup kemungkinan menu yang lainpun tetap menjadi menu hantaran, tergantung kemampuan
yang mau melakukan.
Meski demikian, pada momen-momen tertentu komposisi makanan dalam tradisi ter-ater
disesuaikan dengan konteks dan pakem tradisi lokal. Di bulan Muharram, misalnya, makanan
dalam ter-ater adalah tajin sorah, yakni bubur beras bersantan yang atasnya ditaburi irisan telor
goreng, kacang dan mie. Sementara di bulan Safar ter-ater berisi tajin safar, yaitu bubur dua
warna (putih dan coklat) yang terbuat dari tepung beras dan gula merah.
Praktik dari tradisi ter-ater juga berevolusi. Dulu, secara konvensional masyarakat Madura
melakukan ter-ater dengan menggunakan talam (nampan) berisi piring-piring yang memuat
makanan dan diusung di atas kepala. Kebiasaan tersebut mewariskan kemampuan membawa
barang di atas kepala—tanpa menggunakan tangan—yang hingga saat ini masih bisa kita lihat
pada penjual sate keliling. Belakangan, sebagian masyarakat Madura beralih menggunakan
rantang (wadah makanan bertingkat) sebagai tempat untuk membawa ter-ater.
Praktik dari tradisi ter-ater juga berevolusi. Dulu, secara konvensional masyarakat Madura
melakukan ter-ater dengan menggunakan talam (nampan) berisi piring-piring yang memuat
makanan dan diusung di atas kepala. Kebiasaan tersebut mewariskan kemampuan membawa
barang di atas kepala—tanpa menggunakan tangan—yang hingga saat ini masih bisa kita lihat
pada penjual sate keliling. Belakangan, sebagian masyarakat Madura beralih menggunakan
rantang (wadah makanan bertingkat) sebagai tempat untuk membawa ter-ater.
Yang menarik, meski sebagian orang mulai naik motor untuk mengantar ter-ater, sebagian
yang lain masih melakukan tradisi itu dengan cara berjalan bersama (long march) menuju rumah
kiai lokal, misalnya, terutama pada hari raya Idul Fitri atau Idul Adha. Iring-iringan perempuan
pengantar ter-ater tersebut mengingatkan kita bahwa warisan budaya senantiasa harus dikawal
dan dirawat agar tetap lestari.

KESIMPULAN
Ter-ater merupakan tradisi masyarakat Madura, khususnya masyarakat di Desa Polagan,
Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan. Isi dari ter-ater ini bisa berupa hidangan atau makanan
yang sudah masak atau masih berupa bahan baku. Biasanya teratur ini dilakukan ketika hari raya
Idhul Fitri, Isra' Mi'raj, Maulid Nabi Muhammad Saw, hari besar Islam, dan tiap malam Jumat.
Ter-ater merupakan manifestasi terhadap rasa syukur yang sudah Allah berikan kepada manusia,
bukan hanya itu ter-ater juga merupakan ajang pertemuan para tetangga di desa polagan untuk
berkumpul. Biasanya ter-ater dilakukan oleh para ibu-ibu yang berjalan kaki membawa nampan
yang diletakkan di atas kepala, sekarang ibu-ibu sudah menaiki sepeda motor dengan membawa
keranjang yang berisi teratur tersebut.

Anda mungkin juga menyukai