Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KEKUASAAN, WEWENANG DAN


KEPEMIMPINAN

Disusun oleh : KELOMPOK 5


1. Muhammad Muslim : 24032119003
2. Ayu Safitri : 24032119006
3. Anggi Pratama : 24032119013
4. Yuda Yudistiawan : 24032119029

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GARUT
2020
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah sosiologi yang berjudul
Kekuasaan, Wewenang dan Kepemmpinan.
Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas perkuliahan di
Universitas Garut. Dalam penulisan makalah ini penulis tidak lepas dari hambatan dan
kesulitan, namun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya hambatan
tersebut dapat diatasi dengan baik.
Dalam penulisan makalah ini tentunya penulis menyadari banyak terdapat kekurangan
yang terdapat. Baik aspek kualitas maupun aspek kuantitas dari materi yang disajikan. 
Penulis juga menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna sehingga penulis
membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak guna
memperbaiki makalah ini agar menjadi lebih baik kedepannya.
Terakhir semoga segala bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak dijadikan
sebagai pembelajaran untuk penulisan makalah selanjutnya. Sehingga pada akhirnya makalah
ini dapat bermanfaat untuk semua orang guna untuk kemjuan pendidikan usia dini.

Garut, 15 Maret 2020

Penyusun

KEKUASAAN, WEWENANG DAN KEPEMIMPINAN

2
1. KEKUASAAN
A. Definisi
Kekuasaan (power) adalah kemampuan individu atau kelompok untuk mempengaruhi
individu atau kelompok lain (masyarakat) agar mereka mau mengikuti keinginan dari yang
memegang kuasa. Dalam hal ini kekuasaan mencangkup kemampuan untuk memerintah dan
juga memberi keputusan-keputusan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
tindakan-tindakan individu atau kelompok yang berada dibawah kekuasaannya.
Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juat manusia. Oleh
karena itu, kekuasaan (power) sangat menarik perhatian para ahli ilmu pengetahuan
kemasyarakatan. Adanya wewenang maupun kekuasaan merupakan suatu pengaruh yang
nyata atau potensial. Mengenai pengaruh tersebut, lazimnya  diadakan perbedaan, sebagai
berikut:
1) Pengaruh bebas yang didasarkan pada komunikasi dan bersifat persuasif.
2) Pengaruh tergantung atau tidak bebas menjadi aktif yang terbagi menjadi dua ha,
yaitu:
 Pihak yang berpengaruh membantu pihak yang dipengaruhi untuk mencapai
tujuannya.
 Pihak yang berpengaruh mempunyai pengaruh di dalam kemampuan.
Max Weber (Jerman) mengartikan kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau
sekelompok orang untuk memaksakan kehendaknya pada orang atau kelompok lain.
Etziomi, sosiolog dari Amerika Serikat, membedakan kekuasaan menjadi:
1. Utilitarian
Utility adalah kegunaan atau manfaat yang berkaitan dengan asset ekonomi.
Dimana bagi mereka yang memiliki sumber daya ekonomi yang besar maka akan
memiliki kekuasaan. Apa saja bisa dibeli dengan uang sehingga akibatnya nilai-nilai
social menjadi berkurang. Contohnya: Orang kaya akan cenderung memiliki banyak
pembantu karena adanya kebutuhan yang banyak yang tidak bisa diurus secara
pribadi, sehingga muncul presepsi majikan dan bawahan, yang menyebabkan
berkurangnya nilai-nilai social adalah adanya tindak kekerasan yang terjadi antara
majikan dan bawahan tersebut karena adanya rasa tidak puas majikan terhadap kinerja
pembantu.
2. Koersif

3
Kekuasaan yang terjadi dikarenakan memiliki kekuatan fisik, senjata dan lain-
lain sehingga bisa memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Contohnya: Amerika
Serikat yang dijuluki sebagai negara super power, sehingga negera tersebut menjadi
patokan bagi negara-negara lain dalam bidang teknologi dan kehidupan.
3. Normatif
Kekuasaan yang terjadi dikarenakan mereka memiliki asset yang berkaitan
dengan norma-norma social. Biasanya mereka adalah orang-orang yang dihormati,
dimana sikap dan perilakunya sesuai dengan norma-norma social di masyarakat.
Dijadikan panutan, walaupun tidak kaya.
B. Hakikat Kekuasaan dan Sumbernya
Kekuasaan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi orang-orang lain. Melalui
pemahaman tersebut, di manapun juga manusia berada dan bermasyarakat, fenomena
kekuasaan, dalam bentuk yang bermacam-macam, pasti dimiliki oleh masyarakat tersebut.
Max Weber (1946, dalam Soekanto, 2003:268) mengatakan, kekuasaan adalah kesempatan
seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauan
sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-
orang atau golongan-golongan tertentu.
Kekuasaan memiliki berbagai macam bentuk dan sumber untuk mendapatkannya.
Sumber-sumber-sumber kekuasaan diantaranya adalah hak milik kebendaan dan kedudukan.
Birokrasi pun merupakan salah satu sumber kekuasaan, disamping kemampuan khusus di
bidang-bidang ilmu pengetahuan tertentu, serta atas dasar peraturan-peraturan hukum.
Kekuasaan sesungguhnya terjadi di mana-mana. Pada umumnya kekuasaan tertinggi berada
dalam sebuah organisasi masyarakat yang sangat besar yang bernama negara. Secara formal
negara memiliki hak melaksanakan kekuasaan tertinggi, dan bilaman perlu, digunakan
paksaan dalam melaksanakan kekuasaan tersebut.  Negara pun membagi-bagikan kekuasaan
yang lebih rendah derajatnya, hal demikian dinamakan dengan kedaulatan. Kedaulatan
dijalankan oleh sekelompok kecil masyarakat sebagai ruling class dan setiap ruling
class selalu ada pemimpinnya.
Pelaksanaan kekuasaan pada kenyataannya seringkali tidak semulus yang diharapkan oleh
kaum yang berkuasa. Rasa ketidakpuasan dari yang dikuasai dapat saja muncul karena
perbedaan-perbedaan alam pikiran yang menguasai dengan yang dikuasai. Untuk
menjalankan kekuasaan secara lancar, pihak penguasa senantiasa berusaha untuk
mendapatkan dukungan dari yang dikuasai. Hal ini untuk menyatakan bahwa kekuasaan yang
diselenggarakan memiliki legitimasi atau legal dan baik bagi masyarakat bersangkutan.
4
Untuk mendapatkan dukungan dari pihak lain, golongan yang berkuasa harus berupaya
menanamkan kekuasaannya melalui jalan menghubungkan dengan kepercayaan
dan perasaan-perasaan yang kuat di dalam masyarakat. Cara ini pada dasarnya terwujud
dalam nilai dan norma (Mosca, 1939, dalam Soekanto, 2003:269).
C. Unsur-unsur pokok Kekuasaan
a) Rasa takut
Perasaan takut pada seseorang (penguasa) menimbulkan suatu kepatuhan terhadap
segala kemauan dan tindakan orang yang ditakuti tadi. Rasa takut merupakan
perasaan negative karena seseorang tunduk kepada orang lain dalam keadaan
terpaksa.
b) Rasa cinta
Orang lain bertindak sesuai dengan kehendak pihak yang berkuasa untuk
menyenangkan semua pihak. Rasa cinta pada umumnya menghasilkan perbuatan-
perbuatan positif.
c) Kepercayaan
d) Pemujaan
Seseorang atau sekelompok orang yang memegang kekuasaan, mempunyai dasar
pemujaan dari orang lain. Contoh: Kepala suku
D. Saluran-saluran Kekuasaan
a) Saluran Militer
Penguasa akan lebih banyak mempergunakan paksaan (coercion) serta kekuatan militer
(military force) di dalam melaksanakan kekuasaanya. Dengan tujuan untuk menimbulkan
rasa takut dalam diri masyarakat atau tunduk pada kemauan panguasa.
b) Saluran Ekonomi
Penguasa berusaha untuk menguasai kehidupan masyarakat dengan jalan menguasai
ekonomi serta kehidupan rakyat tersebut.
c) Saluran Politik
Penguasa dan pemerintah membuat peraturan-peraturan harus ditaati oleh masyarakat.
d) Saluran Tradisional
Dengan cara menyesuaikan tradisi pemegang kekuasaan dengan tradisi yang dikenal
dalam suatu masyrakat, maka pelaksanaan kekuasaan dapat berjalan dengan lancar.
e) Saluran Ideologi

5
Penguasa mengemukakan ajaran, doktrin-doktrin untuk menerangkan dan memberi dasar
pembenaran bagi pelaksanaan kekuasaannya yang diharapkan akan menjelma menjadi sebuah
wewenang.
Saluran-saluran lainnya seperti melalui alat-alat komunikasi didukung kemajuan
teknologi komunikasi sebagai media.
E. Cara-cara Mempertahankan Kekuasaan
Dengan jalan menghilangkan segenap peraturan-peraturan lama, terutama dalam bidang
politik yang merugikan kedudukan penguasa. Mengadakan system-sistem kepercayaan
melalui agama dan ideologi. Melalui pelaksanaan administrasi dan birokrasi yang baik.
Mengadakan konsolidasi horizontal dan vertical, misalnya memperkuat kekuasaan dengan
menguasai bidang-bidang kehidupan tertentu.
F. Bentuk-bentuk Lapisan Kekuasaan
Mac Iver mengemukakan, dalam masyarakat terdapat 3 tipe umum piramida kekuasaan
yang merupakan pola umum yaitu:
a) Tipe kasta → garis pemisah tegas dan kaku
b) Tipe oligarkis → garis pemisah tegas dan tidak kaku
c) Tipe demokratis → garis pemisah tidak tegas dan tidak kaku
2. WEWENANG/OTORITAS
A. Definisi
Wewenang (authority) adalah kekuasaan yang pada seseorang atau sekelompok orang
yang mendapat pengakuan masyarakat.
C.Webber mengartikan wewenang adalah suatu hak yang telah ditetapkan dalam suatu
tata tertib social bertujuan menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan, menentukan keputusan-
keputusan mengenai persoalan-persoalan penting untuk menyelesaikan pertentangan-
pertentangan.
B. Macam-macam Wewenang
Wewenang Kharismatis (charismatic authority)
Didasarkan pada charisma yaitu suatu kemampuan khusus yang ada pada diri seseorang.
1. Wewenang Tradisional (berlangsung turun-menurun), Ciri-cirinya:
 Adanya ketentuan-ketentuan tradisional yang mengikat penguasa yang
mempunyai wewenang, serta orang-orang lainnya dalam masyarakat.
 Adanya wewenang yang lebih tinggi ketimbang seseorang yang hadir secara
pribadi.

6
 Selama tidak ada pertentangan dengan ketentuan-ketentuan tradisional, semua
orang dapat bertindak secara bebas. Contoh: Di Inggris, jika raja mangkat
maka kekuasaan turun dan digantikan oleh putra mahkota.
2. Wewenang Tradisional terbagi lagi manjadi:
a) Gorontrokrasi
Banyak terdapat di negara sosialis dan komunis, biasanya dipegang oleh orang
yang sudah tua-tua dimana mereka baru bisa digantikan jika sudah meninggal atau
kemampuannya sudah berkurang, sehingga proses kaderisasi sulit terjadi.
b) Patriarkalisme
Melalui factor kekerabatan, misalnya penggunaan marga pada beberapa suku
(Simatupang, Ngakan Nyoman, Ginting, dll.). Dimana seseorang dijadikan
sesepuh atau dituakan sehingga ia memiliki otoritas. Contoh: tanggal perkawinan,
orang yang lebih tua yang menentukan.
c) Patrimonialisme
Yang memiliki otoritas adalah staf administrasi pemerintah. Contoh: Di Inggris,
yang memerintah perdana menteri bukan raja, raja hanya sebagai simbil
kekuasaan.
3. Wewenang Rasional/Legal
Berdasarkan pada system hokum yang berlaku dalam masyarakat.
4. Wewenang Resmi
Sifatnya sistematis, diperhitungkan dan rasional, terdapat pada kelompok-kelompok
besar yang memerlukan aturan-aturan, tata tertib yang tegas dan bersifat tetap.
5. Wewenang Tidak Resmi
Berlaku pada kelompok-kelompok kecil, sifatnya spontan, situasional dan didasarkan
pada factor saling mengenal dan timbul dalam hubungan-hubungan antar pribadi.
6. Wewenang Pribadi
Tergantung pada solidaritas antara anggota-anggota kelompok unsure kebersamaan
sangat memegang peranan.
7. Wewenang Teritorial
Wilayah tempat tinggal memegang peranan, unsure kebersamaan cenderung
berkurang karena adanya factor individualisme. Contoh: wali kota.
8. Wewenang Terbatas

7
Wewenang tidak mencangkup semua bidang atau sector kehidupan, terbatas pada
salah satu sector saja. Wilayah luas bidang terbatas. Contoh: menteri pendidikan,
hanya membahas bidang pendidikan.
9. Wewenang Menyeluruh
Wewenangnya tidak dibatasi oleh bidang-bidang kehidupan tertentu.
3. KEPEMIMPINAN
A. Definisi
Kepemimpinan (Leadership) adalah kemampuan seseorang (pemimpin/leader) untuk
mempengaruhi orang lain (yang dipimpin/pengikut-pengikutnya) sehingga orang lain
bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh pemimpin tersebut.
Kepemimpinan dibagi menjadi 2:
a) Formal Leadership
Kepemimpinan yang tersimpul dalam suatu jabatan.
b) Informal Leadership
Ruang lingkupnya tanpa batas-batas resmi karena didasarkan atas pengakuan dan
kepercayaan dari masyarakat.
B. Sifat Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan hasil organisasi sosial yang telah terbentuk atau sebagai hasil
dinamika interaksi sosial. Di setiap kelompok akan selalu terdapat individu yang melakukan
peranan yang lebih aktif daripada individu lain dalam kelompok tersebut. Hal itu merupakan
awal terbentuknya kepemimpinan. Munculnya kepemimpinan sangat diperlukan dalam
keadaan-keadaan upaya pencapaian tujuan suatu kelompok mengalami hambatan dan apabila
suatu kelompok mengalami ancaman dari luar. Pada kondisi demikian muncul individu yang
memiliki kemampuan menonjol yang diharapkan mampu menanggulangi segala kesulitan
yang dihadapi. Dengan kata lain, kepemimpinan akan muncul karena dasar kebutuhan dari
suatu kelompok.
Sifat-sifat yang disyaratkan bagi seorang pimpinan tidak sama pada setiap masyarakat.
Idealnya seorang pemimpin pada dasarnya adalah seseorang yang peka atau mampu
mengidentifikasi kebutuhan masyarakat dan hambatan dalam pencapaian kebutuhan
masyarakatnya. Diperlukan sikap idealis ketimbang mementingkan jabatannya sebagai
pimpinan. Tak jarang terjadi perpecahan dalam masyarakat karena pemimpin dianggap tidak
memiliki kapasitas bagi masyarakat untuk mencapai tujuan atau kebutuhan mereka.
Beberapa kebudayaan menggambarkan tugas seorang pemimpin sebagai contoh tauladan
bagi seluruh anggota masyarakat. Pemimpin harus memiliki karakter dan menjelaskan cita-
8
citanya kepada masyarakat dengan cara-cara yang jelas dan menentukan tujuan umum serta
mengantisipasi segala hambatan yang terjadi atau mungkin terjadi dikemudian hari. Selain itu
pemimpin juga harus dapat mengikuti kehendak masyarakat, seorang pemimpin harus turut
merasakan apa yang menjadi kebutuhan dan apa prioritas yang diinginkan oleh warganya.
Pemimpin pun memiliki tugas sebagai pengawal perkembangan masyarakat agar tidak keluar
dari norma-norma dan nilai-nilai yang dipandang berharga oleh warga masyarakat. Secara
ringkas, sendi kepemimpinan adalah harmoni; memiliki fungsi membimbing masyarakat.
C. Sandaran Kepemimpinan dan Kepemimpinan Efektif
Seorang pemimpin harus memiliki sandaran atau basis kemasyarakatan (social basis).
Pemimpin, bagaimanapun sangat erat hubungannya dengan masyarakat dan menjadi fokus
utama baik dari dalam maupun dari luar teritori masyarakat. Kekuatan kepemimpinan
ditentukan oleh suatu lapangan kehidupan masyarakat yang pada waktu tertentu mendapatkan
perhatian khusus dari masyarakat (cultural focus).
Setiap kepemimpinan harus mewujudkan tercapainya kepemimpinan yang efektif dengan
memperhitungkan social basisnya. Perhitungan tersebut guna menghindarkan dari
ketegangan-ketegangan dan juga menghindarkan kepemimpinan dibawah aturan pihak lain
yang mengemudikan atau terhindar dari kepemimpinan boneka.
Pemimpin yang efektif kelihatannya tidak mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan
mereka yang tidak efektif sehingga para ahli perilaku dalam ilmu manajemen tidak lagi
meneliti tentang apa persyaratan (kriteria) seorang pemimpin yang efektif melainkan meneliti
hal-hal yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif. Bagaimana mereka
mendelegasikan tugas, mengambil keputusan, berkomunikasi, dan memotivasi warganya.
Perilaku pemimpin merupakan sesuatu yang dapat dipelajari, jadi seseorang yang dilatih
kepemimpinan yang tepat akan menjadi pemimpin yang efektif.
Perilaku pemimpin ini disebut juga gaya kepemimpinan (style of leadership). Berbagai
gaya kepemimpinan telah diteliti dan ditemukan bahwa setiap pemimpin telah diteliti dan
ditemukan bahwa setiap pemimpin bisa mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda antara
yang satu dengan yang lain, dan tidak mesti suatu gaya kepemimpinan yang satu lebih baik
atau lebih jelek daripada gaya kepemimpinan yang lainya.
Para ahli mencoba mengelompokkan gaya kepemimpinan dengan menggunakan sutu dasar
tertentu. Dasar yang sering dipergunakan adalah tugas yang dirasakan harus dilakukakan oleh
pemimpin. Ada berbagai gaya kepemimpinan antara lain :
1. The authocratic leader

9
Seorang pemimpin yang otokratik menganggap bahwa semua kewajiban untuk
mengambil keputusan, untuk menjalankan tindakan, dan untuk mengarahkan
tindakan, dan untuk mengarahkan, memberi motivasi dan
mengawasi masyarakat terpusat ditangannya. Seorang pemimpin yang otokratik
mungkin memutuskan, dan punya perasaan bahwa warganya tidak mampu untuk
baranggapan mempunyai posisi yang kuat untuk mengarahkan dan mengawasi
pelaksanaan pekerjaaan dengan maksud untuk meminimumkan penyimpangan dari
arah yang ia berikan.
2. The Paticipative Leader-  Cara Demokratis
Pemimpin menggunakan gaya partisipasi ia menjalankan kepemimpinan dengan
konsultasi. Ia tidak mendelegasikan wewenangnya untuk membuat keputusan akhir
dan untuk memberikan pengarahan tertentu kepada warga atau anggota kelompoknya.
Tetapi ia mencari berbagai pendapat dan pemikiran dari warga mengenai keputusan
yang akan diambil. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuan
mengambil keputusan dari warganya sehingga pikiran–pikiran mereka akan selalu
meningkat dan matang. Para warga masyarakat juga didorong agar meningkatkan
kemampuan mengendalikan diri dan menerima tanggung jawab yang lebih besar.
Pemimpin akan lebih supportiv” dalam kontak dengan anggota masyarakat dan bukan
menjadi bersikap diktator. Meskipun demikian, wewenang terakhir dalam
pengambilan keputusan terletak pada pimpinan.
3. The Free Rein Leader- Cara Bebas
Dalam gaya kepemimpinan free rein pemimpin bersifat pasif. Ia mendelegasikan
wewenang untuk mengambil keputusan kepada  warga masyarakat. Pada prinsipnya
pimpinan menyerahkan tujuan sepenuhnya pada kelompok. Disini pimpinan
menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada
para anggota masyarakatnya. Dalam artian pimpinan menginginkan agar masyarakat
mampu mengendaliakan diri mereka sendiri di dalam menyelesaikan pekerjaan
tersebut. Pimpinan tidak akan membuat peraturan-peraturan tentang pelaksanaan
pekerjaan tersebut, melainkan menyediakan sarana yang diperlukan oleh kelompok
atau warga masyarakatnya, dan hanya para bawahan dituntut untuk memiliki
kemampuan/keahlian yang tinggi, sementara ia berada di tengah kelompok dan
berperan sebagai penonton.

10
Ketiga kategori tersebut dapat berlangsung secara bersamaan karena cara atau metode
yang terbaik seringkali bergantung pada situasi yang dihadapi. Karenanya pemimpinpun
dituntut memiliki keluwesan bertindak sesuai dengan situasi yang terjadi.
KESIMPULAN
Kekuasaan, wewenang, dan kepemimpinan sangat berkaitan dengan suatu keahlian
tertentu dalam pengaturan-pengaturan kehidupan suatu masyarakat. Hal ini menarik perhatian
para ahli sosial terutama karena fungsi dan peranan-peranan serta kedudukan seseorang
dalam kemampuan mengatur hidup sejumlah manusia. Dari masyarakat masih bersifat
sederhana hingga kompleks seperti zaman sekarang ini, perbincangan tentang kekuasaan,
wewenang, dan kepemimpinan semakin mengemuka karena pengaturan yang dilakukan
semakin rumit dan semakin membutuhkan keahlian dari seseorang untuk menjalankan
pengaturan tersebut.

11
12

Anda mungkin juga menyukai