PPD adalah suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan
perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat,
pemerintah dan lingkungannya dalam wilayah atau daerah tertentu, dengan memanfaatkan
atau mendayagunakan berbaga sumber daya yang ada dan harus memiliki orientasi bersifat
menyeluruh, lengkap tapi tetap berpegang pada asas.
Ppd adalah suatu proses penyusunan tahapan tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai
unsur didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber sumber daya yang ada
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah atau
daerah dalam jangka waktu tertentu.
Berdasarkan ruang lingkupnya, aspek lingkungan dapat terbagi menjadi dua bagian,
pertama, lingkungan internal, yakni lingkungan yang berada di dalam “populasi’ dimana
dalam perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan; kedua, lingkungan eksternal, yakni
lingkungan yang berada diluar “populasi” tetapi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap
tingkat keberhasilan suatu program pembangunan. Aspek-aspek lingkungan ini dapat
meliputi bidang-bidang sosial, ekonomi, budaya, politik.
Dalam hal ini institusi perencana tidak hanya bertindak sebagai “penampung” berbagai
usulan/rencana dari institusi teknis lainnya, melainkan harus mampu bertindak sebagai
“motor” penggerak yang dapat mengakomodir, menganalisis, menjabarkan berbagai
permasalahan dan kepentingan-kepentingan yang berbeda menuju suatu konsensus
bersama dalam wujud hasil rumusan hasil perencanaan pembangunan daerah. Oleh karena
itulah pemahamn tentang kerangka institusi perencana menjadi sangat penting.
Aspek ruang dan waktu harus jelas menggambarkan suatu kebutuhan dalam timing yang
tepat tentang kapan perencanaan pembangunan daerah mulai disusun, kapan mulai
diberlakukan, untuk berapa lama masa pemberlakuannya, serta kapan dilakukan evaluasi
atau perencanaan ulang (replanning).
Melihat pembagian jangka waktu yang dikenal di Indonesia selama ini, kita dapat
membaginya ke dalam tiga bagian, yaitu jangka pendek (untuk yang satu tahunan), jangka
menengah (untuk yang lima tahunan), dan jangka panjang (untuk waktu di atas lima
tahunan). Meskipun berbeda dalam waktu, dalam proses pembangunan yang ideal,
perencanaan dalam setiap periode waktu harus memiliki keterkaitan dan menunjukkan
kesinambungan yang terus-menerus sampai batas waktu yang ditetapkan sebagai suatu
fase pembangunan.
Sebagaimana layaknya suatu aktivitas yang terkait dengan masalah sosial kemasyarakatan
dan selalu bersifat dinamis, keberhasilan atau kegagalan program perencanaan
pembangunan daerah selalu dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi tersebut secara khusus dapat berbeda tergantung pada situasi dan
kondisi yang sedang berlaku di daerah perencanaan. Substansi permasalahan yang
berbeda antara satu daerah dan daerah lainnya dapat menyebabkan berbedanya faktor-
faktor dimaksud.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perencanaan pembangunan daerah antara
lain meliputi :
Kestabilan politik dan keamanan dalam negeri
Dilakukan oleh orang-orang yang ahli di bidangnya
Realistis, sesuai dengan kemampuan sumber daya dan dana
Koordinasi yang baik
Top down dan bottom up planning
Sistem pemantauan dan pengawasan yang terus menerus
Transparansi dan dapat diterima oleh masyarakat.[1]
Namun secara umum, dapat dikemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
keberhasilan suatu program perencanaan pembangunan daerah dengan merujuk pada
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembangunan yang antara lain meliputi :
1) Faktor Lingkungan
Pertama adalah faktor lingkungan, baik eksternal maupun internal, yang dapat mencakup
bidang sosial, budaya, dan politik. Sebagaimana telah dikemukakan, lingkungan memiliki
pengaruh yang kuat terhadap berhasil-tidaknya program perencanaan pembangunan
daerah.
Baca Juga
PENDEKATAN DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
HUBUNGAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN PERENCANAAN
PEMBANGUNAN NASIONAL
MODUL 3. PERANCANGAN DAN ANALISIS PERCOBAAN
Faktor-faktor lingkungan tersebut bisa berasal dari luar (eksternal) maupaun dari dalam
(internal). Faktor eksternal biasanya datang dari wilayah tetangga, atau pengaruh global
yang berkembang dalam lingkup nasional maupun internasional. Sedangkan faktor internal
merupakan pengaruh yang datang dari dalam wilayah perencanaan sendiri. Unsur-unsur
yang berada dalam faktor lingkungan ini dapat dibagi menurut bidang :
a. Sosial
Hampir di setiap negara berkembang, perencanaan pembangunan daerah selalu diarahkan
pada upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam kondisi yang
ideal, masyarakat dapat menjadi tujuan/objek dari sebuah perencanaan sekaligus juga
menjadi aktor atau subjek perencanaan. Dalam konteks perencanaan sosial, Schoorl (1984)
menyatakan bahwa “perencanaan sosial dapat berarti perencanaan untuk masyarakat
(societal planning)”[2]. Ini berarti bahwa perencanaan sosial memiliki tujuan-tujuan sosial
yang khas dalam suatu strategi pembangunan dimana masyarakat harus bisa menerimanya
sebagai upaya untuk mencapai kondisi ideal yang diharapkan.
Proses perencanaan pembangunan daerah tidaklah mudah, dan oleh karena memerlukan
keterlibatan mayarakat dalam proses pengambilan keputusannya. Partisipasi aktif tersebut
secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak yang positif terhadap
perencanaan pembangunan daerah. Sebaliknya, apabila partisipasi masyarakat diabaikan
sedangkan mobilisasi masyarakat dikembangkan, proses pembangunan mungkin terhambat
atau bahkan, mengalami kegagalan.
b. Budaya
Masalah budaya (Culture) yang turut mewarnai kebiasaan hidup masyarakat yang dalam
suatu daerah tertentu juga mempunyai andil yang cukup bear terhadap perencanaan
pembangunan daerah. Bila ingin mencapai sasaran yang diharapkan, perencanaan
pembangunan daerah harus mempertimbangkan faktor budaya/ culture yang berlaku di
dalam masyarakat setempat.
Faktor budaya yang ada dalam kelompok masyarakat tidak dapat diabaikan dalam
menyusun perencanaan pembangunan daerah yang akan diimplementasikan dalam bentuk
proses pelaksanaan pembangunan. Pentingnya masalah ini sudah banyak di kemukakan
oleh para administrasi pembangunan, karena hal ini sangat disadari sebagai salah satu
faktor yang cukup urgen untuk diperhatikan oleh para perencana pembangunan.
Dalam banyak hal, faktor budaya ini sering disatukan dengan faktor sosial, karena
keterkaitan antara keduanya sangat erat dan bahkan sangat sulit untuk dipisahkan.
Kehidupan sosial kemasyarakatan sangat dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang
tumbuh dalam masyarakat, yan terus berkembang menjadi nilai-nilai budaya yang melekat
dalam interaksi antar anggota masyarakat. Di pihak lain, nilai-nilai budaya tumbuh karena
adanya kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat yang memiliki nilai-nilai dan terintegrasikan
dalam proses interaksi yang terjalin melalui hubungan sosial kemasyarakatan. Interaksi
antar masyarakat yang dinamis dan terus berkembang tidak hanya dalam lingkungan
internal tetapi juga dengan lingkungan eksternal diluar, telah mendorong masyarakat
mengalami perubahan yang oleh para ahli disebut sebagai proses pembangunan. Karena
itulah, proses pembangunan tidak dapat di lepaskan dari pengaruh sosial budaya yang
tumbuh dalam kehidupan masyarakat.
Pandangan tentang perlunya perhatian terhadap unsur budaya dalam proses pembangunan
ditegaskan oleh Bintoro[3] dengan pendapatnya yang mengemukakan tentang pentingnya
memperhatikan masalah sosial budaya dalam proses pembangunan, yakni “…proses
pembangunan yang sebenarnya, haruslah merupakan perubahan sosial budaya.
Pembangunan supaya menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju sediri (self
sustaining process) tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Jadi bukan hanya
yang di konsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka, pembangunan tergantung dari
suatu inner will, proses emansipasi diri. Dan bahwa partisipasi kreatif dalam proses
pembangunan menjadi mungkin karena proses pendewasaan.”
Nilai tambah (value added) yang dapat diperoleh perencana pembangunan apabila
memperhatikan masalah sosial budaya antara lain dapat mengetahui beberapa hal yang
dalam konteks administarsi pembangunan dikemukakan oleh Bintoro[4] sebagi berikut:
Pertama, hambatan-hambatan cultural apakah yang sesuai dengan basis kultural tertentu
sesuatu masyarakat yang merupakan hambatan bagi suatu proses pembangunan atau
pembaharuan; Kedua, motivasi apakah yang diperlukan untuk pembaharuan atau
pembangunan yang perlu perhatian; Ketiga, bagaimana sikap-sikap golongan dalam
masyarakat terhadap usaha pembaharuan; Keempat, berbagai masalah sosial budaya yang
menonjol dan memerlukan perhatian administrasi pembangunan.
c. Ekonomi
Faktor ekonomi memiliki hubungan yang erat dengan masalah pembangunan disamping
faktor-faktor lainnya. Para ahli studi pembangunan bahkan meyakini pentingnya faktor ini
dalam proses pembangunan sebagai faktor yang mempuinyai determinan tinggi. Hal ini
didasarkan pada suatu kenyataan yang banyak terjadi di negara-negara berkembang,
dimana pada umumnya mereka memberikan prioritas yang tinggi terhadap pembangunan
ekonomi. Keadaan ekonomi yang meningkat diharapkan dapat memberikan kesempatan
yang lebih baik untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan dibidang lainnya, sehingga
lebih mengejar pertumbuhan ekonomi sebagi indikator keberhasilan pembangunan.
Stabilitas ekonomi menjadi target utama yan harus di wujudkan melalui proses
pembangunan, karena dengan adanya stabilitas ekonomi yang dinamis, proses
pembangunan akan berhasil dengan baik, walaupun hal itu tidak dapat dilepaskan dari
adanya stabilitas di bidang lainnya.
Pandangan lain yang menggambarkan bahwa pembangunan lebih mengarah pada upaya-
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat memang banyak
disampaikan oleh para ahli studi pembangunan atau administrasi pembangunan. Memang
tidak bisa dipungkiri bahwa kebanyakan para ahli studi pembangunan tersebut memiliki
dasar keahlian yang ekonomi, sehingga tidak berlebihan jika Ginandjar Kartasasmita[6]
menyatakan bahwa “dengan tidak mengabaikan sumbangan disiplin ilmu sosial lain
terhadap studi pembangunan, kajian bidang ekonomi memberikan dampak yang paling
besar terhadap konsep-konsep pembangunan.”
Pertumbuhaan ekonomi sebagai bagian dari proses pembangunan atau modernisasi[7] juga
terkadang disejajarkan dengan pembangunan atau modernisasi itu sendiri. Dalam teori
pertumbuhan ekonomi yang dipelopori oleh Adam Smith (1776) dinyatakan bahwa “proses
pertumbuhan diawali perekonomian mampu melakukan pembagian kerja (division of labor).
Division of labor akan meningkatkan produktivitas yang pada gilirannya akan meningkatkan
pendapatan. Dengan meluasnya pasar, akan terbuka inovasi-inovasi baru yang pada
gilirannya akan mendorong perluasan pembagian kerja dan mendorong pertumbuhan
ekonomi .[8]
Dari berbagai pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor ekonomi memiliki
dampak yang sangat besar terhadap proses pembangunan, yang dalam hal ini juga sangat
berdampak terhadap proses-proses awal pembangunan, yakni perencanaan pembangunan.
d. Politik
Faktor politik merupakan faktor lain yang dipandang dapat mempengaruhi jalannya proses
pembangunan. Keterkaitan tersebut oleh para ahli politik dan pembangunan terutama dapat
dilihat dari adanya idiologi yang dianut oleh suatu negara. Idiologi sebagi falsafah negara
dipandang sebagai unsur yang memberikan pengaruh kuat terhadap pola, sistem dan kultur
yang diterapkan dalan rangka pelaksanaan pembangunan suatu negara.
Hubungan antara politik dan pembangunan dikemukakan oleh Bintoro[9], walaupun secara
spesifik ia mengaitkannya dengan administrasi pembangunan. Adapun hubungan-hubungan
tersebut dapat dilihat dalam beberapa hal seperti:
1. Aspek politik yang mempunyai pengaruh timbal balik dengan administrasi
pembangunan adalah filsafat hidup bangsa atau filsafat politik kemasyarakatan dari suatu
negara tertentu. Hal ini juga berhubungan dengan interdependensi antara sistem politik yang
dianut dengan administrasi pembangunan.
2. Komitmen dari elit kekuasaan/ elit pemerintahan terhadap proses pembangunan dan
kesediaannya menerima pendekatan yang sunggguh-sungguh terhadap usaha yang saling
terkait antara berbagai segi kehidupan masyarakat.
3. Masalah yang berhubungan dengan kestabilan politik.
4. Perkembangan bidang politik kearah pemberian iklim politik yang lebih menunjuang
usaha pembangunan.
5. Hubungan antara proses politik dan proses administrasi serta kaum politik dengan
birokrasi.
6. Aspek hubungan politik luar negeri atau bahkan perkembangan politik di luar negeri
yang sering kali merupakan aspek politik yang penting pengaruhnya terhadap administarsi
pembangunan.
e. Administrasi
Mekipun merupakan aspek yang berbeda dengan aspek politik, aspek administrasi oleh
para ahli cenderung tidak dipisahkan dari aspek politik. Dalam kesempatan ini yang penting
dikemukakan adalah bahwa aspek tersebut juga memiliki pengaruh yang besar terhadap
jalannya proses pembangunan, dan secara keseluruhan berpengaruh pula terhadap proses
perencanaan.
Pendapat ini menjadi lebih tegas lagi dengan adanya pandangan yang hampir sama yang
dikemukakan oleh Dwight Waldo, yang menyatakan, “… administration and policy
development are interactive procces. The function of public administration is helping political
authorities to make police decision assume new important” [10].
Pemikiran yang dikemukan oleh Siagian diatas didasarkan pada tujuh aspek proses
pembangunan nasional yang masing-maisng aspek menjadi suatu independent phase dari
proses secara keseluruhan. Ketujuh aspek tersebut meliputi:
1. Adanya kebutuhan yang dirasakan (felt needs) untuk membangun.
2. Keputusan-keputusan politik (political decision) sebagai landasan dari pemuasan
kebutuhan yang dirasakan.
3. Dasar hukum (legal basis) untuk tindakan-tindakan yang akan diambil
4. Perumusan rencana pembangunan nasional (formulation of development plan).
5. Perincian program kerja (detailed work programs).
6. Implementasi (impelementation of activities).
7. Penilaian hasil-hasil yang dicapai (evaluation of result obtained). [12]
Disamping itu, ia juga menyatakan bahwa seorang perencana harus memiliki kualifikasi
yang berorientasi managemen yang menyangkut empat tahap perencanaan yang utama,
yaitu:
a. Analisis wilayah
b. Prospek pembangunan
c. Perencanaan dan pembuatan program
d. Pelaksanaan rencana
e. Monitoring dan evaluasi
Poppe secara keseluruhan mencerminkan pemikiran yang menyeluruh (holistic thinking)
dimana ia memandang seorang perencana pembangunan daerah harus mengenal
wilayahnya, masalah-masalah yang ada didalamnya, kebutuhan masyarakat, memahami
adanya kabijaksanaan pemerintah baik lokal maupun nasional, memadukan kepentingan
lokal dan nasional, memprediksi berbagai kemungkinan secara multi dimensional (sosial,
ekonomi, politik, administrasi, dan sebagainya) merumuskan rancangan program,
mengimplementasikannya serta mengevaluasinya.
Adapun Riyadi[14] berpendapat enam hal pokok yang perlu dimiliki oleh seorang perencana
pembangunan daerah, yaitu :
a. Mengenal wilayah perencanaan dengan berbagai permasalahannya (know well the
planning area).
b. Memahami adanya kepentingan-kepentingan yang bersifat intersektoral, heterogen,
dan bervariasi.
c. Memadukan kepentingan antara masyarakat, pemerintah daerah, dan pemerintah
pusat ( interesting agregation).
d. Merumuskan rencana aksi (action plan) dari hasil perencanannya (operational
design).
e. Melaksanakan rencana aksi tersebut (implementation).
f. Melakukan evaluasi perencanaan (monitoring and evaluation).
Menurut Riyadi[15] bila dianalisis berdasarkan tahapan pemikiran, poin a-c merupakan
tahapan pemikiran strategis (strategic thingking). Poin d-e merupakan suatu upaya yang
perlu dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut. Tahapan ini dapat dikatakan
sebagai tahapan penyusunan langkah-langkah dan strategi yang akan dijadikan sebagai
landasan operasional, sehingga tahapan ini disebut sebagai tahapan operational design.
Selanjutnya poin e-f adalah tahapan implementasi atau pelaksanaan dari hasil-hasil
perencanaan tersebut.
Kita mengetahui betapa besar pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
terhadap proses pembangunan. Kita dapat mengatakan bahwa yang terjadi adalah proses
saling mempengaruhi, yang akan terus berlanjut tanpa mengenal batas akhir. Ilmu
pengetahuan dan teknlogi dapat mendorong, dan pembangunan yang berhasil akan
mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Bintoro[18] mengatakan, “ilmu
dan teknologi dapat merupakan sumber yang penting dalam proes perumusan
kebijaksanaan dan pelaksanaan pembangunan.”
5) Faktor Pendanaan
Faktor pendanaan pada dasarnya merupakan faktor yang sudah given. Artinya hal itu
memang harus ada untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas. Namun ada satu yang
perlu disampaikan disini bahwa dalam proses perencanaan pembangunan daerah, hal ini
harus benar-benar diperhatikan sebagai suatu hal yang sangat penting. Perencanaan
pembangunan daerah adalah kegiatan yang “mahal”. Karena itu, pelaksanaannya harus
benar-benar serius, dalam arti pihak-pihak yang terkait, termasuk para perencananya harus
fokus terhadap tugasnya, punya komitmen terhadap tujuan yang ingin dicapai dan harus
bekerja keras, teliti serta tidak terburu-buru dalam penyusunannya.
Dengan kata lain ini berarti bahwa cost and benefits yang dihasilkan harus seimbang,
sehingga tidak terjadi pemborosan, apalagi menghasilkan rencana yang sia-sia (tidak
akurat). Produk perencanaan pembangunan daerah harus menjadi produk hukum, politik,
dan ekonomi yang diwujudkan dalam bentuk keputusan atau kebijaksanaan pemerintah
daerah sebagai landasan/acuan pelaksanaan pembangunan di daerahnya. Selain itu dalam
perencanaan pembangunan daerah harus sudah diperhitungkan pendanaannya mulai dari
berapa jumlah anggaran yang dibutuhkan, sumber pendanaan, dan sistem pengelolaannya.
Ini penting demi efisiensi dan efektivitas perencanaan pembangunan daerah.