Bab Ii Tinjauan Pustaka: Gambar 2.1 Gaya Gravitasi Antar Dua Partikel (Serway and Jawett, 2014)
Bab Ii Tinjauan Pustaka: Gambar 2.1 Gaya Gravitasi Antar Dua Partikel (Serway and Jawett, 2014)
TINJAUAN PUSTAKA
Bentuk persamaan yang diberikan oleh persamaan 2.1 dapat diekspresikan dalam
bentuk vektor dengan mendefinisikan vektor satuan 𝑟̂12 seperti pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Gaya gravitasi antar dua partikel (Serway and Jawett, 2014)
4
5
Karena vektor satuan ini diarahkan dari partikel 1 ke arah partikel 2, gaya yang
diberikan oleh partikel 1 pada partikel 2 dinyatakan dalam persamaan 2.2.
mm
F12 G 1 2 2 r̂12 (2.2)
r
Dimana, F12 merupakan gaya yang diberikan partikel 1 pada partikel 2 dan 𝑟̂12 adalah
vektor satuan, sementara tanda negatif menunjukkan bahwa kedua partikel saling tarik
menarik. Berdasarkan hukum ketiga Newton, gaya yang diberikan oleh partikel 2 pada
partikel 1 adalah F21 , sama besarnya dengan F12 dan arah sebaliknya (Serway and
Jawett, 2014). Gaya-gaya ini membentuk pasangan aksi reaksi seperti pada persamaan
2.3.
F21 F12 (2.3)
Aplikasi hukum Newton kedua dalam kasus suatu benda dengan massa m2 yang jatuh
bebas, dengan a g dan F F12 maka dapat dinyatakan dalam persamaan 2.5.
F12 m2 g (2.5)
Percepatan pada partikel 2 akibat dari partikel 1 dapat diperoleh dengan mensubstitusi
persamaan 2.5 dalam persamaan 2.2 , sehingga percepatan gravitasi dinyatakan dalam
persamaan 2.6.
Gm1
g (2.6)
r2
6
Percepatan g sama dengan gaya gravitasi per satuan massa yang disebabkan oleh m1.
Jika m1 adalah massa bumi (Me), g merupakan percepatan gravitasi bumi yang
diekspresikan oleh persamaan 2.7 (Serway and Jawett, 2014) :
GMe
g (2.7)
R2
dengan :
g = percepatan gravitasi bumi (m/s2)
G = konstanta gravitasi universal (6,672 x 10-11 N m2/kg2)
Me = massa bumi (kg)
R = jari-jari bumi (m)
Sementara itu, dalam pengukuran dan kegiatan ekplorasi, satuan gaya gravitasi
diberikan dalam orde mGal yang dikarenakan sensitivitas alat ukur dan perubahan antar
titik yang sangat kecil. Konversi satuan dalam orde mGal dapat dilihat pada persamaan
2.9 (Telford et al, 1990).
m
1mGal 10 3 Gal 10 5 2 (2.9)
s
7
Gambar 2.2 Perbedaan nilai gravitasi di kutub dan katulistiwa (Reynold, 1990)
g FA 0,3086h (2.12)
Nilai Koreksi bouguer dapat dihitung menggunakan persamaan 2.13 (Telford et al,
1990):
g B 2Gh
0,04192 h (2.13)
dengan :
g𝐵 = Koreksi bouguer (mGal)
𝜌 = densitas batuan (g/cm3 = Mg/m3)
ℎ = tinggi/ketebalan slab (m)
11
Gambar 2.7 Pengaruh lembah dan bukit dalam perhitungan gravitasi (Reynold, 1997)
Nilai anomali bouguer sering disebut sebagai Complete Bouguer Anomaly (CBA).
Sedangkan anomali Bouguer yang didapatkan tanpa memasukkan koreksi medan ke
dalam perhitungan disebut Simple Bouguer Anomaly (SBA). Penelitian ini
menggunakan data yang bersumber dari satelit geodesi (Geosat) Topex, dimana data
yang diperoleh sudah berupa Free Air Anomaly (FAA). FAA adalah nilai anomali
gravitasi yang sudah terkoreksi hingga koreksi udara bebas dan belum
memperhitungkan efek massa batuan sehingga perlu memasukkan koreksi bouguer ke
dalam perhitungan (Astra, 2013).
Gambar 2.9 Peta geologi Tejakula dan sekitarnya (Hadiwidjojo dkk, 1998)
Wilayah Bali sebagian besar terbentuk dan tersusun oleh batuan vulkanik yang
terbentuk dari kegiatan gunung api kuarter, sedangkan batuan sedimen dan campuran
sedimen vulkanik terdapat di bagian barat (Negara), utara (Singaraja) dan selatan (Nusa
Penida dan Bukit Jimbaran) yang sebarannya tidak terlalu luas. Menurut peta geologi
pulau Bali, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (Geological Research and
Developmennt Center) oleh Hadiwidjojo dkk (1998) (lengkap Lampiran 2), wilayah
Tejakula tersusun atas beberapa batuan di sekitarnya, meliputi :
a. Qvbb
Merupakan batuan gunung api kelompok Buyan-Bratan purba pada masa
plistosen. Komposisinya didominasi oleh breksi gunung api dan lava dengan
material berbentuk tuff. Breksi gunung api adalah batuan sedimen klastik yang
tersusun atas butiran-butiran fragmen dengan diameter lebih besar dari 32 mm,
batuan ini terbentuk karena proses ekstrusi magma melalui letusan gunung
berapi.
b. Qpbb
Merupakan batuan gunung api kelompok Buyan-Bratan dan Batur pada masa
holosen. Komposisinya didominasi oleh breksi gunung api dan lava dengan
material berbentuk tuff. Batuan tuff merupakan jenis batuan piroklastik yang
mengandung debu vulkanik yang dikeluarkan selama letusan gunung berapi.
16
Batuan ini sering disebut dengan batu putih dikarenakan didominasi dengan warna
putih.
c. Qa
Merupakan kelopok aluvium pada masa holosen. Komposisinya meliputi kerakal,
kerikil, pasir, lanau, lempung (sebagai endapan sungai, danau dan pantai).
d. Qhvb
Merupakan batuan gunung api Batur pada masa holosen. Komposisinya
didominasi oleh aglomerat, tuff, lava, lahar dan ignimbrit yang dihasilkan oleh
gunung batur yang masih giat. Aglomerat merupakan jenis batuan sedimen
piroklastik yang hampir sama dengan batuan konglomerat, tetapi memiliki
komposisi yang berbeda, dimana aglomerat berasal dari material vulkanik
sementara konglomerat berasal dari material sedimen. Aglomerat ini memiliki
ukuran butir lebih besar dari 32 mm.
e. Tpva
Merupakan formasi asah pada masa holosen. Komposisinya didominasi oleh
endapan permukaan dan batuan sedimen gamping, lava, breksi gunung api dan
tuff batu apung.
17
2.6 Patahan/Sesar
Sesar adalah patahan atau retakan (fracture) batuan pada kerak bumi yang
terbentuk karena adanya gaya luar yang bekerja pada batuan. Gaya menekan
(compressional stress) akan mengakibatkan terjadinya sesar naik atau thrust fault atau
reverse fault, gaya tarikan (tensional stress) akan menyebabkan terjadinya sesar geser
atau strike-slip fault. Kombinasi dari dua gaya atau lebih pada suatu bidang sesar akan
mengakibatkan terjadinya sesar campuran Oblique (Oblique Fault) (Bormann, 2002).
Bagian pembentuk sesar akibat gaya tekanan ataupun tarikan yang bekerja dapat dilihat
pada Gambar 2.10.
a. thrust fault b. normal fault
Gambar 2.10 Proses terjadinya sesar dan gaya yang bekerja pada batuan.
(https://poetrafic.wordpress.com/2010/08/15/fault-patahan/)
Sesar memiliki karakteristik tertentu yang dapat diamati dengan metode geofisika.
Parameter sesar terdiri dari strike, dip, slip dan rake. Strike (ɸ) adalah kemiringan yang
relatif terhadap arah utara diukur searah jarum jam terhadap garis yang ditentukan oleh
perpotongan bidang permukaan geologi dan permukaan horizontal. Dip (δ) adalah
inklinasi dari permukaan bidang geologi dari arah horizontal dan diukur dalam derajat.
Slip adalah perpindahan relatif dari titik perbatasan terhadap sisi yang berlawanan dari
sesar. Rake (λ) adalah perpindahan hanging wall relatif terhadap foot wall yang diukur
dalam derajat (Bormann, 2002). Parameter sesar dapat dilihat pada Gambar 2.11.
18
2 g 2 g 2 g
g
2
0 (2.17)
x 2 y 2 z 2
19
2 g 2 g 2 g
(2.18)
z 2 x
2
y 2
dengan :
g = nilai anomali gravitasi
2 g
= turunan kedua arah x
x 2
2 g
= turunan kedua arah y
y 2
2 g
= turunan kedua arah z
z 2
Untuk data penampang/sayatan, dimana y dianggap mempunyai nilai yang tetap maka
persamaan 2.18 dapat diekspresikan dalam persamaan 2.19.
2 g 2 g
(2.19)
2z 2x
2 g 2 g
Jika, , maka sesar turun (2.20)
x 2 max
x 2 min
2 g 2 g
Jika, , maka sesar naik (2.21)
x 2 max
x 2 min
Dalam kasus ini, Cung Yau Lam (1994) merepresentasi suatu turunan dapat
dengan mudah diperoleh dengan pendekatan langsung dari geometri. Sebagai contoh,
dalam turunan parsial terhadap x , hanya variabel yang bergantung terhadap x yang
bernilai dan semua variabel yang tak bergantung x dianggap konstan. Oleh karena itu,
dapat dihitung suatu fungsi u terhadap x saja ditunjukkan oleh Gambar 2.12 dan
representasi semua turunan total dari u sama-sama berlaku untuk turunan parsialnya
20
Gambar 2.12 Pendekatan langsung suatu turunan (Cung Yau Lam, 1994)
garis singgung kurva pada xi yang ditunjukkan oleh Gambar 2.12. Jika kita
dari xi , nilai tangennya dapat didekati dengan garis lurus yang menghubungkan dua
titik kurva u (x) yang sesuai dengan xi dan xi 1 . Turunan ini dapat didekati dengan tiga
cara berbeda yaitu forward difference, backward difference dan central difference.
Turunan du dx di titik x xi dengan forward difference ditunjukkan oleh
persamaan 2.22.
du ui 1 ui
(2.22)
dx i h
Sementara turunan keduanya diperoleh dengan persamaan 2.23.
d 2u d du
2
dx i dx dx i
1 u u
x x i 1 x i
1 u i 2 u i 1 u i 1 u i
h h h
ui 2 2ui 1 ui
(2.23)
h2
21
du ui ui 1
(2.24)
dx i h
Sementara turunan keduanya diperoleh dengan persamaan 2.25.
d 2u d du
2
dx i dx dx i
1 u u
x x i x i 1
1 u i u i 1 u i 1 u i 2
h h h
ui 2ui 1 ui 2
(2.25)
h2
Turunan du dx di titik x xi dengan central difference ditunjukkan persamaan 2.26.
du ui 1 ui 1
(2.26)
dx i 2h
Sementara turunan keduanya diperoleh dengan persamaan 2.27.
d 2u d du
2
dx i dx dx i
1 u u
2x x i 1 x i 1
1 1 u u 1 u u
x 2 x i 1 x i 2 x i x i 1
1 u u
x x i 1 2 x i 1 2
u
Dengan mengasumsikan linier dengan interval tertentu, maka
x
1 u i 1 u i u i u i 1
h h h
ui 1 2ui ui 1
(2.27)
h2
22
Gambar 2.13 Perbedaan forward modelling dengan inversion modelling (Dimri, 2002)