a. Kurangnya pengetahuan dan pengalaman perawat terhadapa terapi bermain Untuk dapat terlaksananya terapi bermain didasari oleh adanya pengetahuan tentang kegiatan bermain yang akan dilakukan dan kemudian akan membentuk sikap sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Hal lain yang ikut berperan adalah adanya faktor pendukung berupa fasilitas atau sarana dan juga faktor motivasi dari perawat itu sendiri (Darni, 2000). Sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2007). b. Kurangnya sikap perawat yang disebabkan karena motivasinya masih rendah Meskipun perawat memiliki pengetahuan yang cukup, tetapi sering ditemukan bahwa perawat belum memiliki sikap yang baik dalam pelaksanaan terapi bermain. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Ika Agustin, tahun 2000 berasumsi, hal ini mungkin disebabkan kurangnya motivasi perawat dalam melaksanakan terapi bermain. Padahal untuk dapat terlaksananya terapi bermain, faktor yang paling berperan adalah perawat itu sendiri (Darni, 2000). Selain itu pelaksanaan terapi bermain lebih banyak dijalankan oleh mahasiswa yang sedang menjalankan praktek belajar lapangan di ruangan, sehingga sikap responden terhadap terapi bermain masih kurang (Agustina, 2012) c. Tidak adanya protap Tidak adanya protap terapi bermain menunjukkan belum diperhatikannya terapi bermain menjadi salah satu kegiatan terapi di rumah sakit. Adanya protap yaitu prosedur kegiatan yang telah di tetapkan sebagai acuan perawat dalam melaksanakan kegiatan bermain. Dan perlunya kebijakan yaitu ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan dalam pelaksanaan aktifitas bermain (Wong et al, 2008). Dengan demikian, hal ini menunjukan dengan bekurangnya faktor pendukung dalam pelaksanaan terapi bermain akan sejalan dengan sikap perawat yang kurang dalam melaksanakan terapi bermain tersebut d. Kurangnya sarana dan prasarana melaksanakan terapi bermain Wong et al (2008) menyatakan untuk terwujudnya sikap perawat agar menjadi tindakan di perlukan faktor pendukung di rumah sakit, seperti tersedianya sarana atau fasilitas antara lain, ruangan bermain yang diatur sedemikian rupa, sehingga memungkinkan untuk dilaksanakan aktifitas bermain pada anak, alat-alat bermain yang sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak Hal ini sesuai dengan pernyataan, bahwa e. Kurangnya jumlah perawat dibanding jumlah pekerjaan / beban kerja perawat tinggi (Fakultas et al., 2000) Beban kerja yang tinggi menyebabkan perawat tidak cukup waktu untuk melakukan mengelola terapi bermain. Faktor lainnya adalah waktu khusus untuk terapi bermain. Whaley & Wong (2004) menyebutkan tehnik bermain untuk anak yang dirawat di rumah sakit adalah dengan menyediakan alat mainan yang merangsang anak bermain dan memberikan waktu yang cukup pada anak untuk bermain dan menghindari interupsi dengan apa yang dilakukan anak. f. Model praktik keperawatan yang tidak melibatkan orang tua dalam perawatan Keterlibatan orang tua dalam perawatan (Family Centered Care FCC) yang belum diterapkan dalam praktik keperawatan akan menjadi kendala pelaksanaan terapi bermain di rumah sakit. Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga apabila permainan diiniasi oleh perawat, orang tua harus terlibat secara aktif dan mendampingi anak mulai dari awal permainan sampai mengevaluasi hasil permainan bersama dengan perawat dan orang tua anak lainnya.
2. Faktor yang mempengaruhi
Menurut Green, 2010, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pelaksanaan terapi bermain di rumah sakit yaitu : a. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi adalah hal-hal yang menjadi rasional atau motivasi berperilaku diantaranya 1) Pengetahuan ( Cognitif) Aktifitas bermain yang dilakukan oleh perawat untuk meminimalkan dampak hospitalisasi dimulai dari domain kognitif. Perawat perlu mengetahui : arti, fungsi, klasifikasi, tipe, karakteristik bermain pada anak, faktor-faktor yang mempengaruhi bermain, prinsip dan fungsi bermain di rumah sakit dan alat mainan yang diperbolehkan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan perawat tentang aktifitas bermain pada anak maka akan semakin optimal pula perawat dalam melaksanakan tindakan yang di berikannya tersebut. 2. Sikap (Attitude) Sikap adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan yang mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul apabila individu di hadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Faktor - faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap ialah sikap perawat, pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang di anggap penting, media massa, institusi serta faktor emosi dalam diri individu. Suatu sikap yang positif belum terwujud dalam suatu tindakan. b. Faktor Pendukung Faktor pendukung merupakan sesuatu yang memfasilitasi seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan seperti 1) Sarana atau fasilitas kesehatan dan kemampuan sumber- sumber masyarakat serta program-program yang mendukung untuk terbentuknya suatu tindakan. 2) Sikap perawat agar menjadi tindakan di perlukan faktor pendukung di rumah sakit, seperti tersedianya sarana atau fasilitas antara lain, ruangan bermain yang diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan pelaksanaan aktifitas bermain pada anak dan alat-alat bermain yang sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak. 3) SPO s e b a g a i p e d o m a n 4) kebijakan yaitu ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan dalam pelaksanaan aktifitas bermain. 5) Kondisi lingkungan : ketersediaan waktu, budaya kerja 6) Kondisi lingkungan : beban kerja yang berat, c. Faktor Pendorong Faktor pendorong merupakan akibat dari tindakan yang dilakukan seseorang atau kelompok untuk memerima umpan balik yang positif atau negatif yang meliputi support sosial, pengaruh teman, nasehat dan umpan balik oleh pemberi pelayanan kesehatan atau pembuat keputusan, adanya keuntungan sosial seperti penghargaan, keuntungan fisik seperti kenyamanan, hadiah yang nyata, pemberian pujian kepada seseorang yang mendemonstrasikan tindakannya. Sumber pendorong tergantung pada objek, tipe program dan tempat. Faktor pendorong di rumah sakit, bisa berasal dari perawat, dokter dan keluarga (Green, 2010). Misal : sikap atasan, misalnya memberikan reward, insentif atau nilai angka kredit, pengaruh teman, adanya dorongan atau ajakan dari perawat lain akan memberikan dorongan kepada perawat untuk melakukan terapi bermain secara bersama- sama atau bergantian(Saputro & Fazrin, 2017). 3. Strategi terapi bermain di rumah sakit. a. Pendekatan kepada manajemen dirumah sakit, melalui komite keperawatan atau bidang keperawatan dengan mengemukakan bukti ilmiah/ nursing based praktice untuk meningkatkan kulitas asuhan keperawatan b. Meningkatkan pengetahuan perawat khususnya tentang terapi bermain melalui pelatihan atau workshop : Pain Manajement, Quality of care c. Meningkatkan pendidikan perawat Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide baru. Selain itu, secara umum seseorang dengan pendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Menurut Gilles (1996) bahwa perawat yang perpendidikan tinggi mempunyai kemampuan bekerja yang lebih tinggi. Namun demikian tidaklah mutlak bahwa tingkat pendidikan perawat yang tinggi menjamin perawat tersebut menerapkan konsep terapi bermain saat bertugas (Saragih, 2017). d. Mengembangkan asuhan keperawatan anak berdasar Family Centered Care Ketika anak sakit dan harus dirawat di rumah sakit seringkali fasilitas di rumah sakit tidak cukup mendukung dilakukan kegiatan bermain di rumah sakit. Sehingga seringkali periode adaptasi hospitalisasi memanjang. Periode adaptasi bagi anak sakit yang sedang dirawat dirumah sakit dapat diperpendek dengan beberapa teknik, antara lain: family centered care, atraumatik care, dan terapi bermain (Rohmah, 2018).
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, I. (2012). Faktor - faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan terapi bermain.
Rohmah, N. (2018). Terapi Bermain (cetakan pe). LPPM Universitas Muhammadiyah. http://repository.unmuhjember.ac.id/2285/1/buku terapi bermain lengkap_nikmatur.pdf Saputro, H., & Fazrin, I. (2017). Anak Sakit Wajib Bermain di Rumah Sakit: Penerapan Terapi Bermain Anak Sakit. Saragih, D. (2017). Faktor - faktor yang Mempengaruhi Konsep Terapi Bermain terhadap Penerapannya di Ruang Anak RS Husada Jakarta. JHK, 1 nomor 2, 118–137. file:///C:/Users/banu/Downloads/63-Article Text-247-1-10-20191128.pdf