Konsep Dan Prinsip Keselamatan Pasien
Konsep Dan Prinsip Keselamatan Pasien
Disusun oleh :
AUDRI MAATOKE
DERSI
FIRNAWATI MASPEKE
NUR EKA DJIHAN DINAH
NURMANTO AMIN
NURNANINGSI GAGU
SITI HARDIYANTI KIYAI MARDJO
WAHYUNI AMIR
WINDRA PAPEHASENG
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kami panjatkan Tuhan yang maha esa, karena telah melimpahkan rahmat
dan hidayahnya kepada kita semua sehingga kami dapat mengerjakan tugas Makalah dari
mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Keperawatan.
Kami mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan
didalamnya. Karena kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
guna menyempurnakan laporan kami selanjutnya. Kami berharap laporan ini dapat
bermanfaat bagi kami umumnya dan khususnya kepada pembaca.
Penyusun
(Kelompok II)
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 12
B. Saran .................................................................................................... 12
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
ringan bahkan bisa sampai kematian, serta dapat memperpanjang lama perawatan (Length
of Stay/LOS) di rumah sakit sehingga biaya perawatan menjadi lebih besar.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
C. Lingkup Keamanan dan Keselamatan Pasien
Dalam pencegahan infeksi, desain lingkungan perawatan pasien harus
memenuhi persyaratan aman perawatan berkualitas tinggi dengan
mempertimbangkan hal berikut (the comision on patient safety and quality
assurance of irlandia , 2008) :
vii
2) Standarisasi dalam metode identifikasi disemua RS dalam suatu
sistem layanan kesehatan.
3) Partisipasikan pasien dalam konfirmasi ini.
4) Penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan
nama yang sama.
viii
Sementara semua obat-obatan , biologis , vaksin dan media kontras
memiliki profil resiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk
injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasi :
1) Membuat standarisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah.
2) Pencegahan atas campur aduk / bingung tentang cairan elektrolit
pekat yang spesifik.
f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi /
pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu
proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada
titik-titik transisi pasien. Rekomendasi :
1) Menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan
seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai
“home medication list” , sebagai perbandingan dengan daftar saat
admisi , penyerahan dan / atau perintah pemulangan bila mana
menuliskan perintah medikasi.
2) Komunikasikan daftar tersebut kepada petugas pelayanan yang
berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
g. Hindari salah kateter dan salah sambung selang.
Selang, kateter, dan spuit (syringe)yang digunakan harrus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (kejadian
tidak diharapkan) yang bisa menyebabkan cidera atas pasien melalui
penyambungan spuit dan selang yang salah, serta memberikan medikasi
atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasi :
1) Menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail / rinci
bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian
makan (misalnya elarang yang benar), dan bila mana menyambung
alat-alat kepada pasien ( misalnya menggunakan sambungan dan
selang yang benar).
h. Gunakan alat injeksi sekali pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebarah HIV , HBV,
dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang dari jarum suntik.
Rekomendasi :
1) Perlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas pelayanan
ix
kesehatan.
2) Pelatihan periodic para petugas di lembaga-lembaga pelayanan
kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip pengendalian infeksi ,
edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan
infeksi melalui darah.
3) Praktik jarum sekali pakai yang aman.
i. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
Diperkirakan bahwa setiap saat lebih dari 1,4 juta orang diseluruh dunia
menderita infeksi yang diperoleh di RS. Kebersihan tangan yang efektif
adalah ukuran preventif yang primer untuk menghindarkan masalah ini.
Rekomendasi :
1) Mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol based hand
robs” tersedia pada titik-titik pelayanan tersedianya sumber air pada
semua kran.
2) Pendidikan staf mengenai teknik kebersuhan tangan yang benar
mengingatkan penggunaan tangan bersih di tempat kerja.
3) Pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui
pemantauan / observasi dan teknik-teknik yang lain.
2. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS sebagai panduan bagi
staff RS (Depkes RI, 2006)
a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien , ciptakan
kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
b. Pimpin dan dukung staf RS , bangunlah komitmen dan fokus yang kuat
dan jelas tentang keselamatan pasien di RS.
c. Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko, kembangkan sistem dan proses
pengelolaan resiko, serta lakukan identifikasi dan penilaian hal yang
potensial bermasalah.
d. Kembangkan sistem pelaporan pastikan staf dapat dengan mudah
melaporkan kejadian atau insiden, serta RS mengatur pelaporan kepada
KKP-RS .
e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien , kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien.
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien , dorong staf
untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul.
g. Cegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien, gunakan
x
informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk melakukan
perubahan pada sistem pelayanan.
E. Perspektif Keperawatan pada Patient Safety
Patient Safety pada keperawatan merupakan upaya pencegahan injury pada
pasien disebabkan langsung oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri.
Lebih dari 10 tahun terakhir, patient safety menjadi prioritas utama dalam
system pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan termasuk perawat memiliki
tanggung jawab terhadap pengobatan dan perawatan pasien selama berada di
rumah sakit termasuk patient safety.
Tenaga kesehatan secara umum merupakan satu kesatuan tenaga yang
terdiri dari tenaga medis, tenaga perawatan, tenaga para medis non perawatan
dan tenaga non medis. Dari semua kategori tenaga kesehatan yang bekerja di
rumah sakit, tenaga perawatan merupakan tenaga terbanyak dan mereka
mempunya waktu kontrak dengan pasien lebih lama dibandingkan tenaga
kesehatan yang lain, sehingga mereka mempunyai peranan penting dalam
menentukan baik buruknya mutu pelayanan kesehatan dirumah sakit . Namun
demikian, harus diakui bahwa peran perawat dalam memberikan pelayanan
yang bermutu masih membutuhkan perhatian dari pihak manajemen. Salah satu
indicator tentang pelayanan kesehatan ini dilihat dari angka kematian pasien
baik dari meninggal kurang dari 48 jam maupun lebih dari 48 jam.
Aspek hokum terhadap pasien safety atau kesalamatan pasien sebagai
berikut : UU tentang kesehatan dan UU tentang rumah sakit .
1. Keselamatan pasien sebagai isu hukum
a. Pasal 55 (3) UU no 36/2009: “Pelaksanaan pelayanan kesehatan harus
mendahulukan keselamatan nyawa pasien.”
b. Pasal 32n UU no 44/2009: “Pasien berhak memperoleh keamanan dan
keselamatan dirinya selama dalam perawatan dirumah sakit.”
c. Pasal 58 UU no 36/2009:
1) “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan
yang diterimana.”
2) “…..Tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
xi
keadaan darurat.”
2. Tanggung jawab hokum rumah sakit
a. Pasal 29 B UU no 44/2009: “Memberikan pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.”
b. Pasal 46 UU no 44/2009: “Rumah sakit bertanggung jawab secara
hokum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang
dilakukan tenaga kesehatan di RS.”
c. Pasal 45 (2) UU no 44/2009: “Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam
melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.”
3. Bukan tanggung jawab rumah sakit
Pasal 45 (1) UU no 44/2009 tentang RS: “Rumah sakit tidak bertanggung
jawab secara hokum apabila pasien dan atau keluarganya menolak atu
menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah
adanya penjelasan medis yang komprehensif.”
4. Hak Pasien
a. Pasal 32 D UU no 44/2009: “Setiap pasien mempunyai hak
memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai standar profesi
dan standar prosedur operasional.”
b. Pasal 32E UU no 49/2009: “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh
layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari
kerugian fisik dan materi.”
c. Pasal 32J UU no 44/2009: “Setiap pasien mempunyai hak tujuan
tindakan medis, alternative tindakan, resiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta
perkiran biaya pengobatan.”
d. Pasal 32Q UU no 44/2009: “Setiap pasien mempunyai hak menggugat
dan atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit diduga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana.”
5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
Pasal 43 UU no 44/2009
xii
b. Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan
insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah
dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak
diharapkan.
c. RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri.
d. Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan
ditujukan untuk mengkoreksi system dalam rangka meningkatan
keselamatan pasien.
F. Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit (DepKes)
1. Hak pasien
xiii
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
xiv
diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasti terjamin.
xv
memberi pedoman yan jelas tentang pelaporan insiden dan setiap rumah
sakit harus menyelenggarkan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam
rangka melayani pasien.
xvi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Patient Safety adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien di rumah
sakit menjadi lebih aman. Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000
patient safety adalah tidak adanya kesalahan atau bebas dari cidera karena
kecelakaan. Menurut Supari, tahun 2005, patient safety adalah bebas dari cidera
aksidental atau menghindarkn cidera pada pasien akibat perawatan medis dan
kesalahan pengobatan.
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi
pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan yang berhubungan dengan resiko
pasien, laporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut
dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko.
B. Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja
karena masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari
makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan
literatur lain untuk menambah wawasan yang lebih luas tentang materi ini.
xvii
DAFTAR PUSTAKA
https://jdih.baliprov.go.id/uploads/produk-
hukum/peraturan/2017/PERMENKES/permenkes-11-2017.pdf di akses pada tanggal
23/7/2021, pukul 21.00
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/5c73d18b3282a47bf1561050272e912b.
pdf diakses pada tanggal 24/7/2021, pukul 09. 00
xviii