Anda di halaman 1dari 31

Manajemen Patient Safety

Makalah Identifikasi Pasien

Disusun Oleh
Kelompok 1

Nama : 1. Fadila Anggraini (PO.71.20.1.20.001)


2. Rini Widyastuti (PO.71.20.1.20.002)
3. Tasyah Bella Octavia (PO.71.20.1.20.003)
4. Imadatul Biladiah (PO.71.20.1.20.004)
5. Afifah Kristianti Nur Asri (PO.71.20.1.20.005)
6. Surya Tirta Samudra (PO.71.20.1.20.006)
7. Desti Aliah Faradika (PO.71.20.1.20.007)
8. Maharani (PO.71.20.1.20.008)
9. Fiona Fitria Farera (PO.71.20.1.20.009)
10. Nadinda Nathania (PO.71.20.1.20.010)
11. Sisilia Khusnul Khotimah (PO.71.20.1.20.011)
12. Angie Anindita (PO.71.20.1.20.012)
13. Siti Fadhilah (PO.71.20.1.20.013)
14. Rhizma Kusuma Dewi (PO.71.20.1.20.014)
15. Levi Riani (PO.71.20.1.20.015)

Kelas/Semester : Tingkat 1 (A)/Semester II

Dosen Pengampu : Prahardian Putri, S.Kp., M.Kes

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DIPLOMA III
TAHUN AKADEMIK 2020-2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulilah puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Manajemen Patient
Safety yang berjudul “Identifikasi Pasien” dengan baik.

Dalam penyusunan makalah ini, dengan kerja keras dan dukungan dari berbagai
pihak, kami telah berusaha untuk memberikan yang terbaik, walaupun didalam
pembuatannya kami mengalami kesulitan, karna keterbatasan kemampuan dan
ilmu yang kita miliki. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terima kasih terkhusus kepada Ibu Prahardian Putri, S.Kp., M.Kes
selaku dosen pengampu mata kuliah Manajemen Patient Safety.. Kami juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sekalian yang telah memberi
dorongan dan dukungan kepada kami.

Kami menyadari bahwa penulisan studi literatur ini masih banyak kekurangan,
oleh karna itu kami membutuhkan saran dan kritik yang membangun saat kami
butuhkan agar dapat memperbaikinya di masa yang akan datang. Semoga apa
yang disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi tema-teman yang
berkepentingan.
Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.

Palembang, 15 April 2021


Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..........................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Identifikasi Pasien.......................................................................................

2.2 Data Identifikasi..........................................................................................

2.3 Identifikasi Pasien Khusus..........................................................................

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Keselamatan Pasien.......................................

2.6 Penerapan Identifikasi Pasien.....................................................................

2.7 SOP Identifikasi Pasien..............................................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................................

3.2 Saran ..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kepedulian untuk identifikasi pasien secara benar telah dibuktikan dalam Internasional
Patient Safety Goals tahun 2015, identifikasi pasien merupakan sasaran keselamatan
pasien yang pertama. JCAHO (Joint Commision on Accreditation of Healthcare
Organizations) menerbitkan beberapa laporan kejadian sentinel yang diakibatkan oleh
kesalahan dalam identifikasi pasien. Identifikasi yang tidak benar mengakibatkan pasien
menjalani prosedur yang tidak seharusnya dijalani oleh pasien tersebut.

Menurut UU no 44 Tahun 2009 Rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan


kesehatan harus mampu memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,
sumber daya manusia yang ada, masyarakat, serta lingkungan di Rumah Sakit itu
sendiri. Kesalahan karena kekeliruan identifikasi pasien terjadi di hampir semua aspek
atau tahapan diagnosis dan pengobatan sehingga diperlukan adanya ketepatan
identifikasi pasien. Identifikasi pasien dilakukan pada saat sebelum melakukan tindakan
keperawatan atau prosedur lain, pemberian obat, transfuse atau produk darah,
pengambilan darah dan pengambilan specimen lain untuk uji klinis. Cara identifikasi
pasien yaitu dengan tanggal lahir, nama pasien, nomor rekam medis dan gelang berkode
batang. Nomor kamar atau tempat tidur tidak dapat digunakan untuk identifikasi.

Kesalahan karena kekeliruan identifikasi pasien sering terjadi di hampir semua aspek
atau tahapan diagnosis dan pengobatan sehingga diperlukan adanya ketepatan
identifikasi pasien, Penggunaan gelang identifikasi pasien adalah implementasi sasaran
pertama dari 6 Sasaran Keselamatan Pasien yaitu ketepatan identifikasi pasien. Hal
tersebut terutama dimaksudkan untuk dapat mengidentifikasi pasien yang dirawat inap
di rumah sakit secara tepat pada saat dilakukannya pelayanan maupun pengobatan.
Pasien perlu diidentifikasi secara pasti ketika akan diberikan obat, darah atau produk
darah, pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis atau
mendapatkan tindakan medis lainnya, sehingga terhindar dari kesalahan yang mungkin
dapat berakibat fatal bagi keselamatan pasien (Kemenkes, 2011).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh JCI di Amerika Serikat menemukan adanya
kesalahan dalam mengidentifikasi pasien mencapai 13% dari kasus bedah dan 67%
kesalahan identifikasi pasien dalam memberikan tranfusi darah, dari 67% kesalahan
tranfusi darah 11 orang diantaranya meninggal (Meeting The International Patient
safety Goals, 2010). Kejadian terbaru tentang kesalahan identifikasi ini terjadi di
Austria pada 16 Juni 2010 seperti diberitakan foxnews dimana seorang pasien wanita
berusia 90 tahun akan dilakukan amputasi salah satu kakinya tetapi yang diamputasi
justru kaki yang sehat sehingga kemudian kedua kakinya harus diamputasi (Ismoko,
2010).

4
Saat sekarang ini kita sering mendengar pelayanan yang prima dalam layanan kesehatan
sangatlah diperlukan. Untuk mewujudkan layanan yang prima, tentunya rumah sakit
harus memperhatikan seluruh aspek pada institusinya, salah satunya dalam bidang
dokumentasi atau rekam medis dari pasien. Untuk mendapatkan rekam medis yang
akurat tentulah harus dimulai dari identifikasi pasien yang tepat. Untuk itu, penting bagi
perawat untuk mengetahui apa itu identifikasi pasien, bagaimana data identifikasi
pasien, dan bagaimana data identifikasi pasien khusus, sehingga kita sebagai perawat
dapat memberikan pelayanan yang prima pada pasien kita.

1.2 Rumusan Masalah


1) Bagaimana Identifikasi Pasien?
2) Bagaimana Data Identifikasi?
3) Bagaimana Identifikasi Pasien Khusus?
4) Bagaimana Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Keselamatan Pasien?
5) Bagaimana Metode Pengidentifikasian Pasien?
6) Bagaimana Penerapan Identifikasi Pasien?
7) Bagaimana SOP Identifikasi Pasien?

1.3 Tujuan Penulisan


1) Mengetahui Identifikasi Pasien
2) Mengetahui Data Identifikasi
3) Mengetahui Identifikasi Pasien Khusus
4) Mengetahui Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Keselamatan Pasien
5) Mengetahui Metode Pengidentifikasian Pasien
6) Mengetahui Penerapan Identifikasi Pasien
7) Mengetahui SOP Identifikasi Pasien

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Identifikasi Pasien


A. Pengertian Identifikasi Pasien
Identifikasi adalah proses pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan
tentang bukti-bukti dari seseorang sehingga kita dapat menetapkan dan menyamakan
keterangan tersebut dengan individu seseorang.
Identifikasi pasien adalah suatu proses pemberian tanda atau pembeda yang
mencakup nomor rekam medis dan identitas pasien dengan tujuan agar dapat
membedakan antara pasien satu dengan pasien yang lainnya guna ketepatan pemberian
pelayanan, pengobatan dan tindakan atau prosedur kepada pasien.
Adapun Pengertian Identifikasi menurut Para ahli :
1. Identifikasi pasien adalah suatu upaya atau usaha yang dilakukan dalamsebuah
pelayanan kesehatan sebagai suatu proses yang bersifat konsisten, prosedur yang
memiliki kebijakan atau telah disepakati, diaplikasikan sepenuhnya, diikuti dan
dipantau untuk mendapatkan data yang akan digunakan dalam meningkatkan
proses identifikasi (Joint Commission International, 2013).
2. Menurut Joint Commission International (2013) Identifikasi pasien adalah suatu
sistem identifikasi terhadap pasien untuk membedakan antara pasien satu dengan
yang lain sehingga memperlancar atau mempermudah dalam pemberian pelayanan
kepada pasien.

B. Tujuan Identifikasi Pasien


Mengidentifikasi pasien dilakukan dengan tujuan untuk membedakan antara pasien satu
dengan pasien yang lainnya, sehingga mempermudah dalam proses pemberian pelayanan
kesehatan kepada pasien yang datang berobat dan mencegah kesalahan dan kekeliruan
dalam proses pemberian pelayanan, pengobatan tindakan atau prosedur. Ketepatan
identifikasi pasien menjadi hal yang penting, karena berhubungan dengan keselamatan
pasien. Kesalahan karena keliru pasien dapat terjadi dalam semua aspek diagnosis dan
pengobatan. Kesalahan karena keliru pasien dapat merugikan pasien, menyebabkan
pasien tidak mendapatkan terapi yang tepat, membuat pasien cidera, bahkan bisa
menyebabkan cacat atau kematian pasien. Karena itu kesalahan karena keliru pasien
merupakan hal yang amat sangat berat hukumnya.

Tujuan dari mengidentifikasi pasien dengan benar adalah:


a. mengidentifikasi pasien sebagai individu yang dimaksudkan untuk mendapatkan
pelayanan atau pengobatan dengan cara yang dapat dipercaya/reliable,
b. untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
c. untuk memastikan tidak terjadinya kesalahan dalam identifikasi pasien selama
perawatan di rumah sakit.

6
d. mengurangi kejadian/ kesalahan yang berhubungan dengan salah identifikasi.
Kesalahan ini dapat berupa: salah pasien, kesalahan prosedur, kesalahan medikasi,
kesalahan transfusi, dan kesalahan pemeriksaan diagnostik.
e. mengurangi kejadian cidera pada pasien

Ada 2 tujuan standar : pertama, memastikan ketepatan pasien yang akan menerima
layanan atau tindakan dan kedua , untuk menyelaraskan layanan atau tindakan yang
dibutuhkan oleh pasien (SNARS, 2017).

C. Lingkup Area Identifikasi Pasien


1. kepada semua pasien rawat inap, pasien instalasi gawat darurat atau IGD dan pasien yang
akan menjalani suatu prosedur
2. Pelaksanaan panduan ini adalah para tenaga kesehatan ( medis, perawat, farmasi, bidan,
dan tenaga kesehatan lainnya) ; staf di ruangan, staff administrasi dan staf pendukung yang
bekerja di rumah sakit

D. Prinsip Identifikasi Pasien


1. Semua pasien rawat inap, IGD, dan yang akan menjalani suatu prosedur harus
diidentifikasi dengan benar saat masuk rumah sakit dan selama masa perawatannya
2. Kapanpun dimungkinkan, pasien rawat inap harus menggunakan gelang pengenal dengan
minimal 2 data ( nama dan tanggal lahir)
3. Tujuan utama tanda pengenal ini adalah untuk mengidentifikasi pemakaiannya
4.Tanda pengenal ini digunakan pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika
pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan sperma lain untuk
pemeriksaan klinis atau pemberian pengobatan atau tindakan lainnya

2.2 Data Identifikasi


Identifikasi pasien adalah suatu sistem identifikasi kepada pasien untuk
membedakan antara pasien satu dengan pasien yang lainnya sehingga memperlancar atau
mempermudah dalam pemberian pelayanan kepada pasien. Ketepatan identifikasi pasien
menjadi hal yang penting, bahkan berhubungan langsung dengan keselamatan pasien;
mengidentifikasi pasien dengan benar merupakan Sasaran yang pertama dari 6 (enam)
Sasaran Keselamatan Pasien.
Tujuan dilakukan identifikasi pasien adalah untuk memastikan ketepatan pasien
yang akan menerima layanan atau tindakan, serta untuk menyelaraskan layanan atau
tindakan yang dibutuhkan oleh pasien. Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya pernah
terjadi di semua aspek diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan
terjadinya error/kesalahan dalam mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam
keadaan terbius / tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar sepenuhnya; mungkin

7
bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam fasilitas pelayanan kesehatan; mungkin
mengalami disabilitas sensori; atau akibat situasi lain.
Tujuan ganda dari sasaran ini adalah :
 Untuk dapat dipercaya/reliable mengidentifikasi pasien sebagai individu yang
dimaksudkan
 Untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan
 Untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.

A. Pengumpulan Data Identifikasi Pasien


1. Cara pengumpulan identifikasi dapat dilakukan dengan cara :
a. Wawancara langsung dengan sumbernya atau orang lain, biasanya sebelum
wawancara dimulai sudah disiapkan pertanyaan-pertanyaan yang diperlukan.
b. Mengisi formulir identifikasi oleh orang yang bersangkutan, dalam membuat
format isian buatlah pertanyaan-pertanyaan yang jelas sehingga mudah diisi
dan tidak ragu-ragu.
c. Gabungan wawancara dengan mengisi formulir, setelah formulir diisi maka
dilanjutkan dengan wawancara untuk meyakinkan isian yang telah dibuat,
shingga informasi yang diperoleh akan lebih akurat.
2. Keakuratan data identifikasi
a. Data identifikasi bisa tidak akurat/benar karena memang dibuat tidak benar
untuk tujuan tertentu.
b. Pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas dapat menimbulkan
kesalahfahaman sehingga data yang diperoleh kurang akurat/kurang jelas,
atau karena situasi tertentu sehingga seseorang takut/malu mengungkapkan
identitas.
3. Kebijakan dan prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi
seorang pasien, seperti hal berikut :
 nama pasien, dengan dua nama pasien.
 nomor identifikasi menggunakan nomor rekam medis.
 tanggal lahir.
 gelang (identitas pasien) dengan bar-code, atau cara lain.
 Catatan : Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan untuk
identifikasi.
Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga termasuk. Suatu
proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur
untuk memastikan telah mengatur semua situasi yang memungkinkan untuk
diidentifikasi.
1) Gelang Pasien
Pasangkan gelang identifikasi pada pergelangan tangan pasien yang dominan
(sesuai dengan kondisi). Petugas akan memastikan gelang terpasang dengan

8
baik dan nyaman untuk pasien. Jika gelang tidak bisa dipasang di pergelangan
tangan pasien, dapat kenakan pada pergelangan kaki.
2) Warna Gelang
Gelang warna merah muda untuk pasien dengan jenis kelamin perempuan, biru
untuk pasien dengan jenis kelamin laki-laki, merah untuk pasien dengan alergi
obat, kuning untuk pasien dengan risiko jatuh, dan ungu untuk pasien yang
menolak tindakan resusitasi (Do Not Rescucitation).
4. Kegiatan Identikasi Pasien :
1) Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
2) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis Pasien diidentifikasi sebelum pemberian . pengobatan dan
tindakan / prosedur.
4) Diberlakukan kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi
yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.
5) Beberapa hal penting identifikasi pasien (dapat berakibat fatal); pada saat :
memberikan obat, darah, atau produk darah, mengambil darah dan spesimen
lain untuk pengujian klinis, sebelum memberikan perawatan dan prosedur,
bagi bayi; identifikasi juga dilakukan sebelum mentransfer dari kamar bayi
ke kamar ibu.

B. Keakuratan Data Identifikasi Pasien


1. Analisis Kuantitatif
a. Kelengkapan Pengisian Informasi Dokumen Rekam Medis
1) Aspek Administrasi
2) Aspek Medis
b. Keseluruhan Kelengkapan Pengisian Informasi Dokumen Rekam Medis Aspek
Administrasi dan Aspek Medis
c. Keakuratan Kode Diagnosis dan Kode Tindakan
2. Analisis Kualitati
a. Kelengkapan Pengisian Informasi
b. Keakuratan Kode Diagnosis dan Kode Tindakan

C. Hal-hal yang Harus diperhatikan dalam Menerima Pasien Baru


Hal–hal yang perlu diperhatikan saat pelaksanaan penerimaan pasien baru, yaitu :
1) Petugas harus tenang, ramah, sopan dalam menghadapi pasien, mendengarkan
dengan penuh perhatian dan sabar menjelaskan hal-hal yang ditanyakan, perlu di
ingat bahwa orang yang datang dirumah sakit adalah orang yang dalam kesusahan,
sehingga kemungkinan emosinya kadang tidak terkontrol dan kesan pertama pasien

9
kepada rumah sakit terletak pada pelayanan di tempat penerimaan pasien
(Admission office).
2) Harus ada petunjuk tertulis tentang tata cara pencatatan atau penulisan yang harus
diikuti oleh semua petugas, seperti cara penulisan nama, gelar dsb.
3) Petugas harus teliti dalam mencatat data identitas pasien.
4) Dilakukan oleh kepala ruangan atau perawat primer dan atau perawat asosiete yang
telah diberikan wewenang atau yang telah didelegasikan,
5) Saat pelaksanaan tetap menjaga privasi klien,

6) Ajak pasien komunikasi yang baik dan beri sentuhan terapeutik.

D. Tata Cara Pencatatan Identifikasi Pasien di Rumah Sakit

Untuk dapat mencatat data identifikasi pasien yang lengkap dari pasien maka perlu
disediakan kolom-kolom dan cara pengisiannya / penulisannya.

1. Nomor Rekam Medis

Diisi berdasarkan dalam urutan nomor rekam medis yang sudah disiapkan, sesuai
dengan aturan dari masing-masing rumah sakit.

2. Nama Pasien

a. Apabila dengan wawancara, penyebutan nama sebaiknya dengan dieja, ini


dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam penulisan nama.

b. Nama pasien harus lengkap (bukan nama panggilan)

c. Nama pasien sendiri

d. Bagi pasien wanita yang bersuami, ditulis dengan NAMA SENDIRI baru di
ikuti nama suami. Misalnya: Ny. Suhatini Suwardjo dan sebagainya.

e. Nama marga ditulis dibelakang nama sendiri, misalnya : Ny.Suciati Sihite

f. Gelar ditulis dibelakang nama, misalnya : Gunarto, Drs, Gunarsih, dr. dan
sebagainya.

g. Penulisan nama harus dengan huruf cetak atau capital.

h. Pencatatan harus menggunakan ejaan yang disempurnakan. Dsb

3. Alamat

10
Penulisan alamat sebaiknya ditulis alamat tinggal sekarang (sesuai dengan KTP),
dengan mencatat nama jalan, nomor rumah, RT?RW, Kelurahan, Kecamatan,
Kabupaten atau Kota Madya dan Kode Pos.

4. Tempat dan Tanggal Lahir

Dicatat selengkap mungkin.

5. Umur

Diisi sesuai isian/kolom yang disediakan, misalnya jika umurnya masih dalam hari
maka penulisan diletakan dalam kolom hari, jika umurnya bulan maka penulisan
dalam kolom bulan dst.

6. Jenis Kelamin

Diisi yang jelas.

7. Status Perkawinan

a. Kawin

b. Belum/Tidak kawin

c. Duda

d. Janda

8. Agama

a. Islam

b. Protestan

c. Roma Khatolik

d. Hindu

e. Budha

f. Lainnya (………)

9. Pendidikan

a. Belum/Tidak tamat SD d. Tamat SLTA

b. Tamat SD e. Tamat Akademi

11
c. Tamat SLTP f. Tamat Universitas/PT

10. Pekerjaan

Ditulis pekerjaan pasien dan alamat pekerjaan lengkap dengan nomor telepon.

11. KTP

Nomor KTP harus ditulis dengan l;engkap dan jelas.

12. Suku Bangsa

Ditulis sesuai dengan sukunya

13. Nama Keluarga terdekat/Nama penanggung jawab pasien

Tulislah nama dan alamat dengan lengkap serta hubungan keluarga dengan pasien
(anak, istri, adik dsb).

14. Penanggung jawab biaya perawatan

Tulis nama dan alamat jika perorangan tulis hubungan keluarga, jika instansi tulis
nama instansi alamatnya.
2.3 Identifikasi Pasien Khusus
A. Prosedur Identifikasi Pasien Neonatus
 Pengertian Neonatus
Neonatus adalah bayi yang baru lahir 28 hari pertama kehidupan
(Rudolph,2015). Neonatus adalah usia bayi sejak lahir hingga akhir bulan pertama
(Koizer, 2011). Neonatus adalah bulan pertama kelahiran. Neonatus normal
memiliki berat 2.700 sampai 4.000 gram, panjang 48-53 cm, lingkar kepala 33-
35cm (Potter & Perry, 2009). Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan
neonatus adalah bayi yang lahir 28 hari pertama.
 Ciri Neonatus
Neonatus memiliki ciri berat badan 2700-4000gram, panjang, panjang 48-53
cm, lingkar kepala 33-35cm (Potter & Perry, 2009). Neonatus memiliki
frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit, pernapasan 40-60 x/menit, lanugo
tidak terlihat dan rambut kepala tumbuh sempurna, kuku agak panjang dan
lemas, nilai APGAR >7, refleks-refleks sudah terbentuk dengan baik (Dewi,
2010).
 Klasifikasi Neonatus
Klasifikasi neonatus menurut Marni (2015) :
A. Neonatus menurut masa gestasinya
1. Kurang bulan (preterm infan) :<259 hari ( 37 minggu)

12
2. Cukup bulan (term infant) : 259- 294 hari (37-42 minggu)
3. Lebih bulan( postterm infant) :>294hari (42 minggu)
B. Neonatus menurut berat lahir :
1. Berat lahir rendah : <2500 gram.
2. Berat lahir cukup : 2500-4000 gram.
3. Berat lahir lebih : >4000 gram.
 Prosedur Identifikasi pada Pasien Neonatus
a. Neonatus harus menggunakan dua gelang identifikasi setiap saat (detail yang
sama pada dua anggota gerak yang berbeda yaitu anggota gerak atas dan
anggota gerak bawah)
b. Gelang pasien neonatus berisi identifikasi ibu yang melahirkan pasien jika
nama pasien neonatus belum terregistrasi. setelah nama neonatus terregistrasi,
identifikasi mengenai ibu pasien dapat diganti dengan identifikasi pasien
tersebut.
c. Gelang identifikasi neonatus berukuran panjang 5 cm, lebar 3 cm, denga
penjepit tunggal dan 4 lubang jepitan atau disesuaikan dengan produk
keluaran pabrik penyedia gelang identifikasi neonatus.
d. Gelang pink untuk bayi perempuan dan biru untuk bayi laki-laki

B. Prosedur Identifikasi Anak


a. Gelang identifikasi anak berisi nama pasien, nomor rekam medis, tanggal
lahir, tanggal lahir,dan nama orang tua/ wali pasien.
b. Gelang identifikasi pasien anak berukuran panjang 5 cm, lebar 3 cm, dengan
penjepit tunggaldan 4 lubang jepitan atau disesuaikan dengan produk
keluaran pabrik penyedia gelang identifikasi pasien anak.
c. Gelang pink untuk bayi perempuan dan biru untuk bayi laki-laki.

C. Prosedur Identifikasi Pasien Alergi


Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif harus dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk mengidentifikasi
pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen
lain untuk pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau tindakan lain.
Gelang identifikasi Alergi sebaiknya mencakup 4 detail wajib yang dapat mengidentifikasi
pasien, yaitu:
a) Nama pasien
b) Umur Pas
c) Nomor rekam medis pasien
d) Jenis Alergi

D. Prosedur Identifikasi Pasien Jatuh


Prosedur mengidentifikasi risiko jatuh yaitu :

13
a. Gelang identifikasi risiko jatuh berwarna kuning

b. Pemasangan Segitiga jatuh pada brancard

c. Edukasi pencegahan jatuh : Pemberian brosur risiko jatuh kepada keluarga

Edukasi pencegahan jatuh dilakukan pada semua pasien baik pasien berisiko jatuh
maupun pasien yang tidak berisiko jatuh. Jelaskan kepada pasien dan keluarga, tentang:

1. Tujuan pemakaian gelang identifikasi risiko jatuh, dan mengapa mereka harus
menggunakan.
2. Hal ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengidentifikasi kesalahan dan

mendorong pasien dan keluarga mereka untuk berpartisipasi dalam upaya

mencegah jatuh.

3. Jelaskan bahaya untuk pasien yang menolak, melepas, menutup gelang dengan tapeperban,
dll

Identifikasi risiko pasien jatuh wajib dilakukan pada saat :

a. Pengkajian awal kepada pasien (saat pasien masuk RS)

b. Sebelum melakukan transportasi pasien

c. Terjadi perubahan kondisi/ pengobatan yang dapat mempengaruhi penilaian jatuh

Gelang identifikasi Risiko Jatuh sebaiknya mencakup 4 detail wajib yang dapat mengidentifikasi
pasien, yaitu:

a) Nama pasien

b) Umur Pasien

c) Nomor rekam medis pasien

d) Tingkat Risiko Jatuh

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Keselamatan Pasien


Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa ada tiga faktor
yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja seseorang dalam penerapan keselamatan
pasien, yaitu: faktor predisposisi (prediposing faktors), faktor pemungkin (enabling factor),
dan faktor pendorong (reinforcing factor).

a. Faktor Predesposisi (Predisposing Factor)


Faktor ini merupakan faktor yang menjadi dasar untuk seseorang berperilaku atau
dapat pula dikatakan sebagai faktor prefensi “pribadi” yang bersifat bawaan yang
dapat bersifat mendukung atau menghambat seseorang berperilaku tertentu. Faktor
ini mencakup sikap dan pengetahuan.
1. Sikap

14
Sikap merupakan faktor yang paling menentukan perilaku seseorang karena
sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Sikap (attitude)
merupakan kesiapan mental yang diperoleh dari pengalaman dan memiliki
pengaruh yang kuat pada cara pandang seseorang terhadap orang lain, obyek
dan situasi yang berhubungan dengannya. Sikap adalah bagian hakiki dari
kepribadian seseorang. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan
sesuatu. Hal ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Winardi (2004)
yang mengemukakan bahwa sikap adalah cerminan perilaku yang berhubungan
dengan pandangan seseorang, kepribadian dan motivasi yang dimilikinya.
Dalam berinteraksi dengan orang lain, sikap seseorang akan mencerminkan
kondisi sikap mental yang menimbulkan pengaruh tertentu atas respon
seseorang terhadap orang lain, objek atau situasi yang sedang dihadapinya.
Dalam pelayanan keperawatan sikap mental memegang peranan sangat penting
karena dapat berubah dan dibentuk sehingga dapat mempengaruhi perilaku kerja
dan kinerja perawat.
2. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensori
khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk terbetuknya perilaku terbuka (overt
behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng
(Notoatmodjo, 2003).

b. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)


Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini bisa sekaligus menjadi
penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan perubahan
lingkungan yang baik (Green, 2000). Faktor ini meliputi biaya dan jarak tempat
tinggal. Faktor ini ditunjukkan oleh variabel :
1. Sumber daya keluarga, seperti pendapatan keluarga, keikutsertaan dalam
asuransi kesehatan, kemampuan membeli jasa pelayanan yang dibutuhkan.
2. Sumber daya manusia, seperti jumlah sarana pelayanan kesehatan disuatu
wilayah, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dan tenaga kesehatan dan letak
geografis. Dalam penelitian ini bila dihubungkan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam mengimplementasikan keselamatan pasien yang termasuk
faktor pemungkin (Enabling Factor), diantaranya yaitu Sumber Daya Manusia
(SDM), kepemimpinan, imbalan, struktur organisasi, dan desain pekerjaan.
1. Sumber Daya Manusia Organisasi terdiri dari dua sumber daya yaitu sumber
daya manusia dan sumber daya alam. Pada sistem organisasi di rumah sakit, sumber
daya

15
manusia terdiri dari tenaga profesional, non profesional, staf administrasi dan
pasien. Sedangkan sumber daya alam antara lain uang, metode, peralatan dan
barang habis pakai serta barang tidak habis pakai.
2. Kepemimpinan Menurut Gillies (1994), kepemimpinan memiliki beberapa
makna yaitu memandu, menunjukkan arah tertentu, mengarahkan, berjalan didepan,
menjadi yang pertama, membuka permainan, dan cenderung hasil yang pasti.
Menurut Weirich & Koontz dalam Aditama (2006) menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah seni atau proses untuk mempengaruhi orang lain sehingga
mereka bersedia dengan kemampuan sendiri dan secara antusias bekerja untuk
mencapai tujuan organisasi. Sementara itu Hellriegel dan Slocum dalam Aditama
(2006) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi,
memotivasi dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan. Ivancevich (1999)
mengemukakan bahwa teori trait tentang kepemimpinan merupakan identifikasi
karakter khusus (fisik, mental, keperibadian) yang terkait kesuksesan pemimpin.
Terkait seorang pemimpin juga diukur melalui perilaku dalam situasi kelompok,
dengan pilihan dari rekan (voting), nominasi dari pengamat dan analisis data
biografi. Swanburg (1999) mengemukakan bahwa prinsip kepemimpinan
diantaranya yaitu:
1) Mengarahkan yaitu seorang pemimpin harus membuat aturan yang jelas,
sehingga perawat dalam melakukan tindakan dapat dilakukan dengan penuh
tanggung jawab;
2) Mengawasi, meliputi memeriksa, menilai dan memperbaiki kinerja
pegawai. Artinya seseorang pemimpin harus memberikan umpan balik kepada
bawahannya baik secara lisan maupun tertulis, umpan balik merupakan salah satu
bentuk evaluasi dalam menilai kinerja staf oleh pimpinan;
3) Mengkoordinasikan, meliputi pertukaran informasi dan mengadakan
pertemuan kelompok kerja. Hal ini diperlukan dalam membentuk kerjasama tim
(team work) agar lebih solid dan terkoordinir. Cara seseorang berperilaku
menentukan keefektifan kepemimpinan orang tersebut. Menurut Rensis Likert
dalam Ivancevich (1999) menyatakan bahwa manajer keperawatan di rumah sakit
dapat meningkatkan perilaku yang lebih memperhatikan pegawai dengan berbagai
cara, yaitu memodifikasi perilaku bawahan dengan menjaga komunikasi yang
terbuka; mendengarkan bawahan; memberikan imbalan yang positif bagi bawahan;
memberikan kesempatan pada bawahan untuk meningkatkan karier dan tidak takut
untuk mengakui kesalahan karena manusia tidak luput dari suatu kesalahan.
Kepemimpinan patient safety seharusnya memiliki kedudukan senior dalam
organisasi, memiki otoritas untuk bertindak dan mengambil keputusan guna
meningkatkan patient safety, memiliki hubungan langsung dengan CEO (Chief
Executive Officer), melaksanakan pelatihan, menguasai manajemen risiko,

16
menjamin cukup sumber daya untuk meningkatkan patient safety dan dihargai
semua profesi dan tingkat staf dalam organisasi.
3. Imbalan Hasibuan (2007)mengutarakan imbalan atau kompensasi
mengandung makna pemberian imbalan atau bayaran baik secara langsung maupun
tidak langsung yang diterima karyawan sebagai hasil dari kinerjanya. Kinerja
seseorang akan meningkat ketika ia merasa diperlakukan adil baik dalam pekerjaan
maupun dalam pemberian imbalan atau penghargaan. Tetapi semangat kerja akan
menurun bila kontribusi pekerja tidak dihargai dengan imbalan atau kompensasi
yang tidak seimbang. Hal ini didukung oleh Bawono dan Nugraheni (2015) yang
mengatakan bahwa kinerja dan kesesuaian imbalan berpengaruh terhadap kepuasan
kerja pegawai. Adanya imbalan/penghargaan yang baik akan memotivasi karyawan
untuk bekerja lebih produktif dan suksesnya suatu organisasi ditentukan oleh
besarnya imbalan yang diberikan. Kompensasi berkaitan dengan persyaratan yang
harus dipenuhi oleh karyawan pada jabatannya sehingga tercipta keseimbangan
antara input dan output. Kompensasi merupakan pemberian balas jasa baik secara
langsung berupa uang (finansial) maupun tidak langsung berupa penghargaan (non
finansial). Terdapat dua kategori imbalan, yaitu imbalan instrinsik dan imbalan
ekstrinsik. Imbalan instrinsik adalah imbalan yang dinilai oleh mereka sendiri
meliputi perasaan kompetensi pribadi, perasaan pencapaian pribadi, tanggung jawab
dan otonomi pribadi, perasaan pertumbuhan dan pengembangan diri, status dan
kepentingan kerja. Imbalan ekstrinsik sebagian besar dikendalikan dan dibagikan
secara langsung oleh orang lain untuk mempengaruhi perilaku dan kinerja
anggotanya, meliputi: gaji, tunjangan karyawan, sanjungan, pengakuan formal,
promosi, hubungan sosial, lingkungan kerja dan pembayaran insentif
4. Struktur Organisasi
Organisasi adalah sebuah wadah bagi sekelompok orang yang memiliki tujuan
yang sama dan berusaha untuk mewujudkannya bersama-sama (Griffin dalam
Cahyono, 2008). Didalam suatu organisasi terdapat struktur organisasi yang
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya KTD. Struktur
organisasi adalah pembagian, pengelompokan dan pengkoordinasian tugas atau
pekerjaan secara formal. Struktur organisasi menunjukkan cara suatu kelompok
dibentuk, garis komunikasi dan hubungan otoritas serta pembentukan keputusan
(Marquin, B.L. dan Huston 2006). Struktur organisasi menggambarkan garis
komando, garis kewenangan dan garis koordinasi dalam sebuah organisasi untuk
memberikan arah dalam melaksanakan tugas. Kualitas dan keselamatan pasien
ditentukan oleh berbagai faktor dalam sistem organisasi dan juga lingkungan
kerjanya. Menurut Cahyono (2008), rumah sakit harus membentuk struktur
organisasi Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit dengan kelompok kerja agar
kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan rumah sakit dapat dilaksanakan

17
optimal, misalnya (pokja tranfusi, pokja pencegahan kesalahan obat, dan pokja
infeksi nosokomial).
5. Desain Pekerjaan
Desain pekerjaan mencakup kedalaman dan tujuan dari setiap pekerjaan yang
membedakan antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan lainnya. Tujuan
pekerjaan dilaksanakan melalui analisis kerja, dimana para manajer menguraikan
pekerjaan sesuai dengan aktivitas yang dituntut agar membuahkan hasil. Gybson
(1997) menjelaskan desain pekerjaan mengacu pada proses yang diterapkan pada
manajer untuk memutuskan tugas pekerjaan dan wewenang. Desain pekerjaan
merupakan upaya seorang manajer untuk mengelompokkan tugas dan tanggung
jawab setiap individu. Pekerjaan yang dirancang dengan baik akan meningkatkan
motivasi yang merupakan faktor penentu produktivitas seseorang maupun
organisasi. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh tuntutan pekerjaan dan sejauh mana
tuntutan tugas tersebut sesuai dengan kemampuan seseorang.
6. Pelatihan Pelatihan merupakan proses secara sistematik bagi individu untuk
memperoleh dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk menunjang kinerjanya yang lebih baik (Greenberg, J. dan Baron, R, 2005).
Bernardin (2003) menyatakan pelatihan merupakan suatu kegiatan untuk
mendukung pengembangan kinerja staf/karyawan yang berkaitan dengan pekerjaan
yang dilakukannya. George, J.M. dan Jone (2002) menyatakan bahwa pelatihan
memiliki makna efektif untuk meningkatkan kemampuan karyawan.

c. Faktor Pendorong (Reinforcing Factor).


Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan (dalam penelitian
ini merupakan perawat pelaksana) atau petugas kesehatan lainnya. Termasuk juga
disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pemerintah daerah maupun dari
pusat. Faktor penguat juga merupakan faktor yang menentukan apakah tindakan
kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Dalam penelitian ini bila dihubungkan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan keselamatan pasien, yang
termasuk faktor pendorong (reinforcing factor), yaitu: pelatihan keselamatan pasien
dan motivasi perawat dalam pengimplementasian keselamatan pasien.
1. Motivasi Menurut Herzberg dalam Robbins, S.P. dan Judge (2008)
mengemukakan tentang motivasi untuk bekerja. Pendapat ini merupakan bagian dari
kegiatan perilaku individu dalam proses perilaku organisasi yang memandang
bahwa sikap-sikap positif terhadap pekerjaan timbul dari pekerjaan itu sendiri dan
mereka berfungsi sebagai motivator. Selain ketiga faktor diatas, ada juga faktor lain
yang mempengaruhi kinerja seseorang dalam penerapan budaya keselamatan
pasien. Faktor lain tersebut adalah faktor individu. Menurut Joint Commision
Internatioal(JCI) 2007, mengatakan bahwa faktor individu adalah salah satu
komponen yang mempengaruhi praktek klinis keperawatan. Karakteristik perawat

18
dalam penerapan keselamatan pasien menurut Ellis dan Hartley (2000) meliputi
usia, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja dan status perkawinan. Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
a. Usia
Usia berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas seseorang.
Semakin tinggi usia semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa dan semakin
dapat berpikir rasional, semakin bijaksana, mampu mengendalikan emosi dan
semakin terbuka terhadap pandangan orang lain. Hal ini diperkuat oleh Robbins,
S.P. dan Judge (2008), yang mengatakan bahwa semakin bertambah usia seseorang
maka semakin banyak pengalaman yang dimilikinya, pemikirannya semakin
matang, memiliki etos kerja yang kuat, dan komitmen yang tinggi terhadap
peningkatan mutu. Dari berbagai periode umur tersebut, umur yang produktif dalam
bekerja dan yang merupakan angkatan kerja ditunjukkan oleh periode dewasa muda
(20-40 tahun) dan dewasa madia (40-65 tahun). Dengan bertambahnya usia, maka
seseorang akan memiliki kebijaksanaan yang tinggi dalam mengambil keputusan,
memiliki pola pikir yang rasional, mampu mengontrol emosi dan memiliki toleransi
yang tinggi terhadap pendapat orang lain, yang berarti pula telah terjadi peningkatan
kinerja pada orang tersebut. Usia juga berpengaruh terhadap kemampuan seseorang
untuk bekerja, termasuk bagaimana merespon stimulasi.
b. Jenis kelamin
Teori psikologis menemukan bahwa perempuan lebih patuh terhadap aturan
dibandingkan dengan pria. Pria biasanya memiliki tingkat keagresifan yang tinggi
dan memiliki harapan untuk sukses namun perbedaan ini kecil adanya bila
dibandingkan dengan perempuan (Robbins, S.P. dan Judge, 2008). Pegawai
perempuan yang berumah tangga akan memiliki tugas tambahan, hal ini dapat
menyebabkan kemungkinan yang lebih sering dibandingkan pegawai laki-laki.
Robbins juga menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai kemampuan
yang sama dalam menangani atau memecahkan masalah, memiliki keterampilan
analitis, daya saing, motivasi, solidaritas dan kemauan untuk belajar. Namun, disisi
lain Sopiah (2009) mengatakan bahwa karyawan wanita cenderung lebih rajin,
disiplin, teliti dan sabar dalam bekerja.
d. Pendidikan
Menurut Yosafianti dan Alfiyanti (2010) menyatakan bahwa tingkat pendidikan
memiliki hubungan atau keterkaitan dengan kepatuhan perawat dalam menerapkan
patient safety. Selanjutnya perawat harus melanjutkan pendidikan dan kesempatan
pelatihan untuk semua aspek keperawatan misalnya magister nurse dan spesialis
keperawatan. Latar belakang pendidikan mempengaruhi kinerja perawat, artinya
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kinerja yang ditunjukkan juga
akan semakin baik karena pengetahuan dan wawasan yang dimiliki lebih luas bila
dibandingkan dengan perawat yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

19
e. Masa kerja
Masa kerja adalah lama seorang perawat bekerja pada suatu instansi yaitu dari mulai
perawat itu resmi dinyatakan sebagai pegawai atau karyawan suatu rumah sakit.
Senioritas dan produktivitas pekerjaan berkaitan secara positif. Semakin lama
seseorang bekerja semakin terampil dan akan lebih berpengalaman dalam
melaksanakan pekerjaannya. Masa kerja pada suatu pekerjaan dimasa lalu akan
mempengaruhi keluar masuknya karyawan dimasa yang akan datang. Robbins, S.P.
dan Judge (2008) memperkuat pendapat ini, ia mengemukakan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara masa kerja dengan motivasi kerja perawat
f. Status perkawinan
Status perkawinan seseorang memiliki pengaruh terhadap perilakunya dalam
kehidupan berorganisasi. Karyawan yang sudah menikah akan lebih rajin,
mengalami pergantian yang jarang dan lebih menikmati hasil pekerjaannya
dibandingkan dengan teman sekerjanya yang belum menikah (Robbins, S.P. dan
Judge, 2008). Berdasarkan hal tersebut sangatlah jelas bahwa status perkawinan
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja perawat. Perkawinan membuat
seorang individu mempunyai tanggung jawab dalam pekerjaan, menjadi lebih
berharga dan penting. Sopiah (2009) juga mengatakan bahwa karyawan yang sudah
menikah dengan karyawan yang belum menikah akan berbeda dalam memaknai
suatu pekerjaan. Karyawan yang sudah menikah menilai pekerjaan sangat penting
karena sudah memiliki sejumlah tanggung jawab sebagai keluarga.

2.5 Metode Pengidentifikasian Pasien


Identifikasi pasien terdiri atas dua kata yaitu identifikasi dan pasien. Menurut KBBI,
Identifikasi merupakan tanda kenal diri; bukti diri; penentu atau penetapan identitas
Seseorang, benda, dan sebagainya. Adapun pasien adalah orang sakit; penderita(sakit) Jadi
identifikasi pasien adalah upaya mengetahui identitas melalui penentu identitas Seperti
KTP, SIM, kartu mahasiswa yang dimiliki pasien maupun tanda pengenal Lainnya seperti
gelang identitas pasien dan data pasien yang bertujuan untuk Mempermudah pemberian
pelayanan kepada pasien. Identifikasi pasien perlu dilakukan Dengan benar karena hal ini
merupakan langkah awal dalam memberikan pelayanan Kesehatan kepada pasien. Awal
atau dasar yang benar menjadi penting untuk Keberhasilan langkan berikutnya. Adapun
identifikasi pasien dengan benar merupakan Upaya mengetahui identitas pasien melalui
penentu identitas dengan benar yang Bertujuan untung mempermudah pemberian
pelayanan kesehatan yang tepat kepada Pasien. Identifikasi pasien dengan tidak tepat dapat
menyebabkan ketidaknyamanan Pasien bahkan mengancam keselamatan pasien.

 Identifikasi Pasien Dengan Benar Sebagai Sasaran Keselamatan Pasien


Identifikasi pasien dengan benar merupakan salah satu sasaran keselamatan pasien Selama
menerima asuhan keperawatan selama berada di rumah sakit. Adapun Keselamatan pasien

20
atau sering disingkat dengan KP merupakan suatu sistem yang Menjadikan rumah sakit
atau institusi kesehatan lainnya memberikan asuhan kepada Pasien dengan lebih aman,
mencegah adanya tindakan yang dapat mencederai pasien Dengan adanya kesalahan dalam
melaksanakan tindakan dan tidak melakukan tindakan Yang harusnya diambil. Program
utama keselamatan pasien merupakan suatu usaha Untuk menurunkan angka kejadian tidak
diharapkan yang sering terjadi pada pasien Selama dirawat di rumah sakit yang merugikan
pasien maupun pihak rumah sakit. Semakin berkualitasnya pelayanan kesehatan di sebuah
rumah sakit maka kepuasan Tersendiri akan dirasakan pasien dan otomatis akan membuat
penilaian akan rumah sakit Tersebut berkualitas atau tidak. Dengan kata lain kualitas
pelayanan kesehatan yang Diberikan mencerminkan kualitas rumah sakit tersebut. Rumah
sakit dengan kualitas Baik akan berusaha menjaga kenyamanan pasien ketika menerima
asuhan keperawatan Termasuk didalam-Nya menjaga keselamatan pasien. Oleh karena itu
setiap fasilitas Kesehatan di rumah sakit harus menyelenggarakan keselamatan pasien.
Penyelenggaraan keselamatan pasien ini dilakukan dengan melakukan pembentukan Sistem
pelayanan yang menerapkan sasaran keselamatan pasien. Menurut UU No 11 Tahun 2017
Tentang keselamatan pasien terdapat enam sasaran keselamatan pasien yang terdiri atas:
1.Mengidentifikasi pasien dengan benar
2.Meningkatkan komunikasi efektif
3.Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
4.Memastikan lokasi pembedahan dengan benar, prosedur yang benar, pembedahan
pada pasien yang benar
5.Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
6.Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh.
Standar keselamatan pasien pertama yang merupakan pembahasan kajian ini yaitu
mengidentifikasi pasien dengan benar merupakan hak pasien beserta keluarganya untuk
mendapatkan informasi mengenai diagnosis ataupun tata cara tindakan kesehatan yang
akan diberikan, tujuan tindakan keperawatan, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi, prognosis terhadap tindakan yang akan diberikan, dan perkiraan
administrasi pengobatan. Untuk mengetahui tindakan yang diberikan mencapai sasaran
pertama yaitu identifikasi pasien dengan benar dapat diketahui berdasarkan kriteria
tertentu. Adapun kriteria yang harus dipenuhi untuk mencapai sasaran ini, antara lain:
1.Adanya dokter penanggung jawab
2.Rencana pelayanan kesehatan dibuat oleh dokter penanggung jawab
3.Penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarga pasien yang dilakukan
oleh dokter penanggung jawab.

 Kebijakan dan Prosedur


Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif harus dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk mengidentifikasi

21
pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen
lain untuk pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau tindakan lain.
Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi
seorang pasien, seperti hal berikut :
1. Nama pasien, dengan dua nama pasien.
2. Nomor identifikasi menggunakan nomor rekam medis.
3. Tanggal lahir.
4. Gelang (identitas pasien) dengan bar-code, atau cara lain.
5. Catatan : Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan untuk
identifikasi.

Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua pengidentifikasi/penanda


yang berbeda pada lokasi yang berbeda di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti di
pelayanan ambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat, atau kamar
operasi.
Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga termasuk. Suatu proses
kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur untuk
memastikan telah mengatur semua situasi yang memungkinkan untuk diidentifikasi.
Gelang Pasien :
Pasangkan gelang identifikasi pada pergelangan tangan pasien yang dominan (sesuai
dengan kondisi). Petugas akan memastikan gelang terpasang dengan baik dan nyaman
untuk pasien. Jika gelang tidak bisa dipasang di pergelangan tangan pasien, dapat kenakan
pada pergelangan kaki.
Warna Gelang
Gelang warna merah muda untuk pasien dengan jenis kelamin perempuan, biru untuk
pasien dengan jenis kelamin laki-laki, merah untuk pasien dengan alergi obat, kuning untuk
pasien dengan risiko jatuh, dan ungu untuk pasien yang menolak tindakan resusitasi (Do
Not Rescucitation).
Kegiatan Identikasi Pasien :
Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor
kamar atau lokasi pasien. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk
darah. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan /
prosedur. Diberlakukan kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi. Beberapa hal penting identifikasi pasien (dapat
berakibat fatal); pada saat : memberikan obat, darah, atau produk darah, mengambil darah
dan spesimen lain untuk pengujian klinis, sebelum memberikan perawatan dan prosedur,
bagi bayi; identifikasi juga dilakukan sebelum mentransfer dari kamar bayi ke kamar ibu.

2.6 Penerapan Identifikasi Pasien

22
Identifikasi pasien dengan benar merupakan salah satu sasaran keselamatan pasien
selama menerima asuhan keperawatan. Identifikasi pasien ini dilakukan dengan
menganjurkan pasien menyebutkan nama dan usia, mengecek gelang identitas pasien,
mengecek data pasien yang ada di tempat tidur pasien dan lain. Identifikasi pasien dengan
benar sangat diperlukan sebagai data awal dan mendasar untuk memberikan asuhan
keperawatan. Pemberian asuhan yang dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan pasien
sehingga dapat menghindari terjadinya kesalahan berupa pasien yang salah. Kesalahan ini
dapat mengancam keselamatan pasien, oleh karena itu perawat dalam memberikan asuhan
perlu mengidentifikasi pasien dengan benar sebagai salah satu sasaran dalam keselamatan
pasien
a. Identifikasi Pasien Dengan Benar Sebagai Sasaran Keselamatan Pasien
Identifikasi pasien dengan benar merupakan salah satu sasaran keselamatan
pasien selama menerima asuhan keperawatan selama berada di rumah sakit. Adapun
keselamatan pasien atau sering disingkat dengan KP merupakan suatu sistem yang
menjadikan rumah sakit atau institusi kesehatan lainnya memberikan asuhan kepada
pasien dengan lebih aman, mencegah adanya tindakan yang dapat mencederai
pasien dengan adanya kesalahan dalam melaksanakan tindakan dan tidak
melakukan tindakan yang harusnya diambil. Program utama keselamatan pasien
merupakan suatu usaha untuk menurunkan angka kejadian tidak diharapkan yang
sering terjadi pada pasien selama dirawat di rumah sakit yang merugikan pasien
maupun pihak rumah sakit. Semakin berkualitasnya pelayanan kesehatan di sebuah
rumah sakit maka kepuasan tersendiri akan dirasakan pasien dan otomatis akan
membuat penilaian akan rumah sakit tersebut berkualitas atau tidak. Dengan kata
lain kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan mencerminkan kualitas rumah
sakit tersebut. Rumah sakit dengan kualitas baik akan berusaha menjaga
kenyamanan pasien ketika menerima asuhan keperawatan termasuk didalamnya
menjaga keselamatan pasien. Oleh karena itu setiap fasilitas kesehatan di rumah
sakit haruz menyelenggarakan keselamatan pasien. Penyelenggaraan keselamatan
pasien ini dilakukan dengan melakukan pembentukan sistem pelayanan yang
menerapkan sasaran keselamatan pasien.

Menurut UU No 11 Tahun 2017 Tentang keselamatan pasien terdapat enam sasaran


keselamatan pasien yang terdiri atas
1. Mengidentifikasi pasien dengan benar
2. Meningkatkan komunikasi efektif
3. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
4. Memastikan lokasi pembedahan dengan benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasien yang benar

23
5. Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
6. Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh.
mengidentifikasi pasien dengan benar merupakan hak pasien beserta keluarganya untuk
mendapatkan informasi mengenai diagnosis ataupun tata cara tindakan kesehatan yang akan
diberikan, tujuan tindakan keperawatan, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, prognosis terhadap tindakan yang akan diberikan, dan perkiraan
administrasi pengobatan. Untuk mengetahui tindakan yang diberikan mencapai sasaran
pertama yaitu identifikasi pasien dengan benar dapat diketahui berdasarkan kriteria tertentu.
Adapun kriteria yang harus dipenuhi untuk mencapai sasaran ini, antara lain :
1. Adanya dokter penanggung jawab
2. Rencana pelayanan kesehatan dibuat oleh dokter penanggung jawab
3. Penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarga pasien yang dilakukan
oleh dokter penanggung jawab.

b. Penerapan identifikasi pasien dengan benar di rumah sakit oleh perawat


Menurut UU No 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan menyatakan bahwa
pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan yang ditujukan kepada individu, kelompok, atau masyarakat baik sehat
maupun sakit. Tindakan keperawatan ini dilakukan oleh oleh tenaga kerja
profesional yaitu perawat. Irwan Novian (2017) menyatakan pelayanan keperawatan
(Nursing Service) sebagai seluruh fungsi, tugas, kegiatan dan tanggung jawab yang
dilaksanakan oleh seorang perawat dalam praktek profesinya. Dan asuhan
keperawatan (Nursing Care) adalah suatu pelayanan keperawatan langsung berupa
bantuan, bimbingan, penyuluhan, pengawalan atau perlindungan yang diberikan
oleh seorang perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Perawat berperan penting dalam menjaga kenyamanan dan keselamatan
pasien karena perawat merupakan oknum yang lebih banyak bertemu dengan pasien
secara langsung dibandingkan tenaga kesehatan lainnya, Sehingga perawat juga
berpeluang lebih besar untuk melakukan kesalahan dalam melakukan tindakan yang
dapat mencederai pasien. Oleh karena itu perawat selalu berusaha untuk menjaga
keselamatan pasien termasuk di didalamnya mencapai sasaran keselamatan pasien
yang pertama yaitu mengidentifikasi pasien dengan benar. Tercapainya keselamatan
pasien di rumah sakit oleh perawat akan dapat mengangkat citra diri rumah sakit
tersebut di kalangan masyarakat karena Pelayanan perawatan di rumah sakit
merupakan bagian integral dari pelayanan rumah sakit secara menyeluruh, yang
sekaligus merupakan tolok ukur keberhasilan pencapaian tujuan rumah sakit,
bahkan sering menjadi faktor penentu citra rumah sakit di mata masyarakat.
Kondisi pasien juga bisa menghambat pelaksanaan identifikasi pasien. Ada
pasien yang kurang berkenan dengan identifikasi yang dilakukan petugas karena

24
seringnya petugas menanyakan identitasnya Hal ini menjadi salah satu tugas
perawat dalam memberikan penjelasan tentang identifikasi yang dilakukan petugas,
sehingga pasien dan keluarga memahami semua prosedur identifikasi dirumah sakit
dan ikut mendukung proses identifikasi tersebut. Keselamatan dalam pemberian
pelayanan meningkat dengan keterlibatan pasien/keluarga pasien yang merupakan
patner dalam proses pelayanan. Dengan adanya sistem dan mekanisme mendidik
pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien akan memaksimalkan pemberian pelayanan yang berorientasi pada
keselamatan pasien. Dalam kasus insiden bayi tersebut petugas melakukan
identifikasi dengan nama yang ada pada box bayi tanpa konfirmasi lagi dengan
gelang yang dipakai oleh bayi. Hal ini juga tidak sesuai dengan yang tercantum
dalam Kemenkes RI (2011) dimana pasien diidentifikasi menggunakan minimal dua
identitas pasien, tidak boleh menggunakan kode kamar atau lokasi pasien dengan
menggunakan gelang identititas. Gelang tersebut bertuliskan nama pasien, umur dan
nomer rekam medis. Ada 4 macam warna gelang identitas. Merah muda untuk
perempuan, biru untuk laki-laki, merah untuk alergi dan kuning untuk resiko jatuh.
Yang menjadi masalah adalah identitas di gelang tersebut masih tulisan tangan
(manual). . Kadang tulisan tersebut tidak terbaca atau bahkan hilang, tidak ada
barcode di gelang pasien. Hal ini juga bisa menghambat pelaksanaan identifikasi
pasien yang akan dilakukan petugas. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Apriliawati (2010) bahwa untuk memastikan benar pasien dalam pemberian obat
diperlukan barcode yang harus dipergunakan dipergelangan tangan pasien. Gelang
pasien yang dipergunakan harus memenuhi pertimbangan kualitas, daya tahan dan
keamanan gelang dimana gelang identifikasi yang dipakai mendukung
terlaksananya pelaksanaan identifikasi pasien dengan maksimal

2.7 SOP Identifikasi Pasien

IDENTIFIKASI PASIEN
S Nomor
Terbit ke
O
No. Revisi
P Tgl
Diberlakukan

PUSKESMAS Dr. Hj.K. HAKIKIYA


BANDARJAY NIP : 196907172002122005
A

Pengertia Identifikasi pasien adalah suatu proses untuk menentukan


n kesesuaian antara individu yang akan menerima pelayanan atau

25
pengobatandengan pelayanan atau pengobatan yang akan
diterimanya.
Tujuan 1. Menggambarkan Tata Cara untuk melakukan identifikasi
pasien selama di puskesmas.
2. Mengurangi kejadian / kesalahan yang berhubungan
dengan salah identifikasi.
Kebijakan
Referensi
Prosedur 1. Semua pasien yang masuk puskesmas diarahkan ke front
office terlebih dahulu untuk dilakukan identifikasi :
a. Pasien baru diminta untuk mengisi data sesuai dengan
formulir pendaftaran pasien baru dan dicocokan dengan
KTP atau data lain.
b. Pasien lama atau pasien yang sudah mempunyai nomor
rekam medis akan ditanya nama, tanggal lahir dan akan
diidentifikasi kebutuhan pelayanan.
c. Petugas informasi akan memberikan nomor tunggu
untuk pasien rawat jalan, lembar registrasi untuk pasien
rawat inap.
d. Selanjutnya Pasien akan diarahkan ke pelayanan yang
akan dituju.

2. Untuk pasien rawat inap akan dilakukan :


a. Pemasangan gelang identitas sesuai dengan SPO
002/KPRWT Pemasangan Gelang Identitas dan SPO
003/KPRWT Pemasangan Gelang Risiko.
b. Tenaga kesehatan akan melakukan identifikasi risiko
pada pasien seperti risiko jatuh, alergi, "Do Not
Recucitate" (DNR) pengobatan kemoterapi.
c. Pasangkan gelang risiko sesuai dengan hasil identifikasi /
assesmen penilaian dan SPO Pemasangan Gelang risiko

3. Pasien yang akan dilakukan tindakan seperti pemberian obat,


pemberian darah dan atau produk darah, pengambilan darah,
spesimen lain untuk pemeriksaan klinis atau pemberian
pengobatan tindakan prosedur, Intervensi pembedahan
prosedur invasif lainnya, mengantar bayi, transfer pasien,
prosedur pemeriksaan radiologi atau tindakan lain, akan
dilakukan verifikasi dengan meminta pasien untuk
menyebutkan nama dan tanggal lahir kemudian dicocokkan
dengan barcode yang ada pada gelang identitas dan berkas

26
rekam medis.

4. Untuk bayi baru lahir identifikasi dengan dua data yaitu data
identitas ibu dan data identitas bayi selanjutnya verifikasi
dilakukan dengan mencocokkan dengan gelang identitas ibu.

5. Pasien yang identitasnya tidak diketahui dengan benar


misalnya pasien tidak diantar, kasus kecelakaan dimana
pasien tidak dapat dimintai data identitasnya maka pasien
sementara dianggap Pria / Wanita yang tidak dikenal maka
akan diberi gelang/label dengan nama Mr/Ms/Mrs123... dst.

6. Pada pasien yang tidak mungkin atau tidak kooperatif atau


alergi terhadap gelang untuk dipasang gelang identitas
(contohnya pada pasien yang tidak memiliki extremitas,
pasien dengan luka bakar ,atau pasien dengan gangguan
psykiatri yang tidak kooperatif) dilakukan dengan
menggunakan mencocokan foto pasien yang dicantumkan di
rekam medis. Gelang identifikasi dapat dipasangkan pada
tali, kemudian dikalungkan dileher/ pergelangan kaki pasien
atau ditempel pada tubuh/ baju pasien menggunakan perekat
transparan / tembus pandang

7. Pada pasien yang tidak sadar, bayi, disfasia, gangguan jiwa


dan kondisi lainnya dimana pasien tidak mampu
memberitahukan namanya, verifikasi dilakukan dengan cara
mencocokkan gelang identitas dengan berkas rekam medis
dan disaksikan oleh petugas yang berbeda.

8. Pasien yang meninggal di ruang rawat rumah sakit harus


dilakukan konfirmasi terhadap identitasnya dengan gelang
pengenal dan rekam medis (sebagai bagian dari proses
verifikasi kematian). Kartu identitas jenazah diikat di jari
kaki pasien. Satu salinan surat kematian harus ditempelkan
di kain penutup/berdekatan dengan jenazah, salinan kedua
(pertama ke keluarga untuk mengurus pemakaman, salinan
ketiga disimpan di rekam medis pasien.

9. Jika sudah dipastikan identitas yang disampaikan dengan


gelang identitas sudah sesuai, lakukan penjelasan kepada

27
pasien/keluarga tentang tindakan atau pengobatan yang akan
dilakukan.
Unit Bagian pelayanan medis, penunjang medis, keperawatan,
Terkait marketing, rumah tangga.

28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Menurut UU no 44 Tahun 2009 Rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan


kesehatan harus mampu memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,
sumber daya manusia yang ada, masyarakat, serta lingkungan di Rumah Sakit itu
sendiri. Kesalahan karena kekeliruan identifikasi pasien terjadi di hampir semua aspek
atau tahapan diagnosis dan pengobatan sehingga diperlukan adanya ketepatan
identifikasi pasien. Identifikasi pasien dilakukan pada saat sebelum melakukan tindakan
keperawatan atau prosedur lain, pemberian obat, transfuse atau produk darah,
pengambilan darah dan pengambilan specimen lain untuk uji klinis. Cara identifikasi
pasien yaitu dengan tanggal lahir, nama pasien, nomor rekam medis dan gelang berkode
batang. Nomor kamar atau tempat tidur tidak dapat digunakan untuk identifikasi.

3.2 Saran
Supaya mahasiswa memiliki pengetahuan yang lebih mendalam mengenai Identifikasi
Pasien. Dalam pembuatan makalah ini masih diperlukan referensi yang lebih sehingga
lebih meyakinkan pembaca dan mempermudah penyusun untuk mendapatkan bahan
materi sesuai dengan topik.

29
DAFTAR PUSTAKA
KEMENKES RI, 2011, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Jakarta:Kementrian
Kesehatan RI
KEMENKES RI, 2011, Pedoman Pelaksanaa Jaminan Kesehatan Masyarakat, Jakarta:
Kemenkes.
Joint Commision International. (2011). Meeting the international pastient safety Goal.
http://www.jointcommission.org.
Ismoko, W. (2010). Dua dokter salah amputasi pasien.
http://dunia.vivanews.com/news/read/182704-dua-dokter-salah-amputasi- kaki-pasien
Endriani, S. (2012) Panduan identifikasi pasien. https://www.academia.edu/keypass/
PANDUAN_IDENTIFIKASI_PASIEN. Diperoleh 14 Agustus 2017.

DestiRahmayani.2016.Indentifikasi pasien https://id.scribd.com/doc/298336835/identifikasi-


pasien(tanggal akses 15 April 2021)

Ibnu. 23 Februari 2012. Artikel Identifikasi Pasien


https://medreks.wordpress.com/2012/02/23/artikel-identifikasi-pasien/
Permenkes Nomor 11 Tahun 2017
Febriyanti I, Sugiarti I. 2015. Analisis Kelengkapan Data Formulir Anamnesis Dan
Pemeriksaan Fisik Kasus Bedah. Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia.
ISSN:2337-585X. Vol 3. No 1 (Maret 2015)

Anonim. 2015. Hal yang harus diperhatikan menirima pasien baru http://repository.usu
.ac.id/bitstream/handle/123456789/67743/Chapter%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y.
(tanggal akses 15 April 2021)

Rahmayeni, Desti. 2016. Identifikasi pasien di Rumah Sakit. https://id.scribd.com/doc/


298336835/identifikasi-pasien. (tanggal akses 15 April 2021)
Kozier Barbara, D. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses & Praktik
(1st ed.). Jakarta: EGC.
Marmi K, R,. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar; 2015.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Fundamental Keperawatan (7th ed.). Jakarta.
Rahmayeni, Desti. 2016. Identifikasi pasien di Rumah Sakit. https://id.scribd.com/doc/
298336835/identifikasi-pasien. (tanggal akses 15 April 2021)
Rudolph, A. M. (2015). Buku Ajar Pediatri Rudolph (Volume1). Jakarta: EGC.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Fundamental Keperawatan (7th ed.).
Jakarta.
Shari, Tisna dkk. (2015). Hubungan pelaksanaan identifikasi pasien dengan benar Dengan
kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Prof. DR. R. D.Kandou Manado.
Jurnal keperawatan vol.3 No. 2
Simamora, R. H. (2018). Buku Ajar Keselamatan Pasien Melalui Timbang Terima Pasien
Berbasis Komunikasi Efektif: SBAR.
Simamora, R. H. (2019). Menjadi Perawat yang: CIH’HUY. Surakarta: Kekata Publisher.

30
Listiowato, Ekorini dan Donna Dwi Yudhawati. 2016. EVALUASI PENERAPAN
IDENTIFIKASI PASIEN DI BANGSAL RAWAT INAP RSI SITI AISYAH MADIUN
THE EVALUATION OF IMPLEMENTATION FOR IDENTIFICATION OF PATIENT
IN STAYING ROOM AT SITI AISYAH MADIUN ISLAMIC HOSPITAL. Jurnal
Medicoeticolegal.
Einjel TMD. PENERAPAN IDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR DI
RUMAH SAKIT OLEH PERAWAT
Adi, Made. 2016. SOP Identifikasi Pasien.https://id.scribd.com/doc/316508614/SOP-
Identifikasi-Pasien-docx tanggal akses 15 April 2021 pukul 16.00 WIB.

Endriani, S. (2012) Panduan identifikasi pasien. https://www.academia.edu/keypass/


PANDUAN_IDENTIFIKASI_PASIEN. Diperoleh 14 Agustus 2017.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Fundamental Keperawatan (7th ed.). Jakarta.

"faktor faktor yang mempengaruhi penerapan keselamatan


pasien"https://www.researchgate.net/publication/337727546_Faktor_faktor_yang_mempen
garuhi_penerapan_keselamatan_pasien_dirumah_sakit diakses pada 15 april 2021 pukul
18:15

31

Anda mungkin juga menyukai