Disusun Oleh
Kelompok 1
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Manajemen Patient
Safety yang berjudul “Identifikasi Pasien” dengan baik.
Dalam penyusunan makalah ini, dengan kerja keras dan dukungan dari berbagai
pihak, kami telah berusaha untuk memberikan yang terbaik, walaupun didalam
pembuatannya kami mengalami kesulitan, karna keterbatasan kemampuan dan
ilmu yang kita miliki. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terima kasih terkhusus kepada Ibu Prahardian Putri, S.Kp., M.Kes
selaku dosen pengampu mata kuliah Manajemen Patient Safety.. Kami juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sekalian yang telah memberi
dorongan dan dukungan kepada kami.
Kami menyadari bahwa penulisan studi literatur ini masih banyak kekurangan,
oleh karna itu kami membutuhkan saran dan kritik yang membangun saat kami
butuhkan agar dapat memperbaikinya di masa yang akan datang. Semoga apa
yang disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi tema-teman yang
berkepentingan.
Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepedulian untuk identifikasi pasien secara benar telah dibuktikan dalam Internasional
Patient Safety Goals tahun 2015, identifikasi pasien merupakan sasaran keselamatan
pasien yang pertama. JCAHO (Joint Commision on Accreditation of Healthcare
Organizations) menerbitkan beberapa laporan kejadian sentinel yang diakibatkan oleh
kesalahan dalam identifikasi pasien. Identifikasi yang tidak benar mengakibatkan pasien
menjalani prosedur yang tidak seharusnya dijalani oleh pasien tersebut.
Kesalahan karena kekeliruan identifikasi pasien sering terjadi di hampir semua aspek
atau tahapan diagnosis dan pengobatan sehingga diperlukan adanya ketepatan
identifikasi pasien, Penggunaan gelang identifikasi pasien adalah implementasi sasaran
pertama dari 6 Sasaran Keselamatan Pasien yaitu ketepatan identifikasi pasien. Hal
tersebut terutama dimaksudkan untuk dapat mengidentifikasi pasien yang dirawat inap
di rumah sakit secara tepat pada saat dilakukannya pelayanan maupun pengobatan.
Pasien perlu diidentifikasi secara pasti ketika akan diberikan obat, darah atau produk
darah, pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis atau
mendapatkan tindakan medis lainnya, sehingga terhindar dari kesalahan yang mungkin
dapat berakibat fatal bagi keselamatan pasien (Kemenkes, 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh JCI di Amerika Serikat menemukan adanya
kesalahan dalam mengidentifikasi pasien mencapai 13% dari kasus bedah dan 67%
kesalahan identifikasi pasien dalam memberikan tranfusi darah, dari 67% kesalahan
tranfusi darah 11 orang diantaranya meninggal (Meeting The International Patient
safety Goals, 2010). Kejadian terbaru tentang kesalahan identifikasi ini terjadi di
Austria pada 16 Juni 2010 seperti diberitakan foxnews dimana seorang pasien wanita
berusia 90 tahun akan dilakukan amputasi salah satu kakinya tetapi yang diamputasi
justru kaki yang sehat sehingga kemudian kedua kakinya harus diamputasi (Ismoko,
2010).
4
Saat sekarang ini kita sering mendengar pelayanan yang prima dalam layanan kesehatan
sangatlah diperlukan. Untuk mewujudkan layanan yang prima, tentunya rumah sakit
harus memperhatikan seluruh aspek pada institusinya, salah satunya dalam bidang
dokumentasi atau rekam medis dari pasien. Untuk mendapatkan rekam medis yang
akurat tentulah harus dimulai dari identifikasi pasien yang tepat. Untuk itu, penting bagi
perawat untuk mengetahui apa itu identifikasi pasien, bagaimana data identifikasi
pasien, dan bagaimana data identifikasi pasien khusus, sehingga kita sebagai perawat
dapat memberikan pelayanan yang prima pada pasien kita.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
d. mengurangi kejadian/ kesalahan yang berhubungan dengan salah identifikasi.
Kesalahan ini dapat berupa: salah pasien, kesalahan prosedur, kesalahan medikasi,
kesalahan transfusi, dan kesalahan pemeriksaan diagnostik.
e. mengurangi kejadian cidera pada pasien
Ada 2 tujuan standar : pertama, memastikan ketepatan pasien yang akan menerima
layanan atau tindakan dan kedua , untuk menyelaraskan layanan atau tindakan yang
dibutuhkan oleh pasien (SNARS, 2017).
7
bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam fasilitas pelayanan kesehatan; mungkin
mengalami disabilitas sensori; atau akibat situasi lain.
Tujuan ganda dari sasaran ini adalah :
Untuk dapat dipercaya/reliable mengidentifikasi pasien sebagai individu yang
dimaksudkan
Untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan
Untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
8
baik dan nyaman untuk pasien. Jika gelang tidak bisa dipasang di pergelangan
tangan pasien, dapat kenakan pada pergelangan kaki.
2) Warna Gelang
Gelang warna merah muda untuk pasien dengan jenis kelamin perempuan, biru
untuk pasien dengan jenis kelamin laki-laki, merah untuk pasien dengan alergi
obat, kuning untuk pasien dengan risiko jatuh, dan ungu untuk pasien yang
menolak tindakan resusitasi (Do Not Rescucitation).
4. Kegiatan Identikasi Pasien :
1) Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
2) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis Pasien diidentifikasi sebelum pemberian . pengobatan dan
tindakan / prosedur.
4) Diberlakukan kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi
yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.
5) Beberapa hal penting identifikasi pasien (dapat berakibat fatal); pada saat :
memberikan obat, darah, atau produk darah, mengambil darah dan spesimen
lain untuk pengujian klinis, sebelum memberikan perawatan dan prosedur,
bagi bayi; identifikasi juga dilakukan sebelum mentransfer dari kamar bayi
ke kamar ibu.
9
kepada rumah sakit terletak pada pelayanan di tempat penerimaan pasien
(Admission office).
2) Harus ada petunjuk tertulis tentang tata cara pencatatan atau penulisan yang harus
diikuti oleh semua petugas, seperti cara penulisan nama, gelar dsb.
3) Petugas harus teliti dalam mencatat data identitas pasien.
4) Dilakukan oleh kepala ruangan atau perawat primer dan atau perawat asosiete yang
telah diberikan wewenang atau yang telah didelegasikan,
5) Saat pelaksanaan tetap menjaga privasi klien,
Untuk dapat mencatat data identifikasi pasien yang lengkap dari pasien maka perlu
disediakan kolom-kolom dan cara pengisiannya / penulisannya.
Diisi berdasarkan dalam urutan nomor rekam medis yang sudah disiapkan, sesuai
dengan aturan dari masing-masing rumah sakit.
2. Nama Pasien
d. Bagi pasien wanita yang bersuami, ditulis dengan NAMA SENDIRI baru di
ikuti nama suami. Misalnya: Ny. Suhatini Suwardjo dan sebagainya.
f. Gelar ditulis dibelakang nama, misalnya : Gunarto, Drs, Gunarsih, dr. dan
sebagainya.
3. Alamat
10
Penulisan alamat sebaiknya ditulis alamat tinggal sekarang (sesuai dengan KTP),
dengan mencatat nama jalan, nomor rumah, RT?RW, Kelurahan, Kecamatan,
Kabupaten atau Kota Madya dan Kode Pos.
5. Umur
Diisi sesuai isian/kolom yang disediakan, misalnya jika umurnya masih dalam hari
maka penulisan diletakan dalam kolom hari, jika umurnya bulan maka penulisan
dalam kolom bulan dst.
6. Jenis Kelamin
7. Status Perkawinan
a. Kawin
b. Belum/Tidak kawin
c. Duda
d. Janda
8. Agama
a. Islam
b. Protestan
c. Roma Khatolik
d. Hindu
e. Budha
f. Lainnya (………)
9. Pendidikan
11
c. Tamat SLTP f. Tamat Universitas/PT
10. Pekerjaan
Ditulis pekerjaan pasien dan alamat pekerjaan lengkap dengan nomor telepon.
11. KTP
Tulislah nama dan alamat dengan lengkap serta hubungan keluarga dengan pasien
(anak, istri, adik dsb).
Tulis nama dan alamat jika perorangan tulis hubungan keluarga, jika instansi tulis
nama instansi alamatnya.
2.3 Identifikasi Pasien Khusus
A. Prosedur Identifikasi Pasien Neonatus
Pengertian Neonatus
Neonatus adalah bayi yang baru lahir 28 hari pertama kehidupan
(Rudolph,2015). Neonatus adalah usia bayi sejak lahir hingga akhir bulan pertama
(Koizer, 2011). Neonatus adalah bulan pertama kelahiran. Neonatus normal
memiliki berat 2.700 sampai 4.000 gram, panjang 48-53 cm, lingkar kepala 33-
35cm (Potter & Perry, 2009). Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan
neonatus adalah bayi yang lahir 28 hari pertama.
Ciri Neonatus
Neonatus memiliki ciri berat badan 2700-4000gram, panjang, panjang 48-53
cm, lingkar kepala 33-35cm (Potter & Perry, 2009). Neonatus memiliki
frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit, pernapasan 40-60 x/menit, lanugo
tidak terlihat dan rambut kepala tumbuh sempurna, kuku agak panjang dan
lemas, nilai APGAR >7, refleks-refleks sudah terbentuk dengan baik (Dewi,
2010).
Klasifikasi Neonatus
Klasifikasi neonatus menurut Marni (2015) :
A. Neonatus menurut masa gestasinya
1. Kurang bulan (preterm infan) :<259 hari ( 37 minggu)
12
2. Cukup bulan (term infant) : 259- 294 hari (37-42 minggu)
3. Lebih bulan( postterm infant) :>294hari (42 minggu)
B. Neonatus menurut berat lahir :
1. Berat lahir rendah : <2500 gram.
2. Berat lahir cukup : 2500-4000 gram.
3. Berat lahir lebih : >4000 gram.
Prosedur Identifikasi pada Pasien Neonatus
a. Neonatus harus menggunakan dua gelang identifikasi setiap saat (detail yang
sama pada dua anggota gerak yang berbeda yaitu anggota gerak atas dan
anggota gerak bawah)
b. Gelang pasien neonatus berisi identifikasi ibu yang melahirkan pasien jika
nama pasien neonatus belum terregistrasi. setelah nama neonatus terregistrasi,
identifikasi mengenai ibu pasien dapat diganti dengan identifikasi pasien
tersebut.
c. Gelang identifikasi neonatus berukuran panjang 5 cm, lebar 3 cm, denga
penjepit tunggal dan 4 lubang jepitan atau disesuaikan dengan produk
keluaran pabrik penyedia gelang identifikasi neonatus.
d. Gelang pink untuk bayi perempuan dan biru untuk bayi laki-laki
13
a. Gelang identifikasi risiko jatuh berwarna kuning
Edukasi pencegahan jatuh dilakukan pada semua pasien baik pasien berisiko jatuh
maupun pasien yang tidak berisiko jatuh. Jelaskan kepada pasien dan keluarga, tentang:
1. Tujuan pemakaian gelang identifikasi risiko jatuh, dan mengapa mereka harus
menggunakan.
2. Hal ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengidentifikasi kesalahan dan
mencegah jatuh.
3. Jelaskan bahaya untuk pasien yang menolak, melepas, menutup gelang dengan tapeperban,
dll
Gelang identifikasi Risiko Jatuh sebaiknya mencakup 4 detail wajib yang dapat mengidentifikasi
pasien, yaitu:
a) Nama pasien
b) Umur Pasien
14
Sikap merupakan faktor yang paling menentukan perilaku seseorang karena
sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Sikap (attitude)
merupakan kesiapan mental yang diperoleh dari pengalaman dan memiliki
pengaruh yang kuat pada cara pandang seseorang terhadap orang lain, obyek
dan situasi yang berhubungan dengannya. Sikap adalah bagian hakiki dari
kepribadian seseorang. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan
sesuatu. Hal ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Winardi (2004)
yang mengemukakan bahwa sikap adalah cerminan perilaku yang berhubungan
dengan pandangan seseorang, kepribadian dan motivasi yang dimilikinya.
Dalam berinteraksi dengan orang lain, sikap seseorang akan mencerminkan
kondisi sikap mental yang menimbulkan pengaruh tertentu atas respon
seseorang terhadap orang lain, objek atau situasi yang sedang dihadapinya.
Dalam pelayanan keperawatan sikap mental memegang peranan sangat penting
karena dapat berubah dan dibentuk sehingga dapat mempengaruhi perilaku kerja
dan kinerja perawat.
2. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensori
khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk terbetuknya perilaku terbuka (overt
behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng
(Notoatmodjo, 2003).
15
manusia terdiri dari tenaga profesional, non profesional, staf administrasi dan
pasien. Sedangkan sumber daya alam antara lain uang, metode, peralatan dan
barang habis pakai serta barang tidak habis pakai.
2. Kepemimpinan Menurut Gillies (1994), kepemimpinan memiliki beberapa
makna yaitu memandu, menunjukkan arah tertentu, mengarahkan, berjalan didepan,
menjadi yang pertama, membuka permainan, dan cenderung hasil yang pasti.
Menurut Weirich & Koontz dalam Aditama (2006) menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah seni atau proses untuk mempengaruhi orang lain sehingga
mereka bersedia dengan kemampuan sendiri dan secara antusias bekerja untuk
mencapai tujuan organisasi. Sementara itu Hellriegel dan Slocum dalam Aditama
(2006) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi,
memotivasi dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan. Ivancevich (1999)
mengemukakan bahwa teori trait tentang kepemimpinan merupakan identifikasi
karakter khusus (fisik, mental, keperibadian) yang terkait kesuksesan pemimpin.
Terkait seorang pemimpin juga diukur melalui perilaku dalam situasi kelompok,
dengan pilihan dari rekan (voting), nominasi dari pengamat dan analisis data
biografi. Swanburg (1999) mengemukakan bahwa prinsip kepemimpinan
diantaranya yaitu:
1) Mengarahkan yaitu seorang pemimpin harus membuat aturan yang jelas,
sehingga perawat dalam melakukan tindakan dapat dilakukan dengan penuh
tanggung jawab;
2) Mengawasi, meliputi memeriksa, menilai dan memperbaiki kinerja
pegawai. Artinya seseorang pemimpin harus memberikan umpan balik kepada
bawahannya baik secara lisan maupun tertulis, umpan balik merupakan salah satu
bentuk evaluasi dalam menilai kinerja staf oleh pimpinan;
3) Mengkoordinasikan, meliputi pertukaran informasi dan mengadakan
pertemuan kelompok kerja. Hal ini diperlukan dalam membentuk kerjasama tim
(team work) agar lebih solid dan terkoordinir. Cara seseorang berperilaku
menentukan keefektifan kepemimpinan orang tersebut. Menurut Rensis Likert
dalam Ivancevich (1999) menyatakan bahwa manajer keperawatan di rumah sakit
dapat meningkatkan perilaku yang lebih memperhatikan pegawai dengan berbagai
cara, yaitu memodifikasi perilaku bawahan dengan menjaga komunikasi yang
terbuka; mendengarkan bawahan; memberikan imbalan yang positif bagi bawahan;
memberikan kesempatan pada bawahan untuk meningkatkan karier dan tidak takut
untuk mengakui kesalahan karena manusia tidak luput dari suatu kesalahan.
Kepemimpinan patient safety seharusnya memiliki kedudukan senior dalam
organisasi, memiki otoritas untuk bertindak dan mengambil keputusan guna
meningkatkan patient safety, memiliki hubungan langsung dengan CEO (Chief
Executive Officer), melaksanakan pelatihan, menguasai manajemen risiko,
16
menjamin cukup sumber daya untuk meningkatkan patient safety dan dihargai
semua profesi dan tingkat staf dalam organisasi.
3. Imbalan Hasibuan (2007)mengutarakan imbalan atau kompensasi
mengandung makna pemberian imbalan atau bayaran baik secara langsung maupun
tidak langsung yang diterima karyawan sebagai hasil dari kinerjanya. Kinerja
seseorang akan meningkat ketika ia merasa diperlakukan adil baik dalam pekerjaan
maupun dalam pemberian imbalan atau penghargaan. Tetapi semangat kerja akan
menurun bila kontribusi pekerja tidak dihargai dengan imbalan atau kompensasi
yang tidak seimbang. Hal ini didukung oleh Bawono dan Nugraheni (2015) yang
mengatakan bahwa kinerja dan kesesuaian imbalan berpengaruh terhadap kepuasan
kerja pegawai. Adanya imbalan/penghargaan yang baik akan memotivasi karyawan
untuk bekerja lebih produktif dan suksesnya suatu organisasi ditentukan oleh
besarnya imbalan yang diberikan. Kompensasi berkaitan dengan persyaratan yang
harus dipenuhi oleh karyawan pada jabatannya sehingga tercipta keseimbangan
antara input dan output. Kompensasi merupakan pemberian balas jasa baik secara
langsung berupa uang (finansial) maupun tidak langsung berupa penghargaan (non
finansial). Terdapat dua kategori imbalan, yaitu imbalan instrinsik dan imbalan
ekstrinsik. Imbalan instrinsik adalah imbalan yang dinilai oleh mereka sendiri
meliputi perasaan kompetensi pribadi, perasaan pencapaian pribadi, tanggung jawab
dan otonomi pribadi, perasaan pertumbuhan dan pengembangan diri, status dan
kepentingan kerja. Imbalan ekstrinsik sebagian besar dikendalikan dan dibagikan
secara langsung oleh orang lain untuk mempengaruhi perilaku dan kinerja
anggotanya, meliputi: gaji, tunjangan karyawan, sanjungan, pengakuan formal,
promosi, hubungan sosial, lingkungan kerja dan pembayaran insentif
4. Struktur Organisasi
Organisasi adalah sebuah wadah bagi sekelompok orang yang memiliki tujuan
yang sama dan berusaha untuk mewujudkannya bersama-sama (Griffin dalam
Cahyono, 2008). Didalam suatu organisasi terdapat struktur organisasi yang
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya KTD. Struktur
organisasi adalah pembagian, pengelompokan dan pengkoordinasian tugas atau
pekerjaan secara formal. Struktur organisasi menunjukkan cara suatu kelompok
dibentuk, garis komunikasi dan hubungan otoritas serta pembentukan keputusan
(Marquin, B.L. dan Huston 2006). Struktur organisasi menggambarkan garis
komando, garis kewenangan dan garis koordinasi dalam sebuah organisasi untuk
memberikan arah dalam melaksanakan tugas. Kualitas dan keselamatan pasien
ditentukan oleh berbagai faktor dalam sistem organisasi dan juga lingkungan
kerjanya. Menurut Cahyono (2008), rumah sakit harus membentuk struktur
organisasi Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit dengan kelompok kerja agar
kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan rumah sakit dapat dilaksanakan
17
optimal, misalnya (pokja tranfusi, pokja pencegahan kesalahan obat, dan pokja
infeksi nosokomial).
5. Desain Pekerjaan
Desain pekerjaan mencakup kedalaman dan tujuan dari setiap pekerjaan yang
membedakan antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan lainnya. Tujuan
pekerjaan dilaksanakan melalui analisis kerja, dimana para manajer menguraikan
pekerjaan sesuai dengan aktivitas yang dituntut agar membuahkan hasil. Gybson
(1997) menjelaskan desain pekerjaan mengacu pada proses yang diterapkan pada
manajer untuk memutuskan tugas pekerjaan dan wewenang. Desain pekerjaan
merupakan upaya seorang manajer untuk mengelompokkan tugas dan tanggung
jawab setiap individu. Pekerjaan yang dirancang dengan baik akan meningkatkan
motivasi yang merupakan faktor penentu produktivitas seseorang maupun
organisasi. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh tuntutan pekerjaan dan sejauh mana
tuntutan tugas tersebut sesuai dengan kemampuan seseorang.
6. Pelatihan Pelatihan merupakan proses secara sistematik bagi individu untuk
memperoleh dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk menunjang kinerjanya yang lebih baik (Greenberg, J. dan Baron, R, 2005).
Bernardin (2003) menyatakan pelatihan merupakan suatu kegiatan untuk
mendukung pengembangan kinerja staf/karyawan yang berkaitan dengan pekerjaan
yang dilakukannya. George, J.M. dan Jone (2002) menyatakan bahwa pelatihan
memiliki makna efektif untuk meningkatkan kemampuan karyawan.
18
dalam penerapan keselamatan pasien menurut Ellis dan Hartley (2000) meliputi
usia, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja dan status perkawinan. Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
a. Usia
Usia berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas seseorang.
Semakin tinggi usia semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa dan semakin
dapat berpikir rasional, semakin bijaksana, mampu mengendalikan emosi dan
semakin terbuka terhadap pandangan orang lain. Hal ini diperkuat oleh Robbins,
S.P. dan Judge (2008), yang mengatakan bahwa semakin bertambah usia seseorang
maka semakin banyak pengalaman yang dimilikinya, pemikirannya semakin
matang, memiliki etos kerja yang kuat, dan komitmen yang tinggi terhadap
peningkatan mutu. Dari berbagai periode umur tersebut, umur yang produktif dalam
bekerja dan yang merupakan angkatan kerja ditunjukkan oleh periode dewasa muda
(20-40 tahun) dan dewasa madia (40-65 tahun). Dengan bertambahnya usia, maka
seseorang akan memiliki kebijaksanaan yang tinggi dalam mengambil keputusan,
memiliki pola pikir yang rasional, mampu mengontrol emosi dan memiliki toleransi
yang tinggi terhadap pendapat orang lain, yang berarti pula telah terjadi peningkatan
kinerja pada orang tersebut. Usia juga berpengaruh terhadap kemampuan seseorang
untuk bekerja, termasuk bagaimana merespon stimulasi.
b. Jenis kelamin
Teori psikologis menemukan bahwa perempuan lebih patuh terhadap aturan
dibandingkan dengan pria. Pria biasanya memiliki tingkat keagresifan yang tinggi
dan memiliki harapan untuk sukses namun perbedaan ini kecil adanya bila
dibandingkan dengan perempuan (Robbins, S.P. dan Judge, 2008). Pegawai
perempuan yang berumah tangga akan memiliki tugas tambahan, hal ini dapat
menyebabkan kemungkinan yang lebih sering dibandingkan pegawai laki-laki.
Robbins juga menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai kemampuan
yang sama dalam menangani atau memecahkan masalah, memiliki keterampilan
analitis, daya saing, motivasi, solidaritas dan kemauan untuk belajar. Namun, disisi
lain Sopiah (2009) mengatakan bahwa karyawan wanita cenderung lebih rajin,
disiplin, teliti dan sabar dalam bekerja.
d. Pendidikan
Menurut Yosafianti dan Alfiyanti (2010) menyatakan bahwa tingkat pendidikan
memiliki hubungan atau keterkaitan dengan kepatuhan perawat dalam menerapkan
patient safety. Selanjutnya perawat harus melanjutkan pendidikan dan kesempatan
pelatihan untuk semua aspek keperawatan misalnya magister nurse dan spesialis
keperawatan. Latar belakang pendidikan mempengaruhi kinerja perawat, artinya
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kinerja yang ditunjukkan juga
akan semakin baik karena pengetahuan dan wawasan yang dimiliki lebih luas bila
dibandingkan dengan perawat yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
19
e. Masa kerja
Masa kerja adalah lama seorang perawat bekerja pada suatu instansi yaitu dari mulai
perawat itu resmi dinyatakan sebagai pegawai atau karyawan suatu rumah sakit.
Senioritas dan produktivitas pekerjaan berkaitan secara positif. Semakin lama
seseorang bekerja semakin terampil dan akan lebih berpengalaman dalam
melaksanakan pekerjaannya. Masa kerja pada suatu pekerjaan dimasa lalu akan
mempengaruhi keluar masuknya karyawan dimasa yang akan datang. Robbins, S.P.
dan Judge (2008) memperkuat pendapat ini, ia mengemukakan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara masa kerja dengan motivasi kerja perawat
f. Status perkawinan
Status perkawinan seseorang memiliki pengaruh terhadap perilakunya dalam
kehidupan berorganisasi. Karyawan yang sudah menikah akan lebih rajin,
mengalami pergantian yang jarang dan lebih menikmati hasil pekerjaannya
dibandingkan dengan teman sekerjanya yang belum menikah (Robbins, S.P. dan
Judge, 2008). Berdasarkan hal tersebut sangatlah jelas bahwa status perkawinan
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja perawat. Perkawinan membuat
seorang individu mempunyai tanggung jawab dalam pekerjaan, menjadi lebih
berharga dan penting. Sopiah (2009) juga mengatakan bahwa karyawan yang sudah
menikah dengan karyawan yang belum menikah akan berbeda dalam memaknai
suatu pekerjaan. Karyawan yang sudah menikah menilai pekerjaan sangat penting
karena sudah memiliki sejumlah tanggung jawab sebagai keluarga.
20
atau sering disingkat dengan KP merupakan suatu sistem yang Menjadikan rumah sakit
atau institusi kesehatan lainnya memberikan asuhan kepada Pasien dengan lebih aman,
mencegah adanya tindakan yang dapat mencederai pasien Dengan adanya kesalahan dalam
melaksanakan tindakan dan tidak melakukan tindakan Yang harusnya diambil. Program
utama keselamatan pasien merupakan suatu usaha Untuk menurunkan angka kejadian tidak
diharapkan yang sering terjadi pada pasien Selama dirawat di rumah sakit yang merugikan
pasien maupun pihak rumah sakit. Semakin berkualitasnya pelayanan kesehatan di sebuah
rumah sakit maka kepuasan Tersendiri akan dirasakan pasien dan otomatis akan membuat
penilaian akan rumah sakit Tersebut berkualitas atau tidak. Dengan kata lain kualitas
pelayanan kesehatan yang Diberikan mencerminkan kualitas rumah sakit tersebut. Rumah
sakit dengan kualitas Baik akan berusaha menjaga kenyamanan pasien ketika menerima
asuhan keperawatan Termasuk didalam-Nya menjaga keselamatan pasien. Oleh karena itu
setiap fasilitas Kesehatan di rumah sakit harus menyelenggarakan keselamatan pasien.
Penyelenggaraan keselamatan pasien ini dilakukan dengan melakukan pembentukan Sistem
pelayanan yang menerapkan sasaran keselamatan pasien. Menurut UU No 11 Tahun 2017
Tentang keselamatan pasien terdapat enam sasaran keselamatan pasien yang terdiri atas:
1.Mengidentifikasi pasien dengan benar
2.Meningkatkan komunikasi efektif
3.Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
4.Memastikan lokasi pembedahan dengan benar, prosedur yang benar, pembedahan
pada pasien yang benar
5.Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
6.Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh.
Standar keselamatan pasien pertama yang merupakan pembahasan kajian ini yaitu
mengidentifikasi pasien dengan benar merupakan hak pasien beserta keluarganya untuk
mendapatkan informasi mengenai diagnosis ataupun tata cara tindakan kesehatan yang
akan diberikan, tujuan tindakan keperawatan, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi, prognosis terhadap tindakan yang akan diberikan, dan perkiraan
administrasi pengobatan. Untuk mengetahui tindakan yang diberikan mencapai sasaran
pertama yaitu identifikasi pasien dengan benar dapat diketahui berdasarkan kriteria
tertentu. Adapun kriteria yang harus dipenuhi untuk mencapai sasaran ini, antara lain:
1.Adanya dokter penanggung jawab
2.Rencana pelayanan kesehatan dibuat oleh dokter penanggung jawab
3.Penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarga pasien yang dilakukan
oleh dokter penanggung jawab.
21
pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen
lain untuk pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau tindakan lain.
Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi
seorang pasien, seperti hal berikut :
1. Nama pasien, dengan dua nama pasien.
2. Nomor identifikasi menggunakan nomor rekam medis.
3. Tanggal lahir.
4. Gelang (identitas pasien) dengan bar-code, atau cara lain.
5. Catatan : Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan untuk
identifikasi.
22
Identifikasi pasien dengan benar merupakan salah satu sasaran keselamatan pasien
selama menerima asuhan keperawatan. Identifikasi pasien ini dilakukan dengan
menganjurkan pasien menyebutkan nama dan usia, mengecek gelang identitas pasien,
mengecek data pasien yang ada di tempat tidur pasien dan lain. Identifikasi pasien dengan
benar sangat diperlukan sebagai data awal dan mendasar untuk memberikan asuhan
keperawatan. Pemberian asuhan yang dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan pasien
sehingga dapat menghindari terjadinya kesalahan berupa pasien yang salah. Kesalahan ini
dapat mengancam keselamatan pasien, oleh karena itu perawat dalam memberikan asuhan
perlu mengidentifikasi pasien dengan benar sebagai salah satu sasaran dalam keselamatan
pasien
a. Identifikasi Pasien Dengan Benar Sebagai Sasaran Keselamatan Pasien
Identifikasi pasien dengan benar merupakan salah satu sasaran keselamatan
pasien selama menerima asuhan keperawatan selama berada di rumah sakit. Adapun
keselamatan pasien atau sering disingkat dengan KP merupakan suatu sistem yang
menjadikan rumah sakit atau institusi kesehatan lainnya memberikan asuhan kepada
pasien dengan lebih aman, mencegah adanya tindakan yang dapat mencederai
pasien dengan adanya kesalahan dalam melaksanakan tindakan dan tidak
melakukan tindakan yang harusnya diambil. Program utama keselamatan pasien
merupakan suatu usaha untuk menurunkan angka kejadian tidak diharapkan yang
sering terjadi pada pasien selama dirawat di rumah sakit yang merugikan pasien
maupun pihak rumah sakit. Semakin berkualitasnya pelayanan kesehatan di sebuah
rumah sakit maka kepuasan tersendiri akan dirasakan pasien dan otomatis akan
membuat penilaian akan rumah sakit tersebut berkualitas atau tidak. Dengan kata
lain kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan mencerminkan kualitas rumah
sakit tersebut. Rumah sakit dengan kualitas baik akan berusaha menjaga
kenyamanan pasien ketika menerima asuhan keperawatan termasuk didalamnya
menjaga keselamatan pasien. Oleh karena itu setiap fasilitas kesehatan di rumah
sakit haruz menyelenggarakan keselamatan pasien. Penyelenggaraan keselamatan
pasien ini dilakukan dengan melakukan pembentukan sistem pelayanan yang
menerapkan sasaran keselamatan pasien.
23
5. Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
6. Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh.
mengidentifikasi pasien dengan benar merupakan hak pasien beserta keluarganya untuk
mendapatkan informasi mengenai diagnosis ataupun tata cara tindakan kesehatan yang akan
diberikan, tujuan tindakan keperawatan, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, prognosis terhadap tindakan yang akan diberikan, dan perkiraan
administrasi pengobatan. Untuk mengetahui tindakan yang diberikan mencapai sasaran
pertama yaitu identifikasi pasien dengan benar dapat diketahui berdasarkan kriteria tertentu.
Adapun kriteria yang harus dipenuhi untuk mencapai sasaran ini, antara lain :
1. Adanya dokter penanggung jawab
2. Rencana pelayanan kesehatan dibuat oleh dokter penanggung jawab
3. Penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarga pasien yang dilakukan
oleh dokter penanggung jawab.
24
seringnya petugas menanyakan identitasnya Hal ini menjadi salah satu tugas
perawat dalam memberikan penjelasan tentang identifikasi yang dilakukan petugas,
sehingga pasien dan keluarga memahami semua prosedur identifikasi dirumah sakit
dan ikut mendukung proses identifikasi tersebut. Keselamatan dalam pemberian
pelayanan meningkat dengan keterlibatan pasien/keluarga pasien yang merupakan
patner dalam proses pelayanan. Dengan adanya sistem dan mekanisme mendidik
pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien akan memaksimalkan pemberian pelayanan yang berorientasi pada
keselamatan pasien. Dalam kasus insiden bayi tersebut petugas melakukan
identifikasi dengan nama yang ada pada box bayi tanpa konfirmasi lagi dengan
gelang yang dipakai oleh bayi. Hal ini juga tidak sesuai dengan yang tercantum
dalam Kemenkes RI (2011) dimana pasien diidentifikasi menggunakan minimal dua
identitas pasien, tidak boleh menggunakan kode kamar atau lokasi pasien dengan
menggunakan gelang identititas. Gelang tersebut bertuliskan nama pasien, umur dan
nomer rekam medis. Ada 4 macam warna gelang identitas. Merah muda untuk
perempuan, biru untuk laki-laki, merah untuk alergi dan kuning untuk resiko jatuh.
Yang menjadi masalah adalah identitas di gelang tersebut masih tulisan tangan
(manual). . Kadang tulisan tersebut tidak terbaca atau bahkan hilang, tidak ada
barcode di gelang pasien. Hal ini juga bisa menghambat pelaksanaan identifikasi
pasien yang akan dilakukan petugas. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Apriliawati (2010) bahwa untuk memastikan benar pasien dalam pemberian obat
diperlukan barcode yang harus dipergunakan dipergelangan tangan pasien. Gelang
pasien yang dipergunakan harus memenuhi pertimbangan kualitas, daya tahan dan
keamanan gelang dimana gelang identifikasi yang dipakai mendukung
terlaksananya pelaksanaan identifikasi pasien dengan maksimal
IDENTIFIKASI PASIEN
S Nomor
Terbit ke
O
No. Revisi
P Tgl
Diberlakukan
25
pengobatandengan pelayanan atau pengobatan yang akan
diterimanya.
Tujuan 1. Menggambarkan Tata Cara untuk melakukan identifikasi
pasien selama di puskesmas.
2. Mengurangi kejadian / kesalahan yang berhubungan
dengan salah identifikasi.
Kebijakan
Referensi
Prosedur 1. Semua pasien yang masuk puskesmas diarahkan ke front
office terlebih dahulu untuk dilakukan identifikasi :
a. Pasien baru diminta untuk mengisi data sesuai dengan
formulir pendaftaran pasien baru dan dicocokan dengan
KTP atau data lain.
b. Pasien lama atau pasien yang sudah mempunyai nomor
rekam medis akan ditanya nama, tanggal lahir dan akan
diidentifikasi kebutuhan pelayanan.
c. Petugas informasi akan memberikan nomor tunggu
untuk pasien rawat jalan, lembar registrasi untuk pasien
rawat inap.
d. Selanjutnya Pasien akan diarahkan ke pelayanan yang
akan dituju.
26
rekam medis.
4. Untuk bayi baru lahir identifikasi dengan dua data yaitu data
identitas ibu dan data identitas bayi selanjutnya verifikasi
dilakukan dengan mencocokkan dengan gelang identitas ibu.
27
pasien/keluarga tentang tindakan atau pengobatan yang akan
dilakukan.
Unit Bagian pelayanan medis, penunjang medis, keperawatan,
Terkait marketing, rumah tangga.
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Supaya mahasiswa memiliki pengetahuan yang lebih mendalam mengenai Identifikasi
Pasien. Dalam pembuatan makalah ini masih diperlukan referensi yang lebih sehingga
lebih meyakinkan pembaca dan mempermudah penyusun untuk mendapatkan bahan
materi sesuai dengan topik.
29
DAFTAR PUSTAKA
KEMENKES RI, 2011, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Jakarta:Kementrian
Kesehatan RI
KEMENKES RI, 2011, Pedoman Pelaksanaa Jaminan Kesehatan Masyarakat, Jakarta:
Kemenkes.
Joint Commision International. (2011). Meeting the international pastient safety Goal.
http://www.jointcommission.org.
Ismoko, W. (2010). Dua dokter salah amputasi pasien.
http://dunia.vivanews.com/news/read/182704-dua-dokter-salah-amputasi- kaki-pasien
Endriani, S. (2012) Panduan identifikasi pasien. https://www.academia.edu/keypass/
PANDUAN_IDENTIFIKASI_PASIEN. Diperoleh 14 Agustus 2017.
Anonim. 2015. Hal yang harus diperhatikan menirima pasien baru http://repository.usu
.ac.id/bitstream/handle/123456789/67743/Chapter%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y.
(tanggal akses 15 April 2021)
30
Listiowato, Ekorini dan Donna Dwi Yudhawati. 2016. EVALUASI PENERAPAN
IDENTIFIKASI PASIEN DI BANGSAL RAWAT INAP RSI SITI AISYAH MADIUN
THE EVALUATION OF IMPLEMENTATION FOR IDENTIFICATION OF PATIENT
IN STAYING ROOM AT SITI AISYAH MADIUN ISLAMIC HOSPITAL. Jurnal
Medicoeticolegal.
Einjel TMD. PENERAPAN IDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR DI
RUMAH SAKIT OLEH PERAWAT
Adi, Made. 2016. SOP Identifikasi Pasien.https://id.scribd.com/doc/316508614/SOP-
Identifikasi-Pasien-docx tanggal akses 15 April 2021 pukul 16.00 WIB.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Fundamental Keperawatan (7th ed.). Jakarta.
31