IVIVC Aspects
Ada 10 variabel yang menggambarkan hub in vitro in vivo
1. Levels
Menggambarkan tingkat korelasi antara data in vitro dg data in vivo
Ketika data memiliki korelasi tinggi, maka data in vitro bs digunakan utk
menggambarkan/menjelaskan fenomena yg tjd secara in vivo
Ketika data memiliki korelasi rendah, maka tidak adekuat dlm memprediksi
kinerja in vivo menggunakan data in vitro
2. Kelas BCS
Ketika mengembangkan obat, bs dilihat mana yang bermasalah dan mana yang
menantang berdasarkan BCS
BCS kelas 1 mdh sekali larut dan mudah menembus membran, tdk bermasalah
absorbsinya krn mdh larut dan mdh diserap. Tp IVIVC ada beberapa parameter yg
perlu diperhatikan yaitu waktu pengosongan lambung (gastric resident time) yg
berpengaruh pd kinerja sediaan terutama profil in vivo, krn saat in vitro tdk bs
memprediksi waktu pengosongan lambung krn byk faktor mempengaruhi. Ketika uji
in vivo, akan muncul variabel tsb. Jadi, BCS kelas 1 jg memiliki pemasalahan pd
IVIVC.
BCS kelas 2 dan 3 jg punya tantangan yang mungkin disebabkan krn kelarutan atau
permeabilitas. Kelarutan dipengaruhi di profil disolusinya
Kelas BCS mjd pedoman ketika akan melakukan korelasi In vivo dan in vitro kira2
tingkat level korelasinya bagaimana itu bs diprediksi dr kelas BCS
3. Biopredictive media
Dlm uji IVIVC tdk mungkin mengg medium disolusi yg berbasis kompendia utk
UDT atau utk uji spesifikasi kinerja krn byk yg perlu dipertimbangkan. Ketika
memperoleh profil dan memiliki korelasi dg in vivo yg bagus maka profil dr medium
disolusi dpt digunakan sbg biopredictive media. Artinya, mengg media dr air saja bs;
medium HCl atau dapar fosfat jg bs; medium kompleks dg enzim jg bs. Segala
medium yg digunakan ketika disolusi bs memiliki korelasi bagus antara data in vivo
dan in vitro. Dipilih medium mana yang memberikan korelasi baik antara in
vivo dan in vitro, tdk terkait dg medium apa yg digunakan.
Korelasi : jika obat dilepas 10% maka yang diserap juga 10%, linear.
Jumlah obat yg dilepas berkorelasi dg obat yg diserap
4. Dosage form (bentuk sediaan)
Perlu jg dilihat sistem pelepasan obat. Misal jika sama2 tablet = bentuk sediaannya
tablet; sistem pelepasan berbeda ada yang disetting non disintegrating, sustained
released, disintegrating. Tablet immediate release dg sistemnya beda maka pola
pelepasannya juga beda.
Bentuk sediaan beda, korelasi beda.
5. Apparatuses
Tipe alat sangat mempengaruhi. Terkait validasi metode disolusi, ada centering dll
sangat mempengaruhi hasil disolusi.
IVIVC didasarkan %pelepasan obat terdisolusi dg j.obat yg diabsorpsi, artinya bs
prediksi j.obat diabsorpsi dr hasil disolusi. Jika hasil disolusi performanya diragukan,
maka sangat mempengaruhi korelasi akhir data in vivo dan in vitro. Sehingga
apparatus sangat mempengaruhi performances sediaan in vitro.
6. In vivo data
Diperoleh dr sampel manusia/hewan uji. Utk kondisi mimik dg sistem fisiologis
maka gunakan subjek manusia. Krn ada keterbatasan terkait pengujian dg manusia,
maka bs digunakan hewan uji. Data subjek dan variannya sangat diperhatikan krn
mempengaruhi hasil perhitungan dr fraksi atau profil disolusi secara in vivo.
7. In vitro data
Diperoleh dr hasil disolusi. Hati-hati dg perhitungan koreksi, terkait proses analisis,
stabilitas.
Ketika memperoleh data in vitro atau in vivo, validasi metode analisis dan pengujian
hrs sdh dilakukan. Jk blm tervalidasi bs menyebabkan missleading, artinya ketika org
bilang antara produk A ada korelasi in vivo dan in vitro ternyata ada missleading
karena proses analisis. Jika %disolusi diubah atau kadar obat dlm darah diubah, maka
parameter jg diubah. Jika parameter berubah akan mempengaruhi hasil akhir terkait
IVIVC.
8. Different drug release
9. Validation
10. Predictability
Jgn sampai metode yg digunakan memiliki prediksi sangat lemah. Bs discreening di
awal, terkait dg BCS, biorelevant media, dll.
Jk korelasi tdk bagus maka tdk bs menggunakan data in vitro utk memprediksi in
vivo. Terutama utk pengujian atau pengajuan registrasi terkait data biowaiver.
Relatif sederhana proses pengolahan datanya, tp basic fundamentalnya hrs diperkuat.
Memerlukan beberapa aspek yang saling berkorelasi. 10 aspek diatas sangat
mempengaruhi thd IVIVC.
Purposes
Main purposes :
Utk menggunakan profil in vitro utk memprediksi data in vivonya.
Misal in vitro turun setengahnya, maka performanya turun setengahnya. Atau sebaliknya,
jika in vitronya naik maka perfomanya naik.
Hubungannya bisa linear, logaritmik, dll tergantung model yg dibuat.
Tujuan lain :
a) Mengoptimasi dan mengembangkan formula
Jk sdh punya data IVIVC, bs memformulasikan ulang atau memperbaiki formula ulang
agar j.obat diserap lbh byk atau disesuaikan dg inovator tergantung data IVIVC
b) Mengatur batas disolusi terkait IVIVC
Ketika buka kompedia, medium disolusi beda, kriteria penerimaan beda, waktu
sampling beda didasarkan dr korelasi in vivo dan in vitro.
Misal ada uji pd pH 9,8 padahal di tubuh tdk ada pH 9,8, pH tsb muncul krn
menunjukkan korelasi bagus antara data in vivo dan in vitro
Batas terkait waktu, persyaratan monografi didasarkan data IVIVC
c) Menurunkan jumlah BE study
Jk sdh tau data IVIVC, bs tdk melakukan uji BE.
Utk mencapai kondisi in vivo sekian, bs mengatur j,obat terdisolusi. Nantinya akan
menggambarkan data in vivo tsb
Uji BE perlu diturunkan krn penggunaan subjek manusia dibatasi. Jk sdh punya BE
bagus, tdk usah pengujian BE lg, cukup dg data IVIVC utk ajukan biowaiver.
d) Memfasilitasi stake holder (kompedia) utk memutuskan guidelines
Kompedia sifatnya dinamis tergantung penelitian yg diusulkan.
e) Mensupport klasifikasi BCS
Bs ditarik korelasi bagaimana profil IVIVC kelas 1,2. Bs dijadikan sbg justifikasi
scientific terkait klasifikasi BCS.
f) Biowaiver
Jk sdh punya korelasi, nanti hasil pengujian dijadikan utk prediksi data in vivo
berdasarkan data in vitro. Cukup dg data in vitro bs ajukan biowaiver, shg tdk perlu
uji BE.
Ada berbagai jalur utk biowaiver. Salah satunya dg data IVIVC.
IVIVC Perspective
1. Bentuk sediaan atau sediaan secara paralel akan diuji in vitro performances dg uji
disolusi dan in vivo performances dg uji bioavailabilitas.
2. Diperoleh data :
In vitro performances diperoleh data profil disolusi. Titiknya tidak terikat sama
spt uji BABE. Semakin banyak semakin bagus.
In vivo performances diperoleh profil farmakokinetik. Titiknya harus sama
dengan uji disolusi secara in vitro.
Titik antara in vivo dan in vitro harus sama karena data yang digunakan adalah data
yg teramati, bukan prediksi.
Sebenarnya dg teknik modeling bs lakukan prediksi dr suatu data dg suatu profil,
akan tetapi pd IVIVC hrs digunakan data nyata yaitu data yg teramati shg bs
dipastikan datanya sama menggambarkan korelasi in vivo dan in vitro.
Terutama pemilihan titik pd data in vivo, hrs mengubah profil farmakokinetik
menjadi profil disolusi secara in vivo. Terutama titik sebelum Cmax dan Tmax hrs
sangat adekuat, jgn hanya 1 atau 2 titik krn bs bias dlm memprediksi profil in vivo
dari data in vitro.
3. Dari hasil in vivo diperoleh profil farmakokinetik jd ada kadar obat dlm darah. Kadar
obat dlm darah akan diubah mjd profil disolusi obat secara in vivo dengan teknik
deconvolution.
Teknik deconvolution teknik utk mengubah data profil farmakokinetik mjd jumlah
obat yg diserap
Lalu jumlah obat yg diserap akan dikorelasikan dengan j.obat yg terdisolusi, hrs ada
hubungan ideal antara j.obat terdisolusi dan j.obat terserap.
4. Diperoleh korelasi in vivo in vitro (IVIVC). Korelasi ini bs digunakan utk berbagai
macam kebutuhan.
Misal punya batch eksternal dr sediaan sama tp no batch beda atau merk dagang
beda. Bisa dilakukan uji disolusi sama. Lalu dimasukkan data IVIVC. Akan didapat
eksternal predictability terkait data in vivo. Jadi tdk perlu melakukan pengujian
secara in vivo krn sdh didapat fungsi utk mengubah data in vitro mjd data in vivo.
Mengapa bisa didapat profil farmakokinetik? Ketika masukkan j.obat terdisolusi,
maka akan dapat data j.obat terabsorpsi. Lalu di convolution shg diperoleh data dari
profil disolusi secara in vivo mjd profil farmakokinetik. Jd tdk perlu uji BE, krn bs
memperoleh profil farmakokinetik dr uji disolusi. Hal diatas akan menguntungkan,
terutama pd proses pengembangan obat krn bs prediksi berbagai macam
kemungkinan asalkan sistemnya sama.
Industri farmasi produksi rutin. Utk menjamin reliabilitas proses produksinya maka
perlu dikaji pengujian dr profil disolusi. Profil disolusi bs menggambarkan
kemampuan utk pengujian secraa in vivo. Dg IVIVC bs diperoleh pola hubungan
ideal dg catatan korelasinya bagus.
Deconvolution technique
Metode untuk mengubah data profil farmakokinetik menjadi profil pelepasan obat secara
in vivo
Sbg jantungnya IVIVC
Traditional deconvolution technique “Wagner-Nelson”
Bs mengubah kadar obat dlm darah akan dikalkulasi shg bs dihitung jumlah obat yang
terserap lalu dibuat kurva j.obat terserap vs j.obat terdisolusi. Dg wagner nelson lbh
mudah, dikalkulasi di spreedsheet atau excel dihitung j.obat terabsorpsi, lalu dibuat kurva
hubungan antara j.obat terabsorpsi dengan j.obat terdisolusi
Metode lain untuk deconvolution : numeric deconvolution menggunakan metode
independent (menggunakan teknik modeling). Dg persamaan numerik akan mengg
transformasi laplas. Persamaan laplas digunakan utk mendekonvolusi dr profil
farmakokinetik mjd profil pelepasan obat secara in vivo.
What is a correlation?
Korelasi : menarik hubungan antara variabel 1 dg yang lain
Data beda-beda tapi memiliki nilai koefisien determinasi (koefisien korelasi yang
dikuadratkan). Jk koefisien determinasi sama, maka koefisien korelasinya sama. Dari
keempat data memiliki korelasi sama
Perlu dikaji beberapa aspek untuk justifikasi pola atau perbedaan yaitu dg teknik
menghitung residual; urutan data (sequences data) diperoleh dr asumsi distribusi
normal atau tdk, data berurutan merupakan data tdk mengikuti pola distribusi normal,
data acak lbh mengikuti pola distribusi normal
Future perspective
IVIVC potensial sbg alat utk penentu dilakukannya uji BE atau tidak. Safety dan efikasi
tetap terjamin
Korelasi level A yang diizinkan utk memprediksi data in vivo berdasarkan data in vitro.
Ini memberikan pengaruh terhadap pengembangan obat dan registrasi obat. Penggunaan
IVIVC perlu dikomunikasikan dg BPOM
Population based modeling IVIVC
Population based modeling misal ambil data farmakokinetik dr menit 0 sampai menit 24
pada beberapa orang, artinya bs koreksi pengaruh genetik, koreksi variabilitas, koreksi
profil farmakokinetik. Semakin banyak data, semakin bagus. Krn bs menggambarkan
varian dr suatu populasi.