Guideline Mikosis Paru Pdpi Edit1
Guideline Mikosis Paru Pdpi Edit1
PENDAHULUAN
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan 2
Jamur Paru di Indonesia
BAB II
PROSEDUR DIAGNOSIS
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan 3
Jamur Paru di Indonesia
• Pasien dengan manifestasi mikosis kulit berupa lesi
eritema nodosum pada ekstremitas bawah terutama di
daerah endemik
• Pasien terpajan atau setelah bepergian ke daerah
endemik
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan 4
Jamur Paru di Indonesia
disimpan terlalu lama dapat menurunkan keberhasilan
pemeriksaan.
Sputum sebaiknya diambil pagi hari sebelum makan,
dilakukan tiga hari berturut-turut. Pasien harus berkumur
dengan air matang sebanyak 2-3 kali, selanjutnya berusaha
mengeluarkan sputum dengan membatukkannya. Induksi
sputum lebih dianjurkan karena lebih merepresentasikan
spesimen saluran napas bawah/paru. Jumlah sputum yang
diperlukan sekitar 10-15 ml. Bilasan bronkus atau BAL
memiliki arti klinik lebih tinggi dibandingkan sputum, tetapi
prosedur pengambilannya lebih sulit. Spesimen tersebut
dikirim dalam semprit steril tanpa bahan pengawet atau
diberi sedikit larutan garam faal bila jumlahnya sangat
sedikit. Spesimen yang berasal dari cairan pleura, pus
maupun eksudat dapat diambil dengan semprit steril dan
langsung dikirim tanpa penambahan cairan atau bahan
pengawet.
Jaringan hasil biopsi memiliki arti klinik paling tinggi
karena penemuan jamur dalam jaringan dapat memastikan
diagnosis mikosis. Spesimen biopsi sebaiknya diambil dari
tengah dan tepi lesi, selanjutnya diletakkan di antara kasa
steril yang sedikit dibasahi dengan larutan garam faal
sekedar untuk mencegah kekeringan. Jangan diberi bahan
pengawet karena akan mematikan jamur dalam jaringan
sehingga tidak dapat dilakukan proses pembiakan serta uji
kepekaan jamur terhadap obat antijamur. Spesimen darah
untuk pemeriksaan serologi sebanyak 2,5-5 ml diambil
dengan semprit steril tanpa bahan pengawet lalu dikirim
secepatnya ke laboratorium. Untuk biakan darah saja,
diperlukan 5-10 ml darah dan sebaiknya diberi antikoagulan.
Pengiriman spesimen harus disertai keterangan klinis
pasien secukupnya dan permintaan yang jelas. Hal itu akan
mempermudah staf laboratorium mengarahkan pemeriksaan
yang diperlukan dan menghindari kesalahan interpetasi hasil
pemeriksaan.
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan 5
Jamur Paru di Indonesia
Metode laboratorium untuk mendiagnosis mikosis paru
dilakukan melalui tiga pendekatan penting yaitu:
pemeriksaan mikroskopik, isolasi dan identifikasi jamur pada
biakan serta deteksi respons serologis terhadap jamur atau
penandanya. Prosedur diagnostik berdasarkan deteksi
deoxyribonucleic acid (DNA) jamur saat ini sedang
dikembangkan. Biakan spesimen maupun hasil biopsi
jaringan masih menjadi baku emas diagnosis mikosis paru.
Pemeriksaan uji kepekaan jamur terhadap obat perlu
dilakukan untuk menentukan pemilihan obat antijamur yang
tepat atau evaluasi terapi.
1. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik spesimen klinik secara
langsung maupun dengan pewarnaan harus selalu
dilakukan karena dapat mendiagnosis kemungkinan
terdapatnya infeksi jamur secara cepat, mudah dan
murah, meskipun nilai diagnostiknya sangat bervariasi
(10 sampai >90%) bergantung pada spesies jamur yang
ditemukan. Pemeriksaan mikroskopik langsung
dilakukan dengan menambahkan larutan garam
fisiologis, KOH 10% atau tinta India. Teknik pewarnaan
dapat dilakukan dengan Giemsa, gomori methenamin
silver (GMS), calcofluor, maupun deteksi antibodi
monoklonal dengan pewarnaan imunofluoresens.
Pemeriksaan langsung sputum, bilasan bronkus, BAL
atau spesimen lain dapat mendeteksi elemen jamur
secara umum berupa spora maupun hifa. Pemeriksaan
langsung cairan serebrospinal, bilasan bronkus atau BAL
dengan tinta India sangat bermanfaat dalam
mendiagnosis kriptokokosis. Pemeriksaan sputum
pasien terinfeksi HIV dengan pewarnaan Giemsa atau
GMS menunjukkan sensitivitas 35-60%, sedangkan
pemeriksaan BAL menunjukkan sensitivitas 85-95%
dalam mendiagnosis PCP. Induksi sputum dilaporkan
memiliki kesetaraan yang baik dengan BAL. Pewarnaan
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan 6
Jamur Paru di Indonesia
imunofluorensens antibodi monoklonal meningkatkan
sensitivitas yang lebih baik dibandingkan pewarnaan
biasa.
2. Biakan
Pemeriksaan biakan jamur yang berasal dari berbagai
spesimen respirasi memiliki nilai diagnostik bervariasi,
tergantung pada spesies jamur, asal spesimen serta
derajat penyakit yang dialami pasien. Pemeriksaan
biakan memiliki nilai diagnostik tinggi bahkan menjadi
baku emas diagnosis infeksi jamur tertentu, misalnya
biakan darah merupakan baku emas diagnosis infeksi
Candida dalam darah (kandidemia), tetapi pemeriksaan
biakan tidak bermakna untuk diagnosis PCP karena P.
jiroveci belum dapat dibiak sampai saat ini. Pada
histoplasmosis akut, sensitivitas biakan hanya 15%,
sedangkan pada histoplasmosis diseminata
sensitivitasnya >85%. Hasil pemeriksaan biakan
membutuhkan waktu beberapa hari sampai minggu,
tetapi penting dilakukan untuk identifikasi spesies
secara konvensional maupun uji kepekaan jamur
terhadap obat-obat antijamur.
3. Serologi
Uji serologi secara tradisional digunakan untuk
mendeteksi reaktivitas antibodi pejamu terhadap
elemen-elemen jamur. Nilai diagnostiknya sangat
terbatas, sehingga perlu berhati-hati dalam menentukan
interpretasi hasil. Dewasa ini telah dikembangkan
deteksi antigen yang memiliki nilai diagnostik lebih
tinggi. Uji ini didasarkan atas deteksi komponen dinding
jamur yang dilepaskan ke dalam aliran darah atau
cairan tubuh lain pada saat jamur berproliferasi. Uji
antigen Cryptococcus spp dari serum atau cairan
serebrospinal sangat bermanfaat dalam diagnosis
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan 7
Jamur Paru di Indonesia
kriptokokosis karena nilai sensitivitas dan
spesifisitasnya tinggi. Uji antigen Histoplasma spp. dari
urin pasien memiliki nilai sensitivitas >90% dan
spesivisitas >95% dalam mendiagnosis histoplasmosis;
tetapi hasil uji antigen negatif tidak lantas
menyingkirkan diagnosis. Uji antigen galaktomanan
Aspergillus spp menunjukkan nilai sensitivitas 61-71%
dan spesifisitas 89-93% dalam mendeteksi aspergilosis
invasif. Perlu diperhatikan kemungkinan hasil positif
palsu pada pasien yang mendapat terapi antibiotik
golongan β-laktam misalnya piperasilin-tazobaktam
serta pasien dgn infeksi Pencillium karena terdapatnya
reaktivitas silang. Perkembangan terkini menunjukkan
manfaat pemeriksaan galaktomanan Aspergillus pada
spesimen BAL pasien yang diprediksi akan mengalami
aspergilosis invasif. Komponen jamur yang juga sedang
dikembangkan untuk modalitas diagnostik uji antigen
adalah β-1,3-glukan (merupakan komponen dinding sel
pada hampir semua jamur) dan kitin, tetapi
penggunaannya masih sangat terbatas.
4. PCR
Pemeriksaan PCR maupun real-time PCR juga sedang
dikembangkan, tetapi masih digunakan secara terbatas
karena belum terdapatnya standarisasi dan validasi.
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan 8
Jamur Paru di Indonesia
radiologi) serta hasil pemeriksaan mikologi. Hal itu dapat
dilihat pada tabel berikut :
Biopsi
Faktor Kriteria
+ + Mikologi = Probabl
pejamu klinis
e
Negatif
Faktor atau
Kriteria
pejamu + klinis + tidak = Possibbl
dilakuka e
n
Faktor Kriteria
pejamu + klinis + Mikologi = Proven
1. Faktor pejamu:
• Netropenia (netrofil <500/mm3 selama >10 hari).
• Menerima transplantasi sum-sum tulang alogenik
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan 9
Jamur Paru di Indonesia
• Menerima terapi kortikosteroid jangka panjang
dengan rerata dosis minimal setara prednison 0,3
mg/kg/hari selama >3 minggu.
• Menerima terapi imunosupresan sel-T misalnya
siklosporin, penyekat TNF-α, antibodik monoklonal
spesifik (misalnya alemtuzumab), atau analog
nukleosida dalam 90 hari terakhir.
• Mengalami imunodefisiensi primer berat (misalnya
penyakit granulomatosa kronik atau imunodefisiensi
berat lainnya).
2. Kriteria klinis:
Mayor:
Terdapat infiltrat baru atau gambaran kelainan berikut
pada CT-scan: halo sign, air-crescent sign atau kavitas
yang berada dalam area konsolidasi.
Minor:
- Gejala infeksi saluran napas bawah (misalnya batuk,
nyeri dada, sesak napas, hemoptisis, dll).
- Pemeriksaan fisis pleural rub.
- Gambaran infiltrat baru yang tidak sesuai dengan
kriteria mayor.
3. Kriteria mikologi:
• Pemeriksaan langsung positif (ditemukannya
elemen jamur pada pemeriksaan mikroskopik
langsung maupun sediaan pewarnaan) atau biakan
jamur positif.
• Pemeriksaan tidak langsung:
o deteksi antigen galaktomanan dari BAL, LCS atau
>2 sampel darah untuk mendiagnosis aspergilosis
menunjukkan hasil positif.
o deteksi β-d-glucan dalam serum untuk
mendiagnosis infeksi jamur invasif (selain
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
10
Jamur Paru di Indonesia
kriptokokosis dan zigomikosis) menunjukkan hasil
positif.
o deteksi antigen kriptokokus positif.
1. Faktor pejamu:
• Netropenia (netrofil <500/mm3 selama >10 hari).
• Demam persisten selama >96 jam, refrakter terhadap
antibiotik adekuat.
• Suhu tubuh >380C atau <360C DAN terdapat faktor
predisposisi berikut:
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
11
Jamur Paru di Indonesia
- prolonged netropenia (>10 hari) dalam 60 hri
terakhir
- penggunaan obat imunosupresif saat ini (<30
hari)
- pernah mengalami epidose infeksi jamur
invasif sebelumnya
- koeksistensi AIDS
• Gejala klinis yang mengindikasikan penyakit graft-
versus-host
• Penggunaan kortikosteroid jangka panjang (>3
minggu).
2. Kriteria klinis:
Mayor:
Terdapat infiltrat baru atau gambaran kelainan berikut
pada CT-scan: halo sign, air-crescent sign atau kavitas
yang berada dalam area konsolidasi.
Minor:
- Gejala infeksi saluran napas bawah (misalnya batuk,
nyeri dada, sesak napas, hemoptisis, dll).
- Pemeriksaan fisis pleural rub.
Gambaran infiltrat baru yang tidak sesuai dengan
kriteria mayor.
3. Kriteri mikologi:
• Pemeriksaan langsung positif (ditemukannya elemen
jamur pada pemeriksaan mikroskopik langsung
maupun sediaan pewarnaan) atau biakan jamur positif.
• Pemeriksaan tidak langsung:
- deteksi antigen galaktomanan dari BAL, LCS atau >2
sampel darah untuk mendiagnosis aspergilosis
menunjukkan hasil positif.
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
12
Jamur Paru di Indonesia
- deteksi β-d-glucan dalam serum untuk mendiagnosis
infeksi jamur invasif (selain kriptokokosis dan
zigomikosis) menunjukkan hasil positif.
- deteksi antigen kriptokokus positif.
- kelainan paru dan hasil biakan bakteri negatif dari
spesimen saluran napas bawah termasuk BAL,
sputum dan darah.
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
13
Jamur Paru di Indonesia
BAB III
PENATALAKSANAAN
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
14
Jamur Paru di Indonesia
dipertimbangkan embolisasi, atau pemberian antijamur
transtorakal-intrakavitas.
Sukses
Gagal
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
15
Jamur Paru di Indonesia
BAB IV
OBAT ANTIJAMUR
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
16
Jamur Paru di Indonesia
14
12 L-AmB
ABCD
10 ABLC
Terbinafin
8 Itrakonazol
6 Flukonazol
Ketokonazol
Gambar43.1. Sejarah penemuan5-FC
Mikonazol
obat antijamur dalam 50 tahun
terakhir
2
0
1950 1960 1970 1980 1990 2000
7
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
17
Jamur Paru di Indonesia
1. Golongan Polien
Golongan polien termasuk amfoterisin-B (AmB),
nistatin dan natamisin. Cara kerjanya adalah
membuat kerusakan pada membran sel jamur dengan
cara berikatan dengan ergosterol (komponen penting
dinding sel), sehingga permeabilitas seluler meningkat
dan terjadi kebocoran isi sel yang berakibat kematian
jamur (efek fungisidal). Saat ini golongan polien yang
tersedia di Indonesia adalah amfoterisin-B deoksikolat
(fungizone) dan nistatin.
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
19
Jamur Paru di Indonesia
ginal atau tidak dapat
menerima toksisitas
amfoterisin-B konvensional
dalam dosis efektif dan
pada pasien dengan
aspergilosis invasif yang
mengalami kegagalan
dengan terapi amforeisin-B
konvesional sebelumnya.
Dikutip dari
Proceeding ATS 2010
2. Golongan allylamines
Terbinafin adalah antijamur allylamine yang memiliki
efek menghambat enzim mono-oksigenase squalene,
enzim penting dalam biosintesis sterol pada jamur.
Pemberiannya dapat dilakukan topikal maupun oral
terutama untuk terapi mikosis superfisialis. Terbinafin
yang tersedia di Indonesia adalah dalam bentuk obat
topikal yang biasa digunakan untuk mikosis superfisial.
3. Flusitosin
Turunan pirimidin ini aktif terhadap infeksi Candida,
Cryptococcus. Cara kerjanya dengan mengganggu
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
20
Jamur Paru di Indonesia
sintesis asam nukleat. Mudah mengalami resistensi.
Absropsi oral baik, t½ 4 jam, diekskresi dalam urin.
Obat ini terdistribusi baik dalam SSP dan dapat
dikombinasikan dengan amfoterisin-B untuk infeksi
jamur sistemik. Efek samping meliputi: netropenia,
trombositopenia. Perlu dilakukan pengawasan terhadap
kemungkinan terjadinya gangguan fungsi ginjal. Obat ini
tidak tersedia di Indonesia.
4. Golongan azol
Selama lebih dari dua dekade, antijamur golongan azol
telah digunakan dalam praktek klinis. Golongan azol
diklasifikasikan menjadi dua kelas yang berbeda:
a. imidazol (misalnya klotrimazol, mikonazol dan
ketokonazol)
b. triazol (flukonazol, itrakonazol, vorikonazol dan
posakonazol).
a. Imidazol
b. Triazol
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
24
Jamur Paru di Indonesia
Tabel 3.2. Indikasi dan dosis obat golongan azol
Obat Indikasi Dosis Dosis Dosis
penyesuaian penyesuaian
ginjal hati
Flukonazol Kandidosis Loading dose200 mg, CCL < 50 Belum
(oral, orofarings lalu 100-200 mg/hr, ml/min: ditentukan
intravena) selama 7-14 hari loading dose,
lalu dosis ↓
Kandidosis 400 mg loading 50%
esophagus dose,lalu 200-400
mg/hr, selama 14-21 Hemodialisis:
hari diberikan dosis
harian 100%
Meningitis Terapi induksi, (sesuai
kriptokokosis dilanjutkan dosis indikasi) setiap
konsolidasi 400 mg/hr, kali selesai HD
lalu dosis rumatan 200
mg/hr
Histoplasmosi 400-800 mg/hr
s/
blastomikosis/
koksidoidomik
osis
Kandidosis Loading dose 800 mg,
invasif/kandid lalu 400 mg/hr
emia
Itrakonazol Kandidosis 200 mg/hr CCL < 10 Belum
(hanya orofarings ml/min: ↓ ditentukan
oral) atau esofagus dosis 50%
Histoplasmosi 200-400 mg/hr (dalam HD: 100 mg
s/ dosis terbagi bila > 200 tiap 12-24 jam
blastomikosis mg/hr)
Koksidioidomi 400-600 mg/hr dalam 2
kosis dosis terbagi
Vorikonazol Loading dose (x 2 CCL < 50 Child-Pugh
(oral atau dosis): Intravena – 6 ml/min: Class A or B:
intravena) mg/kg tiap 12 jam. pemberian dosis rumatan
oral lebih ↓ 50%
Oral-400 mg tiap12 jam dianjurkan
Child-Pugh
Dosis rumatan Class C: belum
Intravena- 3-4 mg/kg ditentukan
tiap 12 jam
Oral – 200 mg tiap 12
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
25
Jamur Paru di Indonesia
jam
Posakonazo Profilaksis 200 mg, 3x sehari Belum Belum
l (oral) infeksi jamur diketahui ditentukan
invasif
Kandidosis 100 mg 2x sehari( x 2
orofarings dosis), lalu 100 mg/hr
selama 13 hr
Kandidosis 400 mg 2x sehari (lama
orofarings pemberian bervariasi
yang refrakter tergantung respons
thd flukonazol pasien)
dan/atau
itrakonazol
Dikutip dari Proceeding ATS 2008
5. Golongan ekinokandin
Ekinokandin merupakan antijamur golongan baru, cara
kerjanya melalui penghambatan sintesis enzim 1,2-β-D
dan 1,6-β-D-glucan synthase. Enzim itu penting dalam
produksi glukan (komponen penting dinding sel jamur)
yang mengakibatkan ketidakstabilan osmotik sehingga
sel jamur tidak dapat mempertahankan bentuknya dan
berujung pada kematian jamur. Glukan tidak ditemukan
pada dinding sel mamalia sehingga efek samping
ekinokandin terhadap sel manusia sangat sedikit.
Dinding sel C. neoformans terutama terdiri atas 1,3-α
atau 1,6-α-glucan, sehingga jamur itu lebih resisten
terhadap ekinokandin. Terdapat beberapa kelas
ekinokandin yaitu: kaspofungin, mikafungin, dan
anidulafungin. Semua golongan ekinokandin memiliki
keterbatasan bioavailabilitas oral dan hanya tersedia
dalam sediaan intravena.
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
27
Jamur Paru di Indonesia
Kaspofungi Candida IV: 35-70 mg/hari Gangguan sal. Siklosporin, Penuruna
n , cerna, , hipotensi, rifampin n dosis
Aspergill rash, demam, diperlukan
us menggigil, sakit pada
kepala, kasus
hipokalemia, gangguan
anemia, hati
peningkatan kadar sedang
enzim hati, flebitis
Mikafungin Candida, • Kandidosis Gangguan sal. Tidak ada Tidak
Aspergill cerna, demam, interaksi diperlukan
esofagus
us sakit kepala, obat utama dosis
IV:150 mg/hari.
hipokalemia, penyesuai
• Profilaksis HSCT hipomagnesemia, an
IV: 50 mg/hari. netropenia
• Kandidemia atau
kandidosis
invasif
IV: 100mg/hari
Anidulafun Candida, • Kandidosis Jarang terjadi Tidak ada Tidak
gin Aspergill adverse reactions interaksi diperlukan
esofagus IV: 100
us obat utama dosis
mg hari ke-1,
penyesuai
dilanjutkan 50
an
mg/ hari
• Kandidemia
IV: 200 mg hari
ke-1, dilanjutkan
100mg/ hari
Dikutip dari Proceeding ATS 2010
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
28
Jamur Paru di Indonesia
ALGORITMA PENATALAKSANAAN
GEJALA / FAKTOR
RISIKO
CT-Scan, Operasi
CT-Scan, Induksi sputum,
Pemeriksaa (bila
Bronkoskopi (BAL), Biopsi, TTNA,
n lain mungkin) +
Pem. Mikologi)
termasuk OAJ
pemeriksaa
Bila operasi FR
n mikologi (+), Possi Proba
tidak Prov
(konfirmasi ble ble
INF en
jamur) mungkin (-) Inf. Inf.
Evaluasi Profi
OAJ - Empir Pre- Defi-
Respons empti nitiv
laksi ik
Usahakan ve e
( s
tatalaksana
+ (-) OAJ
invasif OAJ sesuai
) sampai
minimal jenis jamur
faktor
(Konvernost dan OAJ
Teruskan risiko
omi, sampai
OAJ teratasi
kavernoplas gejala dan
¾ mikologi (-)
ti)
minggu
OAJ sesuai
FR
Sampai
Sampai gejala / OAJ sesuai
OAJ sesuai
teratasi mikologi dengan jenis
jenis jamur
jamur (-) mikologi
2 minggu
Gejala Klinis setelah
perbaikan
klinis,
Evaluasi Hati-hati radiologi
Mikologi dan mikologi
____________________________________________________________
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
29
Jamur Paru di Indonesia