Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH BUDAYA BANYUMASAN

KESENIAN BUNCIS SEBAGAI WARISAN BUDAYA TRADISIONAL BANYUMAS

DISUSUN OLEH :

NAMA : TASYA MAY AULIA

NIM : J1C020032

PROGRAM STUDI : SASTRA JEPANG

SEMESTER : II (DUA)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS ILMU BUDAYA

SASTRA JEPANG

PURWOKERTO

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1.Latar Belakang Masalah..........................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3.Tujuan dan Manfaat.......................................................................................2
1.4. Data yang Dikumpulin...................................................................................2
1.4.1.Pengertian Kesenian Buncis..............................................................................2
1.4.2.Cara Memainkan Buncis...................................................................................3
1.4.3.Pemain Kesenian Buncis...................................................................................5
1.4.4.Besaran Biaya Kesenian Buncis........................................................................5
1.4.5.Fungsi Kesenian Buncis..........................................................................6
1.5.Metode Penulisan............................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................7
2.1.Sejarah Kesenian Buncis........................................................................................7
2.2.Elemen-Elemen Pertunjukkan Kesenian Buncis..................................................8
2.3.Kondisi Kesenian Buncis Selama Pandemi Covid-19 dan Kesulitan yang
Dihadapi......................................................................................................................10
BAB III PENUTUP.........................................................................................................11
3.1. Kesimpulan...........................................................................................................11
3.2. Saran.....................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Banyumas merupakan salah satu kabupaten yang berada di Jawa Tengah
dengan pusat pemerintahan di Kota Purwokerto. Kesenian yang berkembang di
wilayah Banyumas bermacam-macam, baik kesenian tradisional kerakyatan maupun
kesenian kreasi baru. Di seni teater sendiri, ditemukan munthiet, jemblung, begalan,
kethoprak Banyumas, dan wayang kulit Banyumas. Di seni tari terdapat lengger,
aplang, dareng, buncis, ebeg, sintren, dan aksi muda. Di seni karawitan (musik)
dijumpai kaster, bongkel, krumpyung, calung, terbang jawa, rodad, cak genjring, dan
karawitan. Seni dan budaya Banyumas merupakan warisan budaya yang berupa
kebudayaan tradisional dengan dukungan dari masyarakat Banyumas sendiri. Budaya
Banyumas ditata oleh masyarakatnya menjadi sesuatu yang harmonis dan khas.
Kerakter masyarakat Banyumas yang tegas dalam berbicara dengan bahasa
ngapaknya melahirkan ciri khas gerakan tari yang patah-patah dan tegas, hal tersebut
biasa disebut dengan istilah gerak Banyumasan.

Kesenian buncis termasuk kesenian yang dapat dikatakan unik karena dalam
pementasan kesenian buncis, penari atau pelaku seni harus membagi konsentrasinya
untuk menari sambil memainkan alat musik, durasi dalam sajian pementasan juga
panjang serta pada inti pertunjukan penari mengalami trance atau kerasukan. Iringan
yang dihasilkan, yaitu iringan dari penari itu sendiri yang membawa alat musik
berupa angklung. Pertunjukan kesenian buncis, yaitu penari memegang satu buah
angklung dengan satu notasi berlaras slendro, gerakan penari menggunakan pijakan
gerak Banyumasan.

Namun, seiring berkembangnya zaman, kesenian buncis terancam punah, hal


itu disebabkan oleh kemajuan teknologi dan sarana hiburan yang semakin maju
sehingga membuat generasi millennial tidak banyak mengetahui tentang kesenian
buncis ini. Keadaan tersebut juga semakin parah karena kondisi pandemi Covid-19
yang mengharuskan semua orang untuk tidak berkerumun dan melakukan kegiatan di
tengah keramaian, sedangkan untuk pementasan kesenian buncis sendiri biasanya

1
dilakukan di tengah keramaian sehingga saat ini, pelaku kesenian buncis pun berhenti
mengadakan pementasan. Padahal, kesenian buncis merupakan aset warisan budaya
Banyumas yang berharga, sangat perlu konservasi, pengembangan, dan promosi lebih
lanjut agar generasi millennial dapat lebih menerima serta melestarikan kesenian
buncis.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, makalah ini akan mengkaji tentang
penjelasan, perkembangan, serta nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian buncis
berdasarkan beberapa sumber, seperti jurnal, artikel, serta wawancara dengan tokoh
yang terkait untuk medapatkan hasil maksimal. Makalah ini juga bertujuan untuk
memberikan pengetahuan kepada generasi muda agar lebih peduli dan tertarik untuk
melestarikan kesenian tradisional, salah satunya adalah kesenian buncis dari
Banyumas. Oleh karena itu, judul dari makalah ini adalah “Kesenian Buncis Sebagai
Warisan Budaya Tradisional Banyumas.”

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat permasalahan yang menarik untuk
dilakukan pembahasan. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut :

1) Bagaimana sejarah kesenian Buncis?


2) Apa saja elemen-elemen kesenian Buncis?
3) Bagaimana kondisi kesenian Buncis selama pandemi Covid-19 dan apa saja
kesulitan yang dihadapi?

1.3. Tujuan dan Manfaat


Berdasarkan latar belakang di atas, Adapun tujuan dan manfaat penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :

1) Untuk mengetahui sejarah Kesenian Buncis


2) Untuk mengetahui elemen-elemen Kesenian Buncis
3) Untuk mengetahui kondisi kesenian Buncis selama pandemic Covid-19 dan
kesulitan-kesulitan yang dihadapi

1.4. Data yang Dikumpulin


1.4.1. Pengertian Kesenian Buncis
Kesenian adalah produk kreativitas masyarakat, kesenian ditopang
beragam faktor, tidak hanya intrinsik tetapi sekaligus juga yang ekstrinsik

2
(Moh. Hasan 2005:1). Kesenian merupakan salah satu elemen aktif, kreatif,
dan dinamis yang mempunyai pengaruh langsung atas pembentukan
kepribadian suatu masyarakat (Cristoper Dawson dalam Jazuli 2016:33).

Kesenian Buncis merupakan suatu bentuk kesenian yang dipentaskan


secara berkelompok. Pemain terdiri dari delapan orang (sesuai permintaan
penanggap atau tergantung acara) yang menari sambil memainkan alat musik,
dan menyanyi. Namun, seiring dengan berkembangnya zaman, pemain
kesenian buncis dalam pementasannya hanya menari dan memainkan alat
musik saja karena yang menyanyi adalah sinden. Dalam sajiannya,
keseluruhan pemain mengenakan kostum berupa kain yang dibuat menyerupai
rumbai-rumbai menutup aurat, sedangkan di kepalanya dikenakan mahkota
yang terbuat dari rangkaian bulu ayam. Para pemain dalam pertunjukannya
membawa alat musik angklung berlaras slendro. Masing-masing membawa
satu buah alat musik yang berisi satu jenis nada yang berbeda. Enam orang di
antaranya memegang alat bernada 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma), 6 (nem) 1 (ji tinggi)
dan 2 (ro tinggi). Dua orang yang lain memegang instrumen kendhang dan
gong bumbung. Dalam membangun sajian musikal, masing-masing pemain
menjalankan fungsi nada sesuai dengan alur lagu balungan gendhing. Dari
permainan alat-alat musik yang demikian, mereka mampu menyajikan
gendhing-gendhing Banyumasan.
Saat ini, kesenian buncis masih bertahan di Desa Tanggeran
Kecamatan Somagede, Desa Karangsari, dan Desa Kaliwedi Kecamatan
Kebasen, Kabupaten Banyumas. Namun, ada perbedaan di tarian kesenian
buncis dari Kecamatan Somagede dan Kecamatan Kebasen. Di mana, di
Kecamatan Kebasen, kesenian buncis diiringi oleh musik calung lengkap
penari berjumlah ganjil 1, 3, dan 5 yang seolah-olah menggendong orang.
Oleh karena itu, kesenian Buncis di Kecamatan Kebasen sering disebut ebeg
gendong.

1.4.2. Cara Memainkan Buncis


Bentuk pertunjukan pada kesenian Buncis terdiri dari tiga babak, yaitu:
awal, inti, dan akhir. Bentuk pertunjukkan itu sendiri memiliki elemen-elemen
pertunjukkan yang meliputi gerak, pelaku, iringan, tata rias, tata busana,
desain lantai, tata cahaya dan tata suara, tempat pertunjukan, dan properti.

3
Urutan pertunjukan kesenian Buncis bagian awal atau babak pertama,
pertunjukkan kesenian Buncis, yaitu penari keluar menuju tempat pertunjukan
dengan menggunakan gerak lampah malangkrik dengan posisi jadi satu baris.
Penari memasuki arena dengan diiringi music atau gendhing eling-eling
Banyumasan, setelah penari berada di tempat pementasan penari membentuk
desain lantai lingkaran (menyimbolkan kerja sama dan tali persaudaraan yang
kuat antarpemain Buncis), dan bergerak berdasarkan lagu yang dibawakan,
gerakannya terdiri dari keweran dan sindet, geolan, entrakan, serta lampah
maju mundur. Gerakan dilakukan berdasarkan lagu yang dimainkan. Lagu
yang dimainkan pada babak pertama, yaitu : eling-eling Banyumasan, sekar
gadung, caping nggunung.

Bagian inti pertunjukan kesenian Buncis adalah janturan. Pada babak


janturan gerakan tarinya lebih tidak beratur, hal ini disebabkan penari dalam
keadaan tidak sadar. Bagian inti setelah penari mengalami trance, penari tidak
sadarkan diri dan berlari tidak beraturan, kemudian tugas dari empat orang
penimbul, yaitu membenarkan posisi tubuh ataupun gerak penari. Penari yang
mengalami trance akan diiringi lagu eling-eling Banyumasan agar tetap tansah
eling, ricik-ricik Banyumasan yang disambung dengan sholawat, kulu-kulu,
bedrong kulon, ijo-ijo, renggong manis, atau sesuai dengan permintaan penari.
Meskipun penari mengalami trance, penari masih dapat memainkan angklung
sesuai dengan notasi mereka masing-masing, selain itu, saat penari dalam
keadaan trance, penari akan memakan sesaji yang disediakan, penari akan
menuju tempat sesaji dan meminta kepada penata sesaji.

Bagian akhir, yaitu penthulan dan lenggeran, pada bagian akhir


gerakan tari yang dilakukan juga cenderung tidak beraturan disebabkan penari
masih dalam keadaan belum sepenuhnya sadar. Penimbul mulai menyadarkan
penari satu persatu. Penari yang telah dikeluarkan dari kondisi trance belum
sepenuhnya sadar, penari akan bertingkah lucu hal tersebut dinamakan
penthulan. Tingkah yang dilakukan bermacam-macam, seperti antarpenari
berebut makanan, berbicara dengan suara kecil, dan ada yang bersalaman
dengan yang punya hajat atau biasa di sebut ramane atau bapane (Bapak),
adapula penari yang memakai topeng penthul, yaitu topeng dengan karakter
lucu. Penari juga ada yang didandani seperti Lengger dan biasanya akan

4
menari gerakan Lenggeran atau gerakan tari putri. Lagu-lagu yang dimainkan
yaitu Pepeling agar senantiasa eling akan kewajiban kita sebagai umat Islam
dan lagu sesuai permintaan penari. Setelah itu, penimbul akan menyadarkan
penari sepenuhnya dengan lagu eling-eling Banyumasan.

1.4.3. Pemain Kesenian Buncis


Pelaku kesenian Buncis terdiri dari 17 anggota inti yang terdiri dari 10
orang penari, 4 orang penimbul, 1 orang penabuh kendhang, dan 2 orang
sinden, pada dasarnya pemain inti kesenian Buncis hanya 8 orang, tetapi, saat
ini pemain disesuaikan dengan kebutuhan pertunjukan dan permintaan dari
penanggap (yang punya hajat). Iringan pada pertunjukan kesenian Buncis
menggunakan gending-gending Banyumasan dengan laras slendro. Alat musik
yang digunakan dalam pertunjukan Kesenian Buncis terdiri dari 9 buah
angklung berlaras slendro, 1 buah gong bambu atau gong bumbung, dan 1
buah kendhang dengan 2 ketipung.

Lagu-lagu yang dibawakan atau gendhing yang dibawakan adalah


gending Banyumasan yang terdiri dari: ricik-ricik Banyumasan, caping
gunung, sekar gadung, eling-eling Banyumasan, renggong manis, kulu-kulu,
bendrong kulon, ijo-ijo, pepeling, tole-tole, dan lain-lain.

1.4.4. Besaran Biaya Kesenian Buncis


Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sarwono selaku Ketua
Umum Paguyuban Ngudi Utama Kesenian Buncis Desa Tanggeran
Kecamatan Somagede, besaran biaya yang dikeluarkan untuk sekali pentas
berkisar kurang lebih Rp1.500.000 yang digunakan untuk sarana transportasi,
properti tambahan, sewa sinden, dan sebagainya.

Besaran biaya yang dihasilkan untuk sekali pentas adalah sekitar


Rp3.500.000 (disesuaikan penanggap dan pertunjukkannya). Selain itu,
kesenian Buncis di Desa Tanggeran ini juga mempunyai dana tabungan atau
kas tersendiri yang dikelola dengan baik oleh para pengurusnya sekitar
Rp3.000.000-Rp5.000.000 yang dapat digunakan untuk pemeliharaan alat dan
hal mendesak lainnya.

5
1.4.5. Fungsi Kesenian Buncis
Kesenian Buncis memiliki beragam fungsi yang bermanfaat bagi
masyarakatnya, seperti menguatkan nilai kerja sama dan gotong royong
antarpelaku Buncis, membawa kesenangan batin dan kebahagiaan bagi yang
menonton, membantu pelaku seni Buncis mendapatkan penghasilan, dan
menambah rasa syukur kepada Allah SWT., Kesenian Buncis juga memiliki
nilai moral yang bermanfaat agar masyarakat tidak hanya mendapatkan
kepuasan batin sebagai sarana hiburan saja, tetapi menjadikan sebagai media
pendidikan karakter masyarakat yang membentuk suatu nilai moral.

1.5. Metode Penulisan


Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan, wawancara,
dokumentasi, dan sumber dari internet. Hasil wawancara berupa data mengenai
pengertian kesenian Buncis, sejarah kesenian Buncis, bentuk pertunjukan, kesulitan-
kesulitan yang dihadapi, besaran biaya, dan nilai-nilai yang terkandung pada kesenian
Buncis. Wawancara dilakukan dengan Bapak Sarwono selaku ketua paguyuban Seni
Buncis Ngudi Utama dan Bapak Raji Samin selaku pelaku kesenian Buncis.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Kesenian Buncis


Secara etimologis, kata “Buncis” berasal dari kata “Buntar” yang berarti
gagang dan “Cis” yang berarti keris kecil. Adapun munculnya tarian ini adalah
sebagai berikut:
Buncis berawal dari suatu peristiwa pertarungan antara dua orang yang
memperebutkan seorang putri. Dahulu kala, konon di sebelah Barat Kota Purwokerto
ada sebuah kadipaten yang bernama Gentayakan. Kadipaten tersebut dipimpin oleh
seorang adipati bernama Raden Natakusuma dan mempunyai putra bernama Raden
Prayitno. Sebagai pewaris kadipaten, Adipati Natakusuma mengharapkan putranya
untuk segera menikah dan memilih calon istri.
Pilihan Raden Prayitno jatuh kepada putri Adipati Kalisalak yang bernama
Dewi Nurkhanti. Adipati Natakusuma setuju dengan pilihan putranya itu dan
kemudian mengirim utusan untuk meminang putri Adipati Kalisalak tersebut. Pada
saat bersamaan di Kadipaten Kalisalak juga sedang kedatangan utusan dari Keraton
Nusakambangan yang bernama Patih Brajanggelap dengan maksud yang sama, yaitu
melamar Dewi Nurkhanti untuk dijadikan permaisuri Prabu Parungbahas. Kedatangan
dua utusan tersebut tentu saja membuat sang Adipati kebingungan untuk memutuskan
lamaran siapa yang akan diterima maupun ditolak, Akhirnya dibuatlah sayembara,
yaitu barang siapa yang dapat menyerahkan “Payung Tunggul Naga” dan “Bekong
Wahyu” dialah yang akan diterima pinangannya.
Adipati Natakusuma lalu memerintahkan Raden Prayitno menemui Ki Ageng
Giring untuk meminjam Bekong Wahyu. Patih Brajanggelap karena kesaktiannya,
secara diam-diam dapat mengambil Bekong Wahyu dari rumah Ki Ageng Giring
sehingga pada saat Raden Prayitno datang benda tersebut sudah tidak ada di tempat.
Segera Raden Prayitno disuruh untuk mengejar maling pusaka tersebut. Terjadi
pertarungan sengit antara Patih Brajanggelap dan Raden Prayitno. Namun, karena
kalah sakti Raden Prayitno akhirnya dapat dikalahkan dan lari ke rumah Empu Lemah
Tenggar untuk minta bantuan. Di sana ia diberi pusaka berupa keris kecil atau sering
disebut Cis.

7
Pada saat menerima pusaka tersebut karena kurang hati-hati cis tadi jatuh dan
buntarannya (gagang) pecah lalu menjelma menjadi makhluk seperti manusia,
bertubuh tinggi besar dan berbulu, sedangkan cis-nya menjadi seekor ular naga.
Makhluk jadi-jadian itu berjanji akan membantu Raden Prayitno merebut bekong
wahyu dari tangan Patih Brajanggelap. Akhirnya, Patih Brajanggelap dapat
dikalahkan oleh makhluk jadi-jadian tersebut dalam peperangan. Sebagai ungkapan
kegembiraan setelah menang dalam peperangan, makhluk jadi-jadian itu menari-nari
dengan riangnya sambil diiringi tabuhan dari bambu. Dari situlah akhirnya tumbuh
kesenian Buncis.
Tari Buncis kemudian berkembang menjadi sebuah tarian yang
dipersembahkan untuk menyambut tamu dalam acara hajatan. Kostum yang dipakai
penari Buncis sangat sederhana dan karena itu diberi nama “Nistha utama” yang
mengandung maksud bahwa seseorang, jika ingin mencapai kebahagiaan harus berani
menderita.

2.2. Elemen-Elemen Pertunjukkan Kesenian Buncis


Gerak pada Kesenian Buncis pada dasarnya gerak Banyumasan, terdiri dari
lampah, tangan malang kerik, keweran dan sindet, lampah tigo, geolan, entrakan,
lampah maju mundur, hoyogan, dan junjungan.

Tata rias pada kesenian Buncis berupa coretan-coretan warna hitam dan putih
pada bagian wajah, sebelumnya wajah dilapisi dengan bedak dasar atau alas bedak,
kemudian menggunakan bedak padat, menggunakan perona pipi, dan selanjutnya pipi
dicoret-coret dengan pidih berwarna hitam dan putih. Coretan-coretan di pipi
berwarna hitam menggambarkan seperti orang Dhayak, karakter tersebut mengambil
dari sejarah kesenian Buncis, kemudian bagian akhir make-up, yaitu memakai lipstik.

Tata busana yang digunakan pada kesenian Buncis merupakan busana yang
menggambarkan sejarah, yaitu orang Dhayak. Busana yang digunakan, yaitu:

a) Baju berwarna kuning dengan lengan pendek dengan plisir merah di samping
kanan dan kiri
b) Celana sebatas lutut berwarna hitam dengan plisir berwarna kuning dibagian
samping kanan dan kiri, dan plisir merah dibagian bawah
c) Rumbai-rumbai yang berbentuk seperti rok yang terbuat dari kain bekas,
dengan motif bunga dan batik atau motif-motif yang mencolok

8
d) Menggunakan aksesoris kepala yang berupa bulu, yang terbuat dari bulu
ayam berwarna coklat, hitam dan putih, dan aksesoris leher berupa kalung
kace lebar
e) Menggunakan stagen berwarna hitam.

Desain lantai yang digunakan dalam pertunjukan kesenian Buncis, yaitu:


lingkaran dan sejajar. Tata cahaya dan tata suara yang digunakan dalam pertunjukan
kesenian Buncis sangat sederhana, hanya berupa lampu biasa sebagai penerangan dan
sound system sederhana. Tempat pertunjukan yang digunakan dalam pertunjukan
kesenian Buncis merupakan tempat yang cukup luas, seperti : lapangan, halaman
rumah dan sejenisnya. Hal tersebut disebabkan jumlah pemain yang lebih dari 5 orang
dan digunakan untuk trance.

Pertunjukan Kesenian Buncis menggunkan properti angklung, selain angklung


digunakan sebagai alat musik, angklung juga digunakan sebagai properti, dimana
setiap gerakan yang dilakukan pasti angklung tersebut dimainkan. Selain properti
pendukung, sajian dalam pertujukan kesenian Buncis adalah sesaji. Sesaji digunakan
sebagai lantaran dan digunkan untuk persembahan kepada leluhur. Sesaji yang di
sediakan akan dimakan oleh penari yang mengalami trance atau kerasukan. Sesaji
yang digunakan terdiri dari: bunga kantil, kenangan, mawar putih, mawar merah,
melati, pisang raja, pisang ambon, pisang mas, asem merah, gula merah, kopi bubuk,
jeruk nipis, telur ayam kampung, minyak duyung, minyak wangi fambo, gula batu,
gula pasir, teh, kemenyan, rokok merah hijau, rokok 7, rokok LA, rokok gudang
garam merah, kacang goreng, ketupat, gethuk, sambel bawang, nasi kepok, gorengan
sarung kacang, nasi kuning, tempe goreng, nasi kepok putih, rebusan daun kelor, daun
pepaya, ketupat merah, ikan asin, tebu wulung, batang pohon lompong hitam, tunas
pisang raja, daun dadap, daun kelor, daun salam, rumput teki, daun pepaya, kelapa
hijau muda, nasi tumpeng 2, nasi ambeng 1, dan rendaman bunga tabur. Meskipun
para anggota kesenian Buncis Ngudi Utama beragama Islam, tetapi mereka tetap
menganut kepercayaan kejawen sebagai warisan turun-temurun dari nenek moyang
mereka.

2.3. Kondisi Kesenian Buncis Selama Pandemi Covid-19 dan Kesulitan yang Dihadapi
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sarwono selaku ketua paguyuban
Buncis Ngudi Utama dan Bapak Raji Samin selaku pelaku kesenian Buncis,

9
didapatkan hasil bahwa selama pandemi Covid-19 ini, kesenian Buncis di Grumbul
Lampeng, Desa Tanggeran, Kecamatan Somagede ini berhenti secara total karena
kalau diadakan kesenian Buncis pastinya akan mengundang keramaian dan
kerumunan banyak orang sehingga hal tersebut membuat kesenian Buncis tidak
mengadakan pementasan selama hampir satu tahun ini.

Selain itu, banyak kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam rangka


pengembangan kesenian Buncis, seperti sulitnya mencari generasi muda penerus
kesenian Buncis dan kesulitan biaya finansial untuk pengembangan kesenian Buncis.
Para pelaku kesenian Buncis ini mulai berkurang karena faktor usia yang tidak muda
lagi. Pak Sarwono memaparkan bahwa hal tersulit dalam pengembangan seni Buncis
ini adalah mencari generasi penerus, banyak anak muda yang kurang berminat untuk
menjadi pelaku seni Buncis karena berbagai alasan.

Pak Suwarno juga memaparkan sudah beberapa kali mengadakan program


pemberdayaan kesenian Buncis untuk mencari regenerasi pelaku seni Buncis, tetapi
hal tersebut tidak membuahkan hasil karena kurangnya biaya untuk pemberdayaan
jangka panjang agar menarik minat generasi muda. Pak Suwarno bahkan sudah
beberapa kali mengajukan dana untuk kemajuan keberlangsungan kesenian Buncis ke
pemerintah daerah dan pusat, tetapi dana yang didapat sangat terbatas.

Oleh karena masalah tersebut, untuk kemajuan dan pengembangan kesenian


Buncis, pemerintah daerah harus berperan aktif mewadahi dan mendukung
pembiayaan finansial kesenian Buncis agar sampai sepuluh tahun ke depan kesenian
Buncis ini akan tetap ada sebagai warisan budaya tradisional Kabupaten Banyumas
yang unik dan menarik.

10
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesenian buncis termasuk kesenian yang dapat dikatakan unik karena dalam
pementasan kesenian buncis, penari atau pelaku seni harus membagi konsentrasinya
untuk menari sambil memainkan alat musik, durasi dalam sajian pementasan juga
panjang serta pada inti pertunjukan penari mengalami trance atau kerasukan. Iringan
yang dihasilkan, yaitu iringan dari penari itu sendiri yang membawa alat musik berupa
angklung. Pertunjukan kesenian buncis, yaitu penari memegang satu buah angklung
dengan satu notasi berlaras slendro, gerakan penari menggunakan pijakan gerak
Banyumasan. Masing-masing membawa satu buah alat musik yang berisi satu jenis nada
yang berbeda. Enam orang di antaranya memegang alat bernada 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma), 6
(nem) 1 (ji tinggi) dan 2 (ro tinggi). Dua orang yang lain memegang instrumen kendhang
dan gong bumbung. Gendhing yang dibawakan adalah gending Banyumasan yang terdiri
dari: ricik-ricik Banyumasan, caping gunung, sekar gadung, eling-eling Banyumasan,
renggong manis, kulu-kulu, bendrong kulon, ijo-ijo, pepeling, tole-tole, dan lain-lain.

Bentuk pertunjukan pada kesenian Buncis terdiri dari tiga babak, yaitu: awal, inti,
dan akhir. Bentuk pertunjukkan itu sendiri memiliki elemen-elemen pertunjukkan yang
meliputi gerak, pelaku, iringan, tata rias, tata busana, desain lantai, tata cahaya dan tata
suara, tempat pertunjukan, dan properti. Besaran biaya yang dikeluarkan untuk sekali
pentas adalah sekitar Rp1.500.000,-

Sejarah dari kesenian Buncis ini juga berkaitan erat dengan pertunjukkan seni
Buncis, di mana pakaian dan bentuk pertunjukkan tarinya sesuai dengan makhluk jadi-
jadian yang membantu Raden Prayitno untuk mengalahkan Patih Brajanggelap, makhluk
tersebut menari-nari riang diiringi musik dari bambu dan berpakaian rumbai-rumbai
menyerupai rok, serta aksesoris kepala yang terbuat dari bulu seperti pakaian yang
dipakai dalam pertunjukkan kesenian Buncis.

Selama pandemi Covid-19, kesenian Buncis di Desa Tanggeran, Kecamatan


Somagede berhenti total dan tidak mengadakan pertunjukkan selama hampir satu tahun
ini. Selain itu, banyak kesulitan-kesulitan yang terjadi dalan pengembangan kesenian

11
Buncis, seperti mencari generasi muda penerus kesenian Buncis dan sulitnya mencari
biaya untuk pemberdayaan serta pengembangan kesenian Buncis.

3.2. Saran
Bagi pelaku seni dan warga Desa Tanggeran supaya tetap menjaga rasa solidaritas
antara sesama menghargai setiap perbedaan, dan lebih aktif meendukung serta
mempromosikan kesenian Buncis ke sosial media agar masyarakat luar dapat mengerti
adanya kesenian Buncis. Rasa kerja sama, kedisiplinan, tanggung jawab pada saat latihan
atau pementasan alangkah lebih baiknya juga ditingkatkan sehingga dapat menghasilkan
sebuah pertunjukan yang baik dan dapat dijadikan sebagai pendidikan karakter melalui
nilai moral pada kesenian Buncis untuk masyarakat pendukungnya atau penonton.

Bagi pelaku seni supaya meningkatkan semangat dalam berkreasi dan terus
melestarikan warisan budaya bangsa, tetap menjaga dan meningkatkan nilai kebaikan
dalam masyarakat dan meninggalkan nilai keburukan atau sesuatu yang menyalahi aturan
yang ada dalam masyarakat yang telah disepakati secara bersama.

Bagi pemerintah juga hendaknya lebih mendukung setiap kesenian daerah,


khususnya kesenian Buncis di Desa Tanggeran ini dengan memberikan biaya intensif
untuk pemberdayaan regenerasi pelaku seni Buncis, serta lebih aktif mempromosikan
kesenian daerah Banyumas agar tetap lestari sampai ke generasi yang akan datang.

12
DAFTAR PUSTAKA

Elinotes. (2019, Juli 21). Mengenal Buncis Banyumasan. Retrieved from ELINOTES
REVIEW: https://www.elinotes.com/2019/07/mengenal-buncis-banyumasan.html

Indrayati, F. N. (2014). KESENIAN BUNCIS DAERAH BANYUMAS. Jurnal Seminar


Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014, ISBN 978-602-14215-5-0 .

Sabar, S. S., & Wiyoso, J. (2018). NILAI MORAL PADA KESENIAN BUNCIS DI DESA
TANGGERAN KECAMATAN SOMAGEDE KABUPATEN BANYUMAS. Jurnal
Seni Tari JST 7 (2) ISSN : 2503-25852503-2585.

Seni buncis asli Banyumas terancam punah karena tak diminati kaum muda. (n.d.). Retrieved
from PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA BANDUNG:
https://ptrifanfinancindobdg.wixsite.com/ptrifanfinancindobdg/single-
post/2017/03/21/seni-buncis-asli-banyumas-terancam-punah-karena-tak-diminati-
kaum-muda

Warkop, P. (2012, Mei 21). Kesenian "BUNCIS" dari Banyumas. Retrieved from Armada
Pandawa: http://warkoppandawa.blogspot.com/2012/05/kesenian-buncis-dari-
banyumas.html

Wong Banyumas. (2008, September 21). SENI BUNCIS DI BANYUMAS: Ekspresi Estetik
Dalam Kekalutan. Retrieved from Wong Banyumas-KESENIAN - KEBUDAYAAN
- PARIWISATA - KEARIFAN LOKAL BANYUMAS:
https://panginyongan.blogspot.com/2008/09/seni-buncis-di-banyumas.html
LAMPIRAN

Berikut lampiran foto yang diambil dari sumber situs internet:


Berikut adalah lampiran foto dari dokumen kesenian Buncis milik Bapak Sarwono:

Berikut Lampiran foto wawancara dengan Bapak Sarwono dan Bapak Raji Samin:

Anda mungkin juga menyukai