Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SOSIOLOGI ANTROPOLOGI

POLA HIDANGAN MAKANAN SEBAGAI PRODUK BUDAYA

OLEH

NAMA: MARIA MARGARETHA MURA URAN

NIM : PO5303241200054

KELAS : 1A

SEMESTER: II

POLTEKES KEMENKES KUPANG

JURUSAN GIZI

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan berkat-
NYA sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “POLA HIDANGAN
MAKANAN SEBAGAI PRODUK BUDAYA”ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pada mata kuliah sosiologi antropologi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang pola hidangan makanan sebagai roduk budaya Indonesia bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen selaku dosen pada mata kuliah sosioloi
antropologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Kupang , 26 mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata pengantar...................................................................................i

Daftar isi.............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................1

1.1 Latar Belakang........................................................................1


1.2 Tujuan.....................................................................................2
1.3 Manfaat...................................................................................2
1.4 Rumusan masalah....................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................4
2.1 Pengertian dari pola makan......................................................4
2.2 pembentukan pola makan........................................................5
2.3 pola makan sebagai produk budaya.........................................6
2.4 pola budaya terhadap makanan...............................................6
2.5 sistem budaya terhadap makanan............................................7
2.6 masalah budaya dan makanan terhadap gizi............................8
BAB III PENUTUP.....................................................................................9
3.1 kesimpulan................................................................................9
3.2 saran..........................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................10
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masakan Indonesia merupakan pencerminan beragam budaya dan tradisi berasal


darikepulauan Nusantarayang terdiri dari sekitar 6.000 pulau dan memegang tempat
pentingdalam budaya nasional Indonesia secara umum dan hampir seluruh masakan
Indonesia kayadengan bumbu berasal dari rempah-rempah sepertikemiri,cabai,temu
kunci,lengkuas,jahe, kencur, kunyit, kelapadangula arendengan diikuti penggunaan teknik-
teknik memasak menurut bahan dan tradisi-adat yang terdapat pula pengaruh melalui
perdagangan yang berasal seperti dariIndia,Tiongkok,Timur Tengah,danEropa. Pada
dasarnya tidak ada satu bentuk tunggal "masakan Indonesia", tetapi lebih
kepada,keanekaragaman masakan regional yang dipengaruhi secara lokal olehKebudayaan
Indonesiaserta pengaruh asing. Sebagai contoh, berasyang diolah menjadinasi
putih, ketupatataulontong(beras yang dikukus) sebagai makanan pokok bagi mayoritas
penduduk Indonesianamum untuk bagian timur lebih umum dipergunakan juga jagung, sagu,
singkong, dan ubi jalar dan Sagu. Bentuk lanskap penyajiannya umumnya disajikan
di sebagian besar makananIndonesia berupa makanan pokok dengan lauk-pauk berupa
daging, ikan atau sayur disisi piring.Sepanjang sejarahnya, Indonesia telah terlibat dalam
perdagangan dunia berkat lokasidan sumber daya alamnya. Teknik memasak dan bahan
makanan asli Indonesia berkembangdan kemudian dipengaruhi oleh seni kuliner India, Timur
Tengah, China, dan akhirnya Eropa.Para pedagang Spanyol dan Portugis membawa berbagai
bahan makanan dari benua Amerika jauh sebelum Belanda berhasil menguasai Indonesia.
PulauMalukuyang termahsyur sebagai"Kepulauan Rempah-rempah", juga menyumbangkan
tanaman rempah asli Indonesia kepadaseni kuliner dunia. Seni kuliner kawasan bagian
timur Indonesia mirip dengan seni memasak PolinesiadanMelanesia.

Masakan Sumatera, sebagai contoh, seringkali menampilkan pengaruh Timur Tengahdan


India, seperti penggunaan bumbu kari pada hidangan daging dan sayurannya,
sementaramasakan Jawa berkembang dari teknik memasak asli nusantara. Unsur budaya
masakanChina dapat dicermati pada beberapa masakan Indonesia. Masakan seperti
bakmi,bakso,danlumpiatelah terserap dalam seni masakan Indonesia.Beberapa jenis hidangan
asli Indonesia juga kini dapat ditemukan di beberapa negaraAsia. Masakan Indonesia populer
sepertisate,rendang,dansambal juga digemari di Malaysia dan Singapura.Bahan makanan
berbahan dasar dari kedelai seperti variasi tahu dan
tempe, juga sangat populer. Tempe dianggap sebagai penemuan asli Jawa, adaptasi lokal dari
fermentasi kedelai. Jenis lainnya dari makanan fermentasi kedelai adalahoncom,miripdengan
tempe tapi menggunakan jenis jamur yang berbeda, oncom sangat populer diJawaBarat.

Faktor sosial budaya yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan


dalammasyarakat, rumah tanggadan individu menurut Koentjaraningrat meliputi apa
yangdipikirkan, diketahuidan dirasakan menjadi persepsi orang tentang makanan dan
apayang dilakukan,dipraktekkan orang tentang makanan. Kebiasaan makan juga
dipengaruhi olehlingkungan (ekologi, kependudukan,ekonomi) dan ketersediaan
bahan makanan.Menurut Santosa dan Ranti (2004) polamakan merupakan berbagai
informasi yang memberi gambaran mengenai macam danjumlah bahan makananyang
dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan cirikhas untuk suatukelompok
masyarakat tertentu. Dari dua pakar tersebut dapatdikatakan polamakan adalah
cara atau perilaku yang dilakukan oleh seseorang atausekelompok orang dalam
memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsipangansetiap hari, yang
meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi a k a n y a n g
b e r d as ar k an f ak t or – f a kr o t s os i a l , b u d aya d i m an a m er e k a h i du p .

1.2 Tujuan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka adapun tujuan dari penulisan


makalah ini adalah sebagai berikut:
1. untuk mengetahui pengertian dari pola makan.
2. untuk mengetahui pembentukan pola makan.
3. untuk mengetahui pola makan sebagai budaya
4. untuk mengetahui pola budaya terhadap makanan.
5. untuk mengetahui sistem budaya terhadap makanan
6.untuk mengetahui masalah budaya dan makanan terhadap gizi
1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Bagi penulis dapat memiliki dan menambah wawasan serta pengetahuan lebih
mengenai pembentukan pola makan, pola makan sebagai budaya, serta nilai
sosial pangan dan makanan.
2. Bagi Dosen mata kuliah yang bersangkutan makalah ini dapat dijadikan sebagai
bahan atau persyaratan yang akan membantu dalam pemenuhan nilai yang
mesti dicapai oleh mahasiswa. Selain itu dapat membantu dalam mewujudkan
suatu sistem pembelajaran yang berdasarkan KBK.
3. Bagi masyarakat, makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam hal
penulisan makalah .

1.4 Rumusan masalah


Makanan sebagai sumber nutrisi (nutriment), adalah suatu zat yang mampu untuk
memelihara dan menjaga kesehatan organisme yang menelannya. Ini merupakan
pengertian sebagai konsep biokimia, konsep yang biasa dipakai oleh ilmu medis. Segala
bahan makanan yang mampu memberikan zat nutrisi dan mencukupi kebutuhan gizi
manusia, bisa dijadikan sebagai sumber makanan. Namun, tidak demikian halnya dengan
pengertian makanan dalam konteks budaya, makanan bukan hanya dilihat sebagai suatu
produk organik dengan kualitas-kualitas biokimia yang dapat dipakai oleh manusia untuk
mempertahankan hidup semata, makanan erat kaitannya dengan pemilihan zat yang
sesuai dan tidak sesuai bagi tubuh, bahan yang dianggap makanan dan bukan makanan
berkaitan erat dengan dalam kerangka pengetahuan sosial budaya.
Secara fisiologis, makanan adalah hal utama dan penting dalam kehidupan. Secara
Antropologis makanan dilihat dan dinilai dari segi peranan makanan itu, dalam
kebudayaan sebagai kegiatan ekspesif yang memperkuat kembali hubungan-hubungan
sosial, sanksi-sanksi, kepercayaan-kepercayaan dan agama, menentukan banyak pola
ekonomi, dan menguasai sebagian besar dari kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Dari Pola Makan

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan
dengan gambaran informasi meliputi mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah
atau membantu kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009). Pola makan yang baik
mengandung makanan sumber energi, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur,
karena semua zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh serta
perkembangan otak dan produktivitas kerja, serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai
dengan kebutuhan. Dengan pola makan sehari-hari yang seimbang dan aman, berguna untuk
mencapai dan mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal.

Berikut definisi dan pengertian pola makan dari beberapa sumber buku:

Menurut Sulistyoningsih (2011), pola makan adalah karakteristik dari kegiatan yang
berulang kali makan individu atau setiap orang makan dalam memenuhi kebutuhan makanan

 Menurut Siswanti (2007), pola makan yaitu mengkonsumsi makanan yang beragam,
konsumsi makanan yang memenuhi kebutuhan energi, konsumsi karbohidrat setengah
dari kebutuhan energi, konsumsi lemak maksimal seperempat dari kebutuhan energi,
konsumsi makanan yang mengandung zat besi, biasakan sarapan pagi (menjaga
frekuensi makan), hindari minuman beralkohol, konsumsi makanan yang aman dan
membaca label pada makanan yang dikemas.
 Menurut Santoso dan Ranti (2004), pola makan adalah cara yang ditempuh
seseorang atau sekelompok untuk memilih makanan dan mengkonsumsi setiap hari
yang diperoleh melalui suatu pendataan setiap hari yang disebut serve diet.
 Menurut Khumaidi (1994), pola makan adalah cara-cara individu dan kelompok
individu memilih, mengkonsumsi dan menggunakan makanan-makanan yang
tersedia, yang didasarkan kepada faktor-faktor sosial dan budaya dimana
individu hidup.
 Menurut Notoatmodjo (2007), pola adalah respon seseorang terhadap makanan
sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi,
sikap, dan praktik terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya
(zat gizi), pengolahan makanan dan sebagainya.

Komponen dan Dimensi Pola Makan

Menurut Sulistyoningsih (2011), pola makan terdiri dari tiga komponen yaitu; jenis,
frekuensi, dan jumlah makanan.

1. Jenis makan. Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari
terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah yang
dikonsumsi setiap hari. Makanan pokok adalah sumber makanan utama di negara
indonesia yang dikonsumsi setiap orang atau sekelompok masyarakat yang terdiri
dari beras, jagung, sagu, umbi-umbian, dan tepung.
2. Frekuensi makan. Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam
sehari meliputi makan pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan.
3. Jumlah makan. Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan
dalam setiap orang atau setiap individu dalam kelompok.

Menurut Elfhag dan Morey (2008), terdapat tiga dimensi pola makan pada seseorang, yaitu
sebagai berikut:

1. External eating, adalah menanggapi rangsangan yang berhubungan dengan


makanan (dari segi bau, rasa, dan penampilan makanan) tanpa keadaan internal lapar
dan kenyang.
2. Emotional eating, mengacu pada makan dalam hal menanggapi emosi negatif
(seperti rasa takut, cemas, marah, dan sebagainya) dalam rangka menghilangkan
stres sementara mengabaikan sinyal fisiologis internal kelaparan.
3. Restrained eating, merupakan tingkat pembatasan makanan secara sadar atau
kognitif (mencoba untuk menahan diri dari makan dalam rangka untuk
menurunkan atau mempertahankan berat badan tertentu).

Pengaturan Pola Makan Sehat

Menurut Almatsier (2009), terdapat tiga kelompok bahan makanan sehat berdasarkan
fungsinya, yaitu:

1. Sumber energi/tenaga, berfungsi untuk bekerja, belajar dan lainnya. Bahan


makanan sumber zat tenaga adalah padi-padian, tepung-tepungan, sagu, pisang dan
sebagainya.
2. Sumber zat pembangun, berfungsi untuk pertumbuhan dan mengganti jaringan
tubuh yang rusak. Bahan makanan sumber zat pembangun ikan, ayam, telur,
daging, susu, kacang-kacangan dan hasil olahannya, seperti tempe, tahu, dan
oncom.
3. Sumber zat pengatur, berfungsi untuk melindungi tubuh dari penyakit. Bahan
makanan sumber zat pengatur adalah semua jenis sayur-sayuran dan buah-
buahan, yang mengandung berbagai macam vitamin dan mineral.

Sedangkan menurut Irianto (2007), pola makan yang sehat adalah sebagai berikut:

1. Cukup Kuantitas. Maksudnya, banyaknya makanan yang dimakan oleh setiap orang
tergantung pada berat badan, jenis kelamin, usia dan jenis kesibukan orang
tersebut. Contohnya, pelajar olahragawan tentu membutuhkan asupan makanan
yang lebih banyak dibanding pelajar biasa.
2. Proporsional. Jumlah makanan yang dikonsumsi sesuai dengan proporsi
makanan sehat seimbang, yaitu karbohidrat 60%, lemak 25%, protein 15%, dan
cukup kebutuhan vitamin, air dan mineral.
3. Cukup Kualitas. Perlu mempertimbangkan kualitas makanan, seperti
kadar proporsionalnya, rasa dan penampilannya.
4. Sehat dan Higienis. Makanan harus steril atau bebas dari kuman penyakit. Salah
satu upaya untuk mensterilkan makanan tersebut adalah dengan cara mencuci bersih
dan memasak hingga suhu tertentu sebelum dikonsumsi.
5. Makanan segar dan bukan suplemen. Sayur-sayuran dan buah-buahan segar
lebih menyehatkan dibanding makanan pabrik, junk food, ataupun fast food.
6. Cara masak jangan berlebihan. Misalnya, sayur yang direbus terlalu lama dengan
suhu tinggi justru menyebabkan kehilangan vitamin dan mineral pada sayur
tersebut.
7. Teratur dalam penyajian. Penyajian makan tetap teratur setiap hari. Jangan
membiasakan makan kapan ingat karena dapat menyebabkan gangguan
pencernaan, seperti sakit maag atau buang air tidak lancar.
8. Frekuensi lima kali sehari. Misalnya, tiga kali makan utama (pagi, siang, dan
malam) dan dua kali makan selingan. Ingat, makanan yang dikonsumsi tersebut tetap
disesuaikan dengan kapasitas lambung.
9. Minum enam gelas air sehari. Tubuh memerlukan 2.550 liter air per hari.
Kebutuhan air tersebut didapat dari makanan sebanyak 100 ml, sisa metabolisme
sebanyak 350 ml dan yang berasal dari air minum sebanyak 1.200 liter (6 gelas).
Untuk itu, dianjurkan meminum air sebanyak gelas air setara dengan 1.200 liter.

Faktor yang Mempengaruhi Pola Makan

Menurut Dirjen Binkesmas Depkes RI (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi pola


makan adalah sebagai berikut:

a. Budaya

Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi. Demikian


pula letak geografis mempengaruhi makanan yang diinginkannya. Sebagai contoh,
nasi untuk orang-orang Asia dan Orientalis, pasta untuk orang-orang Italia, curry
(kari) untuk orang-orang India merupakan makanan pokok. Makanan laut banyak
disukai oleh masyarakat sepanjang pesisir Amerika Utara. Sedangkan penduduk
Amerika bagian Selatan lebih menyukai makanan goreng-gorengan.

b. Agama/Kepercayaan

Agama/kepercayaan juga mempengaruhi jenis makanan yang dikonsumsi.


Sebagai contoh, agama Islam dan Yahudi Orthodoks mengharamkan daging babi.
Agama Roma Katolik melarang makan daging setiap hari, dan beberapa aliran
agama (Protestan) seperti Adven melarang pemeluknya mengkonsumsi teh, kopi
atau alkohol.

c. Status Sosial Ekonomi

Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut dipengaruhi oleh
status sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, orang kelas menengah ke bawah atau
orang miskin di desa tidak sanggup membeli makanan jadi, daging, buah dan
sayuran yang mahal. Pendapatan akan membatasi seseorang untuk mengkonsumsi
makanan yang mahal harganya.
d. Personal Preference

Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh terhadap kebiasaan
makan seseorang. Orang seringkali memulai kebiasaan makannya sejak dari
masa kanak-kanak hingga dewasa. Misalnya, ayah tidak suka makan kai, begitu
pula dengan anak laki-lakinya. Ibu tidak suka makanan kerang, begitu pula anak
perempuannya. Perasaan suka dan tidak suka seseorang terhadap makanan
tergantung asosiasinya terhadap makanan tersebut.

e. Rasa Lapar, Nafsu Makan, dan Rasa Kenyang

Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang kurang menyenangkan karena


berhubungan dengan kekurangan makanan. Sebaliknya, nafsu makan merupakan
sensasi yang menyenangkan berupa keinginan seseorang untuk makan. Sedangkan
rasa kenyang merupakan perasaan puas karena telah memenuhi keinginannya
untuk makan. Pusat pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar, nafsu makan
dan rasa kenyang dilakukan oleh sistem saraf pusat, yaitu hipotalamus.

f. Kesehatan

Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan. Sariawan


atau gigi yang sakit seringkali membuat individu memilih makanan yang lembut.
Tidak jarang orang yang kesulitan menelan, memilih menahan lapar dari pada
makan

2.2 Pembentukan Pola Makan

Kebiasaan pola makan dipengaruhi oleh variable lingkungan dimana


masyarakat itu hidup:
I. Zona lingkungan terbagi atas:
 wilayah pedesaan (dengan ciri pegunungan dan persawahan).
 wilayah pesisir dan pantai.
 wilayah urban/perbatasan kota desa.
 wilayah perkotaan
II. Lingkungan cultural:
 sosial : kondisi pertanian/perternakan, sistem produksi pangan,
pemasaran dan distribusi pangan, daya beli, pola menu.
 fisik : wilayah pemukiman, peralatan produksi pangan.

III. Populasi penduduk


 komposisi : kelahiran, kematian, migrasi, pertumbuhan, usia, jenis
kelamin.
Frekuensi makan yang dialami oleh masing-masing orang dapat berbeda-
beda tiap waktunya. Pada suatu saat, mungkin sempat melihat ada seorang istri
dalam mobilnya duduk di samping kiri suaminyayang sedang memegang setir
mobil menyuapi suami untuk makan pagi. Dalam suatu waktu tertentu,
mungkin sempat melihat anak kecil yang mau berangkat sekolah disuapi makan
dalam kendaraan sepanjang jalan menuju lokasi sekolah.
Tingginya jam kerja atau padatnya aktivitas menyebabkan orang harus
mengubah jam makan. Hal yang menarik, budaya pada suatu daerah tertentu dapat
pula muncul diversifikasi makanan sesuai dengan waktunya. Di kalangan
masyarakat muncul pemahaman ada yang biasa dikonsumsi pada pagi, siang, dan
malam hari. Ketika makan pun, ditemukan ada makanan pembuka, pokok, dan
penutup. Berawal dari budaya kelompok tertentu, pada saat ini sudah mulai
muncul etika makan yang dijadikan alat kontrol untuk mengukur budaya
seseorang dalam makan. Contohnya, ketika makan tidak boleh berbicara, jangan
duduk membungkuk atau bersandar malas.
Adanya kebiasaan atau pola makan yang berkembang pada setiap daerah
dan dalam diri masing-masing tiap individu, maka terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi terbentuknya pola makan tersebut, yakni sebagai berikut:
1. Faktor ekonomi
Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi kosumsi
pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya akan pendapatan
akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas
yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan
menurunnya daya beli pangan baik secara kulaitas maupun kuantitas.
2. Faktor sosio budaya
Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar
untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan
dikosumsi. Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan
memenuhi kebutuhan dasar biologinya, termasuk kebutuhan terhadap pangan.
3. Agama
Pantangan yang didasari agama, khususnya Islam disebut haram dan
individu yang melanggar hukumnya berdosa. Konsep halal dan haram sangat
mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikosumsi.
4. Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, yaitu
kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan inderanya yang berbeda
dengan kepercayaan tahayul serta penerangan-penerangan yang keliru. Hal ini akan
berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan
gizi. Rendahnya pengetahuan gizi dapat menyebabkan timbulnya masalah gizi
dengan berbagai manifestasinya dalam masyarakat.
5. Lingkungan
Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku
makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah,
serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak. Kebiasaan makan
dalam keluarga.
6. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup telah membuktikan dapat mempengaruhi pola makan
dan kesehatan. Gaya hidup modern yang dicirikan dengan gaya serba cepat, serba
instan, efisien dan sangat ketat dalam mengatur waktu ikut mempengaruhi pola
makan dan jenis makanan yang dikonsumsi.
7. Ketersediaan Pangan
Penyediaan pangan merupakan kegiatan pertama menuju kearah
konsumsi pangan. Tidak mungkin kita mengkonsumsi makanan yang tidak
terseedia.
8. Jumlah Anggota Keluarga
Dalam masyarakat terdapat variasi jumlah anggota keluarga. Dengan
perbedaan jumlah anggota keluarga tetapi dengan jumlah makanan yang sama
akan sangat mempengaruhi pola konsumsi seseorang.
2.3 Pola Makan Sebagai Produk Budaya
Budaya merupakan hasil pengungkapan diri manusia ke dalam materi sejauh
diterima dan dimiliki oleh suatu masyarakat dan menjadi warisannya (Veeger,
1992). Berbicara tentang konsep makanan, maka makanan dapat berasal dari laut,
tanaman yang tumbuh di pertanian, yang dijual di pasar tradisional maupun
supermarket. Makanan tidaklah semata-mata sebagai produk organik hidup
dengan kualitas biokimia, tetapi makanan dapat dilihat sebagai gejala budaya.
Gejala budaya terhadap makanan dibentuk karena berbagai pandangan
hidup masyarakatnya. Suatu kelompok masyarakat melalui pemuka ataupun
10 mitos-mitos (yang beredar di masyarakat) akan mengijinkan warganya memakan
makanan yang boleh disantap dan makanan yang tidak boleh disantap. “Ijin”
tersebut menjadi semacam pengesahan atau legitimasi yang muncul dalam
berbagai peraturan yang sifatnya normatif. Masyarakat akan patuh terhadap hal
itu. Munculnya pandangan tentang makanan yang boleh dan tidak boleh
disantap menimbulkan kategori “bukan makanan” bagi makanan yang tidak boleh
disantap. Hal itu juga memunculkan pandangan yang membedakan antara
nutrimen (nutriment) dengan makanan (food). Nutrimen adalah konsep biokimia
yaitu zat yang mampu untuk memelihara dan menjaga kesehatan organisme yang
memakannya. Sedang makanan (food) adalah konsep budaya, suatu pernyataan
yang berada pada masyarakat tentang makanan yang dianggap boleh dimakan dan
yang dianggap tidak boleh dimakan dan itu bukan sebagai makanan .
2.4 Pola Budaya Terhadap Makanan

Kebudayaan adalah seluruh sistim gagasan dan ras, tindakan serta karya yang
dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan
belajar (Koentjaraningrat,1990). Selanjutnya dikatakan juga bahwa wujud dari budaya
atau kebudayaan dapat berupa benda-benda fisik, sistim tingkah laku dan tindakan yang
terpola/sistim sosial, sistim gagasan atau adat-istiadat serta kepribadian atau nilai-nilai
budaya. Berdasarkan atas batasan demikian maka dapat dikatakan bahwa makanan atau
kebiasaan makan merupakan suatu produk budaya yang berhubungan dengan sistim
tingkah laku dan tindakan yang terpola (sistim sosial) dari suatu komonitas masyarakat
tertentu. Sedangkan makanan yang merupakan produk pangan sangat tergantung dari
faktor pertanian di daerah tersebut dan merupakan produk dari budaya juga. Dengan
demikian pengaruh budaya terhadap pangan atau 27 makanan sangat tergantung kepada
sistim sosial kemasyarakatan dan merupakan hak asasi yang paling dasar, maka
pangan/makanan harus berada di dalam kendali kebudayaan itu sendiri. Beberapa
pengaruh budaya terhadap pangan/makanan adalah adanya bermacam jenis menu
makanan dari setiap komunitas etnis masyarakat dalam mengolah suatu jenis hidangan
makanan karena perbedaan bahan dasar/adonan dalam proses pembuatan, contoh: orang
Jawa ada jenis menu makanan berasal dari kedele, orang Timor jenis menu makanan
lebih banyak berasal dari jagung dan orang Ambon jenis menu makanan berasal dari
sagu. Adanya perbedaan pola makan/konsumsi/makanan pokok dari setiap suku/etnis,
Contoh: orang Timor pola makan lebih kepada jagung, orang Jawa pola makan lebih
kepada beras. Adanya perbedaan cita rasa, aroma, warna dan bentuk fisik makanan dari
setiap suku-etnis; Contoh: makanan orang Padang cita rasanya pedis, orang Jawa
makananya manis dan orang Timor makanannya selalu yang asin. Adanya bermacam
jenis nama dari makanan tersebut atau makanan khas berbeda untuk setiap daerah,
Contoh: Soto Makasar berasal dari daerah Makassar Sulawesi Selatan, Jagung ”Bose”
dari daerah Timor-Nusa Tenggara Timur (Lubis, 2002).

2.5 Sistim Budaya Terhadap Makanan

Berbagai sistim budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda-beda terhadap
makanan, misalnya bahan-bahan makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat dapat
dianggap tabu atau bersifat pantangan untuk dikonsumsi karena alasasan sakral tertentu
atau sistim budaya yang terkait di dalamnya. Disamping itu ada jenis makanan tertentu
yang di nilai dari segi ekonomi maupun sosial sangat tinggi eksistensinya tetapi karena
mempunyai peranan yang penting dalam hidangan makanan pada sesuatu perayaan yang
berkaitan dengan kepercayaan masyarakat tertentu maka hidangan makanan itu tidak
diperbolehkan untuk dikonsumsinya bagi golongan masyarakat tersebut. Anggapan lain
yang muncul dari sistim budaya seperti dalam mengkonsumsi hidangan makanan didalam
keluarga, biasanya sang ayah sebagai kepala keluarga akan diprioritaskan mengkonsumsi
lebih banyak dan pada bagian-bagian makanan yang mengandung nilai cita rasa tinggi.
Sedangkan anggota keluarga lainnya seperti sang ibu dan anak-anak mengkonsumsi pada
bagian-bagian hidangan makanan yang secara cita-rasa maupun fisiknya rendah. Sebagai
contoh pada sistim budaya masyarakat di Timor yaitu apabila dihidangkan makanan
daging ayam, maka sang ayah akan mendapat bagian paha atau dada sedangkan sang ibu
dan anak-anak akan mendapat bagian sayap atau lainnya. Hal ini menurut (Suhardjo,
1996) dapat menimbulkan distribusi konsumsi pangan yang tidak baik atau
maldistribution diantara keluarga apalagi pengetahuan gizi belum dipahami oleh keluarga.
Kasus lain yang berhubungan dengan sistim budaya adalah sering terjadi juga pada
masyarakat di perkotaan yang mempunyai gaya hidup budaya dengan tingkat kesibukan
yang tinggi karena alasan pekerjaan. Contohnya; pada ibu-ibu di daerah perkotaan yang
kurang dan tidak sering menyusui bayinya dengan Air Susu Ibu (ASI) setelah melahirkan
tetapi hanya diberikan formula susu bayi instant. Padahal kita tahu bahwa ASI sangat
penting untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik bayi. Selanjutnya gaya hidup mereka
yang berasal dari golongan ekonomi atas 28 (masyarakat elite kota), dalam hal makanan
sering mengkonsumsi makanan yang berasal dari produk luar negeri atau makanan instant
lainnya karena soal “gengsi” . Sedangkan makanan lokal kita hanya dikonsumsi oleh
mereka yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah karena ada anggapan
bahwa makanan dari luar negeri kaya akan nilai gizi protein dan makanan instant lebih
praktis untuk dikonsumsi sedangkan makanan lokal kita nilai gizinya lebih kepada
karbohidrat. Sehubungan dengan soal gengsi maka ada kebiasaan masyarakat di Timor
jika ada kunjungan tamu ke rumahnya maka tamu tersebut selalu di hidangkan dengan
makanan yang berasal dari beras walaupun kesehariannya mereka selalu mengkonsumsi
jagung, ubi kayu/singkong dan makanan lokal lainnya sehingga beras atau nasi telah
dianggap sebagai suatu citra bahan makanan yang mempunyai nilai “prestise” yang tinggi.
Citra beras/nasi dibangun sebegitu kuatnya oleh masyarakat di Timor sehingga kondisi ini
telah mempengaruhi sendi-sendi sosial budaya sedangkan pandangan mereka terhadap
pangan di luar beras di tempatkan sebagai simbol lapisan masyarakat paling rendah.

2.6 Masalah Budaya Dan Makanan Terhadap Gizi

Mencermati akan adanya budaya, kebiasaan dan sistim sosial masyarakat terhadap
makanan seperti pola makan, tabu atau pantangan, gaya hidup, gengsi dalam
mengkonsumsi jenis bahan makanan tertentu, ataupun prestise dari bahan makanan
tersebut yang sering terjadi di kalangan masyarakat apabila keadaan tersebut berlangsung
lama dan mereka juga belum memahami secara baik tentang pentingnya faktor gizi dalam
mengkonsumsi makanan maka tidak mungkin dapat berakibat timbulnya masalah gizi atau
gizi salah (Malnutrition). Lebih lanjut dijelaskan oleh Suhardjo, 1996 bahwa jika kalangan
masyarakat yang terkena dampak dari sistim sosial atau budaya makan itu berasal dari
golongan individu-individu yang termasuk rawan gizi seperti ibu hamil, ibu menyusui,
bayi dan anak-anak balita serta orang lanjut usia maka kondisi ini akan lebih rentan
terhadap timbulnya masalah gizi kurang. Gizi salah (Malnutrition) dapat didefenisikan
sebagai keadaan sakit atau penyakit yang disebabkan oleh kekurangan relative atau
mutlak dan kelebihan satu atau lebih zat-zat makanan esensial yang berguna dalam tubuh
manusia. Menurut bentuknya, gizi salah diklasifikasikan oleh (Supariasa et al., 2002)
sebagai berikut : 25 1. Gizi kurang (undernutrition), kondisi ini sebagai akibat dari
konsumsi makanan yang tidak memadai jumlahnya pada kurun waktu cukup lama.
Contoh
: Kekurangan Energi Protein (KEP) dapat menyebabkan penyakit marasmus dan
kwashiorkor. 2. Gizi lebih (Overnutrition), keadaan ini diakibatkan oleh konsumsi
makanan yang berlebihan untuk jangka waktu yang cukup lama sebagai contoh
kegemukan 3. Kurang Gizi spesifik (Specific Deficiency): keadaan ini disebabkan oleh
kekurangan relative atau mutlak pada zat-zat makanan tertentu. Contohnya : kekurangan
vitamin A yang dapat menyebabkan penyakit xeropthalmia dan Gangguan Akibat
Kekurangan Iodium (GAKI) yang dapat menyebabkan penyakit gondok; 4. Gizi tak
seimbang (inbalance): Kondisi yang merupakan akibat dari tidak seimbangnya jumlah
antara zat-zat makanan esensial, dengan atau tanpa kekurangan zat makanan tertentu.
Contoh; gangguan keseimbangan tubuh,sering loyo dll.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dari makalah ini, maka dapat disimpulkan


bahwa pengertian dari pola makan adalah cara atau perilaku yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan
dalam konsumsi pangan setiap hari, yang meliputi jenis makanan, jumlah
makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya
dimana mereka hidup. Kemudian pola makan berkaitan erat dengan budaya, oleh
karena itu pola makan merupakan produk budaya, dimana pembentukan pola
makan, frekuensi serta hidangan bergantung pada faktor-faktor yang
mempengaruhi pola makan tersebut. Adapun beberapa nilai sosial pangan dan
makanan antara lain seperti gastronomic, alat identitas budaya, agama dan
kepercayaan, alat komunikasi, ekspresi status sosial ekonomi, dan simbol
kekuasaan/kekuatan.

3.2 Saran

Saya sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat
jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya.Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.poltekkeskdi.ac.id/1371/1/BUKU%20SOSIOLOGI%20DAN%20

ANTROPOLOGI%20GIZI.pdf. https://pdfslide.tips/documents/pembentukan-pola-makan-
sosantro.html https://www.kajianpustaka.com/2019/06/pengertian-komponen-dan-pengaturan-
pola-makan.html Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan. Jakarta: Direktorat Gizi
Masyarakat.Sulistyoningsih. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta:
Graha Ilmu.Siswanti. 2007. Skripsi: Hubungan Body Image dengan Perilaku Makan,
Perilaku Sehat, Status Gizi dan Kesehatan Mahasiswa. Bogor: IPB.Santoso, S. dan
Ranti L.A. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.Khumaidi. 1994. Gizi
Masyarakat. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Anda mungkin juga menyukai