2 4
Soepomo Poedjasoedarmo, 2001, Filsafat Bahasa, Surakarta: Kaelan, 2002, Filsafat Bahasa: Masalah Realitas Bahasa, Logika
Muhammadiyah University Press, halaman 1-2. Bahasa Hermeneutika dan Postmodernisme, Yogyakarta:
3
H. Hilman Hadikusuma, 2013, Bahasa Hukum Indonesia, Paradigma, halaman 1.
5
Bandung: PT. Alumni, halaman 3. Ibid, halaman 2.
bidang logika yang merupakan salah satu cabang diri dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
dalam filsafat. Pada abad pertengahan muncul Fungsi bahasa dalam kehidupan manusia adalah a.
tujuh sistem utama yaitu ‗trivium‘ yang meliputi untuk menyatakan ekspresi diri, b. alat
gramatika, dialektika (logika), dan retorika; serta komunikasi, c. alat untuk mengadakan kontrol
‗quadrivium‘ yang mencakup aritmetika, sosial, dan d. alat untuk mengadakan integrasi
geometrika, astronomi, dan musik. dan adaptasi sosial.
Filsafat bahasa dapat dikelompokkan dalam Hubungan bahasa dengan filsafat dimulai sejak
dua pengertian, yaitu: (1) perhatian filsuf adanya kesadaran dari para filsuf, bahwa berbagai
terhadap bahasa dalam menganalisis, macam problema bahasa dapat dijelaskan melalui
memecahkan dan menjelaskan problema- analisis bahasa. Pemecahan problema filsafat
problema dan konsep-konsep filosofis; dan (2) dengan menggunakan metode analisis bahasa, di
perhatian filsuf terhadap bahasa sebagai objek antaranya menyangkut pertanyaan tentang
materia yaitu membahas dan mencari hakikat keadilan, kebaikan, kebenaran, kewajiban, hakikat
bahasa yang pada gilirannya menjadi paradigma ada, dan pertanyaan fundamental lainnya.
bagi perkembangan aliran-aliran dan teori-teori Ahli filsafat sependapat bahwa hubungan
linguistik. bahasa dengan filsafat terletak pada tugas utama
Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan filsafat untuk menganalisis konsep-konsep yang
ilmu pengetahuan, yang dalam bidang filsafat diungkapkan melalui bahasa. Analisis bahasa
termasuk ilmu filsafat bahasa. Bahasa memegang berkaitan dengan makna bahasa yang digunakan
peranan penting dalam perkembangan ilmu untuk mengungkapkan konsep-konsep dalam
pengetahuan, karena dengan bahasa berbagai hal filsafat. Hubungan yang sangat erat antara bahasa
tentang keilmuan disampaikan kepada umat dengan filsafat telah berlangsung sejak zaman Pra
manusia. Sokrates, namun dalam perjalanan sejarah
aksentuasi perhatian filsuf berbeda-beda dan
2) Hubungan Filsafat dengan Bahasa tergantung pada perhatian dan permasalahan
Bahasa adalah alat komunikasi yang penting filsafat yang dikembangkannya.8
dalam kehidupan manusia, karena dengan bahasa Tradisi analitika bahasa berkembang ketika
dapat disampaikan pesan, maksud, dan tujuan Socrates berdialog dengan kaum Sofis untuk
penutur kepada lawan bicara. Bakhtiar 6 mengatasi kekacauan dan kesesatan pikir pada
mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat saat itu, dengan menggunakan metode analitika
komunikasi verbal yang digunakan dalam proses bahasa yang dikenal dengan metode dialektis-kritis.
berpikir ilmiah yang merupakan alat berpikir dan Kaelan 9 mengemukakan perbedaan dengan
alat komunikasi untuk menyampaikan jalan cabang filsafat lainnya, yaitu filsafat bahasa
pikiran yang berlandaskan logika induktif maupun termasuk bidang yang kompleks dan sulit
deduktif kepada orang lain. Apabila tidak ada ditentukan lingkup pengertiannya. Walaupun,
bahasa maka proses komunikasi dan interaksi bidang filsafat bahasa baru dikenal dan
dalam kehidupan masyarakat tidak akan berjalan berkembang pada abad XX, namun berdasarkan
dengan baik. Keraf 7 mengemukakan bahwa fakta sejarah hubungannya telah berlangsung
melalui bahasa maka kebudayaan suatu bangsa sejak zaman Yunani. Ajaran-ajaran dalam filsafat
dapat dibentuk, dibina dan dikembangkan serta disampaikan dengan menggunakan metode
dapat diturunkan kepada generasi-generasi analitika bahasa. Hubungan tersebut
berikutnya. Komunikasi melalui bahasa menunjukkan fungsi bahasa sebagai alat
memungkinkan tiap orang untuk menyesuaikan komunikasi untuk menyampaikan pesan dalam
filsafat.
6
Amsal Bakhtiar, 2012, Filsafat Ilmu, Jakarta: RajaGrafindo
Persada, halaman 183.
7 8
Gorys Keraf, 1993, Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia, Loc-it, halaman 1.
9
Jakarta: Grasindo, halaman 1. Devitt, 1997; dalam Kaelan, 2002, halaman 5-7.
3) Bahasa sebagai Sumber Perhatian Filsafat dilakukan oleh para filosof sejak zaman Pra
Beberapa pendapat dan pemikiran para ahli Socrates menunjukkan perbedaan pandangan
filsafat tentang bahasa menunjukkan bahwa para filosof pada abad pertengahan zaman
bahasa memiliki tempat dan perhatian khusus Yunani. Hal itu berlangsung sampai zaman
dalam filsafat ilmu. Hal tersebut ditunjukkan oleh modern dan diikuti para filsuf abad XX yang
lahirnya pemikiran dan teori dari para ahli filsafat semakin menyadari bahwa kekaburan, kelemahan
sejak zaman Yunani. dan ketidakjelasan konsep-konsep filosofis dapat
Berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai alat dijelaskan melalui analisis bahasa.
komunikasi, sejak zaman dahulu manusia sudah Kekhususan manusia dalam mengagungkan
menyadari bahwa tanpa bahasa maka proses Sang Maha Kuasa pada abad pertengahan juga
kehidupan manusia tidak akan berjalan secara diungkapkannya melalui ungkapan dengan bahasa.
seimbang. Bahasa diperlukan untuk memahami Kaum Patristik dan Skolastik mengemukakan
sesama, sehingga tercipta harmonisasi kehidupan pemikirannya tentang teologi yang berupaya
dalam masyarakat. Tatkala manusia untuk mendiskripsikan secara ontologi dengan
pertama kali mulai menyadari bahwa menggunakan ungkapan-ungkapan bahasa.
kepercayaannya melalui mitos primitifnya itu sia- Thomas Aquinas11 mengangkat teologi ke tingkat
sia, bahwa alam tidak bisa dibujuk bukan karena ilmiah filosofis, sehingga mampu menjembatani
enggan memenuhi permintaan manusia, antara realitas Tuhan yang bersifat adikodrati
melainkan karena tidak mampu memahami dengan realitas makhluk yang bersifat terbatas.
bahasa manusia dan kesadaran itu tentunya Bersamaan dengan itu, paham Postmodernisme
menimbulkan goncangan jiwa. Peristiwa ini yang mengakar ke berbagai bidang kehidupan
mengharuskan manusia menghadapi masalah baru manusia juga menggunakan media bahasa sebagai
yang merupakan titik balik dengan krisis dalam dasar pijaknya terutama konsep dekonstruksi
hidup intelektual maupun hidup moralnya. Sejak yang dikemukakan oleh para filsuf..
itu manusia menemukan dirinya dicekam
kesendirian dirinya yang mendalam, rentan
terhadap kesepian yang mendalam yang II. METODE PENELITIAN
membawa manusia untuk merenungkan dunia
Metode penelitian dalam kajian ini diuraikan
sekitarnya. Kaelan 10 mengemukakan dalam
sebagai berikut:
pengertian ini sejarah menunjukkan bahwa
A. Paradigma Penelitian
manusia mulai menyadari dengan melihat
Kajian ini berusaha mengemukakan
hubungan bahasa dengan realitas dari sudut yang
perbandingan antara sistem kepolisian Indonesia
berbeda.
dan Amerika Serikat berdasarkan paradigma
Sejarah filsafat Yunani menunjukkan
positivisme. Hal tersebut berdasarkan keyakinan
kedekatan dengan bahasa sebagai alat untuk
yang berpijak pada paham ontologi realisme yang
mengungkapkan refleksi filosofis. Telaah bahasa
menyatakan bahwa realitas kehidupan berjalan
dimulai pada zaman Socrates dan menjadi pusat
sesuai dengan hukum alam. Realitas kehidupan
perhatian filsafat ketika retorika menjadi sarana
menurut merupakan fakta sosial yang mencakup
utama dalam dialog ilmiah dengan kaum Sofis
bahasa, sistem hukum, sistem politik, pendidikan,
karena memanfaatkan analisis bahasa. Ahli filsafat
dan lain-lain 12 . Kebenaran dalam paradigma
lain yang memberi perhatian besar terhadap
positivisme diperoleh secara langsung dari objek
bahasa adalah Plato dan Aristoteles, yang
untuk menjaga objektivitas yaitu menggambarkan
menempatkan hakikat bahasa sebagai topik
keadaan yang sebenarnya13.
perhatian utama.
Diskursus melalui bahasa dan tentang bahasa
dalam menyibak hakikat realitas yang telah 11
Dalam Kaelan, 2002, halaman 78.
12
Salim, 2006, hal. 29.
10 13
Op-cit, halaman 24. Ibid, hal. 69.
teks dalam tradisi filsafat analitika bahasa, manusia. 17 Perkembangan filsafat bahasa ke arah
terutama yang berkaitan dengan realitas hukum hermeneutika tersebut memiliki kontribusi yang
dalam kehidupan masyarakat. sangat besar terhadap perkembangan metode
penelitian kualitatif terutama dengan metode
Interpretasi terhadap realitas hukum sebagai
hermeneutika hukum. Palmquis18 mengemukakan
teks mendorong para filsuf Jerman dan Prancis
bahwa hermeneutika adalah cara pemahaman
untuk mengembangkan pemikiran filsafat yang
dengan menggabungkan sintesis dan analisis:
didasarkan pada teks bahasa dengan metode
sintesis adalah proses penggabungan bagian-
hermeneutika. Objek hermeneutika didasarkan
bagiannya menjadi satu keutuhan, sedangkan
pada pemikiran filsafat untuk memecahkan
analisis adalah proses timbal-balik pembagian satu
problema-problema dan membahas konsep-
keutuhan menjadi bagian-bagiannya.
konsep filsafat melalui analisis bahasa, antara lain
dilakukan oleh Ryle, Austin maupun Strawson. Pandangan filosofis tentang hakikat bahasa
Para filsuf hermeneutika berupaya memahami merupakan dasar ontologis perkembangan ilmu
realitas kehidupan manusia dengan memahami bahasa modern, yang menggunakan metode
hakikat bahasa, yang digunakan sebagai cara sebagai sistem kebenaran dalam ilmu bahasa
untuk memahami kenyataan dan cara kenyataan tersebut. Dasar filosofis bahasa menentukan
menampilkan diri pada manusia. Fungsi esensial dasar-dasar aksiologis ilmu bahasa yaitu
bahasa terletak pada fungsi transformatif, yaitu keterkaitan ilmu bahasa dengan nilai dalam
melalui bahasa manusia mentransformasikan kehidupan manusia, antara lain berkaitan dengan
dunia dan melalui bahasa pula dunia bidang hukum.
mentransformasikan manusia.
Filsafat bahasa dan teks hukum saling
Para filsuf hermeneutika melihat fungsi berkaitan sebagai dua bidang yang tidak berdiri
esensial bahasa dalam kehidupan manusia sebagai sendiri-sendiri. Perkembangan filsafat bahasa
upaya pemahaman terhadap struktur dan makna, dalam kaitannya dengan teks hukum dalam
serta penggunaannya dalam realitas kehidupan realisasinya memiliki implikasi dengan
manusia yang menunjukkan fungsi bahasa sebagai perkembangan filsafat bahasa pada abad XX, yang
sarana komunikasi. Perspektif hermeneutika ditunjukkan oleh reaksi terhadap problema-
mengemukakan bahwa bahasa yang disebut die problema filsafat terutama persoalan hukum yang
sprachlichkeit dilihat sebagai pusat gravitasi. dapat diselesaikan melalui suatu metode analisis
Gadamer 16 menyatakan bahwa ada yang bisa bahasa hukum, antara lain dikenal di Inggris
dimengerti adalah bahasa, seperti dalam dengan istilah filsafat analitik.
ungkapan Yunani bahwa manusia dipandang
Pengertian analisis bahasa hukum menurut
sebagai ―zoon logon echon‖, yang mengandung
pandangan filosofis ilmu bahasa memiliki tujuan
pengertian bahwa manusia adalah makhluk yang
yang berbeda secara epistemologis. Interpretasi
berbicara, makhluk yang memiliki ‗logos‘, dan
terhadap teks hukum sebagai objek materi dalam
manusia adalah makhluk yang bercerita.
ilmu hukum digunakan untuk mendapatkan suatu
Bahasa bukan sekedar medium atau sarana kebenaran tentang realitas dunia sebagaimana
berpikir belaka, dan bukan pula sekedar dilakukan oleh kalangan filsuf analitik. Hal
‗representasi‘ kenyataan. Akan tetapi, secara tersebut dilakukan untuk mendapatkan suatu
hakiki bahasa adalah manifestasi totalitas pikiran kebenaran yang hakiki dalam ilmu hukum.
manusia, karena tidak ada cara lain untuk
berpikir tentang hakikat kenyataan selain melalui
bahasa yang merupakan ungkapan kebudayaan
17
Lihat Rortry, dalam Kaelan 2002.
16 18
Jazim Hamidi, 2011, Hermeneutika Hukum: Sejarah Filsafat & Stephen Palmquis, 2007, Pohon Filsafat The Tree of
Metode Tafsir, Malang: Philosophy, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Universitas Brawijaya Press (UB Press), halaman 95. halaman 228.
B. Kedudukan dan Fungsi Makna Simbolik dalam bahasa hukum. Lieber 23 mengemukakan
Bahasa Hukum dalam Ranah Filsafat bahwa interpretasi adalah upaya menemukan dan
Hermeneutika menyajikan makna yang sebenarnya dari tanda-
tanda yang digunakan untuk menyampaikan ide-
Bahasa hukum sebagai ilmu (science)
ide, yaitu makna yang dikehendaki untuk
merupakan bagian dari ilmu hukum yang memiliki
diekspresikan oleh pengguna tanda tersebut.
objek, metode dan tujuan tertentu pada landasan
Teks-teks di bidang hukum dapat diinterpretasi
ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
dengan metode fenomenologi atau penafsiran
Landasan ontologis terletak pada objek yang
teks yang diterapkan dalam Dekonstruksi
dikaji yaitu bahasa hukum. Landasan
Derrida yang dimuat pada buku berjudul La
epistemologis merupakan cara-cara atau metode
Dissemination. Proses dekonstruksi
yang dipakai untuk memperoleh dan mengkaji
(deconstruction)24 dilakukan dengan mengomentari
bahasa hukum sehingga memiliki makna.
teks, menciptakan teks baru, dan menyusun teks
Aksiologis menelaah tujuan kajian bahasa hukum,
sendiri dengan membongkar teks lain untuk
manfaat dan fungsinya bagi masyarakat.
menambah yang dianggap kurang dan tidak
Pemahaman terhadap teks hukum menurut terdapat dalam teks. Derrida 25 mengemukakan
Palmer 19 dikategorikan ke dalam definisi bahwa sebuah teks bukan merupakan teks
hermeneutika sebagai sistem interpretasi yang apabila tidak mengandung aturan komposisi dan
menjadi bagian dari filsafat modern dengan fokus permainannya, karena teks harus kelihatan sulit
pada analisis bahasa untuk mencapai pengertian dimengerti namun selalu dapat dipecahkan oleh
yang terkait dengan teks simbolik yang memiliki akal manusia. Oleh karena itu, hukum dan
multimakna (multiple meaning) 20 melalui proses aturan-aturannya tidak boleh berada dalam suatu
mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan rahasia yang sulit dipecahkan oleh manusia.
menjadi mengerti terhadap suatu teks 21 . Menurut Susanto 26 ranah kajian hermeneutika
Sumaryono 22 mengemukakan bahwa interpretasi Dekonstruksi Derrida adalah sebagai berikut:
terhadap hukum selalu berhubungan dengan isi
yang tersurat dan tersirat berkaitan dengan 1. Hermeneutika Teoritis (Hermeneutical
ketepatan pemahaman dan ketepatan penjabaran Theory)
yang relevan dan dibutuhkan untuk menerangkan Hermeneutika teoritis merupakan metode
teks hukum. penafsiran teks sebagai proses reproduksi makna
seperti yang diinginkan pengarang teks atau
Interpretasi dilakukan setelah ada pemahaman
peristiwa sejarah yang dulu melingkupi
dan pengertian terhadap makna yang terkandung
pengarang. Pemahaman tentang interpretasi yang
19
digunakan dalam hermeneutika teoritis
Richard E. Palmer, 2005, Hermeneutika: Teori Baru mengenai
Interpretasi, Yogyakarta: merupakan pendirian untuk menghindari
Pustaka Pelajar, halaman 47-49. kesalahpahaman dari penafsir, sehingga dapat
20
Lihat Sumaryono, 2013, Hermeneutik sebuah metode Filsafat, menemukan makna objektif melalui motode yang
Yogyakarta: Kanisius, halaman valid.
24; Jazim Hamidi, 2011, Hermeneutika Hukum: Sejarah
Filsafat & Metode Tafsir, Malang:
23
Universitas Brawijaya Press (UB Press), halaman 94; Gregory Leyh, 2011, Hermeneutika Hukum, Bandung: Nusa
Poespoprodjo, W., 2004, Hermeneutika, Media, halaman 141.
24
Bandung: CV. Pustaka Setia, halaman 86-87. Dadan Rusmana, 2014, Filsafat Semiotika, Bandung: CV
21
Paul Ricoeur, 2014, Teori Interpretasi: Membelah Makna Pustaka Setia, halaman 258.
25
dalam Anatomi Teks, Yogyakarta: Derrida (1972:70-71) dalam Sumaryono, 2013, Hermeneutik
IRCiSoD, halaman 55 & 193; Faisal, 2015, Ilmu Hukum: sebuah metode Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, halaman 133;
Sebuah Kajian Kritis, Filsafat, Muhammad Khoyin, 2013, Filsafat Bahasa: Phylosophy of
Keadilan, dan Tafsir, Yogyakarta: Thafa Media, halaman 150. Language, Bandung: Pustaka Setia, halaman 139.
22 26
Ibid, halaman 29; Lihat Kinayati Djojosuroto, 2007, Filsafat Anthon F. Susanto, 2010, Ilmu Hukum Non Sistemik
Bahasa, Yogyakarta: Pustaka Book Fondasi Filsafat Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia,
Publisher, halaman 240. Yogyakarta: Genta Publishing, halaman 9.
27
Lilis Hartini, 2014, Bahasa dan Produk Hukum, Bandung: PT
28
Refika Aditama, halaman 187-188. Ibid, halaman 179.
―Kopi Sianida‖ 29 yang dilakukan oleh Jessica tanda-tanda kebahasaan tersebut sehingga
Kumala Wongso, yaitu mempertimbangkan suara terwujud sebuah susunan atau pola baru yang
tangis terdakwa yang tidak mengeluarkan air punya struktur sehingga bisa disebut sebagai
mata ketika menyampaikan pledoi. Teks ‗suara bahasa hukum; dan b) menafsirkan (memberi
tangis‘ yang tidak diikuti teks ‗mengeluarkan air makna) yang terkandung pada tanda-tanda
mata‘ tersebut melahirkan penafsiran oleh hakim kebahasaan sehingga diperoleh tujuan dan
bahwa terdakwa tidak sungguh-sungguh kemanfaatannya, baik bagi diri sendiri maupun
menyampaikan penyesalan atau dianggap orang lain.
bersandiwara. Penafsiran terhadap teks ‗suara
tangis tanpa air mata‘ tersebut menjadi salah satu 2. Fungsi emotif
pertimbangan hakim untuk memutuskan Bahasa hukum sebagai sarana komunikasi
terdakwa bersalah atas kasus pembunuhan ―Kopi ilmiah harus bersifat jelas dan objektif serta
Sianida‖ dan divonis 20 tahun penjara. bebas dari emosi. Unsur emotif dalam
komunikasi ilmiah menyebabkan komunikasi
Keputusan hakim berdasarkan penafsiran
kurang sempurna, karena bahasa hukum yang
teks tersebut merupakan bagian dari fungsi
dikomunikasikan secara bias menunjukkan bahwa
bahasa hukum sebagai alat kontrol dalam
bahasa hukum tersebut kurang beradaptasi
penanganan kasus hukum dan merupakan realitas
dengan masyarakat dan tidak sesuai dengan
dalam kehidupan masyarakat. Harmaen 30
tujuan hukum.
mengemukakan fungsi bahasa hukum sebagai
Suriasumantri 31 mengemukakan agar
berikut.
komunikasi ilmiah berjalan dengan baik maka
bahasa yang digunakan harus terbebas dari unsur-
1. Fungsi simbolik (sistem tanda)
unsur emotif untuk menghindari salah informasi,
Ide mengenai bahasa hukum sebagai sistem
yaitu penyampaian informasi yang tidak sesuai
tanda diperkenalkan oleh Ferdinand de Sausssure
dengan apa yang dimaksudkan sehingga akan
dalam karyanya ―Course in General Linguistics‖
menghasilkan proses berpikir yang berbeda.
(1915). Tanda menurut Saussure terdiri dari dua
Pendapat atau jalan pikiran disampaikan dengan
elemen, yaitu: pananda (signifier) atau citra bunyi
menggunakan bahasa yang jelas dan sesuai dengan
(sound-image) dan petanda (signified) atau konsep
situasi dan kondisi.
yang diacu. Bahasa hukum sebagai sistem tanda
(semiotika) adalah objek berupa tanda-tanda
3. Fungsi afektif
kebahasaan yang digunakaan dalam bidang
Fungsi afektif dalam bahasa hukum berkaitan
hukum. Tanda-tanda kebahasaan bidang hukum
dengan sikap, yaitu fungsi norma hukum yang
tersebut meliputi: a) bahasa verbal (lisan), b)
dikomunikasikan untuk mengubah dan
bahasa visual (tulisan), c) bahasa gerak/isyarat
mengembangkan kepribadian agar mentaati
(body language), d) benda-benda tertentu (sebagai
hukum, meningkatkan keselarasan hukum, dan
lambang/symbol).
bersifat tegas sesuai aturan hukum. Fungsi efektif
Kajian terhadap tanda-tanda kebahasaan
yang tergambar dalam bahasa hukum adalah
bidang hukum dilakukan dengan dua cara, yaitu:
untuk meningkatkan dan mengembangkan hukum
a) menyusun, merangkai atau mengorganisir
dan budaya hukum yang memiliki karakteristik
khusus yang hidup dan dipatuhi masyarakat.
29
Http://bogor.tribunnews.com/2016/10/27/tangis-jessica-kumala-
wongso-jadi-pertimbangan-hakim-netizen-bahas-ingus-dan- Bahasa hukum sebagai media komunikasi
kacamata. 2016. ―Tangis Jessica Kumala Wongso jadi dalam ilmu hukum menduduki posisi yang penting
Pertimbangan Hakim, Netizen Bahas Ingus dan Kacamata‖.
Diunduh Kamis, 29 Desember 2016.
30
Dheni Harmaen, 2014, ―Meningkatkan Kualitas bahasa
Indonesia melalui Bahasa Indonesia Hukum Ilmiah‖ Jurnal
31
Ilmu Hukum Volume 15, No. 2 Oktober 2014, halaman Jujun S. Suriasumantri, 2009, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
2525-2534. Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, halaman 181.
dalam penalaran ilmu pengetahuan. 32 Hubungan memerlukan bahasa lahir, bukan bahasa batin;
antara kajian bahasa hukum dengan ilmu hukum, dan (6) berbahasa dalam bidang hukum
filsafat hukum, konsep hukum, teori hukum dan mengandung akibat hukum, karena memiliki
metodologi ilmu hukum dikemukakan sebagai konsekuensi dipertanggungjawabkan secara
berikut: (1) bahasa hukum merupakan bagian dari hukum.
ilmu hukum; (2) secara ontologis bahasa hukum
Hubungan bahasa dalam ilmu hukum
mempelajari sistem tanda-tanda kebahasaan
merupakan pemahaman teks di bidang hukum
yang terdiri dari lisan, tulisan dan lambang
yang berkaitan dengan teks lain, sehingga
(symbol); (3) secara epistemologis peran bahasa
menghasilkan karakteristik bahasa hukum yang
hukum antara lain adalah berusaha mengenali
berposisi sebagai sarana kontrol untuk mengatur
sumber (asal-usul) simbol-simbol kebahasaan,
kehidupan masyarakat. Interpretasi terhadap teks
berusaha memperoleh pengetahuan dan dasar
lain dalam ranah hermeneutika yang berhubungan
kebenaran dari simbol-simbol kebahasaan,
dengan suatu kasus hukum diperlukan karena
sebagai sarana tafsir hukum berusaha
hukum adalah bagian dari kehidupan manusia
mengungkap makna yang ada di balik simbol-
sebagai makhluk sosial. Hal tersebut
simbol dalam penafsiran hukum, dan dalam
menunjukkan bahwa kedudukan dan fungsi
politik hukum berusaha mewujudkan ilmu hukum
bahasa hukum memiliki peran penting untuk
yang dapat dipakai sebagai sarana tercapainya
menciptakan keadilan dan kesejahteraan dalam
kebahagiaan dan keadilan; (4) secara aksiologis
kehidupan masyarakat.
bahasa hukum menghasilkan kegunaan untuk
memahami atau memberi makna yang ada di balik
bahasa hukum untuk menyatakan sesuatu
kehendak, perasaan, pikiran, pengalaman kepada IV. KESIMPULAN
orang lain tentang hal-hal yang ada di dalam Perkembangan ilmu pengetahuan
dan/atau terkait dengan bidang hukum; dan (5) terutama bidang filsafat ilmu menunjukkan bahwa
sebagai ilmu, bahasa hukum terkait dengan ilmu bahasa sangat berperan dalam penyampaian ilmu
hukum (dalam arti luas) dan ruang dan waktu pengetahuan kepada masyarakat secara
dalam peristiwa hukum. menyeluruh (universal). Karena pentingnya peran
Harmaen 33 mengemukakan bahwa bahasa bahasa tersebut, maka bidang bahasa hukum
hukum tersusun dari simbol-simbol yang memiliki perlu dikembangkan metode-metodenya dalam
arti khusus dalam komunikasi bahasa hukum yang kajian filsafat ilmu.
saling dipahami dan dimengerti oleh peserta Sumbangan filsafat terhadap
tutur, sehingga hubungan bahasa hukum dengan pengembangan bahasa terletak pada sumbangan
penerapan di bidang hukum adalah sebagai pemikiran dan penemuan teori-teori tentang
berikut: (1) aturan hukum merupakan produk bahasa oleh para ahli filsafat, baik pada filsafat
pemikiran, sehingga pikiran bisa luwes dan stabil zaman Yunani maupun filsafat zaman modern,
apabila ditunjang oleh bahasa yang baik dan sehingga bahasa memiliki eksistensi yang kuat
benar; (2) gagasan atau ide penutur dalam ilmu dalam ilmu pengetahuan. Teori-teori dan
hukum dapat diungkapkan kepada lawan tutur pemikiran-pemikiran tentang bahasa yang telah
melalui bahasa; (3) peraturan hukum dapat dikemukakan oleh para ahli filsafat dimanfaatkan
disampaikan kepada masyarakat melalui bahasa; oleh para ahli bahasa hingga saat ini, termasuk di
(4) bahasa hukum tidak mengutamakan gaya antaranya dalam bahasa hukum.
bahasa, tetapi lebih memerlukan kepastian
bahasa; (5) komunikasi di bidang hukum Bentuk bahasa hukum yang baik
memenuhi beberapa syarat, yaitu penggunaan
32
Shidarta, 2006, Karakteristik Penalaran Hukum dalam Konteks gaya bahasa yang sederhana sehingga mudah
Keindonesiaan. Bandung: CV. Utomo, halaman 99. dipahami, pemilihan kosakata/istilah bersifat
33
Opcit, halaman 2493-2496.
mutlak dan tidak ambigu/bias, bersifat lugas, tegas [14] Palmquis, Stephen. 2007. Pohon Filsafat: The Tree of
dan tidak bermakna ganda. Bahasa hukum sebagai Philosophy. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
bentuk kaidah hukum tertulis dan lisan yang [15] Poedjasoedarmo, Soepomo. 2001. Filsafat Bahasa.
secara simbolik mengandung perintah dan Surakarta: Muhammadiyah University Press.
larangan. Istilah dan pengertian hukum yang tidak [16] Poespoprodjo, W. 2004. Hermeneutika. Bandung:
tertuang di dalam perundang-undangan namun Pustaka Setia.
pemahamannya disepakati bersama oleh [17] Ricoeur, Paul. 2014. Teori Interpretasi: Membelah Makna
masyarakat merupakan perwujudan makna dalam Anatomi Teks. Yogyakarta: IRCiSoD.
simbolik bahasa hukum. [18] Rusmana, Dadan. 2014. Filsafat Semiotika: Paradigma,
Teori, dan Metode Interpretasi Tanda dari Semiotika
Struktural hingga Dekonstruksi Praktis. Bandung: CV.
Pustaka Setia.
[19] Shidarta. 2006. Karakteristik Penalaran Hukum dalam
DAFTAR PUSTAKA
Konteks Keindonesiaan. Bandung: CV. Utomo.
[20] Sumaryono, E. 1999. Hermeneutik Sebuah Metode
[1] Bakhtiar, Amsal. 2012. Filsafat Ilmu. Jakarta: Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
RajaGrafindo Persada.
[21] Suriasumantri, Jujun S. 2009. Ilmu dalam Perspektif:
[2] Djojosuroto, Kinayati. 2007. Filsafat Bahasa. Sebuah Kumpulan Karangan tentang Hakekat Ilmu.
Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
[3] Faisal. 2015. Ilmu Hukum: Sebuah Kajian Kritis, Filsafat, [22] Suriasumantri, Jujun S. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah
Keadilan, dan Tafsir. Yogyakarta: Thafa Media. Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
[4] Hadiwijono, Harun. 2011. Sari Sejarah Filsafat Barat I. [23] Susanto, Anthon F. 2010. Ilmu Hukum Non Sistemik
Yogyakarta: Kanisius. Fondasi Filsafat Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia.
Yogyakarta: Genta Publishing.
[5] Hadikusuma, H. Hilman. 2013. Bahasa Hukum Indonesia.
Bandung: PT. Alumni.
[6] Hamidi, Jazim. 2011. Hermeneutika Hukum: Sejarah
Filsafat & Metode Tafsir. Malang: Universitas Brawijaya
Press (UB Press).
[7] Harmaen, Dheni. 2014. ―Meningkatkan Kualitas bahasa
Indonesia melalui Bahasa Indonesia Hukum Ilmiah‖
Jurnal Ilmu Hukum Volume 15, No. 2 Oktober 2014,
halaman 2487-2538.
[8] Hartini, Lilis. 2014. Bahasa & Produk Hukum. Bandung:
PT Refika Aditama.
[9] Http://bogor.tribunnews.com/2016/10/27/tangis-jessica-
kumala-wongso-jadi-pertimbangan-hakim-netizen-bahas-
ingus-dan-kacamata. 2016. ―Tangis Jessica Kumala
Wongso jadi Pertimbangan Hakim, Netizen Bahas Ingus
dan Kacamata‖. Diunduh Kamis, 29 Desember 2016.
[10] Kaelan, M.S. 2002. Filsafat Bahasa: Realitas Bahasa,
Logika Bahasa Hermeneutika dan Postmodernisme.
Yogyakarta: Paradigma.
[11] Keraf, Gorys. 1993. Tata Bahasa Rujukan Bahasa
Indonesia. Jakarta: Grasindo.
[12] Leyh, Gregory. 2011. Hermeneutika Hukum. Bandung:
Nusa Media.
[13] Palmer, Richard E. 2005. Hermeneutika: Teori Baru
mengenai Interpretasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.