A17 Ada
A17 Ada
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendapatkan perlakuan benih dengan fungisida
nabati untuk mengendalikan cendawan secara in vitro tanpa menurunkan viabilitas
benih; (2) mengidentifikasi cendawan terbawa benih kacang bambara; dan (3)
mengembangkan perlakuan invigorasi benih plus fungisida nabati untuk
meningkatkan viabilitas, vigor, dan kesehatan benih. Penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, IPB. Benih yang digunakan merupakan lanras Sumedang dengan
daya berkecambah awal 78%. Identifikasi cendawan dilakukan dengan blotter
test. Uji daya hambat fungisida nabati terhadap cendawan dilakukan
menggunakan media potato dextrose agar. Uji fitotoksisitas dilakukan dengan
menanam benih pada media pasir untuk mengetahui konsentrasi fungisida nabati
yang tidak menurunkan viabilitas. Percobaaan invigorasi menggunakan rancangan
kelompok lengkap teracak satu faktor (invigorasi) dengan empat ulangan. Faktor
invigorasi terdiri atas matriconditioning, matriconditioning plus benomil 0,05%,
serta matriconditioning plus minyak cengkeh (eugenol 78%) 1% dan 2%.
Pemberian minyak cengkeh 0,1% - 0,3% secara in vitro menghambat total
pertumbuhan cendawan terbawa benih. Cendawan Rhizopus stolonifer, Aspergilus
flavus, dan Aspergilus niger teridentifikasi sebagai cendawan terbawa benih
kacang bambara. Matriconditioning plus minyak cengkeh 2% mulai menunjukkan
fitotoksisitas pada kecambah. Perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh
1% meningkatkan vigor benih dan menekan tingkat infeksi cendawan pada benih
kacang bambara dari 18,9% menjadi 6,7%.
Kata kunci: cendawan terbawa benih, invigorasi, minyak cengkeh, viabilitas,
vigor
ABSTRACT
This research was aimed to: (1) determine in vitro treatment using botanical
fungicide to control fungal growth without decreasing seed viability; (2) identify
seedborne fungi on bambara groundnut seed; and (3) develop invigoration
treatment using matriconditioning plus natural fungicide to increase viability,
vigor, and seed health of bambara groundnut. The experiment was conducted at
Seed Science and Technology Laboratory, Department of Agronomy
and Horticulture, Bogor Agricultural University. Sumedang landrace was used
with 78% initial germination. Fungi identification was done by blotter test
method. Inhibition test of botanical fungicide was done on potato dextrose agar
medium. Phytotoxicity test was done by doing germination test on sand to
determine concentration of botanical fungicide that did not reduce seed viability.
Invigoration experiment was arranged in a complete randomized block design
with one factor (invigoration) and four replications. Invigoration treatments were
consisted of matriconditioning, matriconditioning plus synthetic fungicide, and
matriconditioning plus natural fungicide. In vitro treatment using clove oil
(eugenol 78%) 0,1% - 0,3% completely inhibited fungal growth. Rhizopus
stolonifer, Aspergilus flavus, and Aspergilus niger was identified as seedborne
fungi on bambara groundnut seed. Matriconditioning plus clove oil 2% started to
cause phytotoxicity on seedling. Matriconditioning plus clove oil 1% increased
seed vigor and reduced infection rate of fungi on bambara groundnut seed from
18,9% down to 6,7%.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Candra Budiman, S.P., M.Si.
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah mutu
benih, dengan judul Peningkatan Mutu Fisiologis dan Kesehatan Benih Kacang
Bambara (Vigna subterranea (L) Verdc.) melalui Perlakuan Matriconditioning
plus Fungisida Nabati.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. dan Bapak Candra Budiman, S.P., M.Si.
selaku pembimbing skripsi yang telah memberi bimbingan dan pengarahan
selama penelitian dan penulisan skripsi.
2. Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, M.S. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi.
3. Ibu Maryati Sari, S.P., M.Si. selaku penguji pada ujian skripsi.
4. Bapak Reno Subroto, S.P., Ibu Yuni Puspitasari, dan Akbar Ramadhani, yang
selalu memberikan kasih sayang, doa, dan dukungan bagi penulis.
5. Seluruh teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 48 yang telah
memberi bantuan dan dukungan dalam menyelesaikan kegiatan penelitian,
serta seluruh pihak yang telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
METODE 6
Benih Kacang Bambara 6
Percobaan 1. Penentuan Periode Pengamatan Daya Berkecambah 6
Percobaan 2. Identifikasi Cendawan Terbawa Benih 7
Percobaan 3. Uji Daya Hambat Fungisida Nabati terhadap Cendawan 8
Percobaan 4. Uji Fitotoksisitas Fungisida Nabati terhadap Benih 8
Percobaan 5. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas dan Vigor
Benih 9
Percobaan 6. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Kesehatan Benih 10
Pengamatan 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Percobaan 1. Penentuan Periode Pengamatan Daya Berkecambah 12
Percobaan 2. Identifikasi Cendawan Terbawa Benih 12
Percobaan 3. Uji Daya Hambat Fungisida Nabati terhadap Cendawan 14
Percobaan 4. Uji Fitotoksisitas Fungisida Nabati terhadap Benih 16
Percobaan 5. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas dan Vigor 17
Percobaan 6. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Kesehatan Benih 19
KESIMPULAN DAN SARAN 21
Kesimpulan 21
Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 21
RIWAYAT HIDUP 25
DAFTAR TABEL
1 Jari-jari miselia cendawan yang dikulturkan pada media PDA plus
fungisida nabati 14
2 Pengaruh konsentrasi minyak cengkeh terhadap daya berkecambah
dan persentase benih mati 16
3 Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap viabilitas dan vigor benih 18
4 Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap tingkat infeksi cendawan 20
DAFTAR GAMBAR
1 Menentukan tinggi kecambah normal. 7
2 Persentase pertambahan kecambah normal (KN) per hari dan
kumulatif 12
3 Struktur cendawan 13
4 Pengaruh perlakuan fungisida nabati secara in vitro terhadap
pertumbuhan cendawan. 15
5 Struktur kecambah normal kacang bambara 12 hari setelah tanam (a),
dan benih yang mati akibat serangan cendawan (b) 16
6 Kecambah normal pada hari terakhir pengamatan. 18
7 Infeksi cendawan pada benih 4 hari setelah inkubasi di bawah sinar
NUV. 20
PENDAHULUAN
Latar Belakang
vitro (Nugraheni et al., 2014). Pemberian 250 ml minyak serai wangi setiap satu
liter media potato dextrose agar menghambat 100% pertumbuhan Aspergillus
niger, Aspergillus flavus, dan Penicillium sp (Mahilrajan et al., 2014). Pengaruh
perlakuan matriconditioning yang diintegrasikan dengan minyak cengkeh dan
serai wangi terhadap mutu fisiologis dan kesehatan benih kacang bambara belum
dilakukan sebelumnya, sehingga perlu dipelajari.
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kacang Bambara
Biji kacang bambara dapat dimakan mentah maupun dimasak ketika masih
muda. Biji yang tua berubah menjadi keras, sehingga butuh perebusan dahulu
sebelum diolah lebih lanjut. Kacang bambara di tempat asalnya dikonsumsi
sebagai makanan ringan, diolah menjadi tepung, sup, maupun bubur (Hillocks et
al., 2012). Benih dapat mengalami kerusakan dalam gudang penyimpanan jika
tidak terlindung dan kondisi gudang kurang bersih. Embaby dan Abdel-Galil
(2006) mengidentifikasi cendawan seperti Aspergillus niger, A. ochraceus, A.
parasiticus, A. flavus, Epicoccum sp., dan Fusarium oxysporum sebagai cendawan
yang terbawa benih legum. Infeksi cendawan pada kacang bambara juga dapat
muncul ketika ditanam di lapangan yang desebabkan oleh Sclerotium spp. dan
Fusarium spp. (Kusumawati dan Ilyas, 2015).
Mutu benih menyangkut mutu fisik, mutu genetis, mutu patologis, dan mutu
fisiologis. Mutu fisiologis benih di antaranya adalah viabilitas dan vigor benih.
Viabilitas benih merupakan kemampuan benih untuk berkecambah pada keadaan
yang sesuai (Agrawal, 1980). Viabilitas menunjukkan bahwa lot benih yang diuji
aktif secara metabolis dan memiliki enzim yang diperlukan sebagai katalis dalam
reaksi metabolis yang dibutuhkan untuk perkecambahan dan pertumbuhan
kecambah (Copeland dan McDonald, 2001).
Viabilitas benih kemungkinan berada pada posisi paling tinggi saat masak
fisiologis. Seiring waktu, viabilitas akan semakin menurun. Kecepatan penurunan
tersebut dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Pengujian viabilitas benih dapat
dilakukan dengan berbagai metode seperti uji daya berkecambah, uji tetrazolium,
uji daya hantar listrik, dan lain-lain (Copeland dan McDonald, 2001).
Mutu fisiologis benih yang lain adalah vigor benih. Vigor merupakan
kemampuan benih atau bibit untuk tumbuh menjadi tanaman normal yang
berproduksi normal dalam keadaan yang suboptimum dan di atas normal dalam
keadaan yang optimum. Benih vigor juga mampu disimpan dalam kondisi simpan
yang suboptimum dan tahan disimpan lama dalam kondisi optimum. Tolok ukur
untuk menghitung vigor benih dapat dilihat dari beberapa parameter, sepeti
kecepatan tumbuh benih, keserempakan tumbuh, dll (Sadjad, 1993).
Vigor benih berhubungan dengan kecepatannya dalam tumbuh dan
mencapai ukuran tertentu. Benih yang vigor dari sudut pandang pengujian benih
merupakan penjumlahan dari semua atribut benih yang mampu berkembang baik
dalam kondisi lapangan yang bervariasi. Pengujian vigor dapat melalui uji
langsung maupun tidak langsung. Pengujian langsung menstimulasi ketahanan
terhadap konsidi lapangan yang tidak optimum pada skala laboratorium,
sedangkan uji tidak langsung mengukur atribut fisiologis tertentu pada benih. Uji
tidak langsung dapat dilakukan dengan mengetahui kecepatan pertumbuhan
kecambah melalui pengukuran bobot kering kecambah, kecepatan berkecambah,
dan pengukuran panjang kecambah (Agrawal, 1980).
Berchie et al. (2010) dalam penelitiannya mengenai perkecambahan kacang
bambara pada tahun 2006 dan 2009, menyatakan terlihat adanya
ketidakserempakan perkecambahan. Awal perkecambahan pada lanras yang sama
teramati mulai dari hari ke-7 hingga hari ke-15, bahkan lebih. Kecambah baru
muncul pada hari ke 21 setelah tanam pada beberapa kasus. Tertundanya
4
Matriconditioning
Performa benih yang turun akibat terkena deraan cuaca lapangan saat panen,
kondisi simpan, ataupun serangan hama dan penyakit dapat ditingkatkan kembali
dengan invigorasi benih. Metode invigorasi yang dapat dilakukan adalah
matriconditioning. Matriconditioning adalah metode hidrasi benih terkontrol
menggunakan media lembab yang didominasi oleh kekuatan matriks untuk
memperbaiki pertumbuhan bibit (Khan et al. dalam Ilyas, 2012). Menurut Ilyas
dan Sopian (2013), perlakuan matriconditioning dilaksanakan dengan mencampur
benih, arang sekam (lolos saringan 0,5 mm), dan air dengan perbandingan
masing-masing 5:3:3. Ketiganya dicampur dan disimpan dalam ruang AC dengan
suhu rata-rata 25°C selama 3 hari, dan diaduk sekali setiap hari.
Matriconditioning dapat diintegrasikan dengan material lain dalam
medianya. Penambahan fungisida sintetis dan alami dapat meningkatkan indeks
vigor dan menurunkan tingkat infeksi cendawan Alernaria padwickii pada benih
padi varietas Ciherang (Astuti, 2009). Perlakuan matriconditioning plus fungisida
sintetis berbahan aktif benomil 50% terbukti efektif meningkatkan viabilitas dan
vigor benih kacang bambara (Kusumawati dan Ilyas, 2015). Penggunaan fungisida
alami berupa minyak cengkeh dan minyak serai wangi dapat menaikkan viabilitas
5
dan vigor benih cabai, serta menurunkan tingkat infeksi Colletotichum capsici 30-
70% selama periode simpan 6-12 minggu (Ilyas et al., 2015).
Minyak Cengkeh
METODE
Sebanyak 200 butir kacang bambara disiapkan dan dibagi dalam delapan
ulangan. Benih ditanam dalam media pasir di dalam boks plastik. Perawatan
dilakukan dengan menyiram benih setiap hari. Pengamatan dilakukan dengan
menghitung jumlah kecambah normal (KN) yang tumbuh setiap hari hingga tidak
ada kecambah yang tumbuh lagi. Penentuan waktu pengamatan hitungan pertama
(first count) untuk uji daya berkecambah didasarkan pada hari tercapainya
persentase pertambahan KN yang maksimum. Pengamatan hitungan terakhir (final
count) dilakukan pada hari pencapaian akumulasi persentase perkecambahan yang
maksimum (Sadjad, 1994).
Penentuan kecambah normal menurut ISTA (2014) merupakan kecambah
yang menunjukkan potensi tumbuh menjadi tanaman yang sempurna pada kondisi
yang optimal. Kecambah dikategorikan sebagai normal apabila memenuhi
beberapa kriteria yakni: (1) utuh, yaitu struktur esensial kecambah tumbuh dengan
baik, lengkap, seimbang, dan sehat; (2) kecambah dengan sedikit cacat, yaitu
7
Panjang
benih Pangkal hingga
titik tumbuh
teratas
a b
0,5 mm dan diaduk rata dalam wadah transparan bervolume 1 liter. Benih
kemudian dimasukan dan diaduk hingga semua permukaan benih tertutup arang
sekam. Wadah disimpan dalam ruang AC dengan suhu sekitar 25°C selama 3 hari.
Pengadukan dilakukan sekali setiap hari selama satu menit (Ilyas dan Sopian,
2013).
Benih yang telah diberi perlakuan dicuci bersih dan dikeringanginkan. Pasir
yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam boks plastik transparan
untuk media tanam. Benih yang telah diberi perlakuan matriconditioning ditanam
pada media pasir dengan jumlah 25 butir setiap boks. Setiap perlakuan diulang
sebanyak empat kali.
Pengamatan dilakukan terhadap daya berkecambah dan jumlah kecambah
fitotoksik. Daya berkecambah (DB) merupakan persentase kecambah normal
(KN) yang dihitung pada hari hitungan I dan II yang telah ditentukan pada
percobaan pertama. Kecambah fitotoksik merupakan kecambah yang
menunjukkan tanda-tanda abnormal seperti akar primer lemah, tidak ada rambut
pada akar primer, dan warna akar yang berdekatan dengan benih berwarna coklat
(Ilyas et al., 2007). Fadhilah (2003) menunjukkan ciri kecambah kedelai
fitotoksik adalah adanya nekrosis pada kotiledon yang tidak ditemukan pada
kontrol, serta konsentrasi minyak cengkeh yang aman digunakan untuk kedelai
adalah 0,1% atau kurang. Konsentrasi fungisida nabati yang tidak menyebabkan
fitotoksisitas pada kecambah digunakan untuk percobaan selanjutnya.
yang digunakan adalah merk Benlox 50 WP berbahan aktif benomil 50% dan
diaplikasikan pada konsentrasi 0,05% (Kusumawati dan Ilyas, 2015). Konsentrasi
0,05% didapatkan dengan melarutkan 0,1 gram Benlox 50 WP (benomyl 50%)
dalam 100 ml aquadest steril.
Benih diberi perlakuan matriconditioning dengan langkah yang sama pada
uji fitotoksisitas, kemudian dikecambahkan pada media pasir. Pengamatan
dilakukan terhadap tolok ukur daya berkecambah, indeks vigor, potensi tumbuh
maksimum, bobot kering kecambah normal, kecepatan tumbuh, dan laju
pertumbuhan kecambah.
Rancangan dan faktor yang digunakan sama dengan percobaan lima, tetapi
setiap taraf diulang sebanyak tiga kali. Sebanyak 225 butir benih dibagi untuk
lima taraf. Benih diberi perlakuan matriconditioning dengan langkah yang sama
seperti sebelumnya. Metode percobaan yang dilakukan adalah Blotter test seperti
pada percobaan pertama. Cawan petri, kertas tissue towel Nice™, dan aquadest
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Benih yang telah
diberi perlakuan kemudian ditata di atas kertas tissue towel lembab dalam cawan
petri yang telah disterilkan. Masing-masing cawan berisi 15 butir benih. Cawan
berisi benih diinkubasi pada suhu 20°±2°C selama 7 hari di bawah sinar NUV
dengan siklus gelap-terang setiap 12 jam. Pengamatan dilakukan pada tingkat
infeksi cendawan pada benih dengan menghitung persentase benih yang
mengalami infeksi.
Pengamatan
N N
Daya berkecambah = x 100%
e i i
Keterangan:
KN I = kecambah normal hitungan I
KN II = kecambah normal hitungan II
11
e i e ec
PTM = x 100%
e i i
N
LPK = x 100%
N
Tingkat Infeksi Cendawan
Persentase tingkat infeksi cendawan pada setiap perlakuan dihitung dengan
rumus:
e i ei e i
Tingkat infeksi = x 100%
e i i
12
90
80
70
Persentase KN
60
50 pertambahan KN
40
30 pertambahan KN
20 kumulatif
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Hari setelah tanam (HST)
Gambar 2. Persentase pertambahan kecambah normal (KN) per hari dan kumulatif
Menurut ISTA (2014) hitungan pertama untuk kacang bambara adalah hari
ke-5 dan hitungan terakhir adalah hari ke-10 pada suhu 20-30°C. Ilyas dan Sopian
(2013) menggunakan hari ke-7 sebagai hitungan pertama dan hari ke-14 sebagai
hitungan terakhir pada benih kacang bambara yang berasal dari Sukabumi.
Pengujian daya berkecambah di Sigaro, Zimbabwe menggunakan periode
pengamatan yang ditentukan oleh ISTA (Zengeni dan Mupamba, 1997). Kondisi
pengujian dan lanras yang berbeda kemungkinan dapat mempengaruhi periode
pengamatan daya berkecambah.
terhadap benih sebelum panen dapat mengurangi hasil panen dan mutu benih.
Koloni cendawan jenis Mucor, Rhizopus, Aspergillus, dan Penicillium spp. sering
ditemui pada benih yang diuji pada media agar maupun blotter test (Copeland dan
McDonald, 2001).
Aspergillus flavus dapat menyerang berbagai tanaman seperti jagung,
kacang tanah, dan kapas. Cendawan ini memproduksi racun yang disebut
aflatoxin. Racun dari cendawan dapat mematikan jaringan hidup pada benih. Zat
ini juga beracun bagi hewan yang memakan pakan dari biji terinfeksi (Copeland
dan McDonald 2001). Mugiono dalam Fadhilah (2003) melaporkan perendaman
benih kedelai dalam filtrat cendawan A. flavus dan Fusarium oxysporum telah
menyebabkan penurunan viabilitas benih secara signifikan, perkecambahan tidak
normal, dan pembusukan benih.
Aspergillus niger menyebabkan penyakit yang disebut black mold pada
berbagai tanaman. Cendawan ini sering ditemukan sebagai saprofit pada daun
mati, biji-bijian, dan lain-lain (Sharma, 2012). Benih kapas yang diinkubasi A.
niger, A. flavus, dan Rhizopus arrhizus mengalami penurunan daya berkecambah
dan ukuran kecambah (Halloin, 1975). Rhizopus stolonifer dan Aspergillus spp.
teridentifikasi sebagai cendawan terbawa benih pada beberapa varietas padi
hibrida di Bangladesh. Infeksi cendawan pada benih padi menyababkan turunnya
kuantitas dan kualitas hasil panen, dan dapat menyebabkan kontaminasi permanen
pada tanah (Ora et al., 2011).
konidia
sporangium
vesikula
sporangiofor
konidiofor spora
a b c
konidia
spora
vesikula
sporangium
konidiofor
sporangiofor
d e f
a
Gambar 3. Struktur cendawan a = Aspergillus niger (Ellis , 2016), b = Aspergillus
flavus (Ellisb, 2016), c = sporangium Rhizopus sp. (Ellis dan Hermanis,
2003); dan yang teramati dari benih kacang bambara dengan
pembesaran 100×, yakni d = konidia Aspergillus niger, e = konidia
Aspergillus flavus, f = sporangium Rhizopus stolonifer.
14
potongan
isolat
a b
c d
Gambar 4. Pengaruh perlakuan fungisida nabati secara in vitro terhadap
pertumbuhan cendawan. a = cendawan R. stolonifer pada potato
dextrose agar (PDA) plus minyak cengkeh 0,2%, b = cendawan A.
flavus pada PDA plus minyak serai wangi 0,4%, c = cendawan A.
niger pada PDA plus minyak serai wangi 0,4%, d = cendawan R.
stolonifer pada PDA plus minyak serai wangi 0,4%.
Minyak cengkeh 500 ppm yang mengandung 63,7% eugenol mampu
menghambat pertumbuhan A. flavus sebanyak 87% (Omidbeygi et al., 2007).
Jari-jari miselia cendawan pada perlakuan minyak serai wangi tidak menunjukkan
hasil yang lebih baik dari kontrol, bahkan untuk A. flavus dan A. niger nilainya
lebih tinggi dari kontrol (Tabel 1), sehingga daya hambatnya kurang efektif. Jari-
jari miselia teramati lebar dan jelas pada media (Gambar 4 b, c, d). Hal ini diduga
karena kandungan bahan aktif dalam minyak cengkeh yang digunakan lebih tinggi
dibandingkan dengan kandungan bahan aktif minyak serai wangi dalam setiap
konsentrasi yang diuji.
Minyak serai wangi diketahui memiliki beberapa macam bahan aktif,
diantaranya citronellal, citral, dan juga eugenol. Konsentrasi bahan aktif paling
banyak biasanya didominasi oleh citronellal, baru diikuti bahan aktif lain
termasuk eugenol (Billerbeck et al., 2001; Nugraheni et al., 2014). Citronellal
dalam minyak serai wangi untuk percobaan ini hanya 6,3%. Kandungan bahan
aktif dalam minyak yang digunakan tidak dapat dikontrol karena bahan dibeli dari
produk komersil yang asal bahan baku dan proses produksinya tidak diketahui.
Jumlah tersebut terbilang sangat sedikit untuk bahan aktif yang seharusnya
mendominasi, sehingga dapat diduga bahwa konsentrasi bahan aktif lainnya lebih
sedikit lagi. Minyak serai wangi menghambat total pertumbuhan A. niger dalam
percobaan in-vitro pada konsentrasi 800 mg per liter media agar dengan
16
kandungan citronellal 42% (Billerbeck et al., 2001) dan pada konsentrasi 0,5 %
dengan citronellal 37,51% (Li et al. 2013). Untuk percobaan selanjutnya,
penggunaan minyak cengkeh saja yang dilanjutkan untuk perlakuan fungisida
nabati.
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%.
daun trifoliat
petiol
miselia
tunas cendawan
epikotil
kotiledon
akar sekunder
akar primer
a b
Gambar 5. Struktur kecambah normal kacang bambara 12 hari setelah tanam (a),
dan benih yang mati akibat serangan cendawan (b)
17
a b c d e
Gambar 6. Kecambah normal pada hari terakhir pengamatan. a = kontrol, b =
matriconditioning, c = matriconditioning plus benomil 0,05%, d =
matriconditioning plus minyak cengkeh 1%, e = matriconditioning
plus minyak cengkeh 2%.
Nilai semua tolok ukur mulai menurun pada perlakuan matriconditioning
plus minyak cengkeh 1%, walaupun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan
perlakuan matriconditioning (Tabel 3). Hal ini berarti perlakuan
matriconditioning plus minyak cengkeh 1% kemungkinan telah menyebabkan
fitotoksisitas, tetapi belum secara nyata menurunkan mutu fisiologis benih.
Penurunan nyata terjadi pada perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh
2%, di mana hasilnya tidak berbeda nyata dengan kontrol, yang berarti
fitotoksisitas telah menyebabkan penurunan mutu fisiologis dan tidak lagi layak
diaplikasikan untuk memperbaiki mutu benih. Astuti (2009) melaporkan
matriconditioning plus minyak cengkeh 0,1%-0,2% menghasilkan 7,8%-8%
kecambah normal fitotoksik pada benih padi. Konsentrasi yang akan memberi
hasil lebih baik diperkirakan adalah minyak cengkeh 0,5%. Konsentrasi tersebut
lebih tinggi dari 0,3%, yang diharapkan dapat lebih menekan infeksi cendawan,
19
Pada hari keempat setelah inkubasi, infeksi cendawan mulai terlihat pada
benih dengan perlakuan kontrol dan matriconditioning (Gambar 7 a, b), sementara
infeksi cendawan belum terlihat pada perlakuan matriconditioning plus benomil
0,05%, matriconditioning plus minyak cengkeh 1%, dan matriconditioning plus
minyak cengkeh 2% (Gambar 7 b, c, dan d). Pada hari ketujuh, tingkat infeksi
cendawan pada perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh 1%, 2%,
ataupun benomil 0,05% lebih rendah dari kontrol. Masing-masing perlakuan dapat
menurunkan tingkat infeksi dari 18,9% menjadi 8,9%, 6,7%, dan 4,4% (Tabel 4).
Hal ini menunjukkan bahwa penambahan minyak cengkeh sebagai fungisida
nabati dapat menggantikan peran fungisida sintetis dalam menghambat terjadinya
infeksi pada benih.
Menurut Fadhilah (2003) perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh
0,1% dapat menekan tingkat infeksi cendawan pada kedelai dari 25,3% menjadi
8%. Ilyas (2006) menyebutkan matriconditioning plus fungisida Dithane 0,2%
mengurangi tingkat infeksi Colletotrichum capsici pada cabai dari 100% menjadi
3,2%. Perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh 0,1% dapat mengurangi
tingkat infeksi cendawan Alternaria padwickii pada benih padi Ciherang dari
28,5% menjadi 2,5% (Astuti, 2009). Pemberian tepung bunga cengkeh 1% dapat
menekan perkembangan cendawan A. flavus selama 4 bulan penyimpanan pada
benih kedelai (Jumhana, 2004).
20
benih
terinfeksi
cendawan
a b
c d
e
Gambar 7. Infeksi cendawan pada benih 4 hari setelah inkubasi di bawah sinar
NUV. a = kontrol, b = matriconditioning, c = matriconditioning plus
benomil 0,05%, d = matriconditioning plus minyak cengkeh 1%, d =
matriconditioning plus minyak cengkeh 2%
21
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Alma M.H., Ertas M., Nitz S., Kollmannsberger H. 2007. Chemical composition
and content of essential oil from the bud of cultivated turkish clove
(Syzigium aromaticum L.). BioResources 2(2):265-269.
Astuti D. 2009. Pengaruh matriconditioning plus minyak cengkeh terhadap
viabilitas, vigor, dan kesehatan benih padi (Oryza sativa) yang terinfeksi
Alternaria padwickii (Ganguly) M. B. Ellis. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Baig M., Fatima S., Kadam V.B., dan Shaikh Y. 2012. Utilization of antagonist
against seedborne fungi. Trends in Life Sci. 1(1):42-46.
Batlang U. and Shushu D.D. 2007. Allelopathic activity of sunflower (Hellianthus
annuus L.) on growth and nodulation of bambara groundnut (Vigna
subterranean (L.) Verdc.). Journal of Agronomy 6(4):541-547.
Berchie J.N., Adu-Dapah H., Sarkodic-Addo J., Asare E., Agyemang A., Addy S.,
and Donkoh J. 2010. Effect of seed priming on seedling emergence and
establishment of four bambara groundnut (Vigna subterranea L. Verdc.)
landraces. Journal of Agronomy 9(4): 180-183.
Billerbeck V.G., Roques C., Bessiere J., Fonvieille J., and Dargent R. Effects of
Cymbopogon nardus (L.) Watson essential oil on the growth and
morphogenesis of Aspergillus niger. Can J, Microbiol. 47(1):9-16.
Copeland L.O., dan McDonald M.B. 2001. Principles of seed science and
technology 4th edition. Kluwer Academic Publishers, London.
Embaby E.M. dan Abdel-Galil M.M. 2006. Seed borne fungi and mycotoxin
associated with some legume seeds in Egypt. Journal of Appl. Sci. Res.
2(11):1064-1071.
Ellis Da. 2016. Aspergilus niger complex. Mycology Online The University of
Adelaide. http://www.mycology.adelaide.edu.au/Fungal_Descriptions/Hy
phomycetes_(hyaline)/Aspergillus/niger.html [30 Oktober 2016]
Ellis Db. 2016. Aspergilus flavus complex. Mycology Online The University of
Adelaide http://www.mycology.adelaide.edu.au/Fungal_Descriptions/Hy
phomycetes_(hyaline)/Aspergillus/flavus.html [30 Oktober 2016]
Ellis D. dan Hermanis R. 2003. Systemic Zygomycosis (Mucormycosis).
http://www.mycology.adelaide.edu.au/downloads/Powerpnt/Zygomycosis/
Systemic.ppt [30 Oktober 2016]
Fadhilah S. 2003. Pengaruh matriconditioning plus minyak cengkeh atau
fungisida terhadap mutu dan kesehatan benih kedelai (Glicyne max (L.)
Merr.). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ghangaokar N.M., Kshirsagar A.D. 2013. Study of seed borne fungi of different
legumes. Trends in Life Sciences 2(1):32-35.
Halloin J.M. 1975. Postharvest infection of cottonseed by Rhisopus arrhizus,
Aspergillus niger, and Aspergillus flavus. Phytopathology 65:1229-1232.
Hamid M.N. 2009. Menggali potensi genetik tanmaan kacang bogor (Vigna
subterranean (L.) Verdc.). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
Ilyas S. 2006. Seed treatments using matriconditioning to improve vegetable seed
quality. Bul. Agron. 34(2):124–132.
Ilyas, S., Kadir T.S., Amiyarsi, Yosita, Fadhilah S., Nugraha U.S., dan Sudarsono.
2007. Teknik Peningkatan Kesehatan dan Mutu Benih Padi. Laporan Hasil
Penelitian KKP3T. Fakultas Pertanian. IPB-BB PADI.
23
Ilyas S. 2012. Ilmu dan teknologi benih: teori dan hasil-hasil penelitian. IPB Press,
Bogor.
Ilyas S., Asie K.V., Sutariati G.A.K., dan Sudarsono. 2015. Biomatriconditioning
or biopriming with biofungicide or biological agent applied on hot pepper
(Capsicum annuum L.) seeds reduced seedborne Colletotrichumcapsici
and increased seed quality and yield. Acta Hort. 1105:89-96.
Ilyas S. dan Sopian O. 2013. Effect of seed maturity and invigoration on seed
viability and vigor, plant growth, and yield of bambara groundnut (Vigna
subterranea (L.) Verdc). Acta Hort. 979:675-701.
[ISTA] International Seed Testing Association. 2014. International rules for seed
testing. ISTA, Switzerland.
[IRRI] International Rice Research Institute. 2016. Fungi. www.knowledgebank.
irri.org [4 September 2016].
Istianto M. dan Eliza. 2009. Aktivitas antijamur minyak atsiri terhadap penyakit
antraknos buah pisang di penyimpanan pada kondisi laboratorium. J. Hort.
19(2):192-198.
Hillocks R.J., Bennet C., Mponda O.M. 2012. Bambara nut: a review of
utilization, market potential, and crop improvement. African Crop Sci. J.
20(1): 1-16.
Jumhana A. 2004. Penggunaan tiga jenis tepung nabati untuk menekan serangan
cendawan dan mempertahankan viabilitas serta vigor benih kedelai
(Glycine max (L.) Merrill) selama penyimpanan. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Kritzinger Q., Aveling T.A.S., Marasas W.F.O. 2002. Effect of essential plant oils
on storage fungi, germination, and emergence of cowpea seeds. Seed Sci.
& Technol. 30:09-619.
Kusumawati W. dan Ilyas S. 2015. Effect of testa color and invigoration treatment
on seed viability, vigor, and vegetative plant growth of bambara groundnut
(Vigna subterranea (L.) Verdc). 5th KU-UT Student Symposium, Kasetsart
University, Bangkok, Thailand, 27 Februari 2015.
Li W.R., Shi Q.S., and Ouyang Y.S. 2013. Antifungal effects of citronella oil
against Aspergillus niger ATCC 16404. Appl Microbiol Biotechnol.
97:7483-7492.
Mahilrajan S., Nandakumar J., Kailayalingam R., Manoharan N.A., and
Srivijeindran S. 2014. Screening the antifungal acivity of essential oils
against decay fungi from palmyrah leaf handicrafts. Biological Res. 2014
47:35
Manggung R.E.R., Qadir A., Ilyas S. 2016. Fenologi, Morfologi, dan hasil empat
aksesi kacang bambara (Vigna subterranean (L.) Verdc.). J. Agron.
Indonesia. 44(1):47-54
Mariam. 2006. Pengaruh perlakuan matriconditioning plus fungisida nabati
terhadap pertumbuhan dan hasil cabai merah (Capsicum annuum L.).
Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nugraheni A.S., Djauhari S., Cholil A., dan Utoma E.P. 2014. Potensi minyak
atsiri serai wangi (Cymbopogon winteranius) sebagai fungisida nabati
terhadap penyakit antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides) pada buah
apel (Malus sylvestris Mill). Jurnal HPT. 2(4):92-102.
24
Omidbeygi M., Barzegar M., Hamidi Z., and Naghdibadi H. 2007. Antifungal
activity of thyme, summer savory and clove essential oils against
Aspergillus flavus in liquid medium and tomato paste. Food Control 18:
1518-1523.
Ora N., Faruq A.N., Islam M.T., Akhtar N., and Rahman M.M. 2011. Detection
and identification of seedborne pathogens from some cultivated hybrid rice
varieties in Bangladesh. Mid.East Journal of Sci.Res. 10(4):482-488.
Pattnaik S., Subramanyam V.R., Bapeji M., and Kole C.R. 1997. Antibacterial
and antifungal activity of aromatic constituents of essential oils. Microbios.
89:39-46.
Pinto E., Vale-Silva L., Cavaleiro C., and Salgueiro L. 2009. Antifungal activity
of the clove essential oil from Syzygium aromaticum on Candida,
Aspergillus and dermatophyte species. J. Med. Microbiol. 58(2009):1454-
1462.
Rachmawati A.Y. 2009. Pengaruh perlakuan matriconditioning plus bakterisida
sintetis atau nabati untuk mengendalikan hawar daun bakteri
(Xanthomonas oryzae pv. oryzae) terbawa benih serta meningkatkan
viabilitas dan vigor benih padi (Oryza sativa L.). Skripsi. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Rao N.K., Hanson J., Dulloo, Ghosh K., Nowell A., and Iarinde M. 2006. Manual
of Seed Handling in Genebank. Chapter 8. Bioversity International
(CGIAR). http://cropgenebank.sgrp.cgiar.org/images/file/procedures/chap
ter_germplasmtesting_genebankmanual8.pdf [5 Jan 2014].
Redjeki E.S. 2007. Pertumbuhan dan hasil tanaman kacang bambara (Vigna
subterranea (L.) Verdcourt) galur Gresik dan Bogor pada berbagai warna
biji. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh
Hibah Kompetitif. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sadjad S. 1993. Dari benih kepada benih. Gramedia. Jakarta.
Sadjad S. 1994. Kuantifikasi metabolisme benih. Grasindo, Jakarta
Sari A.Y. 2006. Efektivitas fungisida botani dalam menghambat pertumbuhan
cendawan patogenik penyebab rebah semai pada cabai merah (Capsicum
annuum L.) secara in vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
Sharma R. 2012. Pathogenicity of Aspergillus niger in plants. Cibtech Journal of
Microbiol. 1(1):47-51.
Swanevelder C.J. 1998. Production guidelines: bambara groundnuts. National
Department of Agriculture and ARC – Grain Crops Institute, Pretoria.
Tombe M., Pangeran D., and Haryani T.S. 2012. Keefektifan formula minyak
cengkeh dan serai wangi terhadap Fusarium oxysporum f.sp. vanillae
penyebab busuk batang vanili. Jurnal Littri 18(4):143-150.
Zainal A., Anwar A., Ilyas S., Sudarsono, dan Giyanto. 2010. Efektivitas ekstrak
tumbuhan untuk mengeliminasi Clavibacter michiganensis subsp.
michiganensis. J.Agron.Indonesia 38(1):52-59.
Zengeni S.B. and Mupamba J. 1997. Preliminary studies on the germinability and
vigour of Zimbabwean bambara groundnut genotypes. Dalam: Heller J.,
Begemann, and Mushonga J., (Eds). Conservation and Improvement of
Bambara Groundnut (Vigna subterranean (L.) Verdc.); Harare, 14-16
November 1995.
25
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Pacitan pada 16 Mei 1993, dan merupakan anak pertama
dari dua bersaudara pasangan Reno Subroto, S.P., dan Yuni Puspitasari. Penulis
menjalani pendidikan di SDN Pringkuku 1, SMP N 1 Pacitan, SMA 1 Pacitan,
hingga diterima pada program S1 Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan SNMPTN
(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama perkuliahan, penulis
pernah mengikuti beberapa kepanitiaan dan kegiatan organisasi International
Association of Student in Agricultural and Related Sciences (IAAS) IPB sebagai
salah satu ketua departemen pada tahun 2013. Penulis juga pernah mengikuti
program pertukaran pelajar MIT Student Mobility selama satu semester di
Kasetsart University, Thailand pada tahun 2013.