Anda di halaman 1dari 6

TUGAS AIKA

Islam dan Persoalan Hidup dan Kerja


Dosen Pengampu : Mila Khairunisa

Disusun Oleh :

Athoya Abdurasyid Hanif NIM : 2022201055

Program Studi Teknik Sipil


Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Tangerang
A. Hakekat Hidup dan Kerja

Dalam diri manusia terdapat apa yang disebut dengan nafs sebagai potensi yang
membawa kepada kehidupan. Dalam pandangan Al-Qur’an, nafs diciptakan Allah dalam
keadaan sempurna untuk berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan
dan keburukan. Allah SWT. Katakana dalam surat al-Syams ayat 7-8

“Demi Nafs serta penyempurnaan ciptaanNya, Allah mengilhamkan kepadanya


kejahatan dan ketaqwaan”

Allah mengilhamkan, berarti memberi potensi agar manusia melalui nafs  dapat
menangkap ma’na baik dan buruk, serta dapat mendorongnya untuk melakukan kebaikan dan
keburukan. Meskipun nafs berpotensi positif  dan negative, namun diperoleh pula isyarat
bahwa pada hakekatnya potensi positif manusia lebih kuat dari pada potensi negetifnya.
Hanya saja daya Tarik keburukan lebih kuat dari daya tarik kebaikan. Untuk itu manusia
dituntut agar memelihara kesucian nafsnya. Firman Allah dalam surat al-Syams ayay 9-10.

”sungguh beruntunglah orang-orang yang menyucikannya dan merugilah orang-


orang yang Mengotorinya”

Kecendrungan nafs lebih kuat untuk kebaikan dipahami dari isyarat ayat, misalnya 
terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 286

“Allah  tidak membebani seseorang, tertapi  sesuai dengan kesanggupan nya.  Nafs
memperoleh ganjaran dari apa yang diusahakannya, dan memperoleh siksa dari apa yang
diusahakannya”

Selain nafs, dalam diri manusia juga terdapat qalb yang sering diterjemahkan hati. Seperti
dikemukakan di atas, bahwa nafs ada dalam diri manusia, qalb pun demikian, hanya saja qalb
yang merupakan wadah dipahami dalam arti alat, sebagaimana firman Allah dalam surat al-
A’raf ayat 179

“mereka mempunyai qalb, tetapi tidak digunakan untuk memahami”.

Selain kata qalb,dalam al-qur’an juga terdapat kata fu’ad, seperti dalam firman-Nya
dalam surat al-Nahl

“Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu maka Dia membirimu (alat) pendengaran, (alat) penglihatan serta hati, agar
kamu bersyukur  (mempergunakannya memperoleh pengetahuan)”

Kemudian manusia juga memiliki ruh, sebagaimana firman-Nya dalam surat al-Isra’ ayat
85

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah Ruh adalah urusan
Tuhanku, kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit”
Ada yang berpendapat, bahwa ruh itu sama dengan nyawa,  tetapi apa bedanya manusia
dengan orang utan, monyet dan binatang yang lain?. Dalam surat al-mu’minun dijelaskan
bawa dengan ditiupkannya ruh, maka menjadilah makhluk ini khalq akhar (makhluk yang
unik) yang berbeda dengan makhluk lain. Karena manusia memiliki ruh lah ia mudah
menerima wahyu dari Allah SWT. Mempelajari wahyu dikatakan santapan rohani, bukan
santapan nyawa. Manusia berpotensi mendapatkan  hidayah Karena mempunyai roh. Selain
memiliki nafs, qalb, dan ruh manusia juga memiliki ‘aql. Kata ‘aql dalam al-qur’an
menggunakan bentuk kata kerja masa kini dan lampau. Dari segi bahasa, kata ini dapat
diartikan tali pengikat, penghalang. 

‘Aql merupakan sesuatu yang mengikat atau menghalangi seseorang terjerumus dalam
kesalahan atau berbuat dosa. Allah berfirman dalam surat al-An’am ayat 151

“ … dan janganlah kamu mendekati perbuatan keji, baik yang Nampak atau ter
sembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan  Allah kecuali demi
kebenaran, itulah wasiat Allah kepadamu agar kamu ber’aqal (dapat memahaminya)”

Menurut Hamka, dalam bukunya Falsafah Hidup, Islam  sangat memuliakan ‘aql, maka
dari itu Islam adalah agama yang menjunjung tinggi “aql. Orang yang dapat menempatkan
dirinya merasa terikat pada aturan-aturan Allah dalam firman-firman-Nya, maka itulah
sebenarnya orang-orang yang ber’aqal.  Seorang muslim dalam aktifitas kehidupnya dapat
menggunakan ‘aqalnya jauh dari perbuatan keji, ruhnya banyak berisikan wahyu Allah,
hatinya jadi tentram sehingga dirinya terkendali kejalan yang diredhai Allah, terhindar dari
langkah-langkah syetan yang buruk   Demikianlah hakekat hidup manusia dengan berbagai
potensi yang terdapat dalam dirinya untuk melaksanakan pekerjaan.

B. Rahmat Allah Terhadap Orang yang Rajin Bekerja

Umar bin Khattab khalifah ke dua setelah Abubakar Siddiq berkata :

“aku benci orang berpangku tangan, tanpa ada aktifitas kerja, baik kerja untuk dunia atau
untuk kepentingan di akherat kelak”

Dalam hal ini khalifah Umar sangat menghargai dan menyenangi orang yang rajin bekerja
dan beraktifitas. Sebagai muslim yang ta’at, Umar selalu mendorong umat Islam untuk
memiliki semangat bekerja dan beramal, serta menjauhkan diri dari sifat malas.

Rasulullah bersabda :

“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari lemah pendirian, sifat malas, penakut, kikir,
hilangnya kesadaran, terlilit utang dan dikendalikan orang lain. Dan aku berlindung
kepada-Mu dari siksa kubur, dan dari fitnah (ketika hidup dan mati). (H.R Bukhari dan
Muslim)

Orang muslim yang akan berhasil dalam hidupnya adalah kemampuannya meninggalkan
perbuatan yang melahirkan kemalasan/tidak produktif dan digantinya dengan amalam yang
bermanfa’at.
Sabda Rasulullah  saw. Dari Abu hurairah  :

“Sebaik-baik Islamnya seseorang adalah meninggalkan perbuatan yang tidak


bermanfa’at” (HR. Tarmizi).

Bekerja bagi seorang muslim adalah dalam rangka mendapatkan rezki yang halal dan 
memberikan manfa’at yang sebesar-besarnya bagi masyarakat sebagai ibadahnya kepada
Allah swt. Firman-Nya :

“Apabila shalat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya  agar kamu beruntung” (al-
Jmu’ah: 10).

Dalam pandangan Islam bekerja merukapan bagian dari ibadah, maka aplikasi dan
implementasinya perlu diikat dan dilandasi oleh akhlak/etika, yang senantiasa disebut etika
profesi. Etika/akhlaq yang mencerminkan sifat terpuji, yaitu Shiddiq, istiqamah, futhanah,
amanah dan tablig. 

Dari uraian diatas, dapat difahami, bahwa seorang muslim yang akan mendapat kasih
sayang dari Allah swt.  Adalah  apabila orang itu jauh dari sifat malas, senang melakukan
kegiatan-kegiatan yang bermanfa’at, rajin bekerja, tidak menyia-nyiakan waktu, menyadari
bahwa semua aktifitas yang dilakukan adalah dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.

C. Akhlak dalam Bekerja

Seorang muslim dalam bekerja selalu berhati-hati dan terbuka pikirannya


kepada keindahan ciptaan Allah. Dia menyadari bahwa Allah lah yang mengontrol segala
urusan dunia dan kehidupan manusia. Dia mengenal tanda-tanda kekuasaan-Nya, senantiasa
berzikir dan tawakal kepada-Nya.

“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan
siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang bertawakal (yaitu) orng-orng yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (sambbil berkata) Ya Tuhan kami,
tidaklah Engkau ciptakan semua ini  dengan sis-sia, maha suci Engkau, maka
peliharalah kami dari api neraka” (Ali Imran ayat 190-191)

Dalam bekerja dia tulus dan patuh kepada Allah dalam keadaan bagaimanapun, tidak
boleh melampaui batas, selalu ta’at mengikuti bimbingan Allah meskipun tidak sesuai dengan
keinginannya. Dia bertanggung jawab menjalankan kewajiban pekerjaan yang telah
ditetapkan untuknya. Bila ia mendapatkan kendala, segera mencari penyebabnya dan siap
memikul semua konsekwensinya. Dia memahami sabda Rasul Saw.

“Betapa indahnya  urusan orang Islam. Seluruh urusan (kerjanya) adalah baik bagi
dirinya. Jika ia mengalami kemudahan, ia bersyukur, dan yang demikian itu baik bagi
dirinya, jika ia mengalami kesulitan, ia menghadapinya dengan sabar dan tabah, dan itupun
juga  dirinya (HR. Bukhari)
Akhlak seorang muslim dalam bekerja menemukan kemudahan selalu bersyukur, ketika
menghadapi kesulitan dia tabah dan sabar. Mudah dan sulit baginya sama, karena semua itu
adalah untuk menguji kekuatan imannya. Pada sa’atnya ia mendapatkan kesalahan dalam
bekerja, menyimpang dari ketentuan Allah dan Rasul-Nya, ia segera bertobat, segera ingat
akan Tuhannya, menghentikan segala kesalahannya dan memohon ampun atas kekeliruannya.

“Sesungguhnya  orang-orang yang bertaqwa bila dalam dirinya timbul perasaan was-
was dari setan, mereka segera ingat kepada Allah. Maka waktu itu juga mereka melihat
kesalahan-kesalahannya (al-A’raf :201).

D. Keharusan Profesionalisme dalam Bekerja

Profesonal  berarti berkualitas, bermutu dan ahli dalam satu bidang pekerjan yang
menjadi profesinya. Suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh seseorang yang memang
ahlinya, tentu akan mendapatkan hasil yang bermutu dan baik. Sebaliknya suatu pekerjaan
yang dilaksanakan oleh seseorang yang bukan profesinya, akan mendapatkan hasil yang tidak
bermutu dan bahkan akan berantakan. Sabda Rasul Saw. 

“Bila menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah
kehancuran”

Menurut sabda Rasul ini, seseorang dalam bekerja, apapun pekerjaannya, kalau ingin
mengharapkan hasil yang berkualitas dan baik, maka dia harus profeisinal/ahli dalam
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya itu.

Ahli dalam bekerja, berarti menguasai ilmu pengetahuan yang berhubungan lansung
dengan pekerjannya. Seorang pekerja yang bekerja dalam dunia pertanian, tentu dia harus
berilmu tentang tanaman, pemupukan, pengiran dan lain-lain. Dia harus mengerti, memahami
dan menghayati secara mendalam segala yang menjadi tugas dan kewajibannya dalam
pertanian. Sifat kreatifitas dan kemampuan melakukan berbagai macam inovasi yang
bermanfa’at tentang pertanian akan muncul dalam dirinya. Tentunya kreatif dan inovatif
hanya mungkin akan dimiliki manakala seseorang selalu berusaha untuk menambah berbagai
ilmu pengetahuan, peraturan, dan informasi yang berhubungan dengan pekerjaan apapun
bentuk pekerjanya.

Sebagai seorang guru (pengejar) dituntut harus ahli dalam ilmu keguruan, jangan
setengah-setengah, tapi belajar, terus belajar tentang profesi keguruan  sampai akhir
hayatnya.

Firmam Allah dalam al-Baqarah : 208  ”Hai orang yang beriman, masuklah kamu
kedalam kedamaian /Islam secara menyeluruh, dan janganlah kamu ikuti langkah-
langkah setan, karena setan itu adalah musuhmu yang nyata”

Tersirat dalam ayat ini, bahwa aktifitas  apapun yang dilakukan menuntut pelakunya
untuk  berilmu  secara mendalam dan menyeluruh (kaffah) seuai dengan profesinya.

Orang beriman diminta untuk memasukkan totalitas dirinya  kedalam wadah islam secara
menyeluruh, sehingga semua kegiatannya berada dalam wadah islam/kedamaian. Ia damai
dengan dirinya, keluarganya, seluruh manusia, binatang, tumbuh tumbuhan dan alam raya
semuanya. Wadah islam secara menyeluruh yang dimaksud juga penguasaan ilmu islam
secara menyeluruh sehingga mampu melaksanakan aktifitas islam dengan berkualitas dan
bermutu.

Anda mungkin juga menyukai