Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL


ASKEP SKOLIOSIS

Dosen Pembimbing:
Ns. Dwi Yunita R, S.Kep
Disusun Oleh :
Kelompok C

1 Andrie Kurniawan 2008 21 056


2 Amelia Theresia 2008 21 010
3 Amila Amalia 2008 21 050
4 Benny 2008 21 046
5 Dedel Chendra 2008 21 006
6 Elva Murni 2008 21 048
7 Ema Elvi 2008 21 140
8 Eva Yunita 2008 21 120
9 Hergani 2008 21 122
10 Kartini 2008 21 014
11 Martinah 2008 21 080
12 Rino Deni Nurkusuma 2008 21 022
13 Risty Julianti 2008 21 086
14 Rona Karwasih 2008 21 142
15 Rossi Isnania 2008 21 116
16 Trie Yoga Prio S 2008 21 052
17 Tuniaty 2008 21 036
18 Yuriska Dayana 2008 21 112
19 Zulpa 2008 21 152

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM JAMBI


STIKBA
PRODI S1 KEPERAWATAN
2009-2010
LAMPIRAN

Daftar Nama Kelompok C Beserta Tugasnya

NO NAMA TUGAS
1 Andrie Kurniawan Koordinator
2 Amelia Theresia Notulen (Sekretaris)
3 Amila Amalia Cari Bahan
4 Benny Mencatat
5 Dedel Chendra Mengetik
6 Elva Murni Meringkas
7 Ema Elvi Cari Bahan
8 Eva Yunita Meringkas
9 Hergani Meringkas
10 Kartini Cari Bahan
11 Martinah Cari Bahan
12 Rino Deni Nurkusuma Mencatat
13 Risty Julianti Cari Bahan
14 Rona Karwasih Meringkas
15 Rossi Isnania Meringkas
16 Trie Yoga Prio S Mengetik
17 Tuniaty Mencatat
18 Yuriska Dayana Bendahara
19 Zulpa Cari Bahan

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan makalah Sistem Muskuloskeletal yang
berjudul ” Askep Skoliosis ” tepat pada waktunya.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pengrjaan makalah ini.
Penulis juga menyadari banyak kekurangan yang terdapat pada makalah
ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik yang membangun agar penulis
dapat berbuat lebih banyak di kemudian hari. Semoga makalah ini berguna bagi
penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Jambi, 22 Oktober 2009

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................


LAMPIRAN ................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Skoliosis........................................................................ 3
2.2 Etiologi ........................................................................................... 4
2.3 Klasifikasi Skoliosis ....................................................................... 5
2.4 Patofisiologis .................................................................................. 6
2.5 Manifestasi Klinis .......................................................................... 9
2.6 Penatalaksanaan ............................................................................. 9
2.7 Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 10
2.8 Komplikasi ..................................................................................... 11
2.9 Asuhan Keperawatan ..................................................................... 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................................................... 26
3.2 Saran .............................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah
samping, yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada)
maupun lumbal (pinggang).
Walaupun penyebab skoliosis idiopatik tidak diketahui, namun ada
beberapa perbedaan teori yang menunjukkan penyebabnya seperti faktor
genetik, hormonal, abnormalitas pertumbuhan, gangguan biomekanik dan
neuromuskular tulang, otot dan jaringan fibrosa. Meskipun skoliosis
tidakmendatangkan rasa sakit penderita perlu di rawat seawal mungkin.
Tanpa perawatan, tulang belakang menjadi semakin bengkak dan
menimbulkan berbagai komplikasi seperti kerusakan peru-paru dan jantung,
serta sakit tulang belakang.
Sekitar 4% dari seluruh anak-anak yang berumur 10-14 tahun
mengalami skoliosis; 40-60% diantaranya ditemukan pada anak
perempuan.Sekitar 80% skoliosis adalah idiopatik, Skoliosis idiopatik
dengan kurva lebih dari 100 dilaporkan dengan prevalensi 0,5-3 per 100
anak dan remaja. Prevalensi dilaporkan pada kurva lebih dari 300 yaitu 1,5-3
per 1000 penduduk. Insiden yang terjadi pada skoliosis idiopatik infantil
bervariasi, namun dilaporkan paling banyak dijumpai di Eropa daripada
Amerika Utara, dan lebih banyak laki-laki dari pada perempuan.
Dalam makalah ini penulis akan menjabarkan tentang konsep skoliosis
serta Asuhan Keperawatan nya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dat membuat rumusan


masalah yaitu sebagai berikut :
1. Apa itu Skoliosis ?
2. Apa penyebab skoliosis ?
3. Klasifikasi skoliosis ?

1
4. Bagaimana tanda dan gejala skoliosis ?
5. Bagaimanakah penatalaksanaan pasien skoliosi ?
6. Apakah komplikasi dari Skolisosi ?
7. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Skolisosis ?

1.3 Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas
Sistem Muskuloskeletal yang berjudul ” Askep Skoliosis ”. Tujuan khusus
penulisan makalah ini adalah menjawab pertanyaan yang telah dijabarkan
pada rumusan masalah agar penulis ataupun pembaca tentang konsep
skoliosis serta proses keperawatan dan pengkajiannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan, mengandung
arti kondisi patologik.Vertebra servikal, torakal, dan lumbal membentuk
kolumna vertikal dengan pusat vertebra berada pada garis tengah. Skoliosis
adalah deformitas kelainan tulang belakang yang menggambarkan deviasi
vertebra kearah lateral dan rotasional.
Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah
samping, yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada)
maupun lumbal (pinggang).
Skoliosis adalah suatu kelainan bentuk pada tulang belakang dimana
terjadi pembengkokan tulang belakang ke arah samping kiri atau kanan,
biasanya membentuk kurva "C" atau kurva "S".

Gambar 1. Vertebra normal dan Vertebra Scoliosi

3
Gambar 2. Skoliosis Vertebra Thorakalis dan Lumbalis

2.2 Etiologi

Penyebab terjadinya skoliosis diantaranya kondisi osteopatik, seperti


fraktur, penyakit tulang, penyakit arthritis, dan infeksi. Pada skoliosis berat,
perubahan progresif pada rongga toraks dapat menyebabkan perburukan
pernapasan dan kardiovaskuler. (Nettina, Sandra M.)

Terdapat 3 penyebab umum dari skoliosis:

1. Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan


dalam pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatu.
2. Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau
kelumpuhan akibat penyakit.
3. Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui

Walaupun penyebab skoliosis idiopatik tidak diketahui, namun ada


beberapa perbedaan teori yang menunjukkan penyebabnya seperti faktor

4
genetik, hormonal, abnormalitas pertumbuhan, gangguan biomekanik dan
neuromuskular tulang, otot dan jaringan fibrosa.
- Faktor genetik
Dilaporkan bahwa faktor genetik mempunyai komponen pada
perkembangan scoliosis, terjadi peningkatan insiden pada keluarga pasien
dengan scoliosis idiopatik dibandingkan dengan pasien yang tidak
mempunyai riwayat penyakit scoliosis.
- Faktor hormonal.
Defisiensi melatonin diajukan sebagai penyebab scoliosis. Sekresi
melatonin pada malam hari menyebabkan penurunan progresivitas scoliosis
dibandingkan dengan pasien tanpa progresivitas. Hormon pertumbuhan juga
diduga mempunyai peranan pada perkembangan skoliosis. Kecepatan
progresivitas skoliosis pada umumnya dilaporkan pada pasien dengan
growth hormone.
- Perkembangan Spinal dan Teori Biomekanik
Abnormalitas dari mekanisme pertumbuhan spinal juga menunjukkan
penyebab dari perkembangan dan progresivitas skoliosis, dimana
dihubungkan dengan waktu kecepatan pertumbuhan pada remaja.
- Abnormalitas Jaringan.
Beberapa teori diajukan sebagai komponen struktural pada komponen
tulang belakang (otot, tulang, ligamentum dan atau discus) sebagai penyebab
skoliosis. Beberapa teori didasari atas observasi pada kondisi seperti
syndrome Marfan (gangguan fibrillin), duchenne muscular dystrophy
(gangguan otot) dan displasia fibrosa pada tulang.

2.3 Klasifikasi
Skoliosis dapat dibagi atas dua yaitu
a. Skoliosis struktural
Skoliosis tipe ini bersifat irreversibel ( tidak dapat di perbaiki ) dan dengan
rotasi dari tulang punggung Komponen penting dari deformitas itu adalah
rotasi vertebra, processus spinosus memutar kearah konkavitas kurva.
Tiga bentuk skosiliosis struktural yaitu :

5
1. Skosiliosis Idiopatik. adalah bentuk yang paling umum terjadi dan
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
a.Infantile : dari lahir-3 tahun.
b.Anak-anak : 3 tahun – 10 tahun
c.Remaja : Muncul setelah usia 10 tahun ( usia yang
paling umum )
2. Skoliosis Kongenital adalah skoliosis yang menyebabkan malformasi
satu atau lebih badan vertebra.
3. Skoliosis Neuromuskuler, anak yang menderita penyakit neuromuskuler
(seperti paralisis otak, spina bifida, atau distrofi muskuler) yang secara
langsung menyebabkan deformitas.
b. Skoliosis nonstruktural ( Postural ):
Skoliosis tipe ini bersifat reversibel (dapat dikembalikan ke bentuk
semula), dan tanpa perputaran (rotasi) dari tulang punggung.. Pada skoliosis
postural, deformitas bersifat sekunder atau sebagai kompensasi terhadap
beberapa keadaan diluar tulang belakang, misalnya dengan kaki yang
pendek, atau kemiringan pelvis akibat kontraktur pinggul, bila pasien duduk
atau dalam keadaan fleksi maka kurva tersebut menghilang.

2.4 Patofisologis
Skoliosis adalah kondisi abnormal lekukan tulang belakang, Skoliosis di
turunkan, serta umumnya sudah terjadi sejak masa kanak-kanak.
Penyebabnya tidak diketahui dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan
postur tubuh, diet, olahraga, dan pemakaian backpack..
Penyebab lain dari skoliosis yaitu infeksi kuman TB daerah korpus vertebra
( spondiliatis ) dan terjadi perlunakan korpus. Perubahan postural berupa
lengkungan berbentuk S dan C terjadi pada tulang spinal atau termasuk
rongga tulang spinal. Derajat lengkungan penting untuk di ketahui apakah
terjadi penekanan pada paru-paru dan jantung.
Umumnya skoliosis tidak akan memburuk, dan yang terpenting adalah
lakukan check up secara teratur (setiap 3 sampai 6 bulan). Catatan: Pada
kondisi yang berat, bisa terjadi nyeri punggung, kesulitan bernapas, atau

6
kelainan bentuk tubuh. Bisa jadi, anak perlu ‘brace’ (alat khusus) atau harus
dioperasi. Tidak ada patokan baku untuk membantu membuat keputusan
penanganan skoliosis, karena sangat dipengaruhi usia anak, derajat
pembengkokan tulang punggung, serta prediksi tingkat keparahan sejalan
dengan pertumbuhannya.

7
WOC (Web of Causation)
Kuman TB

Neuromuskular Infeksi daerah korpus vertebra


(spondilitis)

Idiopatik Kongenital Perlunakan korpus

SKOLIOSIS

Tulang vertebra melengkung ke


arah lateral

Lengkungan Berbentuk C atau S

Mempengaruhi stabilitas
tulang belakang dan pingggul

Menekan
paru Tubuh miring ke lateral

Ekspansi paru Posisi tubuh tidak seimbang


terganggu

Pola nafas
tidak efektif

Nyeri Punggung Gangguan Gangguan citra


mobilitas fisik tubuh

8
2.5 Manifestasi Klinis
1. Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
2. Bahu dan atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya
3. Nyeri punggung
4. Kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama
5. Skoliosis yang berat (dengan kelengkungan yang lebih besar dari 60 )
bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
Kebanyakan pada punggung bagian atas, tulang belakang, membengkok ke
kanan dan pada punggung bagian bawah, tulang belakang membengkok ke
kiri, sehingga bahu kanan lebih tinggi dari bahu kiri. Pinggul kanan juga
mungkin lebih tinggi dari pada pinggul kiri.
2.6 Penatalaksanaan
Adapun pilihan terapi yang dapat dipilih, dikenal sebagai “The three O’s” :
a.Observasi
Pemantauan dilakukan jika derajat skoliosis tidak begitu berat, yaitu <25 0
pada tulang yang masih tumbuh atau <500 pada tulang yang sudah berhenti
pertumbuhannya. Rata-rata tulang berhenti tumbuh pada saar usia 19 tahun.
Pada pemantauan ini, dilakukan kontrol foto polos tulang punggung pada
waktu-waktu tertentu. Foto kontrol pertama dilakukan 3 bulan setelah
kunjungan pertama ke dokter. Lalu sekitar 6-9 bulan berikutnya bagi yang
derajat <200 dan 4-6 bulan bagi yang derajatnya >200.
b.Orthosis dalam hal ini adalah pemakaian alat penyangga yang dikenal
dengan nama brace. Biasanya indikasi pemakaian alat ini adalah :
1)Pada kunjungan pertama, ditemukan derajat pembengkokan sekitar 250
2)Terdapat progresifitas peningkatan derajat sebanyak 250
Jenis dari alat orthosis ini antara lain :
1. Milwaukee
2. Boston
3. Charleston bending brace
Alat ini dapat memberikan hasil yang cukup signifikan jika digunakan
secara teratur 23 jam dalam sehari hingga masa pertumbuhan anak berhenti.
c.Operasi

9
Tidak semua skoliosis dilakukan operasi. Indikasi dilakukannya operasi
pada skoliosis adalah :
1)Terdapat progresifitas peningkatan derajat pembengkokan >400 -450 pada
anak yang sedang tumbuh
2)Terdapat kegagalan setelah dilakukan pemakaian alat orthosis
3)Terdapat derajat pembengkokan >500 pada orang dewasa
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan fisik penderita biasanya diminta untuk membungkuk
ke depan sehingga pemeriksa dapat menentukan kelengkungan yang terjadi.
Pemeriksaan neurologis (saraf) dilakukan untuk menilai kekuatan, sensasi
atau refleks.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
1. Skoliometer adalah sebuah alat untuk mengukur sudut kurvaturai.
Cara pengukuran dengan skoliometer dilakukan pada pasien dengan
posisi membungkuk, kemudian atur posisi pasien karena posisi ini akan
berubah-ubah tergantung pada lokasi kurvatura, sebagai contoh kurva
dibawah vertebra lumbal akan membutuhkan posisi membungkuk lebih jauh
dibanding kurva pada thorakal. Kemudian letakkan skoliometer pada apeks
kurva, biarkan skoliometer tanpa ditekan, kemudian baca angka derajat
kurva.
Pada screening, pengukuran ini signifikan apabila hasil yang diperoleh
lebih besar dari 50, hal ini biasanya menunjukkan derajat kurvatura > 200
pada pengukuran cobb’s angle pada radiologi sehingga memerlukan evaluasi
yang lanjut
2. Rontgen tulang belakang
X-Ray Proyeksi
Foto polos : Harus diambil dengan posterior dan lateral penuh terhadap
tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai derajat
kurva dengan metode Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan metode
Risser. Kurva structural akan memperlihatkan rotasi vertebra, pada proyeksi
posterior-anterior, vertebra yang mengarah ke puncak prosessus spinosus

10
menyimpang kegaris tengah; ujung atas dan bawah kurva diidentifikasi
sewaktu tingkat simetri vertebra diperoleh kembali.
Cobb Angle diukur dengan menggambar garis tegak lurus dari batas
superior dari vertebra paling atas pada lengkungan dan garis tegak lurus dari
akhir inferior vertebra paling bawah. Perpotongan kedua garis ini
membentuk suatu sudut yang diukur.
Maturitas kerangka dinilai dengan beberapa cara, hal ini penting karena
kurva sering bertambah selama periode pertumbuhan dan pematangan
kerangka yang cepat. Apofisis iliaka mulai mengalami penulangan segera
setelah pubertas; ossifikasi meluas kemedial dan jika penulangan krista
iliaka selesai, pertambahan skoliosis hanya minimal. Menentukan maturitas
skeletal melalui tanda Risser, dimana ossifikasi pada apofisis iliaka dimulai
dari Spina iliaka anterior superior (SIAS) ke posteriormedial. Tepi iliaka
dibagi kedalam 4 kuadran dan ditentukan kedalam grade 0 sampai 5.
3. MRI ( jika di temukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen )
2.8 Komplikasi
1. Deformitas berat terjadi terutama kalau tidak diterapi selama masa
pertumbuhan
2. Memperburuk penampilan secara drastic
3. Gangguan keseimbangan otot seperti nyeri, gampang lelah, kelemahan
otot
4. Gangguan kapasitas paru-jantung terutama pada scoliosis berat
2.9 Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Skoliosis
2.9.1 PreOperasi
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

11
b) Keluhan Utama
Pada umumnya pada pasien yang mengalami scoliosis yang lengkungan
scoliosis nya melebihi 400 akan mengalami gangguan pola penafasan
akibat penekanan paru.
Nyeri juga dirasakan pada pasien skoliosi, karena posis tubuh yang
miring ke lateral, sehingga ,menyebabkan posisi tubuh yang tidak
anatomis.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
perawat dapat menggunkan PQRST, yaitu :
 Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
 Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
 Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
 Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
 Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk mengetahui penyebab
terjadinya skoliosis,serta derajat kelengkungan scoliosis karena hal ini
berguna dalam penentuan penanganan yang akan dilakukan.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan penyebab terjadinya scoliosis dan
kemungkinan dalam perbaikan kembali scoliosis ke posisi anatomisnya.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya scoliosis, karena adanya teori

12
yang menyatakan bahwasanya pasien yang memiliki riwayat keluarga
yang terkena scoliosis akan menigkatkan insiden scoliosis.
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
2. Pemeriksaan fisik meliputi :
 Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian
tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada
tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan
adanya patah tulang.
 Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
 Mengkaji sistem persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
 Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot.
 Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah
satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi
neurologist yang berhubungan dengan caraberjalan abnormal (mis.
cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-
selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar –
penyakit Parkinson).

13
 Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang
lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya
edema.
Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu
dan waktu pengisian kapiler.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan paru
2. Nyeri punggung berhubungan dengan posisi tubuh miring ke lateral
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan postur tubuh yang tidak
seimbang
4. Gangguan citra tubuh atau konsep diri berhubungan dengan postur tubuh
yang miring ke lateral
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
penyakitnya
C. NCP
Diagnosa
NO Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Pola napas efektif - Kaji status - Dengan mengkaji
pola napas b.d pernapasan setiap pasien setiap 4 jam,
penekanan paru KH : 4 jam perawat bisa
- Menunjuk memantau
an pola nafas keadaannya dengan
yang normal lebih efektif.
- Frekuensi - Bantu dan - Meningkatkan
dan irama nafas ajarkan pasien ventilasi maksimal
teratur melakukan napas dan oksigenasi dan
dalam setiap 1 menurunkan/menceg
jam ah atelektasis
- Duduk tinggi
- Atur posisi memungkinkan
tidur semi fowler menigkatkan

14
untuk ekspansi paru dan
meningkatkan memudahkan
ekspansi paru pernafasan
- Untuk mengetahui
atau mendengarkan
- Auskultasi bunyi nafas
dada untuk
mendengarkan
bunyi napas setiap - Indikator umum,
2 jam status sirkulasi dan
- Pantau tanda keadekuatan perfusi
vital setiap 4 jam
2. Nyeri punggung Nyeri berkurang - Kaji tipe, - Dengan
yang b.d posisi atau hilang intensitas, dan mengkaji, perawat
tubuh miring ke lokasi nyeri bisa mengetahui tipe
lateral KH : dan intensitas nyeri
- Melaporak pada pasien
an tingkat nyeri - Dengan
- Atur posisi
yang dapat mengatur posisi
yang dapat
diterima pasien, dapat
meningkatkan
- Pasien meningkatkan rasa
rasa nyaman
tenang dan rileks nyaman.
- Pertahankan
- Terjadi - Untuk
lingkungan yang
keseimbangan meningkatkan
tenang untuk
istirahat dan tidur kenyamanan pasien
meningkatkan
kenyamanan
- Ajarkan
relaksasi dan
teknik distraksi
- Untuk
untuk
mengalihkan
mengalihkan
perhatian dan
perhatian,
mengurangi nyeri.

15
sehingga
mengurangi nyeri
- Ajarkan dan
anjurkan - Untuk
pemakaian brace mengurangi rasa
untuk mengurangi nyeri saat
nyeri saat aktivitas beraktivitas.
- Kolaborasi
dalam pemberian
analgetik untuk - Analgetik dapat
meredakan nyeri mengurangi rasa
nyeri
3. Gangguan Meningkatkan - Kaji tingkat - Dengan
moblitas fisik mobilitas fisik mobilitas fisik mengkaji moblitas
yang b.d postur fisik, perawat bisa
tubuh yang tidak KH : mengetahui dalam
seimbang - Pasien keterbatasan gerak
- Bantu dan
dapat melakukan - Meningkatkan
ajarkan latihan
latihan gerak kekuatan otot dan
rentang gerak
secara adekuat sirkulasi
sendi aktif
- Melakukan - Keluarga yang
- Libatkan
mobilitas pada kooperatif dapat
keluarga dalam
saat optimal meringankan
melakukan
- Secara petugas, dan
Mobilisasi pasien
aktif ikut serta memberikan
dalam rencana kenyamanan pada
keperawatan pasien, dan
membantu pasien
dalam melakukan
perawatan diri.

16
4. Gangguan citra Meningkatkan - Anjurkan - Dengan terbuka
tubuh yang atau citra tubuh untuk kepada perawat,
konsep diri yang mengungkapkan perawat bisa
b.d postur tubuh KH : perasaan dan mengindentifikasi
yang miring ke - Pasien masalahnya masalah dengan
lateral mencari orang akurat, serta Ekspresi
lain untuk emosi membantu
membantu pasien mulai
mempertahankan menerima kenyataan
harga diri dan realitas hidup
- Secara - Untuk
aktif ikut serta kenyamanan pasien
dalam perawatan - Membantu
- Beri
dirinya. pasien dalam
lingkungan yang
- Mengguna menghadapi berbagai
mendukung
kan keterampilan masalah dan stressor
- Bantu pasien
koping dalam
untuk
mengatasi citra - Harapan yang
mengidentifikasi
tubuh. tidak realistik
gaya koping yang
menyebabkan pasien
positif
mengalami
- Beri harapan
kegagalan dan
yang realistik dan
menguatkan
buat sasaran
perasaan-perasaan
jangka pendek
tidak berdaya
untuk
- Penguatan
memudahkan
positif meningkatkan
pencapaian
harga diri dan
mendorong
pengulangan
- Beri perilaku yang di
penghargaan harapkan
untuk tugas yang

17
dilakukan - Berguna agar
terjadinya
keterbukaan dan
mendapat informasi
- Beri
yang akurat
dorongan untuk
melakukan
komunikasi
dengan orang
terdekat dan
- Menigkatkan
memerlukan
kemnadirian
sosialisasi dengan
keluarga serta
teman.
- Beri
dorongan untuk
merawat diri
sesuai toleransi
5. Kurang Pemahaman - Jelaskan - Agar pasien
pengetahuan tentang program tentang keadaan mengetahui tentang
yang b.d kurang pengobatan penyakitnya keadaan
informasi tentang penyakitnya.
penyakitnya KH :
- Pasien - Agar pasien
- Tekankan
dapat mengetahui
pentingnya dan
mengungkapkan kosekuensi yang
keuntungan
tentang terjadi jika pasien
mempertahankan
mengertinya melanggarnya.
program latihan
proses penyakit.
yang di anjurkan
- Memperag - Agar pasien
- Jelaskan
akan mengerti begitu
tentang
pemasangan pentingnya
pengobatan:
brace atau korset keteraturan minum
nama, jadwal,

18
- Mengekspr tujuan, dosis, dan obat dan pentingnya
esikan tentang efek sampingnya obat.
jadwal - - Agar pasien
pengobatan. - Peragakan dapat mandiri dan
pemasangan dan bisa memasang brace
perawatan brace dan korset sendiri.
atau korset - Agar bisa
- Tingkatkan mendapat informasi
kunjungan tindak tentang penyakit nya.
lanjut dengan
dokter

2.9.2 Pasca Operasi


Beberapa bentuk skoliosis tidak dapat diatasi dengan Brace atau Gips
badan. Pembedahan mungkin diperlukan untuk memperbaiki skoliosis. Fiksasi
internal rod Haringoton merupakan salah satu pembedahan spinal untuk
perbaikan skoliosisi. Perbaikan melaului bedah pada skoliosis dengan
memasukkan dan mengimplantasikan satu rod atau beberapa rod sepnjang
vertebra spinal posterior untuk memperbaiki adanya kecekungan atau
kecembungan. Pada umumnya, fusi spinal dikerjakan melalui insisi posterior,
tulang yang di ambil krista iliaka untuk ditanam. Setelah pembedahan pasien
di imobilisasi dengan gips yang panjangnya dari leher sampai pelvis. Gips
tersebut dipakai selama 6 bulan.
A. Pengkajian
1. Kaji status neuromuskular.
2. Status pernapasan pasien, kesulitan bernapas, sianosis, takipnea, dan
batuk.
3. Penurunan sensasi dan aktivitas motorik pada ekstremitas.
4. Status sirkulasi ekstremitas, perubahan warna kulit, nadi dan suhu
5. Kelurusan tubuh dan terdapatnya alat imoblisasi.
6. Kaji lokasi, intensitas, dan durasi nyeri.
7. Karakter dan jumlah drainase luka.
8. Drainase hemovac jika terpasang.

19
9. Pengeluaran urine
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan mencakup darah lengkap,
elektrolit, pemeriksaan radiologi spinal, dam pemeriksaan kultur urine.
Penatalaksanaan medis untuk skoliosis meliputi:
1. Analgesik, antibiotikm, antiemetik, dan pelunak feses.
2. Beri cairan parenteral dengan elektrolit.
3. Penggantian balutan.
4. Pemberian Oksigen dan spirometer.
5. Pemakaian alat imobilisasi Brace, gips, dan korset.
6. Diet, aktivitas dan istirahat.
7. Stocking antiemboli
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan anastesi, insisi
operasi, dan nyeri.
2. Nyeri yang berhubungan dengan intervensi operasi.
3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan
muskulosskeletal dan nyeri.
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan
status puasa dan atau kehilangan cairan abnormal.
5. Resiko infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif dan
menurunnya pertahanan primer.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
penatalaksanaan perawatan.
C. NCP
Diagnosa
NO Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan

20
1. Ketidakefektifan Pola napas - Kaji status - Memantau
pola pernapasan efektif pernapasan setiap keadaan pasien
berhubungan 2 jam. dengan efektif
dengan anastesi, - Menunju - Bantu dan - Nafas dalam
insisi operasi, dan kan pola nafas ajarkan pasien membantu ekspansi
nyeri. yang normal untuk melakukan maksimal paru dan
- Frekuens napas dalam setiap memenuhi pasokan
i dan irama 1 jam. oksigen
nafas teratur - - Untuk
- Auskultasi mendengarkan
dada untuk bunyi nafas normal
mendengarkan atau tidak nya.
bunyi napas setiap
2 jam. - Posisi tersebut
- Pertahankan memaksimalkan
tirah baring ekspansi paru
dengan
meninggikan
kepala tempat tidur - Indikator
30-450. umum, status
- Pantau tanda- sirkulasi dan
tanda vital tiap 2 keadekuatan perfusi
jam untuk 8 jam
pertama kemudian - Analgesik dapat
setiap 2 jam. memblok rasa nyeri
- Kolaborasi sehingga
dalam pemberian memberikan
analgesik untuk kenyamanan
mempertahankan
rasa nyaman,
sehingga dapat
meningkatkan

21
pernapasan.

2. Nyeri Nyeri teratasi - Kaji lokasi, - Digunakan


berhubungan tipe, dan intensitas perawat sebagai
dengan intervensi KH : nyeri ; gunakan acauan dalam
operasi. - Melapora skala nyeri. melakukan
kan tingkat intervensi
nyeri yang selanjutnya.
dapat diterima
- Bantu pasien
- Pasien - Posisi yang
dalam mengganti
tenang dan tepat dapat
posisi dan
rileks memeberikan rasa
mempertahankan
- Terjadi nyaman dan
kesejajaran tubuh
keseimbangan mengurangi nyeri.
untuk
istirahat dan
meningkatkan rasa
tidur
nyaman.
- Beri
dorongan pada
- Kegiatan yang
pasien untuk
dapat mengalihkan
melakukan
rasa nyeri
aktivitas hiburan.
- Ajarkan dan
- Teknik
anjurkan
relaksasi dapat
melakukan teknik
mengurangi rasa
relaksasi.
nyeri.
- Beri
analgesic sebelum

22
melakukan - Analgesik
aktivitas. dapat memblok rasa
nyeri
3. Hambatan Mobilitas fisik - Pertahankan - Memberikan
mobilitas fisik dipertahankan tirah baring kenyamanan pada
berhubungan biasanya pada pasien setelah
dengan gangguan KH : posisi operasi
muskuluskeletal - Pasien telentang/telungku
dan nyeri. dapat p. - Mencegah
melakukan - Pertahankan komplikasi dan
latihan gerak imobilisasi spinal. membantu
secara adekuat mempercepat
- Melakuk perbaikan spinal
an mobilitas pasca operasi
pada saat - Fleksi lutut
optimal - Pertahankan terlalu jauh akan
- Secara kesejajaran tubuh meregangkan
aktif ikut serta (bagian verterbra) vertebra sehingga
dalam rencana selama prosedur ; dapat
keperawatan jangan fleksikan mempengaruhi
lutut terlalu jauh. bagian yang di
operasi.

- Memberikan
kenyamanan dan
- Tinggikan memaksimalkan
kepala tempat tidur ekspansi paru.
30-450. - Aktivitas
- motorik sebagai
- Kaji aktivitas indikator perbaikan
motorik, sensasi, mobilitas
warna kulit, nadi

23
dan suhu
ekstremitas bawah
tiap 4 jam. - Untuk
- Laporkan intervensi
pada dokter jika selanjutnya
terjadi perubahan
pada intervensi di
atas. - Mencegah
- Lepaskan alat terjadinya
imobilisasi sesuai komplikasi dan
program dan infeksi
periksa adanya
gangguan
integritas kulit. - Mencegah agar
- Seimbangkan tidak terjadinya
antara aktivitas komplikasi yang
dengan istirahat. memburuk dari
dilakukan nya
aktifitas.
- Melatih otot-
- Tingkatkan
otot dan tulang.
aktivitas sesuai
- Meningkatkan
program.
kekuatan otot dan
- Bantu dan
sirkulasi
ajarkan pasien
melakukan rentang
gerak pasif dan
aktif setiap 4 jam
sesuai indikasi
(ROM).
4. Risiko Tidak terjadi - Beri - Memenu
kekurangan kekurangan cairan parenteral hi kebutuhan cairan
volume cairan volume cairan dengan elektrolit dalam tubuh.

24
berhubungan atau volume sesuai program.
dengan status cairan seimbang. - Pantau - Pengelua
puasa atau/dan pengeluaran urine ran urine sebagai
KH :
kehilangan cairan setiap jam. Jika indikasi
abnormal. kurang dari 20-30 kesimbangan cairan
- Turgor
ml/jam, lapor dalam tubuh
kelihatan
dokter.
baik
- Ukur
- Pemasuk
masukkan dan - Agar
an dan
keluaran cairan cairan dalam tubuh
pengeluaran
setiap 8 jam. seimbang
urine
- Observa
seimbang
si tanda dehidrasi : - Tanda-
turgor kulit, tanda tersebut
mukosa mulut. mengindikasikan
- kekurangan cairan
- Beri tubuh.
cairan peroral - Memenu
secara bertahap, hi pasokan cairan
tingkatkan dengan dalam tubuh.
diet lunak
kemudian dengan
diet biasa.
- Beri
pelunak feses - Untuk
sesuai program. membantu
melancarkan BAB.
5. Risiko infeksi Tidak terjadi - Pantau TTV - Indikator
berhubungan infeksi tiap 4 jam. umum, status
dengan prosedur KH : - sirkulasi dan
infasif dan - Luka - Pantau keadekuatan perfusi.
menurunnya membaik balutan setiap 2 - Untuk
pertahanan primer. - Pengelua jam selam 24 jam mengidentifikasi

25
ran nanah pertama, kemudian dan memantau
berkurang setiap 4 jam perkembangan
- Leukosit pertama. operasi.
dalam darah - Ganti balutan - Mencegah
seimbang luka operasi secara resiko infeksi
aseptic teinik
sesuai program.
- Observasi
- Mengidentifika
tanda infeksi dari
si adanya resiko
luka operasi.
infeksi
- Lapor dokter
- Pengeluaran
jika ada
nanah yang
pengeluaran
berlebihan
(darah, nanah)
merupakan tanda
berlebihan dari
infeksi
luka.
-
- Kolaborasi
- Mengidentifika
dengan tim
sikan secara dini
kesehatan lain
resiko infeksi
dalam pemeriksaan
bedasarkan hasil
laboratorium : Hb,
laboratorium
Ht, eritrosit, dan
kultur cairan yang
keluar jika ada
indikasi.
- Kolaborasi
- Antibiotic
dalam pemberian
digunakan untuk
antibiotic sesuai
membunuh
program.
mikroorganisme.
BAB III
PENUTUP

26
3.1 Kesimpulan
Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan, mengandung
arti kondisi patologik.Vertebra servikal, torakal, dan lumbal membentuk
kolumna vertikal dengan pusat vertebra berada pada garis tengah. Skoliosis
adalah deformitas kelainan tulang belakang yang menggambarkan deviasi
vertebra kearah lateral dan rotasional.
Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah
samping, yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada)
maupun lumbal (pinggang).
Penyebab terjadinya skoliosis diantaranya kondisi osteopatik, seperti
fraktur, penyakit tulang, penyakit arthritis, dan infeksi. Pada skoliosis berat,
perubahan progresif pada rongga toraks dapat menyebabkan perburukan
pernapasan dan kardiovaskuler. (Nettina, Sandra M.)
Skoliosis dapat dibagi atas dua yaitu
a. Skoliosis struktural
Skoliosis tipe ini bersifat irreversibel ( tidak dapat di perbaiki ) dan dengan
rotasi dari tulang punggung Komponen penting dari deformitas itu adalah
rotasi vertebra, processus spinosus memutar kearah konkavitas kurva.
b. Skoliosis nonstruktural ( Postural ):
Skoliosis tipe ini bersifat reversibel (dapat dikembalikan ke bentuk semula),
dan tanpa perputaran (rotasi) dari tulang punggung..

3.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi
makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

27
A Graham Apley dan Lous Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur

Sistem Apley Edisi 7. Jakarta : Widy Medika

Carpenito, Lynda Juall.2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik

Klinis Edisi 9. Jakarta : EGC

R Sjamsuhidat dan Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Suratun dkk. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC

www.google.com

28

Anda mungkin juga menyukai