Anda di halaman 1dari 249

Disertasi

Konsep Syafāʻat dalam Hadis-Hadis Rasulullah


(Studi Hadis-hadis Syafāʻat dalam Saḥīḥain dan Relevansinya
dengan Praktik Masyarakat Kota Langsa-Aceh)

Oleh:

Nama : Mukhtaruddin
NIM : 94315060619
Prodi : ILMU HADIS

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATRA UTARA
MEDAN
2021

i
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Mukhtaruddin
NIM : 94315060619
Tempat / Tgl. Lahir : Buket Drien, 13 April 1975
Pekerjaan : Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN SU Medan
Alamat : Jl. Banda Aceh-Medan, Gampong Alue Pineung,
Kec. Langsa Timur, Kota Langsa.
menyatakan dengan sebenarnya bahwa Disertasi yang berjudul “Konsep
Syafāʻat dalam Hadis-hadis Rasulullah saw. (Studi Hadis-hadis Syafāʻat
dalam Ṣaḥiḥain dan Relevansinya dengan Praktik Masyarakat Kota Langsa-
Aceh)” benar karya asli saya, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan
sumbernya.

Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya, sepenuhnya


menjadi tanggungjawab saya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Medan, April 2021


Yang membuat pernyataan

Mukhtaruddin

ii
PERSETUJUAN

Disertasi Berjudul:

KONSEP SYAFĀ’AT DALAM HADIS-HADIS RASULULLAH


SAW. (STUDI HADIS-HADIS SYAFĀ’AT DALAM SAḤĪḤAIN

DAN RELEVANSINYA DENGAN


PRAKTIK MASYARAKAT KOTA LANGSA)

Oleh:

Mukhtaruddin

NIM: 94315060619

Disetujui dan disahkan sebagai persyaratan untuk Mengikuti Ujian Seminar


Hasil untuk memperoleh Gelar Doktor (S-3) pada Program Studi Ilmu Hadis
Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam (FUSI) UIN Negeri Sumatera Utara
Medan

Medan, 24 Maret 2021

Promotor,

Prof. Dr. Nawir Yuslem, MA Dr. H. Ardiansyah, Lc, MA


NIP. 19580815 198503 1 007 NIP. 19760216 200212 1 002

iii
ABSTRAK

Mukhtaruddin, 2021, “Konsep Syafāʻat dalam Hadis-hadis Rasulullah saw.


(Studi Hadis-hadis Syafāʻat dalam Ṣaḥiḥain dan
Relevansinya dengan Praktik Masyarakat Kota Langsa-
Aceh)”. Disertasi Program Doktor Prodi Ilmu Hadis pada
Pascasarjana UIN Sumatera Utara-Medan, Promotor (1).
Prof. Dr. Nawir Yuslem, MA. (II). Dr. H. Ardiansyah, Lc,
MA.

Kehidupan manusia di dunia merupakan sebuah proses menuju pada


kehidupan berikutnya di alam akhirat setelah manusia mengalami kematian
dan dibangkitkan dari kematiannya. Manusia sebagai makhluk sosial
mengharapkan bantuan dalam menjalani kehidupannya. Namun bukan
bantuan dalam segi nyata dalam dunia yang selalu diharapkan, melaikan
bantuan untuk melewati kehidupan selanjutnya yaitu bantuan yang hakiki
(syafāʻat). Syafāʻat merupakan bantuan yang diharapkan manusia dengan
merujuk berbagai dalil agama (al-Qur‘an dan Hadis) sebagai janji yang
diyakini/diimani. Dalam keyakinan ini, manusia melakukan berbagai praktik
ibadah untuk memperoleh syafāʻat. Praktik ibadah dalam mengharapkan
syafāʻat ini dilaksanakan pula oleh masyarakat di Kota Langsa. Permasalahan
yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep syafāʻat dalam
ṣaḥīḥain, bagaimana pemahaman dan praktik masyarakat kota Langsa
tentang syafāʻat dan bagaimana relevansi antara praktik masyarakat Kota
Langsa tentang syafāʻat dengan hadis-hadis syafāʻat dalam ṣaḥīḥain.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan,


metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi,
wawancara dan dokumentasi. Sedangkan dalam menganalisis data, peneliti
menggunakan teknik analisis data Miles dan Hubberman yaitu pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data dan langkah terakhir adalah penarikan
kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep syafāʻat dalam ṣaḥīḥain


antara lain: 1) subtansi terdiri dari knowledge, core purpose dan exclusion
limit, 2) reasons dan 3) trirelasi. Pemahaman masyarakat Kota Langsa
tentang syafāʻat yaitu sebuah bantuan yang diberikan oleh Rasul saw. dan

iv
selainnya untuk mendapatkan manfaat atau menolak kemudaratan. Bantuan
dalam bentuk syafāʻat bisa diperoleh oleh penerima di dunia dan di akhirat.
Adapun praktik untuk mendapatkan syafāʻat adalah dengan membaca al-
Qur’an di kuburan, mengadakan samadiyah (tahlil), membaca doa di
kuburan, mengadakan peringati maulid Nabi saw. dan menghadiahkan amal
dan sedekah. Relevansi antara praktik masyarakat Kota Langsa tentang
syafāʻat dengan hadis-hadis syafāʻat dalam ṣaḥīḥain sudah mencakup secara
menyeluruh, walau terjadi perbedaan dari segi penerima dan pemberi
syafāʻat.

Kata Kunci: Syafāʻat, Ṣaḥīḥain, Kota Langsa, knowledge, core purpose,


exclusion limit, reasons dan trirelasi.

v
ABSTRACT

Mukhtaruddin, 2021, “Konsep Syafāʻat dalam Hadis-hadis Rasulullah saw.


(Studi Hadis-hadis Syafāʻat dalam Ṣaḥiḥain dan
Relevansinya dengan Praktik Masyarakat Kota Langsa-
Aceh)”. Dissertation in Doctoral Program in Hadith Study at
Postgraduate UIN Sumatera Utara, Medan, Promoter: (1)
Prof. Dr. Nawir Yuslem, MA. (2) Dr. H. Ardiansyah, Lc,
MA.

Human life in this world is a process leading to the next life in the
afterlife. The afterlife is experienced after humans die and are raised from the
dead. Humans as social beings expect help in living their lives. But it is not
only help in the real world that is always expected. Manusa also asks for help
to get through the afterlife, which is essential help (syafāʻat). Syafā‘at is the
help that humans expect by referring to various religious arguments (al-
Qur'an and Hadith) as believed promises. In this belief, humans perform
various worship practices to obtain syafāʻat. Practices of worship in
expecting syafā‘at to be carried out by believers everywhere, including the
people in Kota Langsa. The problems examined in this research are how the
concept of syafā‘at in ṣaḥīḥain, how the understanding and practice of Kota
Langsa people about syafāʻat, and how is the relevance of the Kota Langsa
community practice of syafā‘at with the Hadith of syafā‘at in ṣaḥīḥain.

In this study, I used field research, with a qualitative descriptive


method. Data collection was carried out through observation, interviews, and
documentation. In analyzing the data, I used the data analysis method by
Miles and Hubberman with steps data collection, data reduction, data
presentation, and conclude research results. The results showed that the
concept of syafāʻat in ṣaḥīḥain, among others:1) the substance which
consists of knowledge, core purpose, dan exclusion limit, 2) reasons and, 3)
trirelasi. The understanding of the people of Kota Langsa about syafā‘at is an
aid given by the Prophet Muhammad and others to get benefits or reject
harm. Help as shafā‘at can be obtained by the recipient in this world and in
the hereafter. As for the practice of getting syafā‘at is to read al-Qur'an in the
grave, organize samadiyah (tahlil), berdoa di kuburan, organized the birthday
of the Prophet Muhammad (maulid), and charity. The relevance of the Kota

vi
Langsa community practice of syafā‘at and the Hidith of syafā‘at in ṣaḥīḥain
is comprehensive, although there are differences in terms of the recipient and
the giver of syafā‘at.

Kata Kunci: Syafāʻat, Ṣaḥīḥain, Kota Langsa, knowledge, core purpose,


exclusion limit, reasons dan trirelasi.

vii
‫ملخص البحث‬

‫مخت ار ال دين‪”، 2021 ،‬مفه وم الش فاعة يف أح اديث الن يب (دراس ة أح اديث الش فاعة يف‬
‫كت اب الص حيحني وعالقته ا باملمارس ات اجملتم ع يف مدين ة الجنس ا ‪-‬‬
‫آتشيه) "‪ .‬أطروحة دراجة الدكتوراه يف برنامج دراسة علوم احلديث يف‬
‫قسم الدراسات العليا يف اجلامعة االسالمية احلكومية سومطرة الشمالية‬
‫‪ -‬مي دان ‪ ،‬املروج (‪ .)1‬أ‪ .‬دكت ور‪ .‬ن وير يس لم املاجس تري‪.)II( .‬‬
‫الدكتور احلاج أرديانشة‪ ،‬الليساينس‪ ،‬املاجستري‬

‫حي اة اإلنس ان يف ه ذا الع امل هي عملي ة ت ؤدي إىل احلي اة التالي ة يف اآلخ رة بع د أن‬
‫خيترب البشر املوت ويقومون من بني األموات‪ .‬االنسان‪ ،‬بصفتهم كائنات اجتماعية‪ ،‬يرجو‬
‫املس اعدة يف حي اهتم‪ .‬لكن ليس املس اعدة يف الع امل احلقيقي فحس ب‪ ،‬ف إن تق دمي املس اعدة‬
‫لتج اوز احلي اة التالي ة وهي االخ رية‪ .‬الش فاعة هي املس اعدة ال يت يتوقعه ا البش ر من خالل‬
‫اإلش ارة إىل احلجج الديني ة املختلف ة (الق رآن واحلديث) ك أمر يُعتق د وي ؤمن ب ه‪ .‬يف ه ذا‬
‫االعتقاد‪ ،‬يقوم البشر مبمارسات عبادة خمتلفة للحصول على هذه الشفاعة‪ .‬ممارسات العبادة‬
‫أيض ا من قب ل اجملتم ع يف مدين ة الجنس ا‪.‬‬‫يف انتظ ار الش فاعة يف االخ رية‪ .‬ويتم تنفي ذ ه ذا ً‬
‫املشكلة اليت متت دراستها يف هذا البحث هي كيف مفهوم الشفاعة يف كتاب الصحيحني‪،‬‬
‫وكيف يتم فهم وممارسة سكان مدينة الجنسا حول مفهوم الشفاعة‪ ،‬وكيف ممارسة جمتمع‬
‫مدينة الجنسا يف مفهوم الشفاعة باالحاديث املتعلقة بالشفاعة يف كتاب الصحيحني‪.‬‬

‫يف هذه الدراسة ‪ ،‬استخدم الباحث نوع البحث امليداين والطرق الوصفية النوعية‬
‫مع تقنيات مجع بيانات املالحظة واملقابالت والتوثيق‪ .‬ويف الوقت نفسه‪ ،‬يف حتليل البيانات‪،‬‬
‫استخدم الباحث تقنيات ميلس وحربمان لتحليل البيانات‪ ،‬وهي مجع البيانات وتقليل‬
‫البيانات وعرض البيانات واخلطوة النهائية هي استخالص النتائج‪.‬‬

‫‪viii‬‬
‫أظهرت النتائج أن مفهوم الشفاعة يف كتاب الصحيحن منها ‪ )1 :‬تتكون املادة من‬
‫املعرف ة والغ رض األساس ي وح دود االس تبعاد ‪ )2 ،‬األس باب و ‪ )3‬الرتاب ط‪ .‬وفهم س كان‬
‫مدينة الجنسا أن الشفاعة هي املساعدة من الرسول صلى اهلل عليه وسلم‪ .‬املساعدة العينية‬
‫من مفه وم الش فاعة ميكن للمتلقي احلص ول عليه ا يف ال دنيا واآلخ رة‪ .‬أم ا بالنس بة حلص ول‬
‫الش فاعة هي بق راءة الق رآن يف املق ربة‪ ،‬وعق د الص مدية‪ ،‬وق راءة ال دعاء يف املق ربة‪ ،‬وإحي اء‬
‫ذك رى املول د الن يب ومنح الص دقات واجلمعي ات اخلريي ة مليت‪ .‬واالرتب اط بني ممارس ة جمتم ع‬
‫س كان مدين ة الجنس ا يف مف وم الش فاعة م ع تقالي د عن الش فاعة يف كت اب الص حيحن ق د‬
‫فهم وا بش كل ش امل‪ ،‬على ال رغم من وج ود اختالف ات من حيث املتلقي واملق دم هلذه‬
‫الشفاعة‪.‬‬

‫الكلمات السر‪ :‬الشفاعة‪ ،‬كتاب الصحيحن‪ ،‬املعرفة والغرض األساسي‪ ،‬حدود االستبعاد‬
‫وأسبابه‪.‬‬

‫‪ix‬‬
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt. yang telah menciptakan segala sesuatu
lalu menyempurnakannya, yang kemudian mengutus Rasul-Nya Muhammad
saw. dengan membawa agama Islam ini yang disertai dengan dua petunjuk,
yaitu Alquran sebagai petunjuk yang bersumber dari Allah swt. dan Sunnah
sebagai sumber dari Rasulullah saw. dan yang tujuan utamanya adalah
menyempurnakan dan menjelaskan dua sumber tersebut dengan bahasa yang
rasional dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, baik oleh
Rasul maupun oleh Sahabatnya untuk diikuti oleh segenap manusia, sampai
kepada umat yang serba modern seperti sekarang ini.

Ṣalawat dan salām semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi


Muhammad saw. sebagai utusan dari Allah dan juga manusia pilihan-Nya.
yang dengan perjuangannyalah kita sebagai umatnya bisa menikmati dan
merasakan keindahan ilmu pengetahuan yang beliau ajarkan kepada kita
semua selaku umatnya yang selalu konsisten dan komitmen terhadap
ajarannya. Kemudian kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya, tabi‘in, tabi’
tabi‘in, ulama mutakhirin dan yang ulum yang mu’tabar.
Disertasi ini berjudul: Konsep Syafāʻat dalam Hadis-hadis
Rasulullah saw. (Studi Hadis-hadis Syafāʻat dalam Ṣaḥiḥain dan
Relevansinya dengan Praktik Masyarakat Kota Langsa-Aceh)
Dalam proses penulisan Disertasi ini banyak orang-orang yang secara
langsung maupun tidak langsung memberi bantuan ide, pemikiran, perbaikan
dan koreksi sehingga Disertasi ini dapat penulis selesaikan.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengutarakan ucapan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Ayahanda Hanafiah bin Ismail (Alm) dan Ibunda Siti Hasanah binti
Muhammad Ali (Alm), yang telah membesarkan dan mendidik penulis
semasa mereka masih hidup, sehingga dengan adanya didikan dulu
menjadi modal untuk menyelesaikan Disertasi ini. Doa keduanya
merupakan senjata bagi penulis dalam menjalani kehidupan ini tidak
terkecuali dalam menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi.
Semoga Allah senantiasa memberikan kepada keduanya kelapangan
kubur dan keampunan dosa-dosanya dari Allah swt. Amin
2. Rektor UIN SU Prof. Dr. Syahrin Harahap, MA; Ketua Prodi Ilmu Hadis
UIN SU Dr. Sulidar, MA; Sekretaris Prodi Ilmu Hadis UIN SU Dr.
Uqbatul Khair Rambe, MA; beserta civitas akademika Pascasarjana UIN
SU telah menciptakan lingkungan intelektual yang kondusif sehingga
penulis bisa menyelesaikan Disertasi ini dengan baik.

x
3. Bapak Prof. Dr. H. Nawir Yuslem, MA, sebagai pembimbing I dan
Bapak Dr. H. Ardiansyah, Lc, sebagai pembimbing II. Penulis sangat
menyadari bahwa peran keduanya tidak bisa dipungkiri sehingga
Disertasi ini bisa penulis selesaikan. Keduanya tidak bosan memberikan
ide, pemikiran dan koreksi yang membangun sehingga dari awal sampai
akhir proses penulisan Disertasi ini tidak luput dari perhatian yang besar
dari keduanya. Jazakumullah khairal jazā’.
4. Dosen-dosen penulis selama mengikuti perkulihan di S-3 mereka adalah:
Prof. Dr. H. Edi Safri, MA; Prof. Dr. H. A. Yakub Matondang, MA; Dr.
H. Faisar Ananda, MA; Dr. Sulaiman M. Amir, Lc. MA; Dr. Hj. Nur
Asiah, MA. Semoga ilmu dan pengalaman yang mereka sampaikan
menjadi ilmu yang bermanfaat, khususnya bagi penulis.
5. Isteri penulis, Sinta Cahyati, S.Pd.I yang selalu setia memberikan
motivasi sehingga penulis bisa menyelesaikan Disertasi ini dengan baik.
Penyejuk mata pelipur lara dan buah hati penulis: Sahlan Anshari (14
tahun) Muhammad Alif (10 Tahun) dan Hawna Zikriya (4 tahun).
Semoga mereka menjadi anak yang saleh dan berjuang untuk agama dan
Negara.
6. Guru-guru penulis selama 10 tahun menempuh pendidikan di Pondok
Pesantren Raudhatul Ma’arif Cot Trueng, kec. Muara Batu, Aceh Utara,
yaitu Ayah Muhammad Amin, Tgk. Muliadi Ibrahim (Alm), Tgk.
Muzakkir Walad dan guru-guru saya yang lain yang tidak meunksin saya
sebutkan namanya semuanya.
7. Saudara penulis; Zulkarnaini (Abang Kandung), Suryani (kakak
kandung), Nilawati (kakak kandung), Amiruddin (adik kandung), Nur
Asma (adik kandung), Yusrawati (adik kandung) dan Salbiah, S.Pd (adik
kandung). Semoga semuanya menjadi manusia yang taat kepada Allah
dan Rasul-Nya serta bermanfaat bagi agama dan Negara.
8. Saya juga berterima kasih kepada petugas perpustakaan UIN SU yang
telah membantu dalam menyediakan buku-buku rujukan sehingga
memudahkan penulis dalam menyelesaikan Disertasi ini.
Semoga Disertasi ini dapat memberikan informasi keilmuan
khususnya dalam bidang kajian Hadis di UIN Sumatera Utara.

Medan, April 2021

Mukhtaruddin

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................... i
HALAMAN SURAT PERNYTAAN................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN........................................................... iii
ABSTRAK.......................................................................................... iv
KATA PENGANTAR........................................................................ x
DAFTAR ISI...................................................................................... ix
PEDOMAN TRANSLITERASI......................................................... xiv
BAB I: PENDAHULUAN................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................. 1
B. Perumusan Masalah......................................................... 6
C. Batasan Istilah.................................................................. 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian........................................ 9
E. Kajian Kepustakaan......................................................... 9
F. Metodologi Penelitian...................................................... 10
G. Sistimatika Penulisan....................................................... 18
BAB II: SEKITAR PEMAKNAAN SYAFĀʻAT................................. 20
A. Pengertian Syafāʻat.......................................................... 20
B. Bentuk-bentuk Syafāʻat menurut Hadis........................... 26
C. Sebab-sebab Mendapatkan Syafāʻat menurut Hadis........ 33
D. Pemberi dan Penerima Syafāʻat menurut Hadis............... 42
E. Pendapat Ulama tentang Syafāʻat.................................... 55
F. Dampak dari Syafaat........................................................ 60
BAB III: KONSEP SYAFAAT DALAM SAHIHAIN.................... 62
A. Konsep Syafaat Menurut Sahih al-Bukhārī..................... 70
1. Substansi Syafaat dalam Hadis Sahih al-Bukhārī....... 70
2. Reasons Syafā’at dalam Hadis Sahih al-Bukhārī........ 86
3. Trirelasi Syafā’at dalam Hadis Sahih al-Bukhārī....... 89
B. Konsep Syafaat Menurut Sahih Muslim.......................... 90
1. Substansi Syafaat dalam Hadis Sahih Muslim............ 90
2. Reasons Syafā’at dalam Hadis Sahih Muslim............ 98
3. Trirelasi Syafā’at dalam Hadis Sahih Muslim............ 104
C. Waktu Terjadi Syafaat dalam Sahihain........................... 114
D. Syarat Terjadi Syafaat dalam Sahihain............................ 117

xii
BAB IV: PRAKTIK SYAFĀʻAT DALAM MASYARAKAT KOTA
LANGSA-ACEH............................................................. 119
A. Profil Wilayah Kota Langsa ........................................... 119
B. Pemahaman Syafāʻat Masyarakat Kota Langsa............... 130
1. Pengetahuan di Kalangan Cendekiawan..................... 131
2. Komentar Tokoh Masyarakat tentang Syafāʻat........... 149
3. Problem memahami dalil tentang Syafāʻat................. 174
C. Praktik Mendapatkan Syafāʻat Masyarakat Kota Langsa 176
1. Ritual Baca Alquran di Kuburan dan Prosesnya ........ 176
2. Samadiyah di tempat Orang Meninggal..................... 179
3. Hadiah Amal dan Pahala untuk Orang Meninggal..... 181
4. Sumber Rujukan Praktik Syafāʻat............................... 183
5. Kendala dan Solusi Praktik Syafāʻat................................ 197
D. Relevansi Praktik Masyarakat Kota Langsa Tentang Syafaat
dengan Hadis-Hadis Syafaat dalam Sahihain.................. 199
1. Relevansi Syafaat dari Segi Pemberi Syafaat............. 199
2. Relevansi Syafaat dari Segi Penerima Syafaat........... 200
3. Relevansi Syafaat dari Segi Syarat dan Sebab............ 201
4. Relevansi Syafaat dari Segi Waktu Terjadi Syafaat... 201
5. Relevansi Syafaat dari Segi Dalil (Hadis).................. 201

BAB V : PENUTUP........................................................................... 207


A. Kesimpulan...................................................................... 207
B. Saran-saran...................................................................... 208

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN.................................................................

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN DAN SINGKATAN

xiii
I. Pedoman Transliterasi Arab-Latin
Transliterasi yang digunakan dalam disertasi ini adalah trasliterasi
Arab-Indonesia berdasarkan SuratKeputusan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor : 158 tahun
1987 dan nomor: 0543/U/1987.
A. Konsonan
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sustem tulisan Arab
dilambangkan dengan huruf, dalam translitrasi ini sebagian dilambangkan
dengan huruf dan sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lain
lagi dengan huruf dan tanda sekaligus. Dibawah ini daftar huruf Arab itu dan
translitrasinya dengan huruf Latin.

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

‫ا‬ Alif A/a tidak dilambangkan

‫ب‬ ba B/b Be

‫ت‬ ta T/t Te

‫ث‬ ṡa Ṡ/ṡ Es (dengan titik di atas)

‫ج‬ jim J/j Je

‫ح‬ ḥa Ḥ/ḥ Ha (dengan titik di bawah)

‫خ‬ kha Kh / kh Ka dan Ha

‫د‬ dal D/d De

‫ذ‬ żal Ż/ż Zet (dengan titik di atas)

‫ر‬ ra R/r Er

‫ز‬ zai Z/z Zet

‫س‬ sīn S/s Es

‫ش‬ syin Sy / sy Es dan Ye

‫ص‬ ṣad Ṣ/ṣ Es (dengan titik di bawah)

‫ض‬ ḍad Ḍ /ḍ De (dengan titik di bawah)

‫ط‬ ṭa Ṭ/ṭ Te (dengan titik di bawah)

xiv
‫ظ‬ ẓa Ẓ/ẓ Zet (dengan titik di bawah)

‫ع‬ ‘ain ‘ Koma terbalik di atas

‫غ‬ gain G/g Ge

‫ف‬ fa F/f Ef

‫ق‬ qaf Q Qi

‫ك‬ kaf K/k Ka

‫ل‬ lam L/l El

‫م‬ min M/m Em

‫ن‬ nūn N/n En

‫و‬ waw W/w We

‫هـ‬ ha H/h Ha

‫ء‬ hamzah ` Opostrof

‫ي‬ ya Y/y Ye

B. Huruf Vokal
Vokal bahasa Arab adalah seperti vokal dalam bahasa Indonesia,
terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
1. Vokal Tunggal (monoftong)
Vokal tunggal dalam bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda
atau harkat, translitrasinya sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf latin Nama

‫ــَــــ‬ Fatḥah A A

‫ــِــــ‬ Kasrah I I

‫ــُــــ‬ Ḍammah U U

2. Vokal Rangkap (diftong)

xv
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan
antara harkat dan huruf, translitrasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
Tandadanhuruf Nama Gabungan huruf Nama

‫ـــَــ ي‬ Fatḥah dan ya ai a dan i

‫ـــَــ و‬ Fatḥah dan waw au a dan u

Contoh:
‫كتب‬ : kataba
‫فعل‬ : fa’ala
‫ذكر‬ : żakara
Yażhabu : ‫يذهب‬
Suila : ‫سئل‬
Kaifa : ‫كيف‬
Haula : ‫هول‬

3. Vokal Panjang (maddah)


Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa ḥarkat huruf,
translitrasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Ḥarkatdanhuruf Huruf dan
Fatḥah a
tanda

‫ـــَا‬ Fatḥah dan alif atau ya ā a dan garis di


atas

‫ـــِــ ي‬ Kasrah ī i dan garis di atas

‫ـــُــ و‬ Ḍammah ū u dan garis di


atas

Contoh:
Qāla : ‫قال‬
Ramā : ‫رما‬
Qīla : ‫قيل‬
Yaqūlu : ‫يقول‬

4. Ta al-Marbuṭah (‫)ة‬
a. Ta al-marbūṭah hidup
Ta al-marbūṭah yang hidup atau mendapat ḥarkatfatḥah, kasrah dan
ḍammah, translitrasinya adalah /t/
b. Ta marbūṭah mati

xvi
Ta al-marbūṭah yang mati atau mendapat ḥarkatsukun,
translitrasinya adalah /h/.
c. Kalau pada kata yang terakhir dengan ta marbūṭah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka
tamarbūṭah itu ditranslitrasikan dengan h (h).
Contoh:
Rauḍah al-aṭfāl – rauḍatul atfāl : ‫روظة األطفال‬
Al-madīnah al-Munawwarah : ‫المدينة المنورة‬
Al-Madīnatul-Munawwarah
Ṭalḥah : ‫طلحة‬
5. Syaddah (Konsonan Rangkap)
Syiddah atau tasydīd yang dalam tulisan Arabdilambangkan dengan
sebuah tanda, tanda syiddah atau tanda tasydīd, dalam translitrasi ini tanda
syiddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan
huruf yang diberi tanda syiddah itu.
Contohnya:
- Rabbanā : ‫ربّنا‬
- Nazzala : ‫ن ّزل‬
- Al-birr : ‫البّر‬
- Al-ḥajj : ‫الح ّج‬
- Nu‘‘ima : ‫نعّم‬

6. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu: ‫ ال‬namun dalam translitrasi ini kata sandang itu dibedakan atas kata
sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti
oleh huruf qamariyah.
a. Kata sandangdiikutiolehhurufsyamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditranslitrasikan
sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama
dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu. Huruf-huruf
syamsiyah ada 14, yaitu: ‫ ن‬،‫ ل‬،‫ ظ‬،‫ ض‬،‫ ص‬،‫ ش‬،‫ س‬،‫ ذ‬،‫ د‬،‫ ث‬،‫ت‬

b. Kata sandangdiikutiolehhurufqamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditranslitrasikan
sesuai dengan aturan yang di gariskan di depan dan sesuai pula dengan
bunyinya. Baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf qamriyah, kata
sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan
tanda sempang. Huruf-huruf qamariyah adalah sebagai berikut: ،‫ خ‬،‫ ح‬،‫ ج‬،‫ ب‬،‫ا‬
‫ ي‬،‫ ه‬،‫ م‬،‫ و‬،‫ ق‬،‫ ف‬،‫ع‬.
Contoh:

xvii
- Ar-rajulu : ‫الرجل‬
- As-sayyidatu : ‫السيدة‬
- Asy-syamsu : ‫الشمس‬
Baik huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah, kata sandang ditulis
terpisah dari kata yang mengikutinya dengan diberi tanda (-).

II. Singkatan
as. = ‘Alaih as-Salam
h. = Halaman
vol = Volume
ed. = Editor, edisi
cet = Cetakan
no. = Nomor
terj. = Terjemahan
H. = Tahun Hijriyah
M. = Tahun Masehi
QS. = Alquran Surah
ra. = Raḍiallah ‘anhu
saw. = Salla Allah ‘alaihwasallam
swt. = Subhanahuwata’ala
S. = Surah
t.t.p. = Tanpa keterangan kota tempat penerbit
t.p. = Tanpa keterangan nama penerbit
t.t. = Tanpa keterangan tahun terbit
w. = Wafat

xviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia di dunia merupakan sebuah proses
menuju pada kehidupan berikutnya, yaitu kehidupan di alam akhirat
setelah manusia mengalami kematian dan dibangkitkan dari
kematiannya. Dalam menjalani kehidupan, manusia terkadang
dihadapkan pada pilihan antara melakukan amal yang baik dan jahat.
Apabila seseorang melakukan amalan yang baik, maka ia akan
dijanjikan surga oleh Allah. Sementara bagi yang melakukan amal
kejahatan, maka ia akan dihalaukan pada siksaan dengan masuk
neraka.1
Setiap mukmin yang pernah melakukan kebaikan meskipun
sedikit, maka ia dapat berkemungkinan akan diberikan bantuan di
akhirat, baik dengan pertolongan dari Rasulullah saw., Ṣadiqīn,
ulama, orang-orang salih ataupun dari kasih sayang serta karunia
Allah atas inisiatif Allah sendiri,2 sejauh manusia yang akan
mendapatkan bantuan itu tidak menyekutukan Allah (syirik).
Bantuan yang akan diperoleh manusia, baik di dunia maupun
hari akhirat, sering orang menyebutnya dengan istilah syafāʻat.3
Muhammad bin Ahmad al-Anṣārī dalam kitab al-Jāmi’ li Ahkām al-
Qur’an tafsir al-Qurṭubī ketika mentafsirkan ayat 48 dari surah al-
Baqarah4 menjelaskan bahwa kata asy-syafāʻat diambil dari kata asy-
syafa’ bermakna genap dari lawan ganjil. Maksudnya secara
etimologi, kata syafāʻat diambil dari bahasa Arab, yaitu kata ‫َشفَ َع – يَ ْشفَ ُع‬
, bermakna seseorang menjadikan sesuatu itu genap. Teks kamus
Lisān al-Arab menyebutkan sebagai berikut: ‫الشفع خالف الوتر وهو الزوج‬.5

1
Ahmad bin ‘Alī bin Hajr al-‘Asqalanī, Fathul Bārī, (Beirut: Dār al-Ma’rifah,
1379), juz 13 dari 13, h. 344. Hadis riwayat al-Bukhari: “Setiap umatku masuk surga selain
yang enggan”, Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, lantas siapa yang enggan?” Nabi
menjawab: “Siapa yang taat kepadaku masuk surga dan siapa yang membangkang aku
berarti ia enggan”.
2
Iḥsan Muḥammad Dahlan, Siraj aṭ-Ṭālibīn Syarḥ Minhaj al-‘Abidin Ila Jannah
Rab al-‘Alamīn “al-Gazalī”, (Indonesia: Dār Ihyā’, tt), juz 1, h. 473.
3
Aḥmad bin Muḥammad bin Salāmah al-Azdī aṭ-Ṭaḥāwī, Itḥaf as-Sāil bima fī a ṭ-
Ṭaḥawiyyah min Masāil (Maktabah asy-Syamilah), (Tp: Ttp, tt), juz 15, h. 20.
4
Firman Allah berikut: ‫س َشيْئا ً َوالَ يُ ْقبَ ُل ِم ْنهَاـ َشـفَا َعةٌ َوالَ ي ُْؤخَ ُذ ِم ْنهَا‬ ْ ُ‫َواتَّق‬
ٍ ‫وا يَوْ ما ً الَّ تَجْ ِزي نَ ْفسٌ عَن نَّ ْف‬
َ‫ُنصرُون‬
َ ‫ي‬ ‫م‬
ْ ُ ‫ه‬ َ ‫ال‬‫و‬َ ‫ل‬
ٌ ْ
‫د‬ ‫ع‬
َ
5
Ibn al-Manzur, Lisan al-‘Arab, (Keiro: Dār al-Maʻārif, 1119 H.), h. 2289.

1
Kemudian, lafal ‫ ال َّش ْف ُع‬adalah lawan dari ‫الو ْت ُر‬
ِ yang bermakna ganjil,
6

sebagaimana Allah swt. berfirman : ‫ َوال َّش ْف ِع َو ْال َو ْت ِر‬, artinya: dan yang
genap dan yang ganjil. (QS. 89/al-Fajr: 3).

Syafāʻat juga bisa berarti perantaraan (intermediasi) atau


penengah antara dua orang. Adapun kata ‫الشـافِ ُع‬ َّ adalah bentuk isim
َّ
fa’il dari ‫ َشفَ َع‬yang berarti ‫صا ِحبُ الشفَا َع ِة‬,
َ yaitu pemilik atau pemberi
syafāʻat, atau bermakna ُ‫ ْال ُم ِعيْن‬yaitu pembela atau penolong.
Sedangkan secara istilah syar’ī, syafāʻat adalah: Pertolongan pihak
ketiga kepada pihak yang membutuhkannya dalam rangka
memberikan suatu manfaat atau menolak suatu mudarat.7 Sebagai
contoh, dalam rangka memberikan suatu manfaat adalah syafāʻat Nabi
saw. kepada calon penghuni surga agar dapat segera masuk surga dan
dalam rangka menolak suatu mudarat adalah syafāʻat Nabi saw.
kepada calon penghuni neraka untuk tidak masuk ke dalam api neraka
atau membebaskannya dari azab.8

Definisi di atas membedakan antara syafāʻat, tawasul, dan


tabaruk. Syafāʻat, berfungsi menggenapkan kebaikan,
menyempurnakan permohonan, dan mendekatkan seseorang pada
pengabulan doa secara langsung. Tawasul adalah mengambil
perantara. Sedangkan perantara (wasilah) itu adalah segala sesuatu
yang membantu agar keinginan bisa terpenuhi.9 Tabarruk adalah
memilah sesuatu benda atau orang yang sudah meninggal menjadikan
tempat mengambil berkah dan mengaitkannya dalam setiap
permohonan doanya.10
Imam al-Bukhārī menyebutkan hadis yang berisikan tentang
syafāʻat dengan cara jelas, yaitu hadis berikut ini:

6
Muḥammad bin Aḥmad al-Anṣārī, al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’an Tafsir al-Qur ṭubī,
(Kairo: Dār at-Turaṡ, 1999), juz 1, h. 400-401.
7
Lihat: Syaikh Muhammad Hisyam Kabbānī, Syafā‘at, Tawasul dan Tabāruk,
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), h. 20, 76 dan 153.
8
Iḥsan Muḥammad..., Siraj aṭ-Ṭālibīn..., juz 1, h. 473.
9
Muhammad Nasiruddin al-Albanī, Terj. Perantara Terkabunya Doa (Tawassul),
(Jakarta: Akbar Media, 2015), h. 195. Syafaat sangat erat hubungannya dengan tawassul.
Tawassul adalah aktivitas individu yang bertawassul dan berlindung kepada orang lain dan
meminta syafā‘at kepadanya. Sementara syafā‘at adalah aktivitas orang yang ditawassulī
(dijadikan perantara) untuk meminta kepada Allah supaya mengampuni orang tersebut.
Lihat: http://id.mobile.wikishia.net/index.php/Syafaat# diakses 20 September 2018.
10
Iḥsan Muḥammad..., Siraj aṭ-Ṭālibīn..., juz 1, h. 473.

2
‫ ق ال لك ل ن يب دع وة مس تجابة ي دعو هبا‬S ‫عن أيب هري رة أن رس ول اهلل‬
.‫وأريد أن أختبئ دعويت شفاعة ألميت يف اآلخرة‬
11

[Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Setiap Nabi


mempunyai doa yang telah dikabulkan, sedang aku ingin menyimpan doaku
sebagai syafāʻat untuk umatku di Akhirat nanti”]. (HR. al-Bukhārī).

Imam Muslim juga menyebutkan hadis tentang syafāʻat antara


lain hadis berikut ini, yaitu:
‫اعةُ َويَ ْش َفعُو َن َحىَّت خَي ْ ُر َج ِم َن النَّا ِر َم ْن‬ َّ ‫ك مُثَّ حَتِ ُّل‬ ِ
َ ‫الش َف‬ َ ‫ مُثَّ َك َذل‬...
)‫ (رواه مسلم‬...ُ‫قَ َال الَ إِلَهَ إِالَّ اللَّه‬
[... Kemudian syafāʻat diizinkan. Mereka pun meminta
syafāʻat, sehingga mereka dapat keluar dari Neraka, yaitu orang yang
mengucapkan, Lā Ilāha Illāllah ...]. (HR. Muslim).12

Hadis-hadis yang mengandung kata syafāʻat dalamnya juga


dapat ditemukan lewat penelusuran dengan menggunakan Mu’jam al-
Mufahras li Alfaẓ al-Hādis an-Nabawī karya A.J. Wensick.
Ditemukan kata-kata syafāʻat dari berbagai bentuk kata dan dari
berbagai riwayat yang ada.13 Dapat juga ditelusuri dengan
menggunakan bantuan aplikasi maktabah syamilah untuk melacak ke
kitab-kitab dan hadis-hadis yang bersangkutan.

Dua hadis riwayat al-Bukhārī dan Muslim di atas sesuai


dengan ayat Alquran yang membahas tentang syafāʻat, antara lain
firman Allah berikut ini:
‫اعةَ إِالَّ َمن َش ِه َد بِاحْلَ ِّق َو ُه ْم‬ َّ ‫ين يَ ْدعُو َن ِمن ُدونِِه‬ ِ َّ ِ‫وال مَيْل‬
َ ‫الش َف‬ َ ‫ك الذ‬ُ َ
.‫َي ْعلَ ُمو َن‬
[Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah
tidak dapat memberi syafāʻat; akan tetapi (orang yang dapat memberi
syafāʻat ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka

Al-Bukhari, Ṣaḥīh al-Bukhārī, (Beirut: Dār Ibn Kaṡīr, 1987), juz 5 dari 6, h. 2323.
11

Hadis ini dengan nomor 5945. Imam Muslim juga meriwayat hadis ini dengan nomor 512
dan 513.
12
Muslim al-Qusyairī, Ṣaḥīh Muslim, (Beirut: Dār al-Jail, tt), juz 1 dari 8, h. 122.
Nomor hadis 489.
13
A.J. Wensick, al-Mu’jam al-Mufahraṡ lī al-Faẓ al-Aḥadīṡ an-Nabawī, (Leiden:
Maktabah Barīl, 1936), h. 147-153

3
meyakini (nya)]. (QS. 43/az-Zukhruf: 86)
.ً‫اعةُ إِالَّ َم ْن أ َِذ َن لَهُ الرَّمْح َ ُن َو َر ِض َي لَهُ َق ْوال‬ َّ ‫َي ْو َمئِ ٍذ الَّ تَن َف ُع‬
َ ‫الش َف‬
[Pada hari itu tidak berguna syafāʻat, kecuali (syafāʻat) orang
yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia
telah meridhai perkataannya]. (QS. 20/Ṭāha: 109)
Sesuai makna hadis di atas dengan pendapat Imam al-Gazalī
dalam kitab Ihya ‘Ulum ad-Dīn, menjelaskan bahwa syafāʻat itu
diberikan kepada orang yang sebenarnya pantas masuk neraka atau
bahkan sudah masuk neraka dari kelompok orang-orang mukmin, 14
lalu dengan karunia dari Allah menerima syafāʻat dari para nabi-nabi,
ṣadiqīn dan bahkan syafāʻat dari uluma, orang salih serta setiap orang
yang baik amalannya disisi Allah. Orang-orang tersebut dapat
memberikan syafāʻat atau pertolongan kepada keluarganya, teman-
teman dekatnya pada hari kiamat.15

Syaikh Muhammad bin Ṣālih al-‘Uṡaimin berkata, “al-Hafīz


Ibn Kaṡīr dan pensyarah kitab al-‘Aqīdah aṭ-Ṭahāwiyyah berkata:
“Tujuan para ulama salaf membatasi bahasan tentang syafāʻat dengan
hanya diberikan kepada orang-orang yang berbuat dosa besar adalah
sebagai bantahan terhadap sekte Khawarij dan yang mengikuti
mereka dari firqah Mu’tazilah.” Syafāʻat ini diingkari oleh Khawarij
dan Mu’tazilah, karena mereka meyakini bahwa orang yang berbuat
dosa besar akan kekal dalam neraka dan tidak bisa keluar darinya,
baik dengan adanya syafāʻat maupun lainnya. Pendapat mereka
tersebut adalah pendapat yang sesat dan menyesatkan, karena hadis-
hadis tentang syafāʻat adalah mutawatir.16
Seorang tokoh agama di kota Langsa mengatakan bahwa, di
dunia ini juga berlaku syafāʻat seperti mendoakan orang yang telah
meninggal, membaca Alquran baik di rumah maupun di tempat lain
seperti di kuburan dengan harapan manjadi bantuan di hari akhirat
bagi orang yang telah meninggal dan bahkan menjadi syafāʻat di
dalam kuburnya.17

14
Informasi tersebut dapat dijumpai dalam HR. Abu Daud (no. 4739), Tirmiżī (no.
2435), Ibn Ḥibbān dalam Mawāriḍ Zam’an (no. 2596), Ṣaḥiḥ Mawāriḍ Zam’an (no. 2197),
Ibn Abī ‘Aṣim dalam as-Sunnah (no. 832), Ahmad (Jilid III halaman 213) dan Hakim (jilid I
halaman 69) dari Anas bin Malik ra.
15
Muhammad bin Muhammad al-Gazalī, Ihya’ Ulum ad-Dīn, (Indonesia: Toha
Putra, tt), juz 4 dari 4, h. 509.
16
Muhammad bin Muhammad..., Ihya’ Ulum..., juz 4 dari 4, h. 509.

4
Nampak dari hadis di atas riwayat imam al-Bukhārī dan imam
Muslim serta pendapat ulama yang menyebutkan syafāʻat itu terjadi
hanya di hari akhirat. Al-Bukhārī menyebutkan syafāʻat nabi untuk
masuk surga dalam bentuk doanya yang dikabulkan di dunia dan akan
diberikan hajatnya sesuai dengan doa di hari akhirat, sedangkan
Muslim menyebutkan bahwa syafāʻat nabi dapat mengeluarkan
umatnya dari siksaan akhirat. Dengan demikian, sepertinya secara
inplisit dan eksplisit ada kesesuaian antara hadis dan pendapat ulama
dengan apa yang dipraktikkan oleh masyarakat Kota Langsa saat ini
ketika ada orang meninggal dunia dengan mengirim doa sebagai
bentuk dari syafāʻat yang akan membantu mayat dalam kubur dan hari
akhirat.
Selaras dengan dalil dan argumen di atas, bisa jadi konsep
syafāʻat yang ada dalam Alquran dan hadis merupakan bagian dari
motivasi untuk melakukan ibadah atau bentuk perhatian khusus dan
keistimewaan dari Allah swt. kepada Rasul-Nya serta selainnya,
bukanlah syafāʻat ini untuk kesempatan dan kebebasan kepada
manusia melakukan dosa atau maksiat yang dilarang oleh Allah swt.
dengan lasan dan harapan adanya syafāʻat di akhirat. Namun untuk
mendapatkan syafāʻat tersebut, seseorang harus memiliki standar
tertentu yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Alquran atau melalui
Rasul saw. seperti adanya izin dan kerelaan dari Allah kepada yang
akan memberikan dan menerima syafāʻat.18
Masih banyak amalan-amalan yang tumbuh dan berkembang
di dalam masyarakat saat ini. Bila dilihat dari sisi praktik
pelaksanaannya, perlu diperjelaskan dasar hukum pelaksanaanya,
seperti membacakan Alquran di kuburan selama lebih kurang 7 hari
dan malamnya atau sebanyak hari yang dibutuhkan setelah seseorang
meninggal dunia.19 Membaca Alquran di kuburan dimaksudkan untuk
memberikan bantuan atau syafāʻat kepada orang yang telah meninggal
dengan cara menghadiahkan pahala dari setiap bacaan Alquran atau
doa-doa agar orang yang telah meninggal tersebut tidak disiksa oleh
malaikat dalam kuburnya, disamping untuk mendapatkan syafāʻat
17
Wawancara penulis dengan Ustaz Ismail Damanik, SH. di sela-sela takziyah di
salah satu tempat orang meninggal di kecamatan Langsa Timur. Hasil ini yang menjadi
inspirasi penulis mengangkat pembahasan syafā‘at di kalangan masyarakat Kota Langsa.
18
Ahmad bin Muhammad..., Itḥaf as-Sāil..., juz 15, h. 20.
19
Hasil observasi tentang praktik yang berkembang di masyarakat saat ini. Hal ini
biasa dilakukan bila ada orang yang meninggal misalnya hari Rabu, maka ahli waris akan
mengadakan pengajian sampai hari jumat, yaitu dua hari dari Rabu ke Jumat. Dan
seterusnya, tergantung hari sesorang meninggal akan dibacakan Alquran sampai hari Jumat.

5
dengan masuk surga pada hari kiamat. Namun proses itu terjadi
melalui praktik manusia di dunia, yang diharapkan dari amalan
tersebut agar orang yang telah meninggal akan mendapat teman
dikuburnya, terhapus dosa, keluasan kubur dan lainnya.20
Kesalahan dalam memahami dan mengamalkan sebuah
konsep, khususnya yang berkaitan dengan persoalan aqidah,
konsekwensinya bisa fatal, akan menjermuskan seseorang pada
kemusyrikan dan menyesatkan jalannya menuju kebahagian di
akhirat. Konsep syafāʻat misalnya, konsep ini masih sangat rancu
dipahami oleh sebagian masyarakat, sehingga penjelasan dan
penjabaran tentang konsep ini sangat dibutuhkan.21

Konsep syafāʻat yang ada dalam kitab hadis saḥīḥain dan juga
praktik mendapatkan syafāʻat dalam masyarakat Kota Langsa,
keduanya tidak dapat diketahui pasti bagaimana bentuknya dan
sejauhmana relevansi keduanya tanpa dilakukan pengkajian lebih
mendalam. Oleh karena itu, pengkajian tentang konsep syafāʻat dan
hubungannya dengan praktik masyarakat terutama di Kota Langsa
sudah menjadi kewajiban yang harus dibahasnya.22
Berdasarkan paparan di atas, maka dipandang perlu untuk
melakukan pengkajian dan penelitian tentang syafāʻat yang
komprehensif disertai dalil dari kitab ṣaḥīḥain dan juga pemahaman
dan aplikasi masyarakat Kota Langsa terhadap syafāʻat dalam
kehidupan sehari-harinya. Judul disertasi yang penulis berikan dalam
penelitian ini adalah “Konsep Syafāʻat dalam Hadis-hadis
Rasulullah saw. (Studi Hadis-hadis Syafāʻat dalam Ṣaḥiḥain dan
Relevansinya dengan Praktik Masyarakat Kota Langsa-Aceh)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan research problem di atas, penulis merumuskan
beberapa pokok permasalahan mengenai bagaimana konsep syafāʻat
dalam hadis-hadis Rasulullah dan relevansinya dengan praktik
masyarakat kota Langsa-Aceh?. Pertanyataan ini dapat dirinci sebagai
berikut:

20
Wawancara penulis dengan Dr. Mursyidin, MA. Tanggal 27 Oktober 2018. Dia
juga menjelaskan bahwa semacam prakti pengajian di tempat-tempat tertentu seperti kuburan
sangat banyak dilakukan di kota Langsa dalam rangka memberi syafā‘at kepada orang yang
telah meninggal.
21
Lihat: Mustafa bin al-‘Adawī, Khutab al-‘Ām min al-Kitāb wa Ṣaḥīh as-Sunnah,
(Arab Saudi: Maktabah Mekkah, 2009), h. 469
22
Ibid.

6
1. Bagaimana konsep syafāʻat dalam ṣaḥīḥain ?
2. Bagaimana pemahaman dan praktik masyarakat kota Langsa tentang
syafāʻat ?
3. Bagaimana relevansi antara praktik masyarakat Kota Langsa tentang
syafāʻat dengan hadis-hadis syafāʻat dalam ṣaḥīḥain ?

C. Batasan Istilah
Agar tidak terjadi perbedaan persepsi bagi pembaca yang
akhirnya dapat terjadi kekeliruan, maka dalam penelitian ini penulis
menjelaskan batasan istilah dari judul disertasi ini, yaitu:

1. Konsep syafāʻat
Konsep menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan
dengan rancangan atau ide terhadap sesuatu. Maksudnya adalah rencangan
sebuah teori yang akan dijadikan acuan untuk dipraktik oleh seseorang.
Sementara kata syafāʻat adalah asal kata dari bahasa Arab, yaitu - ‫شفع‬
‫ شفعا‬- ‫ يشفع‬dan ‫( شفاعة‬yang penulis maksud di sini) dan dalam bentuk kata
maṣdar (dasar).23 Kata tersebut dalam bahasa Arab diartikan dengan
pertolongan atau bantuan dari seseorang kepada orang lain. Menurut KBBI,
kata syafāʻat atau syufaʻat diartikan dengan perantaraan (pertolongan) untuk
menyampaikan permohonan (kepada Allah): segala permintaannya telah
dikabulkan oleh Allah swt. melalui Nabi Muhammad saw. untuk umatnya
atas izin rida dari Allah swt.24

Sedangkan secara syar’ī atau terminologi, syafāʻat


didefinisikan sebagai suatu pertolongan pihak ketiga kepada pihak
yang membutuhkannya dan memberikan suatu manfaat atau menolak
suatu mudarat. Sebagai contoh, dalam rangka memberikan suatu
manfaat adalah syafāʻat Nabi saw. kepada calon penghuni surga agar
dapat segera masuk surga dan dalam rangka menolak suatu mudarat
adalah syafāʻat Nabi saw. kepada calon penghuni neraka untuk tidak
masuk ke dalam neraka atau membebaskannya dari azab neraka.25
Adapun syafā‘at yang penulis maksudkan dalam disertasi ini
adalah syafāʻat dunia dan syafāʻat akhirat. Syafāʻat dunia ialah setiap
bantuan dari seseorang kepada saudaranya yang dapat memberi

23
Ibn al-Manzur, Lisan al-‘Arab, (Keiro: Dār al-Maʻārif, 1119 H.), h. 2289.
24
Depertemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, cet IV, 2008), h. 1367
25
Ihsan Muhammad..., Siraj aṭ-Ṭālibīn..., juz 1, h. 473.

7
manfaat atau menolak kesusahan. Syafāʻat akhirat berbentuk
pertolongan Rasul, Malaikat, dan orang mukmin sesuai dengan makna
syafāʻat secara terminologi.

2. Saḥīḥain

Ṣaḥīḥain adalah dua kitab hadis yang disusun oleh dua orang
imam, yaitu Ṣaḥīḥ al-Bukhārī dengan nama lengkapnya al-Jāmi’ as-
Saḥīḥ al-Mukhtaṣar karya besar Muhammad bin Ismaʻīl Abū
‘Abdullah al-Bukhārī al-Ju’fī dan Ṣaḥīḥ Muslim dengan nama
lengkap kitab tersebut adalah al-Jāmi’ aṣ-Ṣaḥīḥ al-Musamma Sahih
Muslim yang disusun oleh Abū al-Husain Muslim bin al-Hajjāj bin
Muslim al-Qusyairī an-Naisābūrī.

3. Relevansinya dengan Praktik Masyarakat Kota Langsa


Relevansi secara bahasa berarti hubungan atau kaitan.26
Sperber dan Wilson menyatakan bahwa relevansi merupakan sifat
stimulus eksternal yang potensial (misalnya, ujaran dan tindakan) atau
representasi internal (misalnya, pikiran dan memori) yang menjadi
input bagi proses-proses kognitif. Relevansi mempunyai definisi
berbeda-beda pada saat yang berbeda. Tetapi konsep relevansi
memiliki ciri psikologis penting, ciri proses mental, di mana konsep
relevansi yang benar mampu direka-reka secara kasat mata atau
mudah, dan layak disebut “relevansi”. Setiap individu memiliki
“intuisi relevansi”. Mereka mampu membedakan antara informasi
yang relevan dengan informasi yang tidak relevan, atau dalam
beberapa kasus, membedakan informasi yang lebih relevan atau
kurang relevan. Meski demikian, intuisi relevansi tidak sangat mudah
untuk digunakan sebagai bukti. Intuisi tentang “relevansi” sebanding
dengan konteks dan tidak ada cara untuk mengontrol konteks mana
yang akan dimiliki seseorang pada momen tertentu untuk berkata
relevan.27
Menurut Sperber dan Wilson, ada dua hal yang dijadikan
pijakan mengukur derajat relevansi, yaitu dampak kontekstual dan
usaha prosesingnya.
a. Dampak kontekstual adalah hasil dari interaksi antara informasi baru dan
26
Lismina, Pengembangan Kurikulum,(Sidoarjo: Uwais Inspirasi Indonesia, 2017),
Cet. 1, h. 42. Lihat M. Anton Moeliono, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan Balai Pustaka, 1990), h. 738.
27
Wahyu Wiji Nugroho, Karakteristik Bahasa Toni Blank: Kajian Psikolinguistik,
Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2017), h. 10.

8
informasi lama atas ujaran.
b. Dampak kontekstual dibentuk oleh proses mental. Dalam sebuah proses
mental diperlukan semacam energy. Usaha prosesing yang terlibat dalam
usaha mencapai dampak kontekstual merupakan faktor kedua yang harus
diperhatikan dalam mengukur derajat “relevansi”. Jika semakin besar
usaha prosesing untuk menarik asumsi tersebut, berarti semakin rendah
“relevansinya”. Sebaliknya, jika semakin kecil usaha prosesingnya, berarti
semakin tinggi “relevansinya”.28
Relevansinya29 dengan praktik masyarakat Kota Langsa yang
penulis maksud dalam judul disertasi ini adalah adanya kesesuaian
atau adanya korelasi antara teori dari hadis-hadis dengan praktik ritual
yang diadakan oleh masyarakat Kota Langsa-Aceh.
Praktik masyarakat Kota Langsa yang penulis maksudkan
adalah ritual baca Alquran di kuburan setelah orang yang meninggal
dikebumikan sampai waktu 7 hari dan malamnya (hitungan paling
banyak), Samadiyah (tahlil), bayar fidyah, bayar kafarat atau praktik
lainnya yang bertujuan untuk mendapatkan syafāʻat di dunia yang
ditujukan syafāʻat tersebut kepada orang yang telah meninggal
sebagai bentuk bantuan dari saudaranya yang masih hidup kepada
yang telah meninggal dunia.
Masyarakat Kota Langsa yang penulis maksudkan adalah
tokoh-tokoh dan ilmuan yang tinggal bersama masyarakat dan
menetap di Kota Langsa serta memberi pengaruh pada masyarakat
tentang keilmuannya ataupun kharismanya. Sedangkan Kota Langsa
yang penulis maksudkan adalah salah satu kabupaten/kota yang
berada dalam wilayah Propinsi Aceh dan berbatasan dengan Aceh
Tamiang-Kuala Simpang dan berbatasan dengan batas wilayah
Sumatera Utara.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Berdasarkan rumusan di atas, yang menjadi tujuan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis konsep syafāʻat dalam ṣaḥīḥain.


2. Untuk menganalisis pemahaman dan praktik masyarakat kota Langsa
tentang syafāʻat .
3. Untuk menganalisis relevansi antara praktik masyarakat Kota Langsa

28
Ibid., h. 10.
29
Adanya kesesuaian antara hadis dalam Ṣaḥiḥain dengan praktik.

9
tentang syafāʻat dengan hadis-hadis syafāʻat dalam ṣaḥīḥain.
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:
1. Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
pengembangan pengetahuan terutama dalam membantu memberikan
solusi dalam perdebatan seputar konsep syafāʻat yang berkembang di
kalangan masyarakat Kota Langsa saat ini.
2. Dapat memperluas wawasan pemikiran umat Islam dan meningkatkan
keimanan dan keikhlasan dalam beribadah dan beramal salih kepada
Allah swt. sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw.
3. Dapat memperbaiki dan menyempurnakan praktik yang berkembang
di tengah-tengah masyarakat Kota Langsa khususnya dalam
melaksanakan ibadah guna mendapatkan syafāʻat.
E. Kajian Kepustakaan
Berbagai penelitian telah dilakukan mulai dari zaman klasik
hingga kontemporer (masa sekarang ini). Bahkan banyak penelitian
atau studi ilmiah yang menjadikan ayat-ayat Alquran dan hadis-hadis
Rasul saw. sebagai objek kajian dalam penelitian. Penelitian yang
mengacu pada tema konsepsi syafāʻat juga menjadi topik utama
dalam berbagai penelitian, diantaranya tesis yang ditulis oleh A.
Baidowi dengan judul “Konsep syafāʻat dalam al-Qur’an (Suatu
Kajian atas Tafsir al-Maragi), pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kemudian disertasi yang ditulis oleh Syamsuddin dengan judul Hadis
syafāʻat dalam Sahih al-Bukhārī: Studi Orientasi dan Makna. kedua
karya tulis ilmiah tersebut tidak membahas dua kitab hadis sahih, dan
bahkan banyak tulisan-tulisan lain yang menawarkan teori syafāʻat,
namun tidak membahas dalam bentuk praktik di masyarakat.
Selebihnya tidak ditemukan satu penelitianpun yang membahas
secara terperinci tentang syafāʻat dalam pengkajian hadis atau
perpektif hadis, khususnya kajian kitab sahih al-Bukhārī dan Muslim
serta praktik yang dilakukan di tengah masyarakat saat ini.
Penelitian ini berupaya mengungkap bagaimana konsep
syafāʻat dalam hadis-hadis Rasulullah dengan menjadikan referensi
primernya adalah hadis-hadis yang di-takhrīj-kan oleh imam al-
Bukhārī dan Imam Muslim serta bagaimana relevansinya dengan
praktik masyarakat kota Langsa tentang ibadah yang membawa
syafāʻat, terlepas dari pengaruh dan pendapat berbagai aliran
pemikiran teologi yang berkembang di sekitarnya.

F. Metodologi Penelitian

10
1. Jenis penelitian dan pendekatan
Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library
research) dengan mengumpulkan data dan meneliti dari buku-
buku/kitab-kitab kepustakaan dan karya-karya dalam bentuk lainnya.
Selain itu, penelitian ini juga termasuk penelitian lapangan (field
research), yakni penelitian yang berbasis data-data lapangan terkait
aspek penelitian ini. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif
dengan pendekatan kebahasaan (untuk sumber pustaka) dan
fenomenologi (untuk lapangan).
Menurut Bogdan dan Taylor, sebagaimana yang dikutip oleh
Lexy J. Moleong, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan prilaku yang diamati.30 Edmund Husserl mengartikan
fenomenologi sebagai studi tentang bagaimana orang mengalami dan
menggambarkan sesuatu. Menurutnya, kita hanya mengetahui
sesuatu, karena sesuatu itu dialami. Sehingga hal yang penting untuk
diketahui adalah apa yang manusia alami dan bagaimana mereka
memaknai serta menafsirkan pengalaman tersebut.31
Dimensi penting dalam fenomenologi, pertama bahwa setiap
pengalaman manusia terdapat sesuatu yang hakiki, penting dan
bermakna. Kedua, pengalaman seseorang harus dimengerti dalam
konteksnya. Untuk menangkap esensinya kita harus mendalami
pengalaman itu apa adanya tanpa ada intervensi pandangan,
perspektif dari luar. Pandangan dari luar harus ditaruh dalam tanda
kurung (bracketing) atau istilah Husserl disebut epoche.32
Pendekatan fenomenologi ini diterapkan untuk menganalisa
tentang sikap prilaku, dalam hal ini maka pengalaman yang dirasakan
oleh objek penelitian (sumber data); maksudnya hasil wawancara dan
observasi terhadap pemahaman konsep syafāʻat dan praktik
masyarakat Kota Langsa dalam memperoleh syafāʻat dinilai penting
dalam aspek pemaknaan dan dampak yang diterima dalam praktik
living hadis tentang praktik memperoleh syafāʻat dengan tidak ada
intervensi dari peneliti terkait jawaban tentang esensi objek kajian.
2. Data yang dihimpun
Data yang dihimpun dan diperlukan dalam pembahasan ini
30
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2002), h. 3.
31
J. R Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis Karakteristik dan Keunggulannya,
(Jakarta: Grasindo, 2013), h.82.
32
Ibid., h. 83.

11
secara umum mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Hadis-hadis yang menjelaskan tentang konsep syafāʻat baik


secara eksplisit maupun implisit yang meliputi pengertian syafāʻat dan
kemungkinan adanya syafāʻat yang terkandung dalamnya. Pengumpulan
hadis-hadis tersebut dilakukan dengan menggunakan metode
penelusuran hadis, yaitu melalui penyelusuran terhadap periwayatan
sahabat, permulaan kata matan hadis, tema pokok, keadaan hadis dan
kata dari matan hadis.33
b. Pendapat-pendapat ulama tentang siapa saja yang memenuhi
syarat dan berkompeten sebagai pemberi dan penerima syafāʻat serta
penjelasan-penjelasannya tentang makna syafāʻat atau pemahaman
tentangnya.
c. Melakukan observasi dan wawancara langsung ke lapangan
34
penelitian, yaitu:
1) Mengambil data yang relevan dengan kajian penelitian di kantor
Dinas Syariat Islam Kota Langsa.
2) Mewawancarai beberapa tokoh dan masyarakat di Kota Langsa,
seperti Kepala Dinas Syariat Islam, tokoh masyarakat dan organisasi
masyarakat dalam wilayah Kota Langsa yang berkaitan dengan
pelaksanaan ibadah yang bisa dikategorikan dalam makna syafāʻat.
3) Melakukan observasi atau meninjau langsung terhadap beberapa
praktik yang dilakukan masyarakat di wilayah Kota Langsa bila
ada.35
4) Data lainnya yang relevan dan dibutuhkan sebagai bahan pelengkap
dan mendukung kajian penelitian ini.

2. Sumber Data

Penelitian ini menyangkut konsep syafāʻat berdasarkan Hadis


atau fikih Hadis secara langsung dan praktik yang terjadi dalam
masyarakat di Kota Langsa. Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder.
Menurut Sukandarrumidi, sumber data yang bersifat kualitatif

33
Ramli…, Kamus…, 239-240. Lihat: Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (Jakarta: PT.
Mutiara Sumber Widya, 2010), h. 404.
34
Lihat: Joseph A Devito, Komunikasi Antar Manusia, Terj. Agus Maulana, (Jakarta
: Profesional Books,, 1997) h. 281. Lihat juga: Koentjaraningrat, Metode Penelitian
Masyarakat, (Jakarta : Gramedia, 1994), h. 130
35
Lihat: Consevelo G Sevila, Pengantar Metode Penelitian. Terj. Alirumuddin
Tuwu, (Jakarta: Universitas Indonesia 1993), h.198.

12
di dalam penelitian tidak bersifat subjektif, oleh sebab itu perlu
diberikan bobot. Sumber data yang digunakan dalam penelitian
kualitatif adalah sebagai berikut:

a. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah kitab sahih al-Bukhārī
dan sahih Muslim. Pemilihan kedua kitab ini dikarenakan keduanya
sudah menjadi kesepakatan ulama yang mu’tabar tentang
kesahihannya, sehingga tidak perlu di-takhrīj-kan lagi. Sementara
untuk memperdalam pembahasan dan mempertajam analisa, maka
dipergunakan beberapa kitab Hadis lain sebagai pembanding dan
pendukungnya seperti: kutub tis’ah, sahih ibn Hibbān, Sahih Ibn
Khuzaimah, kitab-kitab yang disusun oleh Muhammad Nasir ad-Dīn
al-Albānī dan kitab-kitab Hadis lainnya.
Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering
digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling.
Porpose sampling adalah pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu. Sedangkan snowball sampling adalah teknik
pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya
sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena sumber
data yang sedikit itu tersebut belum mampu memberikan data yang
memuaskan, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan
sebagai sumber data. Dengan demikian jumlah sampel sumber data
semakin besar, seperti bola salju yang menggelinding, lama-lama
menjadi besar.36
Selanjutnya dinyatakan bahwa, sampel sebagai sumber data
atau informan sebaiknya yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Mereka menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi,
sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayatinya.
2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada
kegiatan yang tengah diteliti.
3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk diminta informasi.
4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan hasil “kemasannya” sendiri.
5. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti
sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau
narasumber.

36
Sugiyono, Metode penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2010), h. 218-219.

13
Seperti yang telah dikemukakan bahwa, penambahan sampel
itu dihentikan, manakala datanya sudah jenuh. Dari berbagai
informan, baik yang lama maupun yang baru, tidak memberikan data
baru lagi. Bila pemilihan sampel atau informan benar-benar jatuh
pada subyek yang benar-benar menguasai situasi sosial yang diteliti
(obyek), maka merupakan keuntungan bagi peneliti, karena tidak
memerlukan banyak sampel lagi, sehingga penelitian cepat selesai.
Jadi yang menjadi kepedulian bagi peneliti kualitatif adalah
“tuntasnya” perolehan informasi dengan keragaman variasi yang ada,
bukan banyaknya sampel sumber data.37
Terkait dengan penelitian lapangan, data primer diperoleh
dengan cara mendapatkan informasi dan data dari berbagai unsur
seperti MPU Kota Langsa, Dinas Syariat Islam Kota Langsa, tokoh
agama Kota Langsa dan organisasi masyarakat Kota Langsa, baik
dengan melakukan observasi maupun wawancara secara mendalam
(dept interviewed). Menurut Cooper dan William bahwa “data primer
berasal dari sumber yang asli dan dikumpulkan secara khusus untuk
menjawab pertanyaan penelitian”.38
Peneliti mengumpulkan data dengan wawancara secara
langsung baik dalam suasana formal maupun non formal pada objek
yang tersebut diatas. Sebagaimana yang dikatakan oleh Azwar bahwa
“data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek
penelitian sebagai sumber informasi yang dicari”.39 Wawancara
formal dilakukan dengan meminta waktu khusus kepada responden
untuk melakukan wawancara, sedangkan wawancara non formal
maksudnya wawancara berlangsung di sela-sela kegiatan lain.
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan mencari
dari setiap kitab atau buku yang berkaitan dengan konsepsi syafāʻat.
Begitu juga tentang penelitian lapangan, peneliti akan mencari data-
data dari setiap orang yang dianggap memahami konsep syafāʻat dan
bisa memberikan informasi sesuai dengan data yang dibutuhkan. Hal
ini dilakukan sesuai dengan apa yang disarankan oleh Azwar “data
sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung
diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya yang biasanya

Ibid., h. 221.
37

38
R. Donald Cooper, C. William Emory, Metode Penelitian Bisnis, Terj. Imam
Nurmawan Gunawan, (Jakarta : Erlangga, 1999), h. 256.
39
Saifuddin Azwar. Metode Penelitian, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,1998), h. 91.

14
berupa dokumen atau laporan”.40 Sementara itu Suryabrata
menyebutkan bahwa “data sekunder biasanya berupa dokumen
seperti data mengenai demografis”.41
Pemilihan kitab-kitab Hadis dan fatwa-fatwa ulama tentang
konsep syafāʻat tersebut di atas tidak mengindikasikan bahwa kitab-
kitab Hadis lainnya tidak digunakan dalam menunjang konsep
syafāʻat yang dipaparkan dalam penelitian ini. Namun isi dan
konsepnya jika dianggap relevan, akan digunakan sebagai
pembanding dan juga digunakan sebagai alat ukur kesahihan hadis
dengan membandingkan kepada ayat-ayat Alquran serta
penafsirannya seperti Tafsir Jalālain karya as-Suyūṭī dan kitab-kitab
tafsir lainnya.
Sementara dalam pembahasan mengenai kata-kata dan
terminologi bahasa Arab yang bersifat klasik yang diperoleh dalam
hadis, penulis akan menggunakan kitab Lisān al-Arab, karya Ibnu
Manżur al-Anṣārī. Agar memudahkan dalam melakukan pelacakan
terhadap hadis-hadis yang diperlukan dalam pembahasan, penulis
menggunakan al-Mu’jam al-Mufahraṡ li Alfāż al-Ahadīs an-Nabāwī,
karya Muhammad Fuad Abdul Baqī dan Fath al-Rachmān, karya Faiḍ
Allah al-Ḥusaini al-Muqaddasī serta bantuan dari aplikasi maktabah
asy-Syamilah.42

3. Tehnik Pengumpulan Data


Setiap penelitian tidak terlepas dari teknik dalam
mengumpulkan data. Untuk memperoleh data-data yang sesuai,
lengkap dan mencakupi seluruh isi dari penelitian ini, maka teknik
pengumpulan yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Teknik observasi
Observasi adalah mengumpulkan data langsung dari lapangan.
Data yang diobservasi bisa berupa gambaran tentang sikap perilaku,
serta tindakan keseluruhan interaksi antar manusia. Proses observasi
dimulai dengan mengidentifikasi tempat yang akan diteliti.
Dilanjutkan dengan pengamatan, sehingga diperoleh gambaran umum
40
Ibid. h. 98.
41
Sumadi Suryabroto, Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta:
Andi Offset, 1983), h. 85. Demografis adalah ilmu tentang dinamika kependudukan manusia.
42
Sebuah aplikasi buku terbesar saat ini yang di dalamnya terdapat ribuan kita
dengan berbagai tema dan disiplin ilmu serta mudah diaksesnya. Biasanya dengan bantuan
aplikasi ini penulis akan membantu untuk menemukan data yang diperlukan.

15
tentang sasaran penelitian. Kemudian menentukan siapa yang akan
diobservasi, kapan, berapa lama dan bagaimana.43
Bungin mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat
digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi,
observasi tidak terstruktur dan observasi kelompok tidak terstruktur.
1) Observasi partisipasi (participant observation) adalah teknik
pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian
melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau peneliti benar-
benar terlibat dalam keseharian responden.
2) Observasi tidak berstruktur adalah observasi yang dilakukan tanpa
menggunakan guide observation. Pada observasi ini peneliti atau
pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatannya dalam
mengamati suatu objek. Observasi kelompok adalah observasi yang
dilakukan secara berkelompok terhadap suatu atau beberapa objek
sekaligus.44
Dalam hal ini, peneliti bisa menjadi observer yang aktif.
Artinya, peneliti bisa menjadi bagian dalam kegiatan yang dilakukan
oleh masyarakat yang menjadi objek penelitian. Dengan cara seperti
ini, maka peneliti akan leluasa dalam memperoleh data penelitian,
karena telah dianggap sebagai bagian dari masyarakat yang menjadi
objek penelitian.
b. Teknik wawancara
Wawancara adalah cara pengempulan data dengan jalan tanya
jawab dengan pihak terkait yang dikerjakan secara sistematis dan
berlandaskan kepada tujuan peneliti.45 Teknik wawancara dalam
penelitian Living Hadis adalah suatu yang dibutuhkan. Seorang
peneliti tidak akan mendapatkan data yang akurat dari sumber
utamanya, jika dalam penelitian tentang aktivitas yang berkaitan
dengan fenomena Living Hadis di suatu tempat, tidak melakukan
wawancara dengan para responden atau sumber data primer.
Untuk mendapatkan jawaban yang akurat dan valid, maka
seorang peneliti harus memilah dan menentukan tokoh-tokoh kunci
(key person) yang akan diwawancarai. Mereka inilah yang dianggap
memiliki data yang akurat dan valid tentang objek penelitian kita.
Wawancara ini juga penulis gunakan untuk menguji ulang data-data
yang ada dari hasil observasi. Namun ada saatnya wawancara
43
Raco, Metode Penelitian Kualitatif, h. 112.
44
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Prenada Media Gruop, 2007), h.
115.
45
Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarta: BPFE, 1998), h. 62.

16
didasarkan dengan cara mengobrol dan tidak menjelaskan maksud
penelitian, sehingga objek kajian yang ingin dicapai dapat diperoleh
dengan variabel yang bervariasi dalam jawaban.
c. Teknik dokumentasi
Teknik dokumentasi merupakan suatu cara pengumpulan data
dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dukumen, baik
dokumen tertulis, gambar maupun elektronik.46
Dokumentasi yang dimaksud bisa berupa dokumen tertulis
seperti agenda kegiatan, daftar santri, materi kegiatan, tempat
kegiatan dan sebagainya, bisa juga berupa dokumen yang
tervisualkan, seperti foto kegiatan atau rekaman. Dokumentasi
terkadang relatif diterapkan dalam penelitian ini karena aspek
wawancara yang dimaksudkan untuk tidak diketahui oleh informan
yang ingin digali informasinya.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
bersifat komparatif antara penelitian kepustakaan (libraly research)
dan penelitian lapangan (field research) yaitu suatu metode yang
dilakukan dengan mengumpulkan data-data di lapangan penelitian
dan bahan-bahan penulisan yang diambil dari kitab-kitab yang
berkaitan dengan masalah-masalah yang akan dibahas. Data yang
diperoleh akan diperiksa kembali baik yang diperoleh melalui telaah
pustaka maupun dari hasil yang diperoleh di lapangan. Data-data ini
kemudian disusun secara sistimatis dalam kerangka dan paparan yang
sudah direncanakan dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
kaidah, dalil, teori dan sebagainya. Sehingga diperoleh kesimpulan-
kesimpulan yang valid untuk dipaparkan.

4. Teknik pengujian keabsahan data


Dalam penelitian ini dapat diadakan pengecekan keabsahan
data dengan tata cara berikut ini:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.47
46
Nana Syaodiah Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2007), h. 221.
47
Sugiyono, Metode penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2007), h. 300.

17
Tahapan dalam melakukan penelitian juga dijadikan landasan
awal pengujian keabsahan data. Tahapan-tahapan penelitian tersebut
adalah:
a. Tahapan pralapangan, yang meliputi: menyusun rancangan penelitian,
memilih lapangan penelitian, menyusun perizinan, menilai keadaan
lapangan, memilih dan memanfaatkan informan dan menyiapkan
perlengkapan penelitian.
b. Tahapan pekerjaan lapangan, yang meliputi: memahami latar penelitian
dan persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta mengumpulkan
data.
c. Tahapan analisis data, yang meliputi: analisis selama pengumpulan data.
d. Tahap penulisan hasil laporan penelitian.
5. Metode Analisis
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sitematis data hasil wawancara, observasi dan dokumentasi dengan
cara mengorganisasikan data dan memilih mana yang penting serta
mana yang perlu dipelajari serta membuat kesimpulan sehingga
mudah dipahami.48 Analisis data yang diperoleh adalah bagian dari
hal yang sangat penting dalam sebuah karya ilmiah, karena dalam
analisislah data tersebut dapat diberi arti dan memiliki makna yang
berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Menganalisa data
merupakan tindakan peneliti untuk mempertemukan kesenjangan
yang terjadi antara teori (das sollen) dan praktik (das sain).
Membangun juga bagian dari pengujian terhadap teori yang berlaku
selama ini.
Adapun sasaran pada kajian penelitian ini seperti yang telah
tersebut di atas adalah analisis terhadap konsep syafāʻat berdasarkan
hadis riwayat al-Bukhārī dan Muslim. Seluruh hadis-hadis yang
mempunyai maksud yang sama dan dalam arti yang sama-sama
membicarakan satu topik masalah terutama mengenai konsep syafāʻat
dan menyusunnya secara kronologis serta sebab waridnya hadis-hadis
tersebut. Sehingga akan diperoleh konsep syafāʻat tersebut secara
mendalam dan komprehensif. Sementara metode yang digunakan
untuk melihat praktik ibadah yang dilakukan masyarakat kota Langsa,
pendekatan yang digunakan lebih kepada pendekatan Triangulasi,
yaitu dengan menggunakan teknik observasi, wawancara dan
questioner untuk mendapatkan informasi secara terperinci. Sehingga
diharapkan sumber data yang diperoleh dengan teknik yang berbeda

48
Sugiyono, Metode penelitian Kualitatif, h. 334-345.

18
ini, akan diperoleh sesuatu informasi yang akurat terhadap kajian
yang diteliti.
Menurut Miles dan Huberman, kegiatan analisis pada
penelitian kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yang dilakukan
secara bersamaan, yaitu mereduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan/verifikasi. Ketiga alur yang terjadi bersamaan ini berarti
bahwa reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan
dilakukan sebagai sesuatu yang saling menjalin dan merupakan siklus
dan interaksi pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan
data dalam bentuk sejajar yang membangun wawasan umum yang
disebut “analisis”.49 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan
konsep yang ditawarkan Miles dan Huberman dalam menganalisis
data hingga kepada tahap pengambilan kesimpulan akhir. Untuk
memenuhi teknik analisis tersebut maka dilakukan langkah-langkah
yang diuraikan sebagai berikut:
a. Reduksi data merupakan penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi,
pemfokusan dan keabsahan data mentah menjadi informasi yang
bermakna, sehingga memudahkan penarikan kesimpulan. Jadi, data-data
yang telah dikumpulkan akan diseleksi dengan konsep yang ada pada
rumusan masalah sehingga tidak ada kejenuhan data yang berulang-ulang.
b. Penyajian data yang sering digunakan pada data kualitatif adalah bentuk
naratif. Penyajian-penyajian data berupa sekumpulan informasi yang
tersusun secara sistematis dan mudah dipahami. Dalam penelitian
kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.
c. Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dalam analisis data yang
dilakukan melihal hasil reduksi data tetep mengacu pada rumusan masalah
secara tujuan yang hendak dicapai. Data yang telah disusun dibandingkan
antara satu dengan yang lain untuk ditarik kesimpulan sebagai jawaban
dari permasalahan, sehingga rumusan masalah terjawab dengan tidak
berulang-ulang saat dinarasikan.
G. Sistimatika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari lima bab yang masing-masing bab
tersusun sebagai berikut:
Bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi latar
belakang masalah, perumusan masalah, penjelasan istilah, tujuan dan

49
Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku
sumber Tentang Metode-metode Baru, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1992), h. 46.

19
kegunaan penelitian, kajian kepustakaan, metodologi penelitian serta
sistimatika penulisan.

Bab kedua, berbicara sekitar pemahaman konsep syafāʻat.


Pembahasannya meliputi: 1) pengertian syafāʻat, 2) macam-macam
syafāʻat menurut Hadis, 3) sebab diberikannya syafāʻat menurut hadis,
4) pemberi syafāʻat menurut Hadis dan 5) silang pendapat antara
ulama tentang syafāʻat.

Bab ketiga, berbicara tentang konsep syafāʻat dalam hadis-


hadis Rasulullah, pembahasan tersebut meliputi: 1) konsep syafāʻat
menurut hadis-hdis dalam kitab sahih al-Bukhārī serta syarahnya dan
2) konsep syafāʻat menurut sahih Muslim serta syarahnya. syafāʻat itu
ketentuan dari Allah Swt., adanya pemberi dan penerima syafāʻat
selain Allah dan dengan izin serta kerelaan Allah swt.

Bab keempat, berbica mengenai praktik syafāʻat di tengah-


tengah masyarakat Kota Langsa-Aceh, pembahasan meliput topik
penting, yaitu: pemahaman dan praktik masyarakat Kota Langsa-
Aceh.
Bab kelima, merupakan penutup yang meliputi kesimpulan
dari penelitian dan saran-saran.
Adapun pedoman penulisan disertasi ini penulis mengacu
pada pedoman penulisan karya ilmiah Pascasarjana UIN-SU Medan
tahun 2018.

20
BAB II

SEKITAR PEMAKNAAN SYAFĀ‘AT


A. Pengertian Syafā‘at
Kata syafā‘at dari berbagai bentuk tasrīf50 “- ‫ شــفعا‬- ‫شفع – يشع‬
‫ ”شفاعة‬disebutkan51 dalam hadis riwayat al-Bukhāī, Muslim dan dalam
riwayat imam-imam hadis yang lain dalam berbagai bentuk.52
Adapun kata syafā‘at dalam Alquran secara terperinci dan
terbatas disebutkan, yaitu “‫ ”شفاعة‬disebutkan sebanyak dua kali, “‫”شفيع‬
disebutkan sebanyak lima kali, “‫ ”يشــفع‬sebanyak tiga kali, “‫”شــفعاء‬
disebutkan sebanyak empat kali, “‫ ”شفاعتهم‬dan “‫ ”شافعين‬masing-masing
disebutkan dua kali, “‫ “شــفعائنا‬,”‫ “يشــفعوا‬,”‫ “يشــفعون‬,”‫ ”شفع‬dan “‫”شــفعائكم‬
masing-masing disebutkan hanya sekali.53
Secara bahasa, syafā‘at (syafā‘at) berarti perantaraan atau
mediasi. Maksudnya, perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat
bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudarat (siksa) bagi orang
lain. Dengan kata lain, syafā‘at adalah permohonan ampunan (kepada
tuhan) atas dosa-dosa orang lain. Orang yang memberikan syafā‘at
disebut dengan syafi’.54
Imam Mustafa al-‘Adawī seorang ulama kontemporer
mendefinisikan makna syafā‘at seperti berikut:
‫ فالش فع ض د ال وتر فال ذى يش فع‬:‫أم ا عم مع ىن الش فاعة لغ ة‬
.‫لشخص كأنه ينضم إليه لقضاء حاجته فيصريه شفعا بعد أن كان وترا‬
50
Taṣrīf adalah perubahan kata dari satu bentuk ke bentuk lain sesuai atauran yang
berlaku dalam ilmu Ṣaraf. Lihat: Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir,
(Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren al-
Munawwir, 1984), h. 780
51
Lihat: Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Yogyakarta: Unit
Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren al-Munawwir, 1984), h. 780
52
Lihat: Aj. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāḍ al-Hadīṡ an-Nabawī,
(Leiden: Brill, 1936), juz 3 dari 7, h. 147-153
53
Muhammad Fuad Abdul Baqī, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfad al-Qur’an,
(Qāhirah: Dār al-Hadis, 1981), h. 384
54
Mundzirin Yusuf, Membantah Kiamat 2012, (Jakarta: Mutiara Media, 2010), h.
86.

21
‫وي راد بالش فاعة التواس ط للتج اوز عن ال ذنوب واجلرائم وي راد هبا أيض ا‬
.‫التوسط جللب خري أو لدفع ضر عن شخص من األشخاص‬
55

[Ibn al-Manzur dalam kamus Lisān al-Arab menjelaskan


makna dari kata syafā‘at sebagai berikut: ‫الشفع خالف الوتر وهو الزوج‬.56
Kemudian, lafal ‫ ال َّش ْف ُع‬adalah lawan dari ‫الو ْت ُر‬
ِ yang bermakna ganjil,
57

sebagaimana Allah swt. berfirman : ‫ َوال َّش ْف ِع َو ْال َو ْت ِر‬, artinya: dan yang
genap dan yang ganjil]. (QS. 89/al-Fajr: 3).
Menurut Imam asy-Syaukānī ketika mentafsirkan ayat 85
surah an-Nisa’ tentang syafā‘at, sebagai berikut:
‫ ومن ه‬،‫ ال زوج‬:‫ وحنومها من الش فع وه و‬،‫أص ل الش فاعة والش فعة‬
‫ والشفع ضم واحد اىل‬... ،‫ ألنه يصري مع صاحب احلاجة شفعا‬،‫الشفيع‬
‫ ضم غريك‬:‫ فالشفاعة‬،‫ ضم ملك الشريك إىل ملكك‬: ‫ والشفعة‬،‫واحد‬
.‫إىل جاهك‬ 58

[Dasar kata syafaah, syuf‘ah dan key word lain dari kata
syafa’, berarti genap, dan darinya juga kata syafī’, sebab menjadikan
dirinya bersama orang yang membutuhkan untuk menggenapkannya...
, dan Syafa‘ah ialah menggabungkan satu orang dengan orang lain.
Syuf‘ah yaitu mencampurkan milik teman kepada milikmu, maka
makna syafā‘at adalah mencampurkan orang lain terhadap dirimu dan
wasilahmu].59
Secara terminologi, kata syafā‘at mempunyai banyak bentuk
definisi, antara ulama ada yang mendefinisikan syafā‘at: sebuah
permohonan seseorang untuk pengampunan dosa-dosa yang telah
diperbuatnya.60 Ibn al-Manzur mengartikan sebagai permohonan si
penolong terhadap raja untuk keperluan orang lain atau permohonan
untuk pengampunan dosa-dosa.61 Abdul Aziz Muhammad Samman

55
Lihat: Mustafa bin al-‘Adawī, Khutab al-‘Ām min al-Kitāb wa Ṣaḥīh as-Sunnah,
(Arab Saudi: Maktabah Mekkah, 2009), h. 469
56
Ibn al-Manzur, Lisān al-‘Arab, (Keiro: Dār al-Maʻārif, 1119 H.), h. 2289
57
Muḥammad bin Aḥmad al-Anṣārī, al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’an Tafsīr al-Qurṭubī,
(Kairo: Dār at-Turaṡ, 1999), juz 1, h. 400-401
58
Muhammad bin Ali asy-Syaukānī, Fath al-Qadīr: al-Jāmi’ Baina Fanni ar-
Riwāyah wa ad-Dirāyah fi Ilmi at-Tafsīr, (Libanon: Dār al-Ma’rifah, 2007), h. 174
59
Ibid.
60
Ali bin Muhammad al-Jurjanī, at-Ta’rifat, (Beirut: Dār al-Kutub al-Islamiyah,
1988), h. 127
61
Ibn al-Manzur, Lisan..., juz 8, h. 184

22
mengartikan syafā‘at sebagai permohonan kebaikan untuk orang lain
atau permohonan bebasnya siksaan dari maksiat dan dosa-dosa.62 Jalal
ad-Dīn Rakhmat menjelaskan arti syafā‘at dengan bantuan Nabi
Muhammad dengan izin Allah untuk meringankan dan bahkan
menghapuskan hukuman bagi para pendosa.63 Menurut ar-Ragib al-
Asfahanī, syafā‘at adalah bergabung dengan yang lain untuk
memberikan pertolongan terhadap yang ditolong, secara umum ialah
penggabungan ini dilakukan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya
dan martabatnya kepada orang-orang yang lebih rendah derajatnya. 64
Hal senada disampaikan juga oleh asy-Syaukanī, dia menjelaskan
bahwa syafā‘at adalah menghubungkan orang lain kepada tuannya
dan perantaranya yang intinya untuk menampakkan posisi penolong
terhadap yang ditolong dan sampainya suatu manfaat kepada yang
ditolongnya.65 Sedangkan menurut Abu Bakar Jabir al-Jazarī syafā‘at
ialah meminta orang lain menjadikan perantara antara dirinya dengan
seorang penguasa untuk menyampaikan apa yang diperlukan,
kemudian diharapkan penguasa dapat memberikan apa yang
diperlukan dan dia akan memberikan ampunan dari suatu kesalahan
atau kejahatan yang telah dilakukannya.66 Dan Hashbi ash-Shidqie
menyebutkan arti dari syafā‘at adalah memohon dihapuskan dosa dan
kesalahan seseorang.67
Imam Muhammad bin Ṣāliḥ bin Muḥammad al-‘Usaimīn
menjelaskan makna dari syafā‘at adalah sebagai berikut:
68
‫والشفاعة هي التوسط للغري جللب منفعة أو دفع مضرة‬
[Syafā‘at adalah menengahi bagi yang lain untuk
mendapatkan manfaat atau menghilangkan memudaratan].
Dari definisi ini terlihat bahwa syafā‘at bisa untuk
mendapatkan manfaat adalah seperti syafā‘at Rasul untuk masuk
surga dan syafā‘at untuk menghindari bahaya, seperti syafā‘at Rasul

62
Abdul Aziz Muhammad as-Samman, Mukhtashar al-As’ilah wa al-Ajwibah al-
Usuliyyah, (Riyadh: Ma’had Imam ad-Da’wah, 1983), h. 118
63
Jalal ad-Dīn Rakhmat, Rindu Rasul, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h.
61
64
Abu al-Qasim Abu al-Husain bin Muhammad Ar-Ragib al-Asfahanī, al-Mufrad fi
Garib al-Qur’an, (Beirut: Dār al-Ma’rifah, tt), h. 306
65
Asy-Syaukanī..., Fath al-Qadīr..., Jld. 1 dari 4, h. 492-493
66
Abu Bakar Jabir al-Jazari, Aqidah Seorang Muslim, (Solo: Pustaka Mantiq, 1994),
h. 144
67
Hashbi ash-Shidqie, al-Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992), Jild. 1 dari 2, h.
348.
68
Muhammad bin Ṣāliḥ bin Muḥammad al-‘Usaimīn, Syarh Rayāḍ ash-Shalihain,
(tp: ttp, tt), h. 284.

23
yang melepaskan manusia dari azab neraka. Dari banyak pendapat
ulama yang berkomentar tentang syafā‘at terlihat satu dengan yang
lainnya hanya berbeda sedikit, yang intinya semua mereka mengakui
adanya syafā‘at.
Definisi yang disampaikan oleh al-‘Usaimīn dan ulama lain ini
menunjukkan kepada makna syafā‘at di dunia seperti syafā‘at yang
diberikan seseorang kepada orang lain untuk membebaskannya dari
hukuman potong tangan pada misal pencuri sebelum masalah sampai
pada pimpinan, bila masalah sudah sampai pada pimpinan, maka
haram hukumnya memberikan syafā‘at atau bantuan.69
Imam Badr ad-Dīn al-Hanafī ketika menjelaskan hadis imam
al-Bukhārī, ia menguraikan makna syafā‘at adalah sebagai berikut:
‫الشفاعة مشتقة من الشفع وهو ضم الشيء إىل مثله كأن املشفوع‬
‫له كان فردا فجعله الشفيع شفعا بضم نفسه إليه والشفاعة الضم إىل آخر‬
‫معاون ا ل ه وأك ثر م ا يس تعمل يف انض مام من ه و أعلى مرتب ة إىل من ه و‬
‫أدىن‬ 70

[Syafā‘at adalah berasal dari kata syufa’ bermakna


menggabungkan sesuatu kepada yang lain, seperti orang yang akan
diberikan syafā‘at ia sendiri, lalu menjadikan orang yang memberi
syafā‘at bergabung dengan dirinya dengan orang yang diberikan
syafā‘at. Syafā‘at itu menggabungkan dirinya dengan orang lain
untuk membantunya. Kebiasaannya dipakai pada mencampurkan
orang yang lebih tinggi martabatnya kepada yang lebih rendah].
Syafā‘at itu menurutnya seperti yang disampaikan oleh Ibn
Baṭṭāl bahwa syafā‘at itu terjadi pada orang yang ikhlas khususnya,
mereka adalah ahli tauhid menurut maksud dari beberapa hadis dan
juga dari dalil ayat al-Qur‘an sejauh tidak terjadi syirik
(menyekutukan Allah). 71
Muḥammad bin Aḥmad al-Anṣārī dalam kitab al-Jāmi’ li
Ahkām al-Qur’an Tafsīr al-Qurṭubī ketika mentafsirkan ayat 48 dari
surah al-Baqarah72 menjelaskan bahwa kata asy-syafa‘ah diambil dari
kata asy-syafa’ bermakna genap dari lawan ganjil. Maksudnya secara

69
Ibid.
70
Badr ad-Dīn al-‘Ainaī al-Ḥanafī, ‘Umdah al-Qārī Syarh Ṣāhiḥ al-Bukhārī, (Tp:
ttp, 2006), h. 207.
71
Ibid.
72
Firman Allah berikut: ‫س َشيْئا ً َوالَ يُ ْقبَ ُل ِم ْنهَاـ َشفَا َعةٌ َوالَ ي ُْؤخَ ُذ ِم ْنهَا‬ ْ ُ‫َواتَّق‬
ٍ ‫وا يَوْ ما ً الَّ تَجْ ِزي نَ ْفسٌ عَن نَّ ْف‬
َ‫ُنصرُون‬
َ ‫ي‬ ‫م‬
ْ ُ ‫ه‬ َ ‫ال‬‫و‬َ ‫ل‬
ٌ ْ
‫د‬ ‫ع‬
َ

24
etimologi, kata syafā‘at diambil dari bahasa Arab, yaitu kata – ‫َشفَ َع‬
‫ يَ ْشفَ ُع‬, bermakna seseorang membuat sesuatu itu menjadi genap.
Syafā‘at juga bisa berarti perantaraan atau penengah antara
dua orang. Adapun kata ‫ ال َّشافِ ُع‬adalah bentuk isim fa’il dari ‫ َشفَ َع‬yang
َّ ُ‫صــا ِحب‬,
berarti ‫الشــفَا َع ِة‬ َ yaitu pemilik atau pemberi syafā‘at, atau
bermakna ُ‫ ْال ُم ِعيْن‬yaitu pembela atau penolong. Sedangkan secara
syar’ī, syafā‘at adalah: Pertolongan pihak ketiga kepada pihak yang
membutuhkannya dalam rangka memberikan suatu manfaat atau
menolak suatu mudarat.73 Sebagai contoh, dalam rangka memberikan
suatu manfaat adalah syafā‘at Nabi saw. kepada calon penghuni surga
agar dapat segera masuk surga dan dalam rangka menolak suatu
mudarat adalah syafā‘at Nabi saw. kepada calon penghuni neraka
untuk tidak masuk ke dalam api neraka atau membebaskannya dari
azab.74
Jelaslah makna syafā‘at adalah memberi pertolongan kepada
orang lain baik dari seorang Nabi, Malaikat ataupun dari orang
Mukmin untuk membebaskan seseorang yang diberi syafā‘at dari hal-
hal yang mudarat atau memberi manfaat baginya. Ibaratnya, sekiranya
sesorang memiliki beban yang berat dan tidak sanggup membawanya,
maka datanglah seseorang untuk menggabungkan tenaganya agar
dapat memikul beban yang berat itu, maka ini ternasuk kategori
syafā‘at.
Syafā‘at adalah manifestasi dari rahmat Tuhan yang Allah
berikan pada hamba yang berbuat maksiat dan para ‘pendosa’, seperti
halnya juga merupakan bagi Rasulullah Saw untuk memberikan
syafaat pada umatnya. Syafā‘at ini ada pada diri para Nabi, Malaikat,
para ulama, para syuhada, orang-orang sholeh, anak-anak orang
mukmin baik laki-laki maupun perempuan yang mati saat waktu
kecil. sebagian amalan juga dapat memberikan syafā‘at. Alquran akan
memberikan syafā‘at bagi siapapun yang membaca dan
mengamalkannya. Puasa pun akan memberikan bagi siapapun yang
melakukannya. Sesunggunya seseorang tidak dapat memberikan
syafā‘at pada lainnya disisi Allah kecuali atas izin dan keridaan-
Nya.75
Dalil adanya syafā‘at berdasarkan firman Allah berikut ini:
‫ض مُثَّ إِلَْي ِه ُت ْر َجعُو َن‬
ِ ‫األر‬ ِ َّ ‫ك‬
ْ ‫الس َم َاوات َو‬ ُ ‫اعةُ مَجِ يعاً لَّهُ ُم ْل‬
َ ‫الش َف‬
ِ ‫قُل‬
َّ ‫هلل‬
73
Lihat: Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani, Syafā‘at, Tawasul dan Tabāruk,
(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), h. 20, 76 dan 153.
74
Iḥsan Muḥammad..., Siraj aṭ-Ṭālibīn..., juz 1, h. 473.
75
Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2006), h. 334.

25
[Katakanlah: Hanya kepunyaan Allah syafā‘at itu semuanya.
Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nyalah
kamu dikembalikan]. (QS. 39/az-Zumar: 44)
Berikutnya surah an-Nisa’ ayat 85:
ً‫اعة‬ ِ ‫ص‬ ِ
َ ‫يب مْن َه ا َو َم ْن يَ ْش َف ْع َش َف‬ ٌ َ‫اعةً َح َس نَةً يَ ُك ْن لَ هُ ن‬َ ‫َم ْن يَ ْش َف ْع َش َف‬
ً‫َسيِّئَةً يَ ُك ْن لَهُ كِ ْف ٌل ِمْن َها َو َكا َن اهللُ َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء ُم ِقيتا‬
[Barangsiapa yang memberikan syafā‘at yang baik, niscaya ia
akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa
yang memberi syafā‘at yang buruk, niscaya ia akan memikul
bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu].
(QS. 4/an-Nisa’: 85)
Ayat ini menunjukkan dalil adannya syafā‘at di dunia, yaitu
setiap amal baik yang dilakukan manusia akan menjadi syafā‘at
baginya di akhirat. Ayat ini sesuai dengan maksud dari surah al-
Baqarah ayat 254, yaitu:
‫َنف ُقوا مِم َّا َر َز ْقنَا ُك ْم ِم ْن َقْب ِل أَ ْن يَأْيِت َ َي ْو ٌم ال َبْي ٌع‬
ِ ‫يا أَيُّها الَّ ِذين آمنوا أ‬
َُ َ َ َ
‫اعةٌ َوالْ َكافُِرو َن ُه ْم الظَّالِ ُمو َن‬ ِِ
َ ‫فيه َوال ُخلَّةٌ َوال َش َف‬
[Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah)
sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum
datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada
lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafā‘at. Dan orang-
orang kafir itulah orang-orang yang zalim]. (QS. 2/al-Baqarah: 254)
Menginfaqkan apa yang kita punya termasuk harta, tenaga dan
lainnya di dunia sebelum datang hari akhirat adalah bagian dari
perantara mendapatkan syafā‘at di akhirat. Catatan amal yang
dikumpulkan oleh malaikat akan menjadi penolong bagi pelakunya di
dunia.
Adapaun dalil syafā‘at akhirat adalah ayat berikut ini:
ً‫اعةُ إِال َم ْن أ َِذ َن لَهُ الرَّمْح َ ُن َو َر ِض َي لَهُ َق ْوال‬ َّ ‫َي ْو َمئِ ٍذ ال تَن َف ُع‬
َ ‫الش َف‬
[Pada hari itu tidak berguna syafā‘at, kecuali (syafā‘at) orang
yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia
telah meridhai perkataannya]. (QS. 20/Ṭāhā: 109)
Masih banyak ayat-ayat yang lain yang menunjukkan adanya
syafā‘at di akhirat, baik melalui Rasul atau selainya dengan izin dari
Allah dan kerelaan-Nya.
Dalil syafā‘at dari hadis Rasul antara lain adalah berikut ini:

26
‫ ق ال أعطيت مخس امل يعطهن أح د‬S ‫ج ابر بن عب د اهلل أن الن يب‬
‫قبلي نص رت ب الرعب مس رية ش هر وجعلت يل األرض مس جدا وطه ورا‬
‫فأميا رج ل من أم يت أدركت ه الص الة فليص ل وأحلت يل املغ امن ومل حتل‬
‫ألح د قبلي وأعطيت الش فاعة وك ان الن يب يبعث إىل قوم ه خاص ة وبعثت‬
‫إىل الناس عامة‬
[Jabir bin ‘Abdullah bahwa Nabi saw. bersabda: “Aku
diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada orang sebelumku:
aku ditolong melawan musuhku dengan ketakutan mereka sejauh satu
bulan perjalanan, dijadikan bumi untukku sebagai tempat sujud dan
suci. Maka dimana saja salah seorang dari umatku mendapati waktu
shalat hendaklah ia shalat, dihalalkan untukku harta rampasan perang
yang tidak pernah dihalalkan untuk orang sebelumku, aku diberikan
(hak) syafā‘at, dan para Nabi sebelumku diutus khusus untuk
kaumnya sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia]. (HR. al-
Bukhārī)
Hadis ini sangat jelas menunjukkan bahwa Rasulullah saw.
pemberi syafā‘at dengan izin dan rida Allah swt. dan dia sebagai
orang pertama memberi syafā‘at kepada umatnya yang
membutuhkannya. Hadis-hadis tentang dalil syafā‘at sangat banyak
yang akan penulis uraikan beserta maksudnya dalam bab iii dan iv.
B. Bentuk-Bentuk Syafā‘at Menurut Hadis
Syafā‘at yang terdapat dalam hadis-hadis sahih al-Bukhārī dan
Muslim ada beberapa macam bentuknya, yaitu:

1. Syafā‘at kubra (syafā‘at besar)

Syafā‘at yang diperoleh di tempat penantian (padang mahsyar), yang


pada saat itu para Nabi dan Para Rasul (Ulul ‘Azmi) meninggalkan umat
manusia karena kondisi serba menakutkan, dan tidak yang bersedia
memberikan bantuan. Pernyataan ketidaksanggupan untuk memberi syafā‘at
dimulai dari Nabi Adam dan Nabi-Nabi setelahnya, yang akhirnya Nabi
Muhammad saw. menyatakan: “Saya adalah pemilik syafā‘at itu.” Pada saat
itu, Nabi Muhammad langsung bersujud kepada Allah swt. dan memuji-Nya.

Hal itu terlihat dalam hadis Rasulullah berikut ini:

27
‫عن أنس رضي اهلل عنه عن النيب ‪ S‬و قال يل خليفة حدثنا يزيد بن زريع‬
‫حدثنا سعيد عن قت ادة عن أنس رضي اهلل عنه‪ :‬عن الن يب ‪ S‬ق ال جيتم ع املؤمنون‬
‫ي وم القيام ة فيقول ون ل و استش فعنا إىل ربن ا في أتون آدم فيقول ون أنت أب و الن اس‬
‫خلق ك اهلل بي ده وأس جد ل ك مالئكت ه وعلم ك أمساء ك ل ش يء فاش فع لن ا عن د‬
‫ربك حىت يرحينا من مكاننا هذا فيقول لست هناكم ويذكر ذنبه فيستحي ائتوا‬
‫نوحا فإنه أول رسول بعثه اهلل إىل أهل األرض فيأتونه فيقول لست هناكم ويذكر‬
‫س ؤاله رب ه م ا ليس ل ه ب ه علم فيس تحي فيق ول ائت وا خلي ل ال رمحن فيأتون ه فيق ول‬
‫لس ت هن اكم ائت وا موس ى عب دا كلم ه اهلل وأعط اه الت وراة فيأتون ه فيق ول لس ت‬
‫هناكم ويذكر قتل النفس بغري نفس فيستحي من ربه فيقول ائتوا عيسى عبد اهلل‬
‫ورسوله وكلمة اهلل وروحه فيقول لست هناكم ائتوا حممدا ‪ S‬عبدا غفر اهلل له ما‬
‫تق دم من ذنب ه وم ا ت أخر في أتوين ف أنطلق ح ىت أس تأذن على ريب في ؤذن يل ف إذا‬
‫رأيت ريب وقعت ساجدا فيدعين ما شاء اهلل مث يقال ارفع رأسك وسل تعطه وقل‬
‫يسمع واشفع تشفع فأرفع رأسي فأمحده بتحميد يعلمنيه مث أشفع فيحد يل حدا‬
‫فأدخلهم اجلنة مث أعود إليه فإذا رأيت ريب مثله مث أشفع فيحد يل حدا فأدخلهم‬
‫اجلن ة مث أع ود الرابع ة ف أقول م ا بقي يف الن ار إال من حبس ه الق رآن ووجب علي ه‬
‫‪76‬‬
‫اخللود‪ .‬قال أبو عبد اهلل إال من حبسه القرآن يعين قول اهلل تعاىل‪ :‬خالدين فيها‪.‬‬
‫‪[Dari Anas ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Pada hari kiamat‬‬
‫‪orang-orang yang beriman berkumpul lalu mereka berkata: “Sebaiknya kita‬‬
‫‪meminta syafā‘at kepada Rabb kita sehingga kita dapat pindah dari tempat‬‬
‫‪kita sekarang juga”. Lalu mereka mendatangi Adam seraya mengatakan:‬‬
‫‪“Engkau adalah bapaknya manusia, Allah menciptakanmu dengan tangan-‬‬
‫‪Nya sendiri dan menjadikan malaikat-malaikat-Nya sujud kepadamu, serta‬‬
‫‪diajarkan pula kepadamu nama-nama segala sesuatu, maka mintakanlah‬‬
‫‪syafā‘at untuk kami kepada Rabb mu agar Dia memindahkan kami dari‬‬
‫‪tempat kami ini!” Maka Adam berkata: “Bukan aku yang kalian maksud”.‬‬
‫‪Muhammad bin Futūh, al-Jam’u baina as-Shaihain al-Bukhari wa Muslim, (Berut:‬‬
‫‪76‬‬

‫‪Dār Ibn Hazim, 2002), Juz 2 dari 4, h. 415.‬‬

‫‪28‬‬
Kemudian Adam menyebutkan dosa yang pernah ia lakukan, hingga dosa
tersebut membuatnya malu kepada Allah, lalu Adam berkata: “Datanglah
kalian kepada Nuh karena ia adalah rasul pertama yang Allah utus kepada
penduduk bumi”. Kemudian mereka pun mendatangi Nuh, lalu Nuh berkata:
“Bukan aku yang kalian maksud”. lalu ia menyebutkan kesalahannya yakni
permintaannya kepada Rabbnya dengan tanpa ilmu, hingga membuatnya
malu kepada Rabbnya, lalu dia berkata: “Akan tetapi datangilah kekasih Ar-
Rahman (Nabi Ibrahim)”. Maka mereka pun mendatanginya, lalu Ibrahim
mengatakan: “Bukan aku yang kalian maksud, tapi datanglah kalian kepada
Musa, seorang hamba yang Allah ajak bicara secara langsung dan diberikan
Taurat”. Maka mereka pun mendatangi Musa, dan Musa juga berkata:
“Bukan aku yang kalian maksud”. seraya menyebutkan seseorang yang dia
bunuh tanpa alasan yang benar, hingga hal itu membuatnya malu kepada
Rabbnya, lalu dia berkata: “Akan tetapi datanglah kalian kepada Isa, hamba
Allah dan Rasul-Nya, kalimat serta ruh-Nya”. Maka mereka pun mendatangi
Isa, kemudian Isa mengatakan: “Bukan aku yang kalian maksud, akan tetapi
datanglah kalian kepada Muhammad saw., seorang hamba yang dosanya
telah diampuni Allah, baik yang lalu atau yang akan datang”. Maka mereka
pun mendatangiku, maka aku pun pergi sehingga aku meminta izin kepada
Rabbku, lalu aku pun diizinkan. Maka ketika aku melihat Rabbku, aku
langsung jatuh sujud kepada Rabbku, kemudian Dia membiarkanku bersujud
sekehendak-Nya. Setelah itu dikatakan: “Bangunlah wahai Muhammad!
memintalah maka engkau akan diberikan! berkatalah maka engkau akan
didengarkan! dan mintalah syafā‘at maka engkau akan diberi (hak memberi
syafā‘at)”. Maka aku mengangkat kepalaku dan memuji-Nya dengan pujian
yang Dia ajarkan kepadaku, kemudian aku memberikan syafā‘at dan Dia
memberikan aku batasan, lalu aku memasukkan orang-orang ke dalam surga.
Kemudian aku kembali kepada Rabbku untuk yang kedua kalinya, dan ketika
aku melihat Rabbku, sama seperti sebelumnya, kemudian aku memberikan
syafā‘at dan Dia memberikan aku batasan, lalu aku memasukkan orang-orang
ke dalam surga. Kemudian aku kembali kepada Rabbku untuk yang keempat
kalinya, lalu aku berkata: “(Wahai Rabb) tidak ada yang tersisa kecuali orang
yang terhalang oleh Alquran dan wajib baginya kekal di neraka].

2. Syafā‘at Nabi bagi penghuni surga telah memasuki surga.

Syafā‘at dalam bentuk ini terjadi di hari kiamat yang diberikan oleh
Rasul kepada penghuni surga untuk mendapatkan posisi yang lebih baik
dalam surga atau ketika penguni surga menginginkan sesuatu dan untuk
meningkatkan derajatnya dalam surga.

29
‫ أنا أول الناس يشفع يف اجلنة وأنا‬S ‫ قال رسول‬:‫عن أنس بن مالك قال‬
.‫أكثر األنبياء تبعا‬
77

[Dari Anas bin Malik dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Aku
adalah manusia pertama yang memberi syafā‘at (untuk masuk) ke surga, dan
aku adalah nabi yang paling banyak pengikutnya]. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

3. Syafā‘at bagi umat yang berdosa

Nabi ditakdirkan mendapatkan umat terbanyak dan diantara umatnya


ada yang berbuat dosa besar atau durhaka yang telah ditetapkan sebagai
penghuni neraka karena dosanya. Kemudian mereka memperoleh syafā‘at
dari Nabi untuk masuk surga.

‫ ق ال خيرج من الن ار بالش فاعة‬S ‫ أن الن يب‬: ‫عن ج ابر رض ي اهلل عن ه‬


‫ قلت م ا الثع ارير ق ال الض غابيس وك ان ق د س قط فم ه فقلت‬، ‫ك أهنم الثع ارير‬
‫ يق ول‬S ‫لعم رو بن دين ار أب ا حمم د مسعت ج ابر بن عب د اهلل يق ول مسعت الن يب‬
.‫خيرج بالشفاعة من النار قال نعم‬
78

[Dari Jabir radliallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Pada


hari kiamat ada sekelompok kaum yang keluar dari neraka dengan syafā‘at,
seolah-olah mereka buah krai (mentimun kecil),” saya (Hamad) bertanya: apa
maksud istilah ḍagabis? ‘Amru menjawab: yaitu mentimun kecil. Kata
Hamad, ketika itu Amru adalah seseorang yang sering keceplosan, maka saya
tanyakan langsung kepada ‘Amru bin Dinar Abu Muhammad: apakah anda
mendengar Jabir bin Abdulah mengatakan aku mendengar Nabi saw.
bersabda: “Ada sekelompok kaum yang keluar dari neraka karena mendapat
syafā‘at?” Ia menjawab: “Benar”].

4. Syafā‘at Ahli Tauhid

Artinya syafā‘at yang diberikan oleh Nabi kepada ahli tauhid (orang-
orang yang meng-esakan Allah) yang durhaka kepda Allah sehingga mereka
masuk ke dalam neraka karena dosa-dosa mereka. Rasul datang untuk
mengeluarkannya dari neraka dan memasukkan ke surga.

77
Ibid...,Juz 2 dari 4, h. 448.
78
Al-Bukhari..., Sahih...,Juz 8 dari 9, h. 115.

30
‫ قال خيرج قوم من النار‬S ‫ عن النيب‬: ‫عمران بن حصني رضي اهلل عنهما‬
.‫بشفاعة حممد صلى اهلل عليه وسلم فيدخلون اجلنة يسمون اجلهنميني‬
79

[Imran bin Husain ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Ada
sekelompok kaum yang keluar dari neraka karena syafā‘at Muhammad saw.
lantas mereka masuk surga dan mereka diberi julukan jahannamiyyun
(mantan penghuni neraka jahannam)]. (HR. al-Bukhārī).

5. Syafā‘at Nabi kepada salah seorang keluarganya yang kafir yang berada di
antara penghuni neraka. Nabi menginginkannya agar mereka diberi
keringanan karena pernah berjasa kepadanya, misalnya pamanya Abu
Ṭālib.80

Berkaitan dengan syafā‘at Nabi kepada pamannya Abu Ṭālib


dijelaskan dalam dua Hadis berikut:
a. Hadis Riwayat al-Bukhārī

ِ ِ ِ َ ‫ي ر ِض ي اهلل عْن ه أَنَّه مَسِ ع رس‬ ٍِ


ُ‫ َوذُك َر عْن َده‬S ‫ول اهلل‬ ُ َ َ ُ ُ َ ُ َ َ ِّ ‫َع ْن أَيِب َس عيد اخْلُ ْد ِر‬
‫اح ِم ْن‬ ِ ِ ٍ ِ‫َع ُّمهُ أَبُ و طَ ال‬
ٍ ‫ض‬َ ‫ض ْح‬َ ‫اعيِت َي ْو َم الْقيَ َام ة َفيُ ْج َع ُل يِف‬
َ ‫ال لَ َعلَّهُ َتْن َفعُ هُ َش َف‬
َ ‫ب َف َق‬
ِ ‫النَّا ِر يبلُ ُغ َكعبي ِه ي ْغلِي ِمْنه أ ُُّم ِدم‬
.‫اغ ِه‬ َ ُ َ ْ َ ْ َْ
81

[Dari Abu Sa‘īd al-Khuḍrī ra, ia mendengar Rasulullah saw.


ketika paman beliau Abu Ṭālib sedang diperbincangkan. Maka Rasul
bersabda : “Semoga syafā‘atku berguna baginya, sehingga ia tidak
diletakkan dalam neraka yang dalam, tingginya sebatas kedua mata
kakinya, namun itu pun menjadikan ubun-ubun kepalanya mendidih].
b. Hadis Riwayat Muslim
‫ال‬
َ ‫ب َف َق‬ ٍ ِ‫ ذُكِر ِعْن َدهُ َع ُّمهُ أَبُو طَال‬S ‫اهلل‬
ِ ‫ول‬ َ ‫َن َر ُس‬ َّ ‫ي أ‬ ٍ ِ‫عن أَيِب سع‬
ِّ ‫يد اخْلُ ْد ِر‬ َ َْ
َ
‫اح ِم ْن نَا ٍر َيْبلُ ُغ َك ْعَبْي ِه َي ْغلِي‬
ٍ ‫ض‬َ ‫ض ْح‬
ِ ِ
َ ‫اعيِت َي ْو َم الْقيَ َام ة َفيُ ْج َع ُل يِف‬
َ ‫لَ َعلَّهُ َتْن َفعُ هُ َش َف‬
.ُ‫ِمْنهُ ِد َماغُه‬
82

Ibid, h. 116.
79

Mundzirin Yusuf, Membantah Kiamat 2012, h. 86-87. Lihat juga Badiatul


80

Muchlisin Asti, Tidak Semua Syahadat Diterima Allah. (Yogyakarta: Mutiara Media, 2009),
h. 43-44.
81
Al-Bukhārī ..., Saḥīh..., Juz 8, h. 323. Nomor hadis 6573.
82
Muslim bin al-Hajjāj bin Muslim al-Qusyairī al-Naisaburī Abu al-Husain, Ṣaḥīḥ
Muslim, (t.t.: Dār al-Ta’sil, 2014), Juz 1, h. 573. Nomor hadis 200.

31
[Dari Abu Sa‘īd al-Khudrī, (ia) berkata: bahwa Rasulullah
saw. pernah disebutkan di sisinya tentang pamannya, Abu Ṭālib,
maka Rasulullah saw. bersabda: “Semoga syafā‘atku dapat
menolongnya pada hari kiamat sehingga dia diletakkan di dalam
neraka yang paling landai, apinya mencapai mata kakinya yang
membuat otaknya mendidih]. (HR. Muslim)
Berkenaan dengan syafā‘at yang diberikan kepada manusia di
akhirat, Dr. Muhammad Abul Quasem dalam karyanya, Salvation of
the Soul and Islamic Denvations, menelaskan bahwa di akhirat,
syafā‘at terjadi dalam dua tahapan, yaitu pada hari kiamat dan setelah
para pelaku dosa masuk neraka. Syafā‘at pada hari kiamat terjadi
sebelum berlangsung pernyataan Tuhan. Nabi Muhammad saw. akan
menjadi orang yang pertama kali memberikan syafā‘at untuk
memohonkan ampunan bagi umatnya. Seraya mnerima syafā‘at ini,
Allah akan memberinya izin untuk masuk surga melalui pintu kanan
(al-bab al-ayman) yang khusus dibangun bagi mereka. Semua
umatnya berhak memasukinya tanpa hisab. Kemudian, setelah
penimbangan amal di mizan, laknat akan ditimpakan atas sekelompok
kaum beriman yang berbuat dosa besar. Syafā‘at, termasuk syafā‘at
semua Nabi, akan memintakan ampunan bagi kebanyakan mereka.
Nabi saw bersabda, “Syafā‘atku adalah bagi sekelompok umatku
yang berbuat dosa besar”. Dengan rahmat-Nya, Allah akan menerima
dan menyelamatkan sejumlah besar pelaku dosa besar. Penyelamatan
ini berupa kebebasan dari azab.83
Tahapan kedua syafā‘at adalah ketika para pelaku dosa besar
itu telah menadi seperti arang karena dipanggang di neraka dalam
waktu yang lam. Ketika mereka tengah merasakan siksaan ini, para
pemberi syafā‘at akan berdoa kepada Allah untuk menyelamatkan
kebanyakan dari mereka. Akibat doa ini Allah akan mengampuni
merka sebelum berakhirnya masa hukuman penyucian mereka. Inilah
kesempatan setelah siksaan.84
Syafā‘at yang benar ialah syafā‘at yang mendukung hukum
dan memelihara sistem. Banyak sekali riwayat yang mendukung
pendapat ini, baik di kalangan Syi‘ah maupun Sunni. Syafā‘at seperti
ini dibagi dua:
1. Syafā‘at qiyādah, yaitu syafā‘at yang mencakup diselamatkan seseorang
dari siksa dan diterimanya kebaikan sehingga derajat seseorang menjadi

83
Syekh Muhammad Hisyam Kabbānī, Ensiklopedia Akidah Ahlusunah: Syafā‘at,
Tawasul dan Tabaruk (Encyclopedia of Islamic Doctrine, Vol. 4, terbitan As-Sunna
Foundation of America, 1998), Terj. Zaimul Am, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2007),
h. 44.
84
Syekh Muhammad..., Ensiklopedia..., h. 45.

32
meningkat sampai ke tingkat yang luhur. Syafā‘at ini disebut dengan
‘amal (perbuatan), artinya kerena banyak amal yang baik dikerjakan.
2. Syafā‘at magfirah (ampunan) atau syafā‘at faḍāil (keutamaan), yaitu
syafā‘at yang hanya mencakup penghapusan dan pengampuanan dosa,
maksimal ia bisa mendatangkan pahala dan imbalan, tapi ia tidak mungkin
menaikkan derajat seseorang. Syafā‘at inilah yang dijelaskan oleh
Rasulullah saw. dalam sabdanya, “Kusediakan syafā‘at-ku bagi para
pelaku dosa besar (ahl al-Kabair) di antara umat-ku, sedangkan orang-
orang yang berbuat baik, mereka tidak lagi membutuhkannya”.85
DR. Ahzami Samiun Jazuli dalam bukunya yang berjudul
“Kehidupan dalam pandangan al-Qur‘an”, menjelaskan aneka ragam
syafā‘at sebagai berikut:
1. Syafā‘at yang paling agung yang diberikan secara khusus kepada Nabi kita
Muhammad saw. dari sekian banyak saudaranya, para Nabi dan utusan.
2. Syafā‘at bagi beberapa kaum yang memeliki kebaikan sebanding
keburukannya. Dalam hal ini Nabi memberikan syafā‘at agar mereka
masuk surga.
3. Syafā‘at kepada kaum-kaum lainnya agar terlepas dari siksa neraka.
4. Syafā‘at untuk meninggikan derajat mereka yang masuk surga lebih dari
apa yang semestinya diperoleh berdasarkan pahala amalan mereka.
5. Syafā‘at pada beberapa kaum untuk masuk surga tanpa dihisab terlebih
dahulu. Adalah patut untuk menampilkan bukti ragam syafā‘at ini dengan
Hadis Akasah bin Mihsan, saat Rasulullah saw. berdoa untuknya agar
menjadikannya dalam golongan 70 ribu yang masuk surga tanpa hisab.
Hadis ini diriwayatkan dalam dua kitab shahih.
6. Syafā‘at untuk meringankan siksaan bagi mereka berhak mendapatkannya,
seperti syafaatnya padsa pamannya, Abu Ṭalib.
Qurthubi berkata dalam kitab at-Tazkirah, setelah
pembahasan anekan ragam syafā‘at, “ jika dikatakan, Allah telah
berfirman: “maka tidak berguna lagi bagi mereka syafā‘at dari
orang-orang yang memeberikan syafā‘at”.( al-Muddasir:48).
Ditanyakan padanya, syafā‘at tidak berguna untuk mengeluarkannya
dari neraka seperti halnya tidak memberikan manfaat bagi orang yang
berbuat maksiat yang keluar darinya dan masuk ke surga.’

7. Syafā‘at untuk menyuruh semua orang mukmin masuk surga seperti


pembahsan di atas.
8. Syafā‘at untuk mereka yang melakukan dosa besar dari umatnya yang
divonis masuk neraka sehingga mereka keluar darinya. Banyak Hadis
mengungkapkan hal ini sehingga mencapai tinggkat yang tidak meragukan
Murtaḍa Muṭaḥḥarī, Keadilan Ilahi: Asas Pandangan Dunia Islam, Terj. Agus
85

Efendi, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2009), h. 252.

33
lagi. Syafā‘at ini juga dimiliki para malaikat, para Nabi dan orang-orang
mukmin.86
C. Sebab-sebab Mendapatkan Syafā‘at Menurut Hadis
Setiap orang beriman yang dihukum di neraka dan tidak ada
seorang pun yang memberikan syafā‘at akan dikeluarkan berkat
rahmat Allah. Tak ada seorang beriman pun yang akan disiksa di
neraka selama-lamanya. Siapa saja yang memiliki keyakinan atau
iman dalam hatinya meski seberat biji sawi, pada akhirnya ia akan
dikeluarkan dari neraka. Ada beberapa hal penting berkenaan dengan
syafā‘at yang dapat kita tarik dari ayat-ayat Alquran, di antaranya:

1. Syafā‘at tidak berlaku bagi orang-orang kafir.


2. Syafā‘at ditetapkan secara mutlak sebagai milik Allah.
3. Syafā‘at diperbolehkan secara umum bagi selain Allah sesuai dengan izin
dan rida-Nya.
4. Alquran menjelaskan bahwa syafā‘at secara khusus diizinkan bagi para
Malaikat atas orang-orang yang diridai Allah.
5. Syafā‘at secara tegas dinisbatkan kepada Nabi Muhammad saw. pada
masa hidupnya.
6. Syafā‘at disebutkan merujuk kepada Nabi Muhammad saw. di akhirat.
7. Syafā‘at dapat diberikan oleh para nabi dan kaum beriman secara umum di
akhirat.87

Sebab-sebab diberikan syafā‘at dalam Hadis dirangkum dalam


beberapa hal berikut:
1. Membaca Syahādatain

Hadis ini menjelaskan sebab mendapat syafā‘at Nabi di akhirat kerena


membaca La Ilaha Illa Allah dengan ikhlas dalam hatinya, yaitu:

‫َس َع ُد‬ ِ َ ‫عن أَيِب هرير َة ر ِض ي اهلل عْن ه أَنَّه قَ َال ُق ْلت ي ا رس‬
ْ ‫ول اهلل َم ْن أ‬ َُ َ ُ ُ ُ َ ُ َ َ َْ َ ُ ْ َ
‫ت يَ ا أَبَ ا ُهَر ْي َر َة أَ ْن ال يَ ْس أَلَيِن‬ َ ‫ك َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة َف َق‬
ُ ‫ال لََق ْد ظََنْن‬ َ ِ‫اعت‬
َ ‫َّاس بِ َش َف‬
ِ ‫الن‬
‫يث‬ِ ‫ك علَى احْل ِد‬ ِ ِ ِ ‫ك لِم ا رأَي‬ ِ ِ ِ
َ َ َ ‫ت م ْن ح ْرص‬ ُ ْ َ َ َ ‫َح ٌد أ ََّو ُل مْن‬ َ ‫َع ْن َه َذا احْلَ ديث أ‬
‫ص ا ِم ْن قِبَ ِل‬ ِ ِ ِ
ً ‫اعيِت َي ْو َم الْقيَ َام ة َم ْن قَ َال اَل إِلَ هَ إِال اهللُ َخال‬ َ ‫َّاس بِ َش َف‬
ِ ‫َس َع ُد الن‬ ْ‫أ‬
‫َن ْف ِس ِه‬
88

86
Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an, h. 334-335.
87
Syekh Muhammad..., Ensiklopedia...,h. 28.
88
Al-Bukhārī..., Sahih..., 1, h. 49. Nomor hadis 99.

34
[Dari Abu Hurairah r.a menuturkan: saya bertanya: “wahai
Rasulullah, siapa manusia yang paling beruntung dengan syafā‘atmu
padahari kiamat?” Nabi menjawab: “Hai Abu Hurairah, saya sudah
beranggapan bahwa tidak seorangpun lebih dahulu menanyakan
masalah ini kepadaku daripada dirimu, dikarenakan kulihat
semangatmu mencari Hadis, Manusia yang paling beruntung dengan
syafā‘atku pada hari kiamat adalah yang mengucapkan la ilaha illa
Allah, dengan tulus dari lubuk hatinya].
2. Membaca doa setelah azan
Membaca doa setelah azan merupakan sebuah anjuran sunah
yang diajarkan oleh Nabi saw. selain sebagai ibadah, hikmah lain dari
membaca doa setelah azan adalah mendapat syafā‘at Nabi saw. Hal
ini diungkapkan dalam Hadis berikut:
a. Hadis Riwayat Ahmad bin Hambal
‫ني يَ ْس َم ُع‬ ِ َ َ‫ من ق‬: S ‫اهلل‬ ِ ‫ول‬ ِ ‫عن ج ابِ ِر ب ِن عب ِد‬
َ ‫ال ح‬ َْ ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ ق‬: ‫ال‬ َ َ‫اهلل ق‬ َْ ْ َ ْ َ
ِ ‫آت حُم َّم ًدا الْو ِس يلَةَ والْ َف‬ ِ ‫الص‬
ِ ‫الة الْ َقائِم ِة‬ ِ ‫َّام‬ ِ ‫ب ه ِذ ِه الدَّعو‬
َ‫ض يلَة‬ َ َ َ َ َّ ‫و‬َ ‫ة‬ َّ ‫ت‬‫ال‬ ‫ة‬ َْ َ َّ ‫ِّداءَ اللَّ ُه َّم َر‬
َ ‫الن‬
‫اعةُ َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة‬
89
َ ‫الش َف‬ ْ َّ‫ت َو َع ْدتَهُ إِال َحل‬
َّ ُ‫ت لَه‬ ِ
َ ْ‫ودا الَّذي أَن‬ ً ‫َو ْاب َعثْهُ َم َق ًاما حَمْ ُم‬
[Dari Jābir bin Abdullah, (ia) berkata: Rasulullah saw.
bersabda: “Barangsiapa yang membaca (berdoa) ketika mendengar
adzan, “Allahumma rabba hazihi al-da‘wati at-tammah wa al-shalah
al-qaimah āti Muhammadan al-wasīlata wa al-fadīlah wa ab'assuhu
al-maqāman mahmudan al-lazi anta wa ‘adtahu” (Ya Allah pemilik
panggilan yang sempurna ini dan shalat yang didirikan berilah
Muhammad wasilah dan keutamaan dan bangkitkanlah dia pada
tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan padanya) melainkan
ia mendapatkan syafā‘at pada hari kiamat].
b. Hadis Riwayatan-Nasā’ī
َّ ‫ِّداءَ اللَّ ُه َّم َر‬
‫ب‬ َ ‫ني يَ ْس َم ُع الن‬ ِ َ َ‫ من ق‬: S ‫اهلل‬ ِ ‫ول‬ ُ ‫قَ َال َر ُس‬: ‫َع ْن َج ابِ ٍر قَ َال‬
َ ‫ال ح‬ َْ
‫ض يلَةَ َو ْاب َعثْ هُ الْ َم َق َام‬ِ ‫آت حُم َّم ًدا الْو ِس يلَةَ والْ َف‬ ِ ‫الص‬
ِ ‫الة الْ َقائِم ِة‬ َّ ‫َّام ِة َو‬ َّ ‫َّع َو ِة الت‬ ِِ
َ َ َ َ ْ ‫َه ذه ال د‬
90
‫اعيِت َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة‬
َ ‫ت لَهُ َش َف‬
ِ ‫الْمحم‬
ْ َّ‫ود الَّذي َو َع ْدتَهُ إِال َحل‬ َ ُْ َ
[Dari Jabir bin Abdullah, (ia) berkata: Rasulullah saw.
bersabda: Barangsiapa yang membaca (berdoa) ketika mendengar

Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, (Riyaḍ: Dār al-Salām,
89

2013), h. 989. Nomor hadis 14817.


90
Aḥmad bin Syu‘aib bin ‘Ali bin sanan Abu ‘Abdurrahman al-Nasa’i, Sunan al-
Nasa’i, (Riyaḍ: Dār al-Hadārat, 2015), h. 100. Nomor hadis 680

35
adzan, “Allahumma rabba hazihi al-da‘wati at-tammah wa al-shalah
al-qaimah āti Muhammadan al-wasīlata wa al-fadīlah wa ab'assuhu
al-maqāman mahmudan al-lazi anta wa ‘adtahu” (Ya Allah pemilik
panggilan yang sempurna ini dan shalat yang didirikan berilah
Muhammad wasilah dan keutamaan dan bangkitkanlah dia pada
tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan padanya) melainkan
ia mendapatkan syafā‘at pada hari kiamat]. (HR. Nasā’ī)

Dalam riwayat al-Baihaqī ada penambahan ‫ﺇﻧﻚـ ﻻ ﺗﺤﻠﻒ ﺍﻟﻤﻴﻌﺎﺩ‬


pada akhir doanya. Jika melihat secara seksama pada kehidupan
masyarakat Islam, sudah sangat lumrah yang digunakan adalah
riwayat al-Baihaqī pada penerapan pembacaan do’a setelah azan.
Namun, banyak sekali masyarakat awam menerapkannya tanpa tau
tentang hikmah pembacaan do’a tersebut pada dirinya.
Kedua Hadis di atas memiliki konteks dan teks hadis yang
mirip baik lafal dan makna kandungannya hanya berbeda pada
periwayatannya atau jalur sanadnya. Penegasan Hadis Rasulullah
tersebut jelas kepada siapa saja yang mendengar azan, namun
terkadang dalam era globalisasi dan canggihnya teknologi saat ini,
timbul pertanyaan baru dari hadis tersebut. Apakah mendengar azan
lewat radio, smartphone juga termasuk mendapat syafā‘at ketika
membaca do’a tersebut?, maksudnya di luar waktu salat didengar
suara azan. Jika ditinjau dari lafal an-Nida’ jelas sudah yang
dimaksudkan adalah seruan (azan) dalam menunjukkan pangilan
salat, bukan azan dalam perlombaan, rekaman, radio atau alaram pada
smartphone begitu pula video yang ada di youtube.
3. Meninggal di Kota Madinah
Meninggal di kota Madinah menjadi sebab mendapatkan
syafā‘at dari Nabi saw. dijelaskan dalam beberapa Hadis berikut:

a. Hadis Riwayat Ahmad bin Hambal


‫وت بِالْ َم ِدينَ ِة َف ْلَي ْف َع ْل فَ ِإيِّن‬
َ ُ‫اع أَ ْن مَي‬ َّ ‫َع ِن ابْ ِن عُ َم َر أ‬
ْ ‫ قَ َال َم ْن‬S َّ ‫َن نَيِب‬
َ َ‫اس تَط‬
‫ات هِبَا‬ ِ
َ ‫أَ ْش َف ُع ل َم ْن َم‬
91

[Dari Ibnu Umar, bahwa Nabi saw. bersabda: Barangsiapa


dapat (mengusahakan) untuk meninggal dunia di Madinah hendaklah
ia melakukannya karena aku memberi syafā‘at bagi orang yang
meninggal dunia di sana (Madinah)]. (HR. Ahmad)
Riwayat lainnya dalam Musnad Ahmad yang menggunakan
redaksi lafal yang berbeda dan sanad yang berbeda berikut:
91
Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam..., h. 388. Nomor hadis 5437

36
ِ ِ
ْ ‫وت بِالْ َمدينَ ة َف ْليَ ُم‬
‫ت فَِإيِّن‬ َ ُ‫اع أَ ْن مَي‬ ْ ‫ قَ َال َم ْن‬S ِّ ‫َع ِن ابْ ِن عُ َم َر َع ْن النَّيِب‬
َ َ‫اس تَط‬
‫وت هِبَا‬ ِ
ُ ُ‫أَ ْش َف ُع ل َم ْن مَي‬
92

Dari Ibnu Umar dari Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa bisa


mengusahakan meninggal di Madinah, usahakanlah, karena saya
memberi syafā‘at bagi siapa saja yang meninggal disana.”
b. Hadis Riwayat at-Tirmizī
‫وت بِالْ َم ِدينَ ِة‬
َ ُ‫اع أَ ْن مَي‬
َ َ‫اس تَط‬
ِ ُ ‫ال رس‬
ْ ‫ َم ْن‬: S ‫ول اهلل‬ ُ َ َ َ‫ ق‬: ‫ال‬َ َ‫َع ْن ابْ ِن عُ َم َر ق‬
‫َس لَ ِميَّ ِة‬ ِ ِ ‫َف ْليمت هِب ا فَِإيِّن أَ ْش َفع لِمن مَيُ هِب‬
ْ ‫وت َا َويِف الْبَ اب َع ْن ُس َبْي َعةَ بِْنت احْلَا ِرث اأْل‬ُ َْ ُ َ ْ َُ
ِ ‫يث حس ن ص ِحيح َغ ِريب ِمن ه َذا الْوج ِه ِمن ح ِد‬
‫يث‬ ِ ِ
َ ْ َْ َ ْ ٌ ٌ َ ٌ َ َ ٌ ‫يس ى َه َذا َح د‬ َ ‫قَ َال أَبُ و ع‬
ِّ ‫الس ْختِيَايِن‬
93
َ ُّ‫أَي‬
َّ ‫وب‬
[Dari Ibnu Umar dia berkata: Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa mampu untuk mati di kota Madinah, maka hendaknya
ia mati di dalamnya, karena sesungguhnya aku akan memberi
syafā‘at bagi siapa saja yang meninggal di dalamnya”. Dan dalam bab
ini, ada juga riwayat dari Subai‘ah binti al-Haris al-Aslamiyyah. Abu
Isa berkata: “Hadis ini derajatnya sahih garib melalui jalur ini, yaitu
dari Hadis Ayyub al-Sakhtiyanī]. (HR. at-Tirmizī)
Melihat dua Hadis di atas yang membicarakan tentang perihal
meninggal di kota Madinah mendapatkan syafā‘at dari Rasulullah
secara makna memang sama, namun dalam lafal Hadis ada perbedaan.
Pada Hadis riwayat Ahmad digunakan kata ْ‫ فَ ْليَ ْف َعل‬yang berarti “maka
hendaklah dilakukan”, sedangkan riwayat dari at-Tirmizi
menggunakan kata ‫ت بِهَا‬ْ ‫ فَ ْليَ ُم‬yang berarti “maka hendaklah ia mati di
sana (Madinah)”. Secara makna walau tidak memiliki sebuah
permasalahan, namun secara lafal dapat dikatakan riwayat Ahmad
secara bahasa lebih lembut, namun ditinjau dari kesesuain kata maka
riwayat at-Tirmizī lebih sesuai.
Selain hal tersebut, kejanggalan dari Hadis tersebut juga bisa
terjadi jika pemahaman orang berbeda-beda. Misalnya ada yang
memahami Hdis ini memerintahkan umat Islam untuk meninggal
dengan bunh diri di kota Madinah atau yang lebih masuk akal adalah
dapat dikuburkan di Madinah.

Ibid, h. 410. Nomor hadis 5818


92

Imam Abi ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah al-Tirmizī, Sunan al-Tirmizi : al-
93

Jami’ al-Kabir, Jilid. 4, No. 4277, (t.t.: Dār al-Ta’sil, 2016), h. 578.

37
Menilai kedua Hadis di atas terkait maksud, tujuan dan
sasaran Hadis dapat diringkas dalam beberapa hal berikut:
a. Hadis ini menyarakan meninggal di Madinah pada masa Nabi masih hidup
sebagai jalan bahwa peperangan melawan kaum kafir di Makkah, sehingga
jika mati syahid maka dikuburkan di Madinah.
b. Melihat kondisi Madinah sebagai pusat ibu kota pada masa Rasulullah dan
Khalifah Abu Bakar, Umar Bin Khaṭṭab, Ustman bin Affan dan Ali bin
Abi Ṭālib.
c. Karena Rasulullah wafat dan dimaqamkan di Madinah.
d. Karena Madinah adalah salah satu dari dua kota yang tidak dapat dimasuki
oleh Dajjal untuk menyebar fitnahnya dalam menyesatkan umat Islam.
4. Bersabar atas kesusahan dan kesulitan.
Bersabar atas kesusahan dan kesulitan menjadi sebab
mendapatkan syafā‘at dari Nabi saw. dijelaskan dalam beberapa
Hadis berikut:
ِ ‫الزب ِ قَ َال ُكْن‬
‫ت‬ْ ‫ت عْن َد ابْ ِن عُ َم َر إِ ْذ أََتْت هُ َم ْوالةٌ لَ هُ فَ َذ َكَر‬
ُ ‫َّس َم ْوىَل ُّ َرْي‬
َ ‫َع ْن حُيَن‬
ِ ِ ِ ‫ال هَل ا‬ ِ ِ ِ ُ ‫ِش َّدةَ احْلَ ِال َوأَن ََّه ا تُِر‬
‫ول‬
َ ‫ت َر ُس‬ ُ ‫اجلس ي فَِإيِّن مَس ْع‬ ْ َ َ ‫يد أَ ْن خَت ْ ُر َج م ْن الْ َمدينَ ة َف َق‬
ً ‫ت لَ هُ َش ِف ًيعا أ َْو َش ِه‬ ‫ِ ِ هِت‬ ‫ول ال ي ْ رِب‬ ِ
‫يدا‬ ُ ‫َح ُد ُك ْم َعلَى أل َْوائ َه ا َوش َّد َا إِال ُكْن‬ َ‫ص ُأ‬ َ ُ ‫ َي ُق‬S ‫اهلل‬
‫َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة‬
94

[Dari Yuhannas budak Zubair, dia berkata: “Aku pernah


bersama Ibnu Umar. Tiba-tiba mantan budak wanitanya menemuinya,
menceritakan kondisinya yang serba susah, serta hasratnya untuk
pergi meninggalkan Madinah”. Lalu Ibnu Umar menasehatinya:
“Duduklah sebentar disini, aku pernah mendengar Rasulullah saw.
bersabda: “Tidaklah salah seorang diantara kalian bersabar atas
kesusahan dan kesempitan hidup kecuali pada hari kiamat kelak aku
menjadi pemberi syafā‘at (penolong) baginya]. (HR. Ahmad)
5. Merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad
Merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad menjadi sebuah
bentu alasan atas diberinya syafā‘at oleh Nabi. Merayakan dengan
maksud syukur atas hadirnya Rasulullah dan bukti kecintaan dan
kebahagian terhadap Nabi. Bahkan manusia yang ada jaminan masuk
neraka dalam Alquran seperti Abu Lahab pun mendapat syafā‘at atas
merayakan hari lahirnya Rasulullah, walaupun syafā‘at itu sebatas
adanya keringanan siksaan kubur. Hal ini dijelaskan dalam riwayat al-
Bukhārī berikut:

94
Ahmad bin Hanbal, Musnad..., h. 417. Nomor 5935

38
‫ُخيِت‬ ِ ِ َ ‫ي ا رس‬: ‫َن أ َُّم حبِيبةَ بِْنت أَيِب س ْفيا َن أَخبر ْتها أَنَّها قَالَت‬
ْ ‫ول اهلل انْك ْح أ‬ َُ َ ْ َ َ ََ ْ َ ُ َ َ َ َّ ‫أ‬
‫ب َم ْن‬ ُّ ‫َح‬ ٍ ِ ‫ك َف ُق ْلت َنعم لَس ت لَ َ مِب‬ ِ ِ‫ني َذل‬ ِ َ ‫بِْنت أَيِب س ْفيا َن َف َق‬
َ ‫ك ُ ْخليَ ة َوأ‬ ُ ْ َْ ُ َ ِّ‫ال أ ََوحُت ب‬ َ ُ َ
ُ ‫ت فَِإنَّا حُنَ د‬ ِ ِ ِ
‫َّك‬َ ‫َّث أَن‬ ُ ‫ إِ َّن َذل ك ال حَي ُّل يِل ُق ْل‬S ُّ ‫ال النَّيِب‬ َ ‫ُخيِت َف َق‬ ْ ‫َش َار َكيِن يِف خَرْيٍ أ‬
ِ
‫ال لَ ْو أَن ََّه ا مَلْ تَ ُك ْن‬
َ ‫ت َن َع ْم َف َق‬ َ ‫ال بِْن‬
ُ ‫ت أ ُِّم َس لَ َمةَ ُق ْل‬ َ َ‫ت أَيِب َس لَ َمةَ ق‬ َ ‫يد أَ ْن َتْنك َح بِْن‬ ُ ‫تُِر‬
ِ ‫الرض‬ ِ ِ
َ‫ض َعْتيِن َوأَبَ ا َس لَ َمة‬ َ َ َّ ‫ت يِل إِن ََّه ا اَل ْبنَ ةُ أَخي م ْن‬
َ ‫اعة أ َْر‬ ْ َّ‫َربِيبَيِت يِف َح ْج ِري َم ا َحل‬
‫ب‬ٍ َ‫ال عُ روةُ وثُو ْيبَ ةُ َم ْواَل ةٌ أِل َيِب هَل‬ ِ ‫ض ن علَي بنَ اتِ ُك َّن واَل أ‬
َ َّ َ َ ْ ‫ثُ َو ْيبَ ةُ فَال َت ْع ِر‬
َ َ ْ َ َ‫َخ َوات ُك َّن ق‬ َ َ
‫ض أ َْهلِ ِه بِ َش ِّر‬
ُ ‫ب أُِريَهُ َب ْع‬ ٍ َ‫ات أَبُو هَل‬َ ‫ َفلَ َّما َم‬S َّ ‫ت النَّيِب‬ ْ ‫ض َع‬َ ‫ب أ َْعَت َق َه ا فَأ َْر‬ٍ َ‫َك ا َن أَبُو هَل‬
‫يت يِف َه ِذ ِه‬ ِ
ُ ‫ب مَلْ أَلْ َق َب ْع َد ُك ْم َغْي َر أَيِّن ُس ق‬ ٍ َ‫ال أَبُ و هَل‬
َ َ‫يت ق‬ ِ
َ ‫ال لَ هُ َم اذَا لَق‬ َ َ‫ِحيبَ ٍة ق‬
َ‫بِ َعتَاقَيِت ثُ َو ْيبَة‬
95

[Bahwa Ummu Habibah binti Abu Sufyān telah mengabarkan


kepadanya, bahwa dia pernah berkata: Wahai Rasulullah nikahilah
saudaraku binti Abu Sufyān, maka Rasul balik bertanya: Apakah
kamu suka akan hal itu?. Aku menjawab: Ya, namun aku tidak mau
ditinggal oleh Anda. Hanya saja aku suka bila saudariku ikut serta
denganku dalam kebaikan. Maka Nabi saw. pun bersabda:
Sesungguhnya hal itu tidaklah halal bagiku. Aku berkata: Telah
beredar berita, bahwa anda ingin menikahi binti Abu Salamah. Beliau
bertanya: Anak wanita Ummu Salamah?. Aku menjawab: Ya, maka
beliau pun bersabda: Meskipun ia bukan anak tiriku, ia tidaklah halal
bagiku. Sesungguhnya ia adalah anak saudaraku sesusuan. Ṡuwaibah
telah menyusuiku dan juga Abu Salamah. Karena itu, janganlah
kalian menawarkan anak-anak dan saudari-saudari kalian padaku.
‘Urwah berkata: Ṡuwaibah adalah bekas budak Abu Lahab. Waktu itu,
Abu Lahab membebaskannya, lalu Ṡuwaibah pun menyusui Nabi saw.
Dan ketika Abu Lahab meninggal, ia pun diperlihatkan kepada
sebagian keluarganya di alam mimpi dengan keadaan yang
memprihatinkan. Sang kerabat berkata padanya: Apa yang telah kamu
dapatkan?. Abu Lahab berkata: setelah kalian, aku belum pernah
mendapati sesuatu nikmat pun, kecuali aku diberi minum lantaran
memerdekakan Ṡuwaibah].
Syafā‘at pada Hadis di atas digambarkan dalam sebuah
keringanan siksaan dalam kubur, bukan syafā‘at untuk keringanan
95
Al-Bukhari..., Sahih..., Jilid. 7, No. 5091, h. 25.

39
azab neraka dan syafā‘at masuk surga. Ibn Ḥajr mengutip penjelasan
Imam al-Baihaqī berkaitan hadis ini:

‫َم ا َو َر َد ِم ْن بُطْاَل ِن اخْلَرْيِ لِْل ُكفَّا ِر فَ َم ْعنَ اهُ أَن َُّه ْم ال يَ ُك ْو َن هَلُ ُم‬
ِ ‫َّف َعْنهم ِمن الْع َذ‬ ِ ِ ُّ‫التَّخل‬
‫اب‬ َ َ ْ ُ َ ‫ َوجَيُ ْو ُز أَ ْن خُيَف‬، ‫ص م َن النَّا ِر َوال ُد ُخ ْو ُل اجْلَنَّة‬ ُ َ
‫الَّ ِذ ْي يَ ْس َت ْو ِجُب ْونَهُ َعلَى َم ا ْارتَ َكُب ْوهُ ِم َن اجْلَ َرائِ ِم ِس َوى الْ ُك ْف ِر مِب َا َع ِملُ ْوهُ ِم َن‬
ِ ‫اخْل ير‬
‫ات‬ َ َْ
96

[Riwayat batalnya kebaikan untuk orang-orang kafir,


maksudnya bahwasanya mereka tidak terbebas dari neraka dan tidak
pula masuk surga. Boleh saja mereka diringankan dari siksa yang
mereka dapati atas dosa-dosa yang mereka lakukan selain kekufuran,
dengan kebaikan-kebaikan yang mereka lakukan].
Menurut Imam Qurṭubī, diringankan ini khusus dengan orang
ini (Abu Lahab) dan manusia, diriwayatkan adanya naṣ untuk hal itu.
Sedangkan Imam Ibnul Munir mengatakan, Abu Lahab yang
memerdekaan Ṡuwaibah tidak dianggap sebagai perbuatan yang
mendekatkan diri kepada Allah. Boleh saja Allah memberi anugerah
kepadanya dengan apa yang Dia kehendaki sebagaimana Dia
memberi anugerah atas Abu Ṭālib. Ibn Ḥajr (w. 852 H) berkomentar
bahwa, melengkapi hal ini (hadis di atas), pemberian anugerah
tersebut merupakan bentuk memuliakan kepada manusia, yang mana
orang kafir itu berbuat baik kepada orang tersebut dan sebagainya,
“wa Allahu a’lamu” (Allah lebih mengetahui).97
Syams ad-Dīn bin al-Jazarī (w. 823 H) menerangkan beberapa
hal menarik berikut:
‫ َم ا‬: ُ‫ فَِقْي َل لَ ه‬، ‫ي َب ْع َد َم ْوتِ ِه يِف الن َّْوِم‬ ٍ
َ ‫َن أَبَ ا هَلَب ُر ِؤ‬ َ ‫َوقَ ْد ُر ِو‬
َّ ‫ي أ‬
ِ ُّ ‫ إِال أَنَّه خُيَفَّف عيِّن ُك َّل لَيلَ ِة ا ْثَن ِ وأَم‬، ‫ال يِف النَّا ِر‬
َ ‫ص م ْن َبنْي‬ ُ َ ‫ْ نْي‬ َْ ُ ُ َ ‫ َف َق‬، ‫ك‬
َ ُ‫َحال‬
َ‫ك بِِإ ْعتَ اقِ ْي لُِث َو ْيبَ ة‬ ِ َّ ‫وأ‬-‫وأَش ار إِىَل نُ ْق ر ِة إِبه ِام ِه‬-‫أَص بعِي م اء بَِق ْد ِر ه َذا‬
َ ‫َن ذَل‬ َ َْ َ ََ َ َ ً َ ْ ُْ
ِ ‫ وبِِإر‬S ‫ِعْن َدما بشَّرتْيِن بِ ِوالد ِة حُم َّم ٍد‬
ُ‫ضاع َها لَه‬َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ
98

Ibnu Hajar, Fathu al-Bari...,


96

Ibid.
97

98
Abdullah bin Abd al-‘Aziz bin Ahmad at-Taujīrī, al-Bid’ah al-Hauliyyah, (tp: ttp,
tt), h. 154.

40
[Diriwayatkan bahwa Abu Lahab diperlihatkan di dalam
mimpi setelah ia mati, ditanyakan kepadanya, “Bagaimana
keadaanmu?”. Ia menjawab, “di dalam neraka, hanya saja azabku
diringankan setiap malam Senin. Aku menghisap air diantara jari
jemariku sekadar ini (ia menunjuk ujung ibu jarinya). Itu aku
dapatkan karena aku memerdekakan Tsuwaibah ketika ia memberikan
kabar gembira kepadaku tentang kelahiran Muhammad dan ia
menyusukan Muhammad].
Imam Suhaili dan lainnya menuturkan bahwa orang yang
bermimpi bertemu Abu Lahab adalah saudarnya, Abbas. Hal itu
terjadi setelah setahun wafatnya Abu Lahab usai Perang Badar.99
Semetara dalam Sahih al-Bukhārī, yang diriwayatkan dari al-
Hasan, Nabi saw. memberikan syafā‘at dan diterima sebanyak empat
kali, yaitu:

1. Bagi orang yang di hatinya terdapat iman meski hanya sebutir gandum.
2. Bagi orang yang di hatinya terdapat iman meski hanya sebesar biji sawi.
3. Bagi orang yang di hatinya terdapat iman meski kurang dari itu.
4. Bagi orang yang pernah mengatakan, “Tidak ada tuhan kecuali Allah” (la
ilaha illa Allah).100

Beberapa hal lain, menjelaskan syafā‘at kaum beriman dari


umat Nabi saw. ketika mereka masih hidup untuk orang-orang yang
telah meninggal dunia, sebagai berikut:

a. Sekelompok muslim yang berjumlah seratus orang berdoa untuk seseorang


yang meninggal dunia untuk mendapatkan syafā‘at.
b. Empat puluh orang yang tidak menyekutukan Allah menyalati jenazah
orang muslim, maka jenazah muslim tersebut mendapat syafa’at.
c. Membacakan lafal doa dari Nabi saw. kepada orang yang telah
wafat/meninggal.
d. Tiga barisan (Ṣaf) manusia meskipun jumlah mereka kurang dari empat
puluh orang memberi syafā‘at dalam salat jenazah.101
6. Berpuasa dan Membaca Alquran

Dengan sebab berpuasa dan membaca Alquran, maka keduanya akan


memberikan syafā‘at kepada orang-orang yang melakukannya, hadis berikut:

99
Ibid.
100
Syekh Muhammad..., Ensiklopedia..., h. 41.
101
Ibid, h. 42-43.

41
‫ الص يام والق رآن‬: ‫ ق ال‬S ‫عن عب د اهلل بن عم رو ان رس ول اهلل‬
‫يشفعان للعبد يوم القيامة يقول الصيام أي رب منعته الطعام والشهوات‬
‫بالنه ار فش فعين في ه ويق ول الق رآن منعت ه الن وم باللي ل فش فعين في ه ق ال‬
.‫فيشفعان‬
102

[Dari Abdullah bin ‘Amru, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Puasa


dan Alquran kelak pada hari kiamat akan memberi syafā‘at kepada seorang
hamba. Puasa berkata: Duhai Rabb, aku telah menahannya dari makanan dan
nafsu syahwat di siang hari, maka izinkahlah aku memberi syafā‘at
kepadanya. Dan Alquran berkata: aku telah menahannya dari tidur di malam
hari, maka izinkanlah aku memberi syafā‘at kepadanya. Beliau melanjutkan
sabdanya: maka mereka berdua (puasa dan Alquran) pun akhirnya memberi
syafā‘at kepadanya].

7. Perjodohan Sampai Nikah


Perkawinan atau menjodohkan dua orang sampai menikah termasuk
bagian dari syafā‘at diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Dalil hal
tersebut adala sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Ibn Mājah berikut:
‫ من أفض ل الش فاعة أن يش فع بني‬S ‫عن أيب رهم ق ال ق ال رس ول اهلل‬
‫االثنني يف النكاح‬
[Dari Yazid bin Abu Habib dari Abul Khair dari Abu Ruhm ia
berkata: Rasulullah saw. bersabda: Sebaik-baik pertolongan adalah
menjodohkan dua orang (seorang laki-laki dan perempuan) dalam
pernikahan]. (HR. Ibn Mājah)
Hadis ini dinilai lemah oleh Muhammad Nasiruddin al-Albanī dan ibn
Ḥibbān menyebutkan perawinya ṡiqah semua.103

D. Pemberi dan Penerima Syafā‘at Menurut Hadis


Allah menyatakan bahwa seluruh syafā‘at adalah hak-Nya.
Tidak ada seorang pun yang berhak memberi syafā‘at kecuali orang
yang diizinkan oleh-Nya untuk diberi syafā‘at dan Dia ridai perkataan
dan amalnya, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat
255 berikut:

102
Ahmad bin Hambal..., Musnad..., juz 2 dari 6, h. 174.
103
Muhammad bin Yazid al-Qazwainī, Sunan Ibnu Majah, (Bairut: Dār al-Fikr, tt),
Juz 1 dari 2, h. 635.

42
‫وم الَ تَأْ ُخ ُذهُ ِس نَةٌ َوالَ َن ْو ٌم لَّهُ َم ا يِف‬ ُ ُّ‫اهللُ الَ إِلَـهَ إِالَّ ُه َو احْلَ ُّي الْ َقي‬
ِِ ِ ِ ِ ‫الس ماو‬
َ ‫ض َمن َذا الَّذي يَ ْش َف ُع عْن َدهُ إِالَّ بِِإ ْذن ه َي ْعلَ ُم َم ا َبنْي‬ ِ ‫ات َو َم ا يِف األ َْر‬ َ َ َّ
ِ ِ ‫ٍ ِ ِ ِ مِب‬ ِ ِ
ُ‫أَيْدي ِه ْم َو َما َخ ْل َف ُه ْم َوالَ حُي يطُو َن بِ َش ْيء ِّم ْن ع ْلم ه إِالَّ َا َش اء َوس َع ُك ْرس يُّه‬
.‫يم‬ ِ ِ ِ ‫ات واألَرض والَ يؤ‬ ِ َّ
ُ ‫ودهُ ح ْفظُ ُه َما َو ُه َو الْ َعل ُّي الْ َعظ‬ ُ ُ َ َ َ ْ َ ‫الس َم َاو‬
[Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya);
tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit
dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafā‘at di sisi Allah tanpa
izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di
belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu
Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi104 Allah meliputi
langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya,
dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar].
1. Pemberi Syafā‘at menurut Hadis
Rasulullah saw. menjadi syafi’ bagi Amir al-Mu’minin dan
Fatimah az-Zahra dan keduanya menjadi syafi’ bagi Hasan dan
Husain. Setiap imam menjadi syafi’ bagi imam yang lain, murid-
muridnya dan semua pengikutnya. Hierarki ini tetap terjaga, sehingga
semua yang dimiliki oleh para imam ma’shum, mereka peroleh
melalui perantaraan Rasulullah yang mulia. Atas dasar itu, ulama
yang memberi petunjuk dan menjadi pemimpin adalah syafi’ bagi
orang-orang yang mengikuti dan menerima petunjuknya. Proses ini
akan menciptakan rangkaian ikatan multisegi yang bercabang-cabang.
Dalam rangkaian ini, kelompok-kelompok kecil akan terjalin dengan
kelompok-kelompok yang lebih besar sampai berakhir pada puncak
rangkaian tersebut, yaitu Nabi saw.105
Sa’di berkata: “Pemberi bagian yang besar, rupawan yang
penuh senyum. Pemberi syafā‘at yang ditaati, Nabi terakhir yang
menawan hati”.
Al-Rumi bersyair:
Sungguh, dialah syafi’ alam ini dan alam sana
Di sini, dialah petunjuk agama; di sana, dialah petunjuk surga
Di alam sini, kau tunjukkan jalan mereka.

Kursi dalam ayat ini oleh sebagian mufassirin diartikan dengan ilmu Allah dan
104

ada pula yang mengartikan dengan kekuasaan-Nya. Kursi dalam ayat ini oleh sebagian
mufassirin diartikan dengan ilmu Allah dan ada pula yang mengartikan dengan kekuasaan-
Nya.
105
Murtadha..., Keadilan..., h. 254.

43
Di alam sana, kau cerahkan eksistensi mereka.
Kau biasa berdoa di tengah keramaian dan saat sendirian,
“Berilah kaumku petunjuk. Sesungguhnya, mereka tidak mengetahui”.
Pintu langsung terbuka oleh hembusan nafas beliau dan di kedua alam itu,
doa beliau terkabulkan.
Dia menjadi penutup para Nabi karena dialah maujud termulia.
Tak ada tandingan baginya di masa lalu, maupun di masa mendatang
Ribuan salam bagi jiwanya yang suci dan jiwa putra-putranya yang baik dan
bagi penggantinya yang didambakan.
Semuanya lahir dari sari pati jiwa dan kalbu beliau,
Baik yang di Bagdad maupun di Ray.
Mereka adalah campuran air dan mawar,
Mereka adalah anak keturunan beliau.
Pohon mawar, ke mana pun ia pergi, tetaplah menyebar wangi.
Sedangkan khamar, di mana pun dimasak, tetaplah khamar.
Sekiranya matahari terbit di barat, ia tetaplah matahari, bukan benda yang
lain.106
a. Allah Swt
Terdapat banyak ayat Alquran yang mengutarakan bahwa
Allah pemilik syafā‘at, antaranya adalah Firman Allah berikut ini:
‫ض مُثَّ إِلَْي ِه ُت ْر َجعُو َن‬
ِ ‫األر‬ ِ َّ ‫ك‬
ْ ‫الس َم َاوات َو‬ ُ ‫اعةُ مَجِ يعاً لَّهُ ُم ْل‬
َ ‫الش َف‬
ِ ‫قُل‬
َّ ‫هلل‬
[Hanya kepunyaan Allah syafā‘at itu semuanya. Kepunyaan-
Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nyalah kamu
dikembalikan]. (QS. 39/az-Zumar: 44).
Hadis Nabi yang menyebutkan Allah sebagai pemberi
syafā‘at:
‫ إن اهلل خيرج قوما من النار‬S ‫ عن رسول اهلل‬: ‫جابر بن عبد اهلل حيدث‬
‫بالشفاعة قال نعم‬
[Jabir bin Abdullah menceritakan hadis dari Rasulullah saw.:
Sesungguhnya Allah mengeluarkan suatu kaum dari neraka dengan
syafā‘at?. Amru menjawab: Ya]. (HR. Muslim)

b. Rasulullah Saw

106
Ibid., h. 254-255.

44
‫ ق ال من ق ال حني يس مع‬S ‫عن ج ابر بن عب د اهلل أن رس ول اهلل‬
‫الن داء اللهم رب ه ذه ال دعوة التام ة والص الة القائم ة آت حمم دا الوس يلة‬
‫والفضيلة وابعثه مقاما حممودا الذي وعدته حلت له شفاعيت يوم القيامة‬
[Dari Jabir bin ‘Abdullah, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Barangsiapa berdoa setelah mendengar adzan: Allahumma rabba
haadzihid da’watit tammah washshalaatil qaa’imah. aati
muhammadanil wasiilata walfadliilah wab’atshu maqaamam
mahmuudanil ladzii wa’adtah (Ya Allah, Rabb Pemilik seruan yang
sempurna ini, dan Pemilik shalat yang akan didirikan ini, berikanlah
wasilah (perantara) dan keutamaan kepada Muhammad.
Bangkitkanlah ia pada kedudukan yang terpuji sebagaimana Engkau
telah jannjikan). Maka ia berhak mendapatkan syafā‘at-ku pada hari
kiamat].
c. Malaikat
‫ ق ال إذا ق ال‬S ‫ أن رس ول اهلل‬:‫عن أيب هري رة رض ي اهلل عن ه‬
‫أح دكم آمني وق الت املالئك ة يف الس ماء آمني ف وافقت إح دامها األخ رى‬
‫غفر له ما تقدم من ذنبه‬
[Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda: Jika
salah seorang dari kalian mengucapkan Amīn dan para Malaikat yang
ada di langit juga membaca Amīn, lalu bacaan salah satunya
bersamaan dengan bacaan yang lain, maka dosanya yang telah lalu
akan diampuni]. (HR. al-Bukhārī).
Hadis ini menjelaskan malaikat mengucapkan amin ketika
mendengan seseorang berdoa. Kemudian hadis berikut:
‫ يق ول إذا دع ا الرج ل ألخي ه‬S ‫أب و ال درداء أن ه مسع رس ول اهلل‬
.‫بظهر الغيب قالت املالئكة آمني ولك مبثل‬
[Abu Ad-Darda’ bahwa ia mendengar Rasulullah saw.
bersabda: Apabila seseorang mendoakan saudaranya secara
sembunyi-sembunyi maka Malaikat akan berkata: Amīn, dan semoga
engkau mendapatkan hal yang sama].
Kedua hadis tersebut menjadi dalil bahwa Malaikat sebagai
pemberi syafā‘at dengan pengucapan Aminnya. Disamping hadis ini
juga hadis di poin kedua di atas pemberi syafā‘at adalah Nabi dengan
bantuan Malaikat.

45
d. Saudara Seiman dan Seagama
Pemberi syafā‘at dalam sub ini yang penulis maksudkan selain
saudara termasuk bapak untuk anaknya atau sebaliknya,107 berikut
hadis-hadisnya:
‫ من يش فع ألخي ه ش فاعة‬: ‫ ق ال‬S ‫ أن رس ول اهلل‬: ‫عن أيب أمام ة‬
‫فأهدى له عليها هدية فقبلها فقد أتى بابا عظيما من أبواب الربا‬
108

[Dari Abu Umamah dari Nabi saw. bersabda: Barangsiapa


memohonkan untuk saudaranya dengan sebuah permohonan,
kemudian saudaranya tersebut memberikan hadiah kepadanya
lantaran permohonan tersebut lalu ia menerimanya, maka sungguh ia
telah mendatangi salah satu pintu besar di antara pintu-pintu riba].
(HR. Abu Dawud)
‫ إن ه ق د م ات يل ابن ان فم ا‬: ‫عن أيب حس ان ق ال قلت أليب هري رة‬
‫ حبديث تطيب به أنفسنا عن موتانا قال قال‬S ‫أنت حمدثي عن رسول اهلل‬
‫نعم صغارهم دعاميص اجلنة يتلقى أحدهم أباه أو قال أبويه فيأخذ بثوبه‬
‫أو قال بيده كما آخذ أنا بصنفة ثوبك هذا فال يتناهى أو قال فال ينتهي‬
‫ ويف رواي ة س ويد ق ال ح دثنا أب و الس ليل و‬،‫ح ىت يدخل ه اهلل وأب اه اجلن ة‬
‫حدثني ه عبي د اهلل بن س عيد ح دثنا حيىي يع ين ابن س عيد عن ال تيمي هبذا‬
‫ ش يئا تطيب ب ه أنفس نا عن‬S ‫اإلس ناد وق ال فه ل مسعت من رس ول اهلل‬
‫موتانا قال نعم‬
[Abu Hasan dia berkata: Aku berkata kepada Abu Hurairah:
Kedua putraku telah meninggal, Apakah kamu mendengar dari
Rasulullah saw. sebuah hadits yang dapat engkau bacakan untuk
kami, dengannya kami dapat menenangkan hati kami dari kesedihan
atas sepeninggalnya anak-anak kami? Abu Hurairah berkata: Ya:
Anak-anak kecil mereka berlarian di surga dengan bebas, salah
seorang dari mereka berjumpa dengan bapaknya atau kedua orang
tuanya, lalu dia meraih ujung bajunya, atau beliau mengatakan:
Dengan tangannya sebagaimana aku memegang ujung bajumu ini, dia
107
Lihat: Mustafa bin al-‘Adawī, Khutab al-‘Ām min al-Kitāb wa Ṣaḥīh as-Sunnah,
(Arab Saudi: Maktabah Mekkah, 2009), h. 469
108
Sulaiman bin Ahmad at-Tabranī, al-Mu’jam al-Kabīr, (Mosul: Maktabah
al-‘Ulum wa al-Hikam, 1983), Juz 8 dari 20, h. 211

46
tidak akan berpisah dengan bapaknya sehingga Allah memasukkan
dia dan bapaknya ke dalam surga. Telah menceritakan kepada kami
Abu As Salil: Dan telah menceritakannya kepadaku ‘Ubaidullah bin
Sa‘id: Telah menceritakan kepada kami Yahya yaitu Ibnu Sa'id dari
At Taimi melalui jalur ini dan dia berkata: Apakah kamu pernah
mendengar sebuah Hadis dari Rasulullah saw. sesuatu yang bisa
menenangkan hati kami atas sepeninggalnya anak-anak kami? Abu
Hurairah menjawab: Ya]. (HR. Muslim)

e. Ulama, Suhada dan Muazzin


‫ أول من يش فع ي وم القيام ة‬: ‫ ق ال‬S ‫ عن الن يب‬، ‫عن عثم ان‬
‫ وعنبس ة ه ذا لني‬: ‫ ق ال أب و بك ر‬.‫ مث املؤذن ون‬، ‫ مث الش هداء‬، ‫األنبي اء‬
‫ وعبد امللك بن عالف ال نعلم روى عنه إال عنبسة‬، ‫احلديث‬
109

[Dari Usman, dari Nabi saw. bersabda: paling pertama orang


yang memberi syafā‘at hari akhirat adalah para Nabi, Syuhada’, al-
Muazzin. Abu Bakar berpendapat, perawi atas nama ‘Anbasah adalah
layyin hadis, dan Abdul al-Malik bin ‘Alāf berkata tidak mengetahui
hadis selain dari jalur ‘Anbasah].
Hadis ini bila melihat dari segi kualitas sanad dan matan akan
sangat lemah, namun isi dari hadis ini berbentuk motivasi ibadah dan
juga disampaikan oleh lebih dari tiga orang ulama hadis, oleh kerena
itu dapat diamalkan. 110
Syuhada’ memiliki beberapa kategori yang menjadi
perdebatan apakah setiap kategori syuhada’ dapat memberikan
syafā‘at atau tidak. Banyak Hadis menerangkan pada kita tentang
kelompok syuhada’, namun dalam konteks bahwa mereka tidak gugur
di jalan Allah, yaitu:
1) Al-Mat‘un, yang meninggal karena penyakit menular.
2) Al-Mabtun, yang meninggal di dalam perut (maksudnya; anak bayi di
dakam kandungan ibunya).
3) Al-Ghariq, yang meninggal karena tenggelam.
4) Shahibul hadm, yang meninggal tertimpa reruntuhan bangunan.111
Selain sebab di atas, ada aneka ragam syuhada’ lainnya, yaitu:
1) Terbunuh karena mempertahankan hartanya. Dalam hal ini jika
dikontekskan pada prihal perampok atau lebih dikenal dengan “begal”
saat ini.
109
Ahmad bin ‘Amr al-Bazār dkk, Musnad al-Bazār, (tt: tp, tt), h. 85
110
Ibid.
111
Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an, h. 313.

47
2) Terbunuh karena membela diri sendiri.
3) Terbunuh karena membela saudara atau kerabatnya.
4) Mati karena terjatuh dari kuda.
5) Karena sakit setelah melahirkan.
6) Shahibul hariq, yang meninggal karena kebakaran.
7) Perempuan yang meninggal sementara dalam perutnya terdapat seorang
bayi.112
Al-Nawāwī mengatakan bahwa syahid terbagi atas tiga
macam berikut ini:
1) Gugur di medan perang kerena melawan orang-orang kafir. Maka, ia
dianggap tergolong dalam rangkaian syuhada’ dalam konteks bahwa ia
memperoleh pahala seorang syahid di akhirat kelak. Sementara di dunia, ia
tidak dimandikan dan juga tidak dishalatkan.
2) Syahid dalam konteks mendapatkan pahala, namun tidak dalam instrument
hukum yang layak berlaku di dunia, yaitu meninggal dalam kandungan,
mati terserang virus mematikan, mati tertimpa reruntuhan bangunan yang
roboh dan yang mempertahankan diri, harta serta saudara atau kerabatnya.
Mereka tetap dimandikan dan dishalatkan. Namun demikian, mereka
mendapatkan pahala syuhada, meski tidak sama persis dengan gugur di
jalan Allah.
3) Mereka yang tamak terhadap harta rampasan perang dan yang serupa
dengannya, lalu mereka terbunuh dalam peperangannya melawan orang
kafir. Karena itu mereka tidak mendapatkan gelar syahid, walau pada
kenyataannya mereka tidak dimandikan dan dishalatkan. Mereka tidak
mendapatkan pahala yang sempurna.113
Selain Rasulullah saw. yang memberikan syafā‘at, ada
beberapa makhluk lainnya dengan ketetapan dan rida Allah dapat
memberikan syafā‘at, yaitu:
f. Puasa dan Alquran114
Hari kiamat puasa dan Alquran akan memberi syafā‘at kepada
orang melakukan keduanya semasa di dunia, hadis berikut sebagai
dalil:
‫ الص يام والق رآن‬: ‫ ق ال‬S ‫عن عب د اهلل بن عم رو ان رس ول اهلل‬
‫يشفعان للعبد يوم القيامة يقول الصيام أي رب منعته الطعام والشهوات‬

112
Ibid., h. 314-315.
113
Ibid., h. 316.
114
Lihat: Mustafa bin al-‘Adawī, Khutab al-‘Ām min al-Kitāb wa Ṣaḥīh as-Sunnah,
(Arab Saudi: Maktabah Mekkah, 2009), h. 475

48
‫بالنه ار فش فعين في ه ويق ول الق رآن منعت ه الن وم باللي ل فش فعين في ه ق ال‬
.‫فيشفعان‬
115

[Dari Abdullah bin ‘Amru, bahwa Rasulullah saw. bersabda:


Puasa dan Alquran kelak pada hari kiamat akan memberi syafā‘at
kepada seorang hamba. Puasa berkata: Duhai Rabb, aku telah
menahannya dari makanan dan nafsu syahwat di siang hari, maka
izinkahlah aku memberi syafā‘at kepadanya. Dan Alquran berkata:
aku telah menahannya dari tidur di malam hari, maka izinkanlah aku
memberi syafā‘at kepadanya. Beliau melanjutkan sabdanya: maka
mereka berdua (puasa dan Alquran) pun akhirnya memberi syafā‘at
kepadanya].
Membaca Alquran berdasarkan hadis ada surah kusus yang
bisa memberi syafā‘at di akhirat, yaitu surah al-Baqarah dan Āli
‘Imrān,116 hadis berikut:
:‫عن زي د أن ه مسع أب ا س الم يق ول ح دثين أب و أمام ة الب اهلي ق ال‬
‫ يق ول اق رءوا الق رآن فإن ه ي أيت ي وم القيام ة ش فيعا‬S ‫مسعت رس ول اهلل‬
‫ألص حابه اق رءوا الزه راوين البق رة وس ورة آل عم ران فإهنم ا تأتي ان ي وم‬
‫القيام ة كأهنم ا غمامت ان أو كأهنم ا غيايت ان أو كأهنم ا فرق ان من ط ري‬
‫ص واف حتاج ان عن أص حاهبما اق رءوا س ورة البق رة ف إن أخ ذها برك ة‬
.‫وتركها حسرة وال تستطيعها البطلة‬
[Dari Zaid bahwa ia mendengar Abu Sallam berkata: telah
menceritakan kepadaku Abu Umamah al-Bahili ia berkata: Saya
mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Bacalah Alquran, karena ia
akan datang memberi syafā‘at kepada para pembacanya pada hari
kiamat nanti. Bacalah Zahrawain, yakni surat al-Baqarah dan Ali
Imran, karena keduanya akan datang pada hari kiamat nanti, seperti
dua tumpuk awan menaungi pembacanya, atau seperti dua kelompok
burung yang sedang terbang dalam formasi hendak membela
pembacanya. Bacalah al-Baqarah, karena dengan membacanya akan
memperoleh barakah, dan dengan tidak membacanya akan
menyebabkan penyesalan, dan pembacanya tidak dapat dikuasai
(dikalahkan) oleh tukang-tukang sihir]. (HR. Muslim)
115
Ahmad bin Hambal..., Musnad..., juz 2 dari 6, h. 174.
116
Lihat: Mustafa..., Khutab al-‘Ām..., h. 469.

49
g. Manusia berumur 90 tahun.
Terdapat hadis yang menjelaskan bahwa orang yang lanjut
usianya sampai berumur 90 tahun dapat menjadi pemberi syafā‘at
kepada keluarganya sebagaimana disebutkan dalam Hadis berikut:
‫ني َس نَةً َآمنَ هُ اللَّهُ ِم ْن‬ ِ ِ َّ ‫ال إِذَا َبلَ َغ‬ ٍ ِ‫س ب ِن مال‬
َ ‫الر ُج ُل الْ ُم ْس ل ُم أ َْربَع‬ َ َ‫ك ق‬ َ ْ ِ َ‫َع ْن أَن‬
ِ ِ ُ‫اع الْباَل ي ا ِمن اجْل ن‬
‫ني لَنَّي َ اللَّهُ َع َّز َو َج َّل‬ َ ‫ص َواجْلُ َذ ِام َوإِ َذا َبلَ َغ اخْلَ ْمس‬ ِ ‫ون َوالَْب َر‬ ُ ْ َ َ ِ ‫أَْن َو‬
ِ َّ ‫الس تِّني رزقَه اهلل إِنَاب ةً حُيِ بُّه علَيه ا وإِ َذا بلَ َغ‬ ِ ِ ِ
ُ‫َحبَّهُ اللَّه‬َ ‫ني أ‬ َ ‫الس ْبع‬ َ َ َ ْ َ ُ َ ُ ُ َ َ َ ِّ ‫َعلَْيه ح َسابَهُ َوإ َذا َبلَ َغ‬
‫ني َت َقبَّ َل اللَّهُ ِمْن هُ َح َس نَاتِِه َوحَمَ ا َعْن هُ َس يِّئَاتِِه َوإِذَا‬ ِ ِ َّ ‫وأَحبَّه أَه ل‬
َ ‫الس َماء َوإِذَا َبلَ َغ الث ََّم ان‬ ُْ َُ َ
‫ض‬ِ ‫َخَر َومُسِّي أ َِس َري اللَّ ِه يِف اأْل َْر‬ َّ ‫أ‬ ‫ت‬
َ ‫ا‬ ‫م‬
َ ‫و‬َ ‫ه‬ِ ِ‫بلَ َغ التِّس عِني َغ َف ر اللَّه لَ ه م ا َت َق دَّم ِمن َذنْب‬
ْ َ َُ ُ َ َ ْ َ
َ
‫ي َع ْن‬ ُّ ‫اش ٌم َح َّدثَنَا الْ َف َر ُج َح َّدثَيِن حُمَ َّم ُد بْ ُن َعْب ِد اللَّ ِه الْ َع ِام ِر‬ ِ ‫و ُش فِّع يِف أَهلِ ِه ح َّدثَنَا ه‬
َ َ ْ َ َ
ِّ ‫اب َع ْن النَّيِب‬ ِ َّ‫حُمَ َّم ِد بْ ِن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َعم ِرو بْ ِن عُثْم ا َن َعن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن عُم ر بْ ِن اخْلَط‬
ََ ْ َ ْ
ِ
ُ‫ م ْثلَه‬S
117

[Dari Anas bin Malik, (ia) berkata: Jika seorang muslim telah
berusia empat puluh tahun, Allah menyelamatkannya dari segala
bentuk musibah, baik penyakit gila maupun kusta. Jika berusia lima
puluh tahun, Allah mempermudah hisabnya. Jika berusia enam puluh
tahun, Allah menganugerahinya kecintaan untuk bertaubat. Jika ia
berumur tujuh puluh tahun, Allah mencintainya dan dia juga dicintai
penduduk langit. Jika berumur delapan puluh tahun, Allah menerima
amal kebajikannya dan dihapuskan kejelekan-kejelekannya. Jika
berumur sembilan puluh tahun, Allah mengampuni dosa-dosanya
yang telah lalu dan yang akan datang, ia dijuluki tahanan Allah di
muka bumi, dan ia diperbolehkan memberi syafā‘at untuk
keluarganya”. Hasyim telah menceritaka kepada kami, (ia) berkata:
al-Faraj telah bercerita kepada kami, (ia) berkata: Muhammad bin
Abdullah bin al-Amir telah bercerita kepada kami dari Muhammad
bin ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Uṡman dari Abdullah bin ‘Umar bin al-
Khaṭṭāb]. (HR. Ahmad bin Hambal)
Hadis ini dinilai sangat lemah oleh imam Syu’aib al-Arnuwaṭ
dalam kitab Musnad Imam Ahmad bin Hambal, letak kelemahan
hadis ini ada pada sanad atau salah seorang perawinya yang bernama
Farh bin Faḍālah, karena terdapat kritikus yang tidak senang

117
Muqbal bin Hadī bin Muqbal, asy-Syafā‘ah, (Yaman: Dār al-Āṣār, 1999), h. 215

50
dengannya.118 Sedangkan ibn Hajr dalam Tahzibain menilainya
dengan lemah, ia wafat pada tahun 177 H, dan imam Ahmad bin
Hambal sendiri menilainya ṡiqat.119
Hadis ini erat hubungannya dengan motovasi ibadah dan
bertaubat bagi orang-orang yang usianya sudah lanjut dan
menggemarkan ibadah bagi sehat agar bisa menjaga kesehatanya
sampai usia tua. Oleh karena itu, kualitas hadis terutama tentang
perawinya yang dinilai lemah tidak menjadi penghalang untuk
mengamalkan dan meyakini kebenarannya. Apalagi dalam hadis itu
tersebut adanya syafā‘at bagi orang yang berusia tua agar ia mau
memberikan ilmu dan pengalamannya kepada orang sekelilingnya.
2. Penerima Syafā‘at Menurut Hadis
Hadis-hadis yang menjelaskan siapa yang layak menerima
syafā‘at baik di dunia maupun diakhirat. Secara umum penerima
syafā‘at hanya satu, yaitu orang yang mukmin, bila dikelompok
berdasarkan sifat-sifat mukmin tersebut, maka sebagai berikut:
a. Ahli Tauhid
‫عن معاوي ة بن مغيث أو معتب عن أيب هري رة أن ه ق ال ي ا رس ول‬
‫اهلل ماذا رد إليك ربك عز وجل يف الشفاعة قال لقد ظننت لتكونن أول‬
‫من س ألين مما رأيت من حرص ك على العلم ش فاعيت ملن يش هد أن ال إل ه‬
‫إال اهلل خملصا يصدق قلبه لسانه ولسانه قلبه‬
[Dari Mu‘awiyah bin Mughits dari Abu Hurairah, ia berkata:
Wahai Rasulullah, apa tanggapan Rabbmu swt. kepadamu perihal
syafā‘at? beliau bersabda: Sungguh, aku telah mengira bahwa engkau
adalah orang yang pertama kali bertanya kepadaku tentang hal itu,
sebab aku melihat engkau begitu antusias terhadap ilmu. Syafā‘atku
hanyalah untuk orang-orang yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
yang berhak untuk di sembah selain Allah dengan ikhlas, hatinya
membenarkan lisannya dan lisannya membenarkan hatinya]. (HR.
Ahmad)

118
Ahmad Ibn Hambal, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, (Keiro: Muassasah
Qrṭubah, tt), juz 2 dari 6, h. 89.
119
Ahmad bin ‘Ali al-Asqalanī, Lisān al-Mīzān, (Keiro: Dār al-Islāmiyah, 2002), h.
391.

51
ِ‫ل‬
‫ت‬ ْ ‫ـل ُك ُّل نَىِب ٍّ َد ْع َوتَـهُ َوإِىِّن‬
ُ ْ‫اختَبَ أ‬ َ ‫ج‬َّ ‫ع‬
َ ‫ت‬
َ ‫ف‬
َ ‫ة‬
ٌ ‫اب‬
َ ‫ج‬
َ ‫ـت‬
َ ‫س‬
ْ ‫م‬
ُ ‫ة‬
ٌ ‫ـو‬
َ ‫ع‬
ْ ‫د‬
َ ٍّ ‫ىِب‬
َ ‫ن‬ ‫ل‬
ِّ ‫ك‬
ُ
ِ ِ ‫د ْعـوتِى َشــ َفاعةً أل َُّمـىِت ي وم الْ ِقي‬
َ ‫ـامـة فَ ِه َى نَائِـلَةٌ إِ ْن َشـاءَ اللَّهُ َم ْن َم‬
‫ـات م ْن‬ َ َ ََْ َ َ َ
‫أ َُّمـىِت الَ يُ ْش ِر ُك بِاللَّ ِه َشْيئًا‬
[Setiap Nabi mempunyai doa yang mustajabah, maka setiap
Nabi doanya dikabulkan segera, sedangkan saya menyimpan doaku
untuk memberikan syafā‘at kepada umatku di hari kiamat. Syafā‘at
itu insya Allah diperoleh umatku yang meninggal tidak
menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun].
Setiap mukmin akan memperoleh syafā‘at Nabi saw. dengan
syarat tidak musyrik (mensyarikatkan Allah) semasa hidup di dunia.
Dalam hadis pertama Rasul mensifatkan mukmin dengan orang yang
telah bersyahadah dan tetap mempertahankan syahadahnya. Hadis
kedua menjelaskan syafā‘atnya diperoleh bila tidak mensyarikatkan
Allah dengan apa saja.
b. Ahli Surga
‫َّاس يَ ْش َف ُع ىِف اجْلَن َِّة َوأَنَا أَ ْكَث ُر األَنْبِيَ ِاء َتَب ًعا‬
ِ ‫أَنَا أ ََّو ُل الن‬
[Saya adalah orang yang pertama kali memberikan syafā‘at di
surga, dan saya adalah Nabi yang paling banyak pengikutnya].
Hadis di atas diriwayatkan oleh jama’ah yang berkualitas
sahih sebagai dalil bahwa Nabi yang paling pertama memberi
syafā‘at dalam surga dan yang paling banyak umatnya.
c. Mukmin Pelaku Dosa Besar
‫اعىِت أل َْه ِل الْ َكبَائِِر ِم ْن أ َُّمىِت‬
َ ‫َش َف‬
[Syafā‘atku untuk umatku yang ahli dosa besar].

ِ ِ ِ ِ ِ ٍ
َ‫ف أ َُّمىِت اجْلَنَّة‬
َ ‫ص‬ ْ ‫أَتَ اىِن آت م ْن عْن د َرىِّب فَ َخَّيَرىِن َبنْي َ أَ ْن يُ ْدخ َل ن‬
‫ات الَ يُ ْش ِر ُك بِاللَّ ِه َشْيئًا‬ ِ ِ ِ ‫الش َف‬
َ ‫اعةَ َوه َى ل َم ْن َم‬َ ‫الش َف‬
َّ ‫ت‬ ُ ‫اخَت ْر‬
ْ َ‫اعة ف‬
َ َّ َ ‫َو َبنْي‬
[Telah datang kepadaku malaikat dari sisi Tuhanku Azza wa
Jalla, lalu memberikan pilihan kepadaku: antara separuh umatku akan
dimasukkan surga atau syafā‘at. Maka saya memilih syafā‘at, dan
syafā‘at ini untuk orang yang meninggal tidak menyekutukan Allah
dengan sesuatu apapun].
‫ إن اهلل خيرج قوم ا من‬S ‫ج ابر بن عب د اهلل حيدث عن رس ول اهلل‬
‫النار بالشفاعة قال نعم‬
52
[Telah menceritakan kepada kami Abu ar-Rabi’ telah
menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dia berkata: Saya
berkata kepada Amru bin Dinar, Apakah kamu mendengar Jabir bin
Abdullah menceritakan hadits dari Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya Allah mengeluarkan suatu kaum dari neraka dengan
syafā‘at? ‘Amru menjawab, Ya.] (HR. Muslim)
Tiga hadis berturut-turut sebagai dalil bahwa masih ada celah
bagi pelaku dosa untuk mendapatkan bantuan dari Rasul pada hari
akhirat. Hadis pertama menunjukkan bantuan Rasul kepada palaku
dosa besar, hadis kedua sebagai bentuk kasih sayang Rasul memilih
menolong umatnya dengan syafā‘at yang diizinkan Allah, dan hadis
ketiga orang-orang yang berdosa akan diangkat oleh Rasul dari
neraka untuk dimasukkan ke surga.

d. Mukmin yang Bersalawat


‫ من قال حني يسمع‬S ‫عن جابر بن عبد اهلل قال قال رسول اهلل‬
‫الن داء اللهم رب ه ذه ال دعوة التام ة والص الة القائم ة آت حمم دا الوس يلة‬
‫والفضيلة وابعثه مقاما حممودا الذي أنت وعدته إال حلت له الشفاعة يوم‬
‫القيامة‬
[Dari Jabir bin Abdullah berkata: Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa yang membaca ketika mendengar adzan, “allahumma
raba hadzihid da’wātit tāmmah wa aṣ-ṣalati al-qāimah atī
muhammadanil wasilata wal faḍiilah wab’atshu maqāmam
mahmūdanil ladzi wa ‘adtahu” (Ya Allah pemilik panggilan yang
sempurna ini dan shalat yang didirikan berilah Muhammad wasilah
dan keutamaan dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji yang
telah Engkau janjikan padanya) melainkan ia mendapatkan syafā‘at
pada hari kiamat]. (HR. Ahmad)
‫ وحدثنا أبو هارون‬،S ‫ قال رسول اهلل‬:‫عن عبد اهلل بن عمرو قال‬
‫ نا حيوة‬،‫ نا أبو عبد الرمحن يعين املقرئ‬،‫موسى بن النعمان بالفسطاط‬
‫ مسعت عب د اهلل‬:‫ عن عب د ال رمحن بن جب ري ق ال‬،‫ح دثين كعب بن علقم ة‬
‫ إذا مسعتم‬:‫ مسعت رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم يقول‬:‫بن عمرو يقول‬
53
، S ‫ مث صلوا علي فإنه من صلى علي صالة‬،‫املؤذن فقولوا مثل ما يقول‬
‫ وإهنا درج ة يف اجلن ة ال تنبغي إال لعب د من عب اد‬،‫مث س لوا اهلل يل الوس يلة‬
‫ ويف‬،‫ هذا لفظ حديث حيوة‬.‫ فمن سأل يل الوسيلة حلت له الشفاعة‬،‫اهلل‬
‫ وأرجو أن أكون أنا هو‬:‫خرب سعيد بن أيب أيوب قال‬
[Dari Abdullah bin Amr, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda,
Abu Harun bin Musa bin An-Nu’man menceritakan kepada kami di
daerah Fustat, Abu Abdurrahman menceritakan kepada kami
maksudnya adalah al-Muqri, Hayah menceritakan kepada kami,
Ka’ab bin al-Qamah menceritakan kepadaku, aku mendengar
Abdullah bin Umar berkata: aku mendengar Rasulullah saw.
bersabda: Apabila kalian mendengar kumandang azan seorang
muazin, maka katakanlah seperti apa yang dikumandangkan.
Kemudian bacalah salawat kepadaku, karena sesungguhnya orang
yang membaca satu kali salawat kepadaku, maka Allah akan
membacakan salawat sepuluh kali, kemudian mintalah wasilah
kepada Allah untukku dan sesungguhnya wasilah adalah satu derajat
di surga yang sepatutnyalah diberikan kecuali bagi salah seorang
hamba Allah barang siapa yang meminta wasilah untukku, niscaya
syafā‘at benar- benar diberikan kepadanya. Ini adalah redaksi hadis
Hayah. Dalam hadis Abu Sa‘id bin Abu Ayub, ia berkata: Aku
berharap akulah ia]. (HR. Ibn Khuzaimah)
‫ يقول إذا مسعتم‬S ‫عن عبد اهلل بن عمرو بن العاص أنه مسع النيب‬
‫املؤذن فقولوا مثل ما يقول مث صلوا علي فإنه من صلى علي صالة صلى‬
‫اهلل عليه هبا عشرا مث سلوا اهلل يل الوسيلة فإهنا منزلة يف اجلنة ال تنبغي إال‬
‫لعبد من عباد اهلل وأرجو أن أكون أنا هو فمن سأل يل الوسيلة حلت له‬
‫الشفاعة‬
[Dari Abdullah bin Amru bin al-Aṣ bahwa dia mendengar Nabi
saw. bersabda: Apabila kalian mendengar mu‘azzin
(mengumandangkan azan) maka ucapkanlah seperti yang dia
ucapkan, kemudian bershalawatlah atasku, karena orang yang
bershalawat atasku dengan satu shalawat, niscaya Allah akan
bershalawat atasnya dengannya sepuluh kali, kemudian mintalah
kepada Allah wasilah untukku, karena ia adalah suatu tempat di surga,

54
tidaklah layak tempat tersebut kecuali untuk seorang hamba dari
hamba-hamba Allah, dan saya berharap agar saya menjadi hamba
tersebut. Dan barangsiapa memintakan wasilah untukku, maka
syafā‘at halal untuknya]. (HR. Muslim)
Ketiga hadis tersebut dapat menjadi dalil terhadap syafā‘at Nabi
kepada orang-orang yang mau bersalawat ketika di dunia dan mau
membaca sesuai dengan bacaan muazzin ketika mendengar azan dan
diiringi dengan doa-doa khusus, maka Rasulm menjamin surga bagi
orangnya.
Semua pemberi dan penerima syafā‘at yang telah penulis
sebutkan di atas yaitu Allah memberi syafā‘at dan mengizinkannya,
Rasul dan Malaikat sebagai pemberi syafā‘at berkait dengan izin
Allah dan Ridhanya. Kemudian Ulama, Suhada dan Muazzin, mereka
memberi syafā‘at berdasarkan izin Allah dan setelah Rasul
memberikan syafā‘at, karena dalam hadis disebutkan bahwa yang
memberi syafā‘at yang pertama adalah Rasulullah.
E. Pendapat Ulama Tentang Syafā‘at
Hampir seluruh ulama Islam bersepakat bahwa syafā‘at
memang ada di hari kiamat dan akan diberikan kepada kaum
mukminin. Hanya saja, sebagian dari mereka berselisih pendapat
mengenai seberapa luas makna syafā‘at ini. Mayoritas ulama dari
berbagai mazhab dan aliran dalam Islam berpendapat bahwa syafā‘at
akan berguna untuk menghindarkan seseorang dari bahaya dan siksa
neraka.
Jika telah dipahami, bahwa yamg dimaksud al-Maqam al-
Mahmud ialah syafā‘at, yang ditolak oleh para Nabi, hingga urusan
ini akhirnya sampai kepada Nabi kita Muhammad saw., lalu ia yang
memberi syafā‘at ini kepada ahli Mauqif, baik kepada kaum
mukminin maupun orang-orang kafir, agar dilepaskan dari segala
penderitaan di Mauqif itu. Maka ketahuilah, bahwa para ulama
selanjutnya berselisih tentang syafā‘atnya.
Al-Naqqasy berkata, “Rasulullah saw. mempunyai tiga macam
syafā‘at, yaitu syafā‘at umum, syafā‘at supaya dipercepat masuk ke
surga dan syafā‘at kepada para pelaku dosa-dosa besar”. Sedang Ibn
Aṭiyah berkata dalam Tafsirnya, “yang terkenal hanya ada dua
macam syafā‘at; syafā‘at umum dan syafā‘at untuk mengeluarkan
orang-orang yang berdosa dari neraka. Jenis syafā‘at yang kedua ini
tidak ditolak para Nabi, tetapi mereka pun memberinya kepada umat
masing-masing dan begitu pula para ulama”. Menurut al-Qaḍī Iyāḍ,
“syafā‘at Nabi saw. pada Hari Kiamat ada lima macam:120
120
Malik bin Anas, Muwaṭṭa’ al-Imam Mālik: Tahqiq, Taqiyuddin an-Nadawī,
(Damsyiq: Dār al-Qalm, 1991), Juz 3 dari 3, h. 386.

55
1. Syafā‘at umum.
2. Syafā‘at untuk memasukkan suatu kaum ke dalam surga tanpa hisap.
3. Syafā‘at untuk sejumlah orang dari umat Nabi saw. yang harus masuk
neraka karena dosa-dosa mereka. Syafā‘at ini tidak diterima oleh kaum
Khawarij dan Mu’tazilah.
4. Syafā‘at untuk orang yang masuk neraka dan dikeluarkan karena syafā‘at
Nabi saw., para Nabi, para Malaikat dan orang-orang beriman lainnya.
5. Syafā‘at untuk meningkatkan dan mengangkat derajat bagi penghuni
surga.121
Menurut al-Baqillanī, pelaku dosa besar dapat diampuni Allah
adalah karena adanya syafā‘at di akhirat, selain itu syafā‘at
mengandung beberapa pengertian. Sebagian ulama berpendapat
bahwa syafā‘at adalah permintaan kebaikan untuk orang lain.
Sebagian lagi mengatakan bahwa syafā‘at merupakan permintaan
dibebaskan dari dosa-dosa dan kejahatan-kejahatan. Sementara itu, al-
Jurjani berpendapat bahwa syafā‘at adalah permintaan kebebasan dari
dosa-dosa bagi orang-orang yang berhak menerima siksaan.122
Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah, syafā‘at itu sama sekali
tidak berguna bagi orang-orang musyrik, dimana hal ini ditunjukkan
dengan jelas oleh ayat-ayat dalam Alquran, atau dengan kata lain,
ayat-ayat itu sesungguhnya bermaksud menafikan syafā‘at yang
dianut oleh orang-orang musyrik, lantaran mereka yakin bahwa
pemberi syafā‘at itu dapat memberikan syafā‘at-nya tanpa izin dari
Allah.123
Menurut Imam al-Gazali dalam kitab Ihāya’ ulum ad-dīn:
“Wajib mengimani adanya syafā‘at; pertama-tam dari para nabi,
kemudian dari para ulama, syuhada, lalu dari orang beriman lainnya.
Syafā‘at masing-masing orang sesuai dengan derajat dan
kedudukannya di sisi Allah Yang Maha Tinggi.”124

Syekh Mufid, Muhammad bin Nu’man al-‘Akbarī (w. 413 H)


berkata: “Syiah Imamiyyah bersepakat bahwa Rasulullah kelak di hari
kiamat akan memberikan syafā‘atnya kepada sekelompok orang dari
umatnya yang berlumuran dengan dosa besar. Selain itu, mereka juga
berpendapat bahwa Amirul Mukminin Ali a.s. akan memberikan
121
Imam Syams ad-Dīn al-Qurṭubī, al-Tadzkirah Jilid-1; Bekal Menghadapi
Kehidupan Abadi, Terj. Anshori Umar Sitanggal, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), h. 514-
515.
122
Ilhamuddin, Pemikiran Kalam al-Baqillani: Studi Tentang Persamaan dan
Perbedaannya dengan al-Asy‘ari, Terj. Faraz Umaya, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,
1997), h. 130-131.
123
Ibid., h. 209.
124
Syekh Muhammad..., Ensiklopedia...,h. 20.

56
syafā‘atnya kepada para pecinta dan pengikutnya yang memikul dosa,
demikian juga para Imam Ma’sum lainnya dari Ahlul bait a.s. Berkat
syafā‘at manusia-manusia suci ini, Allah swt menyelamatkan banyak
orang yang semestinya masuk ke neraka karena dosa yang mereka
perbuat.” Di bagian lain beliau mengatakan, “Seorang mukmin yang
saleh dapat memberikan syafā‘at untuk sabahat mukminnya yang
berdosa. Allah akan menerima syafā‘at yang ia berikan itu.
Demikianlah keyakinan seluruh kaum Syiah Imamiyyah kecuali
beberapa gelintir orang”.125
Syekh Muhammad bin al-Hasan al-Ṭusī (w. 460 H) dalam
kitab tafsir al-Tibyān mengatakan: “Hakikat syafā‘at menurut kami
adalah menghindar-kan bahaya bukan mendatangkan keuntungan. Di
hari kiamat nanti, kaum mukminin akan mendapatkan syafā‘at dari
Rasulullah saw. Dengan diterimanya syafā‘at tersebut oleh Allah,
banyak sekali orang yang semestinya masuk ke neraka akan selamat
dari siksa, seperti yang telah disabdakan oleh Nabi saw:“Aku
menyimpan syafā‘atku untuk kuberikan nanti kepada umatku yang
berdosa”. Kami meyakini bahwa syafā‘at adalah hak yang dimiliki
oleh Nabi saw, sebagian sahabat beliau, seluruh Imam Ma’sum
(terjaga dari dosa), dan banyak hamba Allah yang saleh”.126
Abdul Aziz bin Abdullah ar-Rajihī pernah ditanya tentang
orang tidak berbuat kebaikan dalam hidupnya sama sekali, apakah
masuk surga, karena ada jaminan dalam beberapa hadis? Ia menjawab
bahwa tidak ada hadis yang dapat dijadikan hujah untuk keselamatan
orang yang tidak pernah berbuat baik dalam hidupnya meskipun ia
beriman dalam hatinya. Sebab imam itu dipastikan dengan dengan
amalnya. Sedangkan hadis-hadis tentang syafā‘at, yaitu orang
beriman yang bertauhid serta bermaksiat akan di berikan syafā‘at
untuknya oleh para nabi, golongannya, para syuhada, malaikat, dan
orang-orang beriman, maka ia tidak akan mendapatkan syafā‘at dan
tidak diizinkannya oleh Allah.
Dengan begitu, maka setiap orang yang ingin mendapatkan
syafā‘at dari yang telah disebutkan itu, ia harus beriman dan beramal
salih, karena orang musyrik dan kafir terhalang syafā‘at bagi
keduanya dan haram surga, berdasarkan hadis yang sahih riwayat Abu
Hurairah berikut:

125
Syekh Mufid, Muhammad bin Nu’man al-‘Akbari, Awail al-Maqalat fi al-
Mazāhib wa al-Mukhtarat, h. 29.
126
Syekh Muhammad bin al-Hasan aṭ-Ṭusī, Tafsir al-Tibyān, (tt: tp, tth), h. 213-214.

57
،‫ح دثنا س فيان عن أيب إس حاق عن زي د بن أثي ع رج ل من مهدان‬
‫ مع أيب‬S ‫سألنا عليا رضي اهلل عنه بأي شيء بعثت يعين يوم بعثه النيب‬
‫بك ر رض ي اهلل عن ه يف احلج ة ق ال بعثت ب أربع ال ي دخل اجلن ة إال نفس‬
‫ عهد فعهده‬S ‫مؤمنة وال يطوف بالبيت عريان ومن كان بينه وبني النيب‬
‫إىل مدت ه وال حيج املش ركون واملس لمون بع د ع امهم ه ذا (رواه أمحد بن‬
)‫محبل‬ 127

[Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Ishaq dari


Zaid Bin Uṡai’ seorang lelaki berasal dari Hamdan, Kami bertanya
kepada Ali berkaitan dengan penugasannya, yaitu pada hari Nabi saw.
mengutusnya bersama Abu Bakar pada musim haji? dia menjawab:
Aku diutus dengan membawa empat hal: tidak akan masuk Surga
kecuali jiwa yang mukmin, tidak boleh melakukan thawaf tanpa
busana (telanjang), barangsiapa ada perjanjian antara dia dengan Nabi
saw. maka batasnya sampai waktu yang dijanjikan, dan orang-orang
musyrik tidak boleh mengerjakan haji bersama kaum muslimin
setelah tahun ini]. (HR. Ahmad Ibn Hambal)
Berdasarkan dalil ini orang kafir dan musyrik tidak masuk
surga serta dalil dari Alquran, yaitu firman Allah swt. berikut:
‫يح يَا‬ ِ َ َ‫لََق ْد َك َفر الَّ ِذين قَالُواْ إِ َّن اللّه هو الْم ِسيح ابن مرمَي وق‬
ُ ‫ال الْ َمس‬ َ َ َْ ُ ْ ُ َ َ ُ َ َ َ
ِ َ‫بيِن إِسرائِيل ْاعب ُدواْ اللّه ريِّب وربَّ ُكم إِنَّه من ي ْش ِر ْك بِاللّ ِه َف َق ْد ح َّرم اللّ ه عل‬
‫يه‬ َُ َ َ ُ َ ُ ْ ََ َ َ ُ َ َْ َ
‫َنصا ٍر‬ ِ ‫اجْل نَّةَ ومأْواه النَّار وما لِلظَّالِ ِم‬
َ ‫ني م ْن أ‬ َ ََ ُ ُ َ ََ َ
[Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata:
Sesungguhnya Allah adalah al-Masih putera Maryam, padahal al-
Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku
dan Tuhanmu” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu
dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga,
dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu
seorang penolongpun]. (QS. 5/al-Maidah: 72)
Semua ulama setuju tentang konsep syafā‘at dalam Islam
sesuai dengan dalil dari Alquran dan Hadis, namun terjadi perbedaan

ِAhmad bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal, (Kairo: Dār Muassasah
127

Qurṭubah, tt), juz 1 dari 6, h. 79. Lihat: Abdul Aziz bin Abdullah ar-Rājihī, Asilah wa
ajwibah fi al-Iman wa al-Kufr, (tp: ttp, tt), h. 33

58
antara mereka pada bentuk syafā‘at, waktu mendapatkan syafā‘at,
yang memberi dan menerima syafā‘at dan bentuk-bentuk syafā‘at.
Penulis kitab I’tiqad Ahlu as-Sunnah Syarh ashab al-Hadis
menjelaskan: syafā‘at meminta pertolongan Nabi saw. kepada Allah
untuk orang yang berdosa. Syafā‘at itu tidak diperoleh pada hari
kiamat kecuali dengan izin Allah kepada pemberi syafā‘at dan rida
Allah kepada orang yang mendapatkan syafā‘at.128
Pendapat yang sama juga dari Syaik Islam Abu ‘Usmān as-
Sabunī yang menjelaskan syafā‘at diberikan kepada orang yang
berbuat dosa yang bertauhid dan orang yang pernah mengerjakan
dosa besar, tentu berdasarkan dalil dari Alquran, Sunnah, Ijmak dan
Qiyas.129
Asy-Syaukānī seorang mufassir kontemporer berpendapat
bahwa maqam mahmuda (derajat yang terpuji) itu syafā‘at,
sedangkan makna syafā‘at sendiri terambil dari syafa’ bermakna
genap. Dengan kata lain, syafā‘at itu bergabungnya seseorang dengan
orang lain untuk mendapatkan seseuatu. Makna syafā‘at hasanah
dalam ayat 85 surah an-Nisa’ adalah berbakti atau berbuat baik dan
taat, sedangkan syafā‘at saiat adalah tentang maksiat.130 Oleh kerena
itu, siapa saja yang memberi syafā‘at yang baik ia akan memperoleh
pahala darinya, dan siapa yang memberikan syafā‘at yang buruk
seperti namimah dan gibah, ia akan memperoh dosa dari
perbuatannya.131
Sayed Qutub dalam kitab tafsirnya fi dilal al-qur’an
menjelaskan bahwa telah ditetapkan kaidah umum tentang syafā‘at,
yaitu mencakup bimbingan, nasehat dan kerja sama, terdapat dalam
ayat 85 dari surah an-Nisa. Syafā‘at menurutnya ada untuk kebaikan
dan ada untuk keburukan sebagaimana firman Allah ayat 85 surah an-
Nisa’. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pemberi syafā‘at dekat
dengan Allah dan diizinkan Allah untuknya. Orang yang menerima
syafā‘at harus beriman dan beramal salih dan dengan semata-mata
tawasul dengan syafā‘at. Keyakinan ini mencakup tentang malaikat
yang beribadah kepada Allah untuk mendapatkan syafā‘at dan dapat
memberikannya kepada orang lain.132

F. Dampak dari Syafā‘at

128
Muhammad bin Abdurrahman al-Khamīs, I’tiqad Ahlu As-sunnah Syarah as-Hab
al-Hadis, (Arab Saudi, Wazirah asy-Syu`ni al-Islamiyyah, 1419), h. 86.
129
Ibid.
130
Asy-Syaukānī..., Fath al-Qadīr...,h. 315.
131
Ibid.
132
Sayed Qutub, Fi Zilāl al-Qur’an, (tp: ttp, tt), h. 125.

59
Hakikat syafā‘at bukan berarti mensupport ke arah dosa, dan
juga bukanlah lampu hijau bagi para pendosa, demikian juga
bukanlah faktor kemunduran atau perantaraan. Akan tetapi, memiliki
hasil yang konstruktif, yang mana diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Menciptakan harapan: Biasanya dominasi hawa nafsu terhadap
manusia menyebabkannya melakukan dosa-dosa besar, dan selanjutnya
spirit putus asa menguasai seseorang dan keputusasaan ini akan menyeret
manusia menuju kekotoran dosa-dosa yang lebih dalam. Sebaliknya,
harapan akan syafā‘at para wali-wali Allah merupakan sebuah faktor
penghalang yang memberikan kabar gembira kepada seseorang agar
memperbaiki dirinya, mungkin masa lampaunya akan terganti melalui
syafā‘at orang-orang baik dan orang-orang suci.
2. Terlaksananya komunikasi maknawi dengan para wali Allah: Sudah
pasti orang-orang yang memiliki harapan syafā‘at, akan berusaha
menciptakan jenis komunikasi ini dan akan melakukan hal-hal yang
menyebabkan keridhaan mereka dan tidak menghilangkan ikatan
kecintaan dan persahabatan. Kecintaan dan ikatan ini akan berujung pada
perbuatan-perbuatan baik yang lebih.
3. Upaya untuk meraih syarat-syarat syafā‘at: Para pengharap syafā‘at
harus merevisi amalan-amalan masa lalunya dan harus mengambil
keputusan-keputusan yang lebih baik terhadap masa depannya,
dikarenakan syafā‘at tidak dilaksanakan dengan tanpa ranah yang baik,
karena syafā‘at adalah sejenis karunia, dimana dari satu sisi terealisasi
dikarenakan ranah tepat yang diberi syafā‘at dan dari satu sisi dikarenakan
kehormatan, kemuliaan, dan perbuatan-perbuatan baik pemberi syafā‘at.

Kesimpulan:
Teori syafā‘at merupakan teori yang berhubungan dengan
keyakinan Aqidah) yang disertai dengan dalil dari Alquran dan hadis.
Seseorang yang ingin menyampaikan konsep syafā‘at haruslah
berdasarkan pada dua sumber tersebut juga memperhatikan
penjelasan ulama muktabar. Konsep syafā‘at diakui dan disepakati
ulama dalam mazhab ahl as-sunnah wa al-jama’ah sebagai mazhab
dalam aqidah, demikian juga ulama tafsir dan ulama hadis mengakui
adanya syafā‘at, karena banyak dalil yang menjelaskan tentang hal
itu.
Pengertian syafā‘at secara bahasa adalah dari kata ‫ شفع‬yang
bermakna genap atau lawan ganjil. Sedangkan secara istilah adalah
pertolongan yang diberikan oleh Rasul dan lainnya di akhirat dengan
izin dan rida dari Allah. Bila dikiyaskan, maka syafā‘at dalam konsep

60
hadis dapat juga terjadi di dunia dengan melihat tujuan syafā‘at dan
rencana Allah atas manusia.133
Pemberi syafā‘at berdasarkan hadis terdiri dari Allah, Rasul,
Malaikat, Ulama, Syuhada, Muazzin, Alquran, Puasa dan selainya
yang diizinkan Allah untuk mensyafā‘at-kan orang lain diakhirat dan
termasuk juga orang lanjut usia. Adapun yang menerima syafā‘at
adalah ahli surga, ahli neraka, orang yang berdosa besar atau kecil,
orang yang membaca doa setelah azan, orang yang membaca salawat
kepada Nabi.
Sebab-sebab mendapat syafā‘at adalah bersyahadah, membaca
doa setelah azan, menetap di Madinah dan meninggal, bersabar dari
kesulitan, perjodohan dan merayakan hari lahir Nabi Muhammad.

BAB III

KONSEP SYAFĀ’AT DALAM SAḤĪḤAIN


Konsep adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Latin
concepyus (kata benda masculinum) yang dibentuk dari kata
conceptum yang berasal dari kata kerja (konjugasi III) concipio. Kata
concipio berarti “mengambil ke dalam dirinya”, “menerima”,
“mengisap”, “menampung”, “menyerap” atau “menangkap”.
Conceptum berarti “mengambil”, “menyerap”, “membayangkan”
dalam “pikiran”, “mengerti” dan “menangkap”. Conceptus berarti
“cerapan, bayangan dalam pikiran, pengertian dan tanggapan”.
Konsep merupakan padanan kata Yunani idea atau eidos yang berarti
penglihatan, persepsi, bentuk rupa atau gambar.134
Dalam kehidupan sehari-hari, kita biasa mencari pertolongan
(syafā‘at) orang lain untuk memenuhi kebutuhan kita. Dengan begitu
syafā‘at dapat diartikan dengan kerugian atau keuntungan, manfaat
atau mudarat yang diakibatkan oleh faktor-faktor alamiah, seperti rasa
lapar dan haus, panas dan dingin, sakit atau sehat, karena dalam
kasus-kasus seperti itu kita dapat memperoleh apa yang kita inginkan
dengan cara yang alamiah, seperti makan dan minum, mengenakan
pakaian, berobat dan sebagainya. Sedangkan syafā‘at dalam artian
pertolongan di luar kehidupan dunia seperti alam kubur dan hari akhir
(hari pembalasan) dideskripsikan sebagai manfaat dan mudarat, serta
133
Tujuan syafaat untuk memberi manfaat dan menolak mudarat dari manusia dan
terjadi dengan izin dan rida Allah. Contoh syafaat di akhirat adalah terbebas dari azab Allah
dan syafaat didunia adalah terbebas dari bahaya dan musibah yang terjadi sewaktu-waktu.
134
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika Asas-Asas Penalaran Sistematis,
(Yogyakarta: Kanasius, 2010), h. 27.

61
siksa dan pahala yang diakibatkan oleh sistem hukum yang dibuat
penguasa (Allah).
Proses hubungan antara tuan dan hamba, penguasa dan rakyat,
Khaliq dan makhluk akan muncul beberapa ketentuan, termasuk
perintah dan larangan. Orang yang mengikuti dan mentaatinya dipuji
serta diberi imbalan dan orang yang melanggarnya akan dicela dan
dihukum. Imbalan dan hukuman mungkin berbentuk jasmani atau
rohani.
Secara logika, ketika seorang tuan memerintah pelayannya
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. si pelayan
mematuhinya, ia akan mendapat imbalan, sedangkan jika
membangkang, ia akan dihukum. Jika seseorang mendapatkan
keuntungan materil atau spritual, namun ia tidak memenuhi syarat;
atau jika ia mencegah bahaya yang akan menimpanya akibat
pelanggaran yang dilakukannya, namun ia tidak mempunyai
pelindung untuk melindungi dirinya, saat itulah ia membutuhkan
syafā‘at.
Dengan kata lain, jika ia menginginkan imbalan tanpa
melaksanakan kewajiban, atau menyelamatkan diri dari hukuman
tanpa menunaikan tugas maka ia harus mencari seseorang untuk
memberinya syafā‘at. Tetapi syafā‘at hanya efektif jika orang yang
meminta syafā‘at, selain berhak menerima imbalan, juga telah
membina hubungan dengan penguasa.
Efiktifitas kata-kata pemberi syafā‘at bergantung pada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keputusan sang penguasa.
Dengan kata lain, syafā‘at harus didasari oleh alasan yang tepat.
Pemberi syafā‘at berusaha menemukan cara untuk merebut hati
penguasa, agar ia memberi imbalan kepada; atau membatalkan hukum
atas orang yang meminta syafā‘at. Seorang perantara tidak meminta si
tuan menanggalkan ketuanannya atau melepaskan hamba dari
kehambaanya; ia juga tidak dapat meminta menghentikan
pelaksanaan hukum dan peraturan atas para hambanya atau
menghapuskan perintahnya (baik secara umum atau khusus) demi
menyelamatkan pelaku kejahatan dari hukuman; ia pun tidak dapat
memintanya membatalkan ketentuan yang berkaitan dengan
immbalan dan hukuman (baik secara umum atau kasus tertentu).
Singkatnya, syafā‘at tidak mempengaruhi kedudukan si tuan
atau kekuasaannya untuk membatalkan hukum; ia juga tidak
mempengaruhi sistem imbalan dan hukuman. Ketiga faktor ini berada
di luar wilayah syafā‘at. Seorang pemberi syafā‘at harus menerima
ketiga aspek tersebut.

62
Konsep dasar secara logika tersebut hanya sebagai gambaran
awal dari pada konsep syafā‘at, namun harus ada konsep yang
menjelaskan secara rinci tentang syafā‘at dengan dalil atau ungkapan
dari hadis Rasulullah saw. Penyusunan konsep tidak terlepas dari
pada sistem pragmatis dengan cara pengelompokan konsep dasar dan
konsep turunan. Maka dari itu agar terlihat konsep tersebut sebagai
bagunan yang kokoh dan kuat sebagai landasan berpijak maka
dibutuhkan pengelompokan atau disebut dengan istilah klasifikasi.
Klasifikasi secara bahasa adalah penyusunan bersistem dalam
kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang
ditetapkan.135 Sedangkan menurut istilah klasifikasi adalah proses
membagi objek atau konsep secara logika kedalam klas-klas hirarki,
subklas, dan sub-subklas berdasarkan kesamaan yang mereka miliki
secara umum dan yang membedakanya. Klasifikasi secara umum juga
diartikan sebagai sebuah kegiatan penataan pengetahuan secara
universal ke dalam beberapa susunan sistematis.136
Klasifikasi acap kali disebut sebagai penggolongan atau
pembagian. Klasifikasi adalah aktifitas akal budi untuk menggolong-
golongkan dan membagipbagi serta menyusun benda-benda atau
pengertian-pengertian tertentu berdasarkan kesamaan dan
perbedaannya. Klasifikasi sangat penting dilakukan untuk membantu
baik pengupasan suatu masalah maupun pemecahan suatu persoalan.
Karena, kenyataannya, tidak mudah mengupas suatu masalah tertentu
apabila kita tidak memahami bagian-bagian yang membentuk
masalah itu. Demikian pula, akan sulit memecahkan suatu persoalan
jika kita tidak mengenal unsur-unsur penyebab masalah itu.137
Dilihat secara metodis, ada dua sistem klasifikasi, yaitu
klasifikasi logis dan klasifikasi dikotomis.
1. Klasifikasi logis adalah pembagian atau penggolongan kelompok-
kelompok dalam suatu himpunan yang dimulai dari genus ke species
terdekat dan demikian seterusnya hingga mencapai infimae species.
Klasifikasi logis itu memang baik, namun karena pengetahuan manusia
terbatas untuk mengetahui semua anggota kelompok dari suatu himpunan
(genus), pembagian atau penggolongan klasifikasi logis tidak mungkin
lengkap.
2. Klasifikasi dikatomis ialah pembagian genus ke dalam dua species yang
saling bertentangan. Misalnya: reptilia dan bukan reptilia atau lainnya.

135
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT
Gramedia, 2008), h. 706.
136
Sitti Husaebah Hasbyi, Pengantar Tajuk Subyek Dan Klasifikasi, (Makasar:
Alauddin University Press, 2012), h. 40.
137
Jan Hendrik..., Pengantar Logika..., h. 21.

63
Secara formal klasifikasi dikatomis cukup lengkap dan sangat
berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, dalam
sejarah, klasifikasi dikatomis ras yang dipolitisir telah mengakibatkan
jutaan orang Yahudi dibunuh pada zaman kekuasaan Hitler di
Jerman.138
Pembahasan ini bermaksud mengklasifikasikan lafal syafā‘at
yang tercantumkan dalam hadis Sahih al-Bukhārī dan Sahih Muslim
sesuai dengan kesamaan dan perbedaan yang dimiliki. Dengan kata
lain adalah pengelompokan hadis Sahih al-Bukhārī dan Sahih Muslim
yang membahas syafā‘at ke dalam kategori atau kriteria tertentu.
Pengelompokan tersebut dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Substansi syafā‘at, maksudnya hadis yang berbicara substansial
(pengertian, maksud dan tujuan serta batasan) syafā‘at.
2. Reason ssyafā‘at, maksudnya hadis yang membahas sebab-sebab
mendapatkan syafā‘at.
3. Trirelasi (three relationships/ tiga hubungan), maksudnya hadis yang
membahas pemberi dan penerima syafā‘at. Klasifikasi ini diberi nama
trirelasi karena syafā‘at berasal dari Allah yang diberikan kepada manusia
baik secara langsung (tanpa perantara/ pemberi syafā‘at selain Allah)
maupun langsung (adanya perantara/ pemberi syafā‘at selain Allah atas
izinnya), dengan begitu adanya hubungan antara Allah, pemberi syafā‘at
dan penerima syafā‘at.
Maka ditahui bahwa para Ulama berbeda pendapat tentang
substansi syafā‘at ini digunakan, pendapat tersebut antara lain:
1. Menurut al-Niqāsy, bagi Rasulullah itu tiga jenis syafā‘at, yaitu: a)
syafā‘at umum b) syafā‘at mempercepat masuk syurga, dan c) syafā‘at
bagi pelaku dosa besar.
2. Menurut Ibnu ‘Aṭiyah, dan secara masyhur bahwasannya syafā‘at hanya
terdiri dari dua saja, yaitu: a) syafā‘at‘ammah (umum) dan b) syafā‘at
pada mengeluarkan pelaku dosa dari neraka. Syafā‘at yang kedua ini tidak
tertegah pemberian syafā‘at dari para Nabi bahkan memberikan syafā‘at
dan para Ulama memberikan syafā‘at.
3. Menurut al-Qaḍī ‘Iyāḍ, syafā‘at Nabi saw. kita pada hari kiamat terbagi 6
syafā‘at: a) syafā‘at‘ammah (umum), yaitu syafā‘at yang akan diperoleh
oleh seluruh umat Nabi Muhammad saw. di akhirat. b) masuk penghuni
surga tanpa hisab, syafā‘at yang akan diperoleh oleh orang-orang yang
sudah diampuni dosanya dipadang mahsyar. c) terhadap kaum dari Nabi
Muhammad yang dituntut wajibkan masuk neraka dengan sebab dosa-dosa
meraka, maka Nabi Muhammad memberikan syafā‘at pada mereka dan
orang yang dikehendaki bahwa memberikan syafā‘at dan memasukkan
mereka dalam surga. Dan syafā‘at ini diingkari oleh orang-orang pelaku
138
Ibid., h. 22.

64
bid‘ah, yaitu: 1) Khawarij, 2) Mu’tazilah, maka menegah syafā‘at tersebut
atas asal-usul mereka sebagai kerusakan, maksudnya menuntut kebenaran
akal yang dibagun atas kebagusan/ kebaikan dan kejelekan/ keburakan. d)
bagi orang-orang yang masuk neraka dari pada pelaku dosa, maka
dikeluarkan dengan syafā‘at Nabi kita, Nabi Muhammad saw. dan selain
dari Nabi dari pada para Ulama, para Nabi, dan para Malaikat dan
saudara-saudara yang beriman. Dikatakan oleh orang: dan syafā‘at ini
diingkari oleh Mu’tazilah juga. Dan apabila menegah mereka akan
syafā‘at ini bagi orang-orang yang dituntun wajib masuk neraka dengan
sebab dosa-dosanya dan jika tidak masuk syafā‘at, niscaya maka lebih
pantaslah bahwa terjegah syafā‘at bagi orang-orang yang masuk neraka. e)
pada melebihkan derajat di dalam surga bagi penghuninya dan
mengangkat derajat dengan syafā‘at. Dan syafā‘at ini tidak diingkari oleh
Mu’tazilah dan tidak mengingkari syafā‘at yang pengumpulan (syafā‘at
umum di padang mahsyar) yang pertama. dan syafā‘at bagi paman Nabi
saw. yaitu Abu Ṭālib untuk keringanannya dari azab neraka.139

Pembahasan ini memuat keterangan awal dari


pengklasifikasian hadis yang akan dirangkum dalam sub pembahasan
nantinya sehingga tidak terjadi kekeliruan dalam menjelaskan dan
memahami konteks awalnya baik pada hadis Sahih al-Bukhārī
maupun Sahih Muslim. Dengan demikian dapat melihat dengan jelas
maksud pada pembahasan secara rinci dan rapi serta mendalami
pemahaman dari pada konsep syafā‘at tersebut sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Reasons (sebab-sebab) mendapatkan syafā‘at sejatinya
menjadi sebuah kinerja seseorang dalam melakukan berbagai cara
dalam mendapatkan syafā‘at dengan konsepnya yang dirangkum
secara signifikan dan tertata dengan kejelasan dalam berbagai hadis
Rasulullah dengan penjelasan para sahabat, tabi’in dan Ulama. Sebab-
sebab tersebut juga tidak terlepas dari substansi syafā‘at dalam
dialektika arah dan kapan syafā‘at itu diterima juga melihat trirelasi
syafā‘at diatur dalam bentuk yang begitu terstruktur.
Dengan kata lain, sebab-sebab ini bukan berarti dikerjakan
tanpa melihat substansi syafā‘at dan ketentuan trirelasi syafā‘at.
Secara garis besarnya, reasons syafā‘at diberikan dengan beberapa
ketentuan yang disebutkan berikut ini:

a) Membaca doa setelah azan.

139
Al-Imam Abī ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Firahi al-
Ansārī al-Qurtubī, Kitab al-Tazkirat bi Ahwāli al-Mautī wa Umūri al-Ākhirat, (Riyadh: Dār
al-Minhāj lī al-Nasyri wa at-Tauzī’, 1425 H), h. 206-208.

65
b) Membaca lafal azan atau mengikuti atau menjawab lafal azan yang
dikumandangkan muazin.
c) Membaca shalawat atas Nabi Muhammad saw.
d) Membaca Alquran.
e) Merayakan maulid Nabi Muhammad saw. karena bahagia dan senang atas
kehadiran dan kelahirannya.
f) Hidup dalam keadaan kesulitan dan kesusahan di kota Madinah.
g) Meninggal di kota Madinah.

Melihat beberapa reasons yang dijelaskan dalam bentuk poin-


poin penting di atas bukan berarti hanya sebab tersebut yang
memungkinkan seseorang mendapatkan syafā‘at bagi dirinya baik
pengampunan mutlak atau keringanan, baik keringanan azab kubur,
peringanan masa dalam neraka, serta keluar dari neraka dan masuk ke
dalam surga.
Trirelasi (three relationships/ tiga hubungan) merupakan
cakupan berjalannya syafā‘at dengan sistematis kasta (atas ke bawah)
atau disebut dengan legitimasi sebuah piramida syafā‘at. Dengan
konsep tersebut memungkinkan tergambarnya cakupan syafā‘at
secara lengkap dan terkonsep dengan sistematis dan jelas, maka untuk
mempermudah konsep trirelasi ini dijelaskan dan dihubungkan
dengan substansi syafā‘at serta reasons dari syafā‘at tersebut, perlulah
penulis jelaskan dengan bentuk gambaran konsep dengan skema-
skemanya berikut ini:

1. Konsep trirelasi syafā‘at

Beberapa skema konsep trirelasi syafā‘at dapat digambarkan


dalam beberapa bentuk berikut di bawah ini dengan maksud
pengantar konsep awal yang terangkup dalam hadis Sahih al-Bukhārī
dan Sahih Muslim sehingga tidak menjadi pertanyaan baru terhadap
penjelasan pengelompokan hadis-hadis pada pembahasan selanjutnya.

Pemegang Pemberi Syafā‘at


Kekuasaan
Syafā‘at 1) Nabi Muhammad saw.
2) Para Malaikat
Allah 3) Para Nabi saw.
4) Seluruh Umat Islam

Memberi Syafā‘at
Penerima Syafā‘at
1) Nabi Muhammad
Meminta saw.
Syafā‘at
2) Para Malaikat 66
3) Para Nabi saw.
4) Seluruh Umat Islam
Gambar 1. Konsep Trirelasi (three relationships/ tiga hubungan) Syafā‘at
Melihat gambar 1 di atas dapat dijelaskan bahwa pemberi dan
penerima memiliki kesamaan yang sama, yaitu mendapatkan syafā‘at
dan meminta syafā‘at dengan reasons yang telah ditentukan. Dengan
skema tersebut memungkinkan pemahaman yang sulit dijelaskan
dengan gambaran secara umum dan khusus sehingga dapat dibedakan
antara posisi pemberi dan penerima syafā‘at karena yang
mendapatkan posisi tersebut sama. Namun demikian jalan dari arus
sentral pemberian dan meminta syafā‘at jelas dengan skema berikut:

Alla
h
Nabi
Muhammad

Nabi dan Malaikat

Keluarga Nabi Muhammad

Para Ulama dan Syuhada

Umat Nabi Muhammad


Gambar 2. Kasta dalam Trirelasi (three relationships/ tiga hubungan) Syafā‘at

Melihat gambar 2 di atas, semakin jelaslah hubungan trirelasi


dalam konsep syafā‘at diberikan dan disalurkan dari kasta tertinggi
Allah swt. hingga kasta terendah yaitu umat Rasulullah. Dengan
penjelasan bahwa tidak menutup kemungkinan bahwa kasta pertama
yaitu Allah langsung memberikan syafā‘atnya atau memberikan
mandat (menjadi pemberi syafā‘at atas perintah Allah) langsung ke
kasta selanjutnya tanpa harus memberikan terlebih dahulu kepada
kasta di bawahnya secara teratur. Namun tetap pada hakikatnya
berpegang dengan konsep pada gambar 1.
Walau demikian, kejelasan ini bukan berarti bahwa yang disebutkan
tersebut tidak mencakup seluruh umat lainnya sebelum Rasulullah dan juga
tidak menjadi dasar bahwa seluruh umat Rasulullah diberikan syafā‘at
terhadap mereka. Pernyataan ini disebut sebagai komitmen dan hubungan
antara konsep trirelasi dengan substansi serta reasons syafā‘at itu sendiri.
Misalnya seseorang seharusnya menerima syafā‘at karena reasons yang

67
dilakukannya dengan sengaja atau tidak sengaja, namun dari substansinya
tidak memenuhi persyaratannya seperti tidak masuk Islam dengan
mengucap kalimat lā ilāha illa Allāh (tidak ada Tuhan selain Allah) dengan
tulus dari lubuk hatinya.

2. Hubungan substansi, reasons dan trirelasi syafā‘at

Pemberi syafā‘at
Nabi Keluarga Nabi Umat Nabi
Para Nabi dan Para Ulama dan
Allah swt. Muhammad Muhammad Muhammad
Malaikat Syuhada
saw. saw. saw.

Penerima syafā‘at
Nabi Muhammad Para Nabi dan Keluaga Nabi Para Ulama dan Umat Nabi
saw. Malaikat Muhammad saw. Syuhada Muhammad saw.

Substansi exclusion limit (syarat atau batasan mendapat syafā‘at)


Mengucapkan kalimat kalimat la
Rida Allah dan Iradah-Nya Keimanan walau sebesar biji sawi ilaha illa Allah (tidak ada Tuhan
selain Allah)

Reasons Syafaat (sebab-sebab mendapatkan syafaat)


Membaca
Membaca Hidup susah Meninggal di Mearayakan
Menjawab shalawat Membaca al-
doa setelah di Kota kota maulid Nabi
bacaan azan atas Nabi Qur'an
Azan Madinah Madinah Muhammad
saw.

Syafaat yang didapatkan


Mempercepat Hisap dan Keluar dari Neraka dan Meningkatkan derajat
Keringanan Azab Kubur
Keringanan Azab Neraka Masuk ke dalam Surga bagi Penghuni surga

Hasil
Mendapatkan kebahagian dengan masuk surga Tidak ada syafaat dan tetap dalam Azab

Gambar 3. Tahapan dari hubungan trirelasi, reasons dan substansi syafā‘at

68
A. Konsep Syafā’at Menurut Sahih al-Bukhārī
Konsep syafā‘at dalam hadis Sahih al-Bukhārī disebutkan
sebanyak dua puluh tujuh hadis dengan rincian dua puluh enam hadis
yang menggunakan lafal syafā‘at dan satu hadis yang tidak
menggunakan lafal syafā‘at namun berkaitan dengan keringanan dan
pertolongan tentang syafā‘at.
1. Substansi Syafā’at dalam Hadis Sahih al-Bukhārī
Substansi secara bahasa dapat diartikan sebagai 1) watak yang
sebenarnya dari sesuatu, isi, pokok, inti, 2) unsur atau zat, 3)
kekayaan atau harta atau 4) medium yang dipakai untuk
mengungkapkan bahasa.140 Maka substansi secara istilah dapat
diartikan sebagai sebuah inti pokok permasalahan yang dibahas dalam
sebuah pembahasan. Misalnya: Substansi dari agama adalah
keimanan dan aturan agama. Pembahasan substansi untuk masalah ini
adalah hadis tentang syafā‘at yang dibatasi dalam sebuah kitab (Sahih
al-Bukhārī).
Substansi syafā‘at sebagai kategori awal pada penjelasan
sebelumnya juga akan diklasifikasikan dalam beberapa kategori
berikut:
a. Substansi knowledge (pengetahuan) syafā‘at
Knowledge merupakan asumsi dasar dari sebuah pengetahuan
atas sesuatu. Jika dihubungkan dengan substansi syafā‘at, maka
diartikan sebagai sebuah pemahaman atas syafā‘at secara garis
besarnya. Namun pada poin ini, knowledge yang dimaksud berkaitan
dengan syafā‘at adalah bentuk-bentuk lafal syafā‘at yang dipakai
dalam hadis dengan pengertian yang beragam dan diartikan berlainan
tergantung maksudnya dan pengucapan redaksi kata sebelum dan
sesudahnya. Berikut ini adalah maksud kata syafā‘at yang digunakan
dalam hadis Sahih al-Bukhārī:

1) Syafā‘at berarti penuhilah

‫اح ِد َح َّد َثنَا أَبُو بُ ْر َد َة بْ ُن َعْب ِد اللَّ ِه‬


ِ ‫اعيل ح َّد َثنَا عب ُد الْو‬
َ َْ َ َ َ‫وسى بْ ُن إمْس‬
ِ ِ
َ ‫َح َّد َثنَا ُم‬
‫ َك ا َن‬: ‫ال‬ َ َ‫وس ى َع ْن أَبِي ِه َر ِض َي اللَّهُ َعْن هُ ق‬ َ ‫بْ ِن أَيِب بُ ْر َد َة َح َّدثَنَا أَبُ و بُ ْر َد َة بْ ُن أَيِب ُم‬

140
Departemen Pendidikan..., Kamus Besar..., h. 1345.

69
ِ ‫اش َفعوا ُت ْؤجروا وي ْق‬ ِ ِ ‫السائِل أَو طُلِب‬ ِ ُ ‫رس‬
‫ضي‬ َ َ َُ ُ ْ ‫ال‬ َ َ‫اج ةٌ ق‬ ْ َ ْ ُ َّ ُ‫ إِذَا َجاءَه‬S ‫ول اللَّه‬
َ ‫ت إلَْيه َح‬ َُ
ِِ ِ ِ
َ‫ َما َشاء‬S ‫اللَّهُ َعلَى ل َسان نَبيِّه‬
141

[Musa bin Isma‘il telah menceritakan kepada kami, (ia)


berkata: ‘Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami, (ia) berkata:
Abu Burdah bin ‘Abdullah bin Abu Burdah telah menceritakan
kepada kami, (ia) berkata: Abu Burdah bin Musa telah menceritakan
kepada kami dari bapaknya r.a berkata: “Rasulullah saw. jika datang
kepadanya seorang yang meminta atau memerlukan sesuatu, Beliau
bersabda: Penuhilah oleh kalian, nanti kalian akan diberikan pahala,
sedangkan Allah pasti akan menetapkan apa yang dikehendaki-Nya
melalui lisan Nabi-Nya]. (HR. al-Bukhārī)
Hadis di atas menerangkan bahwa makna dari lafal syafā‘at
adalah penuhilah, maksudnya permintaan dari seseorang yang
membutuhkan sesuatu bantuan. Korelasi dari pada memenuhi
permintaan merupakan sebuah pahala yang diberikan oleh Allah
terhadap bantuan yang diberikan kepada yang membutuhkan. Dalam
kehidupan manusia sebagai makluk sosial tidak menutup
kemungkinan pasti suatu hal atau pada waktu tertentu membutuhkan
bantuan dari orang lain. Maka jika permintaan tersebut dapat
dipenuhi, ganjaran yang didapat adalah pahala. Agama Islam dengan
konsep syafā‘at dalam dunia menjadikan manusia untuk saling
berbagi, saling tolong menolong untuk meraih kesosialan yang tinggi
selain mengharapkan pahala dari Allah.142

2) Syafā‘at berarti Saran/ Anjuran

َّ ‫اس أ‬ٍ َّ‫اب ح َّدثَنَا خالِ ٌد عن ِع ْك ِرم ةَ عن اب ِن عب‬ ِ


‫َن‬ َ ْ َْ َ َْ َ َ ‫َخَبَرنَ ا َعْب ُد الْ َو َّه‬ْ ‫َح َّدثَنَا حُمَ َّم ٌد أ‬
ِ ُ ُ‫يث َك أَيِّن أَنْظُ ُر إِلَْي ِه يَط‬
ٌ ِ‫ال لَ هُ ُمغ‬
ُ ‫َز ْو َج بَِري َر َة َك ا َن َعْب ًدا يُ َق‬
ُ‫وف َخ ْل َف َه ا َيْبكي َو ُد ُموعُ ه‬
‫يث بَِر َيرةَ َو ِم ْن‬ٍ ِ‫ب مغ‬ ِ ‫اس ي ا عبَّاس أَاَل َتعج‬ ِ ِ ِ ‫حِل‬ ِ
ُ ِّ ‫ب م ْن ُح‬
ُ َْ ُ َ َ ٍ َّ‫ لعب‬S ُّ ‫يل َعلَى ْيَت ه َف َق َال النَّيِب‬ ُ ‫تَس‬

Muhammad bin Isma‘īl bin Ibrahīm al-Bukhārī Abu ‘Abdullah, Sahīh al-Bukhārī,
141

Jilid. 2, No. 1442, h. 322.


142
Ibn Abdurrahman ad-Dahlawī, Hujjah Allah al-Bāligah, (Bagdad: Dār al-Kutub
al-Hadīsah, tth), h. 604. Lihat juga: Ahmad bin Muhammad al-Hanafī, Gamz ‘Uyun al-
Basair Syarah Kitab al-Asybah wa an-Nadhair, (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyah, 1985), juz
1 dari 4, h. 387.

70
ْ ‫ول اللَّ ِه تَأْ ُمُريِن قَ َال إِمَّنَا أَنَا أ‬
‫َش َف ُع‬ َ ‫ت يَا َر ُس‬ ِ ِ ‫ لَو ر‬S ‫ض ب ِرير َة مغِيثًا َف َق َال النَّيِب‬
ْ َ‫اج ْعته قَال‬
َ َ ْ ُّ ُ َ َ ِ ‫بُ ْغ‬
143 ِ ِ
‫اجةَ يِل فيه‬ َ ‫ت اَل َح‬ ْ َ‫قَال‬
[Muhammad telah menceritakan kepada kami, (ia) berkata:
‘Abdul Wahhab telah mengabarkan kepada kami, (ia) berkata: Khalid
telah menceritakan kepada kami dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa
suami Barirah adalah seorang budak yang bernama Mughits.
Sepertinya aku melihat ia bertawaf di belakangnya seraya menangis
hingga air matanya membasahi jenggot. Maka Nabi saw. bersabda:
“Wahai Abbas, tidakkah kamu ta’ajub akan kecintaan Mugiṡ terhadap
Barirah dan kebencian Barirah terhadap Mugiṡ?”. Akhirnya Nabi
saw. pun bersabda: “Seandainya kamu mau meruju’nya kembali.”
Barirah bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah Anda menyuruhku?”.
Nabi menjawab: “Aku hanya menyarankan”. Akhirnya Barirah pun
berkata: “Sesungguhnya aku tak berhajat sedikit pun padanya]. (HR.
al-Bukhārī)
Hadis di atas disebutkan dalam kitab Thalaq pada bab syafā‘at
(saran) Nabi saw. untuk suami Barirah. Kejadian ini merupakan
sebuah kepedulian Rasulullah atas sahabatnya juga bagaimana
Rasulullah bercerita (curhat) dengan sahabatnya yang lain.
Penggunaan lafal syafā‘at untuk menjelaskan bahwa pernyataan
sekaligus pertanyaan Rasul kepada Barirah itu adalah saran bukanlah
perintah terhadap Barirah yang harus dilaksanakan. Dengan kata lain
penggunaan syafā‘at sebagai sebuah ungkapan makna juga dipakai
Rasul terhadap sebuah perkara yang disarankan di dalam dunia
terhadap seseorang.144
Pendapat at-Tabarī tentang kebolehan seorang alim, khalifah
untuk menyarankan dan memotovasi umat untuk kebaikan, dan sangat
erat hubungannya hadis ini tentang hukum fikih yang menjelaskan
tentang rujuk dari sebuah perceraian, dalam hadis ini persoalan yang
dihadapi oleh Barirah dan Mugis yang merupakan seorang budak dan
membuat Barirah enggan kembali, oleh Rasul menyarankan untuk
bersatu kembali. Oleh karena itu, makna syafā‘at di sini adalah
anjuran untuk menolak kemudaharatan yang dihadapi oleh manusia di
dunia.145
Al-Bukhārī..., Sahīh..., Jilid. 7, No. 5275, h. 132.
143

Ibn Hajr al-Asqalanī, Fath al-Barī, (Beirut: Dār al-Ma’rifah, 1379), juz 9, h. 409.
144

Kisah Barirah yang menikah dengan seorang budak yang bernama Magis dan tidak mau
kembali untuk bersatu lagi sampai Rasul dan sahabat ikut menyarankannya. Ini sebab
datangnya hadis ini.
145
Ali bin Khalaf bin Abd al-Malik bin Batāl al-Qurtubī, Syarh Sahīh al-Bukharī Li
Ibn Batāl, (Riyaḍ: Dār Maktabah Rasyad, 2003), juz 7 dari 10, h. 431.

71
3) Syafā‘at berarti pembelaan

ٍ ‫ث َعن ابْ ِن ِش ه‬ ُ ِ‫َح َّد َثنَا َس ع‬


‫اب َع ْن عُ ْر َو َة َع ْن‬ َ ْ ُ ‫يد بْ ُن ُس لَْي َما َن َح َّد َثنَا اللَّْي‬
ِ َّ ‫َعائِ َش ةَ َر ِض ي اللَّهُ َعْن َه اأ‬
‫ت َف َق الُوا َم ْن‬ ْ َ‫َن ُقَريْ ًش ا أَمَهَّْت ُه ْم الْ َم ْرأَةُ الْ َم ْخ ُزوميَّةُ الَّيِت َس َرق‬ َ
ِ
‫ فَ َكلَّ َم‬S ‫ول اللَّه‬ ِ ‫ب رس‬ ِ ٍ ِ ِ ِ
ُ ِ‫ َو َم ْن جَيْرَت‬S ‫ول اللَّه‬
ُ َ ُّ ‫ُس َامةُ بْ ُن َزيْد ح‬ َ ‫ئ َعلَْيه إاَّل أ‬ َ ‫يُ َكلِّ ُم َر ُس‬
ِ ِ ِ ‫يِف‬ َ ‫ َف َق‬S ‫ول اللَّ ِه‬
‫ب قَ َال يَ ا أَيُّ َه ا‬ َ َ‫ال أَتَ ْش َف ُع َح ٍّد م ْن ُح ُدود اللَّه مُثَّ قَ َام فَ َخط‬ َ ‫َر ُس‬
‫يف َتَر ُك وهُ َوإِ َذا َس َر َق‬ ُ ‫الش ِر‬ َّ ‫ض َّل َم ْن َقْبلَ ُك ْم أَن َُّه ْم َك انُوا إِ َذا َس َر َق‬ َ ‫َّاس إِمَّنَ ا‬
ُ ‫الن‬
ٍ ِ َّ ‫الضَّعِيف فِي ِهم أَقَاموا علَي ِه احْل َّد وامْي اللَّ ِه لَو أ‬
‫ت لََقطَ َع‬ ْ َ‫ َس َرق‬S ‫ت حُمَ َّمد‬ َ ‫َن فَاط َم ةَ بِْن‬ ْ ُ َ َ َْ ُ ْ ُ
146
‫حُمَ َّم ٌد يَ َد َها‬
[Sa‘id bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami, (ia)
berkata: al-Laiṡ telah menceritakan kepada kami dari Ibnu Syihab dari
Urwah dari Aisyah r.a, (ia) berkata: “Bahwa orang-orang Qurasy
diresahkan seorang wanita bani Makhzum yang mencuri. kemudian
mereka berujar: “Tidak ada yang bisa bicara dengan Rasulullah saw.
dan tidak ada yang berani (mengutarakan masalah ini) kepadanya
selain Usamah bin Zaid, kekasih Rasulullah saw.” Akhirnya Usamah
berbicara kepada Rasulullah saw. tetapi Rasulullah bertanya: “Apakah
kamu hendak memberikan syafā‘at (pembelaan) dalam salah satu
perkara had (hukuman) Allah?” kemudian beliau berdiri dan
berkhutbah: “Wahai manusia, hanyasanya orang-orang sebelum
kalian tersesat, karena sesungguhnya mereka, jika mencuri orang
terhormat mereka membiarkannya, namun jika yang mencurinya
orang lemah, mereka menegakkan hukuman terhadapnya. Demi
Allah, kalaulah Fathimah binti Muhammad saw. mencuri, niscaya
Muhammad yang memotong tangannya].(HR. al-Bukhārī)
Pada hadis di atas, matan hadis yang digunakan dalam
menjelasakan perihal tidak ada bantuan (syafā‘at) kepada siapa saja
yang melakukan kejahatan yang merugikan orang lain dan orang telah
mendapatkan sanksi tidak akan ada pertolongan di depan hakim demi
keadilan, dan jikapun Fatimah binti Muhammad saw mencuri, niscaya
Nabi Muhammad saw. yang memotong tangannya. Redaksi ini
menggambarkan bahwa yang berbicara bukan Rasulullah melainkan
sahabat Nabi, yaitu Usamah bin Zaid.147 Penjelasan hukum tidak

146
Al-Bukhārī..., Sahīh..., Jilid. 7, No. 6795, h. 442.
147
Ibn Ḥajr al-‘Asqalanī, Fath..., 9 dari 13, h. 87 dan 94.

72
mendapatkan syafā‘at dalam hadis ini bentuk dari ketegasan
Rasulullah dalam memberikan keadilan dan menegakkan hukum
Allah di bumi tanpa pandang bulu.
Dalam riwayat lain dengan perbedaan pada sanad yang
pertama saja. Memiliki redaksi yang berbeda, yaitu jika Fatimah binti
Muhammad saw mencuri, niscaya aku yang memotong tangannya.
Dengan kata lain hadis yang tersebut di bawah ini berbeda redaksi
yang menyampaikan ketegasan Rasulullah terhadap ketetapan hukum
Allah swt. bahkan terhadap anaknya sendiri. Redaksi tersebut dalam
hadis berikut ini:
‫اب َع ْن ُع ْر َو َة َع ْن َعائِ َش ةَ َر ِض َي‬ ٍ ‫ث َعن ابْ ِن ِش ه‬ ٍِ
َ ْ ٌ ‫َح َّدثَنَا ُقَتْيبَةُ بْ ُن َس عيد َح َّدثَنَا لَْي‬
‫ت َف َق الُوا َو َم ْن يُ َكلِّ ُم فِ َيه ا‬ ِِ ِ
ْ َ‫َن ُقَريْ ًش ا أَمَهَّ ُه ْم َش أْ ُن الْ َم ْرأَة الْ َم ْخُزوميَّة الَّيِت َس َرق‬
َّ ‫اللَّهُ َعْن َه اأ‬
ِ ِ
ُ‫ فَ َكلَّ َم ه‬S ‫ب َر ُس ول اللَّه‬ ُّ ‫ُس َامةُ بْ ُن َزيْ ٍد ِح‬ ِ ِ ُ ِ‫ َف َق الُوا ومن جَيْرَت‬S ‫ول اللَّ ِه‬
َ ‫ئ َعلَْي ه إاَّل أ‬ ْ ََ َ ‫َر ُس‬
‫ب مُثَّ قَ َال إِمَّنَا‬ ِ ِ ِ ِ ُ ‫أُس امةُ َف َق َال رس‬
َ َ‫اختَط‬ْ َ‫ أَتَ ْش َف ُع يِف َح ٍّد م ْن ُح ُدود اللَّه مُثَّ قَ َام ف‬S ‫ول اللَّه‬ َُ َ َ
‫يف َتَر ُك وهُ َوإِ َذا َس َر َق فِي ِه ْم‬ ُ ‫الش ِر‬ َّ ‫َّه ْم َك انُوا إِ َذا َس َر َق فِي ِه ْم‬ ُ ‫ين َقْبلَ ُك ْم أَن‬
ِ َّ َ‫أَهل‬
َ ‫ك الذ‬ َ ْ
ٍ ِ َّ ‫الضَّعِيف أَقَاموا علَي ِه احْل َّد وامْي اللَّ ِه لَو أ‬
‫ت يَ َد َها‬ُ ‫ت لََقطَ ْع‬ ْ َ‫ت حُمَ َّمد َسَرق‬ َ ‫َن فَاط َمةَ بِْن‬ ُ َ َ َْ ُ ُ
148
ْ
[Qutaibah bin Sa‘id telah menceritakan kepada kami, (ia)
berkata: al-Laits telah menceritakan kepada kami dari Ibnu Syihab
dari Urwah dari Aisyah r.a, (ia) berkata: “Bahwa Orang-orang
Quraisy sedang menghadapi persoalan yang menggelisahkan mereka,
yaitu tentang seorang wanita suku al-Makhzumiy yang mencuri, lalu
mereka berkata: “Siapa yang mau merundingkan masalah ini kepada
Rasulullah saw.?”. Sebagian mereka berkata: “Tidak ada yang berani
menghadap beliau kecuali Usamah bin Zaid, orang kesayangan
Rasulullah saw.” Usamah pun menyampaikan masalah tersebut, lalu
Rasulullah saw. bersabda: “Apakah kamu meminta keringanan atas
pelanggaran terhadap aturan Allah?”. Kemudian beliau berdiri
menyampaikan khuthbah, lalu bersabda: “Orang-orang sebelum
kalian menjadi binasa karena apabila ada orang dari kalangan
terhormat (pejabat, penguasa, elit masyarakat) mereka mencuri,
mereka membiarkannya dan apabila ada orang dari kalangan rendah
(masyarakat rendahan, rakyat biasa) mereka mencuri mereka
menegakkan sanksi hukuman atasnya. Demi Allah, sendainya
Fathimah binti Muhamamd mencuri, pasti aku potong tangannya].
(HR. al-Bukhārī).

148
Al-Bukhārī..., Sahīh..., Jilid 4, No. 3474, h. 464.

73
Hadis ini termasuk dari penjelasan Alquran surat an-Nisa ayat
85, yaitu syafā‘at dari Allah sebagai bentuk dari syafā‘at yang baik
atau yang buruk dan juga sebagai gambaran keadilan Rasul dalam
memberi keadilan di antara manusia. Siapa pun yang berbuat salah,
maka harus siap menerima sanksi sesuai yang telah ditetapakan oleh
Allah, rasul atau hakim walaupun ia yang bersalah itu dari keturunan
terhormat, karena hal ini bagian dari upaya menggugurkan siksaan di
akhirat dengan menerima sanksi di dunia.149
Hadis ini bagian dari dalil fikih yang menjelaskan tentang
pemberian maaf kepada manusia yang berbuat salah untuk
mendapatkan dan diistilahkan dengan syafā‘at. Oleh karena itu,
makna syafā‘at disini adalah meminta maaf dan mendapat kemaafan,
dengan syarat sebelum sampai masalah kesalahannya kepada sultan,
hakim atau imam.150 Apabila masalah sudah sampai ke hakim, maka
wajib menjalankan rajam atau had sesuai dengan kesalahannya.151
b. Substansi core purpose (inti tujuan) syafā‘at
Inti tujuan syafā‘at sebagaimana telah diketahui sebelumnya
pada landasan teori adalah untuk mengurangi atau meringankan
sebuah dosa atau kesalahan seseorang manusia oleh Allah atau
manusia lain yang diberikan hak-Nya dan rida-Nya. Dalam hadis
Sahih al-Bukhārī terdapat beberapa hadis yang menjelaskan core
purpose (inti tujuan) dari syafā‘at tersebut, berikut ini adalah inti
tujuan syafā‘at serta hadis-hadis yang membahasnya:
1) Mengeluarkan dari neraka dan memasukan ke dalam surga
Banyak sekali hadis di dalam Sahih al-Bukhārī yang
membahas tentang syafā‘at bertujuan membebaskan manusia dari
dalam neraka dan dimasukkan ke dalam surga, diantaranya adalah:
a) Hadis nomor 6567
َّ ‫اد َع ْن َع ْم ٍرو َع ْن َجابِ ٍر َر ِضي اللَّهُ َعْن ُه أ‬
َّ ‫َن النَّيِب‬
ِ ‫ح َّد َثنَا أَبو النُّعم‬
ٌ َّ‫ان َح َّد َثنَا مَح‬ َْ ُ َ
َ
ِ َّ ‫ال‬ ِ ‫الش َف‬ ِ
‫يس‬
ُ ‫الض غَاب‬ َ َ‫ت َم ا الث ََّع ا ِر ُير ق‬ َ َّ ِ‫ال خَي ْ ُر ُج م ْن النَّا ِر ب‬
ُ ‫اعة َك أَن َُّه ْم الث ََّع ا ِر ُير ُق ْل‬ َ َ‫ ق‬S

Lihat: Muhammad bin Abd al-Wahāb, al-Kabāir, (Arab Saudi: Mamlakah al-
149

Arabiyah, 1420 H), h. 149. Lihat juga: Muhammad bin Salih bin Muhammad al-‘Usaimin,
Syarah Riyaḍ as-Salihin, (Riyaḍ: Dār al-Waṭan, 1426), h. 460-461.
150
Lihat: Ibid. Lihat juga: Muqbal bin Hadī bin Muqbal, asy-Syafa‘ah, (Yaman: Dār
al-Āsar, 1999), h. 311.
151
Ibn Hajr al-Asqalanī, Fath al-Bārī, (Beirut: Dār al-Ma’arif, 1379), juz 12 dari 13,
h. 87.

74
‫ت َج ابَِر بْ َن َعْب ِد اللَّ ِه‬ ِ ٍ ِ ِ ‫و َك ا َن قَ ْد س َق َط فَم ه َف ُق ْل‬
َ ‫ت ل َع ْم ِرو بْ ِن دينَ ا ٍر أَبَ ا حُمَ َّمد مَس ْع‬
ُ ُُ َ َ
ِ ِ
‫اعة م ْن النَّا ِر قَ َال َن َع ْم‬ َّ ِ‫ول خَي ُْر ُج ب‬
ُ ‫ َي ُق‬S َّ ‫ت النَّيِب‬ ِ
َ ‫الش َف‬ ُ ‫ول مَس ْع‬
ُ ‫َي ُق‬
152

[Abu Nu’man telah menceritakan kepada kami, (ia) berkata:


Hammad telah menceritakan kepada kami dari Amru dari Jabir r.a,
(ia) berkata: Bahwasanya Nabi saw. bersabda: Pada hari kiamat ada
sekelompok kaum yang keluar dari neraka dengan syafā‘at, seolah-
olah mereka ḍagābīs. Saya (Hammad) bertanya: Apa maksud istilah
ḍagābīs?, Amru menjawab: “Yaitu mentimun kecil”. Kata Hammad,
ketika itu ‘Amru adalah seseorang yang sering keceplosan, maka saya
tanyakan langsung kepada ‘Amru bin Dinar Abu Muhammad:
Apakah anda mendengar Jabir bin Abdulah mengatakan aku
mendengar Nabi saw. bersabda: Ada sekelompok kaum yang keluar
dari neraka karena mendapat syafā‘at?. Ia menjawab: Benar]. (HR. al-
Bukhārī)
Hadis di atas menjelaskan bahwa ada sebuah kaum yang
dikeluarkan dari nereka karena syafā‘at Rasulullah. Digunakan istilah
ḍagabīs bagi kaum yang keluar tersebut sebagai perumpamaan
keadaan mereka. Keadaan mereka waktu itu digambarkan dalam
hadis seperti orang yang berpetualang yang sangat jauh dengan segala
kekotoran dan kelelahan yang dialaminya.153
Ibn Hajar al-‘Asqalanī menjelaskan bahwa orang yang berat
keburukannya di dunia terbagi dua, yaitu ada yang disiksa dalam
neraka lalu dibebaskan dan ada yang tidak disiksa sama sekali. Pada
hari kiamat, manusia akan ditimbang amalnya, bila amalnya lebih
sedikit walau sebesar zarrah, maka ia akan diambil oleh Malaikat dari
neraka dan dimasukkan ke surga, dan inilah syafā‘at yang didapatkan
hari kiamat oleh umat Muhammad.154
b) Hadis nomor 6575

‫َّد َح َّدثَنَا حَيْىَي َع ْن احْلَ َس ِن بْ ِن ذَ ْك َوا َن َح َّدثَنَا أَبُو َر َج ٍاء َح َّدثَنَا‬ ٌ ‫َح َّدثَنَا ُم َس د‬
‫اع ِة‬ ِ
َ ‫ قَ َال خَي ْ ُر ُج َق ْو ٌم م ْن النَّا ِر بِ َش َف‬S ِّ ‫اع ْن النَّيِب‬
ِ
َ ‫ص نْي ٍ َرض َي اللَّهُ َعْن ُه َم‬
ِ
َ ‫ع ْم َرا ُن بْ ُن ُح‬
‫ني‬ ِ ٍ
َ ِّ‫ َفيَ ْد ُخلُو َن اجْلَنَّةَ يُ َس َّم ْو َن اجْلَ َهنَّمي‬S ‫حُمَ َّمد‬
155

152
Al-Bukhārī..., Sahīh..., Jilid. 8, No. 6567, h. 320-321.
153
Muqbal bin Hādī..., asy-Syafa‘ah, h. 161.
154
Ibn Hajr...., Fath al-Bārī..., juz 11 dari 13, h. 397 dan 403.
155
Al-Bukhārī..., Sahīh..., Jilid. 8, No. 6575, h. 325.

75
[Musaddad telah menceritakan kepada kami, (ia) berkata:
Yahya telah menceritakan kepada kam dari al-Hasan bin Zakwān, (ia)
berkata: Abū Rajā’ telah menceritakan kepada kami, (ia) berkata:
‘Imrān bin Husain ra. telah menceritakan kepada kami dari Nabi saw,
beliau bersabda: “Ada sekelompok kaum yang keluar dari neraka
karena syafā‘at Muhammad saw., lantas mereka masuk surga dan
mereka diberi julukan “jahannamīyyun (mantan penghuni neraka
Jahannam)]. (HR. al-Bukhārī)
Selain penggunaan lafal hadis di atas, ada juga hadis yang
berbicara tentang keadaan orang yang keluar dari neraka atau yang
dijuluki jahannamiyyūn dengan konteks penjelasan keadaan mereka
keluar dari neraka dan proses mereka masuk surga. hadis yang
semakna dengan hadis ini sangat banyak dan mutawatir yang menjadi
dalil pelaku dosa besar akan ada kesempatan masuk surga,156hadis lain
yang semakna dengan hadis di atas sebagai penguatnya adalah
berikut:
ٍ ِ‫ح َّدثَنَا ه ْدبةُ بن خالِ ٍد ح َّدثَنَا مَهَّام َعن َقتَ َاد َة ح َّدثَنَا أَنَس بن مال‬
ِّ ‫ك َع ْن النَّيِب‬ َ ُْ ُ َ ْ ٌ َ َ ُْ َ ُ َ
‫ال خَي ْ ُر ُج َق ْو ٌم ِم ْن النَّا ِر َب ْع َد َم ا َم َّس ُه ْم ِمْن َه ا َس ْف ٌع َفيَ ْد ُخلُو َن اجْلَنَّةَ َفيُ َس ِّمي ِه ْم‬ َ َ‫ ق‬S
‫ني‬ ِ ِ
َ ِّ‫أ َْه ُل اجْلَنَّة اجْلَ َهنَّمي‬
157

[Hudbah bin Khalid telah menceritakan kepada kami, (ia)


berkata: Hamman telah menceritakan kepada kami dari Qatadah, (ia)
berkata: Annas bin Malik telah menceritakan kepada kami dari Nabi
saw., beliau bersabda: “Ada sekelompok kaum yang wajahnya terlihat
kehitam-hitaman keluar dari neraka setelah di lahap api, kemudian
mereka masuk surga, penghuni surga menjuluki mereka
jahannamiyyūn (mantan penghuni jahannam)]. (HR. al-Bukhārī).
Kedua hadis di atas menjelaskan ada istilah mantan penghuni
neraka atau disebut dengan jahannamiyyun yang masuk surga karena
syafā‘at dari Rasulullah.158

c) Hadis nomor 6574


: ‫س َر ِض َي اللَّهُ َعْن هُ قَ َال‬ ٍ َ‫َّد َح َّد َثنَا أَبُ و َع َوانَ ةَ َع ْن َقتَ َاد َة َع ْن أَن‬
ٌ ‫َح َّد َثنَا ُم َس د‬
‫استَ ْش َف ْعنَا َعلَى َر ِّبنَ ا‬ ِ ِ َّ ِ َّ ُ ‫ال رس‬
ْ ‫َّاس َي ْو َم الْقيَ َام ة َفَي ُقولُ و َن لَ ْو‬
َ ‫ جَيْ َم ُع اللهُ الن‬S ‫ول الله‬ ُ َ َ َ‫ق‬
Muhammad bin Abdurrahman al-Khumais, Itiqad Ahl as-Sunnah Syarah Ashab
156

al-Hadis, (Arab Saudi: Wazir asy-Syuuniyyah, 1419), h. 87.


157
Al-Bukhārī..., Sahīh..., Jilid. 8, No. 6568, h. 321.
158
Lihat: Ibn Hajr..., Fath al-Bārī, juz 11 dari 13, h. 429.

76
‫ك اللَّهُ بِيَ ِد ِه َو َن َف َخ‬ َ ‫ت الَّذي َخلَ َق‬
ِ ْ‫حىَّت ي ِرحين ا ِمن م َكانِن ا َفي أْتُو َن آدم َفي ُقولُ و َن أَن‬
َ َ ََ َ َ َ ْ ََ ُ َ
ُ ‫اش َف ْع لَنَ ا ِعْن َد َر ِّبنَ ا َفَي ُق‬ ِ
‫ت‬ ُ ‫ول لَ ْس‬ ْ َ‫ك ف‬ َ َ‫وح ِه َوأ ََم َر الْ َماَل ئِ َك ةَ فَ َس َج ُدوا ل‬ ِ ‫يك ِمن ر‬
ُْ َ ‫ف‬
‫ول‬ُ ‫ول َب َعثَ هُ اللَّهُ َفيَأْتُونَ هُ َفَي ُق‬ ٍ ‫ول ا ْئتُ وا نُوح ا أ ََّو َل رس‬
َُ ً ُ ‫ُهنَ ا ُك ْم َويَ ْذ ُك ُر َخ ِطيئَتَ هُ َو َي ُق‬
‫ول‬ُ ‫يم الَّ ِذي اخَّتَ َذهُ اللَّهُ َخلِياًل َفيَأْتُونَهُ َفَي ُق‬ ِ ِ ِ
َ ‫ت ُهنَ ا ُك ْم َويَ ْذ ُكُر َخطيئَتَ هُ ا ْئتُ وا إ ْب َراه‬ ُ ‫لَ ْس‬
‫ت‬ ُ ‫ول لَ ْس‬ ُ ‫وس ى الَّ ِذي َكلَّ َم هُ اللَّهُ َفيَأْتُونَهُ َفَي ُق‬ ِ
َ ‫ت ُهنَ ا ُك ْم َويَ ْذ ُك ُر َخطيئَتَ هُ ا ْئتُ وا ُم‬ ُ ‫لَ ْس‬
S ‫ت ُهنَ ا ُك ْم ا ْئتُ وا حُمَ َّم ًدا‬ ُ ‫يس ى َفيَأْتُونَ هُ َفَي ُق‬ ِ ِ
ُ ‫ول لَ ْس‬ َ ‫ُهنَ ا ُك ْم َفيَ ْذ ُك ُر َخطيئَتَ هُ ا ْئتُ وا ع‬
ِ ‫َخر َفي أْتُويِن فَأ‬ ِ ِ ‫َف َق ْد غُ ِف ر لَ ه م ا َت َق د‬
ُ‫َس تَأْذ ُن َعلَى َريِّب فَ ِإ َذا َرأ َْيتُ ه‬ ْ َ َ َّ ‫َّم م ْن َذنْبِ ه َو َم ا تَ أ‬ َ َُ َ
ُ ‫اج ًدا َفيَ َدعُيِن َما َشاءَ اللَّهُ مُثَّ يُ َق‬ ِ ‫و َقعت س‬
‫ك َس ْل ُت ْعطَ ْه َوقُ ْل يُ ْس َم ْع‬ َ ‫ال يِل ْارفَ ْع َرأْ َس‬ َ ُ ْ َ
َّ‫َش َف ُع َفيَ ُح ُّد يِل َح دًّا مُث‬ ٍ ‫اش َفع تُش فَّع فَ أَرفَع رأْ ِس ي فَأَمْح ُد ريِّب بِتح ِم‬
ْ ‫يد يُ َعلِّ ُميِن مُثَّ أ‬ َْ َ َ َ ُ ْ ْ َ ْ ْ ‫َو‬
َّ ‫اج ًدا ِم ْثلَ هُ يِف الثَّالِثَ ِة أ َْو‬
‫الرابِ َع ِة‬ ِ ‫أُخ ِرجهم ِمن النَّا ِر وأُد ِخلُهم اجْل نَّةَ مُثَّ أَع ود فَ أَقَع س‬
َ ُ ُ ُ َ ُْ ْ َ ْ ْ ُُ ْ
‫ب‬ ِ ُ ‫حىَّت م ا ب ِقي يِف النَّا ِر إِاَّل من حبس ه الْ ُقرآنُو َك ا َن َقتَ ادةُ ي ُق‬
َ ‫َي َو َج‬ ْ ‫ول عْن َد َه َذا أ‬ َ َ َ ْ ُ َ ََ ْ َ َ َ َ َ
‫ود‬ ِ
ُ ُ‫َعلَْيه اخْلُل‬
159

[Musaddad telah menceritakan kepada kami, (ia) berkata: Abu


‘Awanah telah menceritakan kepada kami dari Qatadah dari Anas r.a
mengatakan: “Rasulullah saw. bersabda: Pada hari kiamat, Allah
mengumpulkan seluruh manusia, mereka berujar: Duhai sekiranya
kita meminta syafā‘at kepada Tuhan kita sehingga Dia bisa
meringankan penderitaan kita di tempat kita ini. Maka mereka
menemui Adam dan mengutarakan hajat mereka: Engkaulah manusia
yang Allah cipta dengan tangan-Nya dan Dia tiupkan ruh-Nya
kepadamu, dan Dia perintahkan para malaikat untuk sujud kepadamu,
maka tolonglah engkau meminta syafā‘at kepada Tuhan kami!.
Namun Adam menjawab: Disini bukan tempatku untuk meringankan
kalian, Adam lalu menyebut-nyebut kesalahannya dan berujar:
Datangilah Nuh, Rasul pertama-tama yang Allah utus. Maka mereka
mendatangi Nuh. Namun ternyata Nuh juga menjawab: Disini bukan
tempatku untuk memberi pertolongan, lantas Nuh menyebut-nyebut
kesalahannya dan berujar: “Datanglah kalian kepada Ibrahim yang
telah Allah jadikan sebagai kesasih-Nya. Mereka pun mendatanginya,

159
Al-Bukhārī..., Sahīh..., Jilid. 7, No. 6574, h. 324.

77
tetapi ia juga berujar: disini bukan tempatku untuk meringankan
kalian, dan ia menyebut-nyebut kesalahannya seraya berujar:
Datanglah kalian kepada Musa yang Allah telah mengajaknya bicara.
Mereka pun mendatangi Musa, namun Musa juga mengatakan: Saya
tak berhak meringankan kalian, dan Musa menyebut-nyebut
kesalahan pribadinya, seraya berujar: Datanglah kalian kepada Isa.
Mereka pun mendatangi Isa, dan Isa juga mengatakan: Saya tak
berhak meringankan kalian sambil berujar: Datanglah kepada
Muhammad saw, sebab dosanya yang dahulu dan yang akan datang
telah mendapat ampunan. Mereka pun mendatangiku dan aku
meminta izin kepada Rabbku. Ketika aku melihat-Nya, aku langsung
tersungkur sujud dan Dia meninggalkanku. Sekehendak Allah, lantas
ada suara memanggil-manggil: Angkat kepalamu, mintalah, kamu
akan diberi, utarakan keinginanmu, kamu akan didengar, mintalah
syafā‘at, kamu akan diberi!, langsung aku angkat kepalaku dan aku
memuji Rabbku dengan pujian yang Dia ajarkan kepadaku. Lantas
aku memberi syafā‘at dan Dia memberiku batasan, kemudian aku
keluarkan mereka dari neraka dan kumasukkan surga, kemudian aku
kembali dan tersungkur sujud semisalnya pada kali ketiga, keempat
hingga tak tersisa di neraka selain yang ditahan oleh Alquran. Sedang
Qatadah berkata dalam hal ini dengan redaksi: sehingga keabadian
wajib baginya].(HR. al-Bukhārī)
Pada Hadis yang sangat panjang ini dijelaskan beberapa hal
penting yang menjadi tolak ukur dalam pengelompokan atau
klasifikasi hadis syafā‘at yang telah diterapkan. Hal ini disebabkan
bahwa keadaan umat meminta syafā‘at atau pertolongan terhadap
para Nabi hingga diterima pada Nabi Muhammad saw., lantas
Rasulullah memohon dan meminta dengan berdoa kepada Allah agar
diberi izin untuk memberi syafā‘at. Walau syafā‘at diberikan diizin
oleh Allah, ada lafal yang menjelaskan adanya batasan dalam
pemberian syafā‘at tersebut. Selain itu juga disebutkan bahwa yang
ditahan oleh Alquran juga tidak dapat diberikan syafā‘at oleh
Rasulullah saw.160
Hadis ini juga menjelaskan bahwa hari kiamat orang-orang
yang bertauhid akan mendapatkan syafā‘at, namun bukan secara
serentak semuanya sekali mendapatkan syafā‘at, akan tetapi bertahap,
yaitu yang berdosa akan menjalankan dosanya kemudian masuk
surga.161 Secara ilmu tauhid juga untuk membenarkan hadis atau
160
Al-‘Usaimin..., Syarah Riyad..., juz 6 dari 6, h. 699. Lihat: Ibn Hajr..., Fath
Bari..., 437.
161
Hāfiz bin Ahmad al-Hakīmī, A’lam as-Sunnah al-Masyhur Li I’tiqad at-Taifah
an-Najiyah al-Mansurah, (Arab Saudi: Wazir Syu’uniyah al-Islamiyah, 1422 H), cet. 2, h.

78
sabda Rasul, bisa jadi Allah mengizinkan kepada Rasul untuk
memberi syafā‘at kepada satu orang yang berbuat maksiat dan yang
lainnya tetap akan disiksa atau sebaliknya.
Hadis ini sebagai dalil syafā‘at ‘uzma (besar), dimana Rasul
dimuliakan oleh Allah untuk memberkan syafā‘at kepada umatnya.
Syafā‘at tersebut diberikan atas izin dari Allah. Legalitas yang
diberikan kepada Rasul hanyak untuk memuliakannya termasuk juga
malaikat dan orang-orang mukmin.162
2) Meringankan azab neraka
‫يد َعْن َعْب ِد‬ ٍِ ِ ‫ح َّدثَنا إِبر‬
َ ‫ي َع ْن يَِز‬ ُّ ‫َّر َاو ْر ِد‬
َ ‫يم بْ ُن مَح َْزةَ َح َّدثَنَا ابْ ُن أَيِب َح ازم َوالد‬‫اه‬
ُ َْ َ َ
S ‫ول اللَّ ِه‬ َ ‫ي َر ِض َي اللَّهُ َعْن ُهأَنَّهُ مَسِ َع َر ُس‬ ٍ ِ‫اب عن أَيِب س ع‬
ِّ ‫يد اخْلُ ْد ِر‬ ٍ ِ
َ ْ َ َّ‫اللَّه بْ ِن َخب‬
‫اعيِت َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة َفيُ ْج َع ل يِف‬
َ ‫ال لَ َعلَّهُ َتْن َفعُ هُ َش َف‬
َ ‫ب َف َق‬ ٍ ِ‫وذُكِر ِعْن َدهُ َع ُّمهُ أَبُ و طَ ال‬
ُ َ َ
ِ ‫اح ِمن النَّا ِر يبلُ ُغ َكعبي ِه ي ْغلِي ِمْنه أ ُُّم ِدم‬
‫اغ ِه‬ َ ُ َ ْ َ ْ َْ ْ ٍ ‫ض‬ َ ‫ض ْح‬َ
163

[Ibrahim bin Hamzah telah menceritakan kepada kami, (ia)


berkata: Ibnu Abi Hazim dan Darawardi telah menceritakan kepada
kami dari Yazid dari Abdullah bin Khabbab dari Abu Sa'id al-Khudzri
r.a, (ia) berkata: “ia mendengar Rasulullah saw. yang ketika paman
beliau, Abu Thalib, sedang diperbincangkan. Maka beliau bersabda:
“Semoga syafā‘atku berguna baginya, sehingga ia tidak di letakkan
dalam neraka yang dalam, yang tingginya sebatas kedua mata
kakinya, namun itu pun menjadikan ubun-ubun kepalanya mendidih].
(HR. al-Bukhārī)
Salah satu syafā‘at lainnya selain syafā‘at yang mengeluarkan
umat manusia dari neraka dan memasukkan mereka ke dalam syurga
adalah syafā‘at khusus bagi Abu Ṭālib yang dijelaskan pada hadis di
atas. Syafā‘at untuk paman Nabi ini adalah keringanan azab neraka,
maksudnya keringanan dalam penempatan tempat dalam neraka,
bukan menghilangkan azab secara menyeluruh.
Syafā‘at ini termasuk pengecualian dari firman Allah “...dan
tidak ada lagi syafa`at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang
zalim. (al-Baqarah: 254). Kebiasaan orang-orang kafir itu membunuh,
menyiksa memfitnah dan kerusakan lainnya terhadap orang mukmin,
namun Abu Ṭālib berbeda dari semua itu, yaitu membantu dakwah

175.
Yahya bin Syarf an-Nawawī, Manhaj Syarh Sahih Muslim bin al-Hajjaj, (Beirut:
162

Dār Ijya at-Turas al-Arabī, cet. 2, 1392 H), juz 3 dari 18, h. 64. Lihat: Muqbal bin Hādī...,
asy-Syafa‘ah, ... h. 30.
163
Al-Bukhārī..., Sahīh..., Jilid. 8, No. 6573, h. 373.

79
Rasul, menyayangi Rasul dan lainnya. Ini sebagai alasan kenapa Abu
Ṭālib diringankan azabnya dalam keingkarannya terhadap ajakan
Rasul.164
Dengan alasan ini, nampaknya setiap orang mukmin yang
orang tuanya atau karabatnya yang kafir dan menyayangi serta
membantunya akan dapat bantuan dari saudaranya untuk
meringankan azab akhirat. hal ini juga termasuk bagian dari syafā‘at
seseorang kepada saudaranya di akhirat.
3) Meringankan azab kubur
‫َخَب َريِن عُ ْر َوةُ بْ ُن‬ ِّ ‫الز ْه ِر‬ ِ
ْ ‫ال أ‬ َ َ‫ي ق‬ ُّ ‫ب َع ْن‬ ٌ ‫َخَبَرنَ ا ُش َعْي‬ ْ ‫َح َّدثَنَا احْلَ َك ُم بْ ُن نَ اف ٍع أ‬
ْ ‫ت أَيِب ُس ْفيَا َن أ‬
‫َخَبَر ْت َه ا أَن ََّه ا‬ َ ‫َن أ َُّم َحبِيبَ ةَ بِْن‬ َّ ‫َخَبَرتْ هُ أ‬ْ ‫ت أَيِب َس لَ َمةَ أ‬ َ ‫ب بِْن‬َ َ‫َن َز ْين‬َّ ‫الز َبرْيِ أ‬
ُّ
ِ ِ َ ِّ‫ال أَوحُتِب‬ ِ ِ َ ‫ي ا رس‬: ‫قَ الَت‬
‫ت َن َع ْم‬ ُ ‫ني َذل ك َف ُق ْل‬ َ َ ‫ت أَيِب ُس ْفيَا َن َف َق‬ َ ‫ُخيِت بِْن‬ ْ ‫ول اللَّه انْك ْح أ‬ َُ َ ْ
‫ك اَل حَيِ ُّل‬ ِ ِ‫ إِ َّن َذل‬S ُّ ‫ال النَّيِب‬َ ‫ُخيِت َف َق‬ ْ ‫ب َم ْن َش َار َكيِن يِف خَرْيٍ أ‬ ُّ ‫َح‬ ٍ ِ ‫لَست لَ َ مِب‬
َ ‫ك ُ ْخليَة َوأ‬ ُ ْ
ِ
‫ت‬ُ ‫ت أ ُِّم َس لَ َمةَ ُق ْل‬ َ ‫ال بِْن‬
َ َ‫ت أَيِب َس لَ َمةَ ق‬ َ ‫َّك تُِري ُد أَ ْن َتْنك َح بِْن‬ َ ‫َّث أَن‬ُ ‫ت فَِإنَّا حُنَ د‬ ُ ‫يِل ُق ْل‬
‫َخي ِم ْن‬ ِ ‫ال لَ و أَنَّه ا مَل تَ ُكن ربِيبيِت يِف حج ِري م ا حلَّت يِل إِنَّه ا اَل بنَ ةُ أ‬
ْ َ ْ َ َ َْ َ َ ْ ْ َ ْ َ ‫َن َع ْم َف َق‬
‫ال‬َ َ‫َخ َواتِ ُك َّن ق‬ ِ
َ ‫ض َن َعلَ َّي َبنَ ات ُك َّن َواَل أ‬ ْ ‫ض َعْتيِن َوأَبَ ا َس لَ َمةَ ثُ َو ْيبَ ةُ فَاَل َت ْع ِر‬ ِ ‫الرض‬
َ ‫اعة أ َْر‬ َ َ َّ
َ ‫ َفلَ َّما َم‬S َّ ‫ت النَّيِب‬
‫ات‬ ْ ‫ض َع‬ َ ‫ب أ َْعَت َق َه ا فَأ َْر‬ٍ َ‫ب َك ا َن أَبُو هَل‬ ٍ َ‫عُ روةُ وثُو ْيبَ ةُ َم ْواَل ةٌ أِل َيِب هَل‬
َ َْ
ٍ َ‫ال أَبُو هَل‬ ِ ٍ ِ
َ َ‫ض أ َْهله بِ َشِّر حيبَة ق‬ ِ ِ ٍ َ‫أَبُو هَل‬
‫ب مَلْ أَلْ َق َب ْع َد ُك ْم‬ َ َ‫يت ق‬ َ ‫ال لَهُ َم اذَا لَق‬ ُ ‫ب أُِريَهُ َب ْع‬
165
َ‫يت يِف َه ِذ ِه بِ َعتَاقَيِت ثُ َو ْيبَة‬ ِ
ُ ‫َغْيَر أَيِّن ُسق‬
[Al-Hakam bin Nafi’ telah menceritakan kepada kami, (ia)
berkata: Syu‘aib telah mengabarkan kepada kami dari al-Zuhri, (ia)
berkata: Urwah bin al-Zubair telah mengabarkan kepadaku bahwa
Zainab binti Abu Salamah telah mengabarkan kepadanya, bahwa
Ummu Habibah binti Abu Sufyan telah mengabarkan kepadanya,
bahwa dia pernah berkata: “Wahai Rasulullah nikahilah saudaraku
binti Abu Sufyan”. Maka beliau balik bertanya: “Apakah kamu suka
akan hal itu?”. Aku menjawab: “Ya, namun aku tidak mau ditinggal
oleh Anda. Hanya saja aku suka bila saudariku ikut serta denganku
dalam kebaikan.” Maka Nabi saw. pun bersabda: “Sesungguhnya hal

‘Iyāz bin Musa as-Sabtī (w. 544), Syarah Sahih Muslim li Qaḍi Iyāz al-Musamma
164

Ikmāl al-Mu’lim bi Qawāid Muslim, (Mesir: Dār al-Waf` li Ṭab’ah, 1998), juz 1 dari 8, 597.
165
Al-Bukhārī..., Sahīh..., Jilid. 7, No. 5091, h. 25.

80
itu tidaklah halal bagiku”. Aku berkata: “Telah beredar berita, bahwa
Anda ingin menikahi binti Abu Salamah”. Beliau bertanya: “Anak
wanita Ummu Salamah?”. Aku menjawab: “Ya.” Maka beliau pun
bersabda: “Meskipun ia bukan anak tiriku, ia tidaklah halal bagiku.
Sesungguhnya ia adalah anak saudaraku sesusuan. Tsuwaibah telah
menyusuiku dan juga Abu Salamah. Karena itu, janganlah kalian
menawarkan anak-anak dan saudari-saudari kalian padaku”. Urwah
berkata: “Tsuwaibah adalah bekas budak Abu Lahab. Waktu itu, Abu
Lahab membebaskannya, lalu Tsuwaibah pun menyusui Nabi saw.
Dan ketika Abu Lahab meninggal, ia pun diperlihatkan kepada
sebagian keluarganya di alam mimpi dengan keadaan yang
memprihatinkan. Sang kerabat berkata padanya: “Apa yang telah
kamu dapatkan?”. Abu Lahab berkata: “setelah kalian, aku belum
pernah mendapati sesuatu nikmat pun, kecuali aku diberi minum
lantaran memerdekakan Suwaibah.] (HR. al-Bukhārī)
Berkaitan Hadis di atas dapat dijelaskan bahwa syfaat di
atas ini adalah kebijakan oleh Allah terhadap Abu Lahab dalam
keringanan azab di dalam kuburnya, bukan azab di neraka nantinya.
Karena prihal keadaan Abu Lahab dalam neraka sudah dijelaskan
dalam surat al-Lahab atau dikenal juga dengan surat al-Masad pada
ayat 1-5 berikut ini:
‫ص لَى‬
ْ َ‫ َسي‬،‫ب‬ ‫ َم اأَ ْغىَن‬،‫ب‬ ٍ َ‫ت يَ َداأَيِب هَل‬
َ ‫َعْن ُه َمالُ هُ َو َما َك َس‬ َّ َ‫ب َوت‬ ْ َّ‫َتب‬
.‫احْب ٌل ِّمن َّم َس ٍد‬ ِ ِ
َ ‫جيد َه‬ ‫ يِف‬،‫ب‬ ِ َ‫ و ْامرأَتُهُ مَحَّالَةَاحْلَط‬،‫ب‬
َ َ َ‫ات هَل‬
ٍ َ ‫نَاراً َذ‬
[(1) Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya
Dia akan binasa. (2) Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya
dan apa yang ia usahakan. (3) Kelak Dia akan masuk ke dalam api
yang bergejolak. (4) dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.
(5) yang di lehernya ada tali dari sabut].
Terdapat pertantangan antara hadis dengan ayat di atas, yaitu
hadis menjelaskan adanya keringanan azab kubur bagi Abu Lahab,
sedangkan ayat menjelskan siksa yang pedih bagi Abu Lahab. Akan
tetapi dapat dihindari dari pertentang, yaitu hadis menjelaskan
persoalan keringanan itu di dalam kubur, ayat menjelaskan hukuman
di akhirat bagi Abu Lahab. Sehingga tidak ada pertentangan dan
kejanggalan dalam hadis tersebut kerana hadis menjelaskan keadaan
Abu Lahab dalam kubur, bukan di dalam neraka. Sehingga
kesimpulannya bahwa tidak bertentangan hadis dengan Alquran.
Hadis ini menjadi penguat terhadap adanya keringanan
(syafā‘at) bagi beberapa orang yang dianggap ingkar terhadap ajaran
Islam. Namun berbeda halnya dengan orang tua Rasul yang

81
meninggal sebelum ajaran Islam datang dan mereka menyembah
berhala, menurut hadis riwayat Muslim menyebutkan masuk neraka.
Ibn Taimiyah berkata: terdapat hadis pernyataan Rasul yang
diriwayatkan al-Bukhārī bahwa barang siapa yang menyanjungi
dengan kebaikan kepada orang yang meninggal, maka masuk surga,
demikian juga dengan orang tua Rusul, menurutnya masuk surga. 166
Pendapat ini sepertinya terdukung dengan pendapat imam as-Suyuti
yang menyebutkan hadis tentang “orang tuamu dan orang tuaku
masuk neraka”167 maksud dengan orang tua Rasul adalah paman Rasul
yaitu Abu Tālib yang meninggal setelah Islam datang.168
Syekh Muhammad Nawawī al-Bantanī (Ulama Banten)
berpendapat, sebagai berikut:
“Syekh Ibrahim al-Baijurī mengatakan, ‘Yang benar adalah
bahwa kedua orang tua Rasulullah saw. selamat dari siksa neraka
berdasarkan riwayat yang menyebutkan bahwa Allah swt.
menghidupkan kembali kedua orang tua Rasulullah saw. sehingga
keduanya beriman kepada anaknya, lalu Allah swt. mewafatkan
kembali keduanya. Sebuah riwayat hadis dari ‘Urwah dari Sayidatina
Aisyah ra. menyebutkan bahwa Rasululah saw. memohon kepada
Allah swt. untuk menghidupkan kedua orang tuanya sehingga
keduanya beriman kepada anaknya, lalu Allah swt. mewafatkan
kembali keduanya. As-Suhaili berkata bahwa Allah maha kuasa atas
segala sesuatu, termasuk mengistimewakan karunia-Nya dan
melimpahkan nikmat-Nya kepada kekasih-Nya Rasulullah saw. sesuai
kehendak-Nya,”169

c. Substansi exclusion limit (batasan pengecualian) syafā‘at


Batasan merupakan sebuah syarat atau aturan yang ditetapkan
untuk suatu kepentingan. Misalnya batasan dalam salat subuh adalah
dua rakaat, maka tidak dapat dikerjakan melebihi dua rakaat atau
kurang dari dua rakaat. Batasan syafā‘at hanya diberikan kepada
golongan manusia yang beriman dengan variasi berbeda dijelaskan
dalam Sahih al-Bukhārī seperti berikut:
1) Mengucapkan kalimat tauhid

166
Al-‘Usaimin..., Syarah Riyad..., h. 1083.
167
Jalāl ad-Dīn Abd ar-Rahman bin Abī Bakr as-Suyūṭī, al-Hawī li al-Fatāwi fi al-
Fiqh wa ‘Ulum at-Tafsīr wa al-Usūl wa an-Nawu wa al-Irab wa Sair al-Funūn, (Libanon:
Dār al-Kutub al-Ilmiyah), juz 2 dari 2, h. 214.
168
Al-‘Usaimin..., Syarah Riyad..., h. 1083.
169
Lihat: Syekh Muhammad Nawawi al-Bantanī, Syarah Nuruzh Zhalam ala
Aqidatil Awam, (Semarang: Toha Putra, tth), h. 27.

82
ِ ِ‫اعيل بن جع َف ٍر عن عم ٍرو عن س ع‬
‫يد بْ ِن‬ ِ ِ ٍِ
َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ ُ ْ ُ َ‫َح َّدثَنَا ُقَتْيبَ ةُ بْ ُن َس عيد َح َّدثَنَا إمْس‬
‫ول اللَّ ِه َم ْن‬ ِ ٍ ِ‫أَيِب س ع‬
ِّ ِ‫يد الْ َم ْقرُب‬
َ ‫ت يَ ا َر ُس‬ ُ ‫ي َع ْن أَيِب ُهَر ْي َر َة َرض َي اللَّهُ َعْن هُ أَنَّهُ قَ الَ ُق ْل‬ َ
‫ت يَا أَبَا ُهَر ْي َر َة أَ ْن اَل يَ ْس أَلَيِن َع ْن‬ ُ ‫ال لََق ْد ظََنْن‬َ ‫ك َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة َف َق‬
َ ِ‫اعت‬
َ ‫َّاس بِ َش َف‬ ِ ‫َس َع ُد الن‬
ْ‫أ‬
ِ ‫َس َع ُد الن‬
‫َّاس‬ ِ ِ َ ‫ت ِم ْن ِح ْر ِص‬
ِ ‫يث أَح ٌد أ ََّو ُل ِمْن‬ ِ ‫ه َذا احْل ِد‬
ْ ‫ك َعلَى احْلَ ديث أ‬ ُ ْ‫ك ل َم ا َرأَي‬ َ َ َ َ
170
‫صا ِم ْن قِبَ ِل نَ ْف ِس ِه‬ ِ ِ ِ
ً ‫اعيِت َي ْو َم الْقيَ َامة َم ْن قَ َال اَل إِلَهَ إِاَّل اللَّهُ َخال‬ َ ‫بِ َش َف‬
[Qutaibah bin Sa‘īd telah menceritakan kepada kami, (ia)
berkata: Isma‘il bin Ja’far telah mengabarkan kepada kami dari 'Amru
dari Sa‘id bin Abu Sa‘id al-Maqburi dari Abu Hurairah ra.
menuturkan: saya bertanya: “wahai Rasulullah, siapa manusia yang
paling beruntung dengan syafā‘atmu padahari kiamat?. Nabi
menjawab: Hai Abu Hurairah, saya sudah beranggapan bahwa tak
seorangpun lebih dahulu menanyakan masalah ini kepadaku daripada
dirimu, dikarenakan kulihat semangatmu mencari Hadis. Manusia
yang paling beruntung dengan syafā‘atku pada hari kiamat adalah
yang mengucapkan lā ilāha illā Allah (tidak ada Tuhan selain Allah)
dengan tulus dari lubuk hatinya].(HR. al-Bukhārī)
Syafā‘at Nabi saw. merupakan sesuatu yang harus dihargai.
Sementara kalimat syahadat mendatangkan banyak keutamaan bagi
orang yang mengucapkannya, syafā‘at Nabi saw. merupakan
keutamaan tambahan dari mengucapkan “Tidak ada Tuhan kecuali
Allah (lā ilāha illā Allah)”. Sebenarnya, seseorang mendapatkan
syafā‘at ketika ia mengucapkan kalimat syahadah. Jadi, keberislaman
seseorang secara otomatis akan menerima syafā‘at.
Syafā‘at yang diperoleh dari penjelasan hadis ini adalah
syafā‘at ‘uzmah, yaitu kesenangan dalam penantian hari kiamat dan
masuk surga tanpa hisab bagi umat Muhammad. Pada dasarnya setiap
orang yang menjalani pemeriksaan amal di akhirat, maka pasti akan
mendapat siksa dengan alasan semua manusia pernah berdosa, namun
dengan syafā‘at Rasul sebagian orang akan terbebas dari azab.171
Hadis ini sebagai syarat mendapat syafā‘at kerena adanya
keikhlasan dalam bertauhid, tanpa ikhlas, maka semua orang dapat
melakukannya. Dengan hadis ini dapat mengecualikan orang fasik
yang tidak tau arti dari kata syahadah tauhid dan juga orang yang
musyrik atau kafir yang mengucapkannya bertujuan untuk mencari

Al-Bukhārī..., Sahīh..., Jilid. 8, No. 6579, h. 326.


170

Ahmad bin Muhammad bin Abī Bakr al-Misrī (w. 923 H), Irsyad as-Sārī li Syarh
171

Sahīh al-Bukharī, (Mesir: Maṭba’ah al-Kubra al-Amiriyyah, 1323 H), juz 9 dari 10, h. 328.

83
teman atau kerena hal lainnya yang dapat menyebabkan hilangnya
ikhlas secara umum.172
2) Keimanan dalam hati walau sekecil biji sawi
‫اش‬ٍ َّ‫ف بْ ُن َر ِاش ٍد َح َّدثَنَا أَمْح َ ُد بْ ُن َعْب ِد اللَّ ِه َح َّدثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن َعي‬ُ ‫وس‬ُ ُ‫َح َّدثَنَا ي‬
ِ ِ ِ ِ ٍ
‫ت‬
ُ ‫ِّع‬ ْ ‫ول إِذَا َك ا َن َي ْو ُم الْقيَ َام ة ُش ف‬ُ ‫ َي ُق‬S َّ ‫ت النَّيِب‬ ُ ‫ت أَنَ ًس ا قَالَ َس م ْع‬ ُ ‫َع ْن مُحَْي د قَ َال مَس ْع‬
َ‫ول أ َْد ِخ ْل اجْلَنَّة‬
ُ ُ‫ب أ َْد ِخ ْل اجْلَنَّةَ َم ْن َك ا َن يِف َق ْلبِ ِه َخ ْر َدلَ ةٌ َفيَ ْد ُخلُو َن مُثَّ أَق‬
ِّ ‫ت يَا َر‬ُ ‫َف ُق ْل‬
S ‫ول اللَّ ِه‬ِ ‫ال أَنَس َكأَيِّن أَنْظُر إِىَل أَصابِ ِع رس‬ ٍ ِ ِ ‫يِف‬
َُ َ ٌ َ ‫َم ْن َكا َن َق ْلبه أ َْدىَن َش ْيء َف َق‬
173
ُ
[Yusuf bin Rasyid telah menceritakan kepada kami, (ia)
berkata: Ahmad bin Abdullah telah menceritakan kepada kami, (ia)
berkata: Abu Bakar bin 'Iyyasy telah menceritakan kepada kami dari
Humaid, (ia) berkata: “Aku mendengar Anas r.a berkata: “Aku
mendengar Nabi saw. bersabda: “Jika hari kiamat tiba, maka aku
diberi syafā‘at, lantas aku berkata: “Wahai Rabb, tolong masukkanlah
ke dalam surga siapa saja yang dalam hatinya masih ada sebiji sawi
iman.” Lantas mereka pun masuk, kemudian aku berkata: “Masuklah
dalam surga siapa saja yang dalam hatinya ada iman sekalipun dalam
tingkatan paling rendah”. Anas berkata: “Seakan aku melihat jari-jari
Rasulullah saw]. (HR. al-Bukhārī)
Selain batasan dengan mengucap lafal syahadah dengan hati yang
tulus, ada juga batasan lain yang memungkinkan mendapatkan syafā‘at, yaitu
keimanan walau sebiji sawi kadar imannya di dalam hati, Ibn Abbas melihat
ke jari-jari tangan Rasul ketika mengucapkan hadis ini (isyarat sesuatu yang
sedikit).174 Penekanan keimanan dan ketulusan tehadap sebuah batasan dalam
memperoleh syafā‘at menunjukkan betapa selektifnya Allah walau
memberikan kebebasan kepada Rasulnya Nabi Muhammad saw. dalam
memberikan syafā‘at, namun sudah ada tinjauan batasan apa yang harus ada
dalam diri penerima syafā‘at, bukan sebuah sebab yang khusus, namun
batasan yang umum berlakunya syafā‘at ini.
2. Reasons Syafā’at dalam Hadis Sahih al-Bukhārī
Reasons merupakan bentuk banyak dari kata reason yang
berarti atau bermakna sebagai sesuatu sebab, karena, alasan,
memungkinkan terjadi sesuatu. Oleh karena itu, reasons syafā‘at
merupakan penjelasan tentang sebab-sebab memungkinkan terjadinya

Ibn Hajr..., Fath al-Bārī..., juz 11, 443.


172

Al-Bukhārī..., Sahīh..., Jilid. 9, No. 7505, h. 391.


173

174
Badr ad-Dīn al-Ainī al-Hanafī, ‘Umdah al-Qarī Syarh Sahih al-Bukharī, (ttp: tt,
2006), h. 184. Lihat: Ibn Hajr..., Fath al-Barī..., juz 13 dari 13, h. 475.

84
memperoleh syafā‘at oleh seseorang. Dengan kata lain, reasons
syafā‘at adalah tips-tips dalam mendapatkan syafā‘at bagi seseorang.
Berkaitan dengan reasons syafā‘at ini, ada beberapa Hadis di
dalam Sahih al-Bukhārī yang menyebutkannya dan menjelaskannya,
diantaranya adalah:

a. Membaca do’a setelah azan

Membaca do’a setelah azan merupakan sebuah reason


syafā‘at yang sangat sering dilaksanakan oleh kebanyakan orang,
walau sebagiannya tidak memahami bahwa perbuatan mereka dalam
membaca do’a setelah azan dapat memberikan mereka sebuah
syafā‘at. Banyak hadis-hadis yang menjelaskan tentang hal ini,
kesemuaan hadis tersebut bersifat motovasi untuk berbuat baik,175
antaranya adalah hadis berikut ini, yaitu:
‫ب بْ ُن أَيِب مَح ْ َزةَ َع ْن حُمَ َّم ِد بْ ِن‬ ُ ‫ال َح َّدثَنَا ُش َعْي‬ َ َ‫اش ق‬ ٍ َّ‫َح َّدثَنَا َعلِ ُّي بْ ُن َعي‬
ِ َ َ‫ال من ق‬ ِ َ ‫َن رس‬ ِ ِ ِ ِ
َ‫ِّداء‬
َ ‫ني يَ ْس َم ُع الن‬ َ ‫ال ح‬ ْ َ َ َ‫ ق‬S ‫ول اللَّه‬ ُ َ َّ ‫الْ ُمْن َك د ِر َع ْن َج اب ِر بْ ِن َعْب د اللَّه أ‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ‫َّعو ِة الت‬ ِ ِ َّ ‫اللَّه َّم ر‬
ُ‫َّامة َوالصَّاَل ة الْ َقائ َم ة آت حُمَ َّم ًدا الْ َوس يلَةَ َوالْ َفض يلَةَ َو ْاب َعثْ ه‬ َ ْ ‫ب َهذه الد‬ َ ُ
176
‫اعيِت َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة‬
َ ‫ت لَهُ َش َف‬
ِ
ْ َّ‫ودا الَّذي َو َع ْدتَهُ َحل‬ ً ‫َم َق ًاما حَمْ ُم‬
[‘Alī bin ‘Ayyāsy telah bercerita kepada kami, (ia) berkata:
Syu‘aib bin Abī Hamzah telah bercerita kepada kami dari Muhammad
bin Munkadir dari Jābir bin Abdullah, (ia) berkata: “Bahwa
Rasulullah saw. bersabda:“Barangsiapa yang membaca (berdoa)
ketika mendengar adzan, “Allahumma rabba hāzihi al-da'watit
tāmmati wa al-shalatil qāimati āti muhammadān al-wasīlata wa al-
faḍīlata wa ab'as hū maqāmān mahmudān al-lazi anta wa 'adtahū”
(Ya Allah pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat yang
didirikan berilah Muhammad wasilah dan keutamaan dan
bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji yang telah Engkau
janjikan padanya) melainkan ia mendapatkan syafā‘at pada hari
kiamat]. (HR. al-Bukhārī)
Hadis di atas ini salah satu hadis yang riwayat al-Bukhārī dan
tidak diriwayatkan oleh Muslim tentang syafā‘at Rasul hari kiamat.
Hanya dengan sedikit beramal, yaitu dengan mendengar azan serta

Kamaluddin Muhammad bin Abdul Wahid as-Suyuṭī, Syarh Fath al-Qadīr,


175

(Beirut: Dār al-Fikr, 681 H), h. 250.


176
Al-Bukhārī..., Sahīh..., Jilid. 1, No. 622, h. 587.

85
mengikuti ucapan muazzin ketika azan, membaca doa setelah
selesainya azan akan mendapat syafā‘at dengan janji Rasul saw.177
Menurut Imam an-Nawawī (w. 676 H), hadis ini termasuk
hadis yang menguraikan tentang fadilah azan dan mendengar azan
yang akan mendapat derajat yang tinggi di surga, ini juga bagian dari
dalil tentang syafā‘at nabi yang besar di akhirat.178

b. Menolong kekasih Nabi Muhammad

Menolong orang yang mencintai dan mengasuh atau menyusui


Nabi Muhammad saw. menjadi sebuah reason yang membuat
seseorang mendapatkan syafā‘at. Syafā‘at disini adalah karena
memerdekakan budak atas nama Ṡuwaibah, yang kemudian menjadi
orang wanita yang menyusui Nabi Muhammad saw. Walau hadis ini
telah disebutkan dalam substansi syafā‘at di atas, namun masih tidak
mungkin untuk tidak disebutkan karena berkaitan dengan reason,
yaitu hadis berikut ini:
‫َخَب َريِن عُ ْر َوةُ بْ ُن‬ ِّ ‫الز ْه ِر‬ ِ
ْ ‫ال أ‬ َ َ‫ي ق‬ ُّ ‫ب َع ْن‬ ٌ ‫َخَبَرنَ ا ُش َعْي‬ ْ ‫َح َّدثَنَا احْلَ َك ُم بْ ُن نَ اف ٍع أ‬
ْ ‫ت أَيِب ُس ْفيَا َن أ‬
‫َخَبَر ْت َه ا أَن ََّه ا‬ َ ‫َن أ َُّم َحبِيبَ ةَ بِْن‬ َّ ‫َخَبَرتْ هُ أ‬ْ ‫ت أَيِب َس لَ َمةَ أ‬ َ ‫ب بِْن‬َ َ‫َن َز ْين‬َّ ‫الز َبرْيِ أ‬
ُّ
ِ ِ َ ِّ‫ال أَوحُتِب‬ ِ ِ َ ‫ي ا رس‬: ‫قَ الَت‬
‫ت َن َع ْم‬ ُ ‫ني َذل ك َف ُق ْل‬ َ َ ‫ت أَيِب ُس ْفيَا َن َف َق‬ َ ‫ُخيِت بِْن‬ ْ ‫ول اللَّه انْك ْح أ‬ َُ َ ْ
‫ك اَل حَيِ ُّل‬ ِ ِ‫ إِ َّن َذل‬S ُّ ‫ال النَّيِب‬َ ‫ُخيِت َف َق‬ ْ ‫ب َم ْن َش َار َكيِن يِف خَرْيٍ أ‬ ُّ ‫َح‬ ٍ ِ ‫لَست لَ َ مِب‬
َ ‫ك ُ ْخليَة َوأ‬ ُ ْ
ِ
‫ت‬ُ ‫ت أ ُِّم َس لَ َمةَ ُق ْل‬ َ ‫ال بِْن‬
َ َ‫ت أَيِب َس لَ َمةَ ق‬ َ ‫َّك تُِري ُد أَ ْن َتْنك َح بِْن‬ َ ‫َّث أَن‬ُ ‫ت فَِإنَّا حُنَ د‬ ُ ‫يِل ُق ْل‬
‫َخي ِم ْن‬ ِ ‫ال لَ و أَنَّه ا مَل تَ ُكن ربِيبيِت يِف حج ِري م ا حلَّت يِل إِنَّه ا اَل بنَ ةُ أ‬
ْ َ ْ َ َ َْ َ َ ْ ْ َ ْ َ ‫نَ َع ْم َف َق‬
‫ال‬َ َ‫َخ َواتِ ُك َّن ق‬ ِ
َ ‫ض َن َعلَ َّي َبنَ ات ُك َّن َواَل أ‬ ْ ‫ض َعْتيِن َوأَبَ ا َس لَ َمةَ ثُ َو ْيبَ ةُ فَاَل َت ْع ِر‬ ِ ‫الرض‬
َ ‫اعة أ َْر‬ َ َ َّ
َ ‫ َفلَ َّما َم‬S َّ ‫ت النَّيِب‬
‫ات‬ ْ ‫ض َع‬ َ ‫ب أ َْعَت َق َه ا فَأ َْر‬ٍ َ‫ب َك ا َن أَبُو هَل‬ ٍ َ‫عُ روةُ وثُو ْيبَ ةُ َم ْواَل ةٌ أِل َيِب هَل‬
َ َْ
ٍ َ‫ال أَبُو هَل‬ ِ ٍ ِ
َ َ‫ض أ َْهله بِ َشِّر حيبَة ق‬ ِ ِ ٍ َ‫أَبُو هَل‬
‫ب مَلْ أَلْ َق َب ْع َد ُك ْم‬ َ َ‫يت ق‬ َ ‫ال لَهُ َم اذَا لَق‬ ُ ‫ب أُِريَهُ َب ْع‬
179
َ‫يت يِف َه ِذ ِه بِ َعتَاقَيِت ثُ َو ْيبَة‬ ِ
ُ ‫َغْيَر أَيِّن ُسق‬
[Al-Hakam bin Nafi’ telah menceritakan kepada kami, (ia)
berkata: Syu‘aib telah mengabarkan kepada kami dari al-Zuhri, (ia)
Zainuddin Abdurrahman ibn Syihab al-Bagdadi, Fath al-Bārī li Ibn Rajab, (Arab
177

Saudi: Dār Ibn al-Jauzī, 1422 H), 3 dari 6, h. 463.


178
Al-‘Usaimin, Syarh Riayd..., h. 1192.
179
Al-Bukhārī..., Sahīh..., Jilid. 7, No. 5091, h. 25.

86
berkata: Urwah bin al-Zubair telah mengabarkan kepadaku bahwa
Zainab binti Abu Salamah telah mengabarkan kepadanya, bahwa
Ummu Habibah binti Abu Sufyan telah mengabarkan kepadanya,
bahwa dia pernah berkata: Wahai Rasulullah nikahilah saudaraku
binti Abu Sufyan. Maka beliau balik bertanya: Apakah kamu suka
akan hal itu?. Aku menjawab: Ya, namun aku tidak mau ditinggal
oleh Anda. Hanya saja aku suka bila saudariku ikut serta denganku
dalam kebaikan. Maka Nabi saw. pun bersabda: Sesungguhnya hal itu
tidaklah halal bagiku. Aku berkata: Telah beredar berita, bahwa Anda
ingin menikahi binti Abu Salamah. Beliau bertanya: Anak wanita
Ummu Salamah?. Aku menjawab: Ya. Maka beliau pun bersabda:
Meskipun ia bukan anak tiriku, ia tidaklah halal bagiku.
Sesungguhnya ia adalah anak saudaraku sesusuan. Tsuwaibah telah
menyusuiku dan juga Abu Salamah. Karena itu, janganlah kalian
menawarkan anak-anak dan saudari-saudari kalian padaku. ‘Urwah
berkata: Ṡuwaibah adalah bekas budak Abu Lahab. Waktu itu, Abu
Lahab membebaskannya, lalu Ṡuwaibah pun menyusui Nabi saw. Dan
ketika Abu Lahab meninggal, ia pun diperlihatkan kepada sebagian
keluarganya di alam mimpi dengan keadaan yang memprihatinkan.
Sang kerabat berkata padanya: Apa yang telah kamu dapatkan?. Abu
Lahab berkata: setelah kalian, aku belum pernah mendapati sesuatu
nikmat pun, kecuali aku diberi minum lantaran memerdekakan
Tsuwaibah]. (HR. al-Bukhārī)
3. Trirelasi Syafā’at dalam Hadis Sahih al-Bukhārī
Mengimani dikeluarkannya orang-orang mukmin penganut
ajaran tauhid dari neraka setelah habis penyiksaan hingga tidak ada
tinggal seorang pun ahli tauhid di dalam neraka jahannam dengan
karrunia Allah swt. Mengimani syafā‘at para Nabi, ulama, syuhada
dan orang Mukmin lainnya. Semua berdasarkan pangkat dan
kedudukannya di sisi Allah ‘Azza wa Jalla. Siapa dari kaum Mukmin
yang tinggal di neraka dan tidak mendapatkan syafā‘at, ia dikeluarkan
dengan karunia Allah swt. sehingga tidak ada orang mukmin yang
kekal di neraka. Bahkan dikeluarkan siapa yang di dalam hatinya
terdapat keimanan walaupun seberat atom. 180 Disebutkan dalam hadis
bahwa Nabi saw. sebagai penerima syafā‘at pertama dan pemberi
syafā‘at sebagai berikut:

ُ ِ‫ال َح َّد َثنَا ُه َشْي ٌم قَ َال ح و َح َّدثَيِن َسع‬


‫يد‬ َ َ‫ان ُه َو الْ َع َوقِ ُّي ق‬
ٍ َ‫ح َّد َثنَا حُمَ َّم ُد بن ِسن‬
ُْ َ
‫ب‬ٍ ‫ص َهْي‬ ُ ‫ال َح َّدثَنَا يَِز‬
ُ ‫يد ُه َو ابْ ُن‬ َ َ‫َخَبَرنَ ا َس يَّ ٌار ق‬ْ ‫ال أ‬ َ َ‫َخَبَرنَ ا ُه َش ْي ٌم ق‬ َ َ‫َّض ِر ق‬
ْ ‫ال أ‬ ْ ‫بْ ُن الن‬
Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ Ulumuddin: Ringkasan yang Ditulis Sendiri Oleh
180

Sang Hujjatul Islam, Terj. Irwan Kurniawan, (Bandung: PT. Mizan, 2008), h. 48-49.

87
‫َح ٌد‬
َ ‫يت مَخْ ًس ا مَلْ يُ ْعطَ ُه َّن أ‬
ِ َّ ‫َخَبَرنَا َجابُِر بْ ُن َعْب ِد اللَّ ِه أ‬
ُ ‫ قَ َال أ ُْعط‬S َّ ‫َن النَّيِب‬ ْ ‫ال أ‬َ َ‫الْ َف ِقريُ ق‬
ِ ِ ِ ِ ‫الر ْع‬ ُّ ِ‫ت ب‬ ِ ِ
‫ورا فَأَمُّيَا َر ُج ٍل‬
ً ‫ض َم ْسج ًدا َوطَ ُه‬ ُ ‫ت يِل اأْل َْر‬ْ َ‫ب َمس َري َة َش ْه ٍر َو ُجعل‬ ُ ‫َقْبلي نُص ْر‬
‫يت‬ ِ ِ ٍ ‫ِمن أ َُّميِت أَدر َكْت ه الصَّاَل ةُ َف ْليص ل وأ ُِحلَّت يِل الْمغَ امِن ومَل حَتِ َّل أِل‬
ُ ‫َح د َقْبلي َوأ ُْعط‬ َ ْ َُ َ ْ َ ِّ َ ُ ُ َْ ْ
ِ ‫ت إِىَل الن‬
ً‫َّاس َع َّامة‬ ِ َّ ‫ث إِىَل َقو ِم ِه خ‬ ُ ‫اعةَ َو َكا َن النَّيِب ُّ يُْب َع‬
ُ ْ‫اصةً َوبُعث‬ َ ْ َ ‫الش َف‬
َّ
181

[Muhammad bin Sinan, yaitu al-‘Awaqī telah menceritakan


kepada kami, (ia) berkata: Husyaim telah menceritakan kepada kami
Husyaim. “(al-Bukhārī) berkata: (dalam jalur lain disebutkan) Sa‘id
bin al-Naḍr telah menceritakan kepadaku, (ia) berkata: Husyaim telah
mengabarkan kepada kami, (ia) berkata: Sayyar telah mengabarkan
kepada kami, (ia) berkata: Yazid, yaitu Ibnu Shuhaib al-Faqir telah
menceritakan kepada kami, (ia) berkata: telah mengabarkan kepada
kami Jabir bin 'Abdullah, (ia) berkata: “Bahwa Nabi saw. bersabda:
“Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada orang
sebelumku: aku ditolong melawan musuhku dengan ketakutan mereka
sejauh satu bulan perjalanan, dijadikan bumi untukku sebagai tempat
sujud dan suci, maka dimana saja salah seorang dari umatku
mendapati waktu salat hendaklah ia salat, dihalalkan untukku harta
rampasan perang yang tidak pernah dihalalkan untuk orang
sebelumku, aku diberikan (hak) syafā‘at, dan para Nabi sebelumku
diutus khusus untuk kaumnya sedangkan aku diutus untuk seluruh
manusia]. (HR. al-Bukhārī)
Secara lahiriah, yang dimaksud dengan syafā‘at yang khusus
dimilki Nabi saw. dalam hadis adalah mengeluarkan dari neraka
orang yang tidak mempunyai amal salih selain tauhid, sebagaimana
Nabi saw. juga secara khusus memiliki syafā‘at untuk membebaskan
manusia di padang mahsyar. Akan tetapi lafal hadis hanya menyetir
syafā‘at untuk mengeluarkan manusia dari neraka, karena hal itu
merupakan tujuan akhir dan tercapainya kebahagian yang langgeng.182
Hadis ini juga menjelaskan tentang kelebihan Nabi
Muhammad dari nabi-nabi yang lain, karena Nabi Muhammad selain
memiliki hak untuk memberi syafā‘at, ia juga diutuskan kepada
seluruh manusia, sehingga semua orang wajib beriman kepadanya,
bila tidak beriman, maka akan menjadi penguhuni neraka.

Al-Bukhārī..., Sahīh..., No. 427, h. 168. Hadis ini disebut dua kali dalam sahih al-
181

Bukharī dan dalam bab yang berbeda.


182
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Baari Syarah Bukhari, Terj. Amiruddin, Jild. 2,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), h. 599.

88
Jelaslah bahwa syafā‘at yang ada dalam hadis ini sebuah
keyakinan yang pasti, bila tidak meyakini adanya syafā‘at, maka akan
terjadi sebaliknya, yaitu azab neraka. oleh karena itu, masuk surga
adalah syafā‘at dari Nabi karena beriman kepadanya dan syafā‘at
menjadi pilihan manusia di hari kiamat.
B. Konsep Syafā’at Menurut Sahih Muslim
Konsep syafā‘at dalam hadis Sahih Muslim disebutkan dalam
tiga puluh tiga Hadis yang terdiri dari proses syafā‘at terjadi, sebab-
sebab mendapatkan syafā‘at dan penyebutan bahwa Nabi Muhammad
mendapatkan kelebihan dari Nabi lainnya dalam hal syafā‘at tersebut.

1. Substansi Syafā’at dalam Hadis Sahih Muslim

Pembahasan substansi untuk masalah ini adalah Hadis tentang


syafā‘at yang dibatasi dalam sebuah kitab (Sahih Muslim). Substansi
syafā‘at sebagai kategori awal pada penjelasan sebelumnya juga akan
diklasifikasikan dalam beberapa kategori berikut:

a. Substansi knowledge (pengetahuan) syafā‘at

Knowledge merupakan asumsi dasar dari sebuah pengetahuan


atas sesuatu. Jika dihubungkan dengan substansi syafā‘at, maka
diartikan sebagai sebuah pemahaman atas syafā‘at secara garis
besarnya. Namun pada poin ini, knowledge yang dimaksud berkaitan
dengan syafā‘at adalah bentuk-bentuk lafal syafā‘at yang dipakai
dalam Hadis dengan pengertian yang beragam dan diartikan berlainan
tergantung maksudnya dan pengucapan redaksi kata sebelum dan
sesudahnya. Berikut ini adalah maksud kata syafā‘at yang digunakan
dalam Hadis Sahih Muslim:

1) Syafā‘at berarti memberikan pertolongan

‫اث َع ْن‬ٍ ‫ح َّد َثنَا أَب و ب ْك ِر بن أَيِب َش يبةَ ح َّد َثنَا علِي بن مس ِه ٍر وح ْفص بن ِغي‬
َ ُ ْ ُ َ َ ْ ُ ُ ْ ُّ َ َ َْ ُْ َ ُ َ
ِ ُ ‫بري ِد ب ِن عب ِد اللَّ ِه عن أَيِب ب رد َة عن أَيِب موس ى قَالَ َك ا َن رس‬
ُ‫ إِ َذا أَتَ اه‬S ‫ول اللَّه‬ َُ َ ُ َْ َُْ َْ ْ َ ْ ْ َُ
ِ ‫ض اللَّه علَى لِس‬ َ ‫اج ٍة أَْقبَ َل َعلَى ُجلَ َس ائِِه َف َق‬ ِ
‫ان‬ َ َ ُ ِ ‫اش َفعُوا َف ْلُت ْؤ َجُروا َولَْي ْق‬
ْ ‫ال‬ َ ‫ب َح‬ ُ ‫طَ ال‬
ِ
‫ب‬ َ ‫نَبِيِّه َما أ‬
َّ ‫َح‬
183

183
Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairī, Sahih Muslim, (Beirut: Dār al-Jail,
tth), juz 8 dari 8, h. 37. Bab Istijab asy-Syafaah fi ma laisa bi haram dengan nomor hadis
6858. Lihat juga: al-Bukharī, Sahih..., juz 8 dari 9, h. 12. Nomor hadis 6026.

89
[Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami,
(ia) berkata: ‘Ali bin Mushir dan Hafsh bin Giyaṡ telah menceritakan
kepada kami dari Buraid bin ‘Abdullah dari Abu Burdah dari Abu
Musa, dia berkata: ApabiIa seorang yang meminta suatu kebutuhan
datang kepada Rasulullah saw, maka beliau akan menghadap kepada
orang-orang yang duduk bersama beliau seraya berkata: Berikanlah
pertolongan agar kalian saling memperoleh pahala dan semoga Allah
melaksanakan apa yang disenangi-Nya melalui ucapan Nabi-Nya].
(HR. Muslim)
Hadis di atas menjelaskan makna syafā‘at sebagai sebuah permintaan
pertolongan yang apabila ditolong permintaan tersebut diberikan pahala oleh
Allah. Permintaan ini secara umum namun dikhususkan kepada sebuah
pertolongan yang diridai dan diizinkan dalam syariat oleh Allah dan
Rasulullah saw.
Konsep syafā‘at yang berarti sebagai pertolongan juga terdapat dalam
hadis imam al-Bukharī, karena hadis ini juga diriwayatkan oleh imam al-
Bukharī yang terdapat dalam 3 bab dengan ibarat hadis yang berbeda-beda,
yaitu bab ta’awun sebagian mukmin kepada sebagian yang lain, bab siapa
yang memberi pertolongan ia dapat bagiannya dan bab kehendak dan
keinginan.
Hadis ini mengajak kepada semua mukmin untuk saling memberi
bantuan dalam bentuk syafā‘at agar terhidar dari segala bentuk kesulitan dari
mukmin yang lain dan juga hadis ini sebagai penjelas bagi ayat 85 surah an-
Nisa, yaitu memberi bantuaan kepada sesama mukmin di dunia, maka akan
mendapat syafā‘at di akhirat.184

2) Syafā‘at berarti keringanan

ٍ ‫َخَبرنَا ابْن و ْه‬ ‫اه ِر وحرملَ ةُ بن حَي واللَّ ْف ُ حِل‬ ِ


‫ب‬ َ ُ َ ْ ‫ظ َْر َملَ ةَ قَ ااَل أ‬ َ ‫َح َّدثَيِن أَبُو الطَّ َ َ ْ َ ْ ُ ْىَي‬
‫الز َبرْيِ َع ْن‬
ُّ ‫َخَب َريِن عُ ْر َوةُ بْ ُن‬ ْ ‫ال أ‬
َ َ‫اب ق‬ ٍ ‫َخب ريِن ي ونُس بْن ي ِزي َد َعن ابْ ِن ِش ه‬
َ ْ َ ُ ُ ُ َ َ ْ ‫ال أ‬ َ َ‫ق‬
‫ يِف‬S ِّ ‫ت يِف َع ْه ِد النَّيِب‬ ِ َّ ‫ أ‬S ِّ ‫َعائِ َش ةَ َز ْو ِج النَّيِب‬
ْ َ‫َن ُقَريْ ًش ا أَمَهَّ ُه ْم َش أْ ُن الْ َم ْرأَة الَّيِت َس َرق‬
ِ ِ ُ ِ‫ َف َق الُوا ومن جَيْرَت‬S ‫ول اللَّ ِه‬
َ ‫ئ َعلَْي ه إاَّل أ‬
ُ‫ُس َامة‬ ْ ََ َ ‫َغ ْز َو ِة الْ َفْت ِح َف َقالُوا َم ْن يُ َكلِّ ُم فِ َيها َر ُس‬
‫ُس َامةُ بْ ُن َزيْ ٍد‬ ِ ِ ُ ‫ فَ أُيِت هِب ا رس‬S ‫ول اللَّ ِه‬
َ ‫ فَ َكلَّ َم هُ ف َيه ا أ‬S ‫ول اللَّه‬ َُ َ َ
ِ ‫ب رس‬ ِ ٍ
ُ َ ُّ ‫بْ ُن َزيْ د ح‬
ُ‫ُس َامة‬ ِ ‫ال أَتَ ْش َفع يِف ح ٍّد ِمن ح ُد‬
َ ‫ود اللَّ ِه َف َق‬ َ ‫ َف َق‬S ‫ول اللَّ ِه‬ ِ ‫َفَتلَ َّو َن وج ه رس‬
َ ‫ال لَ هُ أ‬ ُ ْ َ ُ َُُْ َ
Abu al-Hasan ‘Alī bin Khalf bin Abdul Malik al-Qurṭubī, Syarah Sahih al-
184

Bukhari, (Riyaḍ: Maktabah ar-Rasyad, 2003), juz 9 dari 10, 228.

90
‫ب فَأَْثىَن َعلَى‬ َ َ‫اختَط‬ْ َ‫ ف‬S ‫ول اللَّه‬
ِ ُ ‫ول اللَّ ِه َفلَ َّما َكا َن الْع ِشي قَام رس‬
ُ َ َ ُّ َ َ ‫اسَت ْغ ِف ْر يِل يَا َر ُس‬ ْ
‫ين ِم ْن َقْبلِ ُك ْم أَن َُّه ْم َك انُوا إِ َذا َس َر َق‬ ِ َّ َ‫ال أ ََّما بع ُد فَِإمَّنَا أَهل‬
َ ‫ك الذ‬ َ ْ ْ َ َ َ‫اللَّه َا ُه َو أ َْهلُهُ مُثَّ ق‬
‫ِ مِب‬
‫يف أَقَ ُاموا َعلَْي ِه احْلَ َّد َوإِيِّن َوالَّ ِذي‬ ِ َّ ‫الش ِريف َتر ُك وه وإِ َذا س ر َق فِي ِهم‬
ُ ‫الض ع‬ ْ َ َ َ ُ َ ُ َّ ‫فيه ْم‬
ِِ
‫ك الْ َم ْرأ َِة الَّيِت‬ ٍ ِ َّ ‫َن ْف ِسي بِي ِد ِه لَو أ‬
َ ‫ت يَ َد َها مُثَّ أ ََم َر بِتِْل‬
ُ ‫ت لََقطَ ْع‬ْ َ‫ت حُمَ َّمد َس َرق‬ َ ‫َن فَاط َمةَ بِْن‬ ْ َ
‫ت‬ ِ ٍ ‫ال ابْن ِشه‬ ِ ‫سرقَت َف ُق‬
ْ َ‫ت َعائ َش ةُ فَ َح ُس ن‬ ْ َ‫ال عُ ْر َوةُ قَال‬ َ َ‫اب ق‬ َ ُ َ َ‫س ق‬ ُ ُ‫ن‬‫و‬ُ‫ي‬ ‫ال‬
َ ‫ق‬
َ ‫ا‬ ‫ه‬
َ ‫د‬
ُ ‫ي‬
َ ‫ت‬ ْ ‫ع‬
َ ‫ط‬ ْ ََ
S ‫ول اللَّ ِه‬ ِ ‫ك فَأَرفَع حاجَته ا إِىَل رس‬ ِ ِ َ‫َتوبُتها بع ُد وَت ز َّوجت و َك ان‬
َُ َ َ َ ُ ْ َ ‫ت تَأتييِن َب ْع َد َذل‬ ْ َ ْ َ َ َ َْ َ َ ْ
‫ي َع ْن عُ ْر َو َة َع ْن‬ ِّ ‫الز ْه ِر‬
ُّ ‫َخَبَرنَا َم ْع َمٌر َع ْن‬ ِ َّ ‫و ح َّدثَنَا عب ُد بن مُح ي ٍد أَخبرنَا عب ُد‬
ْ ‫الرزَّاق أ‬ َْ َ َ ْ َْ ُ ْ َْ َ
‫ أَ ْن ُت ْقطَ َع‬S ُّ ‫اع َوجَتْ َح ُدهُ فَأ ََمَر النَّيِب‬ ِ ِ ِ
َ َ‫ت ْام َرأَةٌ خَمُْزوميَّةٌ تَ ْس تَعريُ الْ َمت‬ ْ َ‫ت َك ان‬ ْ َ‫َعائ َش ةَ قَال‬
‫ فِ َيه ا مُثَّ ذَ َك َر حَنْ َو‬S ‫ول اللَّ ِه‬ َ ‫ُس َامةَ بْ َن َزيْ ٍد فَ َكلَّ ُم وهُ فَ َكلَّ َم َر ُس‬ َ ‫يَ ُد َها فَ أَتَى أ َْهلُ َه ا أ‬
‫س‬ ِ َّ ِ ِ
َ ُ‫َحديث اللْيث َويُون‬
185

[Abu at-Ṭahir dan Harmalah bin Yahya telah menceritakan


kepadaku, dan ini adalah lafal Hadis Harmalah, keduanya berkata:
Ibnu Wahb telah mengabarkan kepada kami, (ia) berkata: Yunus bin
Yazid telah mengabarkan kepadaku dari Ibnu Syihab, (ia) berkata:
‘Urwah bin al-Zubair telah mengabarkan kepadaku dari ‘Aisyah isteri
Nabi saw., bahwa saat penaklukan Kota Makkah di masa Rasulullah
saw., orang-orang Quraisy pernah kebingungan mengenai masalah
seorang wanita (mereka) yang ketahuan mencuri. Maka mereka
berkata: Siapa kiranya yang berani mengadukan permasalahan ini
kepada Rasulullah saw.?. Maka sebagian mereka mengusulkan: Siapa
lagi kalau bukan Usamah bin Zaid, orang yang paling dicintai oleh
Rasulullah saw.”. Lalu wanita itu dihadapkan kepada Rasulullah saw.
dan Usamah bin Zaid pun mengadukan permasalahannya kepada
beliau, tiba-tiba wajah Rasulullah saw. berubah menjadi merah seraya
bersabda: “Apakah kamu hendak meminta syafā‘at (keringanan)
dalam hukum Allah (yang telah ditetapkan)!. Maka Usamah berkata
kepada beliau: Mohonkanlah ampuanan bagiku wahai Rasulullah”.
Sore harinya Rasulullah saw. berdiri dan berkhutbah, setelah memuji
Allah dengan ujian yang layak untuk-Nya, beliau bersabda: “Amma
Ba’du. Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum

Muslim..., Sahih..., juz 5 dari 8, h. 114. Dengan nomor hadis 4505 pada bab
185

Qat’u at-Sāriq asy-Syarīf wa gairih wa an-Nahy ‘an.

91
kalian adalah manakala ada orang yang terpandang (terhormat) dari
mereka mencuri, maka merekapun membiarkannya. Namun jika ada
orang yang lemah dan hina di antara mereka ketahuan mencuri, maka
dengan segera mereka melaksanakan hukuman atasnya. Demi Dzat
yang jiwaku berada tangan-Nya, sekiranya Fatimah binti Muhammad
mencuri, sungguh aku sendiri yang akan memotong tangannya.
Akhirnya beliau memerintahkan terhadap wanita yang mencuri, lalu
dipotonglah tangan wanita tersebut. Yunus berkata: Ibnu Syihab
berkata: Urwah berkata: ‘Aisyah berkata: Setelah peristiwa itu, wanita
tersebut malakukan taubat nasuha dan menikah, hingga pada suatu
ketika, ia datang kepadaku untuk meminta tolong mengajukan
permintaannya kepada Rasulullah saw., lalu aku memnuhi
permintaannya tersebut. Dan ‘Abdu bin Humaid telah menceritakan
kepada kami, (ia) berkata: Abdurrazaq telah mengabarkan kepada
kami, (ia) berkata: Ma’mar telah mengabarkan kepada kami dari al-
Zuhri dari ‘Urwah dari ‘Aisyah, (ia) berkata: Seorang wanita
Makhzumiyah pernah meminjam suatu barang, setelah itu dia
mengaku barang tersebut adalah miliknya. Maka Nabi saw. menyuruh
supaya tangannya dipotong, hingga keluarga wanita tersebut menemui
Usamah bin Zaid dan mengadukan permasalahan wanita itu. Usamah
lalu mengadukannya kepada Rasulullah saw. tentang masalah itu,
kemudian dia menyebutkan seperti Hadis al-Laiṡ dan Yunus]. (HR.
Muslim)
Hadis ini hampir sama dengan yang disebutkan dalam Sahih
al-Bukahārī dalam konteks hadisnya tentang persoalan hukum yang
diringankan dalam masalah pencurian. Pada hadis ini disebutkan juga
bahwa makna syafā‘at berarti keringanan atas sesuatu. Oleh sebab itu
makna syafā‘at dikaitkan secara konteks dan teks dapat berbeda-beda
tergantung hadis itu arahnya kemana dan kapan akan terjadi konteks
hadisnya, jika persoalan akhirat maka makna syafā‘at yang lumrah
adalah sesuatu yang dapat meringankan dan menolong seseorang
yang kurang dalam amalan untuk dapat masuk syurga atau
pertolongan agar keluar darri neraka.
Konsep yang sama juga dijelaskan oleh imam al-Bukhārī,
yaitu syafā‘at sebagai bentuk meringankan hukuman bagi orang yang
berbuat salah di dunia, maka syafā‘at disini diartikan sebagai
pertolongan pemimpin kepada rakyat atau atasan kepada bawahannya.
Hadis ini sebagai larangan rasul untuk memberikan syafā‘at kepada
siapa saja yang sudah ditetapkan had (hukuman) baginya, namun bila
hukuman belum dijatuhkan lalu dia meminta pertolongan atau

92
keringanan atau syafā‘at kepada atasnya, maka hal ini dibolehkan
memberi bantuan syafā‘at menurut mayoritas ulama.186

b. Substansi core purpose (inti tujuan) syafā‘at

Inti tujuan syafā‘at sebagaimana telah diketahui sebelumnya


pada landasan teori adalah untuk mengurangi atau meringankan
sebuah dosa atau kesalahan seseorang manusia oleh Allah atau
manusia lain yang diberikan hak-Nya dan rida-Nya. Dalam hadis
Sahih Muslim terdapat beberapa hadis yang menjelaskan core
purpose (inti tujuan) dari syafā‘at tersebut, berikut ini adalah inti
tujuan syafā‘at serta hadis-hadis yang membahasnya:

1) Meringankan azab neraka

ٍ َّ‫ث َعن ابْ ِن اهْلَ ِاد َعن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َخب‬ ٍِ


‫اب‬ ْ ْ ٌ ‫َح َّدثَنَا ُقَتْيبَ ةُ بْ ُن َس عيد َح َّدثَنَا لَْي‬
ُ‫ال لَ َعلَّهُ َتْن َفعُ ه‬ ٍ ِ‫ ذُكِر ِعْن َدهُ َع ُّمهُ أَبُو طَال‬S ‫ول اللَّ ِه‬
َ ‫ب َف َق‬ َ ‫َن َر ُس‬ ٍ ِ‫عن أَيِب سع‬
َّ ‫يد اخْلُ ْد ِريِّأ‬ َ َْ
َ
ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ‫َش َفاعيِت يوم الْ ِقيام ِة َفيجعل يِف ضحض‬
ُ‫اح م ْن نَا ٍر َيْبلُ ُغ َك ْعَبْيه َي ْغلي مْنهُ د َماغُه‬ َ ْ َ ُ َ ْ ُ َ َ َ َْ َ
187

[Qutaibah bin Sa‘id telah menceritakan kepada kami, (ia)


berkata: al-Laits telah menceritakan kepada kami dari Ibnu al-Had
dari Abdullah bin Khabbab dari Abu Sa‘id al-Khudri bahwa
Rasulullah saw. pernah disebutkan di sisinya tentang pamannya Abu
Talib. Maka Rasulullah saw. bersabda: “Semoga syafā‘atku dapat
menolongnya pada hari kiamat sehingga dia diletakkan di dalam
Neraka yang paling landai, apinya mencapai mata kakinya yang
membuat otaknya mendidih].(HR. Muslim)
Salah satu syafā‘at lainnya selain syafā‘at yang mengeluarkan
umat manusia dari neraka dan memasukkan mereka ke dalam syurga
adalah syafā‘at khusus bagi Abu Ṭālib yang dijelaskan pada hadis di
atas. Syafā‘at untuk paman Nabi ini adalah keringanan azab neraka,
maksudnya keringanan dalam penempatan tempat dalam neraka.

2) Mengeluarkan dari neraka memasukannya ke dalam surga

186
Al-Asqalanī, Fath al-Bārī ..., juz 12 dari 13, h. 87. Lihat: Muhammad bin Abdul
Wahab, Kabāir, (Arab Saudi: Wazirah asy-Syu’uniyah al-Islamiyah wa al-Auqāf wa ad-
Dakwah wa al-Irsyad, 1420), 149.
187
Muslim..., Sahih..., juz 1 dari 8, h. 135. Dengan nomor hadis 535 pada bab
syafā‘at nabi untuk abi Ṭālib.

93
َّ ‫ض ِم ُّي َح َّدثَنَا بِ ْش ٌر َي ْعيِن ابْ َن الْ ُم َف‬ ِ
‫ض ِل َع ْن أَيِب‬ َ ‫ص ُر بْ ُن َعل ٍّي اجْلَ ْه‬ ْ َ‫َح َّدثَيِن ن‬
ِ َّ ِ ِ ُ ‫ال رس‬ ٍِ
‫ين‬َ ‫ أ ََّما أ َْه ُل النَّار الذ‬:S ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ق‬: ‫ض َر َة َع ْن أَيِب َس عيد قَ َال‬ ْ َ‫َم ْس لَ َمةَ َع ْن أَيِب ن‬
‫َّار بِ ُذنُوهِبِ ْم أ َْو‬ ِ ِ ِ
ُ ‫َص َابْت ُه ْم الن‬ َ ‫اس أ‬ ٌ َ‫ُه ْم أ َْهلُ َه ا فَ إن َُّه ْم اَل مَيُوتُو َن ف َيه ا َواَل حَيَْي ْو َن َولَك ْن ن‬
‫ض بَائَِر‬ ِ‫الش َف ِ ِ هِب‬ ِ ‫خِب‬
َ ‫اعة فَجيءَ ْم‬ َ َّ ِ‫اه ْم فَأ ََم اَت ُه ْم إِ َماتَةً َحىَّت إِ َذا َك انُوا فَ ْح ًم ا أُذ َن ب‬ ُ َ‫قَ َال َطَاي‬
‫ات احْلِبَّ ِة‬ ِ ِ ِ‫ضبائِر َفبثُّوا علَى أَْنها ِر اجْل ن َِّة مُثَّ ق‬
َ َ‫يضوا َعلَْي ِه ْم َفَيْنبُتُو َن نَب‬ ُ ‫يل يَا أ َْه َل اجْلَنَّة أَف‬
َ َ َ َ ُ َ ََ
‫ قَ ْد َك ا َن‬S ‫ول اللَّ ِه‬ َ ‫َن َر ُس‬ َّ ‫ال َر ُج ٌل ِم ْن الْ َق ْوِم َك أ‬ َ ‫الس ْي ِل َف َق‬ َّ ‫تَ ُك و ُن يِف مَحِ ي ِل‬
‫ح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن الْ ُمَثىَّن َوابْ ُن بَ َّش ا ٍر قَ ااَل َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن َج ْع َف ٍر َح َّدثَنَا‬. ِ ِ ِ
َ ‫بالْبَاديَ ة‬
‫ مِبِثْلِ ه‬S ِّ ‫ي َع ْن النَّيِب‬ ٍ ِ‫ضرةَ عن أَيِب سع‬
ِّ ‫يد اخْلُ ْد ِر‬ َ ْ َ َ ْ َ‫ت أَبَا ن‬
ِ َ َ‫ُشعبةُ عن أَيِب مسلَمةَ ق‬
ُ ‫ال مَس ْع‬ َ ْ َ ْ َ َْ
188
ُ‫السْي ِل َومَلْ يَ ْذ ُك ْر َما َب ْع َده‬ َّ ‫إِىَل َق ْولِِه يِف مَحِ ِيل‬
[Nashr bin ‘Ali al-Jahdlami telah menceritakan kepadaku, (ia)
berkata: Bisyr, yaitu Ibnu al-Mufadldlal telah menceritakan kepada
kami dari Abu Maslamah dari Abu Nadlrah dari Abu Sa‘id, dia
berkata: Rasulullah saw. bersabda: Adapun penduduk neraka yang
mana mereka adalah penduduknya, maka mereka tidak akan mati di
dalamnya dan tidak pula hidup. Tetapi orang yang terkena siksa
neraka karena dosa mereka atau kesalahan mereka maka Allah
mematikan mereka hingga apabila mereka telah hangus terbakar,
maka diizinkanlah pemberian syafā‘at, lalu dibawalah mereka
sekeompok demi sekelompok, lalu mereka disebarkan di atas sungai
surga, kemudian dikatakan kepada mereka: Wahai penduduk surga.
Limpahkanlah air kepada mereka. Lalu mereka tumbuh sebagaimana
tumbuhnya biji-bijian menjadi seperti buih banjir. Lalu salah seorang
lelaki dari suatu kaum berkata: Seakan-akan Rasulullah saw. benar-
benar berada di gurun sahara”. Dan Muhammad bin al-Mutsanna dan
Ibnu Basysyar telah menceritakannya kepada kami, keduanya berkata:
Muhammad bin Ja’far telah menceritakan kepada kami, (ia) berkata:
Syu’bah telah menceritakan kepada kami dari Abu Maslamah dia
berkata: Saya mendengar Abu Nadlrah dari Abu Sa’id al-Khudrī dari
Nabi saw. dengan Hadis semisalnya sampai perkataannya: Dalam
buih banjir. Dan dia tidak menyebutkan kalimat setelahnya]. (HR.
Muslim)

Muslim..., Sahih..., juz 1 dari 8, h. 118, dengan nomor haris 477 pada bab sebut
188

syafaat dan mengeluarkan orang yang bertauhid dari neraka.

94
Otoritas Allah sebagai Khaliq juga sebagai penghukum atas
makhluknya tidak dapat dipungkiri dan disanggah. Dalam Hadis di
atas disebutkan bahwa orang yang membuat dosa dan masuk neraka
pun walau mendapat syafā‘at tetap harus menjalani hukuman di
dalam neraka terlebih dahulu hingga waktu syafā‘at yang diberikan
dan telah diridai oleh Allah boleh diterima. Pemberian syafā‘at ini
berguna bagi mereka untuk sebuah “tiket” untuk dapat keluar dari
neraka dan dimasukkan ke dalam surga.

c. Substansi exclusion limit (batasan pengecualian) syafā‘at

Batasan merupakan sebuah syarat atau aturan yang ditetapkan


untuk suatu kepentingan. Misalnya batasan dalam salat subuh adalah
dua rakaat, maka tidak dapat dikerjakan melebihi dua rakaat atau
kurang dari dua rakaat. Batasan syafā‘at hanya diberikan kepada
golongan manusia yang beriman dijelasakan dalam Sahih Muslim
seperti berikut:

1) Bersyahadah dengan dua kalimat syahadah

‫ث َع ْن ابْ ِن َع ْجاَل َن َع ْن حُمَ َّم ِد بْ ِن حَيْىَي بْ ِن‬ ٌ ‫يد َح َّدثَنَا لَْي‬ ٍ ِ‫ح َّدثَنا ُقتيب ةُ بن س ع‬
َ ُ ْ َْ َ َ َ
‫ت َعلَْي ِه َو ُه َو‬ ِ ِ َّ ‫الصنَاحِبِ ي عن عبادةَ ب ِن‬
ُ ‫الصامت أَنَّهُ قَالَ َد َخ ْل‬ ْ َ َُ ْ َ ِّ ُّ ‫َحبَّا َن َع ْن ابْ ِن حُمَرْيِ ي ٍز َع ْن‬
‫ك َولَئِ ْن‬ ِ ِ ِ ‫مِل‬ ِ
َ َ‫َش َه َد َّن ل‬
ْ ‫ت أَل‬ ُ ‫استُ ْش ِه ْد‬
ْ ‫ال َم ْهاًل َ َتْبكي َف َواللَّه لَئ ْن‬ ُ ‫يِف الْ َم ْوت َفبَ َكْي‬
َ ‫ت َف َق‬
ِ ٍ ِ ِ ِ َ َ‫َّك مُثَّ ق‬ ِ َ َ‫َش َفع َّن ل‬
ُ‫ال َواللَّه َم ا م ْن َح ديث مَس ْعتُه‬ َ ‫ت أَل َْن َف َعن‬ُ ‫اس تَطَ ْع‬
ْ ‫ك َولَئ ْن‬ َ ْ ‫ت أَل‬ ُ ‫ِّع‬ْ ‫ُش ف‬
‫ف‬َ ‫اح ًدا َو َس ْو‬ ِ ‫ لَ ُكم فِي ِه خي ر إِاَّل ح َّد ْثتُ ُكموه إِاَّل ح ِديثًا و‬S ‫ول اللَّ ِه‬ ِ ‫ِمن رس‬
َ َ ُ ُ َ ٌ َْ ْ َُْ
‫ول َم ْن َش ِه َد أَ ْن اَل‬ ُ ‫ َي ُق‬S ‫ول اللَّ ِه‬َ ‫ت َر ُس‬ ِ ِ ِ
ُ ‫ُح ِّدثُ ُك ُموهُ الَْي ْو َم َوقَ ْد أُحي َط بَِن ْفس ي مَس ْع‬
َ‫أ‬
ِ ِ ُ ‫َن حُم َّم ًدا رس‬ ِ ِ
َ ‫ول اللَّه َحَّر َم اللَّهُ َعلَْيه الن‬
.‫َّار‬ ُ َ َ َّ ‫إلَهَ إاَّل اللَّهُ َوأ‬
189

[Qutaibah bin Sa‘id telah menceritakan kepada kami, (ia)


berkata: Laits telah menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajlan dari
Muhammad bin Yahya bin Habbān dari Ibnu Muhairiz dari aṣ-
Ṣunabihī dari Ubadah bin as-Ṡamit bahwa dia berkata: Saya
mengunjunginya dia dalam keadaan sakit, hingga aku pun menangis.
Maka dia berkata: Tahan, kenapa kamu menangis? Demi Allah, jika
aku mati syahid, maka aku bersaksi untukmu, dan jika aku diberi
Muslim..., Sahih..., juz 1 dari 8, h. 43, dengan nomor hadis 151, pada bab man
189

laqiya allah bi al-Iman wa huwa bi gair syak

95
syafā‘at maka aku memberikan syafā‘at untukmu, serta jika aku
mampu, maka aku memberikan manfaat untukmu. Kemudian dia
berkata: Demi Allah, tidaklah ada suatu hadis yang aku dengar dari
Rasulullah saw. untuk kalian yang di dalamnya terdapat kebaikan
melainkan pasti aku menceritakannya kepada kalian, kecuali satu
hadis, dan saya akan menceritakan kepadamu pada hari ini. Dan
sungguh aku meresapi hal tersebut pada diriku. Aku mendengar
Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada
tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, dan bahwa Muhammad
utusan Allah, niscaya Allah mengharamkan neraka atasnya]. (HR.
Muslim)

2) Tidak menyekutukan Allah (tidak berbuat syirik)

‫ب قَ ااَل َح َّدثَنَا‬ ٍ ْ‫ظ أِل َيِب ُك ري‬ ُ ‫ب َواللَّ ْف‬ ٍ ْ‫َح َّدثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْن أَيِب َش ْيبَةَ وأَبُو ُك ري‬
َ َ َ ُ
ِ
‫ ل ُك ِّل‬S ‫ول اللَّ ِه‬ َ َ‫صال ٍح َع ْن أَيِب ُهَر ْيَرةَ ق‬ ِ ِ ‫أَبُو ُم َعا ِويَةَ َع ْن اأْل َْع َم‬
ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ق‬:‫ال‬ َ ‫ش َع ْن أَيِب‬
‫اعةً أِل َُّميِت َي ْو َم‬
َ ‫ت َد ْع َويِت َش َف‬ ُ ْ‫اختَبَ أ‬ْ ‫نَيِب ٍّ َد ْع َوةٌ ُم ْستَ َجابَةٌ َفَت َع َّج َل ُك ُّل نَيِب ٍّ َد ْع َوتَهُ َوإِيِّن‬
‫ات ِم ْن أ َُّميِت اَل يُ ْش ِر ُك بِاللَّ ِه َش ْيئًا َح َّد َثنَا أَبُ و‬ ِ ِ ِ
َ ‫الْقيَ َام ة فَ ِه َي نَائلَ ةٌ إِ ْن َش اءَ اللَّهُ َم ْن َم‬
‫ب قَ ااَل َح َّدثَنَا أَبُ و ُم َعا ِويَ ةَ َع ْن‬ ٍ ْ‫ظ أِل َيِب ُك ري‬ُ ‫ب َواللَّ ْف‬ ٍ ْ‫بَ ْك ِر بْن أَيِب َش ْيبَةَ وأَبُ و ُك ري‬
َ َ َ ُ
ِ
ٌ‫ ل ُك ِّل نَيِب ٍّ َد ْع َوة‬S ‫ول اللَّه‬ِ َ َ‫ص ال ٍح َع ْن أَيِب ُهَر ْي َرةَ ق‬ ِ ِ ‫اأْل َْع َم‬
ُ ‫قَ َال َر ُس‬: ‫ال‬ َ ‫ش َع ْن أَيِب‬
‫اعةً أِل َُّميِت َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة‬
َ ‫ت َد ْع َويِت َش َف‬ ْ ‫ُم ْس تَ َجابَةٌ َفَت َع َّج َل ُك ُّل نَيِب ٍّ َد ْع َوتَ هُ َوإِيِّن‬
ُ ْ‫اختَبَ أ‬
190
.‫ات ِم ْن أ َُّميِت اَل يُ ْش ِر ُك بِاللَّ ِه َشْيئًا‬ ِ
َ ‫فَ ِه َي نَائلَةٌ إِ ْن َشاءَ اللَّهُ َم ْن َم‬
Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Abu Kuraib telah
menceritakan kepada kami, dan lafal tersebut milik Abu Kuraib,
(keduanya) berkata: Abu Mu‘awiyah telah menceritakan kepada kami
dari al-‘Amasy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dia berkata:
“Rasulullah saw. bersabda: “Setiap Nabi memiliki doa yang mustajab,
maka setiap nabi menyegerakan doanya, dan sesungguhnya aku
190
Muslim..., Sahih..., juz 1 dari 8, h. 111, dengan nomor hadis 512, pada bab
ikhtiba` an-Nibi bi da’wati syafaah li ummah. Hadis dengan matan yang sama juga
disebutkan oleh imam muslim delam bab yang sama dengan sedikit berbeda matannya
dengan nomor 513. Matannya berikut ini: ‫ت‬ ُ ْ‫اختَبَأ‬
ْ ‫ِل ُكلِّ نَ ِب ٍّى َد ْع َوةٌ ُم ْست ََجابَةٌ يَ ْدعُو ِبهَا فَيُ ْست ََجابُ لَهُ فَي ُْؤتَاهَا َوإِنِّى‬
‫ َد ْع َو ِتى َشفَا َعةً ألُ َّم ِتى يَوْ َم ْال ِقيَا َم ِة‬.

96
menyembunyikan doaku sebagai syafā‘at bagi umatku pada hari
kiamat. Dan insya Allah syafā‘atku akan mencakup orang yang mati
dari kalangan umatku yang tidak mensyirikkan Allah dengan sesuatu
apa pun”. (HR. Muslim)

2. Reasons Syafā’at dalam Hadis Sahih Muslim

Berkaitan dengan reasons syafā‘at ini, ada beberapa hadis di


dalam Sahih Muslim yang menyebutkannya dan menjelaskannya,
diantaranya adalah:

a. Membaca Alquran

‫يع بْ ُن نَافِ ٍع َح َّدثَنَا‬ ُ ِ‫الرب‬َّ ‫َح َّدثَيِن احْلَ َس ُن بْ ُن َعلِ ٍّي احْلُْل َوايِن ُّ َح َّدثَنَا أَبُو َت ْوبَةَ َو ُه َو‬
‫اهلِ ُّي‬ِ ‫ول ح َّدثَيِن أَب و أُمام ةَ الْب‬
َ ََ ُ
ٍ ِ ٍ ٍ
َ ُ ‫ُم َعا ِويَةُ َي ْعيِن ابْ َن َس اَّل م َع ْن َزيْ د أَنَّهُ مَس َع أَبَا َس اَّل م َي ُق‬
‫ول ا ْق َرءُوا الْ ُق ْرآ َن فَِإنَّهُ يَ أْيِت َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة َش ِف ًيعا‬ ُ ‫ َي ُق‬S ‫ول اللَّ ِه‬ َ ‫ت َر ُس‬ ِ
ُ ‫قَالَ َس م ْع‬
‫ان َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة‬
ِ ‫الز ْه راوي ِن الْب َق ر َة وس ور َة ِآل ِعم را َن فَِإنَّهم ا تَأْتِي‬
َ َُ َْ َ ُ َ َ َ ْ َ َ َّ ‫َص َحابه ا ْق َرءُوا‬
ِِ
ْ
‫أِل‬
ِ ‫اج‬ ِِ ِ ِ ِ
‫ان‬ َّ َ‫اف حُت‬َّ ‫ص َو‬ َ ٍ‫َكأَن َُّه َم ا َغ َم َامتَ ان أ َْو َكأَن َُّه َم ا َغيَ َايتَ ان أ َْو َكأَن َُّه َم ا ف ْرقَ ان م ْن طَرْي‬
ِ‫هِب‬
‫َخ َذ َها َبَر َك ةٌ َوَت ْر َك َه ا َح ْس َرةٌ َواَل‬ ْ ‫ور َة الَْب َق َر ِة فَ ِإ َّن أ‬
َ ‫َص َحا َما ا ْق َرءُوا ُس‬ ْ ‫َع ْن أ‬
‫الس َحَرةُ و َح َّدثَنَا َعْب ُد اللَّ ِه بْ ُن َعْب ِد‬ َّ َ‫َن الْبَطَلَ ة‬ َّ ‫ال ُم َعا ِويَ ةُ َبلَغَيِن أ‬َ َ‫تَ ْس تَ ِطيعُ َها الْبَطَلَ ةُق‬
‫َخَبَرنَا حَيْىَي َي ْعيِن ابْ َن َح َّسا َن َح َّدثَنَا ُم َعا ِويَةُ هِبَ َذا اإْلِ ْس نَ ِاد ِم ْثلَ هُ َغْي َر‬ ِ
ْ ‫الرَّمْح َ ِن الدَّا ِرم ُّي أ‬
191
‫ال َو َكأَن َُّه َما يِف كِلَْي ِه َما َومَلْ يَ ْذ ُك ْر َق ْو َل ُم َعا ِويَةَ َبلَغَيِن‬َ َ‫أَنَّهُ ق‬
Al-Hasan bin Ali al-Hulwani telah menceritakan kepadaku,
(ia) berkata: Abu Taubah ia adalah al-Rabi’ bin Nafi’ telah
menceritakan kepada kami, (ia) berkata: Mu‘awiyah yakni Ibnu
Sallam telah menceritakan kepada kami dari Zaid bahwa ia
mendengar Abu Sallam berkata: Abu Umamah al-Bahili telah
menceritakan kepadaku, (ia) berkata: Saya mendengar Rasulullah
saw. bersabda: “Bacalah Alquran, karena ia akan datang memberi
syafā‘at kepada para pembacanya pada hari kiamat nanti. Bacalah
Zahrawain, yakni surat al-Baqarah dan Ali Imran, karena keduanya
akan datang pada hari kiamat nanti, seperti dua tumpuk awan
Muslim..., Sahih..., juz 2, h. 197, dengan nomor hadis 1910, pada bab keutamaan
191

membaca Alquran dan surah al-Baqarah.

97
menaungi pembacanya, atau seperti dua kelompok burung yang
sedang terbang dalam formasi hendak membela pembacanya. Bacalah
al-Baqarah, karena dengan membacanya akan memperoleh barakah,
dan dengan tidak membacanya akan menyebabkan penyesalan, dan
pembacanya tidak dapat dikuasai (dikalahkan) oleh tukang-tukang
sihir. Mu‘awiyah berkata: Telah sampai (khabar) kepadaku bahwa, al-
Bathalah adalah tukang-tukang sihir. Dan Abdullah bin Abdurrahman
al-Darimi telah menceritakan kepada kami, (ia) berkata: Yahya yakni
Ibnu Hassan telah mengabarkan kepada kami, (ia) berkata:
Mu‘awiyah telah menceritakan kepada kami dengan isnād ini, hanya
saja ia mentatakan: “Wa kaannahumā fā kilaihimā.” dan ia tidak
menyebutkan ungkapan Mu‘awiyah, balaganī (telah sampai khabar
padaku)]. (HR. Muslim)

b. Bersabar atas kesusahan tinggal di kota Madinah

ٍ‫َح َّدثَنَا أَبُ و بَ ْك ِر بْن أَيِب َش ْيبَةَ َح َّدثَنَا َعْب ُد اللَّ ِه بْن مُنَرْيٍ ح و َح َّدثَنَا ابْن مُنَرْي‬
ُ ُ ُ
‫ال‬َ َ‫ق‬: ‫ال‬ َ َ‫َح َّد َثنَا أَيِب َح َّد َثنَا عُثْ َم ا ُن بْ ُن َح ِكي ٍم َح َّدثَيِن َع ِام ُر بْ ُن َس ْع ٍد َع ْن أَبِي ِه ق‬
ِ ِ ِ ِ ِ ُ ‫رس‬
‫ص ْي ُد َها‬ َ ‫اه َها أ َْو يُ ْقتَ َل‬ ُ‫ض‬ َ ‫ إيِّن أ‬:S ‫ول اللَّه‬
َ ‫ُحِّر ُم َما َبنْي َ اَل َبيَت ْ الْ َمدينَ ة أَ ْن يُ ْقطَ َع ع‬ َُ
ِ َ َ‫وق‬
ُ‫َح ٌد َر ْغبَ ةً َعْن َه ا إِاَّل أَبْ َد َل اللَّه‬ َ ‫ال الْ َمدينَ ةُ َخْي ٌر هَلُ ْم لَ ْو َك انُوا َي ْعلَ ُم و َن اَل يَ َدعُ َها أ‬ َ
‫ت لَهُ َش ِف ًيعا أ َْو‬ ِ ِ
ُ ‫َح ٌد َعلَى أَل َْوائ َه ا َو َج ْه د َها إِاَّل ُكْن‬ َ‫تأ‬
ِ
ُ ُ‫ف َيها َم ْن ُه َو َخْيٌر مْن هُ َواَل َيثْب‬
ِ
‫و َح َّد َثنَا ابْ ُن أَيِب عُ َم َر َح َّد َثنَا َم ْر َوا ُن بْ ُن ُم َعا ِويَةَ َح َّد َثنَا عُثْ َم ا ُن‬. ‫يدا َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة‬
ً ‫َش ِه‬
‫ول اللَّ ِه‬ َ ‫َن َر ُس‬ ٍ َّ‫َخَب َريِن َع ِام ُر بْ ُن َس ْع ِد بْ ِن أَيِب َوق‬
َّ ‫اص َع ْن أَبِ ِيه أ‬ ْ‫يأ‬ُّ ‫ص ا ِر‬ ِ
َ ْ‫بْ ُن َحكي ٍم اأْل َن‬
‫َح ٌد أ َْه َل الْ َم ِدينَ ِة‬
َ ‫يد أ‬ ُ ‫يث َواَل يُِر‬ ِ ‫يث اب ِن مُنَ ٍ و َزاد يِف احْل ِد‬
َ
ِ ِ ِ
َ َ ‫ قَ َال مُثَّ ذَ َك َر مثْ َل َح د ْ رْي‬S
192
‫ب الْ ِم ْل ِح يِف الْ َم ِاء‬
َ ‫اص أ َْو َذ ْو‬ِ ‫ص‬ َ ‫الر‬
َّ ‫ب‬ ٍ ِ
َ ‫ب ُسوء إِاَّل أَ َذابَهُ اللَّهُ يِف النَّا ِر َذ ْو‬
[Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami,
(ia) Abdullah bin Numair berkata: telah menceritakan kepada kami.
(Muslim berkata): dalam riwayat lain. Ibnu Numair telah
menceritakan kepada kami, (ia) berkata: bapakku telah menceritakan
kepada kami, (ia) berkata: Uṡman bin Hakim telah menceritakan
kepada kami, (ia) berkata: Amir bin Sa’dari telah menceritakan

Muslim..., Sahih..., juz 4 dari 8, h. 113, dengan nomor hadis 3385, pada bab
192

keutamaan madinah dan doa nabi di dalamnya.

98
kepadaku dari bapaknya ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Aku
menjadikan kota Madinah sebagai tanah haram, yaitu antara kedua
bukitnya yang berbatu-batu hitam. Jangan ditebang pepohonannya,
dan jangan pula dibunuh hewan buruannya. Dan beliau juga bersabda:
“Kota Madinah lebih baik bagi mereka jika sekiranya mereka
mengetahuinya. Orang yang meninggalkan kota itu karena tidak
senang kepadanya, maka Allah akan menggantinya dengan orang
yang lebih baik dari padanya. Seorang yang betah tinggal di kota itu
dalam kesusahan dan kesulitan hidup, maka aku akan memberinya
syafā‘atku atau menjadi saksi baginya di hari kiamat nanti. (Muslim
berkata): dan Ibnu Abu Umar telah menceritakan kepada kami, (ia)
berkata: Marwan bin Mu‘awiyah telah menceritakan kepada kami,
(ia) berkata: Utsman bin Hakim al-Anṣarī telah menceritakan kepada
kami, (ia) berkata: Amir bin Sa‘id bin Abu Waqaṣ telah mengabarkan
kepadaku dari bapaknya bahwa Rasulullah saw bersabda. Lalu ia pun
menyebutkan Hadis yang serupa dengan Hadisnya Ibnu Numair. Dan
ia menambahkan di dalam Hadis itu: Tidaklah salah seorang
penduduk Madinah menginginkan keburukan, kecuali Allah akan
menyiksanya di dalam neraka, yaitu dengan lelehan timah atau
lelehan garam di dalam air]. (HR. Muslim)

c. Meninggal di kota Madinah

ٍ ِ‫يد عن أَيِب س ع‬ ٍِ ِِ ٍ ِ‫ح َّد َثنا ُقتيب ةُ بن س ع‬


‫يد‬ َ ْ َ ‫ث َع ْن َس عيد بْ ِن أَيِب َس ع‬ ٌ ‫يد َح َّد َثنَا لَْي‬ َ ُ ْ َْ َ َ َ
‫استَ َش َارهُ يِف اجْلَاَل ِء ِم ْن‬ ْ َ‫ي لَيَ ايِل احْلَ َّر ِة ف‬َّ ‫يد اخْلُ ْد ِر‬ٍ ِ‫ي أَنَّهج اء أَب ا س ع‬
َ َ َ َ ُ ِّ ‫َم ْوىَل الْ َم ْه ِر‬
‫صْبَر لَهُ َعلَى َج ْه ِد الْ َم ِدينَ ِة‬ َ ‫َخَبَرهُ أَ ْن اَل‬
ِِ ِ
ْ ‫َس َع َار َها َو َك ْثَرةَ عيَاله َوأ‬
ِ ِ ِ
ْ ‫الْ َمدينَة َو َش َكا إِلَْيه أ‬
‫ اَل ي ْ رِب‬:‫ول‬ ِ َ ‫ك إِيِّن مَسِ عت رس‬ ِ َ ‫َوأَل َْوائِ َها َف َق‬
ُ‫ص‬ َ ُ ‫ َي ُق‬S ‫ول اللَّه‬ َُ ُ ْ َ ‫آم ُر َك بِ َذل‬
ُ ‫ك اَل‬ َ َ‫ال لَهُ َوحْي‬
‫يدا َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة إِ َذا َك ا َن‬ ِ
ً ‫ت لَ هُ َش ف ًيعا أ َْو َش ِه‬ ُ ‫وت إِاَّل ُكْن‬
ِ
َ ‫َح ٌد َعلَى أَل َْوائ َه ا َفيَ ُم‬ َ‫أ‬
‫ُم ْسلِ ًما‬
193

[Qutaibah bin Sa‘id telah menceritakan kepada kami, (ia)


berkata: Laiṡ telah menceritakan kepada kami dari Sa‘id bin Abu
Sa‘id dari Abu Sa‘id Maula al-Mahri bahwa ia menjumpai Abu Sa‘id
al-Khudrī pada malam-malam yang panas, dan meminta petunjuk
Muslim..., Sahih..., juz 4 dari 8, h. 118, dengan nomor hadis 3405, pada bab
193

kegemaran tinggal di Madinah dan sabar dalamnya. Terdapat hadis lain dari riwayat Muslim
dengan matan yang sama, tetapi tidak ada penyebutan ‫ ِإ َذا كَانَ ُم ْسـ ِل ًما‬dan terlatak pada bab
keutamaan Madinah dan doa Nabi padanya. Dengan nomor hadis 3384.

99
dalam menghadapi kesulitan hidup di Madinah, juga mengadukan
padanya tentang mahalnya biaya hidup dan banyaknya keluarga yang
ditanggung, serta memberitahukan bahwa dia tidak mampu bersabar
lagi menghadapi kesulitan hidup di Madinah. Jadi Abu Sa‘id al-
Khudrī berkata kepada Abu Sa‘id (mantan budak al-Mahrī itu):
Sungguh rugi kamu, aku tidak menyuruhmu begitu. Sungguhnya aku
pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Tidaklah seseorang
bersabar terhadap kesulitan hidup di Madinah lalu dia mati,
melainkan aku akan menjadi penolongnya (atau saksinya) kelak pada
hari kiamat, jika orang tersebut adalah seorang muslim]. (HR.
Muslim)

d. Mengikuti ucapan azan dari muazin, bersalawat dan membaca do’a


setelah azan

َ‫ب َع ْن َحْي َوة‬ ٍ ‫ي َح َّدثَنَا َعْب ُد اللَّ ِه بْن و ْه‬


َُ ُّ ‫َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن َس لَ َمةَ الْ ُم َر ِاد‬
‫ب بْ ِن َع ْل َق َم ةَ َع ْن َعْب ِد ال رَّمْح َ ِن بْ ِن ُجَبرْيٍ َع ْن‬ ِ ‫وب و َغرْيِ مِه َ ا َع ْن َك ْع‬ ِِ
َ َ ُّ‫َو َس عيد بْ ِن أَيِب أَي‬
‫ول إِ َذا مَسِ ْعتُ ْم الْ ُم َؤذِّ َن َف ُقولُوا ِمثْ َل‬ ِ ‫َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َع ْم ِرو بْ ِن الْ َع‬
ُ ‫ َي ُق‬S َّ ‫اص أَنَّهُ مَسِ َع النَّيِب‬
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه هِبَا َع ْش ًرا مُثَّ َس لُوا‬ َ ً‫صاَل ة‬َ ‫صلَّى َعلَ َّي‬ َ ‫صلُّوا َعلَ َّي فَِإنَّهُ َم ْن‬ َ َّ‫ول مُث‬ ُ ‫َما َي ُق‬
‫اللَّهَ يِل الْ َو ِس يلَةَ فَِإن ََّه ا َمْن ِزلَ ةٌ يِف اجْلَن َِّة اَل َتْنبَغِي إِاَّل لِ َعْب ٍد ِم ْن ِعبَ ِاد اللَّ ِه َوأ َْر ُج و أَ ْن‬
ِ
ُ‫اعة‬
َ ‫الش َف‬
َّ ُ‫ت لَه‬ ْ َّ‫أَ ُكو َن أَنَا ُه َو فَ َم ْن َسأ ََل يِل الْ َوسيلَةَ َحل‬
194

[Muhammad bin Salamah al-Muradi telah menceritakan


kepada kami, (ia) berkata: Abdullah bin Wahab telah menceritakan
kepada kami dari Haiwah dan Sa‘id bin Abi Ayyub serta selain
keduanya dari Ka'ab bin Alqamah dari Abdurrahman bin Jubair dari
Abdullah bin Amru bin al-Aṣ bahwa dia mendengar Nabi saw.
bersabda: Apabila kalian mendengar muazzin (mengumandangkan
azan) maka ucapkanlah seperti yang dia ucapkan, kemudian
bershalawatlah atasku, karena orang yang bershalawat atasku dengan
satu shalawat, niscaya Allah akan bershalawat atasnya dengannya
sepuluh kali, kemudian mintalah kepada Allah wasilah untukku,
karena ia adalah suatu tempat di surga, tidaklah layak tempat tersebut
kecuali untuk seorang hamba dari hamba-hamba Allah, dan saya
berharap agar saya menjadi hamba tersebut. Dan barangsiapa
194
Muslim..., Sahih..., juz 2 dari 8, h. 4, dengan nomor hadis 875 pada bab anjuran
mengucapkan seperti ucapan muazin bagi seseorang yang mendengarnya dan mengiringi
dengan salawat.

100
memintakan wasilah untukku, maka syafā‘at halal untuknya]. (HR.
Muslim)

e. Salat dan Doa seratus orang muslim terhadap jenazah

‫َخَبَرنَا َس اَّل ُم بْ ُن أَيِب ُم ِطي ٍع َع ْن‬ ِ ِ


ْ ‫يس ى َح َّدثَنَا ابْ ُن الْ ُمبَ َارك أ‬ َ ‫َح َّدثَنَا احْلَ َس ُن بْ ُن ع‬
َ َ‫ ق‬S ِّ ‫يد َر ِضي ِع َعائِ َشةَ َع ْن َعائِ َشةَ َع ْن النَّيِب‬
‫ال‬ َ ‫وب َع ْن أَيِب قِاَل بَةَ َع ْن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن يَِز‬
َ ُّ‫أَي‬
ْ ‫ني َيْبلُغُ و َن ِمائَ ةً ُكلُّ ُه ْم‬
‫َش َفعُو َن لَ هُ إِاَّل‬ ِِ ِ ِ ٍ ِ
َ ‫ص لِّي َعلَْي ه أ َُّمةٌ م ْن الْ ُم ْس لم‬ َ ُ‫َم ا م ْن َميِّت ت‬
ٍ ِ‫ال ح َّدثَيِن بِِه أَنَس بن مال‬ ِ ِِ ْ‫ال فَح َّدث‬ ِ
‫ك َع ْن‬ َ ُْ ُ َ َ ‫ب بْ َن احْلَْب َحاب َف َق‬ َ ‫ت به ُش َعْي‬ ُ َ َ ‫ُشفِّعُوا في ِه َق‬
195
.S ِّ ‫النَّيِب‬
[Al-Hasan bin Isa telah menceritakan kepada kami, (ia)
berkata: Ibn al-Mubarak telah menceritakan kepada kami, (ia)
berkata: Sallam bin Abu Muthi’ telah mengabarkan kepada kami dari
Ayyub dari Abu Qilabah dari Abdullah bin Yazid (saudara sesusuan
Aisyah) dari Aisyah dari Nabi saw, beliau bersabda: “Mayat yang
dishalatkan oleh kaum muslimin dengan jumlah melebihi seratus
orang, dan semuanya mendo’akannya, maka doa mereka untuknya
akan dikabulkan. Lalu saya menceritakannya kepada Syu’aib bin
Habhab, maka ia pun berkata: Anas bin Malik telah menceritakannya
kepadaku dari Nabi saw.] (HR. Muslim)

f. Doa empat puluh orang mukmin (tidak menyekutukan Allah)


terhadap jenazah

ٍ ‫يد اأْل َيْلِ ُّي َوالْ َولِي ُد بْ ُن ُش َج‬


‫اع‬ ٍ ِ‫وف وه ارو ُن بن س ع‬ ٍ
َ ُ ْ ُ َ َ ‫َح َّدثَنَا َه ُارو ُن بْ ُن َم ْع ُر‬
ٍ ‫ال اآْل َخ ر ِان َح َّدثَنَا ابْن و ْه‬ ِ‫ال الْول‬
‫ص ْخ ٍر‬َ ‫َخَب َريِن أَبُو‬ ْ‫بأ‬ َُ َ َ َ‫ق‬ ‫و‬ ‫يِن‬
َ ‫ث‬‫د‬َّ ‫ح‬
َ ‫يد‬
ُ ‫َّ يِن‬
َ َ َ‫الس ُكو ُّ ق‬
‫اس َع ْن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن‬
ٍ َّ‫ب َم ْوىَل ابْ ِن َعب‬ ٍ ْ‫يك بْ ِن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن أَيِب مَنِ ٍر َع ْن ُك ري‬
َ
ِ ‫َعن َش ِر‬
ْ
‫اجتَ َم َع لَ هُ ِم ْن‬ْ ‫ب انْظُ ْر َم ا‬ُ ْ‫ال يَ ا ُك َري‬ َ ‫ات ابْ ٌن لَ هُ بِ ُق َديْ ٍد أ َْو بِعُ ْس َفا َن َف َق‬ ٍ َّ‫َعب‬
َ ‫اس أَنَّهُ َم‬
‫ول ُه ْم أ َْر َبعُ و َن قَ َال‬
ُ ‫ال َت ُق‬
َ ‫َخَب ْرتُهُ َف َق‬
ْ ‫اجتَ َمعُوا لَهُ فَأ‬
ْ ‫اس قَ ْد‬ ِ ُ ‫ال فَ َخر ْج‬ ِ ‫الن‬
ٌ َ‫ت فَإ َذا ن‬ َ َ َ‫َّاس ق‬
195
Muslim..., Sahih..., juz 3 dari 8, h. 52, dengan nomor hadis 2241, pada bab orang
yang mensalatkan janazah 100 orang, maka tidak lain malainkan memberi syafaat
kepadanya.

101
ِ ِ ُ ‫ ي ُق‬S ‫ول اللَّ ِه‬ ِ
ُ ُ‫ول َم ا م ْن َر ُج ٍل ُم ْس ل ٍم مَي‬
‫وت‬ َ َ ‫ت َر ُس‬ ُ ‫َخ ِر ُج وهُ فَ ِإيِّن مَس ْع‬ْ ‫َن َع ْم قَ َال أ‬
‫َّع ُه ْم اللَّهُ فِي ِه ويِف‬ ِ ِِ
َ ‫وم َعلَى َجنَ َازت ه أ َْر َبعُ و َن َر ُجاًل اَل يُ ْش ِر ُكو َن بِاللَّه َش ْيئًا إِاَّل َش ف‬ُ ‫َفَي ُق‬
َ
ٍ َّ‫ب َع ْن ابْ ِن َعب‬
‫اس‬ ٍ ْ‫يك بْ ِن أَيِب مَنِ ٍر َع ْن ُكري‬
ِ ‫وف َعن َش ِر‬ ٍ ‫ِرواي ِة اب ِن معر‬
ُْ َ ْ َ َ
196
َ ْ
[Harun bin Ma’ruf, Harun bin Sa‘id al-Aili dan al-Walid bin
Syuja’ as-Sakunī telah menceritakan kepada kami, (al-Walidi)
berkata: Ibn Wahb telah menceritakan kepadaku, sementara dua orang
yang lain berkata: Ibnu Wahb telah menceritakan kepada kami, (Ibnu
Wahb) berkata: Abu Shakhr telah mengabarkan kepadaku dari Syarik
bin Abdullah bin Abu Namir dari Kuraib Maula Ibnu Abbas dari Ibnu
Abbas bahwa anaknya telah meninggal di kawasan Qudaid atau
‘Usfan, maka ia pun berkata: “Wahai Kuraib, lihatlah berapa orang
yang berkumpul untuk menshalatkannya”. Kuraib berkata: “Maka aku
pun keluar, ternyata orang-orang telah berkumpul untuk mengejakan
perkara mensalatkannya. Lalu aku memberitahukannya kepada Ibnu
Abbas”. dan ia bertanya: “Apakah jumlah mereka mencapai empat
puluh orang?”. Kuraib menjawab: “Ya”. Kemudian Ibnu Abbas
berkata: “Keluarkanlah mayit itu, karena aku telah mendengar
Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah seorang muslim meninggal
dunia, dan dishalatkan oleh lebih dari empat puluh orang, yang mana
mereka tidak menyekutukan Allah, niscaya Allah akan mengabulkan
doa mereka untuknya”. Sementara di dalam riwayat Ibnu Ma’ruf
adalah dari Syarik bin Abu Namir dari Kuraib dari Ibnu Abbas]. (HR.
Muslim)
3. Trirelasi Syafā’at dalam Hadis Sahih Muslim
Sebagaimana dipahami dari hadis Muslim, bahwa Rasul
adalah orang istimewa dalam hal memberi bantuan baik di dunia
sebagai petunjuk demikian juga diakhirat sebagai pemberi syafā‘at
kepada umatnya. Hal ini wajib diimani oleh setiap orang muslim yang
meyakini ketauhidannya kepada Allah swt. salah satu upaya Rasul di
akhirat adalah membebaskan manusia yang bertauhid dari neraka dan
masuk surga yang merupakan tujuan akhir manusia.
Hadis Muslim berikut menjelaskan pemberi dan penerima
syafā‘at, serta waktu mendapat syafā‘at sebagaimana terlihat dalam
hadis imam Muslim berikut ini:

Muslim..., Sahih..., juz 3 dari 8, h. 53, pada bab orang yang mensalatkan janazah
196

40 orang, maka tidak lain malainkan memberi syafaat kepadanya, dengan nomor hadis 2242.

102
‫يد الْ َف ِق ِري َع ْن َج ابِ ِر بْ ِن‬ َ ‫َخَبَرنَا ُه َش ْي ٌم َع ْن َس يَّا ٍر َع ْن يَِز‬
ْ ‫َح َّدثَنَا حَيْىَي بْ ُن حَيْىَي أ‬
‫َح ٌد َقْبلِي َك ا َن‬ َ ‫يت مَخْ ًسا مَلْ يُ ْعطَ ُه َّن أ‬
ِ ِ ُ ‫ال رس‬
ُ ‫ أ ُْعط‬S ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ ‫ي قَالََق‬ ِّ ‫صا ِر‬ ِ ِ
َ ْ‫َعْبد اللَّه اأْل َن‬
‫ت يِل َ الْغَنَ ائِ ُم‬ ِ
ْ َّ‫َس َو َد َوأُحل‬ ْ ‫ت إِىَل ُك ِّل أَمْح َ َر َوأ‬
ِ َّ ‫ث إِىَل َقو ِم ِه خ‬
ُ ْ‫اص ةً َوبُعث‬ َ ْ ُ ‫ُك ُّل نَيِب ٍّ يُْب َع‬
ِ ِ ِ ٍ ‫ومَل حُت َّل أِل‬
ُ‫ورا َو َم ْس ج ًدا فَأَمُّيَا َر ُج ٍل أ َْد َر َكْت ه‬ ً ‫ض طَيِّبَ ةً طَ ُه‬ُ ‫ت يِل َ اأْل َْر‬
ْ َ‫َحد َقْبلي َو ُجعل‬ َ َ ْ َ
ِ ِ ِ ِ ‫الر ْع‬ُّ ِ‫ت ب‬ ِ
ُ ‫ب َبنْي َ يَ َد ْي َمس َرية َش ْه ٍر َوأ ُْعط‬
‫يت‬ ُ ‫ث َك ا َن َونُص ْر‬ ُ ‫ص لَّى َحْي‬ َ ُ‫الص اَل ة‬ َّ
ِ ُ ‫الش َفاعةَ ح َّد َثنا أَبو ب ْك ِر بن أَيِب شيبةَ ح َّد َثنا هشيم أَخبرنَا سيَّار ح َّد َثنا ي ِز‬
ُ‫يد الْ َفق ري‬ َ َ َ ٌ َ َ َ ْ ٌ ْ َ ُ َ َ َْ َ ُ ْ َ ُ َ َ َ َّ
ِ َ ‫َن رس‬ ِ ِ ِ
ُ‫ قَ َال فَ َذ َكَر حَنْ َوه‬S ‫ول اللَّه‬ ُ َ َّ ‫َخَبَرنَا َجاب ُر بْ ُن َعْبد اللَّه أ‬ ْ‫أ‬
197

[Yahya bin Yahya telah menceritakan kepada kami, (ia) berkata:


Husyaim telah mengabarkan kepada kami dari Sayyar dari Yazid al-Faqir
dari Jabir bin Abdullah al-Anshari dia berkata: Rasulullah saw. bersabda:
Aku diberikan lima perkara yang mana belum pernah diberikan kepada
seorang pun sebelumku. Pertama, dahulu setiap Nabi diutus kepada kaumnya
secara khusus, sedangkan aku diutus kepada setiap bangsa merah dan hitam.
Kedua, harta ghanimah (rampasan perang) dihalalkan untukku, namun tidak
dihalalkan untuk seorang pun sebelumku. Ketiga, dan bumi itu dijadikan
untukku dalam keadaan suci dan mensucikan dan (sebagai) masjid juga,
maka siapa pun laki-laki yang mana waktu shalat mendapatinya maka dia
bisa shalat di mana pun dia berada. Keempat, aku ditolong dengan rasa takut
(yang merasuk pada musuh di hadapanku) sejauh jarak perjalanan satu bulan.
Kelima, aku diberi syafā‘at. Abu Bakar bin Abi Syaibah telah menceritakan
kepada kami, (ia) berkata: Husyaim telah menceritakan kepada kami, (ia)
berkata Sayyar telah mengabarkan kepada kami, (ia) berkata: Yazid al-Faqir
telah menceritakan kepada kami, (ia) berkata: Jabir bin Abdullah telah
mengabarkan kepada kami, (ia) berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:
lalu dia menyebutkan Hadis semisalnya]. (HR. Muslim)
‫ال ُقَتْيبَ ةُ َح َّدثَنَا َج ِري ٌر َع ْن‬ ِ ِ ِ ٍِ
َ ‫َح َّدثَنَا ُقَتْيبَ ةُ بْ ُن َس عيد َوإ ْس َح ُق بْ ُن إ ْب َراه‬
َ َ‫يم ق‬
ِ ‫ أَنَ ا أ ََّو ُل الن‬:S ‫ول اللَّ ِه‬ ٍ ِ‫س ب ِن مال‬
‫َّاس‬ ُ ‫ال َر ُس‬َ َ‫ق‬: ‫ال‬ َ َ‫ك ق‬ َ ْ ِ َ‫الْ ُم ْختَ ا ِر بْ ِن ُف ْل ُف ٍل َع ْن أَن‬
‫يَ ْش َف ُع يِف اجْلَن َِّة َوأَنَا أَ ْكَث ُر اأْل َنْبِيَ ِاء َتَب ًعا‬
198

Muslim..., Sahih..., juz 2 dari 8, h. 63, dengan nomor hadis 1191, pada kitab
197

mesjid dan tempat salat.


198
Muslim..., Sahih..., juz 1 dari 8, h. 130, dengan nomor hadis 504, pada bab sabda
nabi saya orang pertama memberi syafaat.

103
[Qutaibah bin Sa‘id dan Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan
kepada kami, Qutaibah berkata: Jarir telah menceritakan kepada kami
dari al-Mukhtar bin Fulful dari Anas bin Malik dia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Aku adalah manusia pertama yang
memberi syafā‘at (untuk masuk) ke surga, dan aku adalah Nabi yang
paling banyak pengikutnya]. (HR. Muslim)
[Syafā‘at Allah swt. yang paling penyayang di antara yang
penyayang, tetap ada, bahkan sampai Rasulullah saw., para Nabi,
shiddiqin, para syuhada, para Ulama, para penghafal Alquran dan
orang-orang mukmin memberi syafā‘at. Sebab, syafā‘at Allah swt.
mengandung kesempurnaan kasih sayang dari yang paling penyayang
di antara yang penyayang. Dengan kasih sayang Allah swt. tidak
tersisa di neraka orang yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
swt. Dialah yang memiliki semua syafā‘at. Dialah Sang Pencipta
Yang Maha Kuasa dan paling penayang di antara yang penyayang,
yang telah mengizinkan Nabi Muhammad saw., para Nabi lainnya,
para syuhada, shiddiqin, para Ulama dan orang-orang mukmin untuk
memberi syafā‘at dalam rangka memuliakan merika. Dia pun
memiliki semua syafā‘at yang hanya mampu dilakukan oleh-Nya].199
Dalam hadis pertama poin ini, terlihat keistimewa Rasul
sebagai pemberi syafā‘at serta perhatian Rasul kepada umatnya,
bahwa syafā‘at itu sudah dipersiapkan oleh Allah kepada Rasulnya
dari awal untuk dapat membantu umatnya. Kemudian pada hadis
kedua menjelaskan bahwa Rasul sebagai orang pertama dalam
memberi bantuan, sebelum yang lain seperti malaikat, orang-orang
mukmin, sudah duluan Rasul membantu umatnya.
Hadis berikut sebagai dalil yang mengisyaratkan bahwa
bentuk syafā‘at yang berbeda dari sebelumnya, yaitu salah satu
syafā‘at di akhirat adalah dapat melihat dan bertemu dengan Allah
sang pencipta, sebagaimana hadis berikut:
ِ ٍِ
ْ ‫ص بْ ُن َمْي َس َر َة َع ْن َزيْ د بْ ِن أ‬
‫َس لَ َم‬ ُ ‫َح َّدثَيِن ُس َويْ ُد بْ ُن َس عيد قَ َال َح َّدثَيِن َح ْف‬
‫ قَ الُوا يَ ا‬S ‫ول اللَّ ِه‬ ِ ‫َن نَاس ا يِف َزم ِن رس‬ ٍِ ِ
َُ َ ً َّ ‫َع ْن َعطَ اء بْ ِن يَ َس ا ٍر َع ْن أَيِب َس عيد اخْلُ ْد ِريِّأ‬
‫ض ُّارو َن يِف‬ َ ُ‫ال َه ْل ت‬َ َ‫ َن َع ْم ق‬S ‫ول اللَّ ِه‬
ُ ‫ال َر ُس‬َ َ‫ول اللَّ ِه َه ْل َنَرى َربَّنَا َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة ق‬
َ ‫َر ُس‬
‫ض ُّارو َن يِف ُر ْؤيَ ِة الْ َق َم ِر‬ ِ َّ ‫ُر ْؤيَ ِة‬
َ ُ‫اب َو َه ْل ت‬ٌ ‫س َم َع َه ا َس َح‬ َ ‫ص ْح ًوا لَْي‬ َ ‫س بِ الظَّ ِه َرية‬ِ ‫الش ْم‬

199
Mahir Ahmad al-Shufiy, al-Mizan, al-Shuhuf, al-Shirath, wa Anwa’usy Syafa‘at
(Mizan, Catatan Amal, Shirath dan Macam-Macam Syafaat), Terj. Tim Love Pustaka, (Solo:
Tiga Serangkai, 2007), h. 134.

104
‫ض ُّارو َن يِف‬ ‫ول اللَّ ِه قَ َ‬ ‫لَيلَ ةَ الْب ْد ِر ص حوا لَي ِ‬
‫ال َم ا تُ َ‬ ‫اب قَ الُوا اَل يَ ا َر ُس َ‬ ‫س ف َيه ا َس َح ٌ‬ ‫ْ َ َ ًْ ْ َ‬
‫َح ِدمِه َا إِ َذا َكا َن َي ْو ُم‬ ‫ِ‬
‫ض ُّارو َن يِف ُر ْؤيَة أ َ‬
‫ِ ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ُر ْؤيَة اللَّه َتبَ َار َك َوَت َعاىَل َي ْو َم الْقيَ َامة إِاَّل َك َما تُ َ‬
‫َح ٌد َك ا َن َي ْعبُ ُد َغْي َر اللَّ ِه‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ت َت ْعبُ ُد فَاَل َيْب َقى أ َ‬ ‫الْقيَ َامة أَذَّ َن ُم َؤذِّ ٌن ليَتَّبِ ْع ُك ُّل أ َُّمة َما َكانَ ْ‬
‫اب إِاَّل َيتَ َس اقَطُو َن يِف النَّا ِر َحىَّت إِ َذا مَلْ َيْب َق إِاَّل َم ْن‬ ‫َص نَ ِام واأْل َنْص ِ‬ ‫ِ‬
‫ُس ْب َحانَهُ م ْن اأْل ْ َ َ‬
‫اج ٍر وغُرَّبِ أ َْه ِل الْ ِكتَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ال هَلُ ْم َم ا ُكْنتُ ْم‬ ‫ود َفُي َق ُ‬ ‫اب َفيُ ْد َعى الَْي ُه ُ‬ ‫َكا َن َي ْعبُ ُد اللَّهَ م ْن َبٍّر َوفَ َ‬
‫احبَ ٍة َواَل‬
‫ال َك َذبتُم م ا اخَّتَ َذ اللَّه ِمن ص ِ‬
‫ُ ْ َ‬
‫ِ‬
‫َت ْعبُ ُدو َن قَ الُوا ُكنَّا َن ْعبُ ُد عَُز ْي َر ابْ َن اللَّه َفُي َق ُ ْ ْ َ‬
‫اس ِقنَا َفيُ َش ُار إِلَْي ِه ْم أَاَل تَ ِر ُدو َن َفيُ ْح َش ُرو َن‬ ‫ِ‬
‫َولَد فَ َم ا َذا َتْبغُ و َن قَالُوا َعط ْش نَا يَا َربَّنَ ا فَ ْ‬
‫ٍ‬
‫ِ‬
‫َّص َارى‬ ‫ضا َفيَتَ َس اقَطُو َن يِف النَّا ِر مُثَّ يُ ْد َعى الن َ‬ ‫ض َها َب ْع ً‬‫اب حَيْط ُم َب ْع ُ‬ ‫إِىَل النَّا ِر َكأَن ََّها َسَر ٌ‬
‫ال هَلُ ْم َك َذ ْبتُ ْم َم ا‬ ‫يح ابْ َن اللَّ ِه َفُي َق ُ‬ ‫ِ‬
‫ال هَلُ ْم َم ا ُكْنتُ ْم َت ْعبُ ُدو َن قَ الُوا ُكنَّا نَ ْعبُ ُد الْ َمس َ‬ ‫َفُي َق ُ‬
‫ال هَلُ ْم َم ا َذا َتْبغُ و َن َفَي ُقولُ و َن َع ِط ْش نَا يَ ا َربَّنَ ا‬ ‫احبَ ٍة َواَل َولَ ٍد َفُي َق ُ‬ ‫اخَّتَ َذ اللَّه ِمن ص ِ‬
‫ُ ْ َ‬
‫اب حَيْ ِط ُم‬ ‫َّم َكأَن ََّه ا َس َر ٌ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ال َفيُ َش ُار إلَْيه ْم أَاَل تَ ر ُدو َن َفيُ ْح َش ُرو َن إىَل َج َهن َ‬ ‫اس ِقنَا قَ َ‬ ‫فَ ْ‬
‫ضا َفيَتَ َس اقَطُو َن يِف النَّا ِر َحىَّت إِذَا مَلْ َيْب َق إِاَّل َم ْن َك ا َن َي ْعبُ ُد اللَّهَ َت َع اىَل ِم ْن‬ ‫ض َها َب ْع ً‬ ‫َب ْع ُ‬
‫ور ٍة ِم ْن الَّيِت َرأ َْوهُ فِ َيه ا‬ ‫ص َ‬ ‫ني ُس ْب َحانَهُ َوَت َع اىَل يِف أ َْدىَن ُ‬
‫ِ‬
‫ب الْ َع الَم َ‬ ‫اه ْم َر ُّ‬ ‫ِ‬
‫َب ٍّر َوفَ اج ٍر أَتَ ُ‬
‫الد ْنيَا‬‫َّاس يِف ُّ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬
‫ت َت ْعبُ ُد قَالُوا يَا َربَّنَ ا فَ َار ْقنَ ا الن َ‬ ‫قَ َال فَ َما َتْنتَظ ُرو َن َتْتبَ ُع ُك ُّل أ َُّمة َما َكانَ ْ‬
‫ك اَل‬ ‫ول أَنَ ا َربُّ ُك ْم َفَي ُقولُ و َن َنعُ وذُ بِاللَّ ِه ِمْن َ‬ ‫احْب ُه ْم َفَي ُق ُ‬ ‫أَْف َق ر م ا ُكنَّا إِلَي ِهم ومَل نُص ِ‬
‫ْ َْ ْ َ‬ ‫ََ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ول َه ْل‬ ‫ب َفَي ُق ُ‬ ‫اد أَ ْن َيْن َقل َ‬ ‫ض ُه ْم لَيَ َك ُ‬ ‫نُ ْش ِر ُك بِاللَّه َش ْيئًا َم َّرَتنْي ِ أ َْو ثَاَل ثً ا َحىَّت إِ َّن َب ْع َ‬
‫ْش ف عن س ٍ‬ ‫هِب‬
‫اق فَاَل َيْب َقى َم ْن َك ا َن‬ ‫َبْينَ ُك ْم َو َبْينَهُ آيَةٌ َفَت ْع ِرفُونَهُ َا َفَي ُقولُو َن َن َع ْم َفيُك َ ُ َ ْ َ‬
‫الس ج ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ‬
‫ود َواَل َيْب َقى َم ْن َك ا َن يَ ْس ُج ُد‬ ‫يَ ْس ُج ُد للَّه م ْن ت ْل َق اء َن ْفس ه إِاَّل أَذ َن اللَّهُ لَ هُ ب ُّ ُ‬
‫ِ‬
‫ِّات َقاءً َو ِريَاءً إِاَّل َج َع َل اللَّهُ ظَ ْه َرهُ طََب َق ةً َواح َدةً ُكلَّ َم ا أ ََر َاد أَ ْن يَ ْس ُج َد َخ َّر َعلَى َق َف اهُ‬
‫ال أَنَا َربُّ ُك ْم‬ ‫ورتِِه الَّيِت َرأ َْوهُ فِ َيه ا أ ََّو َل َم َّر ٍة َف َق َ‬‫ص َ‬ ‫وس ُه ْم َوقَ ْد حَتَ َّو َل يِف ُ‬ ‫مُثَّ َي ْر َفعُو َن ُرءُ َ‬
‫اعةُ َو َي ُقولُ و َن اللَّ ُه َّم‬‫الش َف َ‬‫َّم َوحَتِ ُّل َّ‬ ‫ب اجْل ْس ُر َعلَى َج َهن َ‬
‫ضر ِ‬
‫ت َربُّنَ ا مُثَّ يُ ْ َ ُ‬ ‫َفَي ُقولُ و َن أَنْ َ‬

‫‪105‬‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ول اللَّ ِه َو َم ا اجْلِ ْس ُر قَ َ‬ ‫سلِّم سلِّم قِ‬
‫يب‬‫يف َو َكاَل ل ُ‬ ‫ض َم ِزلَّةٌ فيه َخطَاط ُ‬ ‫ال َد ْح ٌ‬ ‫يل يَا َر ُس َ‬ ‫َ ْ َ ْ َ‬
‫ف الْ َعنْي ِ‬ ‫السع َدا ُن َفيمُّر الْمؤ ِمنُو َن َكطَر ِ‬
‫ْ‬ ‫َُ ُْ‬ ‫ال هَلَا َّ ْ‬ ‫ك تَ ُكو ُن بِنَ ْج ٍد فِ َيها ُش َويْ َكةٌ يُ َق ُ‬ ‫َو َح َس ٌ‬
‫الر َك ِ‬ ‫ِ‬ ‫َو َك الَْب ْر ِق َو َك ِّ‬
‫وش‬‫اج ُم َس لَّ ٌم َوخَمْ ُد ٌ‬ ‫اب َفنَ ٍ‬ ‫َجا ِوي د اخْلَْي ِل َو ِّ‬ ‫يح َو َك الطَّرْيِ َو َكأ َ‬ ‫الر ِ‬
‫ص الْ ُم ْؤ ِمنُ و َن ِم ْن النَّا ِر َف َوالَّ ِذي َن ْف ِس ي‬ ‫ِ‬
‫َّم َحىَّت إ َذا َخلَ َ‬ ‫ُم ْر َس ل و َم ْك ُد ٌ يِف ِ‬
‫وس نَار َج َهن َ‬ ‫ٌَ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِِ‬
‫ني للَّه َي ْو َم‬ ‫ص اء احْلَ ِّق م ْن الْ ُم ْؤمن َ‬ ‫اش َدةً للَّه يِف ْ‬
‫است ْق َ‬ ‫َش َّد ُمنَ َ‬‫َح د بِأ َ‬ ‫بيَ ده َم ا مْن ُك ْم م ْن أ َ‬
‫هِنِ َّ ِ‬ ‫ِ ِ إِل‬
‫ص لُّو َن‬ ‫ومو َن َم َعنَ ا َويُ َ‬ ‫ص ُ‬ ‫ين يِف النَّا ِر َي ُقولُ و َن َربَّنَ ا َك انُوا يَ ُ‬ ‫الْقيَ َام ة ِ ْخ َوا ْم الذ َ‬
‫ص َو ُر ُه ْم َعلَى النَّا ِر َفيُ ْخ ِر ُج و َن‬ ‫َخ ِر ُج وا َم ْن َع َر ْفتُ ْم َفتُ َح َّر ُم ُ‬ ‫ال هَلُ ْم أ ْ‬‫َوحَيُ ُّجو َن َفُي َق ُ‬
‫ف َس ا َقْي ِه َوإِىَل ُر ْكبََتْي ِه مُثَّ َي ُقولُو َن َربَّنَ ا َم ا بَِق َي‬ ‫ص ِ‬ ‫ِ‬
‫َّار إِىَل ن ْ‬‫ت الن ُ‬ ‫َخ َذ ْ‬
‫ِ‬
‫َخ ْل ًقا َكث ًريا قَ ْد أ َ‬
‫ال ِدينَ ا ٍر ِم ْن خَرْيٍ‬ ‫ول ْار ِجعُ وا فَ َم ْن َو َج دْمُتْ يِف َق ْلبِ ِه ِم ْث َق َ‬ ‫َح ٌد مِم َّْن أ ََم ْرَتنَ ا بِ ِه َفَي ُق ُ‬ ‫ف َيه ا أ َ‬
‫ِ‬
‫َح ًدا مِم َّْن أ ََم ْرَتنَ ا مُثَّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َخ ِر ُجوهُ َفيُ ْخ ِر ُج و َن َخ ْل ًق ا َكث ًريا مُثَّ َي ُقولُو َن َربَّنَ ا مَلْ نَ َذ ْر ف َيه ا أ َ‬ ‫فَ أ ْ‬
‫ِ‬ ‫ال نِص ِ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ي ُق ُ ِ‬
‫َخ ِر ُجوهُ‬ ‫ف دينَ ا ٍر م ْن خَرْيٍ فَ أ ْ‬ ‫ول ْارجعُ وا فَ َم ْن َو َج دْمُتْ يِف َق ْلبِ ه م ْث َق َ ْ‬ ‫َ‬
‫ِ مِم‬ ‫ِ‬
‫ول‬‫َح ًدا مُثَّ َي ُق ُ‬ ‫َفيُ ْخ ِر ُج و َن َخ ْل ًق ا َكث ًريا مُثَّ َي ُقولُ و َن َربَّنَ ا مَلْ نَ َذ ْر ف َيه ا َّْن أ ََم ْرَتنَ ا أ َ‬
‫َخ ِر ُجوهُ َفيُ ْخ ِر ُج و َن َخ ْل ًق ا َكثِ ًريا‬ ‫ِ‬
‫ال َذ َّر ٍة م ْن خَرْيٍ فَأ ْ‬‫ْار ِجعُوا فَ َم ْن َو َجدْمُتْ يِف َق ْلبِ ِه ِم ْث َق َ‬
‫مُثَّ ي ُقولُو َن ربَّن ا مَل نَ َذر فِيه ا خي را و َك ا َن أَب و س عِ ٍ‬
‫ول إِ ْن مَلْ تُ َ‬
‫ص ِّدقُويِن‬ ‫ي َي ُق ُ‬ ‫يد اخْلُ ْد ِر ُّ‬ ‫ُ َ‬ ‫َ َ ْ ْ َ َْ ً َ‬ ‫َ‬
‫ك َح َس نَةً‬ ‫ال ذَ َّر ٍة َوإِ ْن تَ ُ‬ ‫يث فَ ا ْقَرءُوا إِ ْن ِش ْئتُ ْم (إِ َّن اللَّهَ اَل يَظْلِ ُم ِم ْث َق َ‬ ‫هِب َذا احْل ِد ِ‬
‫َ َ‬
‫ت الْ َماَل ئِ َك ةُ‬ ‫ول اللَّهُ َع َّز َو َج َّل َش َف َع ْ‬ ‫يم ا) َفَي ُق ُ‬ ‫ِ‬
‫َج ًرا َعظ ً‬
‫ِ ِ‬
‫ض اع ْف َها َويُ ْؤت م ْن لَ ُدنْ هُ أ ْ‬
‫ي ِ‬
‫َُ‬
‫ض ةً ِم ْن النَّا ِر‬ ‫و َش َفع النَّبِيُّو َن و َش َفع الْم ْؤ ِمنُو َن ومَل يب ق إِاَّل أَرحم َّ مِحِ‬
‫ض َقْب َ‬ ‫ني َفَي ْقبِ ُ‬ ‫الرا َ‬ ‫َ ْ َْ َ ْ َ ُ‬ ‫َ َ ُ‬ ‫َ َ‬
‫ادوا مُحَ ًم ا َفُي ْل ِقي ِه ْم يِف َن َه ٍر يِف أَْف َو ِاه‬ ‫ط قَ ْد َع ُ‬ ‫ِج ِمْن َه ا َق ْو ًم ا مَلْ َي ْع َملُ وا َخْي را قَ ُّ‬
‫ً‬ ‫َفيُ ْخ ر ُ‬
‫الس ْي ِل أَاَل َتَر ْو َن َه ا‬ ‫ال لَ هُ َن َه ُر احْلَيَ ِاة َفيَ ْخ ُر ُج و َن َك َم ا خَت ْ ُر ُج احْلِبَّةُ يِف مَحِ ي ِل َّ‬ ‫اجْلَن َِّة يُ َق ُ‬
‫س أُص ي ِفر وأُخي ِ‬ ‫الش َج ِر َم ا يَ ُك و ُن إِىَل َّ‬ ‫تَ ُكو ُن إِىَل احْلَ َج ِر أ َْو إِىَل َّ‬
‫ض ُر َو َم ا يَ ُك و ُن‬ ‫الش ْم ِ َ ْ ُ َ َ ْ‬
‫ال‬ ‫ت َت ْر َعى بِالْبَ ِاديَ ِة قَ َ‬ ‫َّك ُكْن َ‬ ‫ول اللَّ ِه َكأَن َ‬
‫ض َف َق الُوا يَا َر ُس َ‬ ‫مْن َه ا إِىَل الظِّ ِّل يَ ُك و ُن أ َْبيَ َ‬
‫ِ‬

‫‪106‬‬
‫ِ َّ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫مِت‬ ‫يِف ِ هِبِ‬
‫ين‬ ‫َفيَ ْخ ُر ُج و َن َك اللُّ ْؤلُ ِؤ رقَ ا ْم اخْلَ َوا ُ َي ْع ِر ُف ُه ْم أ َْه ُل اجْلَنَّة َه ُؤاَل ء عَُت َق اءُ اللَّه الذ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ول ْاد ُخلُ وا اجْلَنَّةَ فَ َم ا‬ ‫َّموهُ مُثَّ َي ُق ُ‬ ‫أ َْد َخلَ ُه ْم اللَّهُ اجْلَنَّةَ بغَرْيِ َع َم ٍل َعملُ وهُ َواَل خَرْيٍ قَ د ُ‬
‫ول لَ ُك ْم‬ ‫ني َفَي ُق ُ‬ ‫ِ‬ ‫رأَيتُموه َفهو لَ ُكم َفي ُقولُو َن ربَّنَا أ َْعطَيَتنَا ما مَل ُتع ِط أ ِ‬
‫َح ًدا م ْن الْ َع الَم َ‬ ‫ْ َ ْ ْ َ‬ ‫َ‬ ‫َ ْ ُ ُ َُ ْ َ‬
‫ض ُل ِم ْن َه َذا َفَي ُق ُ‬ ‫ِعْن ِدي أَفْضل ِمن ه َذا َفي ُقولُو َن يا ربَّنا أ ُّ ٍ‬
‫اي فَاَل‬ ‫ض َ‬ ‫ول ِر َ‬ ‫َي َش ْيء أَفْ َ‬ ‫َ ََ‬ ‫َُ ْ َ َ‬
‫ص ِر ِّ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ي‬ ‫يس ى بْ ِن مَحَّاد ُز ْغبَ ةَ الْم ْ‬ ‫ت َعلَى ع َ‬ ‫ط َعلَْي ُك ْم َب ْع َدهُ أَبَ ًدا ‪.‬قَ َال ُم ْس لم َق َرأْ ُ‬‫َس َخ ُ‬‫أْ‬
‫ت ِم َن‬ ‫ك أَن َ ِ‬ ‫ِّث هِب َذا احْل ِد ِ‬ ‫الش َف ِ‬ ‫ِ‬
‫َّك مَس ْع َ‬ ‫يث َعْن َ‬ ‫ُح د ُ َ َ‬ ‫ت لَ هُ أ َ‬ ‫اعة َو ُق ْل ُ‬‫يث يِف َّ َ‬ ‫َه َذا احْلَ د َ‬
‫ث بْ ُن َس ْع ٍد َع ْن َخالِ ِد‬ ‫َخَبَر ُك ُم اللَّْي ُ‬
‫ٍ‬
‫يسى بْ ِن مَحَّاد أ ْ‬
‫ال َنعم ُق ْل ِ ِ‬
‫ت لع َ‬
‫ٍ‬
‫اللَّْيث بْ ِن َس ْعد َف َق َ َ ْ ُ‬
‫ِ‬
‫َس لَ َم َع ْن َعطَ ِاء بْ ِن يَ َس ا ٍر َع ْن أَيِب‬ ‫ِ‬ ‫ِ ٍ‬ ‫ِِ‬
‫بْ ِن يَِزي َد َع ْن َس عيد بْ ِن أَيِب هاَل ل َع ْن َزيْ د بْ ِن أ ْ‬
‫ال رس ُ ِ‬ ‫ي أَنَّه قَ َال ُق ْلنَ ا ي ا رس َ ِ‬ ‫ٍِ‬
‫ص لَّى اللَّهُ‬ ‫ول اللَّه َ‬ ‫ول اللَّه أَنَ َرى َربَّنَ ا قَ َ َ ُ‬ ‫َ َُ‬ ‫َس عيد اخْلُ ْد ِر ِّ ُ‬
‫ت‬ ‫ص ْح ٌو ُق ْلنَ ا اَل َو ُس ْق ُ‬ ‫س إِ َذا َك ا َن َي ْو ٌم َ‬ ‫الش ْم ِ‬‫ض ُّارو َن يِف ُر ْؤيَ ِة َّ‬ ‫ِ‬
‫َعلَْي ه َو َس لَّ َم َه ْل تُ َ‬
‫ص بْ ِن َمْي َس َر َة َو َز َاد َب ْع َد َق ْولِ ِه‬ ‫يث َح ْف ِ‬ ‫آخ ره وه و حَنْ و ح ِد ِ‬
‫ضى ُُ َ ُ َ ُ َ‬
‫ِ‬
‫يث َحىَّت ا ْن َق َ‬
‫ِ‬
‫احْلَ د َ‬
‫ال أَبُ و‬ ‫ال هَلُ ْم لَ ُك ْم َم ا َرأ َْيتُ ْم َو ِم ْثلُ هُ َم َع هُ قَ َ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬
‫بغَرْيِ َع َم ٍل َعملُ وهُ َواَل قَ َدم قَ د ُ‬
‫َّموهُ َفُي َق ُ‬ ‫ِ‬
‫يث اللَّي ِ‬ ‫ف ولَيس يِف ح ِد ِ‬ ‫الش ْعر ِة وأَح ُّد ِمن َّ ِ‬ ‫ِ‬ ‫يد بلَغَيِن أ َّ ِ‬ ‫ٍِ‬
‫ث‬ ‫ْ‬ ‫الس ْي َ ْ َ َ‬ ‫َن اجْل ْس َر أ ََد ُّق م ْن َّ َ َ َ ْ‬ ‫َس ع َ‬
‫ِِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫َفي ُقولُو َن ربَّنَ ا أ َْعطَيَتنَ ا م ا مَل ُتع ِط أ ِ‬
‫يس ى بْ ُن‬ ‫ني َو َم ا َب ْع َدهُ فَأََقَّر ب ه ع َ‬ ‫َح ًدا م ْن الْ َع الَم َ‬ ‫ْ َ ْ ْ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫مَحَّ ٍاد و َح َّدثَنَاه أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَيِب َشْيبَةَ َح َّدثَنَا َج ْع َف ُر بْ ُن َع ْو ٍن َح َّدثَنَا ِه َش ُام بْ ُن َس ْع ٍد‬
‫آخ ِر ِه َوقَ ْد َز َاد‬ ‫ص ب ِن ميس رةَ إِىَل ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ح َّدثَنا زي د بن أ ِِ ِمِه‬
‫َس لَ َم بإ ْس نَاد َا حَنْ َو َح ديث َح ْف ِ ْ َ ْ َ َ‬ ‫َ َ َُْ ُْ ْ‬
‫‪200‬‬
‫ص َشْيئًا‪.‬‬ ‫َو َن َق َ‬
‫‪[Suwaid bin Sa‘id telah menceritakan kepadaku, (ia) berkata:‬‬
‫‪Hafṣ bin Maisarah telah menceritakan kepadaku dari Zaid bin Aslam‬‬
‫‪dari ‘Atha’ bin Yasar dari Abu Sa‘id al-Khudri bahwa sekelompok‬‬
‫‪manusia pada zaman Rasulullah saw. bertanya: Wahai Rasulullah!.‬‬
‫‪Apakah kami melihat Rabb kami pada Hari Kiamat?. Beliau‬‬
‫‪menjawab: Apakah kalian berdesak-desakan dalam melihat matahari‬‬
‫‪di siang hari yang terang tanpa awan?. Mereka menjawab: Tidak‬‬
‫‪Muslim..., Sahih..., juz 1 dari 8, 167, dengan nomor hadis 302, pada bab‬‬
‫‪200‬‬

‫‪mengenal metode-metode rukyah.‬‬

‫‪107‬‬
wahai Rasulullah. Beliau pun berkata: Apakah kalian berdesak-
desakan dalam melihat bulan di malam purnama yang tidak ada
awannya?. Mereka menjawab: Tidak. Lalu beliau bersabda: Tidaklah
kalian berdesak-desakan dalam melihat Rabb kalian, melainkan
sebagaimana kalian (tidak) berdesak-desakan dalam melihat salah
satu dari keduanya. Pada hari kiamat, seorang penyeru akan
menyerukan: “Hendaklah setiap umat mengikuti sesuatu yang dahulu
mereka sembah”, hingga tidaklah ada seorang pun yang menyembah
selain Allah berupa berhala, dan patung melainkan mereka akan
terjerumus ke dalam neraka, hingga tidak ada yang tersisa seorang
pun kecuali orang yang menyembah Allah, baik itu orang yang baik
dan buruk dan sisa Ahli Kitab. Lalu orang Yahudi dipanggil dan
ditanyakan kepada mereka: Apa yang dahulu kalian sembah?. Mereka
menjawab: Kami dahulu menyembah Uzair, putera Allah”. Maka
dikatakan: Kalian telah berdusta, Allah tidak menjadikan isteri dan
anak. Lalu apa yang kalian inginkan?. Mereka menjawab: Kami haus
wahai Rabb kami, maka berilah kami minum. Lalu mereka diberi
isyarat pada sesuatu yang membuat mereka hilang dahaganya, mereka
kemudian digiring hingga ke neraka, seakan-akan fatamorgana,
sebagian memukul sebagian yang lain, lalu mereka terjerumus ke
dalam neraka. Kemudian kaum Nashrani dipanggil, lalu mereka
ditanya: Apa yang dahulu kalian sembah? mereka menjawab: Kami
dahulu menyembah al-Masih, putera Allah. Lalu dikatakan kepada
mereka: Kalian telah berbohong. Allah tidak mengambil istri dan
anak. Maka dikatakan kepada mereka: Apa yang kalian inginkan?.
Mereka menjawab: Kami haus wahai Rabb kami, berilah kami
minum”. Beliau bersabda: Lalu diisyaratkan kepada mereka.
Tidakkah kalian minum, dan mereka dikumpulkan di neraka
Jahannam, seakan-akan neraka tersebut fatamorgana yang mana
sebagian mereka memukul sebagian yang lain, lalu jatuh ke dalam
neraka, hingga tidak tersisa melainkan orang yang menyembah Allah
dari kalangan orang baik dan orang fajir”. Allah lalu mendatangi
mereka dalam bentuk yang paling ringan yang dapat mereka lihat.
Allah berfirman: “Apa yang kalian tunggu, padahal setiap umat
mengikuti apa yang mereka sembah?.” Mereka berkata: wahai Rabb
kami, kami memisahkan diri dari manusia di dunia ketika kami
membutuhkan apa yang kami butuhkan kepada mereka, akan tetapi
kami tidak berteman dengan mereka. Maka Allah berfirman: Aku
adalah Rabb kalian. Maka mereka berkata: Aku berlindung kepada
Allah dari-Mu, kami tidak akan menyekutukan Allah dengan
sesuatupun. Mereka ucapakan dua kali atau tiga kali, sehingga
sebagian mereka hampir-hampir berbalik, maka Allah bertanya:

108
“Apakah diantara kalian dan Dia mempunyai tanda-tanda, yang dapat
kalian kenal dengan tanda-tanda itu?. Mereka menjawab: Ya, maka di
singkaplah betis-Nya, sehingga tidak tersisa orang yang sebelumnya
bersujud kepada Allah dari dalam dirinya (ikhlas) kecuali Allah
izinkan baginya untuk bersujud. Dan tidak tersisa orang yang
sebelumnya bersujud karena ego dan riya` kecuali Allah jadikan
punggungnya menjadi satu lipatan, setiap kali hendak bersujud maka
dia tersungkur diatas tengkuknya. Kemudian mereka mengangkat
kepala mereka dan Allah telah berubah ke bentuk yang dapat mereka
lihat pertama kalinya, Allah berfirman: Aku adalah Rabb kalian.
Maka mereka berkata: Engkau Rabb kami. Kemudian dibentangkan
jembatan di atas Jahannam, dan berlakulah syafā‘at pada saat itu,
mereka berguman: Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah. Ada yang
bertanya: Wahai Rasulullah, apakah jembatan itu? Rasul menjawab:
Tempat yang licin yang dapat menggelincirkan, disana terdapat besi-
besi pencakar, besi-besi pengait dan duri besi yang terbuat dari
pohon-pohon berduri. Maka orang-orang mu’min akan melewatinya
seperti kedipan mata, seperti kilat, seperti angin, seperti burung,
seperti kuda-kuda yang berlari kencang, dan hewan tunggangan.
Maka orang muslim akan ada yang selamat, ada yang tercabik-cabik
tertunda dan ada yang terlempar kedalam neraka jahannam. Sehingga
ketika orang-orang mu’min terbebas dari neraka, maka demi Dzat
yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidaklah salah seorang dari kalian
yang begitu gigih memohon kepada Allah didalam menuntut al-Haq
pada hari kiamat untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam
neraka, mereka berseru: wahai Rabb kami, mereka selalu berpuasa
bersama kami, shalat bersama kami, dan berhaji bersama kami. Maka
dikatakan kepada mereka: Keluarkanlah orang-orang yang kalian
ketahui. Maka bentuk-bentuk mereka hitam kelam karena
terpanggang api neraka, kemudian mereka mengeluarkan begitu
banyak orang yang telah di makan neraka sampai pada pertengahan
betisnya dan sampai kedua lututnya. Kemudian mereka berkata:
Wahai Rabb kami tidak tersisa lagi seseorang pun yang telah engkau
perintahkan kepada kami”. Kemudian Allah berfirman: Kembalilah
kalian, maka barangsiapa yang kalian temukan didalam hatinya
kebaikan seberat dinar, maka keluarkanlah dia. Mereka pun
mengeluarkan jumlah yang begitu banyak, kemudian mereka berkata:
Wahai Rabb kami, kami tidak meninggalkan di dalamnya seorangpun
yang telah Engkau perintahkan kepada kami. Kemudian Allah
berfirman: Kembalilah kalian, maka barangsiapa yang kalian temukan
didalam hatinya kebaikan seberat setengah dinar, maka keluarkanlah
dia. Maka mereka pun mengeluarkan jumlah yang banyak. Kemudian

109
mereka berkata lagi: Wahai Rabb kami, kami tidak menyisakan di
dalamnya seorang pun yang telah Engkau perintahkan kepada kami.
Kemudian Allah berfirman: Kembalilah kalian, maka siapa saja yang
kalian temukan didalam hatinya kebaikan seberat biji jagung,
keluarkanlah. Maka merekapun kembali mengeluarkan jumlah yang
begitu banyak. Kemudian mereka berkata: Wahai Rabb kami, kami
tidak menyisakan di dalamnya kebaikan sama sekali. Abu Sa‘id al-
Khudri berkata: Jika kalian tidak mempercayai Hadis ini silahkan
kalian baca ayat: (Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang
walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah,
niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-
Nya pahala yang besar.) (Qs. An Nisa: 40). Allah lantas berfirman:
Para Malaikat, Nabi dan orang-orang yang beriman telah memberi
syafā‘at, sekarang yang belum memberikan syafā‘at adalah zat Yang
Maha Pengasih. Kemudian Allah menggenggam satu genggaman dari
dalam neraka, dari dalam tersebut Allah mengeluarkan suatu kaum
yang sama sekali tidak melakukan kebaikan, dan mereka pun sudah
berbentuk seperti arang hitam. Allah kemudian melemparkan mereka
ke dalam sungai di depan surga yang disebut dengan sungai
kehidupan. Mereka kemudian keluar dari dalam sungai layaknya biji
yang tumbuh di aliran sungai, tidakkah kalian lihat ia tumbuh
(merambat) di bebatuan atau pepohonan mengejar (sinar) matahari.
Kemudian mereka (yang tumbuh layaknya biji) ada yang berwarna
kekuningan dan kehijauan, sementara yang berada di bawah bayangan
akan berwarna putih. Para sahabat kemudian bertanya: Seakan-akan
baginda sedang menggembala di daerah orang-orang badui?. Beliau
melanjutkan: Mereka kemudian keluar seperti mutiara, sementara di
lutut-lutut mereka terdapat cincin yang bisa diketahui oleh penduduk
surga. Dan mereka adalah orang-orang yang Allah merdekakan dan
Allah masukkan ke dalam surga tanpa dengan amalan dan kebaikan
sama sekali. Allah kemudian berkata: Masuklah kalian ke dalam
surga. Apa yang kalian lihat maka itu akan kalian miliki. Mereka pun
menjawab: Wahai Rabb kami, sungguh Engkau telah memberikan
kepada kami sesuatu yang belum pernah Engkau berikan kepada
seorang pun dari penduduk bumi. Allah kemudian berkata: (Bahkan)
apa yang telah Kami siapkan untuk kalian lebih baik dari ini semua.
Mereka kembali berkata: Wahai Rabb, apa yang lebih baik dari ini
semua! Allah menjawab: Ridla-Ku, selamanya Aku tidak akan pernah
murka kepada kalian. Muslim berkata: Aku membacakan hadits ini di
hadapan Isa bin Hammad Zughbah al-Mishri berkenaan dengan
syafā‘at. Aku katakan kepadanya, Aku sampaikan hadits ini darimu,
bahwa engkau pernah mendengar dari Laiṡ bin Sa’d dari Khalid bin

110
Yazid dari Sa‘id bin Abu Hilal dari Zaid bin Aslam dari Atha bin
Yasar dari Abu Sa‘id al-Khudri bahwasanya ia berkata: Wahai
Rasulullah, apakah kami akan melihat Rabb kami? Rasulullah saw.
bertanya: Apakah kalian mendapatkan bahaya dalam melihat matahari
di hari yang cerah? kami menjawab: Tidak. Kemudian aku
melanjutkan hadits tersebut hingga selesai. Dan hadis tersebut semisal
hadis Hafṣ bin Maisarah. Dan ia menambahkan setelah perkataannya,
tanpa dengan amalan dan kebaikan sama sekali. Kemudian dikatakan
kepada mereka, Bagi kalian apa yang kalian lihat dan seperti itu
bersamanya. Abu Sa‘id berkata: telah sampai kepadaku bahwa
jembatan lebih kecil dari rambut dan lebih tajam dari pedang. Dan
dalam hadits Laits tidak ada redaksi: Mereka berkata: Wahai rabb
kami, engkau telah memberikan kepada kami sesuatu yang tidak
diberikan kepada seorang pun di atas alam. Dan kalimat setelahnya.
Dan Isa bin Hammad menyepakatinya. Telah menceritakannya
kepada kami Abu bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada
kami Ja’far bin Aun telah menceritakan kepada kami Hisyam bin
Sa’ad telah menceritakan kepada kami Zaid bin Aslam sama dengan
isnad keduanya seperti hadits Hafṣ bin Maisarah, sampai kepada
kalimat yang terakhir, dan di sana terdapat penambahan dan
pengurangan]. (HR. Muslim)
Hadis ini menjelaskan keadaan hari kiamat, yaitu manusia
akan dapat melihat Allah seperti manusia melihat matahari atau bulan
ketika di dunia, dan menusia akan melihat Allah serta akan
medapatkan syafā‘at dari Rasul, malaikat, orang-orang mukmin akan
memberi syafā‘at kepada mukmin yang lain.201
Hari akhirat, setelah manusia menjalani siksa terhadap
kesalahanya, maka manusia dapat syafā‘at masuk surga dan juga
dapat memberikan syafā‘at kepada saudaranya yang masih berada
dalam neraka, kemudian masuk surga sebagai bentuk dari syafā‘at
sesama mukmin.
‫حدثنا أبو بكر بن أيب شيبة حدثنا معاوية بن هشام عن هشام بن‬
‫ مسعت‬: ‫س عدعن زي دبن أس لم وأيب ح ازم عن أم ال درداءعن أيب ال درداء‬

201
Abu al-Hasan ‘Ali bin Khalaf bin Abdul Malik al-Kurṭubī, Syarah Sahih al-
Bukhari, (Riyadh: Maktabah ar-Rasyd, 2003), juz 2 dari 10, h. 423.

111
‫ يق ول إن اللع انني ال يكون ون ش هداء و ال ش فعاء ي وم‬S ‫رس ول اهلل‬
.‫القيامة‬ 202

[Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah:


Telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah bin Hisyam dari Hisyam
bin Sa’ad dari Zaid bin Aslam dan Abu Hazim dari Ummu Darda dari
Abu Darda “Saya pernah mendengar Rasulullah saw. : Sesungguhnya
para pelaknat itu tidak akan dapat menjadi syuhada’ (orang-orang
yang menjadi saksi) dan tidak pula dapat memberi syafā‘at pada hari
kiamat kelak]. (HR. Muslim)
Hadis ini menjelaskan ketentuan syafā‘at tidak dapat
dinikmati oleh orang yang suka melaknat saudaranya atau tidak dapat
memberikan syafā‘at kepada saudaranya yang mukmin di akhirat, dia
juga tidak dapat dijadikan saksi terhadap permasalahan yang terjadi di
kalangan manusia kerena fasik. Dan diakhirat juga tidak dapat
menjadi saksi atas tersampainya risalah Rasul kepada umat manusia
ketika di dunia.203 Hadis ini juga menjelaskan bahwa orang-orang
mukmin di hari akhirat akan menjadi saksi bahwa risalah Rasul
tersampaikan. Begitu juga dengan syafā‘at akan diberikan kepada
orang yang tidak fasik, sedangkan orang yang suka melaknat, dia
digolongkan kepada kolompok orang fasik yang tidak diterima
persaksiannya dunia akhirat.204

C. Waktu Terjadi Syafā‘at dalam Saḥīḥain


1. Hadis al-Bukhārī
Waktu terjadi syafā‘at yang terdapat hadis-hadis sahih al-
Bukhārī menyebutkan bahwa waktu terjadi syafā‘at yang hakikat
adalah di hari kiamat, syafā‘at yang bersifat umum bisa terjadi di
dunia. Syafā‘at hakikat sebagaimana tersebut dalam hadis al-Bukhārī,
antaranya hadis berikut ini:

202
Muslim..., Sahih..., juz 8 dari 8, h. 24, dengan nomor hadis 6777, pada bab
larangan nencela binatang dan lainnya
203
Muhammad bin Ismail as-San’anī (w.1182 H), Subl as-Salām, (Yaman: Maktabah
al-Bābī al-Halabī, 1960)Juz 4, h. 201.
204
Al-Hasan bin Mahmud bin al-Hasan, al-Mafātih fi Syarh al-Masābīh, (Iraq: Dār
an-Nawādir, 2012), juz 5 dari 6, h. 173.

112
‫إن اهلل جيمع ي وم القيامة األول ينو اآلخر ينفي ص عيد واحد‬
‫فيس معهما ل داعيو ينف ذمها لبصر وت دنوا لش مس منهم ف ذكر ح ديث‬
...‫الشفاعة‬ 205

[Allah mengumpulkan manusia yang pertama hingga yang


terakhir pada hari kiamat pada satu bukit sehingga seorang penyeru
bisa menjadikan mereka mendengar dan pandangan mereka
menjadikan mereka terbelalak, serta matahari didekatkan kepada
mereka”. Kemudian dia menyebutkan hadis tentang syafā‘at...]
Syafā‘at mulai diperoleh manusia sejak dari hari pemeriksaan
amal sampai pada waktu umat Islam sudah berada dalam surga.
Kegunaan syafā‘at dalam kubur untuk meringankan azab kubur,
syafā‘at di padang mahsyar untuk mempercepat hisap (perhitungan
amal) dan untuk segera masuk surga, syafā‘at bagi penguhuni neraka
untuk mengakhiri azab neraka dan syafā‘at bagi penghuni surga untuk
meningkatkan kenikmatan dalam surga dan ternasuk mendapatkan
pasilitas yang lebih baik dari sebelumnya.
Sedangkan syafā‘at bersifat umum dapat terjadi di dunia, yaitu
terdapat dalam hadis al-Bukhārī, yaitu hadis berikut ini:
‫اح ِد َح َّدثَنَا أَبُو بُ ْر َدةَ بْ ُن َعْب ِد اللَّ ِه‬ِ ‫اعيل ح َّدثَنَا عب ُد الْو‬
َ َْ َ َ َ‫وسى بْ ُن إمْس‬
ِ ِ
َ ‫َح َّدثَنَا ُم‬
‫ َك ا َن‬: ‫ال‬ َ َ‫وس ى َع ْن أَبِي ِه َر ِض َي اللَّهُ َعْن هُ ق‬ َ ‫بْ ِن أَيِب بُ ْر َد َة َح َّد َثنَا أَبُ و بُ ْر َد َة بْ ُن أَيِب ُم‬
ِ ‫اش َفعوا ُت ْؤجروا وي ْق‬ ِ ِ ‫السائِل أَو طُلِب‬ ِ ُ ‫رس‬
‫ضي‬ َ َ َُ ُ ْ ‫ال‬ َ َ‫اج ةٌ ق‬
َ ‫ت إلَْيه َح‬ْ َ ْ ُ َّ ُ‫ إِ َذا َجاءَه‬S ‫ول اللَّه‬ َُ
ِِ ِ ِ
َ‫ َما َشاء‬S ‫اللَّهُ َعلَى ل َسان نَبيِّه‬
206

[Musa bin Isma‘il telah menceritakan kepada kami, (ia)


berkata: ‘Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami, (ia) berkata:
Abu Burdah bin ‘Abdullah bin Abu Burdah telah menceritakan
kepada kami, (ia) berkata: Abu Burdah bin Musa telah menceritakan
kepada kami dari bapaknya r.a berkata: “Rasulullah saw. jika datang
kepadanya seorang yang meminta atau memerlukan sesuatu, Beliau
bersabda: Penuhilah oleh kalian, nanti kalian akan diberikan pahala,
sedangkan Allah pasti akan menetapkan apa yang dikehendaki-Nya
melalui lisan Nabi-Nya]. (HR. al-Bukhārī)

Al-Bukhari..., Sahih..., h. 141, juz 4 dari 9. Dengan nomor hadis 3361


205

Muhammad bin Isma‘īl bin Ibrahīm al-Bukhārī Abu ‘Abdullah, Sahīh al-Bukhārī,
206

Jilid. 2, No. 1442, h. 322.

113
2. Hadis Muslim
Menurut hadis riwayat Muslim syafā‘at secara umum dapat terjadi di
dunia dan secara kusus hanya terjadi di akhirat. Syafā‘at yang terjadi di dunia
bermakna pertolongan seseorang kepada orang lain atau seorang penguasa
memberikan kebebasan dari sanksi tertentu kepada rakyatnya atau bahkan
pertolongan Rasul kepada sahabatnya agar tidak dihukum. Makna lain dari
syafā‘at yang berbentuk bantuan adalah doa yang di doakan kepada orang
yang telah meninggal dengan cara membantu melalui salat janazah. Makna
syafā‘at yang terjadi di dunia terdapat pada hadis antara lain:
‫ح دثنا احلسن بن عيسى ح دثناابن املب ارك أخربناس الم بن أيب مطيع عن‬
‫ عن النيب صلى‬:‫أيوب عن أيب قالبة عن عبد اهلل بن يزيد رضيع عائشة عن عائشة‬
‫اهلل عليه وس لم ق ال ما من ميت تص لي عليه أمة من املس لمني يبلغو منائة كلهم‬
.‫يشفعون له إال شفعوا فيه‬
207

[Telah menceritakan kepada kami al-Hasan bin Isa telah menceritakan


kepada kami Ibnul Mubarak telah mengabarkan kepada kami Sallam bin Abu
Muthi’ dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Abdullah bin Yazid saudara
sesusuan Aisyah, dari Aisyah dari Nabi saw., beliau bersabda: Mayat yang
disalatkan oleh kaum muslimin dengan jumlah melebihi seratus orang, dan
semuanya mendoakannya, maka doa mereka untuknya akan dikabulkan. Lalu
saya menceritakannya kepada Syu’aib bin Habhab, maka ia pun berkata:
Anas bin Malik telah menceritakannya kepadaku dari Nabi saw].

Syafā‘at dalam hadis ini diartikan sebagai doa kepada orang yang
telah meninggal, yaitu dari doa tersebut yang diharapakan adalah adanya
keringanan atau kelepasan dari azab kubur dan menjadi kebebasan di akhirat
dengan masuk surga. oleh karenanya, apabila didoakan oleh jumlah yang
telah disebutkan, maka Allah akan menerima doanya dan memberikan sesuai
dengan permintaan. Dalam satu riwayat dijelaskan bahwa doanya akan
dikabulkan Allah bila yang berdoa itu berjumlah tiga saf salat dan syafā‘at
pun akan diperolehnya sebagai bantuan dari saudara-saudaranya yang masih
hidup.208
Syafā‘at yang hakikat menurut Muslim adalah terjadi di akhirat,
syafā‘at yang berlaku di akhirat menurutnya adalah menyegerakan umat
manusia dalam penantiannya di padang mahsyar, mempercepat hisap
(perhitungan amal), segera masuk surga, dikeluarkan dari neraka dan
207
Muslim, Sahi Muslim, Juz 3 dari 8, h. 52. Nomor hadis 2241.
208
Yahya bin Syarf an-Nawawi, Syarah an-Nawawi ala Sahih Muslim, (Beirut: Dār
al-Ihya at-Turas al-Arabi, 1392), Juz 7 dari 18, h. 7.

114
meningkatkan derajat ahli surga. Makna syafā‘at yang terjadi di akhirat
terdapat dalam hadisnya antara lain:
‫ح دثناأبو الربيع ح دثنا محاد بن زيد ق ال قلت لعمر و بن دين ار أمسعت‬
‫ج ابر بن عبد اهلل حيدث عن رس ول اهلل ص لى اهلل عليه و س لم إن اهلل خيرج قوما‬
‫من النار بالشفاعة قال نعم‬
209

[Telah menceritakan kepada kami Abu ar-Rabi’ telah menceritakan


kepada kami Hammad bin Zaid dia berkata: Saya berkata kepada Amru bin
Dinar, Apakah kamu mendengar Jabir bin Abdullah menceritakan hadis dari
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah mengeluarkan suatu kaum
dari neraka dengan syafā‘at? ' Amru menjawab, Ya]. (HR. Muslim)
‫أن رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم قال لكل نيب دعوة يدعوها فأريد أن‬
‫أختبئ دعوت يشفاعة ألميت يوم القيامة‬
210

[bahwa Rasul saw. bersabda: Setiap Nabi memiliki doa yang dia
panjatkan, maka aku berkeinginan untuk menyimpan doaku sebagai syafā‘at
bagi umatku]. (HR. Muslim)

Dalam dua hadis tersebut terdapat pebedaan berkaitan dengan


syafā‘at, yaitu dalam hadis riwayat al-Bukhārī syafā‘at hanya terjadi di
akhirat dan maksud dengan syafā‘at adalah bantuan langsung dari Rasulullah
atau lainnya. Sedangkan dalam riwayat Muslim syafā‘at bisa bermakna
pertolongan dan doa, dan dapat terjadi di dunia, alam kubur dan di akhirat,
namun syafā‘at yang hakikat adalah di akhirat.

D. Syarat Terjadi Syafā‘at dalam Saḥīḥain

Manusia akan dapat menikmati syafā‘at harus dengan syarat-


syarat tertentu, yaitu adanya kerelaan dari Allah dan keinginan-Nya,
adanya keimanan walau sebesar biji sawi, dan adanya mengucapkan
kalimat kalimat lā ilāha illa Allah (tidak ada Tuhan selain Allah).
Syafā‘at yang diperoleh oleh manusia dengan kerelaan dan kehendak
dari Allah serta adanya keimanan tercermin dalam hadis berikut ini:

209
Muslim, Sahih...., juz 1 dari 8, h. 122.
210
Muslim, Sahih...., juz 1 dari 8, h. 130. Dengan nomor hadis 508. Lihat:
Muhammad bin Hibban, Sahih Ibn Hibban bi Tartib Ibn Balban, (Beirut: dār Muassasah ar-
Risalah, 1993), juz 14 dari 18, h. 373. Lihat juga: al-Bukhari, Sahih al-Bukhari..., h. 2323.
Denga nomor hadis 5946.

115
‫ح دثنا أبو بكر بن أيب ش يبة و أبو ك ريب و اللفظل أيب ك ريب‬
: ‫ق اال ح دثنا أبو معاوية عن األعمش عن أيب ص احل عن أيب هري رة ق ال‬
‫قال رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم لكل نيب دعوة مستجابة فتعجل كل‬
‫نيب دعوته وإين اختبأ ت دعوت يش فاعة ألميت ي وم القيامة فهي نائلة إنش اء‬
‫اهلل منما متن أميت اليشرك باهلل شيئا‬
[Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah
dan Abu Kuraib dan lafazh tersebut milik Abu Kuraib, keduanya
berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dari al-
A’masy dari Abu Ṣalih dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah
saw. bersabda: Setiap Nabi memiliki doa yang mustajab, maka setiap
nabi menyegerakan doanya, dan sesungguhnya aku menyembunyikan
doaku sebagai syafā‘at bagi umatku pada hari kiamat. Dan insya
Allah syafā‘atku akan mencakup orang yang mati dari kalangan
umatku yang tidak mensyirikkan Allah dengan sesuatu apa pun]. (HR.
Muslim)
Sedangkan syarat mendapatkan syafā‘at dengan adanya
mengucapkan la ilaha illa Allahyaitu terdapat dalam hadis berikut ini:
‫مث حتل الش فاعة و يش فعو تحت خيرج من الن ار من ق ال ال إل ه‬...
211
...‫إال اهلل وكان فيقلبه من اخلري ما يزنش عرية فيجعلون بفناء اجلنة‬
[... Kemudian syafā‘at diizinkan. Mereka pun meminta
syafā‘at, sehingga mereka dapat keluar dari Neraka, yaitu orang yang
mengucapkan, Laa Ilaaha illallahu (Tidak ada tuhan (yang berhak
disembah) selain Allah...] (HR. Muslim).
Hadis dengan maksud yang sama juga terdapat dalam riwayat
al-Bukhārī yang menyebutkan bahwa membaca la ilaha illa Allah
akan memperoleh syafā‘at yang besar bagi orang yang
membacanya.212
Kesimpulan:
Hadis-hadis yang menjelaskan tentang syafā‘at dalam sahih
al-Bukhārī dan Muslim secara tegas menunjukkan kepada makna
bahwa syafā‘at itu adalah pertolongan langsung dari Rasulullah,
Malaikat, orang-orang mukmin pada hari kiamat. Baik dalam sahih

211
Muslim..., Sahih Muslim..., juz 1 dari 8, h. 122.
212
Al-Bukhari, Sahīh al-Bukharī..., juz 6 dari 6, h. 2727.

116
al-Bukhārī maupun Muslim menyebutkan bahwa syafā‘at akan
diperoleh dengan Izin dan rela dari Allah serta kehendak dari-Nya.
a. Sahih al-Bukhārī menyebutkan hadis-hadis tentang syafā‘at sebanyak
dua puluh tujuh hadis. Sebanyak dua puluh enam hadis dengan lafal
syafā‘at dan sebanyak satu hadis disebut tanpa lafal syafā‘at, namun
berkaitan dengan pertolongan Rasul kepada umatnya.
Pemberi dalam Sahih al-Bukhārī adalah Allah sendiri sebagai
pemilik syafā‘at, Nabi Muhammad, dan umat Nabi Muhammad saw.
termasuk sahabatnya. Penerima syafā‘at dalam sahih al-Bukhārī, yaitu
Nabi Muhammad sebagai orang yang mendapat mandat dari Allah,
keluarga nabi termasuk Abu Talib, Nabi-nabi yang lain dan umat Nabi
Muhammad yang beriman kepada Allah dan Rasul. Begitu juga syarat
mendapatkan syafā‘at adalah adanya keridaan dari Allah serta
kehendaknya, adanya izin dari Allah dan sebab yang terakhir adalah
adanya mengucapkan lā ilāha illa Allāh.
Sebab mendapatkan syafā‘at adalah membaca doa setelah Azan,
menjawab bacaan azan, membaca salawat kepada Nabi dan menyusui
nabi atau memelihara Nabi saw. waktu kecil sampai diangkat menjadi
Rasul.
Adapun syafā‘at yang hakikat diperoleh dalam bentuk keringanan
Azab kubur, mempercepat dan meringankan azab neraka, keluar dari
neraka dan masuk surga, dan meningkatkan derajat bagi penghuni surga
kepada derajat yang lebih baik. Syafā‘at yang bersifat umum juga bisa
diperoleh di dunia dengan cara saling memberi pertolongan seperti
sahabat memberi pertolongan kepada Sahabat yang lain.

b. Sahih Muslim menyebutkan sebanyak tiga puluh tiga hadis yang tentang
syafaat. Semua hadis tersebut menjelaskan tentang syafā‘at mulai dari
proses terjadi syafā‘at, sebab-sebabnya, dan juga menyebutkan bahwa
Rasul sebagai sosok yang berbeda dengan Nabi-nabi yang lain tentang
mendapatkan mandat sebagai pemberi syafā‘at.
Pemberi sayafā‘at dalam sahih Muslim adalah Allah sendiri
sebagai pemilik syafā‘at, Nabi Muhammad, para sahabat Nabi, para
penguasa, Alquran, seratus orang yang salat jenazah, Nabi-nabi yang
lain, para Malaikat, para Ulama dan syuhada’ dan umat Nabi
Muhammad saw. Demikian juga penerima syafā‘at, yaitu Nabi
Muhammad sebagai orang yang mendapat mandat dari Allah, keluarga
nabi termasuk Abu Talib, Nabi-nabi yang lain, para Malaikat, dan umat
Nabi Muhammad saw. termasuk para sahabatnya.
Syarat mendapatkan syafā‘at adalah adanya keridaan dari Allah
serta kehendaknya, adanya izin dari Allah dan sebab yang terakhir
adalah adanya mengucapkan lā ilāha illa Allāh. Sedangkan sebab

117
mendapatkan syafā‘at adalah membaca doa setelah Azan, menjawab
bacaan azan, membaca salawat kepada Nabi, hidup susah di Madinah,
meninggal di Madinah, membaca Alquran dan orang-orang yang
membantu nabi saw. sejak kecil sampai menjadi Rasul.
Adapun syafā‘at yang diperoleh adalah keringanan Azab kubur,
mempercepat dan meringankan azab neraka, keluar dari neraka dan
masuk surga, meningkatkan derajat bagi penghuni surga kepada derajat
yang lebih baik dan terlepas dari hukuman dunia atau kesusahan dunia.

Waktu terjadi syafā‘at menurut al-Bukhārī dan Muslim itu


sama, yaitu dapat terjadi dunia dan akhirat. Syafā‘at dunia berbentuk
pertolongan dan syafā‘at akhirat adalah hakikat, maksudnya
pertolongan Rasul kepada umatnya dengan izin Allah di akhirat.

BAB IV
PRAKTIK SYAFĀʻAT DI KOTA LANGSA-ACEH

A. Profil Wilayah Kota Langsa


1. Sejarah Kota Langsa
Kota Langsa adalah salah satu kota di Aceh, Indonesia. Kota adalah
kota yang menerapkan hukum Syariat Islam. Kota Langsa merupakan
pemekaran dari Aceh timur dan berada kurang lebih 400 km dari kota Banda
Aceh. Kota ini sebelumnya berstatus Kota Administratif sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 1991 tentang pembentukan Kota
Administratif Langsa.213 Landasan yuridis pembentukan Kota Langsa adalah
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2001 atas nama Presiden Republik
Indonesia.

213
Indra Setiawan, Atlas Tematik Kota Langsa, (Langsa: CV. Afortech, 2018), h. 5.

118
Adapun luas wilayah Kota Langsa adalah seluas 262,41 km 2 (Dua
Ratus Enam Puluh Dua Koma Empat Puluh Satu Kilometer Persegi). Atau
26,241 Ha (Dua Puluh Enam Ribu Koma Dua ratus Empat Puluh Satu
Hektar) yang dahulunya terdiri dari 3 kecamatan, kemudian dilakukan
pemekaran menjadi 5 (lima) kecamatan kota, yaitu: Kecamatan Langsa Kota,
Kecamatan Langsa Barat, Kecamatan Langsa Timur, Kecamatan Langsa
Baro dan Kecamatan Langsa Lama, yang membawahi 66 Gampong.214
Batas Wilayah Kota Langsa sebagai berikut:
1) Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur dan Selat
Malaka;
2) Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tamiang;
3) Sebelah barat berbatasan dengan Birem Bayeun Kabupaten Aceh Timur
dan,
4) Sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka.215
Adapun Secara astronomis Kota Langsa terletak antara
04 24’35,68’’-04033’47,03” Lintang Utara dan 97053’14,59”-
0

98004’42,16” Bujur Timur.216 Sedangkan Kota Langsa juga


mempunyai dataran rendah dan bergelombang serta sungai-sungai,
dengan curah hujan rata-rata tiap tahunnya dengan kisaran 1.850-
4.013 mm, dimana suhu udara berkisar antara 28°C-33°C serta berada
pada ketinggian antara 0-29 m di atas permukaan laut, kelembaban
nisbi Kota Langsa rata-rata 75%.217
Jumlah penduduk di Kota Langsa dari 5 kecamatan dan tiga
tahun berturut-turut terhitung dari 2015, 2016 dan 2017 adalah
sebagai berikut:218
a. Tahun 2015 jumlah penduduk yang terdiri dari laki-laki dan perempuan
mencapai 165,890 jiwa (seratus enam puluh lima ribu delapan ratus
sembilan puluh jiwa).219
b. Tahun 2016 berjumlah 168,820 jiwa (seratus enam puluh delapan ribu
delapan ratus dua puluh jiwa).220
c. Tahun 2017 berjumlah 171,574 jiwa (seratus tujuh puluh satu ribu lima
ratus tujuh puluh empat jiwa).221

214
Ibid.
215
Ibid, h. 6.
216
Badan Statistik Kota Langsa BPS, Kota Langsa Dalam Angka: Langsa
Municipality In Figures 2016, (Langsa: BPS Kota Langsa, 2018), h. 5.
217
Ibid,
218
Ali Asmanuddin, Tabel Rekapitulasi Penduduk Kota Langsa, 30 Desember 2014,
29 Desember 2015 dan 31 Desember 2016.
219
Badan Statistik..., Kota Langsa...,h. 51.
220
Ibid, h. 53.
221
Ibid, h. 55.

119
d. Tahun 2018 jumlah penduduk belum ada data yang pasti berdasarkan
informasi yang ada, karena data tersebut akan diterbitkan pada tahun 2019
untuk data tahun 2018 oleh Badan Statistik Kota Langsa.
Adapun data penduduk sebelumnya yaitu pada tahun 2014
mencapai 156.809 jiwa (seratus lima puluh enam seribu delapan ratus
enam sembilan jiwa).222 Adapun sektor unggulan Kota Langsa
meliputi:
1) Bidang perdagangan, Perhotelan dan Restoran;
2) Sektor industri, sektor pertanian tanaman pangan;
3) Dan sektor perkebunan.
Secara topografi, Kota Langsa terletak pada Dataran Aluviasi
Pantai, dengan elevasi berkisar sekitar 8 (delapan) meter dari
permukaan laut di bagian Barat Daya dan selatan. Dibatasi oleh
penggunungan lipatan bergelombang sedang, dengan elevasi sekitar
75 (Tujuh Puluh Lima) meter.
Sampai dengan saat ini pemerintahan Kota Langsa telah
dipimpin oleh 7 (tujuh) Walikota dan 2 Wakil Walikota Langsa yaitu:
a. Periode 2001 sampai dengan Maret 2005 dipimpin oleh Azhari Aziz, SH,
MM, yang menjadi wakilnya waktu itu adalah Drs. Zulkifli Zainon, MM;
b. Periode Maret 2005 sampai dengan bulan Desember 2005 dibawah
pimpinan Drs. Muhammad Yusuf Yahya sebagai pejabat sementara
sampai terpilih pemimpin yang baru pada tahun tersebut;
c. Periode Desember 2005 sampai dengan Maret 2007, dipimpin oleh Drs.
Muchtar Ahmady, MBA,sebagai pemimpin sementara untuk mengakhiri
periode kepemimpinan sebelumnya.
d. Periode Maret 2007 sampai dengan Maret 2012 Kota Langsa dibawah
pimpinan Drs. Zulkifli Zainon, MM sebagai Walikota dan yang menjadi
Wakil Walikota adalah Drs. Saifuddin Razali, MM, M.Pd;
e. Periode Maret sampai dengan bulan Agustus 2012, Kota Langsa dipimpin
oleh Drs. H.Bustami Usman, SH, M.Si, sebagai pimpinan sementara
sampai terlantiknya pemimpin terpilih berikutnya;
f. Periode Agustus 2012 sampai dengan September 2016 Kota Langsa
dipimpin oleh Walikota terpilih, yaitu Teungku. Usman Abdullah, SE,
sedangkan wakil Walikota waktu tersebut adalah Drs. Marzuki Hamid,
MM;
g. Periode Februari 2017 sampai dengan 2021, yaitu Teungku. Usman
Abdullah, SE, sedangkan wakil Walikota juga masih tetap wakil
sebelumnya adalah Drs. Marzuki Hamid, MM.223

Ibid, h. 50.
222

https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_Wali_Kota_Langsa. Diakseskan tanggal 20


223

Nopember 2018.

120
2. Visi dan Misi Kota Langsa
Visi dan misi Kota Langsa yang dimaksudkan adalah visi dan misi
dalam periode yang sedang berlangsung saat penelitian, yaitu periode 2017-
2021. Visi dan misi Kota langsa adalah:
a. Visi:
“Terwujudnya Masyarakat yang Aman, Damai, Bermatabat, Maju,
Sejahtera, dan Islami”.224
Uraian maksud visi adalah sebagai berikut:
1) Masyarakat yang Aman
Dimaksudkan, suatu masyarakat yang hidup dalam keadaan
aman, bebas dari berbagai intimidasi, ancaman dan tekanan dari pihak
manapun. Dengan kata lain, masyarakat Kota Langsa yang bebas dari
rasa ketakutan dan kecemasan dalam kehidupan berkeluarga dan
bermasyarakat serta kehidupan bernegara.225
2) Masyarakat yang Damai
Diharapkan masyarakat Kota Langsa yang hidup penuh
kedamaian, rukun, dan harmonis, saling harga menghargai, saling
membantu baik dalam berkeluarga, bermasyarakat, dan saling hormat
antar sesama.226
3) Masyarakat yang Bermartabat
Dimaksudkan masyarakat Kota Langsa yang memiliki harga
diri, menjunjung tinggi hak azazi Manusia, bebas dari pelecehan,
pemaksaan, penghinaan, serta berbagai tindakan asusila lainnya.
4) Masyarakat Kota Langsa yang maju
Pengertian maju disini adalah tumbuh, berkembang, produktif,
berkualitas, sehat, mandir, sejahtera, aman, dan damai dalam
kehidupan. Indikator maju tersebut dapat dijabarkan menurut aspek-
aspek berikut ini :
a) Maju dalam bidang Ekonomi
b) Maju dalam bidang Pendidikan
c) Maju dalam bidang Kesehatan
d) Maju dalam bidang sosial budaya
e) Maju dalam bidang politik dan hukum
5) Masyarakat Kota Langsa yang Sejahtera
Yaitu masyarakat yang hidup dalam keadaan makmur,
memiliki masa depan yang gemilang, bahagia, dan sentosa lahir dan
bathin

224
https://www.langsakota.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=121&Itemid=132, diakseskan tanggal 20 Nopember
2018.
225
Indra..., Atlas Tematik..., h. 7.
226
Ibid.

121
6) Masyarakat Kota Langsa yang Sejahtera
Dimaksud masyarakat Kota Langsa yang beriman, dan taqwa
kepada Allah, rukun, dan damai dalam keluarga dan masyarakat
berdasarkan tuntunan syariat Islam. selain itu, masyarakat Kota
Langsa yang islami adalah masyarakat yang berilmu pengetahuan
baik dalam hal duniawi maupun ukhrawi, taat beribadah, serta tekun
dan rajin beramal shaleh.227
Berangkat dari visi Kota Langsa dengan uraian maksudnya,
maka yang menjadi misi Kota Langsa mulai tahun ini dan
penghargaan yang pernah diperoleh oleh pemerintah Kota Langsa
adalah sebagai berikut:
b. Misi:
1. Menjalankan Syariat Islam sesuai kebutuhan syariah dan sesuai dengan
status yang disandang oleh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
2. Mewujudkan pelaksanaan pendidikan yang murah, maju, dan berkualitas
yang bernuansa Islami.228
3. Meningkatkan kegiatan dakwah islamiah,membentuk dan mebmbina
remaja masjid, dan mengaktifkan shalat berjamaah lima waktu bagi
seluruh Masyarakat.
4. Meningkatkan Kapasitas bagi para pelaku ekonomi daerah khususnya
yang berbasiskan ekonomi rakyat.
5. Mengembangkan industri pengolahan yang mendukung sektor pertanian,
meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana yang mendukung
pengembangan sektor pertanian berikut seluruh sub sektornya.
6. Mengembangkan dan memanfaatkan lahan-lahan potensial sektor
pertanian untuk memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha, dan
membentuk Kelompok-kelompok usaha pertanian dan industri guna
mempermudah pembinaan dan pengembangan.
7. Membangun dan mengembangkan kapasitas pelabuhan Kuala Langsa,
mengedintifikasi peluang-peluang investasi di sektor industri dan
perkebunan, serta mendorong pengembangan teknologi dan inovasi di
sektor pertanian dan industri.
8. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat,
ketersediaan prasarana dan sarana kesehatan berkualitas, dan
meningkatkan profesionalisme tenaga kesehatan.
9. Meningkatkan Kesejahteraan sosial bagi para pihak sebagaimana yang
dijanjikan oleh Undang-Undang Dasar 1945.
10. Meningkatkan Kuantitas dan kualitas infrastruktur di semua sektor
pembangunan.

227
Ibid, h. 7.
228
Ibid, h. 8.

122
11. Meningkatkan kinerja aparatur pemerintahan daerah agar pelayanan
kepada masyarakat dapat dilakukan secara cepat, tepat, serius dan
maksimal.229
12. Melaksanakan pembangunan berdasarkan usulan dari bawah sehingga
pembangunan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat luas.230

3. Penghargaan Kota Langsa


Selama dua periode kepemimpinan Walikota Usman
Abdullah, SE dan Wakil Walikota Drs. Marzuki Hamid, MM. Pemko
Langsa telah meraih prestasi yaitu:
1) Penghargaan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan
Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia pada tahun 2014.
2) KP2T mendapat penghargaan 10 besar dari seluruh Indonesia sebagai
Pelayanan Terpadu Satu Pintu-Penanaman Modal (PTSP-PM) yang telah
dilaksanakan pada tanggal 19 November 2013.
3) Memperoleh hibah tanah seluas 50 Ha dari PT. Timbang Langsa untuk
kawasan industri.
4) Pada tahun 2014:
a) Putra-putri Kota Langsa mewakili provinsi Aceh sebagai peserta pasukan
pengibar bendera pusaka (Paskibraka) dan Gita Bahana Nusantara (GBN)
di Istana Negara Jakarta pada perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-69
b) Meraih peringkat tingkat I nasional pelaporan rencana aksi daerah
penanggulangan dan pencegahan korupsi.
c) Meraih peringkat I nasional rencana pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan pemukiman.
d) Meraih penghargaan Sertifikat Adipura juara II se-Aceh
e) Prestasi Kota Langsa Pada tanggal 22 Juli 2016, Kota Langsa memperoleh
Anugerah Adipura Buana, serta Anugerah Dana Rakca 2016.231
f) Demikian juga dengan penghargaan lainnya yang pernah penulis ketahui,
seperti penghargaan sebagai kota terbersih di Aceh pada tahun 2016.
g) Pada tahun 2018, penghargaan yang diraih adalah sertifikat sebagai
pemenang perlombaan membaca Dalail Khairat terbaik Aceh.

4. Pendidikan
a. Universitas Samudra Langsa

229
Ibid, h. 7.
230
https://www.langsakota.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=121&Itemid=132, diakseskan tanggal 20 Nopember
2018.
231
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Langsa, diakseskan tanggal 21 Nopember
2018.

123
Universitas Samudra Langsa atau disingkat dengan UNSAM
Langsa adalah salah satu Perguruan Tinggi yang ada di Kota Langsa
yang didirikan pada tahun 1985 dan beralamat di Jalan Meurandeh,
Kecamatan Langsa Lama, Kampong (desa) Meurandeh, Kota Langsa,
Aceh. Pergurunan Tinggi ini sebelumnya berstatus sebagai sekolah
swasta dan pada tahun 2013 dinaikkan status menjadi Perguruan
Tinggi Negeri.232
b. IAIN Langsa
Institut Agama Islam Negeri Langsa atau IAIN Langsa yang
terletak di Jalan Meurandeh, Kecamatan Langsa Lama, Kota Langsa,
Aceh adalah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri yang ada di Kota
Langsa provinsi Aceh. Perguruan Tinggi ini sebelumnya berstatus
sebagai sekolah tinggi Swasta Zawiyah Cot Kala Langsa STAIS
Langsa dan didirikan pada tahun 1980.
Kemajuan-kemajuan tersebut mengantarkan Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri Zawiyah Cot Kala Langsa menjadi Institut
Agama Islam Negeri Langsa dengan ditandatanganinya Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 pada tanggal 17
Oktober 2014 oleh Presiden Republik Indonesia ke-6 Bapak Dr. H.
Susilo Bambang Yudhoyono.233
c. Universitas Sains Cut Nyak Dhien
Universitas Sains Cut Nyak Dhien atau disingkat dengan
USCND yang terletak di Jalan Jendral Ahmad Yani No. 8-9,
Gampong Jawa, Langsa Kota, Kota Langsa, Aceh adalah salah satu
perguruan tinggi swata yang ada di Kota Langsa.
d. Kampus LP3I
Salah satu perguruan tinggi yang memiliki cabangnya di Kota
Langsa saat ini dan beralamat di Gampong Paya Bujok Seuleumak,
Kecamatan Langsa Baro, Kota Langsa. Selebihnya masih ada sekolah
tinggi lainnya yang terletak di Kota Langsa, seperti STIM Pase
Langsa.

4. Kesehatan
Kota Langsa yang sedang berkembang ini juga memiliki
beberapa rumah sakit sebagai tempat berobat bagi masyarakat, baik
dalam skala kecil mau besar. Sedangkan beberapa Rumah Sakit yang
tergolang besar adalah:
a. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa
232
https://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Samudra, diakseskan pada tanggal 20
Nopember 2018.
233
https://id.wikipedia.org/wiki/IAIN_Zawiyah_Cot_Kala_Langsa, diakseskan pada
tanggal 20 Nopember 2018.

124
RSUD Kota Langsa termasuk rumah sakit yang besar dan
bersifat umum yang ada di Kota Langsa. Rumah Sakit ini beralamat
di Jantung Kota Langsa berseblahan jalan dengan mesjid Darul Falah
Kota Langsa (Mesjid Agung).234 Sampai saat ini, Rumah Sakit ini
sudah dipimpin oleh 13 orang pimpinan sebagai Direktur, dimulai
dari dr. I Made Bagiastara (tahun 1942-1950) sampai sekarang
dipimping oleh dr. Fardhiyani (tahun 2017 – sekarang).235
b. Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kota Langsa
Rumah Sakit Umum Cut Meutia Langsa, atau dikenal dengan
RSUCM pada dasarnya merupakan Rumah Sakit yang khusus
merawat pasien karyawan PT.Perkebunan Nusantara I-Aceh dan telah
beroperasi sejak tahun 1984. Kemudian, Rumah Sakit ini beralamat di
Jalan Garuda No.1 Kebun Baru, Kota Langsa.
Pendirian PT Cut Meutia Medika Nusantara ditentukan
dengan akta pendirian No.02 tahun 2013 tanggal 27 Mei 2013 oleh
notaris Zuhdi Madjid,SH di Kota Langsa dengan persetujuan Menteri
Hukum dan Hak Azasi Manusia No.AIII-30380.AIII.01.01 Tahun
2013, tanggal 5 Juni 2013. Sampai saat ini Rumah Sakit ini dipimpin
oleh seorang Direktur, yaitu dr. Cut Diah, Ak.236
c. Rumah Sakit Cut Nyak Dhien Langsa
RS Cut Nyak Dhien Langsa yaitu salah satu Rumah Sakit
milik Organisasi Sosial Kota Langsa yang berbentuk RSU, diurus
oleh Yayasan Cut Nyak Dhi Yayasan dan termuat kedalam RS Kelas
C. Rumah Sakit ini telah teregistrasi sedari 16/05/2013 dengan Nomor
Surat ijin 002/503/SK.OPS.RS/XII/2014 dan Tanggal Surat ijin
18/12/2014 dari KP2T KOTA LANGSA dengan Sifat Tetap, dan
berlaku sampai 5 Tahun. Sehabis melangsungkan Metode
AKREDITASI RS Seluruh Indonesia dengan proses Pentahapan I (5
Pelayanan) akhirnya ditetapkan status Bersyarat Akreditasi Rumah
Sakit. RSU ini bertempat di Jalan T.M. Bachrun No.1. Kota Langsa.
Rumah sakit ini sampai saat ini dipimpin oleh seorang
Direktur, yaitu Dr. Yusuf, MM dan mempunyai layanan unggulan di
bidang kesehatan. RSU ini Milik Organisasi Sosial Kota Langsa dan
Mempunyai Luas Tanah 3.600 meter dengan Luas Bangunan 4.800
mater.237
234
https://rsud.langsakota.go.id/sejarah, Diakseskan pada tanggal 22 Nopember
2018.
235
https://rsud.langsakota.go.id/sejarah, Diakseskan pada tanggal 22 Nopember
2018.
236
http://listrumahsakit.com/profil-rsu-cut-meutia, Diakseskan pada tanggal 22
Nopember 2018.
237
http://listrumahsakit.com/profil-rs-cut-nyak-dhien-langsa, Diakseskan pada
tanggal 22 Nopember 2018.

125
d. Rumah Sakit Umum UMMI Langsa
Rumah sakit ini beralama di jalan Prof. A Majid Ibrahim, No.
10A, kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa. Rumah Sakit Umum
Ummi Langsa adalah sebuah fasilitas layanan kesehatan yang
didirikan pada tanggal 30 Agustus 2010, dibawah naungan Yayasan
Ummi Langsa yang diketuai oleh Ny.Hj.Siti Nur, SE dan saat ini
Rumah Sakit Umum Ummi Langsa beroperasi dengan jumlah 105
tempat tidur, berada di lokasi yang tenang dan nyaman di bagian utara
kota Langsa, dengan luas lahan 4.220 m2, luas bangunan 2.193,64 m2,
kapasitas parkir kecil roda dua 100 sepeda motor serta tempat parkir
mobil 20 mobil. Harapan masyarakat Kota Langsa untuk memiliki
Rumah Sakit swasta yang baik mendapatkan sambutan positif dari
Pemerintah Kota Langsa dan pemerintah Provinsi Aceh dengan
terbitnya izin Rumah Sakit Umum Ummi Langsa izin Dinas
Kesehatan Provinsi Aceh Nomor : 873.1/BP2T/5792/2010 tertanggal
30 Agustus 2010 tentang izin penyelenggaraan operasional sementara
Rumah Sakit.
Selain rumah sakit umum, di Kota Langsa juga menyediakan
Puskesmas di setiap Kecamatan, yaitu Puskesmas Langsa Timur,
Puskesmas Langsa Lama, Puskesmas Langsa Barat, Puskesmas
Langsa Baro dan Puskesmas Langsa Kota.

5. Keagamaan Kota Langsa


a. Mesjid
Berkaitan dengan keagamaan, terdapat beberapa tempat
ibadah di Kota Langsa, yaitu memilik mesjid sebanyak 66 mesjed
dengan berbagai ukuran dan fasilitas, antaranya adalah:
1) Masjid Raya Darul Falah Kota Langsa, masjid terbesar yang berlokasi
di jantung kota dengan fasilitas besar yang dapat menampung jamaah
untuk melakukan ibadah. Terdapat banyak masjid yang tersebar di penjuru
kota. Mayoritas penduduk di Kota Langsa beragama Islam, tidak sulit
untuk menemukan masjid khususnya di Kota Langsa umumnya di Aceh.
2) Masjid tertua yang dimiliki Kota Langsa adalah Masjid Istiqamah,
yang berdiri kukuh di kecamatan Langsa Kota tepatnya di desa Gampong
Teungoh.238
3) Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).239

238
Walikota Langsa, Keputusan Walikota Langsa, No. 285/451.2/ 2016. Tentang
Penunjukan Khatib Masjid di Lingkungan Pemerintah Kota Langsa tahun 2016.
239
Indra..., Atlas Tematik...,h. 92.

126
4) Vihara Buddha Kota Langsa, berlokasi di pusat pasar tradisional Kota
Langsa, vihara ini sangat indah dengan balutan cat warna merah yang
mencirikan warna khas komunitas Tionghoa.240

b. Pondok Pesantren
Di Kota Langsa memiliki tempat pengajian yang berlangsung
siang dan malam, yaitu Pondok Pesantren atau yang sering disebut
dengan Dayah (Aceh). Pesantren yang ada di wilayah Kota Langsa
bervariasi, ada yang memiliki kurikulum berbasis Salafi atau
Tradisional atau modern.
1) Pesantren Trdisional
a) Pesantren Dayah Futuhul Mu’arif Al-
Aziziyyah. Pesantren yang memiliki kurikulum Tradisional dengan
NSPP: 510011740014. Pesantren ini dipimpin oleh Tgk. Murdani. Ia
anak dari pendiri pesantren ini. Pondok Pesantren ini beralamat di jalan
Prof. A. Majid Ibrahim Seuriget, Langsa Barat, Kabupaten Kota
Langsa. Pesantren ini mempunyai santri berjumlah 285 orang, dengan
perincian jumlah santri laki-laki berjumlah 160 orang dan santri
perempuan berjumlah 125 orang, dengan tenaga pengajar berjumlah 11
orang.241
b) Dayah Bustanul Huda. Pesantren ini beralamat
di Gampong Paya Bujok Beuramo, Kecamatan Langsa Barat, Kota
Langsa. Tempat terletak pesantren ini sebelumnya adalah Komplek
Islamic Centre milik Aceh Timur, dan setelah pemekaran wilayah,
maka komplek ini diresmikan sebagai lembaga pondok pesantren yang
diberi nama dengan Dayah Bustanul Huda dan diresmikan pada hari
Rabu 4 Mei 2016. Pimpinan Dayah Bustanul Huda ini adalah H.
Muhammad Ali. Komplek Islamic Centre yang berada di Langsa untuk
dimanfaatkan sebagai pondok pesantren Dayah Bustanul Huda.
Pesantren ini juga merupakan cabang dari Dayah Bustanul Huda Julok,
kabupaten Aceh Timur.
c) Pesantren lainnya yang berbasis kurikulum
Tradisional yang ada di Kota Langsa seperti Darul Muta’allimnin yang
berada dibawah pimpinan Tgk. H. Kamarullah, S.Ag. jumlah santri
yang menetap di pondok ini sebanyak 152 orang, baik laki-laku
maupun perempunan. Alamat terletaknya pesantren ini di jalan lorong
Bale Krung, Kampong Teungoh, Langsa Kota, Kota Langsa.

2) Pesantren Modern

Ibid, h. 92.
240

Data hasil Wawancara dengan Tgk. Murdani pimpinan pondok pesantren pada
241

tanggal 4 Desember 2018.

127
a) Madrasah Ulumul Qur’an Langsa
Salah satu pondok pesentren modern tertua di Kota Langsa
atau bahkan di Aceh adalah pondok pesantren Madrasah Ulumul
Qur’an Langsa, pesantren ini milik Yayasan Dayah Bustanul Ulum
Langsa. Pesantren ini terletak di Jalan Banda Aceh-Medan km 447,
desa Alue Pineung, Kecamatan Langsa Timur, Kota Langsa.
Madrasah Ulumul Qur-an Langsa berdiri pada tanggal 27
Desember 1981 oleh para pengurus Yayasan Dayah Bustanul Ulum
Langsa, sebuah Yayasan yang dirintis sejak 1972 di Langsa, Aceh
Timur, sebelumnya Yayasan ini telah mendirikan dan membina
sebuah pondok pesantren ”Bustanul Ulum” yang nantinya akan
menjadi cikal-bakal berdirinya Madrasah Ulumul Qur-an.
Pada tahun 1986 Madrasah Ulumul Qur-an (satu unit lembaga
dari Yayasan Dayah Bustanul Ulum) yang sebelumnya telah
membuka Madrasah Tsanawiyah, juga membuka Madrasah Aliyah
dengan nama Madrasah Aliyah No. 5 Aceh Timur, pendirian lembaga
yang kemudian mengalami perubahan nama menjadiMadrasah Aliyah
Ulumul Qur-an, ini merupakan model baru dalam sistem pendidikan
di Aceh, yaitu menempatkan dua jenjang pendidikan menengah
(menengah pertama dan menengah atas) dibawah satu manajemen,
dan memadukan kurikulum Madrasah yang modern dan Dayah yang
Tradisionil, belakangan semakin banyak lembaga pendidikan yang
mengadopsi model ini, pola perpaduan dua kurikulum sebagaimana
diberlakukan di Madrasah Ulumul Qur-an sebenarnya telah cukup
lama berkembang diluar Aceh, namun tidak di Aceh, masa itu para
Founding Father Madrasah Ulumul Qur-an mengharapkan Madrasah
ini menjadi pioneer bagi tumbuhnya lembaga pendidikan Klasik yang
dikemas secara modern.
Pesantren ini hingga saat ini sudah dipimpin oleh delapan
orang pimpinan secara bergantian, mulai dari Drs. Hasan ZZ sampai
dengan pimpinan sekarang, yaitu dipimpin oleh Drs. H. Muhammad
Yunus Ibrahim, M.Pd, sebagai direktur utama yang memimpin
pelaksaan harian pesantren di bawah kepengurusan Yayasan Dayah
Bustanul Ulum Langsa.242

b) Pesantren Darul Huda Kota Langsa


Salah satu pesantren yang tertua di Kota Langsa adalah Dayah
Darul Huda yang didirikan oleh ulama karismatik yang terkenal
dengan sebutan Abi Sungai Paoh, dengan nama lengkap Tgk H
Data hasil Wawancara dengan Mudir (Direktur) Pondok Pesantren Madrasah
242

Ulumul Qur’an Langsa, pada tanggal 15 Nopember 2018.

128
Usman Basyah (alm) pada tahun 1962 di Gampong Sungai Paoh
Kota Langsa sebagai pendiri sekaligus pemimpin pesantren ini. Abi
Sungai Paoh (pimpinan) lahir di Geudong, Aceh Utara, tahun
1936 dan meninggal dunia pada tahun 2004. Selanjutnya
kepemimpinan diwariskan oleh putranya yang bernama Tgk. H.
Syekh Muhajir Usman, S.Ag, LLM, yaitu anak ke lima dari
sembilan bersaudara. Selama 52 tahun berdiri, dayah tersebut telah
melahirkan sedikitnya 2.000 lebih alumni dari berbagai pelosok
daerah di Aceh dan luar daerah Serambi Mekkah (sebutan propinsi
Aceh) ini. Saat ini santri di pesantri Darul Huda ini mencapai
400 orang lebih dengan pengajar tetap 35 orang berada dalam
komplek, serta guru tidak tetap 23 orang. Pesantren ini membuka dua
jenjang pendidikan, yaitu tingkat Madrasah Tsanawiyah dibuka pada
tahun 1987 dan Madrasal Aliyah dibuka pada tahun 1990 H.243
c) Pesantren Dayah Raudhatun Najah
Pesantren Raudhatun Najah ini terletak berdekatan dengan
pesantren Madrasah Ulumul Qur’an Langsa, yaitu di pinggir jalan
Banda Aceh-Medan di desa Sukarejo Langsa Timur Kota Langsa.
Pesantren ini didirikan pada tahun 2006 dengan pimpinannya Tgk. H.
Ridwan Gapi, S.Ag
Pesantren ini sampai sekarang sudah mencapai 320 orang
santri lebih kurang serta 27 orang guru yang berdomisili di dalam
komplek untuk belajar siang dan malam.244
d) Dan beberapa pesantren lainnya yang tergolong
masih kecil dengan kapasitas santri tidak mencapai 100 orang dan
dilakukan pengajian di malam hari, karena di waktu pagi santrinya
harus pulang untuk mengikuti pelajaran di sekolahnya masing-
masing.245

B. Pemahaman Syafāʻat Masyarakat Kota Langsa


Peneliti mengkategorikan pemahaman syafāʻat masyarakat Kota
Langsa ke dalam dua kasta atau golongan masyarakat, yaitu: 1) cendikiawan
dan 2) tokoh masyarakat. Cendikiawan yaitu orang-orang yang memiliki
kemampuan keilmuan yang dipergunakan dalam ranah yang luas sehingga
mencakup masyarakat Kota Langsa terkait keilmuannya dan kemasyuran
namanya secara umum dikenal di seluruh Kota Langsa. Sedangkan tokoh

243
https://dpd.acehprov.go.id/index.php/jelajah/read/2017/02/06/75/profil-dayah-
darul-huda.html, diakseskan pada tanggal 20 Nopember 2018.
244
Data hasil Wawancara dengan Ustaz. Nur Miswari (Guru) Pesantren Darun Najah
pada tanggal 20 Nopember 2018.
245
Data hasil wawancara dengan Drs. Ibrahim Latif, M.Pd, kepala Disnas Syariat
Islam Kota Langsa, pada tanggal 21 Nopember 2018.

129
masyarakat adalah orang-orang yang memiliki kemampuan keilmuan yang
dipergunakan dalam sebagian masyarakat Kota Langsa dan kemasyuran
namanya hanya dikenal pada sebagian masyarakat Kota Langsa.

1. Pengetahuan Kalangan Cendekiawan tentang syafāʻat


Penjelasan yang berkaitan dengan syafāʻat untuk kelengkapan data
dalam penelitian ini adalah pemahaman dan pengetahuan yang berkembang
dikalangan cendekiawan atau akademisi,246 terkadang banyaknya pendapat
ilmuan yang berkembang saat ini dapat membuat berbeda-beda dalam
memahaminya, maka penulis mencoba untuk mengkhususkan pemahaman ini
dengan meneliti bagaimana pemahaman para cendekiawan di Kota Langsa.
Unsur Akademisi dan Tokoh Masyarakat yang penulis ambil untuk
menjadi sampel untuk diwawancarai adalah sebanyak 20 orang, jumlah ini
akan menjadi sampel jumlah masyarakat dari 5 kecamatan di Kota Langsa.
Namun persyaratan mutlak dalam kategori ini adalah penulis ambil dari
setiap orang yang memahami hadis dan pernah menyampaikan hadis atau
nasehat kepada masyarakat, baik dalam bentuk pengajian ataupun di mimbar-
mimbar jumat atau sebagai pimpinan pondok pseantren, baik pesantren
modern atau tradisional dan memahami konsep syafā‘at serta dan bertitel
akademik minimal strata dua (S2) dan strata tiga (S3).
Responden dari kalangan cendekiawan dalam penelitian ini yang
penulis wawancarai adalah:

a. Syeh Muhajir
Nama lengkapnya Teungku H. Syeh Muhajir Usman, S.Ag, LLM, ia
lahir di Langsa pada tanggal 15 Maret 1975, dan akrab dipanggil dengan
sebutan Syeh. Dia adalah pimpinan tunggal Dayah (Pesantren) tertua di Kota
Langsa, yaitu Dayah Darul Huda. Pesantren ini didirikan pada tahun 1962,
pada waktu itu belum ada pesentren lain, baik tradisional atau pun modern.
Pesantren ini sekarang memiliki santri tetap yang mondok sebanyak ± 400
orang serta guru yang menetap dalam komplek ini sebanyak 23 orang.
Jumlah tersebut sangat berkaitan dengan daya tampung yang dimiliki dayah
ini, yaitu ± 1500 Meter.247
Syeh Muhajir adalah tokoh masyarakat di Kota Langsa, selain
seorang pimpinan pondok pesantren, ia juga kutua organisasi Himpunan
Ulama Dayah Aceh (HUDA), anggota Majelis Permusyawaratan Ulama Kota

246
Maksud penulis dengan cendekiawan dalam penelitian ini adalah orang-orang
yang meliki titel minimal S-2 dan mampu mengakseskan hadis yang berkaitan dengan materi
dibutuhkan dalam penelitian ini.
247
Data Hasil Wawancara dengan Syeh Muhajir Usman Pimpinan Dayah Darul
Huda pada tanggal 12-12-2018

130
Langsa (MPU), Imam Mesjid Raya Darul Falah Kota Langsa, 248 dan juga
pimpiman pengajian rutin subuh yang diberi nama Al-Maidah.249
Pemahaman Syeh Muhajir tentang syafāʻat, syafāʻat itu
menggenapkan sesuatu yang ganjil, karena syafa’ dalam bahasa Arab
bermakna genap dari lawan ganjil (witir), makna ini secara bahasa. Ia
menjelaskan dengan adanya syafāʻat ini amal-amalnya yang kurang dapat
tertutupi di hari akhirat nanti dan yang paling utama adalah syafāʻat dari
Rasulullah. Ia melanjutkan, bahwa dalam praktik orang-orang di Aceh
membuat zikir-zikir maulid, salawat kepada Rasulullah sebelum azan atau
setelah salat atau lainnya, dan semua amalan sunnah bisa berkesempatan
mendapatkan syafāʻat di akhirat terutama salawat kepada Rasulullah, karena
ini banyak terdapat dalil sebagai anjuran untuk mendapatkan syafāʻat dari
Rasul, antara lain:
‫ فإن ه من ص لى علي‬،‫ وص لوا علي‬،‫إذا مسعتم املؤذن فقول وا مث ل م ا يق ول‬
‫ ال تنبغي إال‬،‫ فإهنا منزلة يف اجلنة‬،‫ مث سلوا يل الوسيلة‬،‫صالة صلى اهلل عليه عشرا‬
‫ حلت له‬،‫ فمن سأل اهلل يل الوسيلة‬،‫ وأرجو أن أكون أنا هو‬،‫لعبد من عباد اهلل‬
.‫الشفاعة‬
[Apabila kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti yang
diucapkannya. kemudian bershalawatlah kepadaku, karena barangsiapa yang
bershalawat sekali kepadaku, maka Allah akan membalasnya sepuluh kali
lipat kepadanya, kemudian mintalah kepada Allah untukku al-Washilah,
karena sungguh ia adalah kedudukan yang tinggi di syurga yang tidak patut
(diraih) kecuali oleh seorang hamba dan kalangan hamba-hamba Allah Dan
aku berharap akulah orangnya Maka barangsiapa yang memohon Al-
Washilah kepada Allah untukku, niscaya ia berhak mendapatkan syafāʻat”]
(HR. Ibn Hibbān).250

Hadis ini menjadi dalil pada anjuran membaca shalawat dan


doa setelah azan sehingga mendapatkan syafāʻat. Selain itu bisa juga
mendapat syafāʻat atau seseorang akan memperoleh syafāʻat dari
anaknya yang meninggal sebelum balig (dewasa). Kesimpulannya,
setiap sesuatu amal yang dapat menolong seseorang dari siksa akhir

248
Serambinews, Dayah Tertua di Langsa lahirkan 2000 Alumni, diakses pada
tanggal 12-12-2018
249
Data hasil Wawancara dengan salah seorang anggota pengajian Al-Maidah, tgk
Zakaria pada tanggal 23 Nopember 2018.
250
Muhammad bin Hibbān, Sahih Ibn Hibbān bi Tartīb Ibn Balbān, (Beirut: Dar al-
Muasasah ar-Risalah, 1993), juz 4 dari 18, h. 590.

131
sudah termasuk syafāʻat, ini dalam makna yang lebih luas, sedangkan
syafāʻat kubra ini khusus dari Rasulullah berdasarkan hadis-hadis
yang sahih.

Sedangkan syafāʻat yang diberikan oleh seorang anak yang


meninggal sebelum dewasa untuk orang tuanya, berdasarkan hadis ini
berkait dengan adanya dilaksanakan aqiqah, sebagaimana seorang
sahabat yang meninggal anaknya sebelum dewasa datang menjumpai
Rasul, lalu Rasul berkata: “aqiqahlah anakmu yang sudah meninggal
nanti ia akan memberi syafāʻat untukmu”. Aqiqah yang dilakukan
bertujuan agar anak yang meninggal akan teringat kepada orang
tuanya di hari akhirat.251
Adapun praktik lain sejenis tariqat, hal ini termasuk dalam
kategori tawasul dan berkah. Tawāsul hanya jalan menuju
mendapatkan syafāʻat, sedangkan syafāʻat adalah hasil dari semua
praktik ibadah yang dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan
mencari kasih sayang dari Rasulullah.252

b. Dr. H. Sulaiman Ismail, MA253

Sulaiman Ismail (Sulis) ini salah seorang dosen tetap di IAIN


Langsa pada bidang mata kuliah PAI dan diberi jabatan sebagai Wakil
Dekan bidang kemahasiswaan. Ia bertempat tinggal di Kecamatan
Langsa Timur Kota Langsa.
Pemahamannya tentang syafāʻat, menurutnya syafāʻat itu suatu
usaha perantara dalam memberikan sesuatu manfaat terhadap orang
lain atau mengelak sesuatu mudharat dari orang lain. Tujuan syafāʻat
menurutnya antara lain adalah untuk memuliakan pemberi syafāʻat
dan untuk memberikan manfaat kepada yang diberi syafāʻat. Oleh
karena itu, bila suatu pemberian atau bantuan tidak dapat memberi
dampak baik pada orang lain, maka tidak disebutkan sebagai syafāʻat.
Syafāʻat itu menurut Sulis254 ada secara nyata atau secara yakin
disebabkan oleh iman dan pasti terjadi baik di dunia maupun di
Akhirat. Syafāʻat di dunia bisa diarti secara harfiah bahwa setiap
apapun usaha yang bisa mendatangkan manfaat atau dapat menolak
251
Data hasil wawancara dengan Tgk. Syeh Muhajir Usman, pada tanggal 12-12-
2018
252
Ibid.
253
Data hasil Wawancara dengan Sulaiman Ismail pada tanggal 01 Desember 2018.
254
Singkatan nama dari nama Dr. Sulaiman Ismail sebagai respoinden dalam
penelitian disertasi ini.

132
kemudharatan bagi saudaranya itu sudah termasuk syafāʻat secara
bahasa. Sedangkan syafāʻat di akhirat ini merupakan syafāʻat yang
hakiki. Syafāʻat ini bisa berbentuk bantuan dari Rasulullah ketika
berdiri menunggu keputusan Allah di padang mahsyar (yaum al-
hisab), lalu datang Rasul dengan memberikan bantuan untuk bisa
cepat masuk surga bagi orang-orang yang pantas masuk dalamnya.
Praktik untuk mendapatkan syafāʻat ada bermacam-macam,
yaitu:
1) Beriman dan mati dalam keadaan bertauhid kepada Allah, hal ini sesuai
dengan hadis berikut ini:
.‫أسعد الناس بشفاعىت يوم القيامة من قال ال إله إال اهلل خالصا من قلبه أو نفسه‬
[Orang yang paling berbahagia dengan syafāʻatku pada hari kiamat
adalah orang yang mengucapkan Lā ilāha illa Allah dengan ikhlas dari
hatinya atau jiwanya]. (HR. al-Bukhārī)

2) Membaca Alquran
.‫إقرأو القرآن فإنه يأتى يوم القيامة شفيعا ألصابه‬
[Bacalah Alquran, karena ia akan datang memberi syafāʻat kepada
para pembacanya pada hari kiamat nanti]. (HR. Muslim)
3) Bepuasa
‫الصيام والقرآن يشفعان للعبد يوم القيامة‬
[Puasa dan Alquran kelak pada hari kiamat akan memberi syafāʻat
kepada seorang hamba]. (HR. Ahmad)

4) Syafāʻat khusus yang dimiliki oleh Nabi saw. saja, yaitu syafāʻat agung (
‫) شفاعة العظمة‬, yaitu syafāʻat untuk dimulainya hisab dan syafāʻat diberikan
kepada penghuni syurga agar bisa masuk kedalamnya.
5) Syafāʻat umum, yaitu syafāʻat yang diberikan oleh nabi, malaikat, dan
orang-orang mukmin, yaitu syafāʻat untuk orang yang berhak masuk
neraka, agar tidak mamasukinya.
‫شفاعىت ألهل الكبائر من أمىت‬
[Syafāʻat-ku untuk pemilik dosa-dosa besar dari ummatku].255

6) Berdoa Setelah Azan

Hadis ini juga dijadikan hujah syafāʻat oleh Muhammad Rizal Dinas Syariat Islam
255

Kota Langsa dan beberapa tokoh lainnya.

133
‫من ق ال حني يس مع الن داء اللهم رب ه ذه ال دعوة التام ة والص الة القائ ة‬
‫آت حممد الوسيلة والفضيلة وابعثه مقاما حممد الذى وعدته حلت له شفاعىت يوم‬
‫القيامة‬
[Barangsiapa berdoa setelah mendengar adzan: allahumma rabba
haazihid da’watit tammah waṣṣalātil qāimah. āti muhammadan al- wasīlah
walfadīlah wa abb’aṡhu maqāmam mahmuuda alladzī wa ‘adtah (Ya Allah,
Rabb Pemilik seruan yang sempurna ini, dan Pemilik shalat yang akan
didirikan ini, berikanlah wasilah (perantara) dan keutamaan kepada
Muhammad. Bangkitkanlah ia pada kedudukan yang terpuji sebagaimana
Engkau telah jannjikan). Maka ia berhak mendapatkan syafāʻatku pada hari
kiamat]. (HR. al-Bukhārī)

7) Tinggal di Madinah, terhadap cobaannya dan mati di sana.


‫ال يص رب اح د على ألوائه ا فيم وت أال كنت ل ه ش فيعا او ش هيدا ي وم‬
‫القيامة اذا كان مسلما‬
[Tidaklah seseorang bersabar terhadap kesulitan hidup di Madinah
lalu dia mati, melainkan aku akan menjadi penolongnya (atau saksinya) kelak
pada hari kiamat, jika orang tersebut adalah seorang muslim]. (HR. Muslim)
8) Shalawat kepada Nabi
‫اول الناس يب يوم القيامة اكثرهم على صالة‬
[Orang yang paling dekat denganku pada hari Kiamat adalah yang
paling banyak bershalawat kepadaku]. (HR. at-Tirmizī)
9) Salatnya sekelompok orang Muslim terhadap mayat muslim lain.
‫م ا من ميت تصلى عليه أمة من املس لمني يبلغون مائة كلهم يشفعون له‬
‫إال شفعوا فيه‬
[Mayat yang dishalatkan oleh kaum muslimin dengan jumlah
melebihi seratus orang, dan semuanya mendo'akannya, maka doa mereka
untuknya akan dikabulkan]. (HR. Muslim)
10) Memperbanyak sujud
‫فأعين على نفسك بكثرة السجود‬
[Bantulah aku untuk mewujudkan keinginanmu dengan banyak
melakukan sujud]. (HR. Muslim)

134
Menurutnya, semua syafāʻat yang diberikan Allah atau diizinkannya
untuk diberikan oleh Rasulullah atau malaikatnya, atau sesama saudara
seiman itu adalah berupa kemuliaan dari Allah untuk hamba-hambanya. 256
Lebih lanjut dijelaskan bahwa syafāʻat ini juga dapat di minta dengan cara
berdoa seperti ‫ اللهم شفع فينا نبيك‬. hal ini dibolehkan dengan alasan bahwa Allah
mengilhamkan kemampuan memberi syafāʻat kepada Rasul dan selainnya
untuk memberikan syafāʻat kepada orang-orang yang memintanya dan
dengan izin Allah izinkan untuk mendapatkan syafāʻatnya.257

c. Dr. Mursyidin, MA

Termasuk dalam kategori ilmuan Kota Langsa adalah


Mursyidin, ia dipanggil dengan sebutan Mursyid. Dia adalah salah
orang dosen tetap dari unsur PNS yang bertugas di IAIN Langsa. Ia
tinggal di desa (kampong: Aceh) Teungoh, kecamatan Langsa Baro,
Kota Langsa.
Menurut Mursyid, syafāʻat adalah penengah diantara dua hal,
yaitu penengah antara orang yang memiliki hak sebagai pemberi
dengan orang yang akan diberikan bantuan yang berupa syafāʻat.
Selanjutnya, syafāʻat tersebut pasti ada, namun terjadi di hari kiamat
ketika sesorang sedang dihadapkan pada pertanggung jawaban
amalnya. Apabila seseorang kurang amalnya di dunia, maka ia dapat
ditambah dengan ibadah yang pernah dihadiahkan oleh saudaranya
atau qarabatnya semasa di dunia yang mendoakan menyedekahkan
amal untuknya.
Menurutnya pengakuan tentang ada atau tidaknya syafāʻat itu
didasari dari iman, artinya hanya karena imanlah seseorang bisa
memahami maksud yang sebenarnya tentang syafāʻat. Memang
banyak terdapat dalil tentang adanya syafāʻat baik dari Alquran
maupun Hadis, namun kerena masalah tersebut belum terjadi, maka
dianggap bagian dari persoalan iman.
Dia melanjutkan, bagaimana cara Nabi dan orang-orang
beriman memberikan syafāʻat kepada orang lain? Jawabnya, bisa jadi
dengan cara Allah mengilhamkan kamampuan seseorang untuk dapat
membantu saudaranya di hari kiamat. Lalu hubungan syafāʻat di dunia
adalah seseorang dapat mendoakan kepada teman atau saudaranya

256
Data hasil wawancara dengan Sulaiman Ismail pada tanggal 02 Desember 2018.
Lihat juga: Salih bin Abdul Aziz bin Muhammad, at-Tamhīd li Syarh Kitab at-Tauhid, (ttp:
Dār at-Tauhid, 2003), h. 300.
257
Data hasil wawancara dengan Sulaiman Ismail pada tanggal 02 Desember 2018.
Lihat juga: Salih bin Abdul Aziz bin Muhammad, at-Tamhīd li Syarh Kitāb at-Tauhīd, (ttp:
Dār at-Tauhid, 2003), h. 300.

135
untuk mendapatkan perlindungan dari Allah melalui usahanya di
dunia sebagai penambahan amal untuk saudaranya dengan cara
melakukan ritual samadiyah dan bacaan Alquran. Di samping orang
yang di hadiahkan pahala akan mendapatkan perlindungan dari Allah
juga orang yang mendoakan juga bisa mendapat bagian pahala dari
Allah.258
Perbedaan syafāʻat dengan tawassul menurutnya ada pada
sandaran permohonan atau permintaan, bila permitaan kepada Allah
dengan memakai perantara dari nama-nama Allah, sifat Allah,
Rasulullah, orang-orang salih atau dengan amal, semua itu dinamakan
dengan tawasul. Sedangkan syafāʻat adalah membuat permohonan
kepada selain Allah tetapi dengan izin dan kerelaan Allah itu
sendiri.259 Kemudian lebih jelasnya lagi, kalau tawasul seseorang
memintanya kepada Allah dengan menggunakan perantara dan yang
memberikan itu Allah sendiri, sedangkan syafāʻat, seseorang meminta
kepada selain Allah tp mesti dengan izin dan rela dari Allah dan yang
memberinya adalah orang yang dimintainya.260
Oleh karena itu, syafāʻat terdapat dua bentuk, yaitu syafāʻat
yang ditiadakan dan syafāʻat ditetapkan. Syafāʻat yang ditiadakan,
maksudnya adalah syafāʻat yang dinafikan (yang tidak dibolehkan )
oleh Allah swt. dari orang-orang musyrik. Dalil tentang syafāʻat
semacam ini terdapat dalam firman Allah swt. berikut ini:

َ‫س هَلُم ِّمن ُدونِ ِه َويِل ٌّ َوال‬ ‫ي‬َ‫ل‬ ‫م‬ ِ‫وأَن ِذر بِ ِه الَّ ِذين خَيَ افُو َن أَن حُي َش رواْ إِىَل رهِّب‬
َ ْ ْ َ ُ ْ َ ْ َ
.‫يع لَّ َعلَّ ُه ْم َيَّت ُقو َن‬ ِ
ٌ ‫َشف‬
[Dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada
orang-orang yang takut akan dihimpunkan kepada Tuhannya (pada hari
kiamat), sedang bagi mereka tidak ada seorang pelindung dan pemberi
syafa`atpun selain daripada Allah, agar mereka bertakwa]. (QS. 6/al-An’ām:
51)

Syafāʻat yang dimasudkan dalam ayat ini adalah syafāʻat yang


tidak dibolehkan kepada seluruh makhluk. Namun untuk ahli tauhid
dibolehkan dengan bersyarat, yaitu adanya keizinan dari Allah
terhadap pemberi syafāʻat serta adanya kerelaan Allah untuk yang
memberi dan yang menerimanya. Dan maksud dengan syafi’
(pemberi syafāʻat) yang hakikat adalah Allah swt. sesuai dengan
258
Data hasil wawancara dengan Mursyidin, pada tanggal 03 Desember 2018.
259
Ibid.
260
Ibid.

136
maksud Allah dalam surah az-Zumar ayat 44, yang artinya
katakanlah, hanya milik Allah syafāʻat itu semuanya.261
Lebih lanjut, bahwa setiap yang pekerjaan yang dapat
menghasilkan kebaikan, maka semuanya dapat dikategorikan praktik
untuk mendapatkan syafāʻat di hari kiamat, terserah siapa yang akan
memberikannya.
Bila deperhatikan beberapa dalil tentang ibadah manusia,
maka apabila seseorang telah meninggal dunia, ia tidak akan
memperoleh apa pun dari orang lain selain apa yang telah ia
usahakan, seperti yang terlihat dalam ayat Alquran berikut ini:

ِ ‫وأَن لَّيس لِ ِإلنْس‬


‫ان إِالَّّ َما َس َعى‬ َ َ ْ َ
[Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang
telah diusahakannya]. (QS. 53/an-Najm: 39)

Ayat ini menurutnya, memang benar setiap manusia akan bermanfaat


baginya dari apa yang ia usahakan semasa hidupnya, namun akan ada
kemuningkin anjuran bagi orang lain untuk menambahkan amalnya dan
berharap akan terbebas saudaranya dari azab Allah di hari kiamat yang
disebut dengan memberikan syafāʻat.262

d. Dr. H. Zulkarnain, MA

Zulkarnain ini adalah termasuk ilmuan yang berasal dari Kota


Langsa, ia saat ini menjabat sebagai ketua Majelis Permusyawaratan
Ulama Kota Langsa (MPU), dia juga sebagai dosen yang ditugaskan
di IAIN Langsa. Pendidikan terakhirnya Strata tiga (S3) di UIN
Sumatera Utara pada jurusan Hukum Islam.
Berkaitan dengan pemahamannya tentang syafāʻat,
menurutnya syafāʻat itu secara umum bisa dimaknakan sebagai
sesuatu yang bisa mendapatkan manfaat dan menolak kemudharatan
baik di dunia maupun di akhirat. Sedangkan syafāʻat yang hakikat
adalah syafāʻat Rasulullah pada hari kiamat ketika umatnya
membutuhkan dan meminta perlindungan dari Rasul untuk
melepaskannya dari siksa atau untuk memperoleh derajat yang tinggi
di surga.263
261
Ibid. Lihat juga: Salih bin Abdul Aziz bin Muhammad, at-Tamhīd li Syarh Kitāb
at-Tauhīd, (ttp: Dār at-Tauhid, 2003), h. 294.
262
Ibid.
263
Data hasil wawancara dengan Zulkarnain pada tanggal 12 Desember 2018.

137
Dalil syafāʻat antara lain adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Malik dalam kitab Muwaṭṭa’, berikut ini:
‫أخربنا مالك حدثنا ابن شهاب عن أيب سلمة بن عبد الرمحن عن‬
‫ لكل نيب دعوة فأريد‬: ‫أيب هريرة أن رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم قال‬
‫إن شاء اهلل أن أختبئ دعويت شفاعة ألميت يوم القيمة‬
[Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Abu Az
Zinad dari al-A’raj dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw.
bersabda: Setiap Nabi itu punya sebuah doa yang telah dia panjatkan.
Aku hendak menahan doaku agar menjadi syafāʻat bagi umatku di
akhirat]. (HR. Malik)
Syafāʻat terbagi lima macam:
1) Syafāʻat yang dikhususkan kepada Nabi Muhammad, yaitu ketika umat
berdiri di padang mahsyar, lalu dapat syafāʻat untuk segera diperiksa
amalnya.
2) Syafāʻat untuk masuk surga tanpa hisab. Syafāʻat ini juga termasuk khusus
bagi Rasulullah saw.
3) Syafāʻat untuk manusia yang wajib masuk neraka, tapi dengan berkat
syafāʻat Nabi Muhammad saw. ia bisa masuk surga dan orang-orang yang
diinginkan oeh Allah.
4) Syafāʻat bagi orang yang berdosa dan telah masuk neraka karena dosanya,
lalu dengan adanya syafāʻat dari Nabi Muhammad, Malaikat dan Saudara
seiman ia dapat keluar terbebas dari Neraka.
5) Syafāʻat untuk menambah derajat dalam surga untuk ahli surga. bagi
orang-orang yang telah masuk surga tapi masuh tingkat bawah
kesenangannya, lalu dapat syafāʻat dari Nabi bisa menampati surga yang
tinggi.
Hari akhirat akan ada banyak syafāʻat diperoleh manusia
tergantung kemudharatan yang dihadapinya, kesulitan terjadi waktu
perhitungan amal dan amalnya tidak cukup, lalu datang Rasul
menambahkan amalnya menjadi cukup, ada juga kesulitan waktu
berjalan di padang mahsyar, lalu datang Rasul memberi syafāʻat dan
ada juga syafāʻat yang diberikan khusus kepada keluarga Nabi yang
tidak masuk islam dan berjasa dalam perjuangan Islam seperti Abi
Ṭālib paman Nabi, diberikan syafāʻat untuk agar ringan azab yang
menimpanya.264

Data hasil wawancara dengan Zulkarnain pada tanggal 12 Desember 2018. Lahat:
264

Malik bin Anas, Muwaṭṭa’ Imam Malik : Tahqiq Taqī ad-Dīn an-Nadawī, (Damsyiq: Dār al-
Qalm, 1991), h. 386.

138
e. Dr. Zulfikar, MA

Zulfikar adalah salah seorang dosen di IAIN Langsa, ia


lulusan S3 (strata 3) di UIN Sumatera Utara Medan pada jurusan
Hukum dan Filsafat Islam. Tugas pokok hari-harinya adalah mengajar
di IAIN Langsa dan berjabatan sebagai Dekan Fakultas Syariah.
Dia menjelaskan Pendapatnya tentang syafāʻat, bahwa syafāʻat
itu secara bahasa menggabungkan diri atau mencari teman atau
menemani seseuatu, maksud yang seperti ini berdasarkan pada
Firman Allah surah 89/al-Fajr ayat 3 ‫ َوال َّش ْف ِع َو ْال َو ْت ِر‬dan yang genap dan
yang ganjil. Secara isitilah syafāʻat itu berupa memberikan bantuan
pada hari qiamat untuk seseorang yang dapat melepaskannya dari
azab atau dapat mempertcepatkannya masuk surga.
Dalil adanya syafāʻat menurutnya berdasar pada surah 2/al-
Baqarah ayat 225 dan surah surah 21/al-Anbiya’ ayat 28, yaitu :

‫َمن َذا الَّ ِذي يَ ْش َف ُع ِعْن َدهُ إِالَّ بِِإ ْذنِِه‬


[Tiada yang dapat memberi syafā‘at di sisi Allah tanpa izin-Nya].
(QS. 2/al-Baqarah: 225)
ِ ِ
َ َ‫َي ْعلَ ُم َم ا َبنْي َ أَيْ دي ِه ْم َو َم ا َخ ْل َف ُه ْم َواَل يَ ْش َفعُو َن إِاَّل ل َم ِن ْارت‬
‫ض ى َو ُهم ِّم ْن‬
‫َخ ْشيَتِ ِه ُم ْش ِف ُقو َن‬
[Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat)
dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafāʻat melainkan
kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena
takut kepada-Nya]. (QS. 21/al-Anbiya’: 28)

Dalil syafāʻat dari hadis, adalah hadis riwayat imam al-Bukhārī


tentang ahwal hari kiamat, dan Rasul sebagai pemberi syafāʻat setelah umat
manusia meminta syafāʻat kepada nabi-nabi yang lain, yaitu hadis berikut ini:
‫واشفع تشفع فأقول يا رب أميت أميت فيقول انطلق فأخرج من‬...
‫ك ان يف قلب ه أدىن أدىن أدىن مثق ال حب ة خ ردل من إميان فأخرج ه من‬
‫النار‬ 265

[Dan mintalah syafāʻat engkau akan diberi syafāʻat. Maka aku


berkata: Wahai tuhanku, umatku, umatku. Maka Allah berfirman: Berangkat

265
Al-Bukhārī, Sahih al-Bukhārī, (Pakistan: al-Busyrā, 2017), h. 3333.

139
dan keluarkanlah siapa saja yang dalam hatinya masih ada iman meskipun
jauh lebih kecil daripada sebiji sawi, maka aku pun berangkat dan
mengeluarkan mereka dari neraka]. (HR. al-Bukhārī)

Hadis ini termasuk hadis yang panjang, penulis meringkas dengan


mengambil akhir dari pemberian syafāʻat dari Rasul. Cara-cara dan sebab-
sebab mendapatkan syafāʻat menurutnya ketika menjelaskannya bahwa
syafāʻat diberikan dan didapatkan oleh orang-orang yang ada iman dalam
hatinya sebesar biji gandum atau lebih kecil dari itu, penyebutan pentingnya
iman dalam hati manusia sebagai bekal untuk mendapatkan syafāʻat menurut
hadis terulang 3 kali dan dilanjutkan yang ke 4 kali manusia untuk
mendapatkan syafāʻat harus pernah mengucapkan Lā Ilāhā illallāh semasa di
dunia.266
Syafāʻat itu sejenis amnesti dari Allah melalui nabi Muhammad dan
orang-orang lain yang diizinkan Allah untuk memberikan syafāʻat, seperti
malikat, orang-orang mukmin dan lainnya. Yang diharapkan akan terjadi di
hari kiamat adalah kebebasannya dari neraka bagi yang berdosa,
mempercepat selesai azab dan mendapatkan tempat lebih baik dari
sebelumnya dalam surga bagi yang sudah mendapatkannya.
Praktik masyarakat Kota Langsa, menurutnya terdapat banyak praktik
yang terlihat tidak memiliki dalil yang pasti, namun bila kita kaji lebih dalam
akan kita temukan dalilnya. Membaca Alquran di kuburan yang selama ini di
praktik masyarakat di kota Langsa, ini sebagai bentuk dari persoalan
membantu saudaranya agar mendapatkan syafāʻat di akhirat nanti. Demikian
juga Samdiyah (tahlilan) adalah hal yang wajar di lakukan sebagai bentuk
dari solidaritas sesama muslim.
Dalil yang bersifat menyeluruh adalah hadis Rasul yang diriwayatkan
oleh imam al-Bukharī berikut ini:
‫ عن النيب صلى اهلل عليه وسلم أنه كان إذا أتاه السائل أو‬:‫عن أيب موسى‬
‫صاحب احلاجة قال اشفعوا فلتؤجروا وليقض اهلل على لسان رسوله ما شاء‬
267

[Apabila ada seseorang meminta atau memerlukan suatu kebutuhan


datang kepada beliau, maka beliau bersabda: Berikanlah pertolongan agar
kalian saling memperoleh pahala dan semoga Allah melaksanakan apa yang
disenangi-Nya melalui ucapan Rasul-Nya]. (HR. al-Bukhari)268

266
Data hasil wawancara dengan Zulfikar pada tanggal 22 Desember 2018.
267
Al-Bukhari..., Sahih al-Bukhārī, h. 2687.
268
Data hasil wawancara dengan Zulfikar pada tanggal 22 Desember 2018. Lihat
juga: al-Bukhārī, Sahih al-Bukhārī, (Pakistan: al-Busyra, 2017), h. 2687, dengan nomor
6028. Hadis dalam katab sahih al-Bukhārī sebagai penjelas dari ayat 85 surah an-Nisa’ dan
terletak pada bab man yasyfa’ syafā‘atan hasnanatan.

140
Berdasarkan pada hadis ini, dapat di-Qiyas-kan kepada semua praktik
yang dapat menyempurnakan hajat orang lain, maka boleh dikerjakan dan
mendapat pahala di sisi Allah swt. maka permintaan ahli musibah untuk
membaca Alquran, tahlilan, dan lain sebagainya dapat menjadi syafāʻat yang
diharapkan di akhirat. Tidak ada yang melanggar hukum tentang membaca
Alquran, namun kerana berkaitan dengan waktu dan tempat saja yang
menjadi perbedaan pendapat di kalangan uluma. Mayoritas ulama berpegang
pada boleh membaca Alquran di semua waktu dan tempat termasuk di
kuburan. Secara umum dapat dikiyaskan hadis riwayat al-Bukharī:
‫عن جابر بن عبد اهلل أن النيب صلى اهلل عليه وسلم قال أعطيت مخسا مل‬
‫يعطهن أح د قبلي نص رت ب الرعب مس رية ش هر وجعلت يل األرض مس جدا‬
‫وطه ورا فأميا رج ل من أم يت أدركت ه الص الة فليص ل وأحلت يل املغ امن ومل حتل‬
‫ألحد قبلي وأعطيت الشفاعة وكان النيب يبعث إىل قومه خاصة وبعثت إىل الناس‬
‫عامة‬269

[Dari Jābir bin Abdullah bahwa Nabi saw. bersabda: Aku diberikan
lima perkara yang tidak diberikan kepada orang sebelumku: aku ditolong
melawan musuhku dengan ketakutan mereka sejauh satu bulan perjalanan,
dijadikan bumi untukku sebagai tempat sujud dan suci. Maka dimana saja
salah seorang dari umatku mendapati waktu shalat hendaklah ia shalat,
dihalalkan untukku harta rampasan perang yang tidak pernah dihalalkan
untuk orang sebelumku, aku diberikan (hak) syafāʻat, dan para Nabi
sebelumku diutus khusus untuk kaumnya sedangkan aku diutus untuk seluruh
manusia].

Sabda Rasul: [dijadikan bumi untukku sebagai tempat sujud dan suci]
ini menjadi dalil bahwa beribadah salat bisa di semua tempat demikian juga
membaca Alquran dapat dibenarkan kebolehanya. Sedangkan dalil yang
menyebutkan kubur dan kamar mandi adalah tempat najis ini di uraikan
maksudnya, yaitu hadis berikut ini:
‫حدثنا عبد اهلل حدثين أيب ثنا أمحد بن عبد امللك ثنا حممد بن سلمة عن‬
‫حمم د بن إس حاق عن عم رو بن حيىي بن عم ارة عن أبي ه عن أيب س عيد ق ال ق ال‬

269
Data hasil wawancara dengan Zulfikar pada tanggal 22 Desember 2018. Lihat
juga: al-Bukhārī, Sahih al-Bukhārī, (Pakistan: al-Busyrā, 2017), h. 292.

141
‫رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم كل األرض مسجد وطهور اال املقربة واحلمام‬
)‫(أمحد أبن محبل‬
270

[Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdul Malik berkata:


telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salamah dari Muhammad
bin Ishaq dari ‘Amru bin Yahya bin Umarah dari Bapaknya dari Abu Sa’id ia
berkata: Rasulullah saw. bersabda: Semua tempat di bumi ini adalah masjid
dan tempat bersuci, kecuali kuburan dan kamar mandi]. (HR. Ahmad bin
Hambal)

Hadis ini berkualitas sahih menurut al-Albanī dan al-Arnauṭ, namun


maksud hadis ini adalah melakukan salat di atas kuburan, sedang membaca
Alquran atau salat disamping kuburan tidak ada larangan. Dapat juga ambil
hadis lain sebagai takhsis (khusus), yaitu hadis berikut ini ‫ال تجلسوا على القبور‬
‫ وال تصــلوا إليها‬yang melarang duduk dan salat di atas kuburan, sedangkan
membangun mesjid dan salat di pinggir kubur tidak ada laranga.271

f. Syahrul, M.TH
Salah seorang cendekiawan Kota Langsa adalah yang bernama
Syahrul, ia lahir di salah satu desa dalam wilyah peureulak kabupaten Aceh
Timur, Seuneubok Dalam, pada tanggal 13 Juni 1979. Alamat tempat tinggal
sekarang adalah desa Teulaga Tojoh, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa.
Dia salah seorang anggota Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota
Langsa. Di samping sebagai seorang anggota MPU di Kota Langsa, ia juga
berprofesi hari-hari sebagai Dosen di IAIN Langsa sampai sekarang.

Syahrul ini adalah salah seorang ilmuan yang menekuni pendidikan


pondok pesantren tradisional selama lebih kurang 15 tahun, selanjutnya ia
menyelesaikan pendidikan tingkat magister strata dua di UIN Sumatera Utara
Program Studi Usuluddin dan jurusan Tafsir Hadis dengan gelar M.TH.

Ia termasuk orang yang ditokohkan di kalangan masyarakat di Kota


Langsa karena ketegasan sikapnya dalam pengamalan agama. Misalnya
dalam hal melihat beberapa praktik yang berkembang di Kota Langsa, di
antaranya yang sudah menjadi budaya, seperti ritual pelaksanaan pelepasan
janazah di Kota Langsa. Menurutnya, setiap hal yang berkembang dan
diamalkan di Kota Langsa harus sesuai dengan dalil terutama sesuai dengan
praktik yang dicontohkan Rasulullah saw. dan ada juga praktik yang sudah
270
Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad Ibn Hambal, (Keiro: Muassasah Qurṭubah,
tt), juz 3 dari 6, h. 83.
271
Data hasil wawancara dengan Zulfikar pada tanggal 22-12-2018.

142
ada sejak dahulu, maka hal itu tidak dipermasalahkan sampai ada laporan dari
masyarakat yang menolaknya.

Pemahamannya tentang syafāʻat adalah bahwa ia berpendapat bahwa


syafāʻat itu pasti terjadi, baik di dunia sebagai syafāʻat dalam artian yang
luas, yaitu termasuk setiap bantuan yang diberikan oleh orang lain kepada
kita dapat menolak kemudharatan atau dapat membebaskan kita dari
kesusahan hidup. Sedangkan syafāʻat yang hakiki adalah pemberian Rasul
kepada umatnya di hari kiamat.

Dalil adanya syafāʻat menurutnya adalah hadis yang diriwayatkan


oleh imam Muslim, yaitu hadis berikut ini:
‫ آيت ب اب اجلن ة ي وم القيام ة‬S ‫ ق ال رس ول اهلل‬:‫عن أنس بن مال ك ق ال‬
‫فأس تفتح فيق ول اخلازن من أنت ف أقول حمم د فيق ول ب ك أم رت ال أفتح ألح د‬
‫قبلك‬ 272

[Dari Anas bin Malik dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Saya
mendatangi pintu surga pada hari kiamat, lalu saya meminta dibukakan. Lalu
seorang penjaga (Malaikat) bertanya, Siapa kamu? Maka aku menjawab,
Muhammad. Lalu ia berkata: Khusus untukmu, aku diperintahkan untuk tidak
membukakan pintu untuk siapapun, sebelum kamu masuk]. (HR. Muslim)

Hadis ini menurutnya sebagai bukti adanya syafāʻat khusus bagi Rasul
di hari kiamat, namun perlu diperhatikan juga beberapa hal tentang syafāʻat
yang berkembang dalam masyarakat saat ini, yaitu setiap praktik yang
dilakukan terhadap orang yang meninggal atau ibadah apa saja lainnya pasti
yang mereka harapkan darinya adalah kebebasan dari siksa Allah dan
mendapat kasih sayang-Nya.273

g. Dr. Nursanjaya, MA
Nursanjanya adalah salah seorang Dosen di IAIN Langsa dan
ia lahir di juga di Langsa, kemudian ia menimba ilmu pengetahui di
beberapa perguruan tinggi menurut jenjangnya, perkuliah S1
(Serjana) di UIN Ar-Raniry Banda aceh dengan jurusan Dakwah di
Fakultas dakwah, S2 sebagai pendidikan lanjutan dia tekuni di luar
272
Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim, Sahih Muslim, (Beirut: Dar al-Afaq al-Jadid,
tt), juz 1 dari 8, h. 130, nomor hadis 507.
273
Data hasil wawancara dengan Syahrul anggota MPU Kota Langsa pada tanggal
07-12-2018.

143
daerah, yaitu di UIN Malang Jawa Timur dengan titel M.Pd,
kemudian S3 ia lanjutkan di UIN Malang juga dengan jurusan
Manajemen Pendidikan.
Rutinitas hariannya adalah selain sebagai Dosen juga sebagai
pendakwah yang dipercaya di organisasi Muhammadiyah di Kota
Langsa, baik dakwah di mimbar-mibar mesjid dan juga dakwah
melalui siaran radio FM Kota Langsa.
Nursanjaya menjelaskan makna syafa‘at secara sederhana
adalah bermakna pertolongan atau bantuan yang diberikan oleh
seseorang kepada orang lain yang memang mengaharapkan
pertolongan. Sedangkan dalam Islam, syafā‘at itu diartikan sebagai
pemberian Allah di hari kiamat, dan hanya Allah pada hakikatnya
yang memberikan syafā‘at, baik dunia sebagai sebab, maupun di
akhirat, dia berdalil dengan ayat Alquran, yaitu: Firman Allah berikut
ini:
‫ض مُثَّ إِلَْي ِه‬ ِ ‫الس ماو‬
ِ ‫ات َواأْل َْر‬ ُ ‫اعةُ مَجِ يع اً لَّهُ ُم ْل‬
َ َ َّ ‫ك‬ َّ ‫قُ ل لِّلَّ ِه‬
َ ‫الش َف‬
.‫ن‬َ ‫ُت ْر َجعُو‬
[Katakanlah: “Hanya kepunyaan Allah syafā‘at itu semuanya.
Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nyalah
kamu dikembalikan”].
Menurut ayat di atas sangat jelas bahwa syafā‘at itu milik
Allah dan akan Allah berikan kepada siapa pun yang di inginkannya.
Ia juga menyebutkan sebuah hadis tentang syafā‘at yang
sering disampaikannya di mimbar-mimbar terkait denga materi
motivasi kepada masyarakat di Kota Langsa, yaitu hadis yang
diriwayatkan oleh imam al-Bukhari berikut ini:
‫َّد َح َّدثَنَا حَيْىَي َع ْن احْلَ َس ِن بْ ِن ذَ ْك َوا َن َح َّدثَنَا أَبُو َر َج ٍاء‬ ٌ ‫َح َّدثَنَا ُم َس د‬
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ
َ ِّ ‫صنْي ٍ َرض َي اللَّهُ َعْن ُه َم ا َع ْن النَّيِب‬
ِ
َ ‫َح َّدثَنَا ع ْمَرا ُن بْ ُن ُح‬
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َفيَ ْد ُخلُو َن‬ ٍ ِ ‫قَ َال خَي ْ رج َق وم ِمن النَّا ِر بِش َف‬
َ ‫اعة حُمَ َّمد‬ َ َ ْ ٌْ ُ ُ
‫ني‬ ِ
َ ِّ‫اجْلَنَّةَ يُ َس َّم ْو َن اجْلَ َهنَّمي‬
[...Nabi Muhammad saw. bersabda: “Ada sekelompok kaum yang keluar dari
neraka karena syafā‘at Muhammad saw. lantas mereka masuk surga dan
mereka diberi julukan jahannamiyun (mantan penghuni neraka jahannam)”,]
(HR. al-Bukhārī)
Adapun jenis-jenis syafā‘at yang bisa dan munkin didapatkan
oleh seorang hamba menurutnya sangat banyak, karena sasaran utama

144
dari syafā‘at ini adalah untuk mendapatkan manfaat dan menolak
mudarat, baik dunia maupun akhirat, antara lain adalah dengan
membaca Alquran, mendengarkan bacaan Alquran, dia juga
menyebutkan bahwa hadis yang menjelaskan tentang syafaat dengan
sebab membaca Alquran, yaitu Rasulullah bersabda:
ُ ‫ َي ُق‬-‫ص لى اهلل علي ه وس لم‬- ‫ول اللَّ ِه‬ ِ َ َ‫اهلِى ق‬ ِ
:‫ول‬ َ ‫ت َر ُس‬ ُ ‫ال مَس ْع‬ ُّ َ‫َع ْن أَيِب أ َُم َام ةَ الْب‬
‫َص َحابِِه‬ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫ْقَرءُوا الْ ُق ْرآ َن فَِإنَّهُ يَأْتى َي ْو َم الْقيَ َامة َشف ًيعا أل‬
[“ Dari Abū Umāmah al-Bahilī berkata, saya mendengar Rasulullah
bersabda: Bacalah Alquran, karena Alquran akan datang sebagai penyelamat
(pemberi syafā‘at) bagi para sahabat-sahabat al-Quran”]. (HR. Muslim)
Sebab-sebab yang lain untuk mendapatkan syafā‘at
menurutnya, termasuk menyantuni anak yatim, berselawat, bahkan
seluruh ibadah bisa menjadi sebab mendapatkan syafā‘at di Akhirat.
Demikian juga tentang tujuan dari syafā‘at antara lain,
meringankan azab kubur, mempersingkat hisab di mahsyar, atau
terlepas dari siksa tanpa hisab sama sekali. Ibadah apa saja di dunia
akan menjadi sebabkan syafā‘at di akhirat, sedang di dunia
menurutnya tidak ada syafā‘at, malainkan hanya rahmat Allah saja
(kasih sayang dari Allah).
Selanjutnya, berkaitan dengan praktek yang berkembang di
masyarakat kota Langsa pada umumnya, seperti membaca Alquran di
kuburan, tahlil atau samadiyah ditempat orang meninggal menurut
tidak boleh dilakukan karena tidak ada dalil, baik dari Alquran
maupun dari Hadis.274

h. Drs. H. Ibrahim Latif, MM


Adalah salah seorang Kadis Syariat Islam di Kota Langsa, dia
juga mantan Dosen IAIN Langsa, dan ketua dai Kota Langsa
sebelumhya.
Berkaitan dengan syafā‘at, menurutnya syafā‘at itu ada di
dunia juga ada di Akhirat, di dunia misalnya, apabila kita mendapat
pemberian dari seseorang tanpa kita minta dan kita membutuhkannya
dan dapat menolak kemudaratan dengan pemberiannya, maka hal itu
sudah dapat dikatakan mendapatkan syafaat, namun syafā‘at secara
harfiyah. Adapun syafā‘at yang sebenar-benarnya adalah di akhirat
nanti Allah siapkan untuk yang akan diberikan melalui Nabi
Muhammad. Hal. Itu bisa berbentuk kelepasan dari neraka, segera
274
Data hasil wawancara dengan Nur Sanjaya, di Kota Langsa pada tanggal 08-12-
2018

145
masuk surga dan lainnya.
Sedang sebab-sebab mendapat syafā‘at menurutnya, ia tetap
berpegang kepada beberapa dalil yang sahih, seperti hadis apabila
membaca doa setelah azan, maka orang tersebut akan mendapat
syafā‘at di akhirat nanti. Secara kiasan dari ayat dan hadis tentang
syafā‘at, maka bisa jadi apapun ibadah yang dikarjakan manusia akan
menjadi sebab mendapatkan syafā‘at, termasuk membaca Alquran
dimanapun, yang penting bukan ditempat-tempat yang larang dalam
agama seperti dalam wc atau tempat lain yang dilarangnya, adapun
dikuburan, juga mendapat pahala bila dibaca dan bisa menjadi sebab
mendapat syafaat bagi orang yang diniatkan pahalanya dalam
kubur.275

i. Drs. Muhammad Yunus Ibrahim, M.Pd


Muhammad Yunus Ibrahim adalah mantan kepala kantor
kementerian agama Kota Langsa, ia di alihkan tugasnya setelah habis
masa jabatannya ke IAIN Langsa sebagai Dosen tetap dari PNS dan
memiliki tugas tambahan yang tak kalah penting perannya, yaitu
menjadi direktur di sebuah pondok pesantren tertua di Aceh milik
Yayasan Dayah Bustanul Ulum Langsa. Disamping itu ia bertuga
sebagai kepala BKM di mesjid kampungnya serta aktif berceramah
melalui mimbar jumat di Kota Langsa dan sekitarnya.
Berkaitan dengan syafaat, menurutnya syafā‘at itu ada, dalam
berbagai bentu dan berbagai sebab, sesuai dengan kehendak Allah
swt. namun yang hakikat dari syafā‘at itu ada di Akhirat sebagai
bentuk kasih sayang Allah yang berikan melalui Nabi Muhammad
saw.
Sebab-sebab mendapat syafaat menurutnya sangat banyak,
bisa lewat membaca Alquran, puasa senin kamis (puasa sunat), baca
salawat termasuk juga berbakti kepada orang tua. Menurutnya,
banyak sekali manfaat yang didapatkan oleh manusia apabila ia mau
berbakti kepada orang tuanya semasa masih hidup dengan memenuhi
hak dan kewajibannya.
Terdapat sebiah hadis yang menjelas tentang puasa dan baca
Alquran akan mendapat syafaat, yaitu:
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ِ ِ
َ ‫ال َر ُس ْو ُل اهلل‬ َ ‫َع ْن َعْبداهلل بِ ِن عُ َم َر َو َر‬
َ َ‫ ق‬:‫ض َى اهللُ َعْن ُه َم ا قَ َال‬
‫راب يف‬ َ ‫والش‬ َّ ‫ب أِيّن َمَن ْعتُ هُ الطَّ َع َام‬
ِّ ‫الصـيِ ُام َر‬ ِ ِ ِ
ّ ‫ َي ُق ْو ُل‬،‫الصـِيَ ُام َوال ُق ْرآ ُن يَ ْش َف َعان لل َعْب د‬
ّ
Data hasil wawancara dengan Ibrahim Latif Kepala Dinas Syariat Islam Kota
275

Langsa pada tanggal 10-12-2018

146
‫ب اِيّنِ َمَن ْعتُ هُ الن َّْو َم بِاللّْي ِل فَ َش فِّعين فِي ِه‬
ِّ ‫ َو َي ُق ْو ُل ال ُق ْرآ ُن َر‬،‫النَّه ا ِر فَ َش ِّفعيِن ْ فِي ِه‬
‫ (رواه أمحد وابن ايب ال دنيا والط رباين يف الكب ري واحلاكم وق ال ص حيح‬.‫َّعاَ ِن‬ َ ‫َفيُ َش ف‬
.‫على شرط مسلم‬
[Dari Abdullah bin Amr ra. menuturkan bahwa Nabi saw. bersabda, “puasa
Alquran akan memberi syafā‘at bagi hamba (yang mengerjakannya). Puasa
memohon, ‘Ya Allah, aku akan menghalanginya dari makan dan minum pada
siang hari, maka terimalah syafā‘at-ku ini untuknya.’ Dan Alquran berkata,
‘Ya Allah, aku telah menghalangi dari tidur pada malam hari, maka terimalah
syafā‘at-ku ini untuknya.’ Akhirnya kedua syafā‘at itu diterima.”] (HR.
Ahmad, Ibnu Abi Dunya, dan Tabrani, hadis inii berkualitas sahih atas syarat
Muslim)
Bila diqiyaskan kepada dua macam ibadah yang bisa
memperolah pahala, maka ibadah-ibadah yang lain juga akan
berpengaruh untuk mendapatkan syafā‘at di Akhirat, termasuk tempat
membacanya sejauh tidak ada larangan, maka boleh-boleh saja kita
membacanya, seperti dalam rangka memohon pahala pada orang yang
telah meninggal, kita aka membaca Alquran dan di tempat tertentu,
seperti di sawah atau di ladang atau bahkan dikuburan.276

j. Surya Darma, MA
Surya Darma adalah salah seorang guru di salah satu SMA Negeri
Kota Langsa, ia juga memiliki tugas tambahan sebagai Dosen luar bisa di
IAIN Langsa, serta aktif berceramah menjadi khatib di mimbar-mimbar
jumat di Kota Langsa.
Surya Darma mengartikan syafā‘at adalah sebuah bantuan dari
Rasulullah saw. di akhirat, dan tidak ada syafā‘at di dunia, bila apa saja yang
diperoleh manusia yang membuatnya senang atau terlepas dari mudarat, itu
dimanakan dengan rahmat Allah atau rizki dari Allah swt.
Menurutnya syafā‘at itu bisa didapatkan dengan beberapa hal, antara
lain:
1) Bertauhid dengan benar dan ikhlas beribadah kepada Allah
2) Salat satu jamah kepada mayat yang meninggal, maka mayat itu akan
dapat syafā‘at, minimal ringan azab kubur
3) Salawat kepada Rasulullah saw. setiap kali mendengar ada orang yang
menyebutkan nama Rasul, maka dijawab dengan bersalawat kepadanya.
4) Ibadah puasa, baik puasa wajib, maupun puasa sunat termasuk puasa
mingguan yaitu senin dan kamis, maka akan datang di akhirat sebagai
276
Data hasil wawancara dengan Muhammad Yunus Ibrahim tanggal 04-12-2018

147
pemberi syafā‘at selain nabi saw.
5) Ibadah yang bisa mendatangkan syafā‘at adalah berdoa setelah selesai
azan, hal ini sesuai dengan sabda Rasul saw, berikut ini:
‫ب بْ ُن أَيِب مَح ْ َز َة َع ْن حُمَ َّم ِد بْ ِن الْ ُمْن َك ِد ِر َع ْن‬ ُ ‫ال َح َّدثَنَا ُش َعْي‬ ٍ َّ‫َح َّدثَنَا َعلِ ُّي بْ ُن َعي‬
َ َ‫اش ق‬
ِ َ َ‫ال من ق‬ ِ ِ َ ‫َن رس‬ ِ ِ ِ
‫ني يَ ْس َم ُع‬َ ‫ال ح‬ ْ َ َ َ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم ق‬ َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َّ ‫َج اب ِر بْ ِن َعْب د اللَّه أ‬
َ‫ض يلَة‬ِ ‫آت حُم َّم ًدا الْو ِس يلَةَ والْ َف‬ ِ ‫الص اَل ِة الْ َقائِم ِة‬ َّ ‫َّع َو ِة الت‬
َّ ‫َّام ِة َو‬ ِ ِ َّ ‫ِّداء اللَّه َّم ر‬
َ َ َ َ ْ ‫ب َه ذه الد‬ َ ُ َ َ ‫الن‬
‫اعيِت َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة‬ ِ
ْ َّ‫ودا الَّذي َو َع ْدتَهُ َحل‬
َ ‫ت لَهُ َش َف‬ ً ‫َو ْاب َعثْهُ َم َق ًاما حَمْ ُم‬
[Telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin ‘Ayyasy berkata,
telah menceritakan kepada kami Syu’aib bin Abu Hamzah dari
Muhammad al-Munkadir dari Jabir bin ‘Abdullah, bahwa Rasulullah
saw. bersabda: “Barangsiapa berdo’a setelah mendengar adzan:
Allahumma Rabba Haadzihid Da’watit Tammah Washshalātil
Qā’imah. Āti Muhammadanil Wasilata Walfadlilah Wab’tshu
Maqamam Mahmudanil Ladzi Wa’adtah, “Ya Allah. Rabb Pemilik
seruan yang sempurna ini, dan Pemilik salat yang akan didirikan ini,
berikanlah wasilah (perantara) dan keutamaan kepada Muhammad.
Bangkitkanlah ia pada kedudukan yang terpuji sebagaimana Engkau
telah janjikan”, maka ia berhak mendapatkan syafa’atku pada hari
kiamat.”]
Adapun praktek yang berkembang di kota Langsa, seperti
Tahlilan, bayar Fidyah salat dan puasa atau membaca Alquran di
Kuburan itu tidak ada syafā‘at, karena tidak ada dalil yang
membolehkan praktik itu dikerjan. Walaupun oleh sebagian tokoh
masyarakat melakukannya, munkin saja boleh tapi hanya sebatas
dapat pahala dan tidak bisa jadi sebab dapat syafā‘at.277

2. Komentar Tokoh Masyarakat tentang Syafāʻat


a. Ustaz. Zulkifli Hamid, SH (Walidi)

Nama Aslinya Zulkifli Hamid yang dipanggil dengan sebutan


Walidi. Dia lahir di Langsa (umur 36 tahun). Alamat sekarang di
Desa Seuneubok Antara, Kecamatan Langsa Timur, Kota Langsa. Ia
menamatkan pendidikannya di salah satu perguruan tinggi di Aceh,
tepatnya di STAI al-Aziziyah Aceh Jempa dengan program studi

277
Data hasil wawancara dengan Surya Darma, pada tanggal 15-12-2018

148
(Prodi) syariah dan jurusan Ahwal Asy-Syakhshiyah dengan gelar
yang diperolehnya Serjana Hukum (SH).278
Walidi ini salah seorang ulama muda karismatik di Kota
Langsa yang diamanahkan sebagai ketua organisasi santri se-Kota
Langsa, ia juga sebagai pimpinan di pondok pesentren Tradisional
(Salafi).
Pemahaman Syafāʻat, Syafāʻat secara umum bermakna
pertolongan atau pembela, maksudnya pertolongan atau pembelaan
yang diberikan oleh Rasul di Hari Kiamat. Ini merupakan syafāʻat
kubra (besar), namun bila pertolongannya bersifat kecil, ini bisa
diberikan oleh siapa saja yang ada hubungan antara pemberi dengan
penerima, seperti antara guru dengan muridnya. Setiap murid yang
belajar langsung dari gurunya, maka gurunya dapat memberikan
syafāʻat kepada muridnya dengan cara meminta dihapuskan dosanya
atau meringankan beban kesalahannya, tentu syafāʻat ini akan terjadi
di hari kiamat dengan pasti. Oleh karena itu, pemberi syafāʻat
menurutnya banyak, yaitu seluruh para nabi-nabi, orang-orang
mukmin, malaikat, anak-anak kecil, Alquran, puasa dan lainnya.279
Bisa juga menjadi contoh adanya syafāʻat seperti kasus
seseorang yang sedang berhadapan dengan hukuman cambuk, lalu ia
meminta kepada penguasa untuk membebaskannya, maka
permintaannya diterima. Ini juga termasuk contoh syafāʻat di dunia
ini. Oleh karena itu, penguasa yang bertinda bermanfaat atau
kesejahteraan kepada rakyatnya itu sudah termasuk kategori memberi
dan menerima syafāʻat.280
Ia juga menjelaskan adanya perbedaan antara syafāʻat,
tawassul dan tabarruk, antara syafāʻat diberikan oleh selain Allah,
bisa oleh Rasul sebagai syafāʻat kubra, atau juga oleh selainnya dari
malaikat, orang-orang salih atau bahkan dari seorang guru kepada
muridnya. Hal ini bisa terjadi dengan izin dan rida dari Allah swt.
Tawassul adalah mengambil perantara dalam beribadah
kepada selain Allah dan memintanya kepada Allah secara tidak
langsung, seperti berdoa kepada Allah dengan mengkaitkannya
kepada Rasul, orang-orang salih, tempat-tempat yang dimuliakan
seperti Ka’bah, dan bisa juga dengan bertawasul pada kubur orang
alim menurut Walidi. Perbedaan lainnya adalah bila syafāʻat terjadi di

278
Wawancara dengan Ustaz. Zulkifli Hamid, SH pada tanggal 06 Desember 2018 di
Pondok Pesantren Seuneubok Antara Langsa Timur Kota Langsa.
279
Majid bin Sulaiman ar-Razī, al-Bida’ah li Mubtagī asy-Syafa’ah, (tp: ttp, 1410
H), h. 10.
280
Data hasil wawancara dengan Zulkifli...

149
hari kiamat, maka tawasul terjadi praktik di dunia ini, namun hasilnya
di hari akhirat.

‫اه ُدواْ يِف َس بِيلِ ِه‬


ِ ‫ي ا أَيُّه ا الَّ ِذين آمن واْ َّات ُق واْ اللّ ه وابتغُ واْ إِلَي ِه الْو ِس يلَةَ وج‬
ََ َ َْ َ َ َُ َ َ َ
.‫لَ َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِ ُحو َن‬
[Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-
Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan]. (QS. 005/al-Maidah: 35)

Ayat ini terdapat kata-kata al-wasīlah yang diartikan sebagai


perantara, yaitu perantara antara seorang manusia dengan Allah,
perantara tersebut baik dari manusia atau pun lainnya seperti tempat-
tempat yang dimuliakan orang banyak.281
Adapun tabarruk secara harfiyah adalah meminta barakah,
istilah yang berkembang di kalangan masyarakat saat ini
dimaksudkan penambahan amal dalam hidup manusia. Dia
ِ ‫طَلَبُ ِزيـا َ َد ِة ْال َخ ْيـ‬
menjelaskan dengan istilah bahasa Arab, yaitu ِ‫ـر ِمنَ هللا‬
(mencari tambahan amal), dengan kata lain bahwa Allah telah
menitipkan kebaikan-Nya atau karunianya pada apa saja di dunia ini,
lalu orang-orang yang ingin menambahkan amal dapat mendatangi
sesuatu tersebut dengan bermunajah (berdoa kepada Allah) dan
mengkaitkan dengan sesuatu tersebut. Tabarruk ini sebenarnya
memiliki dalil dari Alquran, seperti Fiman Allah swt berikut ini:

.ً‫ت َحيّا‬ ِ َّ ‫وجعلَيِن مباركاً أَين ما ُكنت وأَوصايِن بِالصَّاَل ِة و‬


ُ ‫الز َكاة َما ُد ْم‬ َ َ َْ ُ َ َ ْ َ َُ َ َ َ
[Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku
berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan
(menunaikan) zakat selama aku hidup]. (QS. 019/Maryam: 31)

Informasi yang sama juga tentang tabarruk diterangkan Allah dalam


surah ayat 248 berikut ini:
‫وت فِي ِه َس ِكينَةٌ ِّمن َّربِّ ُك ْم‬ ِ ِِ ِ َ َ‫وق‬
ُ ُ‫ال هَلُ ْم نبُِّي ُه ْم إِ َّن آيَ ةَ ُم ْلك ه أَن يَ أْتيَ ُك ُم التَّاب‬ َ
ِ ُ ‫َوبَِقيَّةٌ مِّمَّا َت َر َك‬
‫ك آليَ ةً لَّ ُك ْم إِن‬ َ ‫آل َه ُارو َن حَتْ ِملُ هُ الْ َمآلئِ َك ةُ إِ َّن يِف َذل‬
ُ ‫وس ى َو‬َ ‫آل ُم‬
‫ني‬ِِ
َ ‫ُكنتُم ُّم ْؤمن‬
[Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: Sesungguhnya tanda
281
Data hasil wawancara dengan Ustaz. Zulkifli Hamid...,

150
ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat
ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan
keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh Malaikat. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman]. (QS.
002/al-Baqarah: 248)

Kemudian terdapat juga barakah pada benda seperti tersebut dalam


ayat berikut ini:
ِ
َ ‫ت َخْي ُر اْملُْن ِزلنْي‬
َ ْ‫ب أَنْ ِزلْيِن ْ ُمْنَزالً ُمبَ َاركاً َوأَن‬
ّ ‫َوقُ ْل َر‬
[Dan berdoalah : Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang
diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik Yang memberi tempat]. (QS.
023/al-Mu’minūn: 29)

Bentuk keberkahan yang pernah terjadi antara Rasul dengan


sahabat-sahabatnya semasa hidup, yaitu salah seorang sahabat yang
meminum darah Rasul ketika selesai berbekam, Rasul berkata:
kemana kamu bawa darahku, sahabat menjawab sudah saya minum,
lalu Rasul bersabda: tidak akan terbakar api neraka bagi orang-orang
yang meminum darah saya. Ini merupakan sebuah keberkahan yang
diharapakan oleh sahabat sampai bersedia meminum darah Rasul
untuk memperoleh keberkahannya.
Keberkahan juga bisa diperoleh dikubur-kubur orang alim,
karena terkadang Allah menempatkan keberkahan itu pada tempat-
tempat seperti itu. Sebagian dari kita juga menguburkan saudara-
saudara yang meninggal dekat dengan kubur orang alim yang
karamah, seandainya Allah turunkan rahmat, maka akan terpercik
juga kepada orang-orang kuburnya dengan kubur orang alim
tersebut.282

Mengapa ada syafāʻat dalam keyakinan Ahlu as-Sunnah wa


al-Jam’ah? Jawaban yang tepat menurutnya adalah:

1) Syafāʻat ini bagian dari hadiah Allah untuk bersemangat selalu mau
bersalawat kepada Nabi saw., mengikuti sunnahnya dan mengerjakan
amalan yang diperintahkannya sepanjang hidupnya dengan harapan
mendapatkan syafāʻat di hari kiamat.
2) Istiqamah dalam menjaga hati, jiwa dan raga untuk selalu berada dalam
agama Allah dengan mengharap mendapat syafāʻat.
3) Syafāʻat sebagai bingkai agar senantiasa dapat beramal yang akan menjadi

282
Data hasil wawancara dengan Ustaz. Zulkifli Hamid...,

151
bukti cinta manusia kepada Allah dan rasul-Nya.

Ia menjelaskan metode membawa janazah yang disertai dengan


membaca surah al-Fatihah pada sebagian tempat, yaitu ketika janazah sudah
siap di bahwa dan dipikul, lalu imam yang mendampingi pelepasan janazah,
menuntun untuk membacakan surah al-Fatihah secara serentak, satu langkah
menggerakkan kaki dan satu kali membaca surah al-Fatihah dan seterusnya
sampai langkah ketiga dan al-Fatihah yang ke tiga. Ini adalah metode baru
untuk menghadiahkan pahala kepada orang yang telah meninggal dan tidak
bertentangan dengan dalil manapun, kerana menurutnya tidak dicontohkan
oleh Rasul dan tidak pula dilarangnya.283

b. Ustaz. Murdani, S.Sos (Abana)


Murdani adalah salah seorang pimpinan pondok pesantren
(dayah) Futuhul Mu’arif al-Aziziyah yang didirikan pada tahun 2011.
Dia lahir pada tanggal 2-8-1977 di Panton Labu, Aceh Utara.
Pesantren yang dia pimpin ini sebelumnya adalah bentuk balai
pengajian yang dipimpin oleh almarhum teungku Muhammad (ayah
dari Murdani/ Pimpinan sekarang) beralamat di desa Simpang Lheh,
Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa. Ia termasuk dalam jumlah
ulama karismatik Aceh saat ini dan ulama muda. Ia menamatkan
pendidikannya di salah satu perguruan tinggi di Aceh, tepatnya di
STAI al-Aziziyah Aceh Jempa dengan program studi (Prodi) Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik dengan gelar yang diperolehnya Sarjana
Sosial (S.Sos). dalam bidang keilmuan agamanya ia alumni pondok
pesantren al-Aziziyah Samalanga Aceh Jempa.

Pandangannya tentang syafāʻat adalah bahwa syafāʻat ini ada


semacam bercampurnya seseorang yang rendah derajatnya dengan
orang lain yang lebih tinggi derajat dan martabatnya. Syafāʻat ini
sebuah permintaan seseorang kepada orang lain yang orang tersebut
dapat akses langsung dengan yang paling tinggi, dalam hal ini adalah
Rasulullah yang dapat meminta langsung kepada Allah swt.inilah
yang dinamakan dengan syafāʻat.

Dalil yang sering dipakai untuk syafāʻat menurutnya adalah


ayat 48 dari surah al-Baqarah dan 85 dari surah an-Nisa` berikut ini:

َ‫اعةٌ َوال‬ ِ ٍ ‫َو َّات ُق واْ َي ْوم اً الَّ جَتْ ِزي َن ْفس َعن نَّ ْف‬
َ ‫س َش ْيئاً َوالَ يُ ْقبَ ُل مْن َه ا َش َف‬ ٌ
283
Data hasil wawancara dengan Zulkifli Hamid...,

152
‫نص ُرو َن‬ ِ
َ ُ‫يُ ْؤ َخ ُذ مْن َها َع ْد ٌل َوالَ ُه ْم ي‬
[Dan jagalah dirimu dari (`azab) hari (kiamat, yang pada hari itu)
seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu
pula) tidak diterima syafāʻat dan tebusan daripadanya, dan tidaklah mereka
akan ditolong]. (QS. 2/al-Baqarah: 48)
ِ
‫اعةً َسيِّئَةً يَ ُكن‬ ٌ ‫اعةً َح َسنَةً يَ ُكن لَّهُ نَص‬
َ ‫يب ِّمْن َها َو َمن يَ ْش َف ْع َش َف‬ َ ‫َّمن يَ ْش َف ْع َش َف‬
ً‫لَّهُ كِ ْف ٌل ِّمْن َها َو َكا َن اللّهُ َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء ُّم ِقيتا‬
[Barangsiapa yang memberikan syafāʻat yang baik, niscaya ia akan
memperoleh bahagian (pahala) daripadanya. Dan barangsiapa yang memberi
syafāʻat yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya.
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu]. (QS. 4/an-Nisa`: 85)

Kedua ayat ini menurutnya menjadi dalil adanya syafāʻat dan


pasti syafāʻat ini terjadi dan bahkan telah terjadi mulai dari masa
Rasulullah yang diperhitungkan dalam Islam karena generasi Rasul
dan sahabatnya adalah generasi terbaik. Pada zaman sekarang ini juga
dapat terjadi syafāʻat seperti pada kasus meminta kepada orang alim
untuk melakukan rukyah pada air yang bertujuan untuk
menyembuhkan orang sakit, lalu orang alim melakukannya, proses ini
dinamakan dengan syafāʻat, yaitu meminta tolong kepada orang lain
untuk melakukannya pahal ia bisa dan sanggup melakukannya.

Menurutnya, terdapat sisi kesamaan antara syafāʻat dengan


wasilah, yaitu dari sisi dijadikan seseorang sebagai penolong dan
perantara untuk meminta sesuatu kepada Allah. Banyak terdapat
hadis-hadis yang menjadi dalil adanya syafāʻat, antaranya adalah:

‫ فقال ادع اهلل أن‬S ‫عن عثمان بن حنيف أن رجال ضرير البصر أتى النيب‬
‫يع افيين ق ال إن ش ئت دع وت وإن ش ئت ص ربت فه و خ ري ل ك ق ال فادع ه ق ال‬
‫ف أمره أن يتوض أ فيحس ن وض وءه وي دعو هبذا ال دعاء اللهم إين أس ألك وأتوج ه‬
‫إليك بنبيك حممد نيب الرمحة إين توجهت بك إىل ريب يف حاجيت هذه لتقضى يل‬
‫اللهم فشفعه‬ 284

284
Muhammad bin ‘Isa at-Tirmizi, Sunan at-Tirmizi, (Beirut: Dār al-Ihya at-Turas
al-Arabī, tt), juz 5 dari 5, h. 569. Abu Isa berkata: Hadis ini derajatnya hadis hasan sahih
garib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalur ini, yaitu dari hadis Abu Ja’far Al-

153
[Dari Utsman bin Hunaif bahwa seorang laki-laki yang buta matanya
datang kepada Nabi saw. seraya berkata: Berdoalah kepada Allah agar
menyembuhkanku. Rasul bersabda: jika kamu berkehendak, maka saya akan
mendoakanmu, dan jika kamu berkehendak, maka bersabarlah, karena hal itu
lebih baik bagimu. laki-laki tersebut berkata: berdoalah (kepada Allah
untukku). Uṡman bin Hunaif berkata: Lalu beliau ia memerintahkannya
untuk berwudu, kemudian ia pun membaguskan wudhunya dan berdoa
dengan doa berikut ini, Ya Allah! Aku memohon kepada-Mu, menghadap
kepada-Mu dengan (syafāʻat) nabi-Mu Muhammad, nabi yang diutus dengan
membawa rahmat”. (laki-laki itu berkata): “Aku telah memohon syafāʻatmu
kepada Rab-ku untuk memenuhi kebutuhanku”. (Sabda beliau): “Ya Allah!
Terimalah syafāʻatnya untukku]. (HR. Tirmizi, Ibn Majah, Ahmad dan Ibn
Khuzaimah)

Hadis di atas telah penulis lengkapi dengan sanadnya yang


tersambung sampai kepada sumber aslinya, semula informasi yang
penulis jumpai hanya dalam bentuk matan hadis hadis yang sangat
singkat dan juga menambah dengan referensinya.

Berdasarkan hadis ini menurutnya syafāʻat itu terjadi di dunia


ini, alasannya adalah karena syafāʻat ini untuk memperoleh kebaikan,
maka siapa saja dapat memberikan syafāʻat dan tentunya berdasarkan
izin dan kerelaan dari Allah.
Bagaimana cara mengukur sesorang itu baik untuk dapat
meminta dan memberikan syafāʻat? Dalam hal ini tentu kita harus
husnu zan (baik sangkaan) kepada orang lain.
Adapun praktik membaca Alquran di kuburan, ini tidak
termsuk bagian dari syafāʻat menurutnya, namun hal itu bagian dari
manfaat untuk orang yang telah meninggal dunia, karena syafāʻat itu
diartikan dengan meminta dan menggabungkan diri dengan orang
yang lebih tinggi darajat atau martabatnya.285

Syafāʻat itu terdapat beberapa macam, yaitu:


1) Syafāʻat besar atau syafāʻat yang kusus bagi Nabi, yaitu syafāʻat yang
tidak dimiliki oleh nabi-nabi yang lain atau Rasul-rasul yang lain. Syafāʻat
dalam jenis ini banyak ditemukan dalilnya baik dari Alquran maupun
hadis-hadis yang berkualitas sahih dari berbagai riwayat.
2) Syafāʻat Rasul saw. untuk orang-orang yang sama nilai kebaikan dan
keburukan, maka Rasul memberikan syafāʻat kepada mereka untuk segera
Khathmi, sedangkan Utsman bin Hunaif adalah saudara laki-lakinya Sahl bin Hunaif.
285
Data hasil wawancara dengan Murdani pada tanggal 08 Desember 2018.

154
masuk surga
3) Syafāʻat Rasul saw. untuk mengangkat darajat orang-orang yang akan
masuk syurga sesuai dengan amal yang dimilikinya dan ini khusus bagi
Rasul yang memilik kapasitas untuk melakukannya dan dengan izin Allah
swt.
4) Syafāʻat yang khusus bagi orang-orang yang masuk surga tanpa hisab.
Berkaitan dengan syafāʻat semacam ini terdapat dalil hadis yang
diriwayatkan oleh ‘Ukasyah bin Muhsan ketika ia didoakan oleh Rasul
untuk memasukkannya ke dalam golongan 70 ribu orang yang masuk
surga tanpa hisab, ini hadis sahih menurutnya. 286 Matan hadis dan
terjemahnya berikut ini:
‫حدثنا مسدد حدثنا حصني بن منري عن حصني بن عبد الرمحن عن سعيد‬
‫ يوم ا فق ال‬S ‫ خ رج علين ا الن يب‬:‫بن جب ري عن ابن عب اس رض ي اهلل عنهم ا ق ال‬
‫عرض ت علي األمم فجع ل مير الن يب مع ه الرج ل والن يب مع ه ال رجالن والن يب مع ه‬
‫الره ط والن يب ليس مع ه أح د ورأيت س وادا كث ريا س د األف ق فرج وت أن تك ون‬
‫أميت فقيل هذا موسى وقومه مث قيل يل انظر فرأيت سوادا كثريا سد األفق فقيل‬
‫يل انظ ر هك ذا وهك ذا ف رأيت س وادا كث ريا س د األف ق فقي ل ه ؤالء أمت ك وم ع‬
‫هؤالء سبعون ألفا يدخلون اجلنة بغري حساب فتفرق الناس ومل يبني هلم فتذاكر‬
‫ فقالوا أما حنن فولدنا يف الشرك ولكنا آمنا باهلل ورسوله ولكن‬S ‫أصحاب النيب‬
‫ فق ال هم ال ذين ال يتط ريون وال يس رتقون وال‬S ‫ه ؤالء هم أبناؤن ا فبل غ الن يب‬
‫يكتوون وعلى رهبم يتوكلون فقام عكاشة بن حمصن فقال أمنهم أنا يا رسول اهلل‬
.‫قال نعم فقام آخر فقال أمنهم أنا فقال سبقك هبا عكاشة‬
287

[Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan


kepada kami Hushain bin Numair dari Hushain bin Abdurrahman dari Sa‘id
bin Jubair dari Ibnu Abbas ra. dia berkata: Nabi saw. keluar menemui kami
lalu beliau bersabda: Telah ditampakkan kepadaku umat-umat, maka aku
melihat seorang Nabi lewat bersama satu orang, seorang Nabi bersama dua
orang saja, seorang Nabi bersama sekelompok orang dan seorang Nabi tanpa
seorang pun bersamanya. Lalu tiba-tiba ditampakkan kepadaku kumpulan

286
Ibid.
287
Al-Bukhārī..., Sahih...,juz 5 dari 6, h. 2170.

155
manusia yang banyak memenuhi ufuk, aku berharap mereka adalah
ummatku, namun dikatakan padaku: Ini adalah Musa dan kaumnya, lalu di
katakana pula kepadaku: Tapi lihatlah di ujung sebelah sana. Ternyata aku
melihat ada sekumpulan orang yang sangat banyak, kemudian dikatakan lagi
padaku: Lihat juga yang sebelah sana. Ternyata aku juga melihat ada
sekumpulan orang yang sangat banyak lagi, lalu dikatakan padaku: 'Ini
adalah umatmu, dan bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang akan
masuk surga tanpa hisab. Setelah itu orang-orang bubar dan belum sempat
ada penjelasan kepada mereka, sehingga para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam saling membicarakan hal itu, mereka berkata: Adapun kita
dilahirkan dalam kesyirikan akan tetapi kita beriman kepada Allah dan Rasul-
Nya, mungkin mereka adalah para anak cucu kita. Lantas peristiwa tersebut
sampai kepada Nabi saw., lalu beliau bersabda: Mereka itu adalah orang-
orang yang tidak pernah bertathayur (menganggap sial sesuatu hingga tidak
jadi beramal), tidak pernah meminta untuk diruqyah dan tidak mau
menggunakan Kay (pengobatan dengan besi panas), dan kepada Tuhan
merekalah mereka bertawakkal. Lalu Ukasyah bin Mihshan berdiri dan
berkata: Apakah aku termasuk di antara mereka, wahai Rasulullah? Beliau
menjawab: Ya. Kemudian yang lainnya berdiri lalu bertanya: Apakah aku
juga termasuk di antara mereka? Beliau menjawab: Ukasyah telah
mendahuluimu dalam hal ini]. (HR. al-Bukhārī)

5) Syafāʻat untuk meringankan azab terhadap orang-orang yang pantas


diazabkan karena dosanya. Seperti syafāʻatnya untuk pamannya abi
Thalib. Maksudnya, walaupun terdapat ayat yang menjelaskan tidak ada
manfaat penolong untuk orang yang ditolongnya, namun bisa
mengurangin siksaan baginya, karena tidak sama dengan orang yang
bertauhid yang mendapat siksa dengan masuk neraka kemudian dengan
syafāʻatnya dia dapat keluar dan masuk surga.
6) Syafāʻat Rasul untuk keizinan masuk surga bagi orang-orang yang
memiliki imannya sebagaimana tersebut dalam dalil dari hadis sahih
Muslim, yaitu hadis berikut ini:
‫حدثنا أبو بكر بن أيب شيبة حدثنا حسني بن علي عن زائدة عن املختار‬
‫ أنا أول شفيع يف اجلنة مل يصدق‬S ‫ قال النيب‬:‫بن فلفل قال ق ال أنس بن مالك‬
‫نيب من األنبياء ما صدقت وإن من األنبياء نبيا ما يصدقه من أمته إال رجل واحد‬
[Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah
telah menceritakan kepada kami Husain bin Ali dari Za'idah dari al-Mukhtar
bin Fulful dia berkata: Anas bin Malik berkata: Nabi saw. bersabda: Aku
adalah pemberi syafāʻat pertama (untuk masuk) ke dalam surga. Tidaklah

156
seorang nabi dibenarkan (oleh umatnya) sebagaimana aku dibenarkan. Dan
sungguh, di antara para nabi ada yang tidak dibenarkan oleh umatnya sama
sekali, kecuali hanya seorang laki-lak]i. (HR. Muslim)

c. Ustaz. Drs. Muhammad M. Kasim


Dia adalah salah seorang tokoh adat di Kecamatan Langsa Timur,
Kota Langsa. Ia bertugas sebagai ketua tuha peut di Desa Alue Pineung dan
juga mengajar sebagai guru bahasa Arab di Pondok Pesantren Madrasah
Ulumul Qur’an Langsa.

Syafāʻat menurut pandangannya adalah dianggap sebagai tambahan


kelebihan dan kelebihan itu bisa direalisasikan di dunia, misalnya
penghormatan untuk guru. Yaitu guru dapat memberikan manfaat di hari
kiamat, di dunia juga bisa diberikan syafāʻat kepada orang yang taat kepada
Allah, Rasul, Ibu dan Bapak serta taat kepada guru-gurunya terutama guru
agama. Dengan sebab taat tersebut menurutnya berkemungkinan seseorang
akan mendapatkan kelebihan itu yang dimaksud dengan syafāʻat secara
umum adakalanya secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal
syafāʻat, dapat diberikan sebuah contoh yang dapat dikategorikan kepada
syafāʻat di dunia karena taat kepada orang tua, yaitu terjadi pada salah
seorang saudara sepupunya. Menurut ceritanya, bahwa saudara sepupunya
berjumlah empat orang, 3 orang perempuan dan 1 laki-laki. Anak laki-laki ini
mengurus ibunya setiap hari, mulai dari menyuapi makan ibunya,
memandikan, mengurus kotoran ibunya. Setelah ibunya meninggal dunia,
maka dia secara tidak direncanakan dipercayai jabatan setingkat kepala
bagian, sedangkan dia sendiri tanpa ada legalitas pendidikan atau ijazah
apapun, tetapi dapat dipercaya untuk memegang jabatan yang tinggi tersebut.
Ini dianggapnya sebagai bagian dari nilai bakti kepada orang tua dan
mendapat syafāʻat di dunia. Keadaan yang seperti ini banyak terjadi
menurutnya, yaitu karena taat kepada orang tua dan diberikan kelebihan.288

Ada sedikit perbedaan antara syafāʻat dengan hal yang sejenisnya


yaitu tawasul dan tabarruk. Sedangkan tawasul menurutnya adalah
permintaan susuatu kepada Allah dengan mengkaitkan pada selain Allah,
seperti berdoa kepada Allah dengan menyebutkan kelebihan Rasulullah yang
bertujuan untuk cepat diterima permohonannya. Misal di pergaulan, kita
ingin meminta kepada seseorang namun menyandarkan permintaannya
kepada teman dekat orang yang kita minta yang bertujuan cepat diberikan
permintaannya. Dan dia menyebutkan juga tentang kisah orang yang
terperangkap dalam gua yang kemudian bebas dengan meminta kepada Allah
288
Data hasil wawancara dengan Tokoh Masyarakat Drs. Muhammad M. Kasim
pada tanggal 03 – 12- 2018

157
lewat perantaraan amal salihnya.289

Sedangkan beberapa praktik yang berkembang dalam kalangan


masyarakat, menurutnya tidak sesuai dengan tuntunan dan ia tidak
menyetujuinya, seperti membayar fidyah salat, karena hal itu bisa membawa
kepada anggapan orang meninggal tidak dihitung ibadah salatnya semasa ia
hidup. Cara menghitung jumlah fidyahnya pun agak keliru menurutnya, misal
berapa mud yang akan dibayar dan dari umur berapa dihitung tidak salat.
Pada hal dia ada salat selama hidupnya namun tidak pasti jelas berapa jumlah
salat ditinggalkannya selama hidup. Dia juga berpendapat sebaiknya fidyah
yang dimasud dalam pelaksanaannya di sebut sebagai sadakah saja.290

d. Ustaz. Murhaban, SH

Murhaban adalah salah seorang tokoh masyarakat yang


menjadi pimpinan organisasi Islam yaitu Sirul Mubtadin (Jalan Bagi
Pemula). Ia terpilih menjadi pimpinan ormas Islam yang saat ini
sedang berkembang di Aceh termasuk di Langsa sebagai cabang dari
ormas tersebut.
Di Kota Langsa, ormas ini sudah dimulai sejak 3 tahun yang
lalu dan sudah memiliki pengikut sebanyak 5.450 lebih kurang.
Ormas ini mencakup 3 wilayah, yaitu Aceh Tamiang, Kota Langsa
dan Aceh Timur dibawah satu pimpinan. Lebih lanjut, ormas ini
secara umum mengajak pengikut setianya untuk meningkatkan ukwah
islamiah lewat kunjungan ketempat takziyah dan juga upaya
mencerdaskan bangsa lewat pengajian yang di adakan pada setiap
minggu atau sebulan sekali.
Praktik yang dilaksanakan pada setiap pertemuan adalah
dengan mengawali pengajian yang membahas tentang hal-hal yang
berkaitan dengan ibadah sehari-hari lewat tausiyah yang disampaikan
oleh ustaz-ustaz yang terkenal dengan keilmuannya atau memiliki
karismatik. Pengajian ini biasa memakan waktu sampai satu jam.
Kemudian dilanjutkan dengan acara tahlilan dan samadiyah yang
dihadiahkan pahala dari tahlilan dan samadiyah tersebut kepada
ikhwan atau akhawat yang telah meninggal dunia.291
Adapun pemahamannya tentang syafāʻat, menurut Murhaban
bahwa syafāʻat itu pasti ada baik di dunia maupun di akhirat. Pada
hakikatnya, syafāʻat itu adalah sesuatu yang diberikan oleh Rasulullah
289
Ibid. Lihat: Al-Bukhārī..., Sahih..., Juz 2, h. 793. Dengan nomor hadis 2152.
290
Data hasil wawancara..., Muhammad M. Kasim...
291
Data hasil wawancara dengan pimpinan Ormas Sirul Mubtadin, Murhaban pada
tanggal 10 Desember 2018.

158
kepada umatnya. Di dunia ini terdapat beberapa hal yang berkaitan
dengan harapan mendapatkan syafāʻat di akhirat, yaitu dengan
melakukan hubungan ikhwah islamiyah, maksudnya dengan syafāʻat
atau bantuan itu bisa diperoleh dari hubungan persaudaraan sesama
islam.
Sedangkan syafāʻat yang sebenarnya adalah bantuan Rasul
kepada umatnya di kala sedang berhadapan dengan siksaan Allah di
akhirat, yaitu Rasul datang sebagai pembela dan penolong, tentu hal
ini berdasarkan adanya keizinan dari Allah swt. dan keridhaan-Nya
dan inilah syafāʻat yang besar dan ditunggu-tunggu oleh umat nabi
Muhammad saw.
Syafāʻat tersebut harus melalui langkah-langkah yang
mendapatkan ridha Allah swt. dan bangganya Rasulullah, dan setiap
amal yang dilakukan harus berdasarkan pada dalil-dalil dari Alquran,
sunnah, ijmak dan qiyas. Praktik yang dilakukan oleh ormas sirul
mubtadin ini seperti pengajian dan pengiriman pahala juga bagian
dari langkah-langkah untuk mendapatkan syafāʻat Rasulullah di hari
kiamat.
Alasan keberadaan ormas hari ini juga bagian dari
mengamalkan hadis Rasulullah, yaitu:

‫أخربنا علي بن حجر قال حدثنا إمسعيل قال حدثنا العالء عن أبيه عن أيب‬
‫ ق ال إذا م ات اإلنس ان انقط ع عمل ه إال من ثالث ة من‬S ‫ أن رس ول اهلل‬:‫هري رة‬
‫صدقة جارية وعلم ينتفع به وولد صاحل يدعو له‬
292

[Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Hujr berkata: telah


menceritakan kepada kami Isma‘il berkata: telah menceritakan kepada kami
Al ‘Ala dari ayahnya dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Apabila manusia meninggal maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara:
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak Salih yang mendoakannya].
(HR. Nasāī)

Relevansinya adalah bahwa ormas ini menfokuskan pada poin


ke tiga yaitu anak yang salih. Namun pada saat pelaksanaan
samadiyah, maka diqiyaskan kepada doa anak yang salih, yaitu setiap

Ahmad bin Syu’aib an-Nasāī, Sunan ash-Shugra an-Nasāī, (Halb: Maktabah al-
292

Mathbu’ah al-Islamiyyah, 1986), Juz 6 dari 8, h. 251. Hadis ini berkualitas Sahih dan
diriwayatkan oleh mayoritas ulama hadis. Lihat: Muhammad Nasiruddin al-Albanī, Sahih at-
Targīb wa at-Tarhīb, (Riyaḍ: Maktabah al-Ma’arif, tt), juz 1 dari 3, h. 18.

159
doa yang bernilai ikhlas akan menjadi penolong orang yang telah
meninggal dunia.

Kekuatan doa menurutnya dapat menghindarkan seseorang


yang berdoa atau yang didoakan dari musibah, malapetaka dan
lainnya, yaitu ‫الدعاء ترفع البالء‬, yaitu doa dapat menolak (bencana) bala
atau bencana.293

Adapun membaca Alquran di tempat-tempat tertentu seperti


kuburan atau rumah kosong atau waktu mengiringi janazah dibawa ke
kubur, ini tidak ada dalil yang melarangnya membaca kecuali
ditempat yang bernajis yang dilarangnya, karena manfaat dari
membaca Alquran ini akan menjadi rahmat bagi yang membaca, yang
dibaca dan sekelilingnya.

Perayaan maulid Nabi saw. juga termasuk bagian dari praktik


mendapatkan syafaat dunia dan akhirat, sebab dengan kita mencintai
Nabi, maka pastilah Nabi saw. perduli dengan kita di akhirat.

e. Ustaz. Salahuddin Usman, S.HI


Salahuddin adalah seorang anggota MPU Kota Langsa dan
juga wakil pimpinan ormas Islam, yaitu wakil ketua organisasi al-
Wasliyah Kota Langsa. Ia juga pimpinan pondok pesantren
tradisional yang ada di Kota Langsa. Dia lahir di Panton Labu294 pada
tanggal 21 Juli 1975, alamat tempat tinggal sekarang di Simpang
Komodor, Birem Puntong, Kecamatan Langsa Baro, Kota Langsa.
Pendidikan terakhir yang pernah ditempuhnya, menetap di Pondok
Pesantren Tradisional selama ± 15 tahun dan melanjutkan studinya
pada jenjang strata 1 di Ma’had ‘Ali di Panton Labu pada jurusan
Hukum Islam dan bergelar S.HI.

Penjelasan tentang syafāʻat menurutnya adalah sebuah


pemberian dalam bentuk imbalan secara umum dan yang berkaitan
dengan aktifitas ibadah yang dilakukan oleh manusia. Bila seseorang
ingin mendapatkan syafāʻat itu, maka ia harus melakukan ibadah yang
hukumnya wajib kemudian disusul dengan ibadah yang bersifat
khusus untuk mendapatkan syafāʻat seperti mendengar azan
293
Data hasil wawancara..., Ketua Ormas...,
294
Salah satu nama daerah yang ada diwilayah Aceh Utara.

160
berkumandang dan menjawab azan dengan doa yang sudah maksur
(tertentu). Dengan ibadah yang seperti itu seseorang akan
memperoleh syafāʻat dari Rasulullah, bukan hanya terbatas pada
persoalan azan, namun termasuk juga beberapa ibadah lain yang
seperti membaca Alquran dan Alquran itu akan datang pada hari
kiamat sebagai pemberi syafāʻat.

Dalil yang menjelaskan adanya syafāʻat yang terdapat pada


mendengar dan menjawab azan menurutnya adalah hadis berikut ini:

‫الص لا ِة‬ َّ ‫َّع َو ِة الت‬


َّ ‫َّام ِة َو‬ ِ ِ َّ ‫ِّداء اللَّه َّم ر‬ ِ
ْ ‫ب َه ذه ال د‬ َ ُ َ َ ‫ني يَ ْس َم ُع الن‬ َ ‫َم ْن قَ َال ح‬
،ُ‫ودا الَّ ِذي َو َع ْدتَ ه‬ ِ ِ ِ ِ ِ
ً ‫الْ َقائ َم ة آت حُمَ َّم ًدا الْ َوس يلَةَ َوالْ َفض يلَةَ َو ْاب َعثْ هُ َم َق ًام ا حَمْ ُم‬
.‫اعيِت يو َم الْ ِقيَام ِة‬ ْ َّ‫َحل‬
ْ َ َ ‫ت لَهُ َش َف‬
295
َ
[Barangsiapa yang membaca ketika mendengar adzan ‘Ya Allah,
Rabb pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat (wajib) yang didirikan.
Berilah al-wasilah (derajat di surga), dan keutamaan kepada Nabi
Muhammad, dan dibangkitkannya, sehingga bisa menempati maqam terpuji
yang engkau janjikan. Maka dia berhak mendapatkan syafāʻatku pada hari
Kiamat]. (HR. al-Bukhārī, NH. 614)

Menurutnya, bila seseorang tidak mau mendengar dan


membaca doa setelah azan, maka ia tidak akan memperoleh syafāʻat
di hari kiamat. Dengan alasan bahwa ini termasuk ibadah yang sangat
ringan dilakukan oleh seorang muslim.

Terdapat juga beberapa perbedaan antara syafāʻat dengan


tawassul dikalangan masyarakat saat ini. Jika diperhatikan, maka akan
jelas bahwa tawassul adalah ibarat titi untuk dilalui untu mencapai
sesuatu. Sedangkan kata yang dipahami sejenisnya adalah barakat
atau tabarruk, yaitu menyakini adanya kelebihan dari Allah yang
diletakkan pada sesuatu, lalu manusia datang untuk memperolehnya
dengan cara-cara tertentu, seperti menghadiri makam-makam aulia
Allah dengan harapan adanya mengalir kelebihan dan kemuliaan wali
Allah itu kepada manusia yang menghadirinya.
Contoh dari tawassul menurutnya adalah praktik tariqat yang
dilakukan pada tempat-tempat tertentu. Tariqat banyak jenisnya

Muhammad bin Ismail al-Bukhārī, Sahih al-Bukhārī, (Beirut: Dar Ibn Kasir,
295

1987), juz 1 dari 6, h. 222. Hadis ini diulang penyebutannya pada juz 6 dengan 1749.

161
seperti naqsyabandi yang saat ini banyak di pakai di Aceh dan juga di
luar Aceh. Dasar pengamalan tariqah menurut Salahuddin adalah
terdapat pendapat ulama tentang pentingnya seseorang yang
mengamalkan ilmu agama harus ada gurunya, yaitu perkataan .

‫من ال شيخ له فشيطان شيخه‬


296

[Orang yang belajar tidak punya guru, maka syaitan lah menjadi
gurunya].297

Lebih jauh lagi tentang makna syafāʻat adalah membantu saudara


sesama muslim untuk menikah, sebagaimana hadis berikut ini:
‫ح دثنا هش ام بن عم ار ح دثنا معاوي ة بن حيىي ح دثنا معاوي ة بن‬
‫ ق ال رس ول‬:‫يزي د عن يزي د بن أيب ح بيب عن أيب اخلري عن أيب رهم ق ال‬
‫اهلل ص لى اهلل علي ه وس لم من أفض ل الش فاعة أن يش فع بني االث نني يف‬
‫النكاح‬
[Sunan Ibn Mājah 1965: Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin
Ammar berkata: telah menceritakan kepada kami Mu‘awiyah bin Yahya
berkata: telah menceritakan kepada kami Mu‘awiyah bin Yazid dari Yazid
bin Abu Habib dari Abul Khair dari Abu Ruhm ia berkata: Rasulullah saw.
bersabda: Sebaik-baik pertolongan adalah menjodohkan dua orang (seorang
laki-laki dan perempuan) dalam pernikahan]. (Ibn Majah). 298

Hadis ini menjelaskan bahwa di dunia juga ada syafāʻat, yaitu dengan
menolong saudara untuk menikah atau untuk menemukan jodohnya sudah
termasuk dalam kategori syafāʻat. Karena itu maka makna syafāʻat sangat
luas, baik di dunia maupun di akhirat.299

f. Tgk. Zakaria (Walid)


Tgk. Zakaria atau panggilannya dengan Walid (Ayah) adalah
seorang ulama karismatik di Kota Langsa dan pimpinan Dayah Darul
296
Ihsan Ilahī Zahīr al-Bakistānī, Dirāsāt Fī at-Tasawuf, (tp: Dar al-Mujaddid,
2005), h. 225.
297
Ucapan ini termasuk perkataan ahli sufi dalam mencerahkan pengikutnya untuk
hormati kepada gurunnya dan memperoleh ilmu juga harus lewat guru.
298
Muhammad bin Yazid Abu al-Qazwainī Ibn Majāh, Sunan Ibn Majāh, (Beirut:
Dār al-Fikr, tt), juz 1 dari 2, h. 635.
299
Data hasil wawancara dengan tgk Salahuddin, Pimpinan al-Wasliyah Kota Langsa
pada tanggal 12-12-2018.

162
Fatah yang beralamat di Kampung Teungoh, Kecamatan Langsa
Kota, Kota Langsa.

Ia menjelaskan pemahamannya tentang syafāʻat. Syafāʻat


adalah teman untuk menyelesaikan masalah umat di hari kiamat, atau
memohonkan ampunan untuk dosa yang telah diperbuat, tentu
permohonan ampun oleh seseorang yang memiliki hak syafāʻat untuk
orang yang berhak mendapatkannya. Oleh karena itu, syafāʻat Rasul
saw. atau orang-orang yang salih lainnya untuk sekelompok umat
berarti doa, atau bisa jadi sebuah permintaan dari sebuah hajat yang
ditujukan kepada Allah swt. untuk umat yang menerima syafāʻat.
Intinya, syafāʻat hampir sama dengan sebuah doa dari manusia, hanya
beda tentang kondisi tertentu, kalau doa sering terucap pada setiap
ada kesempatan, sedangkan syafāʻat permohonan ketika seseorang
dalam masalah seperti sedang disiksa atau sangat mengharapkan
sesuatu.300
Menurutnya, setiap seseuatu yang bisa memberi manfaat
kepada orang lain, maka itu sudah termasuk syafāʻat, baik yang
bersifat duniawi ataupun ukhrawi. Berdoa kepada orang lain agar
diberi nikmat atau rahmat oleh Allah juga termasuk syafāʻat, dan
demikian juga syafāʻat yang akan diperoleh untuk dirinya sendiri,
yaitu dengan mengerjakan segala perintah dan menjauhkan larang
Allah, dan syafāʻat juga dapat diartikan dengan hak yang diperoleh
dari rezeki yang Allah berikan dari usaha yang sedikit lalu
mendapatkan rezeki yang banyak.301

Banyak terdapat dalil-dalil tentang syafāʻat, baik dari Alquran,


Hadis atau melalui pendapat-pendapat ulama, baik klasik maupun
modern. Seperti fiman Allah berikut ini:

ِ
ً‫اعة‬
َ ‫يب ِّمْن َه ا َو َمن يَ ْش َف ْع َش َف‬ ٌ ‫اعةً َح َس نَةً يَ ُكن لَّهُ نَص‬َ ‫َّمن يَ ْش َف ْع َش َف‬
ً‫َسيِّئَةً يَ ُكن لَّهُ كِ ْف ٌل ِّمْن َها َو َكا َن اللّهُ َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء ُّم ِقيتا‬
[Barangsiapa yang memberikan syafāʻat yang baik, niscaya ia
akan memperoleh bahagian (pahala) daripadanya. Dan barangsiapa
yang memberi syafāʻat yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian
(dosa) daripadanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu]. (QS.
4/an-Nisa’: 85)

300
Data hasil wawancara dengan Tgk. Zakaria (Walid) pada tanggal 13-12-2018.
301
Ibid.

163
Hadis-hadis Rasul yang menjelaskan tentang syafāʻat banyak
dijumpai dalam beberapa kitab hadis, antaranya adalah hadis berikut
ini:
‫قال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم أعطيت مخسا مل يعطهن أحد‬
‫قبلي نص رت ب الرعب مس رية ش هر وجعلت يل األرض مس جدا وطه ورا‬
‫فأينما أدرك الرجل من أميت الصالة يصلي وأعطيت الشفاعة ومل يعط نيب‬
‫قبلي وبعثت إىل الناس كافة وكان النيب يبعث إىل قومه خاصة‬
302

[Rasulullah saw. bersabda: "Aku diberi lima perkara yang


tidak pernah diberikan kepada nabi-nabi sebelumku, yaitu, aku
ditolong (oleh Allah) dengan rasa takut yang di masukkan dalam hati
musuh-musuhku selama satu bulan, dijadikannya bumi sebagai
tempat bersujud dan bersuci, maka di manapun seseorang dari
kalangan umatku mendapati (waktu) salat, salatlah di situ, dan aku
beri syafāʻat yang tidak diberikan kepada nabi sebelumku, dan aku
juga diutus kepada seluruh manusia, sedangkan nabi-nabi sebelumku
khusus diutus hanya kepada kaumnya]. (HR. an-Nasāī)

Hadis berikut ini juga menjelaskan tentang syafāʻat, namun


imbalan dari melaksanakan anjuran menjawab azan dan membaca
doa, yaitu:
‫الشفاعة‬
ّ ‫ فمن سأل يل الوسيلة حلّت له‬...
[…Jika seseorang memohonkan wasilah untukku, maka ia
akan mendapatkan syafāʻat].303
Berikut dalil tentang syafāʻat akan diperoleh oleh pelaku dosa
besar, namun tetap dalam keimanannya tanpa musyrik kepada Allah,
yaitu:
304
‫ إمّن ا شفاعيت ألهل الكبائر من ّأميت‬...

302
Ahmad bin Su’aib an-Nasāī, Sunan an-Nasāī, (Libanon: Maktabah al-Maṭbū’at
al-Islamiyyah, 1986), juz 1 dari 8, h. 209. Hadis ini berstatus sahih menurut penilaian
Muhammad Nasiruddin al-Albanī.
303
Muhammad bin Hibbān bin Ahmad al-Bastī, Sahih Ibn Hibbān, (Beirut:
Muassasah ar-Risālah, 1993), juz 4 dari 18, h. 590.
304
Muhammad bin ‘Isa at-Tirmizī, Sunan at-Tirmizī, (Beirut: Dār al-Ihya` at-Turas
al-Arabī, tt), juz 4 dari 5, h. 625. Hadis ini disahihkan oleh Muhammad Nasirddin al-Albanī
ketika mentakhrijkan kitab Sunan at-Tirmizī.

164
[Syafāʻatku akan kuberikan kepada umatku yang melakukan
dosa besar].305
‫ اش فعوا تش ّفعوا و يقض ي اهلل ع ّز وج ّل على لس ان نبيّ ه م ا‬...
306
‫شاء‬
[…Mintalah syafāʻat, niscaya kalian akan mendapatkannya
dan Allah swt. akan mengabulkan semua permintaan Nabi-Nya].
Dia juga menjelaskan bahwa syafāʻat atau pertolongan Rasul
untuk semua umat muslim yang mati dengan membawa imam dan
islam yang ikhlas. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw. berikut
ini:
‫شفاعيت نائلة إنشاء اهلل من مات وال يشرك باهلل شيئا‬
[Syafāʻatku, insya Allah, akan didapatkan oleh siapa saja yang mati
tanpa menyekutukan Allah dengan selain-Nya].307

Berkaitan dengan hukum membaca Alquran, baik di rumah, di


kuburan atau pun tempat-tempat lain, hukumnya boleh saja dan ada nilai
ibadah dari ibadah tersebut. Memang terdapat hadis yang menjelaskan jangan
kamu jadikan rumah-rumahmu seperti kuburan. Namun hadis ini tidak
mengidikasikan haram atau dilarang membaca Alquran di kuburan, akan
tetapi maksud hadis ini adalah jangan menjadikan dalam rumah-rumah kita
seperti dalam kubur yang tidak terdengar suara apapun apalagi membaca
Alquran.308
Apabila dibandingkan dengan persoalan baca Alquran dikuburan
boleh, maka hukum bertakziyah, samadiyah, tahliliyah dalam rangka
menghadiahkan pahala kepada orang yang telah juga hukumnya menjadi
boleh, terutama bernilai menghibur orang yang keluarga yang tertimpa
musibah kemalangan tersebut. Rahmat Allah akan turun seiring dengan baca
Alquran kepada orang yang telah meninggal dengan berkat baca Alquran,
samadiyah dan tahliliyah.309

g. Muhammad Rizal, S.Ag

305
Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3 hal: 376.
306
Ahmad bin Su’aib an-Nasāī, Sunan an-Nasāī, (Libanon: Maktabah al-Maṭbū’at
al-Islamiyyah, 1986), juz 5 dari 8, h. 77.
307
Data hasil Wawancara dengan Tgk. Zakaria (Walid) pimpinan dayah Darul Fatah
Kampung Teungoh Kota Langsa pada tanggal 13-12-2018, lihat juga hadis ini: Ahmad bin
Hambal, Musnad Ahmad Bin Hambal, (Beirut: Dar al-Muassasah Qurtubah, tt), juz 2, h. 426.
308
Ibid..
309
Ibid.

165
Muhammad Rizal adalah salah seorang pegawai negeri di
Dinas Syariat Islam Kota Langsa dan juga tokoh masyarakat di
kecamatan Langsa Baru.

Menurutnya, syafāʻat itu bagian dari keyakinan ahlu as-


Sunnah wa al-Jama’ah dan juga keyakinan masyarakat adanya
syafāʻat. Namun syafāʻat yang berkembang dalam masyarakat adalah
setiap apa saja yang berbentuk pemberian dari orang lain yang
menguntungkan, maka itu sudah termasuk syafāʻat.310

Syafāʻat menurutnya secara umum setiap pemberian yang akan


diperoleh manusia hari kiamat, baik bantun itu datang dari Allah
sendiri atau syafāʻat dari Rasul, malaikat, orang yang membaca
Alquran dapat memberikan syafāʻat kepada seluruh karabatnya dan
bahkan sampai seorang sahabat yang salih dapat memberi bantuan
kepada sahabatnya di akhiri.311
Dalil yang disampaikan adalah Firman Allah surah al-Baqarah
ayat 255 (ayat kursi) dan juga hadis riwayat al-Bukhari, yaitu:

ِ َ َ‫اعيِت َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة َم ْن ق‬


ً ‫ال اَل إِلَهَ إِاَّل اللَّهُ َخال‬
‫صا‬ َ ‫َّاس بِ َش َف‬
ِ ‫َس َع ُد الن‬
ْ‫أ‬
[Manusia yang paling beruntung dengan syafāʻatku pada hari kiamat
adalah yang mengucapkan lā-ilāha-illa-llāh, dengan tulus dari lubuk
hatinya]. (HR. al-Bukhari)

Dalam praktik sehari-hari di tengah-tengah masyarakat,


banyak hal yang dilakukan untuk dapat mendekatkan diri kepada sang
pencipta dan mengamalkan sunnah-sunnah Rasul untuk mendapatkan
syafāʻat di akhirat. Misalnya, mengadakan tahlil atau samadiyah
dirumah-rumah musibah (ahli mayit) yang sudah bersifat turun
temurun sebagai kearifan lokal. Hal ini menurutnya disetujui sejauh
belum ada yang bersifat melanggar syariat Islam yang divonis oleh
masyarakat sebagai sesuatu yang sesat.

Kearifan Lokal menurutnya, setiap praktik ibadah atau ritual


yang dikerjakan secara turun temurun, dilakukan dibawah bimbingan
ulama (dibolehkan), seperti membaca Alquran di kuburan, dalail

310
Wawancara dengan Muhammad Rizal Dinas Syariat Islam Kota Langsa tanggal 4
Januari 2019.
311
Ibid.

166
khairat pada malam ketujuh orang meninggal,312 samadiyah, perayaan
maulid Nabi dan lainnya.313

h. Ustaz. Jailani, S.Pd.I


Jailani adalah salah seorang tokoh agama di kecamatan Langsa
Timur kota Langsa dan berprofesi hari-harinya sebagai guru agama
yang mengajarkan Fikih dan Tafsir serta bidang-bidang keilmuan
lainnya. Ia juga giat memberikan ceramah agama kepada masyarakat
di kota Langsa, terutama pada perayaan tertentu seperti khutbah
lebaran. Ia memiliki jabatan khusus ditempat kerja dan tempat
tinggalnya, yaitu sebagai Abu Syik Dayah (Penasehat Pimpinan di
pondok pesantren Madrasah Ulumul Qur’an Yayasan Dayah Bustanul
Ulum Langsa), sebuah jabatan yang dapat memberikan keputusan
tentang hal-hal yang akan diaplikasikan di pondok pesantren. Selain
itu juga, ia dipercayakan sebagai kepala Madrasah pada jenjang
Aliyah di Pesantren Madrasah Ulumul Qur’an Langsa tersebut.

Pandangannya tentang syafāʻat, bahwa syafāʻat itu secara


umum dipahami sebagai sebuah pemberian yang bisa memenuhi
hajat orang lain, tentunya pemberian tersebut ada kaitannya dengan
sebuah sebab. Sedangkan makna syafāʻat dalam istilah agama yang
berkembang dan dipahami dikalangan masyarakat saat ini adalah
pertolongan seorang mukmin kepada mukmin yang lain dalam hal
menebus dari dosa supaya di ampuni oleh Allah swt. dan yang
dilakukan oleh orang yang masih hidup kepada orang yang telah
meninggal dan akan berguna di akhirat.

Ada juga pemaknaan syafāʻat sebagai syafāʻat utama, yaitu


pertolongan dari Rasulullah di akhirat nanti yang dapat membebaskan
umat manusia dari siksa dan dapat masuk surga dengan bantuan atau
pertolongannya atau dapat mengurangi masa siksaan umatnya, lalu
diangkat dari neraka untuk masuk surga.

Syafāʻat yang terjadi didunia menurut pemahamannya adalah


setiap amal yang dapat membantu orang lain terlepas dari azab atau
kemudaratan, maka ini termasuk syafāʻat, misalnya bantuan orang
hidup sebagai syafāʻat adalah melakukan salat janazah orang mukmin

312
Dalail khairat menurutnya bagian dari sunnah rasul melalui baca salawat yang
meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah dan akan mendapatkan syafā‘at di akhirat
menurut Muhammad Rizal.
313
Wawancara dengan Muhammad Rizal dinas.... Menurutnya, ibadah yang bersifat
turun temurun dapat dipastikan ada dalil walaupun dalam bentuk kiasan.

167
yang meninggal, ini terdapat dalam hadis sahih Muslim, yaitu teks
hadis berikut ini:

‫ص لِّي َعلَْي ِه أ َُّمةٌ ِم ْن‬ ٍ ِ


َ ُ‫قَ َال َم ا م ْن َميِّت ت‬S ِّ ‫ َع ْن النَّيِب‬:َ‫َع ْن َعائ َش ة‬
ِ
‫ني َيْبلُغُو َن ِمائَةً ُكلُّ ُه ْم يَ ْش َفعُو َن لَهُ إِاَّل ُشفِّعُوا فِ ِيه‬
314 ِِ
َ ‫الْ ُم ْسلم‬
[Telah menceritakan kepada kami al-Hasan bin Isa telah menceritakan
kepada kami Ibnul Mubarak telah mengabarkan kepada kami Sallam bin Abu
Muthi' dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Abdullah bin Yazid saudara
sesusuan Aisyah, dari Aisyah dari Nabi saw. bersabda: Mayat yang
dishalatkan oleh kaum muslimin dengan jumlah melebihi seratus orang, dan
semuanya mendoakannya, maka doa mereka untuknya akan dikabulkan].

Tergolong dalam makna syafāʻat adalah bantuan guru kepada


muridnya diakhirat, karena guru yang mengajarkan agama dan
hukum-hukum Allah kepada muridnya dapat memberikan syafāʻat
kepada muridnya. Tentunya, gurunya harus terbebas terlebih dahulu
dari siksa neraka, lalu baru akan dapat memerikan syafāʻat kepada
muridnya.315
Dan banyak dalil-dalil yang membahas tentang orang yang
mendapatkan dan yang memberikan syafāʻat, baik dalam Alquran
maupun dalam Hadis, misalnya firman Allah:

َ‫من َذا الَّ ِذي يَ ْش َف ُع ِعْن َدهُ إِالَّ بِِإ ْذنِ ِه َي ْعلَ ُم َم ا َبنْي َ أَيْ ِدي ِه ْم َو َم ا َخ ْل َف ُه ْم َوال‬... َ
...‫حُيِ يطُو َن بِ َش ْي ٍء ِّم ْن ِع ْل ِم ِه إِالَّ مِب َا َشاء‬
[Tiada yang dapat memberi syafa`at di sisi Allah tanpa izin-Nya.
Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka,
dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya]. (QS. 2/al-Baqarah: 255)

Ayat ini sebagai dalil bahwa syafāʻat ada dan diberikan dengan izin
Allah dan juga adanya keridhaan dari Allah. Dalil dari hadis juga banyak
ditemukan, bahkan hadisnya bernilai sahih, seperti sabda Rasulullah tentang
syafāʻat yang akan diberikan kepada khusus diberikan untuk orang-orang
yang beriman dan mati dalam keadaan bertauhid kepada Allah swt, yaitu:

314
Muslim..., Sahih..., juz 3 dari 8, h. 53.
315
Data hasil Wawancara dengan Jailani, pada tanggal 19 Desember 2018.

168
ِ ‫َس َع ُد الن‬ ِ َ ‫ال قِي ل ي ا رس‬
‫َّاس‬ ْ ‫ول اهلل َم ْن أ‬ ُ َ َ َ َ َ‫َع ْن أَيِب ُهَر ْي َرةَ أَنَّهُ ق‬
ِ ُ ‫ال رس‬ ِ ِ َ ِ‫اعت‬
َ ‫َّاس بِ َش َف‬
‫اعيِت َي ْو َم‬ ِ ‫َس َع ُد الن‬ ْ ‫ أ‬:S ‫ول اهلل‬ ُ َ َ َ‫ك َي ْو َم الْقيَ َام ة ق‬ َ ‫بِ َش َف‬
‫صا ِم ْن َق ْلبِ ِه أ َْو َن ْف ِس ِه‬ ِ َ َ‫الْ ِقيَ َام ِة َم ْن ق‬
ً ‫ال الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َخال‬
[Abu Hurairah bertanya, Ya Rasulullah, Siapakah orang yang paling
bahagia dengan syafāʻatmu pada hari Kiamat? Rasul menjawab: orang yang
paling bahagia dengan syafāʻatku adalah orang yang mengucapkan Lā ilāhā
illa Allāh dengan ikhlas dari hatinya]. (HR. al-Bukhārī, NH. 99).

Syafāʻat ada yang besar yang disebut dengan syafāʻat uzmat


dan syafāʻat kecil (sugra). Syafāʻat besar adalah pertolongan atau
pengampunan yang diberikan oleh Allah swt. kepada manusia pilihan
di hari kiamat. Syafāʻat dalam bentu pengampunan ini diberikan
dengan cara memberikan izin kepada Nabi Muhammad saw. untuk
menolongnya.
Diceritakan oleh ulama bahwa waktu itu, manusia sedang
berada dalam kebingungan dikarenakan kesalahan dan khilaf mereka
selama hidupnya. Umat manusia pada saat itu semua mencari
pertolongan supaya jauh dari azab Allah swt. maka umat manusia
akan menjumpai para nabi untuk meminta syafāʻat (pertolongan).
Semua nabbi menjawab bahwa mereka tidak sanggup memenuhi
hajatnya. Atas petunjuk dari Nabi Isa as. umat manusia disarankan
untuk mendatangi Nabi Muhammad saw. agar beliau memohon
kepada Allah swt. sehingga siksa yang mereka tanggung itu hilang
dan tidak lagi berada dalam kebingungan. Kemudian Nabi
Muhammad saw. pun berdoa, maka Allah swt menerima
permohonannya dengan memberi izin kepadanya untuk memberi
syafāʻat (pertolongan) kepada mereka yang dipilih oleh Nabi saw.
berdasarkan izin dari Allah swt. maka Nabi Muhammad saw. akan
membebaskan orang-orang yang beriman dari derita itu dan
memasukkan mereka ke dalam surga, sedang orang-orang kafir
dimasukkan ke dalam neraka.316

Adapun syafāʻat kecil (sugra), ini bisa diperoleh lewat berbakti


kepada ibu, bapak, guru dan orang salih lainnya yang akan
diilhamkan kekuatan untuk membantu saudaranya dari azab hari

316
Data hasil Wawancara dengan Jailani... Lihat: Hadis riwayat imam al-Bukhārī
dengan nomor 4206. Al-Bukhārī, Sahih..., juz 4 dari 6, h. 1624. Lihat juga: Muslim...,
Sahih..., h. 123, juz 1 dari 8, dengan nomor hadis 495.

169
kiamat. Hal ini sesuai dengan firman Allah, yaitu syafāʻat hanya dapat
dinikmati oleh orang-orang yang diizinkan Allah.317
Menurutnya, setiap amalan ibadah yang dilakukan manusia
bisa berpotensi mendapatkan syafā‘at baik di dunia atau di akhirat,
seperti membaca Alquran, Salawat kepada Rasul, membaca Alquran
baik dirumah, dikebun ataupun di tempat lain selain tempat bernaji,
berpuasa, termasuk juga perayaan maulid Nabi, karena hal ini
merupakan bentuk dari kecintaan ummat kepada Nabinya, pasti lah
Nabi akan mensyafaatinya.

i. Hamdana Aulia Hidayah, S.Ag


Hamdana adalah seorang aktifis penelitian Alquran dan Hadis
di Kota Langsa. Kesehariannya dihabiskan untuk membuat wacana
dan diskusi baru dengan timnya yang dikenal dengan sebutan “Tampa
My Team” (Tim Penampar), maksudnya istilah sederhana untuk
menjelaskan kebenaran tentang Alquran dan Hadis dengan sebuah
tamparan (jawaban nyata). Ia juga menjabat sebagai Ketua Alumni
IKAIATIL (Ikatan Alumni Ilmu Alquran dan Tafsir IAIN Langsa)
dari tahun 2018-2020.

Menurut Hamdana tentang syafāʻat dapat dilihat pada


beberapa argumentasinya berikut ini:

a) Syafāʻat merupakan alat bantu/ jalan lain yang diluar ketetapan/ peraturan
sehingga sampai pada tujuan. Dalam konteks contoh misalnya, pada
peraturan pembuatan E-KTP, kita harus pergi ke Kantor Capil dengan
membawa segala syaratnya, mengantri dan menghabiskan waktu yang
lama. Namun jika ada alat bantu (uang pelicin) atau jalan lain (memiliki
kerabat/kenalan), maka kita tidak perlu ke Kantor Capil, mengantri dan
menghabiskan waktu. Begitu pula dengan hakikat syafāʻat, Allah
memberikan cara masuk surga dengan hal selain peraturannya (kebaikan/
pahala lebih besar dari keburukan/dosa), atau pun keringanan dalam hal
akhirat lainnya: siksaan diringankan baik di kubur atau tempat neraka
tidak yang paling dalam, tidak merasakan panas di padang mahsyar,
timbangan bisa ditambah berat amalannya, tidak kesulitan melewati ṣirat
yang setipis rambut dibelah tujuh dan yang paling menakjubkan adalah
imigrasi dari neraka ke surga.
b) Syafāʻat merupakan ketetapan Allah sebagai alat bantu terhadap hamba-
Nya yang diridai-Nya. Jabatan sebagai pemberi syafāʻat diberikan Allah
317
Data hasil wawancara dengan Jailani...

170
khusus kepada Nabi Muhammad Saw. lalu Nabi mengangkat bawahan-
bawahannya yang dapat memberikan syafāʻat dari golongan Malaikat dan
manusia (Para Nabi, syuhada’, ulama, dan Umat Nabi Muhammad Saw.).
Nabi Muhammad Saw. memberikan ketentuan untuk menerima syafāʻat
ini berdasarkan segala ucapannya semasa hidupnya (Hadis), seperti: a)
Syarat mendapatkan syafāʻat, yaitu: keridaan dari Allah, keimanan walau
hanya kecil sekali atau mengucapkan kalimat syahādat, b) cara-cara
mendapatkan syafāʻat, yaitu: membaca do‘a setelah azan, memperbanyak
shalwat kepada Nabi Muhammad saw. (dalam rangka apa saja baik acara
khusus sendiri, ibadah atau acara tahunan; maulid Nabi dan membaca
Alquran).
c) Syafāʻat berkaitan dengan praktik yang ada di Kota Langsa ini sangat
beragam dan unik, seperti beberapa hal berikut ini:
a) Perayaan maulid Nabi Muhammad saw. yang diadakan tidak serentak
untuk menghindari mubazir makanan yang disedekahkan. Maka
dilaksanakan secara bertahap dari 12 Rabiul Awal hingga akhir bulan
Jumadil Akhir di setiap desa. Perayaan ini juga dilaksanakan dengan
memperbanyak salawat kepada Nabi Muhammad saw., karena ia
sebagai rahmat bagi seluruh alam ini, pembagian makanan dan uang
kepada anak yatim karena Rasul sangat dekat dengan anak yatim.
b) Membaca Alquran sudah menjadi rutinitas di bebagaitempat di Kota
Langsa dalam mengajarkan membaca hingga penghafalan ayat-ayatnya.
Tujuannya untuk melestarikan Alquran ke generasi selanjutnya agar
tidak buta dengan Alquran; sebab Alquran bukan seperti aplikasi
Whatsapp yang bisa terlihat pemberitahuan tentang prihal “terakhir
dilihat”. Alquran dijadikan bacaan untuk diniatkan pahala sebagai
kesembuhan sakit seseorang atau sebagai pahala untuk orang yang telah
meninggal; seperti kegiatan samadiyah dan beut kubu (mengaji di
kuburan; membaca Alquran di kuburan orang yang baru meninggal).
c) Setiap malam Jum‘at diadakannya kegiatan memperbanyak shalawat
kepada Nabi Muhammad saw. melalui pembacaan dalail khairat dan
qasidah ; syair rasa syukur terhadap Nabi Muhammad saw. Kegiatan
ini dilaksanakan di berbagai Dayah, Mesjid dan Musalla secara turun-
temurun sesuai dengan tradisi yang sudah ada sejak dulu. Namun tidak
semua mesjid dan musalla melaksanakannya, karena kebijakan dan
tradisi setiap desa berbeda.318

j. Ismail Damanik, S.Sos.I


Ismail damanik adalah salah seorang penceramah yang banyak
berkeliling di daerah Aceh Timur, Kota Langsa dan Aceh taming, ia adalah
318
Data hasil wawancara dengan Hamdana Aulia Hidayah, Penasehat IKAITAL
pada tanggal 20-1-2019.

171
salah orang guru di tetap disebuah pondok pesantren di Kota Langsa (MUQ
Langsa). Selaian aktifitas sehari sebagai guru, ia juga aktif memimpin
pengajian di beberapa tempat dan juga memimpin tahlilan dan membayar
fidyah serta kafarat sumpah dan lainnya.
Pemahamannya tentang syafaat, menurutnya syafā‘at itu pasti ada di
hari Akhirat dengan sebab berbagai ibadah yang dikerjakan oleh manusia di
semasa hidupnya. Menurutnya, sebab-sebab mendapatkan syafā‘at dengan
melakukan beberapa ibada sebagai bentuk praktik untuk mendapatkan
syafaatnya di hari akhirat, antara lain:
1) Bertauhid serta ikhlas dalam beribadah karena Allah dan ikut Rasulullah
saw. seperti terdapat dalam hadis berikut ini:

ِ ُ ‫ال رس‬ ِ ِ َ ِ‫اعت‬ ِ َ ‫قِيل يا رس‬


ُ‫ص لَّى اللَّه‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ك َي ْو َم الْقيَ َامة ق‬ َ ‫َّاس بِ َش َف‬
ِ ‫َس َع ُد الن‬ ْ ‫ول اللَّه َم ْن أ‬ َُ ََ
َ ‫َح ٌد أ ََّو ُل ِمْن‬ ِ ِ ِ
‫ك‬ َ ‫ت يَا أَبَا ُهَر ْي َر َة أَ ْن اَل يَ ْس أَلُيِن َع ْن َه َذا احْلَديث أ‬ ُ ‫َعلَْيه َو َسلَّ َم لََق ْد ظََنْن‬
َ َ‫اعيِت َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة َم ْن ق‬
‫ال اَل‬ َ ‫َّاس بِ َش َف‬
ِ ‫َس َع ُد الن‬ ِ ِ
ْ ‫ك َعلَى احْلَديث أ‬ َ ‫ت ِم ْن ِح ْر ِص‬ ُ ْ‫ل َما َرأَي‬
ِ
‫صا ِم ْن َق ْلبِ ِه أ َْو َن ْف ِس ِه‬ ِ
ً ‫إِلَهَ إِاَّل اللَّهُ َخال‬
[Ditanyakan (kepada Rasulullah saw.: “Wahai Rasulullah siapakah orang
yang paling berbahagia dengan syafā‘at-mu pada hari kiamat? Rasulullah
saw. menjawab: Aku telah menduga wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada
orang yang mendahuluimu dalam menanyakan masalah ini, karena aku lihat
betapa perhatian dirimu terhadap hadis. Orang yang paling berbahagia
dengan syafā‘at-ku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan Lā
ilāha illallāh dengan ikhlas dari hatinya atau jiwanya].

2) Salat jenazah oleh masyarakat menjadi sebab mendapat syafā‘at bagi


mayit
3) Salawat dengan ikhlas untuk Rasulullah saw.
4) Puasa sunah dan wajib
5) Membaca doa setelah azan dengan doa yang diajarkan rasulullah dalam
hadisnya.
6) Memperbanyak Sujud sebagaimana terdapat dalam hadis berikut:

‫ كنت أبيت مع رسول اهلل صلى‬:‫عن ربيعة بن كعب األسلمي رضي اهلل عنه قال‬
‫ أسألك مرافقتك‬:‫ فقلت‬. ‫ سل؟‬:‫اهلل عليه وسلم فأتيته بوضوئه وحاجته فقال يل‬

172
‫ ف أعين على نفس ك بك ثرة‬:‫ ق ال‬.‫ ه و ذاك‬:‫ أو غ ري ذل ك قلت‬:‫ ق ال‬،‫يف اجلن ة‬
)‫السجود( رواه مسلم يف صحيحه‬
[Dari Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami ra. berkata:  aku pernah tinggal bersama
Rasul saw., maka akupun membawakan air wudhu dan keperluan beliau yg
lain, maka beliaupun bersabda: mintalah apa yang kamu inginkan, maka aku
katakan:  aku minta agar bisa menemanimu di syurga, Rasul saw. bertanya
lagi, adakah yang selain dari itu? maka aku katakan: hanya itu saja, maka
Rasul saw. bersabda: kalau memang seperti itu, maka bantulah saya (agar
Allah mengabulkan keinginanmu) dengan memperbanyak sujudmu.] ( HR.
Muslim).
7) Membaca Alquran, dan mengamalkannya
Nabi menganjurkan kepada umatnya untuk memperbanyak
membaca Alquarn agar kelak mendapatkan syafā‘at Alquran,
sebagaimana Nabi bersabda:
‫َص َحابِِه‬ ‫ِ ِ ِ أِل‬
ْ ‫ا ْقَرءُوا الْ ُق ْرآ َن فَِإنَّهُ يَأْيِت َي ْو َم الْقيَ َامة َشف ًيعا‬
[Bacalah Alquran, sesungguhnya ia akan datang di hari kiamat
memberi syafā‘at kepada pembacanya]” (Imam Muslim, Shahih
Muslim).319

Berkaitan dengan praktik masyarakat kota Langsa tentang


beberapa ibadah yang dianggap mendapat syafaat menurutnya, setiap
ibadah secara umum boleh dikerjakan dengan harapan dapat syafā‘at
di dunia dan akhirat. bila kita kiyaskan kepada dalil di atas, maka
hukum membaca Alquran boleh-boleh saja dimanapun selain
ditempat bernajis, apalagi dengan harapan mendapatkan pahala dan
pahala itu juga bisa kita hadiahkan kepada saudara kita yang telah
meninggal.
Begitu juga tentang dalil syafā‘at yaitu rasul saw. meminta
kepada sahabatnya agar membantunya memperbanyak sujud, namun
hadis tersebut tidak langsung kepada makna syafā‘at tetap juga bisa
dijadikan dalil syafā‘at secara umum, karena didalam hadis tersebut
mengandung makna bahwa manusia akan bisa bersama Rasul di
dalam surga.
Menurutnya juga setiap amal ibadah yang kita kerjakan bisa
menjadi sebab mendapatkan syafā‘at, keculai ibadah yang jelas-jelas

Muslim, Sahih Muslim, (Beirut: Dār Ihya’ Ihya’ at-Turatṡ al-Arabī, tt), juz 1, h.
319

553. Lihat juga Syaikh Muhammad Nasiruddin al-Albani, Subulus salam, Syarh Bulugul
Maram, Jakarta: Darus Sunnah, 2007), h. 570. Hasil Wawancara dengan Ustad Ismail
Damanik pada tanggal 17 Desember 2018.

173
dilarang dalam agama, apalagi seperti tahlilan, baca Alquran,
bersedekah dengan berbagai cara dan kapan saja, hal itu semua
berharap mendapatkan pahala dan syafā‘at dara Rasulullah saw.
bahkan menurutnya termasuk perayaan maulid Nabi saw termasuk
bentuk praktik mendapatkan syafā‘at, karena hal ini sudah menjadi
bagian dari mencintai Rasul dan taqarrub kepada Allah dan Rasul.320

3. Problem Memahami dalil tentang Syafāʻat


Satu hal yang sering menjadi masalah dikalangan tokoh atau
ulama karismatik, atau ilmuan saat ini, yaitu lebih duluan mengenal
praktik daripada teori, maksudnya ketika seseorang memahami
tentang sesuatu masalah dari hasil melihat praktik masyarakat yang
ada saat.

Sering terjadi problem, masalah yang berkembang di tengah-


tengah masyarakat sulit menemukan dalil, baik secara akli atau naqlī.
Sedangkan problem menurut akal ini biasa dipengaruhi oleh
pengalaman dan wawasan kurang luas tentang praktik ritual
keagaman.

Adapun permasalahan yang berkaitan dengan naqlī atau dalil


dari keterangan Alquran atau hadis dan juga pendapat para ulama
yang muktabar tentang konsep syafāʻat, biasa disebabkan oleh:

a. Kekurangan referensi
Buku atau kitab menjadi tolak ukur untuk mengatahui sesuatu,
bila tidak ada buku, maka semua orang dapat berbicara sesukanya.
Kota Langsa termasuk kota kecil yang ada di provinsi Aceh,
sehingga persoalan buku atau kitab sangat terbatas adanya. Termasuk
juga kemampuan ekonomi masyarakat untuk membili buku dan waktu
yang mereka miliki juga tergolong kurang, karena kesibukannya pada
profesi setiap hari, sehingga untuk menelaahkan buku-buku nyaris
tidak punya waktu.
Demikian juga tentang perlengkap perpustakaan, baik yang
bersifat milik pemerintah atau milik organisasi yang ada di kota
Langsa, ini masih tergolong kurang, hanya terbatas yang ada
persediaan pada perguruan tinggi dan lembaga-lembaga pendidikan.
320
Hasil Wawancara dengan Ustad Ismail Damanik pada tanggal 17 Desember 2018.

174
Sehingga untuk memahami hukum-hukum terutama yang
penulis teliti tentang konsep syafāʻat dapat disebut sangat kesulitan, di
kota Langsa masyoritas para dai masih menggunakan dalil-dalil
secara logika yang disampaikan kapeada masyarakat di mimbar-
mimbar dan berdasarkan pada praktik turun temurun.
b. Kemampuan memahami dalil
Di Kota Langsa, mayoritas penduduk bermazhab asy-Syafi‘ī
dalam bidang fikih dan bermazhab al-Asy‘ariyyah di bidang aqidah,
tolak ukur dalam menetapkan hukum berdasarkan pada mazhab yang
diikutinya, tidak mempelajari metode istinbat hukum dari Alquran
dan Hadis lagi, namun memfokuskan diri pada pemahaman keimuan
pondok pesantren tradisional dan juga memahami dari buku-buku
yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dalam mazhab
asy-Syafi‘ī serta mengikuti tradisi ibadah yang sudah berlaku.321

c. Faktor waktu
Masalah yang paling sering terjadi dalam masyarakat adalah kerena
keterbatasan waktu yang dimiliki disebabkan oleh kesibukan berkatifitas di
siang hari, sehingga pendidikan dan pemahaman tentang agama jadi terbatas.
Sebab kesibukan ini sehingga masyarakat hari ini menerima apa yang sudah
belaku dalam bidang agama secara turun-temurun.

d. Keyakinan kebenaran praktik yang membudaya


Sering di kalangan ilmuan tidak lagi melakukan tarjih terhadap
amalan masyarakat, karena sudah banyak yang melakukan dan tidak
ada yang menolak atau tidak terjadi perbedaan yang sampai pada
permusuhan di dalam masyarakat. Namun bila masyarakat melapor,
maka mereka akan meluruskan hukum yang pasti, sehingga jelas
kebenarannya.322
Sikap inilah yang sering muncul dikalangan tokoh, sehingga
membiarkan praktik ritual yang semakin hari semakin jauh dari
tuntunan Allah dan Rasul, yang berubah menjadi tontonan orang
dalam masyarakat. Sikap seperti ini disebut sikap muqallid dalam

321
Data hasil wawancara dengan Ibrahim Latif kepala Dinas Syariat Islam Kota
Langsa pada tanggal 4-1-2019.
322
Data hasil wawancara dengan Syahrul Anggota MPU Kota Langsa pada tanggal
07-12-2018. Sikap majelis ini hanya menerima aduan dari masyarakat, bila tidak aduan maka
dianggap tidak bermasalah.

175
Islam, yaitu mengikuti orang lain dalam beribadah dengan tidak
mengetahui asal-usul atau tidak mengetahui dalil.323
Ada kemunkinan lain dari muncul sikap ini, seperti tidak
berani membantah, kawatir terjadi keributan di maksyarakat, tertuduh
sesat yang berakibat fatal dan lainnya, sehingga diam dari masalah
yang bertentangan dengan hukum yang terjadi di kalangan
masyarakat.

C. Praktik Mendapatkan Syafāʻat Masyarakat Kota Langsa


1. Ritual Baca Alquran di Kuburan dan Prosesnya

Salah satu ibadah yang dianggap terbaik yang bisa menenangkan jiwa
keluarga orang telah meninggal dunia adalah dengan mengadakan bacaan
Alquran, baik di rumah atau tempat-tempat lain yang bisa di lakukan, baik
secara berjamaah maupun sendiri-sendiri. Hal ini dapat menghilangkan
kegundahan dan kegelisahan keluarga musibah, yaitu kekhawatiran dari
siksaan dalam kubur, karena pada saat janazah yang dikebumikan, rasanya
tidak ada yang dapat membantunya untuk dapat membebaskan diri dari azab
kubur selain dari pengiriman pahala dari kelurganya.324

Berkaitan dengan mengadakan baca Alquran di kuburan, ini


bermacam-macam bentuk dan tujuan, antara lain:325
a. Menghibur Musibah
Setiap aktifitas yang dilakukan tidak terlepas dari tujuan, termasuk
salah satu tujuan yang dianggap utama di kalangan masyarakat adalah untuk
menghibur keluarga yang tertimpa musibah. Membaca Alquran dengan
tujuan seperti ini, maka yang diharapkan adalah merasa hilang kegundahan
dalam hatinya kerena rasa kehilangan orang-orang dekatnya atau yang
disayanginya.326

b. Membaca Alquran
Membaca Alquran di sisi kuburan menjadi tujan untuk
mendapat syafāʻat atau tambahan amal yang semasa hidupnya kurang
ibadahnya. Demikian juga sebagai kebebasan mayit ketika diperiksa
amalnya dalam kubur dan kelepasan juga dipadang mahsyar.327

323
Data hasil wawancara dengan Mursyidin...
324
Ibid. Wawancara dengan Muhammad Rizal Dinas Syariat Islam...
325
Data hasil wawancara dengan Jailani...
326
Data hasil wawancara dengan Zakaria...

176
Tinjauan adanya syafāʻat pada membaca Alquran adalah
berdasarkan pada pendapat yang mengatakan bahwa selain
Rasulullah, orang mukmin juga dapat memberikan syafāʻat kepada
saudaranya yang telah meninggal dunia.328
Berkaitan dengan baca Alquran dan hubungannya dengan
syafāʻat, maka berbeda pemahaman di antara mereka yang penulis
teliti, kebanyakan mereka menyebutnya mendapat rahmat dengan
membaca Alquran, baik mayat atau puj orang yang masih hidup. 329
Sebagian kecil dari responden menganggapnya sebagai bagian dari
bentuk syafāʻat dari orang yang hidup kepada orang telah meninggal,
alasannya bahwa syafāʻat itu bisa juga diberikan oleh murid kepada
gurunya.330
Pernah diceritakan bahwa seorang sahabat membuat kemah di
atas kuburan, dan sahabat lain menyampaikan peristiwa itu kepada
Rasul, lalu Rasulullah menyatakan bahwa mayat yang di dalam kubur
telah diampuni dosanya. Bila meng-qiyas-kan kepada peristiwa itu,
maka lebih dapat diampuni dosanya lagi dengan membaca kalam
Allah dan memohon kepada Allah untuk terbebas dari dosa. Sisi
inilah dapat dikategorikan amal itu kepada bantuan orang hidup
kepada mayat atau nama lain sebagai syafāʻat.331
c. Mengirim Pahala
Mengirim pahala yang dimaksud adalah menyampaikan hajat-
hajatnya dalam setiap bacaan Alquran dan doa-doa semasa membaca
Alquran. Harapan dari bacaan Alquran tersebut untuk menambahkan
amalnya yang merasa kurang ketika hidupnya dan juga menjadi penolongnya
di hari kiamat. Pendapat ini hampir semua responden dari kelompok
pimpinan pesantren setuju bahwa dengan membaca Alquran dapat sampai
pahala kepada orang yang telah meninggal.332

d. Saling membantu dalam ekonomi


Tidak dapat dipungkiri, salah satu kebutuhan yang diharapkan dengan

327
Data hasil wawancara dengan Jailani... dan wawancara dengan Muhammad Rizal
Kabid Dinas Syariat Islam Kota Langsa.
328
Ibid. Lihat juga: Iḥsan Muḥammad Dahlan, Siraj aṭ-Ṭālibīn Syarḥ Minhaj
al-‘Abidin Ila Jannah Rab al-‘Alamīn “al-Gazalī”, (Indonesia: Dār Ihyā’, tt), juz 1, h. 473.
329
Data hasil wawancara dengan Murdani...
330
Data hasil wawancara dengan Ustaz Jailani...,
331
Ibid.
332
Data hasil wawancara dengan Zulkifli Hamid... dan Wancara dengan Jailni...

177
adanya membaca Alquran dikuburan adalah untuk kebutuhan ekonomi.
Orang yang biasa membaca Alquran di kuburan akan mau membacanya bila
sesuai dengan tarif yang sudah berlaku di daerahnya, seperti satu hari satu
malam dibayar 1,500,000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah), lalu dikalikan
dengan jumlah malam yang dimintakan untuk membaca Alquran, maka
biayanya bisa mencapai 10,500,000,- (sepuluh juta lima ratus ribu rupiah).
Terkadang ada juga keluarga yang mengupahkan untuk membaca Alquran
satu atau dua malam saja sesuai dengan kempuan ekonominya.333

e. Talqin Mayat
Mengingatkan atau mengajarkan orang yang sedang sakratul maut
agar tidak lupa untuk mengingatkan hatinya kepada Allah atau
mengajarkannya membaca lā ilāha illā Allāh dan jauh dari godaan setan
dalam keadaan sakitnya. Begitu juga dengan orang yang telah meninggal
dapat menjadi syafāʻat yang dapat membebaskannya dari azab yang akan
datang kepadanya.334
Sedangkan praktik yang biasa terjadi adalah dimana apabila sesorang
sudah positif meninggal, maka keluarganya menghubungi imam kampung
atau santri pondok pesantren salafi untuk memintanya dapat bersiap-siap
membaca Alquran sesuai dengan hari yang diharapkan. Setelah mayat dibawa
ke kuburan, selesai acara pelepasan mayat dan dikuburkannya, maka orang-
orang yang disiapkan untuk baca Alquran mulainya dengan menyebutkan
hajat-hajat serta tujuan-tujuan dari baca Alquran. Metode membaca Alquran
dengan cara bergantian dan sambung-menyambung ayat yang dibacanya
sampai khatam Alquran dan diulang lagi dari pertama sampai khatam,
terkadang dapat mengkhatamkan Alquran satu kali setiap satu hari dan
malamnya dengan metode bergantian mambacanya. Biasa juga mereka yang
membacanya menggunakan sistem piket dengan jadwal tertentu sehingga
tidak putus-putus bacannya sampai hari yang telah ditentukan.
Membaca Alquran tersebut juga memenuhi syarat-syarat baca
Alquran seperti biasa, yaitu dilakukan dalam keadaan suci, orang yang
membacanya Islam, balig, sehat jasmani dan rohani dan yang paling penting
lagi adalah memilik ilmu yang mendalam atau mengetahui hukum, dan bukan
orang awam.335
Lebih jauh lagi tentang membaca Alquran di kuburan, sebagai bentuk
praktik syafāʻat adalah mereka berpendapat, “tidak ada larang membaca
Alquran yang berkaitan dengan tempat baik dari ayat Alquran, maupun

333
Ibid.
334
Ibid.
335
Ibid.

178
hadis”.336 Sedangkan larangan dalam hadis ‫صالَتِ ُك ْم فِى بُيُوتِ ُك ْم َوالَ تَتَّ ِخ ُذوهَا‬
َ ‫اجْ َعلُوا ِم ْن‬
‫ قُبُورًا‬adalah maksudnya jangan menajadikan dalam rumah dan seisinya
337

seperti dalam kubur yang isinya orang mayat tidak dapat bersuara lagi.
Sementara orang hidup datang kekubur untuk berdoa, membaca Alquran dan
lainnya ini boleh menurut pendapat mayoritas ulama yang diamalkan di
Langsa.338
Kesimpulannya, membaca Alquran di rumah-rumah, di kuburan atau
tempat-tempat lain bisa bernilai Syafāʻat dari orang mukmin, rahmat Allah,
tambahan pahala untuk mayat dan hukumnya boleh dan sangat baik.

2. Samadiyah339 di Tempat Orang Meninggal


Ritual samadiyah (tahlil) adalah bentuk ibadah yang sudah
membudaya bagi masyarakat di Kota Langsa secara umum pada setiap ada
orang yang meninggal. Praktik ini dilakukan pada malam hari mulai malam
pertama mayat berada dalam kubur selesai dikebumikan.340
Bagian ini termasuk kategori orang hidup dapat memberi syafāʻat
kepada orang yang telahmeninggal. Dalil dari hadis riwayat Muslim berikut
ini:
‫عن عبد اهلل بن عباس أنه مات ابن له بقديد أو بعسفان فقال يا كريب‬
‫انظر ما اجتمع له من الناس قال فخرجت فإذا ناس قد اجتمعوا له فأخربته فقال‬
‫ يق ول م ا من‬S ‫تق ول هم أربع ون ق ال نعم ق ال أخرج وه ف إين مسعت رس ول اهلل‬
‫رج ل مس لم ميوت فيق وم على جنازت ه أربع ون رجال ال يش ركون باهلل ش يئا إال‬
.‫شفعهم اهلل فيه‬
[Dari Ibnu Abbas bahwa anaknya telah meninggal di kawasan Qudaid
atau Usfan, maka ia pun berkata: Wahai Kuraib, lihatlah berapa orang yang
berkumpul untuk menshalatkannya. Kuraib berkata: Maka aku pun keluar,
ternyata orang-orang telah berkumpul untuk (mensalatkan) -nya. Lalu aku
memberitahukannya kepada Ibnu Abbas, dan ia bertanya, Apakah jumlah
mereka mencapai empat puluh orang? Kuraib menjawab, Ya. Kemudian Ibnu
Abbas berkata: Keluarkanlah mayit itu, karena aku telah mendengar
336
Ibid.
337
Muslim..., Sahih..., juz 2 dari 8, h. 187
338
Data hasil wawancara dengan Murdani...
339
Samadiyah adalah sebutan untuk acara tahlilan di tempat ahli mayat setelah ada
yang meninggal atau acara tertentu yang bertujuan untuk mendapat berkah atau rahmat dari
kegiatan yang dibuatnya.
340
Wawancara dengan Muhammad Rizal Dinas Syariat Islam Kota Langsa tanggal 4
Januari 2019.

179
Rasulullah saw. bersabda: Tidaklah seorang muslim meninggal dunia, dan
dishalatkan oleh lebih dari empat puluh orang, yang mana mereka tidak
menyekutukan Allah, niscaya Allah akan mengabulkan syafāʻat (doa) mereka
untuknya].

Adapun makna samadiyah (tahlilan) sebagai berikut:


a. Samadiyah yang dipahami dikalangan masyarakat Kota Langsa adalah
berasal dari kata “samad” atau dari kata Allah aṣ-Ṣamad dari surah al-
Ikhlas (Allah maha tempat meminta pertolongan), karena diantara bacaan-
bacaan yang ada dalam praktik itu adalah membaca surah al-Ikhlas yang
biasa dibacanya sebanyak 100 kali setiap malam selama 7 malam atau 3
malam341 berturut-turut oleh jamaah yang berkunjung kerumah keluarga
musibah.342
b. Tahliliyah, yaitu berasal dari kata tahlilan atau membaca la ilaha illa
allah, kalimah tauhid ini dalam praktik kunjungan ke rumah musibah
dibacanya sampai 100 kali masing pengunjung secara serentak.343 Baik
samadiyah maupun tahliliyah, ini dilakukan secara bersamaan dalam
sebuah praktik pada orang meninggal termasuk juga jumlahnya dan waktu
pelaksanaannya.344
Pada poin dua terakhir ini merupakan rutinitas yang dilakukan di
kalangan masyarakat kota Langsa, tak perduli siap, kapan dan bagaimana
serta dalilnya, karena hal ini bagian dari amal baik saling membantu
mendoakan saudaranya yang telah meninggal.
Lazim yang mereka lakukan adalah mereka membawa sumbangan
sebagai sedekah pada waktu berangkat menuju tempat musibah, seperti
bersedekah guru, teh atau bahkan beras untuk keluarga musibah. Hal ini
mereka lakukan sesuai dengan hadis Nabi saw. berikut ini:
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه‬ ِ ِ
َ ُّ ‫ لَ َّما َج اءَ َن ْع ُي َج ْع َف ٍر قَ َال النَّيِب‬: ‫َع ْن َعْب د اهلل بْ ِن َج ْع َف ٍر قَ َال‬
.‫اصَنعُوا ِأل َْه ِل َج ْع َف ٍر طَ َع ًاما فَِإنَّهُ قَ ْد َجاءَ ُه ْم َما يَ ْشغَلُ ُه ْم‬
ْ ‫َو َسلَّ َم‬
[Dari Abdullah bin Ja’far berkata: Ketika tiba kabar kematian Ja'far,
Nabi saw. bersabda: Persiapkanlah makanan buat keluarga Ja'far karena telah
datang urusan yang menyibukkan mereka].

Abu ‘Isa berkata: Ini merupakan hadis hasan sahih dan sebagian lebih

Jumlah malam, ini sangat tergantung pada kluarga musibah dan budaya daerah
341

atau desa, ada yang meminta samadiyah sebanyak 3 hari dan malamnya serta diundang kusus
pada malam ke 7 atau 10 atau 30 atau 44 dan atau 100 hari meninggal kluarganya.
342
Data hasil wawancara dengan Zulkifli Hamid...
343
Ibid.
344
Ibid.

180
menyukai untuk mengirimkan makanan kepada keluarga mayit, karena
mereka disibukkan dengan musibah yang menimpa mereka. Ini juga
merupakan pendapat asy-Syafi‘ī.345
Imam Syafi’ī berpendapat “aku sangat senang bagi tetangga orang
musibah atau kerabat mayit memasakkan makanan untuk keluarga mayit
pada hari kematian dan malam harinya yang dapat mengenyangkan. Karena
hal itu termasuk sunah dan menjadi kenangan yang baik serta  termasuk
perbuatan orang dermawan sebelum dan sesudah kami.”346
Dalil lain tentang praktik syafāʻat adalah dalam bacaan-bacaan
samadiyah dan tahlilan tersebut ada membaca kalimah tauhid, sehingga
menjadi alasan bahwa samadiyah dan tahlilan juga termasuk dalam praktik
memberikan syafāʻat dari orang hidup kepada mayat, berikut ini hadisnya:
‫أسعد الناس بشفاعىت يوم القيامة من قال ال إله إال اهلل خالصا من قلبه أو‬
)‫نفسه (رواه البخاري‬
[Manusia yang paling beruntung dengan syafāʻatku pada hari kiamat
adalah yang mengucapkan laa-ilaaha-illa-llaah, dengan tulus dari lubuk
hatinya]. (HR. al-Bukhārī)

Hadis ini selaian menjadi dalil kebolehan samadiyah dan tahlilan


sebagai syafāʻat, boleh juga sebagai bagai dalil adanya syafāʻat bagi orang
yang beriman dan mati dalam keadaan bertauhid kepada Allah swt. maka hari
kiamat akan memperoleh syafāʻat bagi orang-orang yang bertauhid dan
pernah membaca la ilah illa Allah dengan ikhlas tanpa paksaan dari siapa
pun, maka ia akan mendapat syafāʻat Rasulullah di hari kiamat.347

3. Hadiah Amal dan Pahala untuk Orang Meninggal348


Menghadiahkan pahala dari setiap amal ibadah hal yang sudah
menjadi tradisi di daerah Aceh khususnya di Langsa. Masyarakat Kota
Langsa selalu melakukan hal-hal yang dipendang positif praktik
mengirimkan pahala dan menghadiahkannya kepada orang yang telah
meninggal, baik orang tuanya maupun saudaranya.

345
Muhammad bin Isa at-Tirmizi, Sunan at-Tirmizi, (Beirut: Dar Ihya at-Turas
al-‘Arabi, tt), juz 3 dari 5, h. 323
346
Ahmad bin Muhammad bin Ali al-Ansarī, Kaifiyah an-Nabīh fi syarh at-Tanbih,
(Beirut: Dar al-Alamiyah, 2009), h. 182
347
Data hasil wawancara dengan Sulaiman Ismail pada tanggal 02 Desember 2018
348
Hasil wawancara dengan tokoh dan ormas islam di kota Langsa, semua mereka
setuju diadakan acara untuk dapat menyumbangkan amal ibadah nya kepada orang yang
telah meninggal.

181
Menghadiahkan pahala bisa dilakukan melalui bacaan Alquran,
samadiyah, tahliliyah, salawat kepada Rasul dan lainnya serta pahalah yang
dihadiahkannya akan sampai kepada yang dituju menurut pendapat Imam
Nawawi dalam kitab syarah sahih Muslim, berikut ini teks ucapannya:
ِ ‫الش افِعِي أَنَّه اَل ي‬
‫ص ُل ثَ َوابُ َه ا إِىَل‬ ِ ِ
َ ُ ّ َّ ‫َوأ ََّما ق َراءَة الْ ُق ْرآن فَالْ َم ْش ُهور م ْن َم ْذ َهب‬
‫ وذهب مجاع ات من‬. ‫ص ل َث َواهبَ ا إِىَل الْ َميِّت‬ ِ ‫ ي‬: ‫ال بعض أَص حابه‬
َ َ ْ ْ َ َ َ‫الْ َميِّت َوق‬
‫العلماء إىل أنه يصل إىل امليت ثواب مجيع العبادات من الصالة والصوم والقراءة‬
349
‫وغري ذلك‬
[Adapun membaca Alquran, menurut pendapat yang masyhur dari
mazhab asy-Syafi’ī adalah sampai pahalanya kepada mayat, dan berpendapat
sebagian sahabat imam asy-Syafi’ī bahwa sampainya pahala kepada mayat.
Dan berpendapat satu jamaah dari ulama lain juga bahwa sampainya kepada
mayat pahala semua ibadah dari salat, puasa, bacaan Alquran dan lainnya].

Menghadiahkan pahala sebagian dari persoalan khilafiyah


dikalangan ulama mazhab, pendapat yang masyhur dalam madzhab
asy-Syafi’ī, bahwa baca Alquran itu tidak sampai pahalanya kepada
mayit. Sementara sebagian ulama Syafi’iyah mengatakan, pahalanya
sampai kepada mayit. 350
Berpegang kepada pendapat imam an-Nawawī, maka boleh-
boleh saja menghadiahkan pahala kepada mayat dengan berbagai
bentuk ibadah yang dapat dilakukan sebagai bentuan bantuan dan
perhatian kepada orang yang telah meninggal.351
Berkaitan dengan membaca Alquran di kuburan, ini
merupakan hal yang dibolehkan dalam agama. Ia menjelaskan bahwa
ada kitab yang berjudul Rad ala al-Albani tentang larangan membaca
Alquran di kuburan seperti hadis berikut:
Janganlah kamu jadikan rumah-rumahmu seperti kuburan.
Hadis ini menurutnya adalah tamsilan tentang orang hidup tidak mau
membaca Alquran dirumahnya dibuat seperti tempat orang mati tidak
dapat membaca Alquran, maka apa bila seseorang yang hidup datang

349
Yahya bin Syarīf an-Nawawi, Syarah an-Nawawi ‘ala Sahih Muslim, (Beirut: Dār
Ihyā` at-Turāṡ al-‘Arabī, 1992 H), juz 1 dari 18, h. 90.
350
Ibid, h. h. 87.
351
Data hasil wawancara dengan Ustaz. Zulkifli Hamid, SH pada tanggal 06
Desember 2018 di Pondok Pesantren Seuneubok Antara Langsa Timur Kota Langsa.

182
untuk membaca Alquran di sisi kuburan boleh-boleh saja menurut
pendapat ibn Hajar al-Asqalanī karena yang membaca Alquran di
kuburan adalah orang hidup juga.352
Beberapa praktik yang berkaitan dengan ritual seperti baca
Alquran, baik dirumah maupun di kuburan pada waktu mayat sudah
di kebumikan ini tidak termasuk dalam kategori syafāʻat atau
memberikan bantuan kepada mayat tetapi ini bagian dari berbuat baik
sesama manusia dengan berdoa untuk dijauhkan dari azab kubur atau
siksaan akhirat.
Demikian juga samadiyah dan tahliliyah (Tahlilan), karena
kedua praktik ini merupakan membaca doa-doa dan ayat-ayat Alquran
yang bertujuan untuk membantu saudaranya yang telah meninggal
dunia. Dan yang terpinting lagi dari praktik ini adalah pelaksaan
berdasarkan pada tarekat-tarekat sejenis tawasul dalam
pelaksanaannya.

4. Sumber Rujukan Praktik Syafāʻat


Dalil-dalil yang dipakai oleh beberapa orang tokoh di Kota
Langsa seperti terlihat di bawah ini. Penulis memaparkan dalil dari
Alquran dan Hadis yang ada kaitannya dengan syafāʻat. Apa bila dalil
yang disampaikan tidak terdapat dalam hadis atau hubunganya
dengan ayat, maka tidak dicantumkan. Demikian juga dengan arti dari
hadis tidak ditulis, karena sudah termuat artinya pada pemaparan
pemahaman hadis sebelumnya.

Penyebutan hadis dari riwayat al-Bukhari dan Muslim tidak


disertai dengan sanad dan matan, karena kedua perawi ini sudah
sepakat ulama tentang kesahihannya. Sedangkan riwayat selainnya,
maka penulis cantumkan sanad dan matannya yang lengkap serta
pendapat yang menjelaskan penilaian hadis tersebut.

a. Dalil I
‫ب َع ْن َحْي َو َة‬ ٍ ‫ى َح َّدثَنَا َعْب ُد اللَّ ِه بْن و ْه‬
َُ ُّ ‫َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن َس لَ َمةَ الْ ُم َر ِاد‬
‫ب بْ ِن َع ْل َق َم ةَ َع ْن َعْب ِد ال رَّمْح َ ِن بْ ِن ُجَبرْيٍ َع ْن‬ِ ‫وب و َغرْيِ مِه َ ا َع ْن َك ْع‬ ِِ
َ َ ُّ‫َو َس عيد بْ ِن أَىِب أَي‬
‫إذا‬: ‫ول‬ ُ ‫ َي ُق‬-‫ص لى اهلل علي ه وس لم‬- َّ ‫اص أَنَّهُ مَسِ َع النَّىِب‬ ِ ‫َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َع ْم ِرو بْ ِن الْ َع‬

352
Data hasil wawancara dengan Murdani, pada tanggal 08 Desember 2018.

183
‫ فإنه من صلى علي صالة صلى‬،‫ وصلوا علي‬،‫مسعتم املؤذن فقولوا مثل ما يقول‬
‫ ال تنبغي إال لعب د من‬،‫ فإهنا منزل ة يف اجلن ة‬،‫ مث س لوا يل الوس يلة‬،‫اهلل علي ه عش را‬
‫ حلت ل ه‬،‫ فمن س أل اهلل يل الوس يلة‬،‫ وأرج و أن أك ون أن ا ه و‬،‫عب اد اهلل‬
.‫الشفاعة‬
353

Dalil pertama ini dari hadis dipakai oleh masyarakat Kota Langsa
sebagai dalil memperoleh syafāʻat pada mendengar Azan, membaca doa
setelah azan dan bersalawat kepada Rasulullah. Hadis ini juga sebagai dalil
tawasul, yaitu berwasilah kepada Rasulullah untuk mendapatkan syafāʻatnya
di hari kiamat.

Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ibn Hibbān,354 Muslim, Ibn Majah
dan Abu Daud. Imam an-Nawāwī dalam mensyarahkan hadis ini ia
menyebutkan bahwa pendengar azan dianjurkan membaca apa yang dibaca
oleh muazzin dalam azannya.355

a. Dalil II
‫حدثنا عبد العزيز بن عبد اهلل قال حدثين سليمان عن عمرو بن أيب عمرو‬
‫ قي ل ي ا رس ول اهلل من‬: ‫ س عيد بن أيب س عيد املق ربي عن أيب هري رة أن ه ق ال‬:‫عن‬
‫أسعد الناس بشفاعتك يوم القيامة ؟ قال رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم ( لقد‬
‫ أن ال تس ألين عن ه ذا احلديث أح د أول من ك ملا رأيت‬- ‫ ي ا أب ا هري رة‬- ‫ظننت‬
‫من حرصك على احلديث أسعد الناس بشفاعىت يوم القيامة من قال ال إله إال اهلل‬
. ‫خالصا من قلبه أو نفسه‬
356

Dalail kedua ini hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhārī dan


bernilai sahih.357 Maksud dari hadis ini sebagaimana dijelaskan oleh
imam Ibn Hajar bahwa hadis ini sebagai penambah keyakinan,
keimanan, untuk meningkatkan amal salih dan syafāʻat yang
dimaksudkan dalam hadis ini adalah syafāʻat yang akan diperoleh
353
Muhammad bin Hibbān, Sahih Ibn Hibbān bi Tartīb Ibn Balbān, (Beirut: Dar al-
Muasasah ar-Risalah, 1993), juz 4 dari 18, h. 590.
354
Ibid.
355
An-Nawawī..., Syarah Sahīh Muslim...,Juz 4 dari 18, h. 85.
356
Al-Bukharī..., Sahih..., Juz 1 dari 6, h. 49.
357
Ibid.

184
umat Muslim di hari akhirat.358

c. Dalil III
. ‫إقرأو القرآن فإنه يأتى يوم القيامة شفيعا ألصابه‬
359

Dalil yang ketiga ini penulis tidak menjelaskan lagi kualitas


dan kuantitasnya, baik dari segi sanad maupun matan, karena hadis ini
diriwayatkan oleh imam Muslim sebagai hadis yang sahih yang
disepakati ulama untuk dapat diamalkan tanpa perlu dilakukan kritik.

Hadis menurut an-Nawawī dalam Riyaḍuṣ Ṣāliḥīn


menjelaskan bahwa apabila Alquran ini dibacakan oleh manusia
dengan ikhlas karena Allah, maka akan dapat pahala disisi Allah
dengan setiap huruf yang dibacanya diberikan 10 kebaikan.
Kemudian Rasulullah mengkaitkan hadis ini membaca Alquran
dengan mengamalkannya menunjukkan bahwa orang yang membaca
Alquran terbagi dua macam, yaitu membacanya saja tanpa
mengamalkan serta tidak beriman dengan isinya dan membaca dan
mengamalkan hukum-hukumnya yang terkandung dalam Alquran,
yang terakhir ini lah orang yang beruntung di hari akhirat akan datang
sebagai pemberi syafāʻat atau hujah baginya.360

d. Dalil IV
‫ح دثنا عب د اهلل ح دثين أيب ثن ا موس ى بن داود ثن ا بن هليع ة عن ح يي بن‬
‫عبد اهلل عن أيب عبد الرمحن احلبلى عن عبد اهلل بن عمرو ان رسول اهلل صلى اهلل‬
361
.‫ الصيام والقرآن يشفعان للعبد يوم القيامة‬:‫عليه و سلم قال‬
Hadis ini penulis sebutkan dengan lengkap serta sanadnya,
karena riwayat ini ada yang berpendapat bahwa sanadnya lemah.
Namun hadis ini nampaknya hanya menjelaskan tentang motovasi
beramal salih dan meningkat ibadah kepada Allah, sehingga dapat
diamalkan walaupun lemah sanadnya. Imam al-Albānī menyebutkan
hadis sangat lemah,362 akan tetapi imam Ahmad dan aṭ-Ṭabranī

358
Ahmad bin ‘Ali bin Ḥajar al-‘Asqalanī, Fath al-Bārī, (Beirut: Dar al-Ma’rifah,
1379), Juz 11 dari 13, h. 456.
359
Muslim..., Sahih..., juz 2 dari 8, h. 197
360
Lihat: Muhammad bin Ṣālih al-‘Uṡaimin, Syarah Riyaḍ aṣ-Ṣāliḥīn, (tp: ttp, 1421
H), h. 1142
361
Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal, (Keiro: Muassasah Qirṭubah,
tt), 2 dari 6, h. 174

185
menyebutkan bahwa sanad hadisnya termasuk perawi-perawi hadis
sahih.363

Makna hadis ini sebagaimana dijelaskan oleh Ahmad bin


Abdurrahman (w. 1378 H) bahwa puasa dan membaca Alquran akan
meminta syafāʻat kepada yang berpuasa dan membaca Alquran,
seraya berdoa kepada Allah dengan ucapannya ya Allah engkau telah
melarangku makan diwaktu siang, maka beri syafāʻatlah, demikian
juga Alquran berdoa untuk mendapatkan pertolongan bagi yang
membacanya di hari kiamat.364

e. Dalil V
‫من ق ال حني يس مع الن داء اللهم رب ه ذه ال دعوة التام ة والص الة القائ ة‬
‫آت حممد الوسيلة والفضيلة وابعثه مقاما حممد الذى وعدته حلت له شفاعىت يوم‬
365
.‫القيامة‬
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukharī dan tidak penulis
sebutkan lagi kualitasnya. Adapun lafal-lafal dalam hadis menurut
uraian adalah kata ‫ ال دعوة التامة‬maksudnya lafal azan yang
dikumandangkan, ‫ الوس يلة‬maksudnya adalah sesuatu yang dapat
mendekatkan diri kepada Allah, ‫ الفض يلة‬maksudnya adalah bertambah
derajat atas makhluk yang lain dan ‫ حلت ش فاعتي‬berhak mendapatkan
bantuan dengan masuk surga. 366

f. Dalil VI
‫ال يص رب اح د على ألوائه ا فيم وت أال كنت ل ه ش فيعا اوش هيدا ي وم‬
. ‫القيامة اذا كان مسلما‬
367

Hadis ini diriwayatkan oleh imam Muslim, an-Nasāī, Ahmad


362
Muhammad Nasiruddin al-Albanī, as-Silsilah ad-Ḍā’ifah, (Riyaḍ: Maktabah al-
Ma’arif, tt), juz 6 dari 11, h. 52.
363
Muhammad Nasiruddin al-Albanī, Sahih at-Targib wa at-Tarhib, (Riyadh:
Maktabah al-Ma’arif, cet. 5, tt), juz 1 dari 3, h. 328.
364
Ahmad bin Abdurrahman as-Sa’atī, al-Fath ar-Rabbanī li Tartib Musnad al-
Imam Ahmad bin Hambal..., (Beirut: Dar al-Ihya at-Turas al-‘Arabi, tt), juz 9 dari 24, h. 216.
365
Al-Bukharī..., Sahih..., juz 1 dari 6, h. 222.
366
Ibid, Lihat: Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bārī, (Beirut: Dar al-
Ma’rifah, 1379), Juz 2 dari 13, h. 95.
367
Muslim bin..., Sahih...,juz 4 dari 8, h. 113

186
bin Hambal dan lainnya, hadis ini berkualitas sahih karena termasuk
perawi hadis sahih dalamnya.

Hadis ini menjelaskan tentang keutamaan kota Madinah


daripada kota lain seperti Yaman, Syam, Iraq dan lainnya. Sehingga
tidak ada khilaf antara ulama tentang keutamaan itu. Keutamaan itu
bisa dipahami dari adanya mesjid Nabawi di Madinah dan juga kubur
Rasulullah di sana. Namun terjadi ikhtilaf di antara ulama bila
dibandingkan dengan kota Mekkah. Alasan inilah Rasul mengajurkan
bersabar tinggal di Madinah dalam berbagai kondisi, di akhirat akan
dijaman mendapat syafāʻat oleh Rasulullah.368

g. Dalil VII
‫ح دثنا حمم د بن بش ار (بن دار) ح دثنا حمم د بن خال د بن عثم ة ح دثين‬
‫موسى بن يعقوب الزمعي حدثين عبد اهلل بن كيسان أن عبد اهلل بن شداد أخربه‬
‫ اول الناس يب‬:‫ أن رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم قال‬: ‫عن عبد اهلل بن مسعود‬
369
.‫يوم القيامة اكثرهم على صالة‬
Hadis ini berkualitas sahih menurut Ibn Hibbān dan menilai
hasan oleh at-Tirmizī sendiri. Hadis ini menurut Ibn Hajar termasuk
anjuran untuk memperbanyak salawat pada hari jumat.370 Menurut
hasil wawancara penulis dengan banyak bersalawat akan adan
syafāʻat dihari kiamat.

h. Dalil VIII
‫م ا من ميت تصلى عليه أمة من املس لمني يبلغون مائة كلهم يشفعون له‬
371
.‫إال شفعوا فيه‬
Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa hadis ini dimarfu’kan
kepada Aisyah ra. dengan marfu’ sanad maka akan bertambah kuat
hadis ini. Sedangka dari segi maksud, hadis ini menjelaskan tentang
apabila memuji janazah maka Allah akan menempatkannya dalam

368
Yusuf bin ‘Abdullah al-Qurṭubī, at-tamhīd lima fi al-Muwaṭṭa’ min al-Ma’ani wa
al-asānīd, (tt: tto, tt), juz 22, h. 224
369
Muhammad bin ‘Isa at-Tirmizi, Sunan at-Tirmizī, (Beirut: Dar al-Ihya at-Turas
al-Arabi, tt), juz 2 dari 5, h. 254.
370
Ibn Hajr al-Asqalani..., Fathul...,Juz 11 dari 13, h. 167.
371
Muslim, Sahih, juz 3, h. 52.

187
surga. Demikian juga sebaliknya, maka apabila yang memujinya
mencapai seratus orang dan caranya yang terbaik adalah dengan
mensalatkannya dan lebih afdal dengan syafāʻat masuk surga.372

i. Dalil IX
‫ص لى‬- ‫ول اللَّ ِه‬ ِ ‫ال ُكْنت أَبِيت م ع رس‬
ُ َ َ َ ُ ُ َ َ‫َس لَم ُّى ق‬
ِ ‫ب األ‬
ْ ٍ ‫َح َّدثَىِن َربِ َيع ةُ بْ ُن َك ْع‬
‫ك‬ َ ُ‫َسأَل‬
َ َ‫ك ُمَرا َف َقت‬ ْ‫تأ‬ُ ‫ َف ُق ْل‬. "‫"س ْل‬ َ ‫اجتِ ِه َف َق‬
َ ‫ال ىِل‬
ِِ ‫ فَأََتيتُه بِو‬-‫اهلل عليه وسلم‬
َ ‫ضوئه َو َح‬ ُ َ ُْ
‫ ف أعين على نفس ك بك ثرة‬: ‫ال‬ َ َ‫ ق‬.‫ت ُه َو َذ َاك‬ ِ َ َ‫ ق‬.‫ىِف اجْلَن َِّة‬
ُ ‫ ُق ْل‬. ‫ك‬
َ ‫ أ ََو َغْي َر َذل‬:‫ال‬
373
.‫السجود‬
Hadis riwayat imam Muslim di atas menjelaskan tentang
masuk surga bersama Rasul, yaitu dengan selalu suci dan banyak
melakukan salat sunnah. Menurut Muhammad bin Ismail as-Ṣan’anī
(w. 1182 H) bahwa hadis ini sebagai dalil kuat iman, karena
menurutnya hanya orang yang imannya kuatlah yang mau
melaksanakan sujud lebih banyak dan sebagai dalil juga bahwa
permintaan Rasul untuk mendapatkan syafāʻat masuk surga bersama
Rasul melalui amalan memperbanyak sujud atau beribadah.374

j. Dalil X
‫ آيت ب اب اجلن ة ي وم القيام ة‬S ‫ ق ال رس ول اهلل‬:‫عن أنس بن مال ك ق ال‬
‫فأس تفتح فيق ول اخلازن من أنت ف أقول حمم د فيق ول ب ك أم رت ال أفتح ألح د‬
‫قبلك‬ 375

Menurut al-Albanī hadis ini menjelaskan tentang keutamaan


Rasul sebagai Nabi terbanyak umatnya dan termasuk Rasul pembuka
pintu surga. Sifat dakwah dan syariat yang dibawa oleh setiap rasul
bisa dikatakan sama, namun satu dengannya terdapat kelebihan,
termasuk salah satu kelebihan yang dimiliki Rasul sebagai bentuk
keistimewaan adalah dijadikan Allah orang yang pertama masuk
372
Yahya bin Syarif an-Nawawi, Al-Minhaj Syarah Sahih Muslim bin Hajjaj,
(Beirut: Dar at-Turas al-Arabī, 1392), juz 7 dari 18, h. 18.
373
Muslim..., Sahih, juz 2 dari 8, h. 52.
374
Muhammad bin Ismail as-San’ani, Subl as-Salam, (Yaman: Maktabah Mustafa al-
Bābī al-Halabī, 1960), Juz 2, h. 3.
375
Muslim..., Sahih...,juz 1 dari 8, h. 130, nomor hadis 507.

188
surga.376

Hadis ini dapat dijadikan dalil adanya syafāʻat di akhirat.


Syafāʻat yang tertera dalam hadis ini adalah segera masuk surga dan
sebagai umat yang pertama menduduki surga diantara orang-orang
yang tidak ada hisab.377

k. Dalil XI
‫ فقال ادع اهلل أن‬S ‫عن عثمان بن حنيف أن رجال ضرير البصر أتى النيب‬
‫يع افيين ق ال إن ش ئت دع وت وإن ش ئت ص ربت فه و خ ري ل ك ق ال فادع ه ق ال‬
‫ف أمره أن يتوض أ فيحس ن وض وءه وي دعو هبذا ال دعاء اللهم إين أس ألك وأتوج ه‬
‫إليك بنبيك حممد نيب الرمحة إين توجهت بك إىل ريب يف حاجيت هذه لتقضى يل‬
‫اللهم فشفعه‬ 378

Imam at-Tirmizi, Ahmad dan al-Baihaqī menyebutkan bahwa


hadis ini sahih sanadnya, begitu juga imam al-Albani menyebutkan
hadis ini Sahih. ada yang menyebutkan hadis ini termasuk hadis yang
dijadikan hujah oleh sekte syiah. Maksud dari hadis ini bisa menjadi
dalil kebolehan tawasul dengan keutamaan Nabi dan orang-orang
salih untuk mendapatkan syafāʻat.379

Hadis ini membahas tentang doa orang yang buta matanya dan
datang menghadap Nabi dan berdoa dengan bertawasul kepada Nabi
untuk disembuhkan matanya yang buta. Lalu dia memperoleh syafāʻat
dengan kesembuhan matanya.380

l. Dalil XIII

376
Su’ahib Abdul Jabbar, al-Jami’ as-Sahih li as-Sunnah wa al-Masanīd, (tp:ttp, tt),
Juz 1, h. 433. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh imam Muslim yang
menjelaskan bahwa Nabi Muhammad sebagai Nabi yang memiliki umat terbanyak ‫أنا أكثر‬
‫ وأنا أول من يقرع باب الجنة‬،‫األنبياء تَبَعا ً يو َم القيامة‬
377
Muqbil bin Hadī, asy-Syafa’ah, (Yaman, Dar al-Asar, 1999), h. 64.
378
At-Tirmizi..., Sunan...,juz 5 dari 5, h. 569. Abu Isa berkata: Hadis ini derajatnya
hadis hasan sahih garib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalur ini, yaitu dari hadis Abu
Ja’far Al-Khathmi, sedangkan Utsman bin Hunaif adalah saudara laki-lakinya Sahl bin
Hunaif.
379
Nukhbah min al-‘Ulama’, Usul al-Iman fi Ḍui al-Kitab wa as-Sunnah, 1421), h.
68.
380
As-Sa’atī..., Fath ar-Rabbānī, Juz, 14 dari 24, h. 298.

189
‫ أنا أول شفيع يف اجلنة مل يصدق نيب من‬S ‫ قال النيب‬:‫قال أنس بن مالك‬
‫األنبياء ما صدقت وإن من األنبياء نبيا ما يصدقه من أمته إال رجل واحد (متفق‬
)‫عليه‬
Hadis ini menjelaskan derajat yang tinggi bagi umat
Muhammad dengan adanya syafāʻat dari Rasulullah yang
dimintakanoleh umatnya yang kurang amalnya, termasuk juga dalam
penjelasan hadis ini adalah syafāʻat untuk paman Nabi Abu Thalib
dengan adanya keringan azab, syafāʻat menetap di Madinah dan sabar
dengan cobaannya dan juga syafāʻat yang lain seperti umat Nabi yang
melakukan dosa akan diberikan amnesti dengan masuk surga sebelum
umat yang lain mempatinya. Inilah maksud hadis, yaitu Rasul sebagai
pemberi syafāʻat yang paling pertama dan bahkan tidak seorang laki-
laki lain pun yang dapat memberikannya kecuali melalui Nabi saw.381

m. Dalil XIII
‫أخربنا علي بن حجر قال حدثنا إمسعيل قال حدثنا العالء عن أبيه عن أيب‬
‫ ق ال إذا م ات اإلنس ان انقط ع عمل ه إال من ثالث ة من‬S ‫ أن رس ول اهلل‬:‫هري رة‬
‫صدقة جارية وعلم ينتفع به وولد صاحل يدعو له‬
382

Hadis ini menurut al-Albani berkualitas sahih,383 menurut as-


Suyutī ketika mensyarahkan hadis ini, ia menjelaskan bahwa hadis
yang diriwayatkan oleh an-Nasāī ini sebagai dalil bahwa orang yang
telah meninggal tidak dapat berbuat apa lagi sebagai amalnya, karena
amalnya terhenti dengan kematiannya. Namun tiga cara dalam hadis
ini membuat seseorang tidak berhenti amalnya, yaitu dengan adanya
sedekah semasa hidup atau disedekahkan oleh orang yang hidup
dengan niat pahalanya untuknya, ilmu yang bermanfaat yang
diamalkan oleh murid-muridnya setelah dia meninggal, yaitu ilmu
agama yang benar, dan anak yang salih yang selalu berdoa
untuknya.384
381
Ibn Hajr al-Asqalanī..., Fath...,Juz 11 dari 13, h. 428.
382
Ahmad bin Syu’aib an-Nasāī, Sunan ash-Shugra an-Nasai, (Halb: Maktabah al-
Mathbu’ah al-Islamiyyah, 1986), Juz 6 dari 8, h. 251. Hadis ini berkualitas Sahih dan
diriwayatkan oleh mayoritas ulama hadis. Lihat: Al-Albanī..., Sahih at-Targib...,juz 1 dari 3,
h. 18.
383
An-Nasai..., Sunan...Juz 6 dari 8, h. 251.
384
‘Abdurrahman bin Bakr dan Jalāl ad-Dīn as-Suyūṭī, Hasyah as-Suyuti wa as-
Sabdī ‘ala Sunan an-Nasai,(tp: ttp, tt), h. 249.

190
Pendapat tokoh masyarakat mengakaitkan hadis ini dengan
bentuk syafāʻat yang diharapkan dari amal-amal tersebut dalam hadis,
termasuk penekanannya pada doa anak yang salih yang bisa menjadi
syafāʻat atau tambahan amal bagi orang tuanya dihari akhirat.385

n. Dalil XIV
‫ح دثنا هش ام بن عم ار ح دثنا معاوي ة بن حيىي ح دثنا معاوي ة بن‬
‫ ق ال رس ول‬:‫يزي د عن يزي د بن أيب ح بيب عن أيب اخلري عن أيب رهم ق ال‬
‫اهلل ص لى اهلل علي ه وس لم من أفض ل الش فاعة أن يش فع بني االث نني يف‬
‫النكاح‬386

Artinya: Sebaik-baik pertolongan adalah menjodohkan dua orang (seorang


laki-laki dan perempuan) dalam pernikahan. (Ibn Majah)

Hadis ini menjelaskan tentang pertolongan dengan makna


syafāʻat Rasulullah. Nampaknya maksud hadis ini salah satu hal yang
dapat menyelamatkan manusia dari siksa azab Allah adalah dengan
menikah, karena dengan menikah seseorang sering akan terbebas dari
dosa besar, yaitu Zina dan juga perjodohan itu menjadi sebab terjadi
sunnah Rasul, yaitu Nikah.387

Hadis ini dinilai mu’alq atau mursal, karena perawi


terakhirnya atas nama Abu Rahm itu bukan dari golongan sahabat, 388
tetapi dai kelompok tabiin karena hidup pada generasi kedua setelah
sahabat atau tabaqat ke dua menurut pendapat ibn Hajr. Muhammad
al-Albanī menyebutnya hadis ini berkualitas lemah.389

o. Dalil XV

385
Hasil wawancara dengan Dr. Mursyidin pada tanggal 20 Nopember 2018
386
Muhammad bin Yazid Abu al-Qazwaini Ibn Majāh, Sunan Ibn Majāh, (Beirut:
Dār al-Fikr, tt), juz 1 dari 2, h. 635.
387
Zainuddin Abdurrauf al-Manāwī, at-Taisir bi al-Jami’ as-Ṣagir, (Riyaḍ:
Maktabah Imam asy-Syafi’i, 1988), Juz 2 dari 2, h. 736.
388
Abdurrahman..., asy-Syafa’ah, Juz 1, h. 310.
389
Muhammad Nasiruddin al-Albanī, Sahih wa Dhaif al-Jami’ as-Sagir wa Ziyadah,
(Keiro: Maktabah al-Islamiyah, tt), h. 1207.

191
‫قال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم أعطيت مخسا مل يعطهن أحد‬
‫قبلي نص رت ب الرعب مس رية ش هر وجعلت يل األرض مس جدا وطه ورا‬
‫فأينما أدرك الرجل من أميت الصالة يصلي وأعطيت الشفاعة ومل يعط نيب‬
‫قبلي وبعثت إىل الناس كافة وكان النيب يبعث إىل قومه خاصة‬
390

Hadis dinilai sahih menurut al-Albanī dan kitabnya.391 Hadis


yang diriwayatkan oleh imam an-Nasai ini menjelaskan salah satu
i’tiqad ahlu sunnah wa al-jama’ah, yaitu tentang keumuman syariat
Rasulullah yang mencakup semua manusia, golongan dan semua
agama yang sebelumnya dan bukan pula syariatnya terbatas pada lima
macam yang ada dalam hadis bahkan lebih dari itu.392

Agama yang sebelumnya dibatalkan oleh syariat Islam dan


tidak boleh diamalkan lagi. Orang yang masih mengamalikan syariat
dahulu dan tidak mau mengikuti dan tidak patuh kepada syariat Islam,
maka akan di ancam dengan azab neraka dan termasuk dalam golong
kafir dan maksiat yang berhak menerima azab.393

p. Dalil XVI
ِ ‫ ح َّدثَنَا عب ُد ال َّرز‬:‫ي قَ َال‬
‫ َع ْن‬،‫ َع ْن َم ْع َم ٍر‬،‫َّاق‬ ُّ ِ‫العْنرَب‬
َْ َ َ ‫اس‬ ُ َّ‫العب‬ َ ‫َح َّدثَنَا‬
ِ ِ ُ ‫ال رس‬ ٍ ِ‫ثَ اب‬
َ ‫ َش َف‬:‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم‬
‫اعيِت‬ َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫س‬ ٍ َ‫ َع ْن أَن‬،‫ت‬
‫أِل َْه ِل ال َكبَائِِر ِم ْن أ َُّميِت‬
394

Hadis ini menjelaskan tujuan syafāʻat Rasulullah, yaitu


diberikan kepada pelaku dosa besar dari umatnya. Pada hari kiamat,
Rasul memberi pilihan antara menerima masuk surga atau menerima
syafāʻat. Mereka menerima syafāʻat, karena lebih umum dan lebih
lengkap (syafāʻat sebagai pelengkap dari yang kurang), yaitu bisa

An-Nasāī, Sunan... juz 1 dari 8, h. 209. Hadis ini berstatus sahih menurut
390

penilaian Muhammad Nasiruddin al-Albanī.


391
Muhammad bin Abdullah al-Khatib at-Tabrīzī, Musyakkāh al-Maṣābīh, (Beirut:
Maktab al-Islamiyah, 1985), Juz 3 dari 3, h. 249.
392
‘Athyah bin Muhammad Salim, Syarah Bulug al-Maram, (tp: ttp, tt), h. 3.
393
Ahmad bin Sa’īd, al-Mahallī, (Beirut: Lahqiq Lajnah Ihya at-Turas, tt), Juz 1 dari
11, h. 65.
394
Muhammad bin ‘Isa at-Tirmizī, Sunan at-Tirmizī, (Beirut: Dār al-Ihya` at-Turas
al-Arabī, tt), juz 4 dari 5, h. 625. Hadis ini disahihkan oleh Muhammad Nasir ad-Din al-
Albanī ketika mentakhrijkan kitab Sunan at-Tirmizī.

192
mendapatkan tempat yang tinggi di surga dengan memilih syafāʻat.
Namun kalau memilih surga, bisa jadi surga yang paling rendah
didapatkannya.395

Hadis ini ada hubungannya dengan hadis dimana pada hari


kiamat semua umat meminta perlindungan kepada nabi-nabi lain
termsuk nabi Adam, Ibrahim, Isa dan lainnya, namun mereka semua
menjawab “kami tidak bisa”, lalu datang kepada Nabi Muhammad
memintanya, serta Nabi Muhammad mempunyai hak, namun dengan
syarat bahwa manusia yang meminta syafāʻat ia adalah orang yang
taat kepada Allah dan Nabi Muhammad, kecuali umat sebelumnya, 396
itu dianggap masa fitrah (tidak berdosa-pen)

q. Dalil XVII
‫ أنبأ حممد بن بشار قال ثنا حيىي قال ثنا سفيان قال حدثين أبو‬...
‫ب ردة بن عب د اهلل بن أيب ب ردة عن ج ده أيب ب ردة عن أيب موس ى عن الن يب‬
‫وجل على‬ّ ‫عز‬ ّ ‫ اشفعوا تش ّفعوا و يقضي اهلل‬: ‫صلى اهلل عليه و سلم قال‬
‫لسان نبيّه ما شاء‬
397

Hadis ini diriwayatkan oleh an-Nasāī dengan status sahih


sebagaimana pendapat imam al-Albanī dalam mensyarahkan hadis
ini.398
Adapun penjelasannya sebagaimana pendapat imam as-Suyūṭī
(w. 911 H) adalah menerima syafāʻat ketika itu dan sebagai sebab
terpenuhi hajat (kebutuhannya).399 Ketika umat meminta syafāʻat,
maka pahala akan dia peroleh bersamaan dengan syafāʻat yang dia
mintakan itu di terima dan terpenuhi hajat dan kebutuhannya, baik di
dunia maupun di akhiratnya.

r. Dalil XVIII

395
Al-Imam al-Bāqilānī, al-Insāf, (tt: ttp, tt), Juz 1, h. 16.
396
‘Ali bin ‘Ali bin Muhammad al-Hanafī dan Ahmad Muhammad bin Syakir,
Syarah at-Tahawiyah fi al-Aqidah as-Salafiyah, (Arab Saudi: ttp, 1418 H), h. 70-74.
397
An-Nasāī, Sunan...,juz 5 dari 8, h. 77.
398
Ibid, juz 5 dari 8, h. 77.
399
As-Suyūṭī, Hasyah as-Suyūṭī ..., h. 42.

193
‫ قال رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم لكل نيب‬: ‫عن أيب هريرة قال‬
‫دعوة مستجابة وإين اختبأت دعويت شفاعة ألميت وهي نائلة إن شاء اهلل‬
)‫من مات منهم ال يشرك باهلل شيئا(رواه مسلم والرتمذى وغريمها‬
Maksud hadis ini menunjukkan bahwa adanya permintaan
syafāʻat untuk umat Nabi di akhirat dengan syarat manusia yang
mengharapkan syafāʻat tersebut tidak musyrik kepada Allah dan
meninggal dalam bertauhid.400

Dari hadis sangat jelas harapan bagi umat Islam sebagai umat
terakhir dari nabi terakhir bahwa pertolongan dari Nabi akan
mencakup semua orang sejauh orang yang mati itu tidak musyrik
semasa ia masih hidup. Inti dari hadis ini adalah tentang doa para nabi
pasti diterima, begitu juga dengan nabi yang terakhir doanya pasti
diterima, namun doanya ditunda meminta karena ingin
membahagiakan umatnya di akhirat.401

s. Dalil XIX
‫ص لِّي َعلَْي ِه أ َُّمةٌ ِم ْن‬ ٍ ِ
َ ُ‫قَ َال َم ا م ْن َميِّت ت‬S ِّ ‫ َع ْن النَّيِب‬:َ‫َع ْن َعائ َش ة‬
ِ
402
‫ني َيْبلُغُو َن ِمائَةً ُكلُّ ُه ْم يَ ْش َفعُو َن لَهُ إِال ُشفِّعُوا فِ ِيه‬ ِِ
َ ‫الْ ُم ْسلم‬
Makna hadis adalah bila seseorang meninggal dan saudara-
saudaranya yang masih hidup mendoakan dia untuk kebaikan di alam
kubur dan seterusnya, maka Allah akan memberikan doanya diterima
dan dia pasti telah memberi syafāʻat kepada saudaranya dan Allah
menyampaikan syafāʻatnya kepada mayat saudaranya, yaitu syafāʻat
yang diberikan itu akan diterima oleh si mayat.403
Terkait dengan jumlah, bahkan dalam riwayat yang lain hanya
dengan 40 orang mukmin saja sudah bisa memberikan syafāʻat bagi
mukmin yang lain dan Allah akan memberi syafāʻat sebelum ia
memberinya. 404

400
Ibn Hajr al-Asqalanī, Fath...,juz 11 dari 13, h. 96.
401
Badr ad-Dīn al-‘Ainī al-Hanafī, Umdah al-Qārī Syarh Ṣahīh al-Bukhārī, (tp: ttp,
2006), Juz 3, h. 207.
402
Muslim..., Sahih...,juz 3 dari 8, h. 53.
403
Muhammad bin ‘Izzi ad-Dīn dkk, Syarah Maṣābīh as-Sunnah li Imam al-Bugawī,
(tp: Idarah Siqah al-Islamiyah, 2012), Juz 2 dari 6, 355.
404
Muhammad bin Abdullah al-Khatīb al-‘Amrī at-Tabrīzī, Musyakah al-Maṣābīh,
(tt: ttp, tt), Juz 5 dari 9, h. 789.

194
t. Dalil XX
َ‫من َذا الَّ ِذي يَ ْش َف ُع ِعْن َدهُ إِالَّ بِِإ ْذنِ ِه َي ْعلَ ُم َم ا َبنْي َ أَيْ ِدي ِه ْم َو َم ا َخ ْل َف ُه ْم َوال‬... َ
...‫حُيِ يطُو َن بِ َش ْي ٍء ِّم ْن ِع ْل ِم ِه إِالَّ مِب َا َشاء‬
Ayat ini menjelaskan bahwa syafāʻat Allah tidak akan
diperoleh atau tidak berguna bagi orang yang tidak diizinkan Allah
termasuk orang kafir. Jadi syafāʻat berlaku sesuai dengan izin Allah
kecuali syafāʻat untuk paman Nabi Abu Talib dari berpindah satu
tempat ke tempat lain dalam neraka sebagai syafāʻat untuk
keringannya. Hal ini di bedakan dengan syafāʻat kepada orang kafir
pada umumnya.

Dalam ayat ini terdapat Istifham (kata tanya) yang berfaedah


untuk mengingkari dan menghina orang-orang yang beranggapan ada
seseorang yang akan memberinya syafāʻat selain dari Allah serta
menolak praktik yang tidak baik daripada menjadikan kubur-kubur
sebagai tempat ibadah. 405

u. Dalil XXI
َ‫س هَلُم ِّمن ُدونِ ِه َويِل ٌّ َوال‬ ‫ي‬َ‫ل‬ ‫م‬ ِ‫وأَن ِذر بِ ِه الَّ ِذين خَيَ افُو َن أَن حُي َش رواْ إِىَل رهِّب‬
َ ْ ْ َ ُ ْ َ ْ َ
. ‫يع لَّ َعلَّ ُه ْم َيَّت ُقو َن‬ ِ
ٌ ‫َشف‬
406

Ayat ini untuk menolak peham dan angan-angan sekaligus


mengancam orang kafir atau musyrik dan ahlul kitab yang
beranggapan bahwa patung sesembahannya dapat memberikan
bantuan, demikian juga dengan orang tuanya, pahal semua itu Allah
bantah dengan firmannya, yaitu tidak ada penolong dan pemberi
syafāʻat pada hari kiamat untuk mereka.407

v. Dalil XXII
ِ ‫وأَن لَّيس لِ ِإلنْس‬
.‫ان إِالَّ َما َس َعى‬ َ َ ْ َ
408

Ayat ini menceritakan tentang isi suhuf Nabi Musa, yaitu


semua orang tidak berguna amal orang lain kecuali apa yang
dikerjakannya sendiri, demikian juga dosa orang lain tidak ada

Muhammad bin Ali asy-Syaukānī, Fath al-Qadīr: al-Jāmi’ Baina Fanni ar-
405

Riwayah wa ad-Dirayah fi Ilmi at-Tafsir, (Libanon: Dar al-Ma’rifah, 2007), h. 174.


406
QS. 6/An-Am: 51
407
Asy-Syaukānī..., Fath al-Qadīr...,h. 421.
408
QS. 53/An-Najm: 39

195
pengaruhnya kepada orang lain lagi.409

Keterangan ini juga bisa jadi dalil yang mendukung untuk


tema syafāʻat, yaitu syafāʻat hanya dapat dinikmati oleh yang
menerimanya saja dan tidak dapat diberikan kepada orang lain.

w. Dalil XXIII
َ‫اعةٌ َوال‬ ِ ٍ ‫َو َّات ُق واْ َي ْوم اً الَّ جَتْ ِزي َن ْفس َعن نَّ ْف‬
َ ‫س َش ْيئاً َوالَ يُ ْقبَ ُل مْن َه ا َش َف‬ ٌ
‫نص ُرو َن‬ ِ
َ ُ‫يُ ْؤ َخ ُذ مْن َها َع ْد ٌل َوالَ ُه ْم ي‬
410

Imam asy-Syaukānī ketika menjelaskan ayat ini menjelaskan


definisi syafāʻat, yaitu syafāʻat adalah diambil dari kata syafa’ yang
artinya dua atau genap. Maksudnya adalah menggabungkan diri
dengan yang lain yang memiliki kehebatan agar mendapatkan
syafāʻat atau bantuan. Disinilah hubungan antara syafāʻat dengan
syuf’ah dalam bahasan ilmu fikih, yaitu bergabung kepemilikan kita
dengan milik teman kita.411

Apabila Allah mengizinkan kepada siapa saja untuk


memberikan bantuan dan memenuhi hajatnya, maka dapatlah
dilakukannya. Misal seorang teman dalam hal kepemilikan yang
merasa kurang milikinya, maka untuk memperoleh sesuatu ia dapat
bergabung dengan temannya yang lain sebagai syarikatnya tentang
seseuatu. Inilah makna syafāʻat dengan hubungannya dengan syuf’ah.

Ayat ini juga membahas tentang keadaan manusia di akhirat


hari bangkit, yaitu pada hari itu sebuah juwa tidak dapat mencukupi,
memadai dari jiwa yang lain, tidak dapat memperoleh bantuan
(syafāʻat), tidak dapat memberikan keadilan dan tidak dapat
pertolongan.

x. Dalil XXIV
ِ
‫اعةً َسيِّئَةً يَ ُكن‬ ٌ ‫اعةً َح َسنَةً يَ ُكن لَّهُ نَص‬
َ ‫يب ِّمْن َها َو َمن يَ ْش َف ْع َش َف‬ َ ‫َّمن يَ ْش َف ْع َش َف‬
ً‫لَّهُ كِ ْف ٌل ِّمْن َها َو َكا َن اللّهُ َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء ُّم ِقيتا‬
412

Maksud pemberian syafāʻat sudah tersebut dalam penjelasan


409
Asy-Syaukānī..., Fath al-Qadīr..., h. 1423.
410
QS. 2/Baqarah: 48
411
Asy-Syaukānī..., Fath al-Qadīr..., h. 315.
412
QS. 4/An-Nisa: 85

196
yang lalu. Sedangkan maksud dengan syafāʻat hasanah (yang baik)
adalah memberikan bantuan dalam berbuat baik dan taat, bantuan
yang buruk adalah bantuan untuk berbuat kemaksiatan.413 Disini juga
menjadi makna bahwa setiap orang yang melakukan kebaikan kepada
orang lain, maka ia akan memperoleh kebaikan juga atau bagian dari
kebaikan itu.414

Menurut Mujahid bin Jabr, ayat ini turun berkaitan dengan syafāʻat
manusia sebagiannya dengan sebagian yang lain. Sedangkan maksud dengan
syafāʻat hasanah dalam ayat adalah berbuat perdamaian antara manusia dan
syafāʻat yang buruk adalah membawa fitnah atau menyebarkan berita palsu
antara manusia. Ada pendapat yang menyebutkan bahwa syafāʻat yang baik
adalah berbicara baik, maka akan mendapatkan pahala dan kebaikan dan
yang buruk itu gibah (gosip) dan bicara jorok yang akan menuai
keburukan.415

y. Dalil XXV
‫ عن النيب صلى اهلل عليه وسلم أنه كان إذا أتاه السائل أو‬:‫عن أيب موسى‬
‫صاحب احلاجة قال اشفعوا فلتؤجروا وليقض اهلل على لسان رسوله ما شاء‬
416

[Apabila ada seseorang meminta atau memerlukan suatu kebutuhan


datang kepada beliau, maka beliau bersabda: Berikanlah pertolongan agar
kalian saling memperoleh pahala dan semoga Allah melaksanakan apa yang
disenangi-Nya melalui ucapan Rasul-Nya]. (HR. al-Bukhārī)

Hadis ini menjelaskan maksud dari surah an-Nisa` ayat 85 yaitu ‫من‬
‫ يشفع شفاعة حسـنة‬... dan seterusnya, dapat dijadikan dalil adanya syafāʻat di
dunia dalam bentuk tolong menolong, artinya setiap pertolongan yang dapat
memudahkan orang lain atau bermanfaat bagi orang lain, maka itu sudah
termasuk syafāʻat di dunia, sebagaimana hadis berikut ini:
‫وب َح َّدثَنَا‬ ِ َّ‫ظ َح َّدثَنَا أَبُ و الْ َعب‬
َ ‫ حُمَ َّم ُد بْ ُن َي ْع ُق‬: ‫اس‬ ُ ِ‫َخَبَرنَ ا أَبُ و َعْب ِد اللَّ ِه احْلَاف‬
ْ‫أ‬
‫يل َع ْن أَىِب بَ ْك ِر بْ ِن‬ ِ ِ ٍ ُّ ‫اس الدُّو ِر‬
ْ ‫ى َح َّد َثنَا أَبُو نُ َعْي ٍم الْ َف‬
ُ ‫ض ُل بْ ُن ُد َكنْي َح َّد َثنَا إ ْس َرائ‬ ُ َّ‫الْ َعب‬

Asy-Syaukānī..., Fath al-Qadīr..., h. 315.


413

Ismail bin Umar Ibn Kasīr, Tafsir al-Qur’an al-‘Adīm, (tp: Dār at-Taibah, 1999),
414

Juz 2 dari 8, h. 368.


415
Al-Hasan bin Mas’ud al-Bagyī, Ma’ālim at-Tanzīl, (tp: Dār Taiyibah, 1997), Juz
2 dari 8, h. 256.
416
Al-Bukhari, Sahih...,, h. 2687

197
: ‫ال‬ ُّ ‫الز َبرْيِ َع ْن أَبِي ِه‬
َ َ‫الز َبرْيِ بْ ِن الْ َع َّو ِام َر ِض َى اللَّهُ َعْن هُ ق‬ ُّ ‫أَىِب اجْلَ ْه ِم َع ْن عُ ْر َوةَ بْ ِن‬
‫الس ْلطَا َن فَالَ تَ ْش َفعُوا‬
ُّ ‫ت‬ ِ َ‫الس ْلطَا َن فَِإ َذا بلَغ‬
ُّ ‫ود َما مَلْ َتْبلُ ِغ‬ ِ ‫ا ْش َفعوا ىِف احْل ُد‬
ُ
417
َ ُ
[... minta syafāʻat tentang hukuman selama belum sampai kepada
sultan, maka apabila telah sampai pada raja maka tidak boleh kamu meminta
syafāʻat].418

Hadis ini secara hukum fikih menjelaskan tentang orang yang


mencuri dan akan hukum, boleh baginya untuk meminta kelepasan hukum
dari penguasa agar tidak dipotong tangannya, apabila masalah itu sampai
pada penguasa, maka haram hukumnya meminta tolong untuk dibebaskan
dari hukumun (hudūd).

5. Kendala dan Solusi Praktik Syafāʻat


a. Kendala Prkatik Syafāʻat
Berdasarkan dari wawancara penulis dengan beberapa tokoh
masyarakat, bahwa banyak sekali ditemukan kendala bagi orang yang
mempraktikkan ibadah yang mengacu pada mendapatkan syafāʻat, antaranya
adalah tingginya biaya pelaksanaan seperti pelaksanaan baca Alquran di
kuburan untuk mendapatkan syafāʻat bagi mayat.

Selain biaya untuk upahan, juga perlu disediakan juga biaya makan
orang yang membaca Alquran selama pelaksanaan tersebut berlangsung,
seperti harus disediakan makan minum serta makanan lain yang dapat
menambahkan tenaga peserta baca Alquran. Kendala lainnya adalah kondisi
daerah yang sewaktu-waktu bisa berhadapan dengan hujan yang menghalangi
pelaksaan baca Alquran di kuburan, samadiyah dan tahliliyah serta
pelaksanaan ibadah lainnya yang bersifat mengharapkan syafāʻat dari
saudara-saudaranya. Termasuk kendala juga berkaitan dengan tempat yang
jauh dari perkampungan atau ada kubur yang jauh dari rumah.

b. Solusi Praktik Syafāʻat


Tiga kendala yang penulis peroleh dari hasil wawancara dan
observasi di lapangan, yaitu kendala hujan, kendala biaya, kendala
Ahmad bin Husain bin ‘Ali al-Baihaqī, as-Sunan al-Kubra fi Zailih al-Jawahir
417

an-Naqī, (Hindi: Majlis Dairah, 1344 H), juz 8 dari 10, h. 167. Lihat Juga: Abdurrahman bin
Muqbal bin Hadī al-Wari’ī, asy-Syafā‘ah, (Yaman: Dār al-Asār 1999), h. 315.
418
Hasil wawancara dengan Zulfikar pada tanggal 22 Desember 2018. Lihat juga: al-
Bukhari, Sahih al-Bukhārī, (Pakistan: al-Busyra, 2017), h. 2687, dengan nomor 6028. Hadis
dalam katab sahih al-Bukhari sebagai penjelas dari ayat 85 surah an-Nisa’ dan terletak pada
bab man yasyfa’ syafā‘atan hasnanatan.

198
jauh kuburan dari tempat tinggal (rumah) dan susah mencari orang
yang mau melakukannya.
Adapun yang menjadi solusi untuk dapat diterapkan selalu
praktik syafāʻat pada waktu musim hujan adalah dengan mengadakan
praktik baca Alquran di rumah dengan cara niat baca Alquran yang
ditujukan kepada mayat atau menyiapkan tempat khusus di samping
kuburan, seperti bangunan yang memiliki atap untuk dapat berteduh
pada waktu hujan.

Kendala berikut yang dapat menghalangi praktik syafāʻat


adalah disebabkan oleh faktor ekonomi atau kemiskinan. Hal ini dapat
teratasi dengan beberapa cara, antara lain dengan adanya bantuan dari
desa yang dilakukan secara serentak setiap ada musibah, maka kepala
desa akan turun tangan. Dapat juga teratasi dengan meminta bantuan
kepada santri bagi keluarga musibah yang dekat dengan pesantren.
Dan dapat juga dibuat dalam bentuk arisan masyarakat di kampung
dengan cara bergiliran setiap ada yang meninggal dunia.
Kendala yang terakhir yang menghambat praktik untuk
mendapat syafāʻat adalah tempat yang jauh dari kuburan. Kendala ini
dapat teratasi dengan cara memilih tempat menguburkan mayat di
areal yang dekat dengan rumah. Susah menemukan orang yang mau
membaca Alquran tidak menjadi kendala, karena dengan mampu
membayar, maka akan ada banyak orang yang mau melakukannya.

D. Relevansi Praktik Masyarakat Kota Langsa tentang Syafāʻat dengan


Hadis-Hadis Syafāʻat dalam Saḥīḥain

Tujuan akhir dari penelitian hadis-hadis sahih al-Bukhārī dan Muslim


tentang tema syafāʻat dan konsepnya serta relevansinya dengan praktik
masyarakat Kota Langsa dapat diketahui sebagai berikut:

1. Relevansi syafāʻat dari segi pemberi syafāʻat


Hadis menjelaskan pemberi syafāʻat secara hakikat adalah Allah,
namun dengan izin dan rida Allah maka syafāʻat dapat dilakukan oleh:
1) Rasulullah. Syafāʻat yang diberikan oleh Rasul Umum (‘Ama), dengan
syafāʻat jenis ini dapat meringankan, mempercepat masuk surga dan
mengeluarkan dari neraka. Syafāʻat khusus (khaṣ), pemberian syafāʻat
yang sesuai dengan rencana Rasul, seperti pemberian rasul kepada
keluarganya.

199
2) Para Nabi selain Nabi Muhammad. Syafāʻat dalam bentuk ini dikhususkan
kepada para nabi dapat membantu umatnya yang meninggal sebelum
kerasulan Nabi Muhammad atau sebelum Islam.
3) Malikat. Syafāʻat yang diberikan oleh malaikat adalah yang berbentuk
permohonan doa keselamatan dari azab pada hari kiamat.
4) Syuhada. Syafāʻat yang diberikan oleh para syuhada adalah dapat
memohon kepada nabi untuk memberi syafāʻat kepada ahli neraka.
5) Orang Mukmin. Semua orang mukmin dapat memberi syafāʻat kepada
mukmin yang lain untuk selamat dari neraka.
6) Alquran. Syafāʻat yang diberikan oleh Alquran adalah membebaskan
seseorang dari azab neraka bagi orang yang membacanya ketika di dunia.

Pemahaman dan praktik masyarakat Kota Langsa tentang pemberi


syafāʻat meliputi apa saja yang dapat memberi manfaat dan menolak mudarat
pada orang lain, maka pemberi syafāʻat adalah:
1) Rasulullah. Syafāʻat kubra yang meliputi mepercepat seseorang dari
neraka dan masuk surga.
2) Malaikat. Mendoakan umat Nabi Muhammad masuk surga.
3) Alquran. Syafāʻat yang diberikan oleh Alquran sangat luas, termasuk
syafāʻat di dunia, dalam kubur, padang mahsyar sampai masuk surga.
4) Puasa. Syafāʻat puasa akan datang sebagai bantuan bagi yang berpuasa di
dunia, akan ditolong setelah puasa berdoa kepada Allah dalam bentuk
makhluk.
5) Orang Mukmin. Syafāʻat yang diberikan oleh orang mukmin kepada
mukmin lain bisa terjadi di dunia (bermakna saling membantu, dalam
kubur melalui salat jenazah atau doa atau melalui tahlil dan di akhirat,
yaitu orang mukmin yang masuk surga lebih dulu dapat membantu
saudaranya yang mukmin yang lain untuk masuk surga atau bebas dari
azab dengan izin dari Allah.
6) Orang tua untuk anaknya yang berbakti. Syafāʻat yang diberikan oleh
orang tua kepada anaknya bisa di dunia seperti pemberian yang dapat
membahagiakan anaknya. Sedangkan di akhirat orang tua dapat menolong
anaknya mengangat anaknya dari neraka dengan izin Allah.
7) Anak Kecil yang belum dewasa meninggal. Syafāʻat anak kecil diberikan
Allah dapat membantu orang tuanya yang masuk surga.
8) Guru untuk murid yang berbakti. Keikhlasan seorang guru dan murid
dalam belajar serta baktinya kepada guru dapat memberi syafāʻatnya
kepada muridnya dan dapat menerima syafāʻat dari gurunya mulai di dunia
sampai akhirat.
9) Penguasa untuk rakyatnya. Syafāʻat yang diberikan oleh penguasa kepada
rakyatnya berbentuk dibebaskan dari hukuman bila bersalah dan meminta
kemaafan oleh rakyat kepada penguasa atau raja.

200
Kesimpulannya, dalam hadis riwayat al-Bukhārī dan Muslim terdapat
sebanyak 6 pemberi syafāʻat yang diizinkan Allah dan diridainya. Sedangkan
dalam pemahaman dan praktik masyarakat sebanyak 9 pemberi syafāʻat. Oleh
karena itu terdapat relevansi antara hadis-hadis dan pemahaman serta praktik
masyarakat. Namun yang tidak relevan adalah anak kecil yang belum balig
sebagai pemberi syafāʻat untuk orang tuannya bila orang tuanya
melaksanakan aqiqah untuk anaknya yang telah meninggal, guru sebagai
pemberi syafāʻat untuk muridnya dan penguasa sebagai pemberi syafāʻat
untuk rakyatnya. Tiga macam yang terakhir di atas tidak terdapat dalam hadis
riwayat al-Bukhārī dan Muslim.

2. Relevansi syafāʻat dari segi penerima syafāʻat


Penerima syafāʻat dalam hadis-hadis riwayat al-Bukhārī dan Muslim
yang dimaksudkan adalah setiap orang akan memperoleh syafāʻat, baik yang
bersifat ukhrawi maupun duniawi. Orang yang mendapat pertolongan Allah
melalui pemberi syafāʻat yang diizinkan Allah adalah:
2) Rasulullah. Syafāʻat yang diterima oleh Rasul berupa doa yang dikabulkan
semasa di dunia dan dapat digunakan untuk dirinya dan umatnya di
akhirat.
3) Keluarga Rasulullah. Keluarga rasul baik yang sudah muslim atau
meninggal belum Islam, yang meninggal sebelum Islam masa hudup rasul
ini bersifat khusus seperti dapat mengurangi azab kepada Abu Ṭālib.
4) Abu Ṭālib (Akhirat) meringankan azab berdasarkan hadis, dan Abu Jahal
(dalam kubur) tidak disiksa untuk beberapa saat.
5) Pelaku Dosa kecil dan besar. Syafāʻat bagi pelaku dosa besar bisa berkna
takdir Allah swt.
6) Para Nabi. Yang sebenarnya semua nabi dapat syafāʻat di sisi Allah kerena
hal ini sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada para Nabi.

Penerima syafāʻat menurut pemahaman dan praktik masyarakat Kota


Langsa adalah:
1) Nabi Muhammad. Seperti tersebut di atas.
2) Abu Thalib. Seperti yang tersebut di atas
3) Ayah dan Ibu. Syafāʻat khusus ini diberikan oleh anaknya yang meninggal
sebelum dewasa dengan syarat orang tuanya melaksanakan aqiqah kepada
anaknya yang telah meninggal tersebut.
4) Orang yang meninggal terlebih dahulu yang disalatkan oleh sebanyak 100
orang atau 40 orang, maka mayat mendapat syafāʻat yang meringankan
azab kubur dan dapat tambahan amal di akhir untuk mempercepat masuk
surga.

201
3. Relevansi syafāʻat dari segi syarat atau sebab
Hadis menyebutkan syarat mendapatkan syafāʻat adalah izin Allah,
rida, syahādah (bersaksi) dan iman. Sedangkan sebab mendapatkan syafāʻat
ialah memperingati maulid Nabi saw., membaca Alquran, sabar atas
kesusahan tinggal di kota madinah, meninggal di kota madinah
(melaksanakan haji), mengikuti ucapan azan dari muazzin, bershlawat,
membaca doa setelah azan, dan salat janazah 100/40.

Praktik masyarakat tentang syarat mendapatkan syafāʻat ialah izin,


ridha Allah dan beriman. Sedangkan sebabnya adalah membaca doa setelah
azan, memperingati maulid Nabi saw., membaca Alquran, puasa, meninggal
dimadinah, aqiqah, berbakti kepada orang tua dan guru dan salat janazah dan
tahlilan untuk mendapat syafāʻat bagi mayat.

4. Relevansi syafāʻat dari segi waktu terjadi syafāʻat


Hadis menyebutkan syafāʻat terjadi di akhirat terdapat dalam hadis
riwayat al-Bukhari dan Muslim dengan jelas (eksplit), secara inplisit bisa
terjadi di dunia, seperti syafāʻat untuk seorang ayah untuk anaknya.

Praktik masyarakat mendeskripsikan syafāʻat ada di dunia dan ada di


akhirat. Sedangkan di dunia seperti syafāʻat dalam bentuk bantuan seorang
raja kepada rakyatnya atau seorang guru untuk muridnya.

5. Relevansi syafāʻat dari segi dalil (hadis)


Hasil penelitian melalui wawancara tentang praktik masyarakat Aceh
berkaitan dengan syafāʻat, maka dapat dirangkumkan lima hadis yang mereka
menggunakan sebagai dalil dalam berargumen, yaitu:
ِ ِ‫اعيل بن جع َف ٍر عن عم ٍرو عن س ع‬
‫يد بْ ِن‬ ِ ِ ٍِ
َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ ُ ْ ُ َ‫َح َّدثَنَا ُقَتْيبَ ةُ بْ ُن َس عيد َح َّدثَنَا إمْس‬
‫ول اللَّ ِه َم ْن‬
َ ‫ت يَا َر ُس‬ َ َ‫ي َع ْن أَيِب ُهَر ْيَرةَ َر ِض َي اللَّهُ َعْن هُ أَنَّهُ ق‬ ٍ ِ‫أَيِب سع‬
ِّ ِ‫يد الْ َم ْقرُب‬
ُ ‫ ُق ْل‬: ‫ال‬ َ
‫ت يَا أَبَا ُهَر ْي َر َة أَ ْن اَل يَ ْس أَلَيِن َع ْن‬ ُ ‫ال لََق ْد ظََنْن‬ َ ‫ك َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة َف َق‬
َ ِ‫اعت‬
َ ‫َّاس بِ َش َف‬ ِ ‫َس َع ُد الن‬
ْ‫أ‬
ِ ‫َس َع ُد الن‬
‫َّاس‬ ِ ِ َ ‫ت ِم ْن ِح ْر ِص‬
ِ ‫يث أَح ٌد أ ََّو ُل ِمْن‬ ِ ‫ه َذا احْل ِد‬
ْ ‫ك َعلَى احْلَ ديث أ‬ ُ ْ‫ك ل َم ا َرأَي‬ َ َ َ َ
‫صا ِم ْن قِبَ ِل َن ْف ِس ِه‬ ِ
ً ‫ال اَل إِلَهَ إِاَّل اللَّهُ َخال‬ َ َ‫اعيِت َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة َم ْن ق‬
َ ‫بِ َش َف‬
[Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa‘id Telah
mengabarkan kepada kami Isma‘il bin Ja’far dari ‘Amru dari Sa‘id bin Abu
Sa‘id Al-Maqburī dari Abu Hurairah ra. menuturkan: saya bertanya: wahai
Rasulullah, siapa manusia yang paling beruntung dengan syafāʻatmu padahari
202
kiamat? Nabi menjawab: “Hai Abu Hurairah, saya sudah beranggapan bahwa
tak seorangpun lebih dahulu menanyakan masalah ini kepadaku daripada
dirimu, dikarenakan kulihat semangatmu mencari hadis, Manusia yang paling
beruntung dengan syafāʻatku pada hari kiamat adalah yang mengucapkan lā-
ilāha-illa-llāh, dengan tulus dari lubuk hatinya.] (HR. al-Bukhari)

Hadis ini dapat dijumpai dalam kitab sahih al-Bukhārī dengan nomor
hadis 99 juz 1 pada bab antusias mencari hadis dan nomor hadis 6201 juz 5
pada bab sifat surga dan neraka. Terjadi perbedaan lafal sedikit di
penghujung hadis, yaitu hadis pertama nomor 99 mengakhiri dengan lafal ‫من‬
‫قلبه أو نفسه‬, sedangkan nomor 6201 mengakhirinya dengan ‫ ِم ْن قِبَ ِل نَ ْف ِس ِه‬. Selain
al-Bukhārī, imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan hadis ini dengan nomor
8845 pada bab Musnad Abu Hurairah, 419 dan an-Nasāī juga hadis ini juga
diriwayatkan hadis ini dengan nomor 5811 pada bab antusias kepada ilmu.420

Hasil wawancara tokoh-tokoh masyarakat di Kota Langsa mayoritas


mereka mengetahui hadis ini, tetapi mereka hanya menyebutkan lafal dalam
matan ‫اس بِ َشفَا َعتِي يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َم ْن قَا َل اَل إِلَهَ إِاَّل هَّللا ُ خَ الِصًا‬
ِ َّ‫ أَ ْس َع ُد الن‬untuk menjadi pegangan
421
mereka sebagai dalil syafāʻat.
‫ح دثنا أب و اليم ان أخربن ا ش عيب عن الزه ري ح دثين أب و س لمة بن عب د‬
‫ لكل نيب دعوة فأريد إن شاء اهلل أن‬S ‫ قال رسول اهلل‬: ‫الرمحن أن أبا هريرة قال‬
‫أختيب دعويت شفاعة ألميت يوم القيامة‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman telah
mengabarkan kepada kami Syu‘aib dari az-Zuhrī telah menceritakan
kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman, bahwa Abu Hurairah berkata:
Rasulullah saw. bersabda: “Setiap Nabi mempunyai doa yang telah
dikabulkan, sedang aku insya Allah terus akan menyimpan doaku sebagai
syafāʻat untuk umatku di hari kiamat nanti.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Imam al-Bukhari menyebutkan hadis ini dalam kitab sahihnya


sebanyak tiga kali dengan nomor hadis 5945, 5946 pada bab “setiap nabi
telah mempunyai doa yang dikabulkan” dan nomor hadis 7036 pada bab
“kehendak dan keinginan”, hadis dengan ibarat yang sedikit berbeda, yaitu
Lihat: Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal, (Keiro: Muassasah
419

Qurtubah, tt), juz 2 dari 6, h. 373


420
Lihat: an-Nasai, as-Sunan Kubra, (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 2001), juz 5 dari
10, h. 359
421
Wewancara dengan Sulaiman Ismail, Syahrul, Zulfikar, Zakaria, Muhammad
Rizal dan Jailani... antara mereka ada yang hanya menyebutkan makna hadis, tidak
menyebutkan teks hadis berbahasa Arab.

203
pada ‫ كــل نــبي‬,‫لكل نبي دعوة مستجابة يدعو بها وأريد أن أختبئ دعوتي شــفاعة ألمــتي في اآلخــرة‬
‫ سأل سؤال أو قال لكل نبي دعوة قد دعا بها فاســتجيب فجعلت دعــوتي شــفاعة ألمــتي يــوم القيامة‬dan
ibarat ‫لكل نبي دعوة فأريد إن شاء هللا أن أختبئ دعوتي شفاعة ألمتي يوم القيامة‬.422 Begitu juga
Imam Muslim menyebutkan hadis ini sebanyak 8 kali dan dengan ibarat yang
sedikit berbeda dengan ada kait bahwa umat yang akan mendapatkan syafāʻat
mesti tidak menyekutukan Allah. Nomor hadis dalam sahih Muslim adalah
508, 509, 511, 512, 513, 514, 515 dan 519.423

Adapun tokoh-tokoh masyarakat Kota Langsa dan lainnya


menyebutkan hadis ini dengan matan yang sangat singkat, yaitu ً‫َد ْع َوتِى َشفَا َعة‬
‫ ألُ َّمتِى يَوْ َم ْالقِيَامَ ِة‬dan tidak memastikan siapa perawinya, akan tetapi hadis
tersebut sesuai dengan hadis riwayat imam al-Bukhari dan Muslim pada
nomor-nomor yang tersebut di atas.

Oleh kerana itu, pengamalan masyarakat kota Langsa tentang syafāʻat


nabi di akhirat sesuai dengan hadis yang ada dalam sahih al-Bukhari dan
Muslim.
‫حدثنا احلسن بن عيسى حدثنا ابن املبارك أخربنا سالم بن أيب مطيع عن‬
S ‫ عن النيب‬: ‫أيوب عن أيب قالبة عن عبد اهلل بن يزيد رضيع عائشة عن عائشة‬
‫قال ما من ميت تصلي عليه أمة من املسلمني يبلغون مائة كلهم يشفعون له إال‬
‫شفعوا فيه‬
[Telah menceritakan kepada kami al-Hasan bin Isa telah menceritakan
kepada kami Ibnul Mubarak telah mengabarkan kepada kami Sallam bin Abu
Muthi’ dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Abdullah bin Yazid saudara
sesusuan Aisyah, dari Aisyah dari Nabi saw., bersabda: “Mayat yang
dishalatkan oleh kaum muslimin dengan jumlah melebihi seratus orang, dan
semuanya mendo'akannya, maka (Syafāʻat) doa mereka untuknya akan
dikabulkan]. (HR. Muslim)

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan nomor hadis 2241
pada bab “barang siapa yang disalatkan oleh 100 orang maka doanya
dikabulkan”. Selain imam Muslim imam al-Baihaqi juga meriwayatkan hadis
ini dalam kitab sunan al-Kubra pada bab “salat janazah dengan imam dan
hal-hal yang diharapkan darinya” dengan nomor hadis 6694.424

422
Al-Bukhari..., Sahih..., Juz 5 dari 6, h. 2323.
423
Muslim, Sahih..., Juz 1 dari 8, h. 130.
424
Al-Baihaqī, Sunan al-Baihaqī al-Kubra, (Mekkah: Dār al-Bāz, 1994), juz 4 dari
10, h. 30.

204
Tokoh-tokoh masyarakat kota Langsa menggunakan hadis ini sebagai
dalil untuk berlomba-lomba membantu mayat memberi doa atau syafāʻat agar
menjadi ahli surga.
‫ح دثنا العب اس العن ربي ح دثنا عب د ال رزاق عن معم ر عن ث ابت عن أنس‬
‫ قال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم شفاعيت ألهل الكبائر من أميت‬: ‫قال‬
[Telah menceritakan kepada kami al-‘Abbas al-‘Ambarī telah
menceritakan kepada kami ‘Abdur Razzaq dari Ma’mar dari Ṡābit dari Anas
berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Syafāʻatku untuk pemilik dosa-dosa
besar dari ummatku]. (HR. Tirmizi, Abu Sawud, Ibn Majah, Ahmad dan
lainnya)

Hadis ini diriwayatkan oleh jamaah dari para muhaddisin termasuk at-
Tirmizī dengan nomor hadis 2435 pada bab “lain-lain” dan Muhammad al-
Albanī menilai hadis ini sahih.425 kecuali al-Bukhari dan dan Muslim tidak
meriwayatkan hadis ini. Akan tetapi hadis ini mempunyai derajat hadis sahih
sebagimana sudah penulis jelaskan di atas dan pada bab ii.426

Masyarakat Kota Langsa menyebutkan hadis ini dengan matannya


yang sangat singkat, yaitu ‫ شفاعتي ألهل الكبائر من أمتي‬dan dijadikan sebagai dalil
bahwa manusia akan memiliki kesempatan masuk surga dengan bantuan
Rasul meskipun banyak dosa dan besar dosanya.
‫حدثنا موسى بن داود حدثنا ابن هليعة عن حيي بن عبد اهلل عن أيب عبد‬
‫ ق ال الص يام والق رآن‬S ‫ أن رس ول اهلل‬: ‫ال رمحن احلبلي عن عب د اهلل بن عم رو‬
‫يشفعان للعبد يوم القيامة يقول الصيام أي رب منعته الطعام والشهوات بالنهار‬
‫فشفعين فيه ويقول القرآن منعته النوم بالليل فشفعين فيه قال فيشفعان‬
[Telah menceritakan kepada kami Musa bin Dawud telah
menceritakan kepada kami Ibnu Lahi‘ah dari Huyai bin Abdullah dari Abu
Abdurrahman al-Hubuli dari Abdullah bin ‘Amru, bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “Puasa dan Alquran kelak pada hari kiamat akan memberi syafāʻat
kepada seorang hamba. Puasa berkata: Duhai Rabb, aku telah menahannya
dari makanan dan nafsu syahwat di siang hari, maka izinkahlah aku memberi

425
At-Tirmizi, Sunan at-Tirmizi, (Beirut: Dār Ihya at-Turas al-‘Arabī, tt), juz 4 dari
5, h. 625.
Hasil wawancara dengan Muhammad Rizal Dinas Syariat Islam Kota Langsa dan
426

dan tokoh-tokoh lainnya.

205
syafāʻat kepadanya. Dan Alquran berkata: aku telah menahannya dari tidur di
malam hari, maka izinkanlah aku memberi syafāʻat kepadanya. Rasul
melanjutkan sabdanya: maka mereka berdua (puasa dan Alquran) pun
akhirnya memberi syafāʻat kepadanya]. (HR. Ahmad bin Hambal)

Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini dengan nomor 6626 pada bab
“Musnad Abdullah bin Amru” dengan riwayat yang lemah. 427 Masyarakat
kota Langsa mengamalkan hadis ini dan menganggap sebagai pendapat imam
Ahmad bin Hambal. Mereka berpendapat bahwa selain pahala dari membaca
Alquran akan mendapatkan syafāʻat juga Alquran sendiri bisa menjadi
pemberi syafāʻat pada hari kiamat, yaitu Alquran menyerupai makhluk dan
bersama manusia untuk memberi syafāʻat kepada manusia.

Kesimpulan:
Syafāʻat menurut pemahaman masyarakat Kota Langsa adalah sebuah
bantuan yang diberikan oleh Rasul dan selainnya untuk mendapatkan
manfaat atau menolak kemudaratan. Bantuan dalam bentuk syafāʻat bisa
diperoleh oleh penerima di dunia dan di akhirat. Pemberi syafāʻat adalah
Rasul, malaikat, orang mukmin, syuhada, anak kecil, guru, orang tua
Alquran, puasa dan penguasa. Orang-orang yang mendapat syafāʻat adalah
Rasul, keluarga Rasul, Abu Ṭalib, pelaku dosa, orang tua, murid dan orang
meninggal yang didoakan oleh orang yang hidup.
Sebab-sebab mendapatkan syafāʻat adalah Izin Allah, Rida, Syahādah,
iman, baca doa setelah azan dan memperingati maulid, membaca Alquran,
sabar atas kesusahan tinggal di kota madinah, meninggal di kota madinah
(melaksanakan haji), mengikuti ucapan azan dari muazzin berselawat dan
membaca doa setelah azan, salat janazah oleh 100 atau 40 orang berbakti
kepada kepada orang tua dan guru dan salat janazah dan tahlil mendapat
syafāʻat untuk mayat. Waktu mendapatkan syafāʻat di dunia dan akhirat
dengan masuk surga atau bebas dari neraka siksaan.
Adapun praktik untuk mendapatkan syafāʻat adalah dengan membaca
Alquran di kuburan, mengadakan samadiyah (tahlilan), membaca doa di
kuburan, mengadakat peringati maulid Nabi saw. dan menghadiahkan amal
dan sedekah. Untuk mengamalkan syafāʻat, masyarakat menggunakan dalil
dari hadis yang berkualitas termasuk beberapa hadis yang diriwayatkan oleh
al-Bukarri dan Muslim.
Sedangkan dalil sudah sesuai antara hadis dengan praktik, yaitu dalil
yang dipakai mayoritas hadis yang berkualitas sahih dari riwayat al-Bukhārī
dan Muslim. Namun ada hadis yang diriwayatkan oleh imam hadis yang lain
tetapi memiliki derajat sahih dan dan dapat diamalkan. Dalil dari ayat

427
Ahmad bin Hambal, Musnad...., Juz 2 dari 6, h. 174.

206
Alquran, misalnya surah al-Baqarah ayat 225 yang menjelaskan tentang
syafāʻat, masyarakat menggunakannya sebagai dalil tahap awal pemahaman,
setelah itu penjelasan menggunakan hadis-hadis yang sahih bila ada. Tahap
akhir dari praktik masyarakat Kota Langsa adalah menggunakan dalil dari
pendapat atau praktik ulama yang sudah turun-temurun.
Dari jumlah responden yang diwawancarai, kategori Akademisi tidak
setuju praktik mendapatkan syafā‘at dengan cara-cara yang tidak ada dalam
hadis Rasul saw. seperti mengadakan maulid Nabi saw, membacara Alquran
dikuburan, samadiyah (tahlilan) dan lainnya yang di ajarakan dalam hadis.
Sedangkan kategori tokoh masyarakat sebanyak sepuluh orang yang
penulis wawancarai, semua mereka setuju bahwa setiap amal akan dapat
mendatangkan syafā‘at di dunia dan di Akhirat. Praktik yang sudah berjalan
di masyarakat itu semua boleh, baik dengan jalan qiyasan atau pun dengan
pemahaman bernilai baik, seperti maulid Nabi yang bisa mengingatkan
seseorang untuk tekun beribadah dan cinta kepada Nabi, membaca Alquran
walaupun dikuburan, dengan harapan dapat mengirimkan pahala kepada
orang yang telah meinggal agar di mendapat syafā‘at, dan juga di akhirat
akan terjadi saling membantu untuk lepas dari azab.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan merupakan jawaban dari rumusan masalah yang
telah disusun berdasarkan segala metodologi penelitian yang
didasarkan dari segala data yang telah diolah menjadi pembahasan
penelitian. Maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini
sebagai berikut:
1. Kosep syafā‘at dalam ṣaḥīḥain, yaitu:
a. Syafā‘at secara subtansial:
1) Substansi syafā‘at secara pengetahuan bahasa, yaitu: penuhilah,
saran/ anjuran, pembelaan, memberikan pertolongan dan keringanan,
2) Subtansi syafā‘at secara tujuannya, yaitu: imigrasi dari neraka ke
surga, meringankan azab neraka, meringankan azab kubur.
3) Subtansi batasan syafā‘at, yaitu: mengucapkan kalimat tauhid,

207
memiliki keimanan dalam hati walaupun sangat kecil) atau tidak
menyekutukan Allah.
b. Reasons syafā‘at, antara lain:
1) Membaca do‘a setelah azan
2) Mencintai Rasul dan orang-orang yang bersamanya
3) Membaca Alquran
4) Bersabar atas kesusahan tinggal di kota Madinah
5) Meninggal di kota Madinah
6) Menjawab azan, bershalawat dan membaca do‘a setelah azan.
7) Do‘a atau salat jenazah seratus muslim kepada saudaranya yang
meninggal.
8) Do‘a empat puluh mukmin terhadap jenazah
9) Memperingati hari lahir Rasul (maulid)
c. Trirelasi syafā‘at antara lain:
1) Allah Swt.
2) Nabi Muhammad Saw.
3) Malaikat
4) Umat Nabi Muhammad saw. Termasuk para sahabat.
Syafā‘at yang ada dalam saḥīḥain adalah sebuah permohonan
untuk kebebasan dari siksaan atau untuk meminta kepada Rasul agar
memperoleh manfaat di akhirat. Syafā‘at bersifat khusus hanya terjadi
di akhirat dan bersifat umum dapat terjadi di dunia, namun dalam
bentuk pertolongan. Pemberi syafā‘at dalam Saḥīḥain adalah Allah
sendiri sebagai pemilik syafā‘at, Nabi Muhammad, Nabi-nabi yang
lain, para Malaikat, para Ulama dan syuhada’ dan umat nabi
Muhammad (orang yang beriman dan bertauhid). Demikian juga
penerima syafā‘at, yaitu Nabi Muhammad sebagai orang yang
mendapat mandat dari Allah, keluarga nabi termasuk Abu Talib,
Nabi-nabi yang lain, para Malaikat, dan umat nabi Muhammad (orang
yang beriman dan bertauhid). Syarat mendapatkan syafā‘at adalah
adanya kerelaan dari Allah serta kehedak-Nya, adanya izin dari Allah
dan sebab yang terakhir adalah adanya mengucapkan la ilāha illa
Allah. Sedangkan sebab mendapatkan syafā‘at adalah membaca doa
setelah azan, menjawab bacaan azan, membaca salawat kepada Nabi,
hidup susah di Madinah, meninggal di Madinah, membaca Alquran
dan mencintai Nabi Muhammad saw. dan mencintai orang yang
mencintainya. Adapun syafā‘at yang diperoleh adalah keringanan
azab kubur, mempercepat dan meringankan azab neraka, keluar dari
neraka dan masuk surga, dan meningkatkan derajat bagi penghuni
surga kepada derajat yang lebih baik.
2. Pemahaman dan praktik masyarakat Kota Langsa tentang syafā‘at adalah:
a. Bahwa syafā‘at itu ada dalam bentuk permohonan atau bantuan dari

208
seseorang kepada orang lain untuk menolak modarat atau untuk
mendapatkan manfaat. Syafā‘at dapat terjadi di dunia dan di akhirat,
syafā‘at yang hakikat adalah terjadi di akhirat seperti syafaat yang
diberikan oleh Rasul kepada penghuni neraka untuk keluar dari neraka.
b. Sedangkan praktik masyarakat Kota Langsa untuk mendapatkan
syafā‘at adalah dengan cara memperbanyak beribadah seperti
membaca Alquran, berpuasa (wajib dan sunnah), berbakti kepada guru
dan orang tua. Memberi syafā‘at kepada saudara dapat dilakukan
dengan cara mengadakan tahlil, mengirim pahala ibadah apa saja
kepada orang yang telah meninggal, baik melalui baca Alquran, dalail
khairat, salawat maupun lainnya dengan niat pahala kepada yang
ditujunya.
3. Adanya relevansi syafā‘at antara praktik masyarakat kota Langsa dengan
hadis-hadis dalam saḥīḥain, yaitu:
a. Sesuai praktik masyarakat kota Langsa dengan dalil dari hadis sahih
al-Bukhārī dan Muslim tentang mendapat syafā‘at dengan cara
membaca Alquran, berdoa setelah azan, bersalawat kepada
Rasulullah, hidup susah serta meninggal di kota Madinah, salat
janazah 100 orang. Ini semua ada dalam hadis saḥīḥain dan juga
masyarakat kota Langsa mengakuinya dan mempraktikkannya.
b. Tidak sesuai dengan praktik masyarakat kota Langsa dengan dalil
tentang syafā‘at adalah ada yang meyakini dari golongan tokoh
masyarakat bahwa guru dapat memberikan syafā‘at kepada muridnya,
orang tua dapat memberi syafā‘at kepada anaknya, puasa dapat
memberi syafā‘at kepada pelakunya, mengirim pahala dari bacaan
tahlil (samadiyah), membayar kafarat untuk orang yang telah
meninggal, membayar fidyah salat orang yang telah meninggal,
membayar fidyah puasa orang yang telah meninggal, dan membaca
Alquran di kuburan sampai 7 hari dan malamnya.

B. Saran-saran
Pengkajian tentang syafā‘at penulis lakukan dengan mengkaji
dalam saḥīḥain dan praktik masyarakat Kota Langsa sebagai langkah
awal untuk melihat sejauh mana pemahaman dan praktik yang
berkembang dalam masyarakat saat ini dan kesesuaiannya dengan
dalil dari al-Bukhārī dan Muslim. Oleh karena itu perlu dikaji kembali
dengan tema yang sama kepada leteratur-literatur yang lain.
Diharapkan dari hasil penelitian singkat ini akan dapat menjadi
referensi bagi setiap pengamalan agama untuk memperoleh bantuan
dalam bentuk syafā‘at dari Rasul di akhirat.
Penulis berharap penelitian ini manfaat serta motivasi untuk
melakukan penelitian keilmuan dari hadis-hadis. Bagi pembaca dapat

209
menambahkan wawasan keilmuan di bidang Hadis dan syarahannya,
khususnya tema syafā‘at dan juga dapat menjadi bahan pertingan
untuk penelitian akan datang. Demikian juga akan berguna bagi
kampus untuk menambah perbendaharaan perpustakaan dalam bidang
keilmuan hadis.
Kepada masyarakat kota Langsa dapat menjadi referensi
dalam beribadah dan berhujah kususnya berkaitan dengan syafā‘at,
baik syafā‘at di dunia dalam bentuk pertolongan maupun syafā‘at di
hari kiamat yang diberikan oleh Rasul dan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ad-Dahlawī, Ibn Abdurrahman, Hujjah Allah al-Bāligah, Bagdad: Dār al-


Kutub al-Hadīsah, tth.
Ad-Dīn dkk, Muhammad bin ‘Izzi, Syarah Maṣābīh as-Sunnah li Imam al-
Bugawi, tp: Idarah Siqah al-Islamiyah, 2012.
Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bārī, Beirut: Dar al-
Ma’rifah, 1379.

210
Ahmad Muhammad bin Syakir, ‘Ali bin ‘Ali bin Muhammad al-Hanafī dan,
Syarah at-Tahawiyah fi al-Aqidah as-Salafiyah, Arab Saudi: ttp,
1418 H.
Al-‘Adawī, Mustafa bin, Khutab al-‘Ām min al-Kitāb wa Ṣaḥīh as-Sunnah,
Arab Saudi: Maktabah Mekkah, 2009.
Al-‘Akbari, Syekh Mufid, Muhammad bin Nu’man, Awail al-Maqalat fi al-
Mazāhib wa al-Mukhtarat.
Al-‘Ulama, Nukhbah min, Usul al-Iman fi Dhui al-Kitab wa as-Sunnah,
1421.
Al-‘Usaimin, Muhammad bin Salih bin Muhammad, Syarah Riyaḍ as-
Salihin, Riyaḍ: Dār al-Waṭan, 1426.
Al-Albanī, Muhammad Nasiruddin, as-Silsilah ad-dha’ifah, Riyadh:
Maktabah al-Ma’arif, tth.
---------------------------, Sahih at-Targib wa at-Tarhib, Riyadh: Maktabah al-
Ma’arif, tth.
---------------------------, Sahih wa Dhaif al-Jami’ as-Sagir wa Ziyadah,
(Keiro: Maktabah al-Islamiyah, tt), h. 1207.
----------------------------, Terj. Perantara Terkabunya Doa (Tawassul),
Jakarta: Akbar Media, 2015.
Al-Ansarī, Ahmad bin Muhammad bin Ali, Kaifiyah an-Nabīh fi syarh at-
Tanbih, Beirut: Dar al-Alamiyah, 2009.
Al-Anṣārī, Muḥammad bin Aḥmad, al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’an tafsir al-
Qurṭubī, Kairo: Dār at-Turaṡ, 1999.
Al-Asfahanī, Abu al-Qasim Abu al-Husain bin Muhammad Ar-Ragib, al-
Mufrad fi Garib al-Qur’an, Beirut: Dār al-Ma’rifah, tt.
Al-Asqalanī, Ahmad bin ‘Ali, Lisān al-Mīzān, Keiro: Dār al-Islāmiyah, 2002.
-------------------------, Fath al-Barī, Beirut: Dār al-Ma’rifah, 1379.
---------------------------,Fathul Baari Syarah Bukhari, Terj. Amiruddin, Jild.
2, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002.
Al-Azdī aṭ-Ṭaḥāwī, Aḥmad bin Muḥammad bin Salāmah, Itḥaf as-Sāil bima
fī aṭ-Ṭaḥawiyyah min Masāil Maktabah asy-Syamilah), Tp: Ttp,
tt.
Al-Bagdadi, Zainuddin Abdurrahman ibn Syihab, Fath al-Bārī li Ibn Rajab,
Arab Saudi: Dār Ibn al-Jauzī, 1422 H.
Al-Bagyī, Al-Hasan bin Mas’ud, Ma’ālim at-Tanzīl, tp: Dār Taiyibah, 1997.
Al-Baihaqi, Ahmad bin Husain bin ‘Ali, as-Sunan al-Kubra fi Zailih al-
Jawahir an-Naqī, Hindi: Majlis Dairah, 1344 H
Al-Bakistānī, Ihsan Ilahī Zahīr, Dirāsāt Fī at-Tasawuf, tp: Dar al-Mujaddid,
2005.
Al-Bantanī, Syekh Muhammad Nawawi, Syarah Nuruzh Zhalam ala Aqidatil
Awam, (Semarang: Toha Putra, tth.
Al-Bāqilānī, Al-Imam, al-Insāf, tt: ttp, tth.

211
Al-Bastī, Muhammad bin Hibbān bin Ahmad, Sahih Ibn Hibbān, Beirut:
Muassasah ar-Risālah, 1993.
Al-Bazār dkk, Ahmad bin ‘Amr, Musnad al-Bazār, tt: tp, tt.
Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail, Sahih al-Bukhari, (Beirut: Dar Ibn Kasir,
1987.
Al-Gazalī, Muhammad bin Muhammad, Ihya’ Ulum ad-Dīn, Indonesia: Toha
Putra, tth.
--------------------, Mutiara Ihya’ Ulumuddin: Ringkasan yang Ditulis Sendiri
Oleh Sang Hujjatul Islam, Terj. Irwan Kurniawan, Bandung: PT.
Mizan, 2008.
Al-Hakīmī, Hāfiz bin Ahmad, A’lam as-Sunnah al-Masyhur Li I’tiqad at-
Taifah an-Najiyah al-Mansurah, Arab Saudi: Wazir Syu’uniyah
al-Islamiyah, 1422 H
Al-Hanafī, Ahmad bin Muhammad, Gamz ‘Uyun al-Basair Syarah Kitab al-
Asybah wa an-Nadhair, Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyah, 1985.
Al-Ḥanafī, Badr ad-Dīn al-‘Ainaī, ‘Umdah al-Qārī Syarh Ṣāhiḥ al-Bukhārī,
Tp: ttp, 2006.
Al-Hasan, Al-Hasan bin Mahmud bin, al-Mafātih fi Syarh al-Masābīh, Iraq:
Dār an-Nawādir, 2012.
Al-Jazari, Abu Bakar Jabir, Aqidah Seorang Muslim, Solo: Pustaka Mantiq,
1994.
Al-Jurjanī, Ali bin Muhammad, at-Ta’rifat, Beirut: Dār al-Kutub al-
Islamiyah, 1988.
Al-Khamīs, Muhammad bin Abdurrahman, I’tiqad Ahlu As-sunnah Syarah
as-Hab al-Hadis, Arab Saudi, Wazirah asy-Syu`ni al-Islamiyyah,
1419.
Al-Kurṭubī, Abu al-Hasan ‘Ali bin Khalaf bin Abdul Malik, Syarah Sahih al-
Bukhari, Riyadh: Maktabah ar-Rasyd, 2003.
Al-Manāwī, Zainuddin Abdurrauf, at-Taisir bi al-Jami’ as-Ṣagir, Riyadh:
Maktabah Imam asy-Syafi’i, 1988.
Al-Manzur, Ibn, Lisan al-‘Arab, (Keiro: Dār al-Maʻārif, 1119 H.
Al-Misrī, Ahmad bin Muhammad bin Abī Bakr (w. 923 H), Irsyad as-Sārī li
Syarh Sahīh al-Bukharī, Mesir: Maṭba’ah al-Kubra al-Amiriyyah,
1323 H.
Al-Naisaburī, Muslim bin al-Hajjāj bin Muslim al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim,
tp: Dār al-Ta’sil, 2014
Al-Qurtubī, Ali bin Khalaf bin Abd al-Malik bin Batāl, Syarh Sahīh al-
Bukharī Li Ibn Batāl, Riyaḍ: Dār Maktabah Rasyad, 2003.
Al-Qurtubī, Al-Imam Abī ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr
bin Firahi al-Ansārī, Kitab al-Tazkirat bi Ahwāli al-Mautī wa
Umūri al-Ākhirat, (Riyadh: Dār al-Minhāj lī al-Nasyri wa at-
Tauzī’, 1425 H.

212
Al-Qurṭubī, Imam Syams ad-Dīn, al-TadzkirahJilid-1; Bekal Menghadapi
Kehidupan Abadi, Terj. Anshori Umar Sitanggal, Jakarta: Pustaka
al-Kautsar, 2005.
Al-Qurṭubī, Yusuf bin ‘Abdullah, at-Tamhīd lima fi al-Muwaṭṭa’ min al-
Ma’ani wa al-asānīd, tt: tto, tth.
Al-Shufiy, Mahir Ahmad, al-Mizan, al-Shuhuf, al-Shirath, wa Anwa’usy
Syafa‘at (Mizan, Catatan Amal, Shirath dan Macam-Macam
Syafaat), Terj. Tim Love Pustaka, Solo: Tiga Serangkai, 2007.
Al-Tirmizī, Imam Abi ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah, Sunan al-Tirmizi
: al-Jami’ al-Kabir, Jilid. 4, No. 4277, tp: Dār al-Ta’sil, 2016.
Al-Wari’i, Abdurrahman bin Muqbal bin Hadi, asy-Syafa’ah, Yaman: Dār al-
Asār 1999.
Anas, Malik bin, Muwaṭṭa’ al-Imam Mālik: Tahqiq, Taqiyuddin an-Nadawī,
Damsyiq: Dār al-Qalm, 1991.
An-Nasāī, Ahmad bin Su’aib, Sunan an-Nasāī, Libanon: Maktabah al-
Maṭbū’at al-Islamiyyah, 1986.
--------------------, as-Sunan Kubra, Beirut: Muassasah ar-Risalah, 2001.
An-Nawawī, Yahya bin Syarf, Manhaj Syarh Sahih Muslim bin al-Hajjaj,
Beirut: Dār Ijya at-Turas al-Arabī, cet. 2, 1392 H.
---------------------------, Syarah an-Nawawi ‘ala Sahih Muslim, Beirut: Dār
Ihyā` at-Turāṡ al-‘Arabī, 1992 H.
Ar-Rājihī, Abdul Aziz bin Abdullah, Asilah wa ajwibah fi al-Iman wa al-
Kufr, tp: ttp, tth.
Ash-Shidqie, Hashbi, al-Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992.
Asmanuddin, Ali, Tabel Rekapitulasi Penduduk Kota Langsa, 30 Desember
2014, 29 Desember 2015 dan 31 Desember 2016.
As-Sa’atī, Ahmad bin Abdurrahman, al-Fath ar-Rabbanī li Tartib Musnad
al-Imam Ahmad bin Hambal..., Beirut: Dar al-Ihya at-Turas
al-‘Arabi, tt.
As-Sabtī, ‘Iyāz bin Musa (w. 544), Syarah Sahih Muslim li Qaḍi Iyāz al-
Musamma Ikmāl al-Mu’lim bi Qawāid Muslim, Mesir: Dār al-
Waf` li Ṭab’ah, 1998.
As-Samman, Abdul Aziz Muhammad, Mukhtashar al-As’ilah wa al-Ajwibah
al-Usuliyyah, Riyadh: Ma’had Imam ad-Da’wah, 1983.
As-San’anī, Muhammad bin Ismail (w.1182 H), Subl as-Salām, Yaman:
Maktabah al-Bābī al-Halabī, 1960.
As-Suyuṭī ‘Abdurrahman bin Bakr dan Jalal ad-Din, Hasyah as-Suyuti wa
as-Sabdī ‘ala Sunan an-Nasai, tp: ttp, tt.
------------------------, al-Hawī li al-Fatāwi fi al-Fiqh wa ‘Ulum at-Tafsīr wa
al-Usūl wa an-Nawu wa al-Irab wa Sair al-Funūn, Libanon: Dār
al-Kutub al-Ilmiyah.
------------------------, Syarh Fath al-Qadīr, Beirut: Dār al-Fikr, 681 H.

213
Asti, Badiatul Muchlisin, Tidak Semua Syahadat Diterima Allah,
Yogyakarta: Mutiara Media, 2009.
Asy-Syaukani, Muhammad bin Ali, Fath al-Qadīr: al-Jāmi’ Baina Fanni ar-
Riwayah wa ad-Dirayah fi Ilmi at-Tafsir, Libanon: Dar al-
Ma’rifah, 2007.
At-Tabranī, Sulaiman bin Ahmad, al-Mu’jam al-Kabīr, Mosul: Maktabah
al-‘Ulum wa al-Hikam, 1983.
At-Tabrīzī, Muhammad bin Abdullah al-Khatib, Musyakkāh al-Maṣābīh,
Beirut: Maktab al-Islamiyah, 1985.
At-Taujīrī, Abdullah bin Abd al-‘Aziz bin Ahmad, al-Bid’ah al-Hauliyyah,
tp: ttp, tt.
At-Tirmizi, Muhammad bin ‘Isa, Sunan at-Tirmizī, Beirut: Dar al-Ihya at-
Turas al-Arabi, tth.
Aṭ-Ṭusī, Syekh Muhammad bin al-Hasan, Tafsir al-Tibyān, tt: tp, tth.
Azwar, Saifuddin. Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,1998.
Baqī, Muhammad Fuad Abdul, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfad al-Qur’an,
Qāhirah: Dār al-Hadis, 1981.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group. 2007.
BPS, Badan Statistik Kota Langsa, Kota Langsa Dalam Angka: Langsa
Municipality In Figures 2016, (Langsa: BPS Kota Langsa, 2018),
h. 5.
Cooper, R. Donald, C. William Emory, Metode Penelitian Bisnis, Terj. Imam
Nurmawan Gunawan, Jakarta : Erlangga, 1999.
Dahlan, Iḥsan Muḥammad, Siraj aṭ-Ṭālibīn Syarḥ Minhaj al-‘Abidin Ila
Jannah Rab al-‘Alamīn “al-Gazalī”, Indonesia: Dār Ihyā’, tth.
Devito, Joseph A, Komunikasi Antar Manusia, Terj. Agus Maulana, Jakarta :
Profesional Books,, 1997.
Futūh, Muhammad bin, al-Jam’u baina as-Shaihain al-Bukhari wa Muslim,
Berut: Dār Ibn Hazim, 2002.
Hambal, Ahmad bin, Musnad Ahmad Bin Hambal, Beirut: Dar al-Muassasah
Qurtubah, tth.
Hasbyi, Sitti Husaebah, Pengantar Tajuk Subyek Dan Klasifikasi, Makasar:
Alauddin University Press, 2012.
Ibn Kasīr, Ismail bin Umar, Tafsir al-Qur’an al-‘Adīm, tp: Dār at-Taibah,
1999.
Ilhamuddin, Pemikiran Kalam al-Baqillani: Studi Tentang Persamaan dan
Perbedaannya dengan al-Asy‘ari, Terj. Faraz Umaya,
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1997.
J. R Raco. Metode Penelitian Kualitatif Jenis Karakteristik dan
Keunggulannya. Jakarta: Grasindo. 2013.
Jabbar, Su’ahib Abdul, al-Jami’ as-Sahih li as-Sunnah wa al-Masanīd, tp:ttp,
tth.

214
Jazuli, Ahzami Samiun. Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an. Jakarta:
Gema Insani Press 2006)
Kabbani, Syaikh Muhammad Hisyam, Syafaat, Tawasul dan Tabāruk,
Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007.
Kabbānī, Syekh Muhammad Hisyam, Ensiklopedia Akidah Ahlusunah:
Syafaat, Tawasul dan Tabaruk (Encyclopedia of Islamic
Doctrine, Vol. 4, terbitan As-Sunna Foundation of America,
1998), Terj. Zaimul Am, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
2007
Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Gramedia, 1994.
Lismina. Pengembangan Kurikulum. Sidoarjo: Uwais Inspirasi Indonesia.
2017.
Marzuki. Metodologi Riset. Yogyakarta: BPFE. 1998.
Moeliono, M. Anton. et. all. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. dan Balai Pustaka.
1990.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2002.
Nugroho, Wahyu Wiji. Karakteristik Bahasa Toni Blank: Kajian
Psikolinguistik, Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. 2017.
Majāh, Muhammad bin Yazid Abu al-Qazwaini Ibn, Sunan Ibn Majāh,
Beirut: Dār al-Fikr, tth.
Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif:
Buku sumber Tentang Metode-metode Baru, Jakarta: Universitas
Indonesia, 1992.
Muhammad Salim, ‘Athyah bin, Syarah Bulug al-Maram, tp: ttp, tt.
Muhammad, Salih bin Abdul Aziz bin, at-Tamhīd li Syarh Kitab at-Tauhid,
ttp: Dār at-Tauhid, 2003.
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir, Yogyakarta: Unit
Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren al-
Munawwir, 1984.
Muqbal, Muqbal bin Hadī bin, asy-Syafā‘ah, Yaman: Dār al-Āṣār, 1999.
Muṭaḥḥarī, Murtaḍa, Keadilan Ilahi: Asas Pandangan Dunia Islam, Terj.
Agus Efendi, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2009.
Nasional, Depertemen Pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, cet IV, 2008.
Qutub, Sayed, Fi Zilāl al-Qur’an, (tp: ttp, tth.
Rakhmat, Jalal ad-Dīn, Rindu Rasul, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2002.
Rapar, Jan Hendrik, Pengantar Logika Asas-Asas Penalaran Sistematis,
Yogyakarta: Kanasius, 2010.

215
Sa’īd, Ahmad bin, al-Mahallī, Beirut: Lahqiq Lajnah Ihya at-Turas, tt.
Serambinews, Dayah Tertua di Langsa lahirkan 2000 Alumni, diakses pada
tanggal 12-12-2018
Setiawan, Indra, Atlas Tematik Kota Langsa, Langsa: CV. Afortech, 2018.
Sevila, Consevelo G, Pengantar Metode Penelitian. Terj. Alirumuddin
Tuwu, Jakarta: Universitas Indonesia 1993.
Sukmadinata, Nana Syaodiah. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya 2007.
Sugiyono. Metode penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta. 2007.
------------------------,. Metode penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta. 2010.
Suryabroto, Sumadi, Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi,
Yogyakarta: Andi Offset, 1983.
Wahab, Muhammad bin Abdul, Kabāir, Arab Saudi: Wazirah asy-
Syu’uniyah al-Islamiyah wa al-Auqāf wa ad-Dakwah wa al-
Irsyad, 1420.
Walikota Langsa, Keputusan Walikota Langsa, No. 285/451.2/ 2016.
Tentang Penunjukan Khatib Masjid di Lingkungan Pemerintah
Kota Langsa tahun 2016.
Wensick, A.J., al-Mu’jam al-Mufahraṡ lī al-Faẓ al-Aḥadīṡ an-Nabawī,
Leiden: Maktabah Barīl, 1936
Yuslem, Nawir, Ulumul Hadis, Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 2010.
Yusuf, Mundzirin, Membantah Kiamat 2012, Jakarta: Mutiara Media, 2010

PEDOMAN WAWANCARA

1. Apa yang dimaksud dengan syafāʻat dan apa dalilnya (hadis / ayat) ?
2. Apa manfaat atau tujuan dari syafāʻat ?
3. Apa perbedaan antara syafāʻat, Tawasul dan Tabarruk ?
4. Apa saja praktik Ibadah untuk mendapatkan syafāʻat ?

216
5. Kapan syafāʻat itu di dapatkan dan bagaimana bentuk syafaat di dunia
dan diakhirat ?
6. Apa Saja jenis-jenis Ritual untuk mendapatkan syafāʻat bagi si
mayat?
7. Ibadah apa saja yang harus dikerjakan untuk mendapatkan syafāʻat ?
8. Bagaimana kendala dalam melakukan ibadah untuk mendapatkan
syafāʻat ?
9. Apa dalil sebagai pegangan untuk mengamalkan ibadah untuk
mendapatkan syafāʻat di dunia atau akhirat?
10. Bagaimana motifasi masyarakat Kota Langsa dalam rangka
mengamalkan suatu ibadah yang dianggap mendatangkan syafāʻat di
dunia atau akhirat ?

GAMBAR-GAMBAR DI LOKASI PENELITIAN

217
Gambar 1: Pelaksanaan Membayar Fidyah Salat, Puasa dan Kafarat Sumpah
di Desa Alue Pineung, Kec Langsa Timur, Kota Langsa.
Dilakukan oleh imam dan masyarakat

218
Gambar 2: Pelaksanaan Dalail Khairat pada Perayaan Maulid di Pesantren
(Dayah) Raudhatul Najah, Desa Sukarejo, Kec. Langsa Timur,
Kota Langsa

219
Gambar 3: Penulis Bersama Kepala Dinas Syariat Islam Kota Langsa untuk
Wawancara

220
Gambar 4: Penulis bersama Ketua Organisasi Sirul Mubtadin Kota Langsa
dalam mewawancarakannya

221
Gambar 5: Penulis mewawancarai Pimpinan Pesantren (Dayah) Darul Huda
Sungai Pauh, Kec. Langsa Kota, Kota Langsa

222
Gambar 6: Penulis mewawancarai Pimpinan Pesantrin (Dayah) Darul Fatah,
Kec. Langsa Kota, Kota Langsa

223
Gambar 7: Penulis mewawancarai Ketua MPU Kota Langsa Dr. Zulkarnain,
MA di Kantor MPU Kota Langsa

224
Gambar 8: Penulis mewawancarai Dr. Zulfikar, MA, Dekan Pakultas Syariah
IAIN Langsa dan sebagai Akademisi Kota Langsa

225
Gambar 8: Penulis Mewawancarai Pimpinan Pesantren (Dayah) Bustanul
Malikussalih Ruhul Quddus, Ustad Salahuddin Usman, S.HI,
Desa Birem Bayeun, Kec. Langsa Barat, Kota Langsa.

226
Gambar 9 : Penulis Mewawancarai Ustad Zulkifli Hamid, SH, Pimpinan
Pesantren (Dayah) Misbahul Kamal Al-Aziziyah, Desa
Seuneubok Antara, Kec. Langsa Timur Kota Langsa.

227
Gambar 10 : Penulis mewawancarai Ustad Jailani, S.Pd.I, Ketua Majelis
Pesantren MUQ Langsa

228
Gambar 11 : Penulis mewawancarai Ustad Ismail Damanik, S.Si Tokoh
Masyarakat, Guru Ngaji dan penceramah kota Langsa.

229
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Mukhtaruddin, S.Pd.I, M.TH
2. Tempat / Tgl. Lahir : Buket Drien, 13 April 1975
3. Pekerjaan : Guru Honor
4. Status Perkawinan : Kawin
5. Alamat : Jl. Banda Aceh-Medan, Gampong Alue
Pineung, Kec. Langsa Timur, Kota Langsa.
6. Nama Orang Tua : a. Ayah : Hanafiyah bin Ismail
b. Ibu : Siti Hasanah binti M. Ali
7. Daftar Nama Saudara/i Kandung:
No Nama Umur Pekerjaan Alamat Ket

1 Zulkarnaini 53 Thn Imam Mukim Aceh Timur ”

2 Suryani 50 Thn Ibu Rumah Tangga Aceh Timur ,,

3 Nilawati 47 Thn Ibu Rumah Tangga Aceh Timur ,,

4 Amiruddin 43 Thn Petani Aceh Timur ,,

5 Nurasma 40 Thn Ibu Rumah Tangga Aceh Timur ,,

6 Yusrawati 35 Thn Ibu Rumah Tangga Aceh Timur ,,

7 Salbiyah, S.Pd 29 Thn Guru Aceh Timur ,,

8. Daftar Nama Keluarga:


No Nama Umur Pekerjaan Alamat Ket

1 Sinta Cahyati, S.Pd.I 33 Guru Honor Sesuai KK

2 Sahlan Anshari 14 Thn Siswa MTs Sesuai KK

3 Muhammad Alif 10 Thn Siswa MIN Sesuai KK

4 Hawna Zikria 3 Thn Belum Sekolah Sesuai KK

II. RIWAYAT PENDIDIKAN


1. Tamatan MI Dama Puteh, Berijazah Tahun 1988

230
2. Tamatan MTs Dama Puteh, Berijazah Tahun 1991
3. Tamatan Pesantren Raudhatul Ma’arif, Berijazah Tahun 1998
4. Tamatan STAI Zawiyah Cot Kala Langsa (S-1), Berijazah Tahun
2006
5. Tamatan IAIN Sumatera Utara Medan (S-2), Berijazah Tahun 2014

III. RIWAYAT PEKERJAAN


1. Guru Pesantren Salafi (Raudhatul Ma’arif A. Utara) Mulai Tahun
1998 s/d 2001
2. Guru Honor pada MA Ulumul Qur-an Langsa Mulai Tahun 2002 –
sampai sekarang
3. Dosen IAIN Langsa Mulai Tahun 2014 s/d 2018
4. Kepala Devisi Keasramaan pada Madrasah Ulumul Qur’an Yayasan
Dayah Bustanul Ulum Langsa Mulai tahun 2017 sampai sekarang.

231

Anda mungkin juga menyukai