FAKULTASKEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN Juli 2020
DisusunOleh:
Residen Pembimbing :
dr. Fauziah
Supervisor Pembimbing :
dr. Uleng Bahrun, Sp.PK (K), PhD
ii
2021
iii
HALAMAN PENGESAHAN
iiii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemoilogi
2.3 Eriologi
Agen etilogi AIDS adalah HIV, yang termasuk famili retrovirus manusia dan
subfamili lentivirus. Keempat retrovirus manusia yang telah dkenal termasuk dalam 2
kelompok :
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV
dari sekelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy
Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukimia Virus (HTL-III) yang juga
disebut Human T-Cell Lympanotropic Virus (retrovirus). Retrovirus mengubah asam
rebonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk
kedalam sel pejamu.6
GAMBAR VIRUS
PATOGENESIS
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu6 :
Dua sasaran utama infeksi HIV, yaitu sistem imun dan sistem saraf
pusat. Mekanismenya adalah sebagai berikut: 10
Infeksi HIV ditandai oleh hilangnya sel CD4+ yang terus- menerus,
dan pada akhirnya terkuras dari darah perifer. Infeksi produktif sel T
merupakan mekanisme terjadinya deplesi sel T CD4+ akibat infeksi HIV.
Awalnya, HIV 8berkolonisasi di organ limfoid (limpa, kelenjar getah
bening, tosil) dan menginfeksi sel T, makrofag, dan sel dendrite. Organ ini
merupakan tempat penyimpanan sel yang terinfeksi. Pada awalnya, sistem
imun dapat berproliferasi secara giat untuk menggantikan sel T yang mati
sehingga menyamarkan kematian sel yang masif yang terutama terjadi
dalam jaringan limfoid. Hilangnya sel T terjadi karena lisis sel langsung
karena infeksi HIV produktif.10
GEJALA KLINIS
Perjalanan klinis infeksi HIV tebagi atas 3 tahap, yaitu: 10
1. Fase Akut
Fase akut menggambarkan respon awal seorang dewasa yang imunokompeten
terhadap infeksi HIV. Secara klinis, secara khas penyakit pada fase ini
sembuh sendiri 3-6 minggu setelah infeksi. 3 Fase ini ditandai dengan gejala
nonspesifik, yaitu nyeri tenggorok, mialgia, demam, ruam, dan kadang-
kadang meningitis aseptik. Namun, segera setelah hal itu terjadi, akan muncul
respon imun yang spesifik terhadap virus, yang dibuktikan melalui
serokonversi ( sekitar 3 hingga 17 minggu setelah pajanan) dan melalui
munculnya sel T sitotoksik CD8+ yang spesifik terhadap virus. Setelah
viremia mereda, sel T CD4+ kembali mendekati jumlah normal, Namun,
berkurangnya virus dalam plasma bukan merupakan penanda berakhirnya
replikasi virus, yang akan terus berlanjut di dalam makrofag dan sel T CD4+
jaringan. 10
2. Fase Kronis
Fase kronis menunjukkan tahap penahanan relatif virus. Para pasien tidak
menunjukkan gejala ataupun menderita limfadenopati persisten, dan banyak
penderita yang mengalami infeksi oportunistik, seperti sariawan (Candidiasis)
atau herpes zoster. Limfadenopati persisten yang disertai dengan kemunculan
gejala konstitusional yang bermakna (demam, ruam, mudah lelah)
mencerminkan onset adanya dekompensasi sistem imun, peningkatan
replikasi virus, dan onset fase krisis. 10
3. Fase Krisis
Fase ini ditandai dengan kehancuran pertahanan pejamu yang sangat
merugikan, peningkatan viremia yang nyata, serta penyakit klinis. Pasien
khasnya akan mengalami demam lebih dari 1 bulan, mudah lelah, penurunan
berat badan, dan diare. Jumlah CD4+ menurun dibawah 500 sel/µL. Setelah
interval yang berubah- ubah, pasien mengalami infeksi oportunistik yang
serius, neoplasma sekunder, dan/ atau manifestasi neurologis , dan pasien
yang bersangkutan dikatakan telah menderita AIDS yang sesungguhnya.
Menurut penurunan CD4+, CDC ( Centers for Disease Control )
mengklasifikasikan gejala pasien berdasarkan jumlah sel CD4+, yaitu:
1. CD4+ lebih dari 500 sel/µL: asimptomatis
2. CD4+ 200- 500 sel/µL: gejala awal penuruna CD4+
3. CD4+ dibawah 200 sel/µL: disertai imunosupresi yang berat. 10
Menurut Zubair Djoerban, Depkes RI, pembagian tingkatan klinis HIV dibagi
atas:
2. Tingkat 2 (dini), pada tingkatan ini sudah bergejala tetapi aktivitas masih
normal: 12
a. Penurunan berat badan kurang dari 10%
b. Kelainan mulut dan kulit ringan
c. Herpes zoster yang timbul 5 tahun terakhir, suatu penyakit kulit yang
disebabkan oleh virus herpes varicella zoster.
d. Infeksi saluran napas atas berulang, misalnya sinusitis, yaitu
peradangan pada rongga sinus di tengkorak.
3. Tingkat 3 (menengah) 12
a. Penurunan berat badan lebih dari 10%
b. Diare kronik lebih dari 1 bulan tanpa diketahui sebabnya
c. Demam yang tidak diketahui penyebabnya selama 1 bulan, hilang
timbul maupun terus- menerus
d. Kandidosis mulut, yaitu adanya infeksi Candida pada daerah mulut
e. Bercak putih berambut dimulut ( hairy leukoplakia)
f. TB paru setahun terakhir g. Infeksi bacterial berat pada parenkim paru
seperti pneumonia
4. Tingkat 4 ( lanjut) 12
a. Badan menjadi kurus, HIV wasting syndrome, yaitu berat badan turun
lebih dari 10% dan diare kronik tanpa diketahui sebabnya selama lebih
dari 1 bulan atau kelemahan kronik dan demam tanpa diketahui
sebabnya lebih dari 1 bulan.
b. Infeksi oportuistik berat
c. Enselofalopati HIV, sesuai kriteria CDC, yaitu gangguan kognitif atau
disfungsi motorik yang mengganggu aktivitas sehari- hari, progreisf
sesudah beberapa minggu atau bulan, tanpa dapat ditemukan penyebab
lain kecuali HIV.
Serangan pada sistem saraf merupakan manifestasi AIDS yang umum terjadi
dan penting. Yang bermakna pada beberapa pasien pasien adalah manifestasi
neurologis dapat merupakan satu- satunya gambaran yang muncul atau yang paling
awal muncul pada infeksi HIV. Gangguan neurologis dapat berupa meningitis
aseptic, mielopati vacuolar, neuropati perifer, dan yang paling umum adalah
enselopati progresif yang secara klinis disebut kompleks demensia- AIDS. 13
2. 4DIAGNOSIS
Tes HIV dan konseling merupakan pintu masuk utama pada layanan pencegahan,
perawatan, dukungan dan pengobatan. Tes HIV harus mengikuti prinsip yang telah
disepakati secara global yaitu 5 komponen dasar yang disebut 5 C (informed consent,
confidentiality, counseling, correct testing and connection/linkage to prevention, care and
treatment sevices).
2.4.1 Anamnesis 14
Pola nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami
penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri menelan,
dan juga pasien akan mengalami penurunan berat badan
yang cukup drastis dalam jangka waktu singkat
(terkadang lebih dari 10% BB).
Pola eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, feses encer,
disertai mucus berdarah
Pemeriksaan fisik 14
Gambaran umum : ditemukan pasien tampak lemah
Kesdaran : composmentis kooperatif, sampai terjadi
penurunan tingkat kesadaran, apatis, somnolen, stupor
bahkan koma.
Vital sign : TD; biasanya ditemukan dalam batas normal,
nadi; terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat,
pernapasan : biasanya ditemukn frekuensi pernapasan
meningkat, suhu; suhu biasanya ditemukan meningkat
krena demam,
BB ; biasanya mengalami penrunan(bahkan hingga 10%
BB), TB; Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi
badan tetap).
Kepala : biasanya ditemukan kulit kepala kering karena
dermatitis seboreika
Mata : biasnay konjungtifa anemis , sce;era tidak ikterik,
pupil isokor,refleks pupil terganggu
Hidung : biasanya ditemukan adanya pernapasan cuping
hidung Leher: kaku kuduk (penyebab kelainan
neurologic karena infeksi jamur criptococus neofarmns)
Gigi dan mulutr : biasany ditemukan ulserasi dan adanya
bercak- bercak putih seperti krim yang menunjukan
kandidiasis
Jantung: Biasanya tidak ditemukan kelainan
Paru-paru : Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien AIDS
yang disertai dengan TB napas pendek (cusmaul)
Abdomen : Biasanya bising usus yang hiperaktif
Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya
tanda-tanda lesi (lesi sarkoma kaposi)
Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus oto
menurun, akral dingin.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Sumber : Rosenberg NE, Pilcher CD, Busch MP, Cohen MS. How can we better
identify early HIV infections? Curr Opin HIV AIDS. 2015;10(1):61–8.
Spesifitas PCR RNA HIV mencapai 100% saat lahir, usia 1, 3, dan 6
bulan. Spesifitas tersebut tidak berbeda dengan spesifitas PCR DNA HIV. Uji
yang dilakukan segera saat lahir akan mendeteksi bayi yang terinfeksi
intrauterin. Uji PCR RNA HIV dapat mengidentifikasi bayi terinfeksi HIV
sebesar 25-85% pada usia satu minggu pertama; 89% pada usia satu bulan;
90-100% pada usia 2-3.
Uji PCR DNA HIV mempunyai spesifitas sebesar 99,8% saat lahir,
dan 100% pada usia 1,3, dan 6 bulan. Uji PCR DNA HIV dapat
mengidentifikasi bayi terinfeksi HIV sebesar 20-55% pada usia satu minggu
pertama; 90% pada usia 2-4 minggu; 100% pada usia 3-6 bulan.
Penelitian terhadap 1567 bayi lahir dari ibu terinfeksi HIV yang
membandingkan akurasi uji PCR RNA HIV dan PCR DNA HIV
mendapatkan akurasi keduanya serupa dengan masing-masing sensitivitas
sebesar 100% pada usia 3 bulan. Sensitivitas terendah didapatkan pada saat
pemeriksaan segera setelah lahir (PCR DNA HIV: 55%; PCR RNA HIV:
58%) dan meningkat pada usia 1 bulan (89%) dan 3 bulan (100%).
Pada fasilitas kesehatan yang tidak memiliki akses uji virologis HIV,
diagnosis presumtif infeksi HIV ditegakkan pada anak berusia <18 bulan
apabila didapatkan kelainan terkait HIV disertai hasil serologis HIV yang
seropositif. Kriteria diagnosis presumtif infeksi HIV memiliki sensitifitas dan
spesifisitas sebesar masing-masing 68.9% dan 81% untuk mengidentifikasi
infeksi HIV pada anak <18 bulan.
Terdapat tiga jenis tes antibodi untuk menegakkan diagnosis HIV pada
anak >18 bulan, remaja, dan dewasa (lampiran 3). Hasil pemeriksaan anti-
HIV dapat berupa reaktif, non-reaktif (negatif), dan tidak dapat ditentukan
(inkonklusif).
Hasil yang belum terkonfirmasi didapatkan jika tes HIV pertama reaktif
namun pemeriksaan tambahan tidak dilakukan pada kunjungan yang sama
untuk konfirmasi diagnos`is HIV. Hal ini terjadi pada daerah yang
menerapkan satu kali pemeriksaan, suatu pendekatan yang dinamakan “tes
untuk triase”. Konselor dan penyedia layanan tes bertanggung jawab
menjelaskan bahwa hasil yang didapatkan bukan merupakan diagnosis HIV
dan memerlukan konfirmasi serta merujuk klien dengan hasil reaktif ke
tempat dimana diagnosis HIV dapat ditentukan. Pasien dimotivasi untuk
sesegera mungkin ke fasilitas pemeriksaan selanjutnya.
Pada daerah dengan prevalens tinggi, tes ulang HIV pada wanita hamil
dapat dilakukan pada kehamilan lanjut, persalinan, atau sesegera mungkin
setelah persalinan.
Rekomendasi
Uji diagnostik yang digunakan pada anak berusia <18 bulan adalah uji virologis (sangat
direkomendasikan, kualitas bukti tinggi)
Uji diagnostik yang digunakan pada anak > 18 bulan, remaja dan orang dewasa adalah uji
serologis dengan strategi diagnosis HIV berdasarkan hasil tiga tes sekuensial reaktif
(sangat direkomendasikan, kualitas bukti tinggi)
TATALAKSANA
PROGNOSIS
3. Sepkowitz KA. "AIDS--the first 20 years". N. Engl. J. Med. 2001; 344 (23):
1764–72
16. World Health Organization. HIV and adolescents: guidance for HIV testing
and counselling and care for adolescents living with HIV: recommendations
for a public health approach and considerations for policy-makers and
managers. [Internet]. Geneva, Switzerland: World Health Organization; 2013.