(Reg) Modul Postur Kerja
(Reg) Modul Postur Kerja
LEMBAR PENGESAHAN
Tutorial
Postur Kerja
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tutorial Laboratorium DSK&E
Jurusan Teknik Industri – Fakultas Teknologi Industri
Universitas Islam Indonesia
Disusun Oleh :
Asisten Laboratorium DSK&E
POSTUR KERJA
PENDAHULUAN
Dalam dunia industri, peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam
menjalankan proses produksi terutama kegiatan yang bersifat manual (mayoritas berupa manual
material handling). Aktivitas manusia seperti ini dapat menyebabkan masalah ergonomi yang sering
dijumpai di tempat kerja khususnya yang berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan manusia
dalam melakukan pekerjaannya. Gangguan muskuloskeletal yang sering disebut sebagai
Musculoskeletal Disorder (MSDs) merupakan penegangan otot bagi pekerja yang melakukan gerakan
yang sama dan berulang secara terus-menerus.
Keluhan MSDs yang sering timbul pada pekerja industri adalah nyeri punggung, nyeri leher, nyeri
pada pergelangan tangan, siku dan kaki. Ada empat faktor yang dapat meningkatkan timbulnya MSDs
yaitu postur yang tidak alamiah, tenaga yang berlebihan, pengulangan gerakan, dan lamanya waktu
kerja.
Untuk itu diperlukan suatu upaya pencegahan dan minimalisasi timbulnya MSDs dan juga CTDs
di lingkungan kerja. Upaya ini dapat diwujudkan melalui analisis postur kerja. Postur atau sikap kerja
merupakan suatu tindakan yang diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Dari
hasil analisis postur kerja ini selanjutnya akan diperoleh rekomendasi perbaikan yang perlu dilakukan.
TUJUAN TUTORIAL
Adapun tujuan dari tutorial postur kerja ini adalah sebagai berikut:
Mampu mengaplikasikan kuesioner NBM untuk mengetahui keluhan rasa sakit tubuh. Mampu
mengaplikasikan metode postur kerja menggunakan REBA, RULA, dan QEC untuk
mengurangi risiko kerja.
Mengetahui level risiko postur tubuh pada saat melakukan kerja.
Mampu memberikan rekomendasi berdasar hasil analisis postur kerja.
pengumpulan data meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan riwayat penyakit. Data operator
menjadi suatu hal yang penting kaitannya dengan kesesuaian antara karakteristik operator
yang dijumpai di lapangan dengan operator yang diharapkan dalam penelitian.
2. Kuesioner Nordic Body Map (NBM)
Kuesioner NBM pada tutorial ini diberikan kepada lima orang operator yang memiliki jenis
pekerjaan yang sama, dan bertujuan untuk mengetahui bagian otot tubuh pekerja yang
mempunyai keluhan sakit yang paling banyak dirasakan.
3. Kuesioner Quick Exposure Check (QEC)
Kuesioner QEC pada tutorial ini diberikan pada satu operator dengan syarat apabila pekerjaan
pengangkatan maka menggunakan kedua tangan, beban statis (tidak ada penambahan beban).
Input kuesioner QEC terdiri dari dua sudut pandang yaitu penilaian peneliti dan operator.
4. Screen capture video saat proses aktivitas kerja
Video proses pengangkatan diambil dengan tujuan untuk menentukan frame yang tepat dari
setiap pergerakan yang akan di analisis postur kerjanya (REBA (frame mengangkat,
membawa, menurunkan) / RULA (sisi samping dan atas operator)).
5. Sudut tubuh
Frame yang akan dinilai postur kerjanya akan di-screen capture kemudian ditentukan sudut-
sudutnya yang akan dilanjutkan dengan proses perhitungan postur dengan metode sesuai studi
kasus.
Output
1. Hasil kuesioner Nordic Body Map (NBM)
Nilai persentase dari setiap bagian tubuh pekerja merupakan output dari kuesioner NBM, dari
skor persentase tersebut dapat dilihat bagian tubuh yang memiliki persentase paling besar
menandakan keluhan sakit dari operator.
2. Skor REBA/RULA/QEC
Hasil skor didapatkan berdasarkan ketentuan penilaian pada masing – masing metode sesuai
dengan kondisi kerja operator serta sudut yang terbentuk dari postur kerja operator dalam bentuk
screen capture (untuk REBA/RULA).
3. Analisis beban dan postur kerja
Proses analisis besarnya skor REBA/RULA/QEC yang dihasilkan setelah proses pengolahan
data sehingga praktikan dapat memberikan perubahan dan perbaikan terhadap postur kerja
operator.
4. Rekomendasi postur kerja
Pada dasarnya rekomendasi mempunyai tujuan untuk dapat memberikan kontribusi dalam
LANDASAN TEORI
Nordic Body Map
Adanya keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh manusia lebih disebabkan oleh tidak
adanya kondisi keseimbangan struktur rangka dalam menerima beban, baik beban berat tubuh
maupun beban tambahan lainnya. Misalnya tubuh yang tinggi rentan terhadap beban tekan dan
tekukan, oleh sebab itu mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya keluhan otot skeletal.
Melalui pendekatan secara subjektif, adanya keluhan otot skeletal dapat diukur dan di analisis
dengan baik. Penggunaan nilai subjektif ini telah mencakup beberapa fenomena yang terjadi dalam
psikologis, biomekanis dan pengukuran teknik, serta menjadi cara paling mudah untuk dinilai dan
diintrepetasikan (Kroemer, 2001).
Nordic Body Map merupakan salah satu alat ukur subjektif berupa kuesioner yang digunakan untuk
mengetahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (agak sakit)
sampai sangat sakit (Corlett, 1992). Kuesioner ini (Tabel 2) menggunakan gambar tubuh manusia
yang dibagi menjadi sembilan bagian tubuh utama yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku,
punggung bagian bawah, pinggang, lutut dan tumit. Dari sembilan bagian tubuh tersebut kemudian
diperinci menjadi 28 bagian tubuh seperti pada Gambar 1.
Level of Complaints
No. Location
A B C D
5 Back /Punggung
7 Waist/Pinggang
8 Buttock/Pantat
Level of Complaints
No. Location
A B C D
Pengolahan data dalam menggunakan kuesioner Nordic Body Map ini sangat beragam. Namun
dalam tutorial ini dibatasi dengan berbagai ketentuan dan langkah-langkah sebagai berikut (Sukania,
Widodo, & Natalia,2003) :
a. Mengisi NBM kuesioner dengan beberapa responden yang jenis pekerjaannya sama.
b. Membuat presentase setiap indikator dari jawaban yang diberikan.
c. Menganalisis presentase yang memiliki tingkat sangat dikeluhkan oleh pekerja.
Postur Kerja
Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja. Pergerakan yang
dilakukan saat bekerja meliputi flexion, extension, abduction, adduction, pronation dan supination
seperti pada gambar berikut :
Pertimbangan ergonomi yang berkaitan dengan postur kerja dapat membantu mendapatkan postur
kerja yang nyaman bagi pekerja, baik itu postur kerja berdiri, duduk maupun postur kerja lainnya.
Pada beberapa jenis pekerjaan terdapat postur kerja yang tidak alami dan berlangsung dalam jangka
waktu yang lama. Hal ini akan mengakibatkan keluhan sakit pada bagian tubuh atau sering disebut
dengan CTDs (Cummulative Trauma Disorders).
Cummulative Trauma Disorders (dapat disebut sebagai Repetitive Motion Injuries atau
Musculoskeletal Disorders) adalah cidera pada sistem kerangka otot yang semakin bertambah secara
bertahap sebagai akibat dari trauma kecil terus menerus yang disebabkan oleh desain buruk, yaitu
desain alat atau sistem kerja yang membutuhkan gerakan tubuh dalam posisi tidak normal serta
penggunaan perkakas (handtools) atau alat lain yang terlalu sering (Tayyari & Smith,1997). Terdapat
empat faktor yang paling sering menjadi penyebab timbulnya CTDs yaitu:
a. Penggunaan gaya yang berlebihan selama gerakan normal.
b. Gerakan sendi yang kaku yaitu tidak berada pada posisi normal. Misalnya, bahu yang terlalu
terangkat, punggung terlalu membungkuk, dan lain –lain.
c. Perulangan gerakan yang sama secara terus – menerus.
d. Kurangnya istirahat yang cukup untuk memulihkan trauma sendi.
yang dapat digunakan dalam menganalisis postur tubuh seperti yang dapat dilihat dalam gambar
berikut.
a. Punggung
Skor pergerakan punggung (batang tubuh) dan range pergerakannya dapat dilihat
dalam Tabel 3 dan Gambar 5.
Tabel 3. Skor Pergerakan Punggung (Batang Tubuh)
Pergerakan Skor Penambahan Skor
Tegak/alamiah 1
00 - 200flexion 2
00 - 200extension +1 jika memutar
atau miring ke
200 - 600 flexion 3
samping
> 200 extension
> 600 flexion 4
Keterangan dari gambar di atas adalah (a) postur alamiah,(b) postur 0–20oflexion,
Gambar 6. Range pergerakan leher (a) postur 20o atau lebih flexion, (b) postur
extension
Sumber : Hignett & McAtamney (2000)
c. Kaki
Skor pergerakan kaki dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel 5 dan
Gambar 7.
Tabel 5. Skor Posisi Kaki
Pergerakan Skor Penambahan Skor
Kaki tertopang, bobot tersebar
1 +1 jika lutut antara 30 0 dan
merata, jalan atau duduk 600 flexion
Kaki tidak tertopang, +2 jika lutut > 600
2
bobot tidak tersebar flexion (tidak ketika
kaki tidak tertopang, bobot tidak tersebar merata, (c) lutut menekuk antara 300 – 600
flexion, dan (d) lutut menekuk >600 flexion (tidak ketika duduk)
d. Lengan atas
Skor pergerakan lengan atas dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel 6
dan Gambar 8.
e. Lengan bawah
Skor pergerakan lengan bawah dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel 7
dan Gambar 9.
Tabel 7. Skor Pergerakan Lengan Bawah
Pergerakan Skor
0 0
60 - 100 flexion 1
<600 flexion atau >1000flexion 2
Keterengan dari gambar di atas adalah (a) postur alamiah, (b) postur 0 – 15oflexion
dan extension, (c) postur >15o flexion, (d) postur >15o extension.
Skor Keterangan
Hasil skor yang diperoleh dari Skor A dan Skor B digunakan untuk melihat tabel C sehingga
didapatkan skor dari tabel C seperti pada Tabel 12.
Load/force Coupling
Level resiko dapat diketahui dengan nilai REBA yang didapatkan dari hasil perhitungan
sebelumnya. Berdasarkan klasifikasi dari tabel di atas, dapat diketahui level resiko yang terjadi
dan perlu atau tidaknya tindakan yang dilakukan untuk perbaikan. Perbaikan kerja yang
mungkin dilakukan antara lain berupa perancangan ulang peralatan kerja berdasarkan prinsip
– prinsip ergonomi.
Metode RULA dirancang untuk kemudahan tanpa memerlukan alat yang sulit digunakan.
Menggunakan lembar kerja RULA, evaluator akan menetapkan skor untuk masing-masing
daerah tubuh berikut : lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, leher, tulang belakang dan
kaki. Setelah data untuk masing - masing daerah dikumpulkan dan mencetak,tabel pada form
kemudian digunakan untuk menyusun variabel faktor resiko hingga menghasilkan skor tunggal
yang mewakili tingkat resiko MSDs.
b. Lengan Bawah
Rentang skor untuk lengan bawah dikembangkan dari penelitian Grandjean dan
Tichauer adalah :
Keterangan dari gambar di atas adalah (a) postur flexion 60o – 100o, (b) postur alamiah,
(c) postur flexion >100o , dan (d) pergerakan melintasi garis tengah badan.
c. Pergelangan Tangan
Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and Safety
Executive, digunakan untuk menghasilkan skor postur sebagai berikut :
Keterangan dari gambar di atas adalah (a) postur alamiah, (b) postur flexion >15o, (c)
postur 0-15oflexion maupun extension, (d) postur extension >15o, (e) posisi radial - ulnar.
Keterangan dari gambar di atas adalah (a) postur alamiah dan (b) postur putaran
pergelangan tangan.
d. Leher
Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang dilakukan oleh
Chaffin dan Kilbom et al. Skor tersebut adalah :
Tabel 17. Skor Postur untuk Leher
Pergerakan Skor Penambahan Skor
0-100flexion 1
100-200flexion 2 +1 jika leher diputar atau
>200flexion 3 posisi miring, dibengkokkan
Posisi 4 ke kanan atau kiri
extension
Gambar 20. Range Pergerakan Punggung yang Diputar atau Dibengkokkan (a) Postur
f. Kaki
Kisaran untuk skor tambahan postur kaki ditetapkan sebagai berikut :
+1, jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata.
+1, jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki, dimana terdapat ruang
untuk berubah posisi.
+2, jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata.
Gambar 21. Range Pergerakan Kaki (a) Kaki Tertopang, Bobot Tersebar Merata, (b)
Kaki Tidak Tertopang, Bobot Tidak Tersebar Merata
Sumber : (Lynn McAtamney, 1993)
Pergelangan Tangan
Lengan Lengan 1 2 3 4
Atas Bawah PP PP PP PP
1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 2 2 2 2 3 3 3
2 2 2 2 2 3 3 3 3
1
3 2 3 3 3 3 3 4 4
Pergelangan Tangan
Lengan Lengan 1 2 3 4
Atas Bawah PP PP PP PP
1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 3 3 3 3 4 4 4
2 3 3 3 3 3 4 4 4
2
3 2 4 4 4 4 4 5 5
1 3 3 4 4 4 4 5 5
2 3 4 4 4 4 4 5 5
3
3 4 4 4 4 4 5 5 5
1 4 4 4 4 4 5 5 5
2 4 4 4 4 4 5 5 5
4
3 4 4 4 5 5 5 6 6
1 5 5 5 5 5 6 6 7
2 5 6 6 6 6 7 7 7
5
3 6 6 6 7 7 7 7 8
1 7 7 7 7 7 8 8 9
2 8 8 8 8 8 9 9 9
6
3 9 9 9 9 9 9 9 9
Rekaman video yang dihasilkan dari postur kelompok B yaitu leher, punggung (badan), dan
kaki lalu bagian tersebut diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur. Kemudian
skor tersebut dimasukkan ke dalam tabel B untuk memperoleh skor B.
Punggung
1 2 3 4 5 6
Leher
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
Sistem penskoran dilanjutkan dengan melibatkan otot dan tenaga yang digunakan.
Penggunaan yang melibatkan otot dikembangkan berdasarkan penelitian Drury, yaitu sebagai
berikut :
+1, jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau penggunaan postur tersebut
berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit.
Penggunaan tenaga (beban) dikembangkan berdasarkan penelitian Putz-Anderson dan
Stevenson dan Baida, yaitu sebagai berikut :
0 jika pembebanan sesekali atau kurang dari 2 kg dan ditahan
+1 jika beban sesekali 2 – 10 kg
+2 jika beban 2 – 10 kg bersifat statis atau berulang-ulang.
+2 jika beban sesekali namun lebih dari 10 kg
+3 jika beban (tenaga) lebih dari 10 kg dialami secara statis atau berulang
+3 jika pembebanan seberapapun besarnya dialami dengan sentakan cepat.
Skor penggunaan otot dan skor tenaga pada kelompok tubuh bagian A dan B diukur dan
dicatat dalam kotak-kotak yang tersedia kemudian ditambahkan dengan skor yang berasal dari
table A dan B, yaitu sebagai berikut :
Skor A+ skor penggunaan otot + skor tenaga (beban) untuk kelompok A = Skor C
Skor B + skor penggunaan otot + skor tenaga (beban) untuk kelompok B = Skor D
Skor D
1 2 3 4 5 6 7+
1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
Skor C
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
8+ 5 5 6 7 7 7 7
Grand skor selanjutnya dapat diintepretasikan pada tabel klasifikasi tingkat resiko dan tindakan
RULA seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 22. Tingkat Resiko dan Tindakan RULA
Skor Tingkat Resiko dan Tindakan
1-2 Resiko diabaikan, tidak perlu penanganan
Setelah peneliti melakukan pengamatan pada operator dan mengisi kuesioner akan dilakukan
rekpitulasi data kuesioner dari pengamat yang melihat bagaimana postur tubuh operator ketika
bekeja setiap departemen yang diamati oleh peneliti (pada kasus ini adalah sebuah pabrik
sepatu). Sehingga hasil rekapitulasi dari kuesioner QEC untuk peneliti adalah sebagai berikut:
Tabel 23. Rekapitulasi Kuesioner Pengamat
Pergelangan
Stasiun Punggung Bahu/Lengan
Tangan Leher
Kerja
1 2 1 2 1 2
Jahit A3 B2 C1 D3 E2 F1 G3
Sol A1 B2 C1 D3 E1 F1 G3
Finishing A2 B2 C1 D3 E1 F1 G3
Kuesioner operator lebih menitik beratkan kepada yang dirasakan oleh operator ketika
melakukan pekerjaannya seperti beban yang harus diangkat dan juga durasi kerja. Setelah
operator mengisi kuesioner akan dilakuakn rekpaitulasi data dari beberapa operator yang
mengisi kuesioner, yaitu sebagai berikut :
Tabel 24. Tabel Rekapitulasi Kuesioner Operator
Stasiun Pertanyaan
Kerja H I J K L M N O
Jahit H1 I3 J1 K2 L1 M1 N2 O2
Sol H1 I3 J2 K2 L1 M1 N2 O2
Finishing H1 I3 J1 K2 L1 M1 N2 O2
Consideration of Action
QEC secara cepat mengidentifikasi tingkat paparan dari punggung, bahu/lengan tangan,
pergelangan tangan/tangan, dan leher. Hasil dari metode ini juga merekomendasikan
intervensi ergonomi yang efektif untuk mengurangi tingkat paparan, seperti tabel di bawah :
Keterangan :
Tingkat paparan (E) diperoleh dari pembagian skor total dengan skor maksimum. Seperti
rumus di bawah ini :
𝑋
𝐸 (%) = 𝑥 100%
𝑋𝑚𝑎𝑥
• X = Total skor yang didapat untuk paparan risiko cedera untuk punggung, bahu/lengan,
pergelangan tangan, dan leher yang diperoleh dari perhitungan kuesioner.
• Xmax = Total maksimum skor untuk paparan yang mungkin terjadi untuk punggung,
bahu/lengan, pergelangan tangan, dan leher. (Sesuai dengan standar yang telah ditetapkan,
dimana untuk aktivitas manual handling Xmax =176, untuk aktivitas selain itu atau statis
Xmax=162)
Hasil exposure score QEC pada masing-masing bagian tubuh dapat diintepretasikan pula pada
tabel klasifikasi level resiko berdasarkan range skor-nya, seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 26. Exposure Score QEC
Exposure Score
Score Very
Low Moderate High
High
Punggung (Statis) 8-15 16-22 23-29 29-42
Punggung
10-20 21-30 31-40 41-56
(Bergerak)
Bahu/Lengan 10-20 21-30 31-40 41-56
Pergelangan
10-20 21-30 31-40 41-56
Tangan
Leher 4-6 8-10 12-14 16-18
PENCEGAHAN CTDS
Dengan melakukan perhitungan di atas maka diharapkan pekerja dapat meminimalisir resiko dari
dampak CTDs itu sendiri. Pencegahan CTDs dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu
engineering control, administrative control dan Alat Pelindung Diri (APD) seperti yang terdapat
dalam Gambar 1.26 sebagai berikut:
Langkah-langkah
Pencegahan CTDs
Engineering Administrative
APD
Controls Controls
Penjadwalan
Job Redesign Waktu
Istirahat
Automation Exercise
Workplace Job/career
Accessories changes
CONTOH SOAL
Nordic Body Map (NBM)
Seorang meneliti dalam perusahaan yang pekerjanya bekerja dalam sector pembungkusan
(packaging). Dalam satu sektor tersebut terdapat 30 pekerja yang ingin di analisis bagian mana
yang merupakan keluhan pekerja saat bekerja yang nantinya akan dihitung dan di analisis lebih
lanjut.
Dari hasil penelitian tersebut, peneliti dapat mendapatkan hasil seperti tabel berikut:
Level of Complaints
A B C D
No. Location
% % % %
Persentase didapatkan dengan membagi total of complaints dari masing-masing level dengan
jumlah pekerja yang diobservasi yang kemudian dikali 100%. Dalam hasil tersebut, dapat dilihat
bahwa keluhan sakit (C) yang melebihi 50% (beberapa persentase terbesar) adalah bagian kanan
atas lengan, bawah leher dan atas leher. Sehingga perlu adanya rekomendasi dan Analisis lebih
lanjut pada bagian tersebut.
bagian bahu/lengan, 26 pada bagian pergelangan tangan, dan 18 pada leher. Sehingga total
exposure score untuk divisi jahit adalah sebesar 104. Exposure Level yang akan dihasilkan adalah
sebagai berikut :
𝑋
E (%) = x 100%
𝑋𝑚𝑎𝑥
104
E (%) = x 100%
162
E (%) = 64,197%
REFERENSI
Chaffin, D.B. et al., 1991. Occupational Biomechanics, Wiley New York.
Corlett, E.N., 1992, Static Muscle Loading and the Evaluation of Posture. Edited by Wilson.
J.R. & Corlett, E.N. 1992. Evaluation of Human Work a Practical Ergonomics
Methodology. London :Tailor& Francis.
Hignett, S., & McAtamney, L. 2000. Rapid Entire Body Assessment (REBA).
Applied Ergonomics, 31(2), 201–206.
Kroemer, K.H.E, H.B. Kroemer, dan K.E. Kroemer-Elbert. 2001. Ergonomics How To
Design For Ease And Efficiency. New Jersey: Prentice Hall.
McAtamney, L., Corlett, EN., 1993, RULA : Survey Method for The Investigation of Work
Related Upper Limb Disorder, Applied Ergonomi. Journal of Human Ergonomics.
24(2), 91-99.
Nurmianto, E., 1996. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya Tinjauan Anatomi,
Fisiologi, Antropometri, Psikologi, dan Komputasi untuk Perancangan, Kerja dan
Produk, Jakarta: PT Guna Widya.
Sukania, I. W., Widodo, L., & Natalia, D. 2003. Identifikasi Keluhan Biomekanik dan
Kebutuhan Operator Proses Packing. Jurnal Energi dan Manufaktur Vol.6, No.1,, 19-
24.
Sutalaksana, I.Z., Anggawisastra, R. & Tjakraatmadja, J.H., 1979. Teknik Tata Cara Kerja.
ITB, Bandung.
Tayyari, F. & Smith, J.L., 1997. Occupational ergonomics: Principles and applications,
Chapman & Hall.
Waters, T., 1994. Applications manual for the revised NIOSH lifting equation, DHHS
(NIOSH) Publication No. 94-110, 32.
Winter, D.A., 1979. Biomechanics of human movement, Wiley New York.