Anda di halaman 1dari 10

1. Pengertian Sosiologi Hukum menurut para ahli dan pendapat pribadi.

A. Menurut Para Ahli.


1) Soerjono Soekanto
Sosiologi Hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang
secara analitis dan empiris menganalisa atau mempelajari hubungan
timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala lainnya.
2) Satjipto Raharjo
Sosiologi Hukum (sosiologi of law) adalah pengetahuan hukum
terhadap pola perilaku masyarakat dalam konteks sosial.
3) R. Otje Salman
Sosiologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal
balik antara hukum dan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris
analitis.
4) Brade Meyer
Definisi sosiologi hukum dalam pandangannya adalah ilmu
pengetahuan yang memusatkan hukum sebagai penelitian sosial,
sehingga dalam upaya tersebut akan melihat pandangan masyarakat
terhadap peraturan yang terjadi serta dampak yang ditimbulkannya. Ia
menambahkan bahwa dalam penelitian yang dilakukan lebih fokus
dalam gejala sosial sebagai tindakan melihat kepastian hukum.
5) Mochtar Kusumaatmadja
Pengertian sosiologi hukum adalah ilmu pengetahuan yang
menitikberatkan pada kaidah dan asas di dalam kehidupan manusia.
Hingga akhirnya disiplin ilmu ini akan membawa ketentraman dan
keteraturan bersama antar masyarakat.
6) Soetandyo Wignjosoebroto
Sosiologi hukum adalah dalam pandangannya adalah cabang kajian
sosiologi yang menitikbertakan pada peroslan hukum sebagaiman
sebagai upaya menciptakan keteraman dan kebersahaan dalam
bermasyarakat.
7) David N. Schiff
Sosiologi hukum adalah disiplin ilmu sosiologi yang mengkaji
tentang berbagai bentuk fenomena hukum baik secara tindakan, pola
prilaku, dan dampak yang ditimbulkan dalam masyarakat.
B. Pendapat Pribadi
Sosiologi hukum adalah Salah satu kajian dalam ilmu sosiologi dan
merupakan ilmu pengetahuan yang empiris analitis sebagai bentuk
mendalami tentang hubungan-hubungan yang karena gejala sosial yang
terjadi dalam masyarakat. Baik dilihat dari arti lembaga hukumnya, pranata
sosial, dan bentuk perubahan sosial.

1. Maksud Dari 3 Unsur (Act, Thing and Meaning) Yang Mendasari Interaksi
Manusia Dengan Imu Pengetahuan.
Act, Thing and Meaning merupakan pokok pikiran dari teori Interaksionisme
Simbolik/Interaksi Simbolik. Interaksi Simbolik adalah suatu teori yang berasal
dari cabang Ilmu Humaniora. Berbicara mengenai ilmu Humaniora/manusia,
tentu seringkali berhadapan dengan sifat manusia yang dinamis dan dengan
keunikannya sendiri, seperti halnya yang disebutkan dalam kajian Psikologi
Humanis yang dikemukakan oleh Sigmund Freud.
Teori Interaksi Simbolik mencoba mengungkapkan bahwa manusia itu selalu
berkaitan erat dengan simbol dan makna. Ada 3 pokok pikiran dalam teori ini,
yaitu  Act (tindakan), Thing (sesuatu) dan Meaning (makna), dimana maksudnya
bahwa setiap manusia bertindak terhadap sesuatu sesuai dengan makna yang
dipahaminya. Teori ini mencoba mengungkapkan betapa pentingnya sebuah
makna dari sesuatu. Suatu hal tentu memiliki makna, dan makna tersebut
memiliki pengaruh terhadap tindakan yang akan diambil.

2. Maksud dan Fungsi dari Norms: Usage, Folkways, Mores, Customs, Laws.
Values (Cooperation, Accomodation, Competation, Conflict), Penguasaan
(Domination) Dalam Hal Yang Berkaitan Dengan Masyarakat.
A. Pengertian dan Fungsi Norma
Norma adalah ukuran tentang sejumlah perilaku yang diterima dan
disepakati secara umum oleh masyarakat. Atau bisa diartikan juga sebagai
aturan maupun ketentuan yang sifatnya mengikat suatu kelompok orang di
dalam masyarakat. Di mana norma diterapkan sebagai panduan, tatanan, dan
juga pengendali tingkah laku yang sesuai.
Berikut beberapa fungsi norma yang ada di masyarakat:
1) Untuk memastikan terciptanya kehidupan masyarakat yang lebih aman
dan tertib.
2) Untuk mengatur perbuatan masyarakat agar sesuai dengan nilai yang ada
dan berlaku.
3) Agar dapat mencegah adanya benturan kepentingan antar masyarakat.
4) Untuk membantu masyarakat dalam mencapai tujuan atau kesepakatan
bersama.
5) Digunakan sebagai petunjuk maupun pedoman yang dapat digunakan
untuk menjalani hidup di lingkungan masyarakat sebagai individu.
6) Norma digunakan agar dapat mengatur perilaku masyarakat.
7) Norma digunakan agar adanya suatu batasan untuk tidak dilanggar .
8) Norma digunakan untuk mendorong individu untuk dapat beradaptasi
dengan lingkungan masyarakat yang ada berdasarkan nilai-nilai yang
berlaku.
B. Jenis-Jenis Norma
Dilihat dari tingkat sanksi atau kekuatan mengikatnya terdapat beberapa
jenis norma yaitu :
1) Usage
Usage atau tata cara adalah norma yag menunjuk kepada satu bentuk
perbuatan dengan sanksi yang sangat ringan terhadap pelanggarnya,
misalnya aturan memegang garpu atau sendok ketika makan, cara
memegang gelas ketika minum, serta mencuci tangan sebelum makan.
Suatu pelanggaran atau penyimpangan terhadapnya tidak akan
mengakibatkan hukuman yang berat, tetapi hanya sekadar celaan atau
dinyatakan tidak sopan oleh orang lain.
2) Folkways
Folkways atau kebiasaan adalah cara-cara bertindak yang digemari
oleh masyarakat sehingga dilakukan berulang-ulang oleh banyak orang.
Folkways mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar daripada cara.
Misalnya mengucapkan salam ketika bertemu, membungkukkan badan
sebagai tanda penghormatan kepada orang yang lebih tua, serta
membuang sampah pada tempatnya. Apabila perbuatan tersebut tidak
dilakukan, maka dianggap penyimpangan terhadap kebiasaan umum
dalam masyarakat dan setiap orang akan menyalahkannya. Sanksinya
dapat berupa teguran, sindiran atau dipergunjingkan.
3) Mores
Mores atau tata kelakuan adalah norma yang bersanndar pada
filsafat, ajaran agama, atau ideology yang dianut oleh masyarakat.
Pelanggarnya disebut jahat. Contoh larangan berzina, berjudi, minum-
minuman keras, penggunaan narkoba, dan mencuri. Menurut Mac Iver
dan Page, apabila folkways (kebiasaan) tidak hanya tidak hanya
dianggap sebagai cara berperilaku, tetapi juga diterima sebagai norma
pengatur, maka kebiasaan tadipun menjadi mores. Ia mencerminkan
sifat-sifat yang hidup dan secara sadar atau tidak digunakan sebagai alat
pengawas oleh masyarakat terhadap warganya.
4) Customs
Customs atau adat adalah norma yang tidak tertulis namun sangat
kuat dan mengikat sehingga anggota-anggota msyarakat yang melanggar
adat-istiadat akan menderita, karena sanksi keras yang kadang-kadang
secara tidak langsung dikenakan. Misalnya pada masyarakat yang
melarang terjadinya perceraian, apabila terjadi suatu perceraian maka
tidak hanya yang bersangkutan yang mendapatkan sanksi atau menjadi
tercemar, tetapi seluruh keluarga atau bahkan masyarakatnya. Sanksi
atas pelanggaran terhadap adat-istiadat dapat berupa pengecualian,
dikeluarkan dari masyarakat atau harus memenuhi persyaratan tertentu,
misalnya melakukan upacara tertentu sebagai media rehabilitasi diri.
5) Laws
Laws atau hukum adalah norma yang bersifat formal dan berupa
aturan tertulis. Ketentuan sanksi terhadap pelanggar paling tegas apabila
dibandingkan dengan norma-norma yang tersebut di atas. Hukum adalah
suatu rangkaian aturan yang ditujukan kepada anggota masyarakat yang
berisi ketentuan-ketentuan, perintah-perintah, kewajiban ataupun
larangan, agar dalam masyarakat tercipta suatu ketertiban dan keadilan.
Ketentuan-ketentuan dalam norma hukum lazimnya dikodifikasikan
dalam bentuk kitab undang-undang atau konvensi-konvensi.
C. Pengertian dan Fungsi Values (Nilai)
Values (Nilai) adalah Mentalita (aktivitas jiwa, cara berfikir dan
berperasaan) yang terbentuk dari perilaku manusia yang menjadi sejumlah
anggapan. Atau lebih mudah diartikan sebagai gagasan yang dipandang baik
dan indah pada kehidupan seseorang.
Berikut beberapa fungsi dari sebuah nilai dalam tatanan hidup manusia :
1) Nilai dijadikan bahan seseorang untuk berlindung.
2) Nilai dijadikan alat penentu akhir suatu kelompok dalam kehidupan
bermasyarakat.
3) Nilai dijadikan alat dalam membedakan derajat setiap orang atau
kelompok tertentu.
4) Nilai dijadikan alat sebagai daya pikat orang lain untuk berubah.
5) Hanya dari nilai, perilaku seseorang bisa berubah seketika.
6) Nilai bisa menjadi petunjuk arah hingga pemersatu, berikut ini adalah
fungsi nilai tersebut.
7) Konsep berpikir seseorang berlandaskan nilai yang dimiliki. Hal ini akan
memberikan petunjuk arah dalam mengambil suatu tindakan.
8) Nilai dijadikan panduan dalam hidup, sekaligus menjadi bahan pilihan
yang akan diperoleh.
9) Nilai digunakan sebagai pemersatu kelompok apabila mampu
mengumpulkan banyak orang dalam satu kesatuan.
D. Bentuk-Bentuk Interelasi Individu dalam Masyarakat
1) Kerjasama (Cooperation)
Kerjasama adalah bentuk utama dari proses interaksi sosial, karena pada
dasarnya,interaksi sosial yang dilakukan oleh seseorang bertujuan untuk
memenuhi kepentingan atau kebutuhan bersama. Sebagai contoh dalam
kegiatan ekonomi, kita dapat mengamati berbagai kegiatan produksi,
konsumsi, dan distribusi. Koperasi Sekolah, PT, dan CV, merupakan contoh
kerjasama dalam interaksi asosiatif.
2) Akomodasi (Accommodation)
Akomodasi adalah proses penyesuaian sosial dalam interaksi antar-
individu dan antar-kelompok, untuk meredakan pertentangan. Romusha
(Bangsa Jepang), merupakan contoh pemaksaan terhadap rakyat Indonesia di
masa lalu. Apakah rakyat Indonesia, rela melakukan kerja paksa tersebut ?
Tentu saja mereka merasa keberatan, dengan pelaksanaan kerja paksa.
Mereka terpaksa bersedia melakukan kerja paksa, karena merupakan pilihan
paling aman untuk bertahan hidup. Jika mereka menolak, penjajah tidak
segan-segan untuk melakukan kekerasan terhadap dirinya dan keluarganya.
3) Persaingan (competition)
Persaingan merupakan bentuk dari interaksi disosiatif yang banyak kita
temukan di lingkungan kehidupan kita. Persaingan merupakan perjuangan
yang dilakukan oleh individu atau kelompok tertentu, agar memperoleh
kemenangan atau hasil secara kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau
benturan fisik. Contohnya adalah pedagang di sentra industri kulit yang
menjajakan barang dagangan sejenis, yakni: kerajinan dari kulit. Pedagang
yang ada di sentra industri kulit tersebut, jumlahnya banyak dan pembelinya
juga banyak. Jika kita lihat dari teori ekonomi, sentra industri kulit termasuk
contoh pasar dimana para pedagang saling berkompetisi menarik pembeli
dan mendapatkan keuntungan.
4) Konflik (Conflict)
Konflik disebut juga pertikaian atau pertentangan, terjadi karena
perbedaan paham dan kepentingan antar individu atau kelompok yang
ditandai dengan adanya ancaman hingga kekerasan fisik. Peperangan antara
Indonesia melawan penjajahan Belanda dan Jepang dapat dikategorikan
dalam konflik. Konflik dapat berupa tindakan yang berupaya mengalahkan
lawan, secara terbuka. Contohnya adalah konflik fisik antara kelompok
masyarakat dan antar negara, yang dapat menjadi perang terbuka.
E. Penguasaan (Domination)
Dominasi adalah bentuk praktik kekuasaan yang berimplikasi
melahirkan situasi di mana ranah pilihan tindakan subjek yang didominasi
begitu terbatas. Relasi dominasi mengandaikan bahwa relasi antar subjek
tidak berlangsung secara sejajar atau seimbang. Relasi dominasi merupakan
bentuk relasi kekuasaan yang asimetris di mana subjek yang didominasi
memiliki keterbatasan ruang untuk bermanuver atau menentukan pilihan
suatu tindakan. Relasi dominasi adalah bentuk dari relasi kekuasaan yang
stabil, hierarkis, mantap, dan sulit untuk dipertahankan.

3. Pandangan Durkheim, Karl Marx dan Weber Tentang Perkembangan


Hukum di Dalam Masyarakat
A. Emil Durkheim
Dalam teori-teorinya tentang masyarakat, Durkheim menaruh perhatian
yang besar terhadap kaidah-kaidah hukum yang dihubungkan dengan jenis-
jenis solidaritas yang terdapat dalam masyarakat. Menurut Durkheim, hukum
adalah kaidah yang bersanksi. Berat ringannya sanksi tergantung pada sifat
pelanggaran, anggapan serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya
suatu tindakan dan peranan sanksi tersebut dalam masyarakat.
Dalam masyarakat terdapat dua kaidah hukum, yaitu hukum represif dan
hukum restitutif. Hukum represif merupakan hukum pidana, yaitu kaidah-
kaidah hukum yang sanksinya mendatangkan penderitaan bagi pelanggarnya.
Hukum ini terdapat pada masyarakat yang memiliki solidaritas mekanik.
Sedangkan hukum restitutif, merupakan hukum perdata, hukum dagang,
hukum administrasi, hukum tata negara dan hukum acara yang dikurangi
unsur pidananya. Tujuan utama dari sanksi kaidah hukum ini tidaklah
mendatangkan penderitaan bagi pelanggarnya, melainkan untuk
mengembalikan kaidah pada situasi semula (pemulihan keadaan). Hukum ini
terdapat pada masyarakat yang memiliki solidaritas organik.
Hubungan solidaritas sosial dengan hukum yang bersifat represif terletak
pada tingkah laku yang menghasilkan kejahatan, yakni tindakan yang secara
umum tidak disukai atau ditentang oleh warga masyarakat. Untuk
menjelaskan ini, Durkheim menerangkan bahwa setiap hukum tertulis
mempunyai tujuan ganda yaitu untuk menetapkan kewajiban-kewajiban
tertentu dan untuk merumuskan sanksi-sanksinya.
Dalam hukum perdata dan semua jenis hukum yang bersifat restitutif,
pembentuk undang-undang merumuskan kedua tujuan itu secara terpisah.
Pertama, dirumuskan kewajiban baru kemudian menentukan sanksinya.
Misalnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditentukan hak dan
kewajiban suami isteri, tetapi tidak dirumuskan sanksinya apabila terjadi
pelanggaran. Sanksinya dicari ditempat lain.
Sebaliknya pada hukum represif, hanya tercantum sanksinya tanpa ada
perumusan kewajibannya. Dalam hukum pidana ditentukan dengan tegas
hukumannya, sedangkan dalam hukum perdata ditentukan dengan tegas
kewajibannya. Namun, hukum represif ini ada dimana-mana.
Teori Durkheim berusaha menghubungkan antara hukum dengan
struktur sosial. Hukum dipergunakan sebagai alat diagnosis untuk
menemukan syarat-syarat struktural bagi perkembangan masyarakat. Hukum
dilihat sebagai variabel terikat, yang tergantung pada struktur sosial
masyarakat. Hukum juga dilihat Durkheim sebagai alat untuk
mempertahankan keutuhan masyarakat serta menentukan perbedaan
masyarakat.
B. Karl Marx
Marx sendiri menganggap bahwa hukum dan kekuasaan politik
merupakan sarana kapitalis yang berkuas di bidang ekonomi, untuk
melanggengkan kegunaan harta kekayaan sebagai sarana produksi dan sarana
ekploitasi.
Dari kajian Marx, dapat kita simpulkan bahwa hukum bukan sekali-kali
model idealisasi moral masyarakat, atau setidak-tidaknya bahwa masyarakat
adalah manifestasi normative apa yang telah dihukumkan, melainkan
merupakan pengembangan amanat kepentingan ekonomi para kapitalis yang
tak segan memarakkan kehidupannya lewat eksploitasi-eksploitasi yang
lugas. Pokok pikiran Marx dalam Sosiologi Hukum adalah sebagai berikut :
1) Hukum adalah adat yang menyebabkan timbulnya konflik dan
perpecahan. Hukum tidak berfungsi untuk melindungi. Hukum hanya
melindungi kelompok-kelompok dominan.
2) Hukum bukan alat integrasi tetapi merupakan pendukung
ketidaksamaan yang dapat membentuk perpecahan kelas.
3) Hukum dan kekuasaan merupakan sarana-sarana dari kaum kapitalis
yang berkuasa dibidang ekonomi, untuk melanggenggkan kekuasaannya.
4) Hukum bukanlah model idealis dari moral masyarakat atau setidak-
tidaknya masyarakat bukanlah manifestasi normative dari apa yang telah
dihukumkan.

Marx memandang masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang


antagonis. Dalam pandangannya, watak dasar seperti ini ditentukan oleh
hubungan konflik antar kelas-kelas sosial, yang kepentingan-kepentingannya
saling bertentangan dan tak dapat didamaikan karena perbedaan kedudukan
mereka dan tatanan ekonomi.
C. Max Weber
Weber menelaah hukum di berbagai negara dan agama dengan tujuan
mengemukakan tahap-tahap rasionalisasi peradaban barat beserta faktor-
faktor yang mempengaruhinya seperti agama, ekonomi, politik, praktisi
hukum dan ahli hukum.
Menurut Weber, hukum merupakan suatu sistem tata tertib dalam
masyarakat yang memiliki alat pemaksa berupa keluarga (klen). Dia
mengelompokkan perbedaan hukum atas hukum publik dengan hukum
perdata, hukum positif dengan hukum alam, hukum objektif dengan hukum
subjektif serta hukum formal dengan hukum material. Pembedaan atas
hukum objektif dan hukum subjektif berkaitan erat dengan dasar struktural
sosiologi hukumnya.
Hukum objektf merupakan keselurur dithan kaidah yang dapat
diterapkan secara umum terhadap semua warga masyarakat, sepanjang
mereka tunduk pada sistem hukum umum. Hukum subjektif mencakup
kemungkinan seorang warga masyarakat untuk meminta bantuan (hak-hak)
kepada alat pemaksa agar kepentingan material dan spiritualnya dapat
dilindungi. Weber berusaha menggambarkan terjadinya proses rasionalisasi
hukum modern guna membuktikan kekhususan dari peradaban barat. Hak-
hak subjektif itu merupakan aspek yang fundamental dari peradaban barat,
karena menentukan dalam transaksi-transaksi perseorangan yang memegang
saham dalam perkembangan kapitalisme.
Selanjutnya, hukum formal dan material merupakan syarat bagi proses
rasionalisasi hukum. Hukum formal adalah keseluruhan sistem yang
aturannya didasarkan pada logika hukum tanpa mempertimbangkan unsur-
unsur lain diluar hukum. Sebaliknya, hukum material memperhatikan unsur-
unsur non yuridis seperti nilainilai etis, politis, ekonomis, agama dan
sebagainya. Dengan demikian, rasionalnya hukum dan keadilan dapat
bersifat formal dan material. Keadilan material semata-mata dapat
mengakibatkan ketiadaan hukum. Sebaliknya, keadilan formal yang murni
yang tidak sama sekali memakai pertimbangan diluar hukum, sama sekali
tidak ada.
Weber menyatakan bahwa ada empat ideal hukum, yaitu :
1) Hukum irrasional dan material, yaitu pembentuk undang-undang dan
hakim mendasarkan keputusannya atas nilai-nilai emosional tanpa
menunjuk pada satupun akidah.
2) Hukum irrasional dan formal, yaitu pembentuk undang-undang dan
hakim berpedoman pada kaidah-kaidah diluar akal, berupa wahyu atau
ramalan.
3) Hukum rasional dan material, yaitu keputusan para pembentuk undang-
undang dan hakim menunjuk pada suatu kitab suci, ideologi dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa.
4) Hukum rasional dan formal, yaitu pembentuk undang-undang dan hakim
membuat keputusan didasarkan atas konsep-konsep abstrak dari ilmu
hukum. Kedua hukum tersebut, dapat dirasionalisasikan, yaitu hukum
formal didasarkan pada logika murni sedangkan hukum material pada
kegunaannya.

4. Manfaat Mempelajari Sosiologi Hukum


Berikut manfaat dai memperlajari Sosiologi Hukum :
1) Memberikan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman terhadap hukum
dalam konteks sosial. Misalnya, kemampuan untuk memahami sampai sejauh
manakah pengaruh timbal balik antara hukum sebagai kompleks daripada
sikap-sikap atau prilaku, dengan perilaku-perilaku sosial lainnya dalam
masyarakat.
2) Mengadakan analisa terhadap efektifitas hukum tertulis. Misalnya,
bagaimana mengusahakan agar suatu undangundang melembaga dalam
masyarakat.
3) Penguasaan konsep-konsep sosiologi hukum dapat memberikan kemampuan-
kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap efektifitas hukum dalam
masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial, sarana untuk mengubah
masyarakat, dan sarana untuk mengatur interaksi sosial agar mencapai
keadaankeadaan sosial tertentu.
4) Sosiologi hukum memberikan kemungkinan-kemungkinan serta kemampuan
untuk mengadakan evaluasi terhadap efektifitas hukum di dalam masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai