Anda di halaman 1dari 48

TIPOLOGI KEPRIBADIAN DALAM ISLAM DAN KEPRIBADIAN

MUKMIN

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB IPENDAHULUAN.........................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................5
BAB IIKAJIAN TEORI...........................................................................................6
A. Tipologi Kepribadian dalam Islam...............................................................6
1. Pengertian Tipologi...................................................................................6
2. Pola Penelusuran Tipologi dalam Kepribadian Islam...............................7
3. Bentuk-Bentuk Tipologi Kepribadian dalam Islam..................................8
B. Kepribadian Mukmin.................................................................................10
BAB IIIPENUTUP................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepribadian merupakan “keniscayaan”, suatu bagian dalam (interior)


dari diri kita yang masih perlu digali dan ditemukan agar sampai kepada
keyakinan siapakah diri kita yang sesungguhnya. Dalam Al-Qur’an Allah
telah menerangkan model kepribadian manusia yang memiliki keistimewaan
dibanding model kepribadian lainnya. Di antaranya adalah Surah al-Baqarah
ayat 1-20. Rangkaian ayat ini menggambarkan tiga model kepribadian
manusia, yakni kepribadian orang beriman, kepribadian orang kafir, dan
kepribadian orang munafik.

Akal adalah komponen nafsani (jiwa) yang di lambangkan dengan otak


yang berada di kepala sebagai bentuk jasmaniahnya serta berfungsi untuk
mengamati, mengasumsikan, memprediksikan, mempertimbangkan, berfikir
dan lain sebagainya serta bersifat labil serta menjadi sarana dalam upaya
eksistensi manusia sebagai pembeda dengan makhluk lainnya. Maka bila
dikaitkan dengan strukur pembentuk kepribadian, jika akal mendominasi pada
jiwa manusia dia akan membentuk kepribadian yang labil atau yang disebut
nafsu al-lawwamah. Namun apabila yang mendominasi adalah kalbunya
niscaya dia akan menjadi orang yang baik.

Kepribadian pada diri manusia itu ditentukan dari bagian/komponen


mana yang paling mendominasi pada diri manusia. Berdasarkan fungsi
masing-masing komponen pembentuk kepribadian maka apabila yang
mendominasi dalam diri manusia adalah fungsi kalbunya maka dalam diri
manusia itu akan terbentuk kepribadian yang tenang, sedangkan apabila yang
mendominasi adalah akalnya maka akan terbentuk kepribadian yang labil,
sementara apabila yang menguasai/mendominasi adalah nafsunya maka akan
terbentuk sebuah kepribadian yang jahat/buruk, lebih buruk dari iblis dan
binatang.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diata, dapat diambil rumusan masalah sebagai


berikut:
1. Apakah Pengertian TipologiDalam Kepribadian Islam?
2. Bagaimana Pola Penelusuran Tipologi Dalam Kepribadian Islam?
3. Apa Bentuk-Bentuk Tipologi Kepribadian Dalam Islam?
4. Apakah Pengertian Kepribadian Rabbani ?
5. Bagaimana Konsep Dasar Kepribadian Rabbani ?
C. Tujuan Penulisan

1. Mampu Memahami Tentang Tipologi.


2. Mampu Memahami Tentang Penelusuran Tipologi Dalam Kepribadian
Islam
3. Mampu Memahami Tentang Bentuk-Bentuk Tipologi Kepribadian Dalam
Islam
4. Mampu Memahami TentangPengertian Kepribadian Rabbani
5. Mampu Memahami TentangKonsep Dasar Kepribadian Rabbani
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tipologi Kepribadian dalam Islam

1. Pengertian Tipologi

Pemetaan kepribadian manusia dapat dilakukan dengan dua


pendekatan, yaitu pendekatan tipe dan pendekaan sifat. Tipe (al-namath)
adalah: 1) satu pengelompokan individu yang bisa di bedakan dari orang
lain kerena memiliki  satu sifat khusus; 2) seseorang yang memiliki semua
atau paling banyak ciri-ciri khas di suatu kelompok; 3) satu pola
karakteristik  yang berperan sebagai satu pembimbing untuk menempatkan
individu dalam kategori; 4) ekstimitas dari rangkaian kesatuan atau dari
distribusi seperti yang ditunjukan dalam tipe agresif atau tipe social.
Sedangkan yang di maksud dengan sifat (trait) adalah: 1) satu pola tingkah
laku yang relative menetap  secara terus menerus dan konsekuen yang di
ungkapkan dalam satu deretan keadaan; 2) satu karakteristik biologis.

Dalam terminologi struktur Gordon Allport (1897-1967), tipe


berbeda dengan sifat. Seseorang bisa saja memiliki sifat tertentu, tetapi
tidak memiliki suatu tipe. Tipe adalah konstitusi ideal pengamat. Apabila
individu telah ditetapkan pada tipe tertentu maka identasnya yang khas
(sifat) terabaikan. Sifat adalah struktur neoropsikis yang memiliki
kapasitas untuk menjadikan banyak stimulus ekuivalen secara fungsional,
dan memulai serta membimbing bentuk-bentuk tingkah laku adaktif dan
ekspresif yang ekuivalen (konsisten dari sudut maknanya).

Tipologi kepribadian Islam yang dimaksudkan di sini adalah satu


pola karakteristik berupa sekumpulan sifat-sifat yang sama, yang berperan
sebagai penentu cirri khas seorang Muslim dan yang membedakan dengan
yang lain. Perbedaan pola karakteristik itu baik antara sesame Muslim atau
antara seorang Muslim dengan non-Muslim.
Tipologi manusia yang dimaksud bersumber dari norma Islam, tidak
semata-mata perilaku manusia tanpa dikaitkan dengan nilai. Penentuan
tipologi kepribadian Islam didasarkan atas kerangka: (1) struktur nafsani
kepribadian islam (hawa nafsu, akal, dan qalbu) berikut dinamikanya; (2)
menggunakan paradigma bagaimana seharusnya bukan sekedar apa
adanya, yang karenanya terdapat unsure-unsur penilaian baik-buruk.
2. Pola Penelusuran Tipologi dalam Kepribadian Islam

Penentuan tipologi kepribadian dalam islam, yang bersumber dari


Al-Quran dan Al-Sunnah, banyak ragamnya. Keragaman itu disebabkan
sudut pandang dalam melihat dan mengklasifikasi ayat atau hadis Nabi
Saw. tentang kepribadian. Dalam Al-Quran dan Al-Sunnah, dengan
demnggunakan kata kunci tha’ifah, fariq,atau firqah, hizb wa
man dan minhu, serta ayat-ayat tertentu yang secara khusus menunjukan
tipologi manusia terdapat banyak pola penggolongan manusia, yang mana
penggolongan itu disesuaikan dengan konteks ayat atau hadis diturunkan.

Tipologi pertama dengan pola perlawanan seperti positif versus


negative atau baik versus buruk. Dalam QS Al-Baqarah ayat 1-20; Ali
Imran ayat 72; Al-A’raf ayat 87; dan al-shaf ayat 14, disebutkan tiga tipe
manusia, yaitu:

a. Tipe Mukmin, yaitu mereka yang beriman atau percaya kepada yang
gaib seperti (Allah, malaikat dan ruh); menunaikan shalat;
menafkahkan rezekinya kepada faqir-miskin, yatim dan kerabat;
beriman kepada kitab Allah; dan beriman kepada hari akhir. Tipe ini di
golongkan sebagai tipe yang beruntung (muflih), karena telah
mendapatkan petunjuk.
b. Tipe Kafir (ingkar), yaitu mereka yang ingkar terhadap hal-hal yang
harus di percayai sebagai seorang Mukmin. Tipe seperti ini di
gambarkan sebagai tipe yang sesat, karena terkunci hati, pendengaran
dan penglihatannya dalam masalah kebenaran. Siksa Allah Saw. Yang
pedih tentu menjadi bagian dari kehidupan akhirnya.
c. Tipe Munafik, yaitu mereka yang beriman kepada Allah Saw, dan hari
akhir, tetapi imannya hanya di mulut belaka sementara hatinya ingkar.
Mereka ingin menipu Allah dan orang Mukmin, walaupun sebenarnya
ia menipu dirinya sendiri, sedang mereka tidak sadar. Hati mereka
berpenyakit, dan semakin parah karena membuat kerusakan,
menambah kebodohan, bersekutu dengan setan untuk mengolok-
ngolok orang-orang Mukmin. Mereka tidak mendapat penerangan dan
petunjuk sehingga senantiasa dalam kegelapan.

Tipologi kedua dengan pola yang linear. Missalnya tipe orang yang
ingin berperang (pejuang) di jalan Allah, sedang sebgian yang lain bertipe
pelajar agar memberi peringatan pada kaumnya (QS Al-Taubah : 122).
Sedang dalam QS Al-Baqarah ayat 200-201 dan Al-Syura ayat 20 tentang
tipe orang yang berorientasi pada kebaikan kehidupan dunia saja, kebaikan
kehidupan akhirat saja, dan kebaikan kehidupan kedua-duanya.
3. Bentuk-Bentuk Tipologi Kepribadian dalam Islam

a. Tipologi Kepribadian Ammarah

Kepribadian ammarah adalah kepribadian yang cenderung


melakukan perbuatan-perbuatan rendah sesuai dengan naluri
primitifnya, sehingga ia merupakan tempat dan sumber kejelekan dan
perbuatan tercela.

Bentuk-bentuk kepribadian ammarah adalah stirik, kufur, riya’,


nifaq, zindiq, bid’ah, sihir, membangga-banggakan kekayaan,
mengikuti hawa nafsu an syahwat, sombong dan ujub, membuat
kerusakan , boros, memakan riba, mengumpat, pelit, durhaka atau
membangkang, benci, pengecut atau takut, fitnah atau memata-matai,
anagan-angan, menghayal, hasud, khianat, senang dengan duka lain,
ragu-ragu, buruk sangka, rakus, aniaya atau zalim, zalim dll.
b. Tipologi Kepribadian Lawwamah

Kepribadian lawwamah adalah kepribadian yang mencela


perbuatan buruknya setelah memperoleh cahaya qalbu. Ia bangkit
untuk memperbaiki kebimbangannya dan kadang-kadang tumbuh
perbuatan yang buruk yang disebabkan oleh watak gelap
(zhulmaniyyah)-nya, tetapi kemudian ia diingatkan oleh nur Illahi,
sehingg ia berbuat dan memohon ampunan (istigfar).

Bentuk-bentuk tipologi kepribadian lawwamah sulit ditentukan,


sebab ia merupakan kepribadian antara, yakni antara
kepribadian ammarah dan kepribadian muthma’innah, yang bernilai
netral. Maksud netral disini dapat berarti (1) tidak memiliki nilai buruk
atau nilai baik, tetapi dengan gesekan motivasi, netralitas suatu tingkah
laku itu akan menjadi baik atau menjadi buruk. Baik buruk nilainya
tergantung pada kekuatan daya yang memengaruhi; (2) ia bernilai baik
menurut ukuran manusia, tetapi belum tentu baik menurut ukuran
Tuhan, seperti rasionalitas, moralitas dan sosialitas yang dimotivasi
oleh antroposentis (insaniyah).

c. Tipologi Kepribadian Muthmainnah

Kepribadian muthma’innah adalah kepribadian yang tenang


setelah diberi kesempurnaan nur qalbu, sehingga dapat meninggalkan
sifat-sifat tercela dan tumbuh sifat-sifat yang baik. Kepribadian ini
selalu berorientasi ke komponen qalbu untuk mendapatkan kesucian
dan menghilangkan segala kotoran.

Bentuk-bentuk kepribadian muthma’innah sebagaimana yang


hadis Nabi saw. Riwayat al-Turmudzi dari Umar ibn al-Khattab
disebutkan bahwa terdapat tiga aspek yang menjadi sistem kepribadian
Islam, yaitu iman, islam dan ihsan. Ketiga aspek ini dapat diturunkan
sebagai desain kepribadian muthma’innah.
Aspek islam identik dengan dimensi peribadatan yang mencakup
pembacaan syahadat, menunaikan shalat, membayar zakat,
mengerjakan puasa dan haji; aspek iman identik dengan dimensi
kepercayaan yang mencakup iman kepada Allah, malaikat, kitabullah,
rasulullah, hari akhir dan takdir; sedang aspek ihsan identik dengan
dimensi akhlak atau moral.
B. Kepribadian Mukmin

Mukmin berarti orang yang beriman. Kata iman (percaya) seakar


dengan (1) kata amanah (terpercaya) yang merupakan lawan dari khianat dan
(2) kata aman (keadaan aman). Secara etimologi iman berarti pembenaran
(tashdiq). Orang yang beriman adalah orang yang benar dalam memegang dan
melaksanakan amanat, sehingga hatinya merasa aman. Iman merupakan lawan
dari ragu-ragu (rayb). Orang yang beriman, sekalipun tanpa memiliki nbukti
empiris maupun nalar rasional, tetap mempercayai akan kebenaran sesuatu
tanpa sedikit pun keraguan.

Pengertian iman kemudian disederhanakan menurut domain-


domainnya. Terdapat tiga domain yang dapat mengkaver pengertian iman.
Pertama, domain efektif (al-majal al-infi’ali); iman adalah pembenaran
(thasdiq) dalam qalbu. Pembenaran iman hanya dapat dilakukan oleh struktur
qalbu, sebab qalbu merupakan struktur nafsani yang mampu menerima doktrin
keimanan yang meta-empirik (gayb), informasi wahyu (sam’iyyah) dan supra-
rasional.

Kedua, domain kognitif(al-majal al-ma’rifi); iman adalah pengucapan


(qawl) dengan lisan. Kata kunci domain kognitif adalah pengucapan kalimat
syahadian “asyhadu ‘an la ilaha illa Allah wa asyhadu ‘anna Muhammad rasul
Allah” (aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa
Muhammad utusan Allah). Kalimah syahadat pertama mengandung arti
peniadaan (nafi) tuhan-tuhan relatif dan temporer seperti hawa nafsu, harta
dan kedudukan untuk kemudian ditetapkan (itsbat) tuhan yang Maha
Sempurna, yakni Allah. Sedang syahadar kedua menyakini bahwa Muhammad
adalah utusan Allah yang menerima wahyu yang ajarannya harus
direalisasikan dikehidupan nyata.

Ketiga domain psikomotorik (al-majal al-nafsi al-haraki); iman adalah


pengamalan (‘amal) dengan anggota tubuh. Amal merupakan buah atau bukti
keimanan seseorang. Pengamalan ajaran iman harus utuh (tawhid) dan
memasuki semua dimensi kehidupan. Pada aspek ini, iman seseorang dapat
yanqush wa yazid (berkurang dan bertambah), bertambahnya iman disebabkan
oleh peningkatan amal dan berkurangnya iman disebabkan oleh penurunan
amal.

Merujuk pada beberapa hadist Nabi SAW, cabang-cabang iman


diantaranya adalah mengucapkan kalimah thayyibah (mengucapkan syahadat),
rasa malu, memberi makan orang yang membutuhkan, menebar salam kepada
sesama muslim, memulaikan tamu, mencintai sesama muslim, mencintai rasul,
tidak menyakiti fisik dan psikis yang lain, meramaikan masjid, baik budi
pekerti, memnuhi janji membantu dan meringankan beban orang miski,
menjawab doa orang yang bersin, menghindari makanan atau minuman
haram, tidak hasud, tidak dusta bila berbicara, tidak khianat terhadap
kepercayaan orang lain, tidak mencuri milik orang lain, minum khamr dan zat
adiktif, tidak melakukan zina, dan membuang batu atau duri di jalan.

1. Kepribadian Rabbani
a. Pengertian Kepribadian Rabbani

Istilah rabbani berasal dari kata rabb yang dalam bahasa


indonesia berarti Tuhan, yaitu Tuhan yang memiliki, memperbaiki,
mengatur, menambah, menunaikan, menumbuhkan, mengembangkan,
memelihari, dan mematangkan sikap mental. Istilah rabbani dalam
konteks ini memiliki ekuivalensi dengan istilah ilahi yang berarti ke-
Tuhan-an. Kepribadian rabbani atau kepribadian ilahi adalah
kepribadian individu yang didapat setelah mentransfortasikan asma’
dan sifat-sifat Tuhan ke dalam dirinya untuk kemudian
diinternalisasikan dalam kehidupan nyata. Atau dalam bahasa yang
sederhana, kepribadian rabbani adalah kepribadian individu yang
mencerminkan sifat-sifat ketuhanan (rabbaniyah).

b. Kerangka Dasar Kepribadian Rabbani

Unsur-unsur ke Tuhanan yang terdapat pada diri manusia


bermula dari konsep roh. Struktur kepribadian manusia tidak hanya
tersusun dari unsur-unsur jasmani, tetapi juga unsur-unsur rohani. Roh
yang berada di dalam diri manusia diciptakan dan diberikan secara
langsung oleh Allah SWT,. Tanpa melalui proses graduasi seperti jasad.
Menurut sabda Nabi SAW, roh itu diberikan atau bersinergi pada jasad
manusia setelah jasad mengalami kesempurnaan, yaitu krtika empat
bulan dalm kandungan.

Berdasarkan pendapat tersebut, roh yang berada didalam diri


manusia merupakan ciptaan Allah SWT. Yang memiliki sunnah
(hukum) rohaniah. Sunnah rohaniah yang dimaksud adalah sunnah yang
dikehendaki oleh-Nya, sehingga aktualisasi sunnah rohaniah itu
menjadi citra manusia seperti citra-Nya. Citra inilah yang menunjukan
kepribadian rabbani, satu kepribadian yang seiring dengan kepribadian-
Nya.

Salah satu makna fitrah manusia, dalam QS. Al-Rum, ayat 30,
adalah pemberian asma’ dan sifat-sifat ketuhanan yang dihembuskan
pada diri manusia, sehingga secara potensial manusia memiliki asma’
dan sifat-sifat ketuhanan yang apabila diaktualisasikan akan
menimbulkan kepribadian rabbani.

c. Pola Kepribadian Rabbani

Terdapat dua pola untuk menuju pada kepribadian rabbni;


Pertama pola yang merujuk pada asma’ (nama-nama) atau sifat-sifat-
Nya. Allah SWT memiliki 99 nama yang indah (al-asma’ al-husna),
yang mana nama-nama itu merupakan sifat-sifat-Nya yang kamal
(sempurna). Nama-nama itu diperkenalkan agar manusia mengetahui
dan memahami-Nya.

Roh manusia secara potensial memiliki al-asma’ al-husna


seperti milik-Nya meskipun kepemilikian manusia itu bersifat nisbi,
relatif dan temporal. Atas dasar pola pertama ini, manusia diserukan
berkepribadian sebagaimana kepribadian-Nya, sebetas kemampuan
manusia. Dalam hadis yang tidak diketahui sanadnya disebutkan :
“Berkepribadianlah kamu seperti kepribadian Allah, sebatas pada
kemampuan kemanusiaan.”

Kedua, pola yang merujuk pada implikasi psikologis setelah


seseorang beriman kepada Allah SWT. Pola ini diasumsikan dari
pemikiran bahwa individu yang beriman kepada-Nya akan memiliki
integrasi kepribadian lebih baik daripada individu yang tidak berimana
sama sekali. Inti keimanan kepada Allah SWT. adalah tauhid, yang
dalam wacana psikologis berimplikasi pada integrasi diri yang
sempurna. Tauhid dibagi beberapa macam, yaitu :

1) Tauhid rububiyyah; mengesakan Allah SWT, dalam segala


perbuatan-Nya, dengan meyakini bahwa Dia sendiri yang
menciptakan segenap makhluk, memberi rezeki, menguasai dan
mengatur alam semesta, dan memelihara alam dan isinya.
2) Tauhid uluhiyyah adalah mengesankan Allah SWT. dalam
perbuatan penghambaan. Tauhid ini sebagai menifestasi dari tauhid
rububiyyah maka ia harus berbakti, taat, dan beribadah kepada-
Nya. Bentuk dari tauhid uluhiyyah adalah mengesakan Allah SWT,
dalam niat mendekatkan diri (taqarub), berdoa, nadzar, kurban,
mengharapkan sesuatu (raja’), senang dan takut, tawakkal, dan
kembali (inabah).
3) Tauhid asma’ dan shifat adalah mengesakan Allah SWT. dengan
mempercayai sifat-sifat dan nama-nama-Nya yang telah dijelaskan
(tharif), menafikan (ta’thil), menyerupakan (tamsil) dan
menanyakan yang detail (takyif). Lebih dari itu, tauhid ini
mengisyaratkan kepada manusia agar mengikuti akhlaq Allah
sebatas pada batas kemanusiaan. Apabila Allah Maha al-Rahman
dan al-Rahim maka manusia diperintahkan untuk memiliki jiwa
cinta kasih.

Individu yang berkepribadian baik akan didukung bahkan diberi


hadiah (reward) dan fasilitas seluas-luasnya oleh Tuhan, sementara
individu yang berkepribadian buruk akan diancam dan dihukum
(punishment). Hadiah mendorong individu untuk berkepribadian
baik, sementara hukuman akan mencegahnya berkepribadian
buruk.

d. Dimensi-dimensi kepribadian Rabbani

Dimensi kepribadian rabbani, dengan menggunakan pola asma


al-husna, sebagaimana yang dinyatakan oleh Laleh Bakhtiar memiliki
tiga bagian, yaitu teoetika, psikoetika, dan sosioetika. Bhaktiar
kemudian menggunakan al-asma al-husna untuk kepentingan terapi
moral atau terapi spiritual melalui zikir, dengan berpijak pada prinsip
signifikansi ilmu numerik dan ilmu huruf tentang nama dan sifat
Tuhan yang dihubungkan dengan nama dan sifat manusia.

Teoetika, disebut juga kepribadian berkebutuhan (al-


syakhshiyyah al-ilahiyah), adalah bagian kepribadian rabbani yang
mendorong individu untuk berkubutuhan secara baik dan benar.
Sebagai pribadi yang beriman, ia memnuhi dirinya pada kekuatan
spiritual dan selalu tunduk atau patuh segala titah dan hukum-hukan-
Nya.
Psikoetika, disebut juga kepribadian berkemanusiaan (al-
syakhshiyah al-insaniyyah), adalah bagian kepribadian rabbani yang
mendorong individu untuk pembentukan diri yang berkepribadian
baik. Sebagai makhluk individual, ia berusaha mengaktualisasikan
potensi manusiawinya, baik pada aspek kognitif, afektif maupun
psikomotorik, sehingga ia benar-benar menjadi manusia seutuhnya
atau manusia yang berkualitas. Aktualisasi potensi diri menjadi target
utama dalam psikoetika.

Kategori Psikoetika menurut Laleh Bakhtiar, memuat empat


bagian, yaitu :

1) Terapi kepribadian dalam menarik kenikmatan sehingga meraih


keseimbangan, melitputi tujuh tahap : (1) tekad dan penyerahan
diri. (2) harapan dan rasa takut (3) ketakwaan (4) titik tengah, (5)
ketenangan (6) kesederhanaan, (7) pengendalian diri
2) Terapi kepribadian dalam menghindari bahaya sehingga meraih
keberanian, meliputi tujuh tahap : (1) kebaikan (kerendahan hati
dan kesopanan), (2) kepatutan, (3) sukur dan dermawan, (4)
keawasan, (5) penyerahan, (6) taubat (7) kesabaran.
3) Terapi kepribadian kognitif untuk meraih kearifan, meliputi tujuh
tahap : (1) aspirasi, (2) intropeksi dan kesadaran, (3) kejujuran,
(4) keridhaan, (5) kesatuan dan keteguhan, (6) ketulusan, (7)
zikir.
e. Pemusatan Jiwa dengan Keadilan
Sosioetika, disebut juga kepribadian bersosial (al-syakhsiyah
al-ijtimaiyyah), adalah bagian dari kepribadian rabbani yang
mendorong individu untuk hidup berkepribadian sosial secara baik.
Sebagai makhluk sosial, manusia hidup bukan hanya untuk
kepentingan pribadi, melainkan untuk ramah bagi sesamanya.
Aktualisasi potensi diri diselaraskan dengan kepentingan sosial,
sehingga masing-masing kepentingan dapat diraih secara bersamaan.
Kategori sosioetika menurut Laleh Bakhri, memuat sepuluh
bagian, yaitu :
1) Kebangkitan sosial dengan mengosongkan hati dari segala
sesuatu kecuali hasrat mendekatkan diri kepada Allah.
2) Memasuki proses kreatif
3) Mengajak ke arah positif dan mencoba mencegah
perkembanganya yang negatif
4) Membina kepantasan kepribadian seseorang monoteis yang
berbudaya religius
5) Menggunakan kekuatan spiritual untuk menolong sesama
6) Pengemban amanat Allah
7) Menyempurnakan persepsi naluriah melalui pembinaan
kepribadian mulia
8) Menyempurnakan motivasi naluriah melalui tindakan mulia
9) Menuju pengabdian dengan mengabdikan diri kepada ciptaan
Allah
10) Mengabdi sebagai penunjuk atau guru bagi sesama

Al-asma al-husna juga dapat diklasifikasikan menjadi dua


dimensi, dimensi positif (al-ijabi) dan dimensi negatif (al-salabi).
Dimensi positif merupakan kepribadian terpuji (mahmudah) yang
nantinya mendapatkan balasan kebahagiaan surga, sementara dimensi
negatif merupakan kepribadian tercela (madzmumah), yang nantinya
mendapatkan balasan neraka. Penilaian positif atau negatif memiliki
dua pola :

a) Pola perlawanan (dhiddiyyah), yaitu sebagian al-asma al-husna


secara fitriah dinyatakan sebagai potensi manusia yang baik,
sementara yang lain dinyatakan sebagai potensi yang buruk.
Perlawanan itu sangat jelas dan tegas, seperti warna hitam dan
putih. Kepribadian rabbani adalah mengaktualisasikan potensi
baik dan emngekang potensi buruk.
(1) Potensi yang baik : seperti al-rahman, al-rahim, al-wadud, al-
afw, al-wahhab, al-quddus, al-salam, al-‘adl, al-shabur dan
sebagainya

(2) Potensi buruk : seperti al-muntaqim, al-mumit, al-mudzil, al


khafidh. Sifat-sifat ini hanya milik Allah SWT, yang mana
manusia tidak berhak mengaktualisasikan sejauh tidak dapat
izin dari-Nya. Potensi membunuh orang lain tanpa alasan
syar’i (al-mumit) misalnya tidak boleh digunakan seenaknya,
kecuali setelah mendapat izin khusus dari-Nya seperti yang
pernah dilakukan oleh Nabi Khidhir (perhatikan QS al-kahfi:
60-82)

b) Pola berpasangan (zawjiyyah), bahwa potensi fitrah itu saling


berpasangan yang mana manusia diserukan memilih potensi apa
yang cocok atau tepat diaktualisasikan, sehingga berwujud
kepribadian rabbani. Nilai positif dan negatifnya bukan terletak
potensi fitrah al-asma’ al-husna itu, melainkan motivasi atau niat
yang menyertai dalam suatu tingkah laku serta objek yang
dihadapinya. Misalnya, potensi al-rafi’ (meninggikan) dan al-
khafidh (merendahkan).

f. Bentuk-bentuk Kepribadian Rabbani


Seluruh karakter, sifat, dan tipologi manusia dapat dilihat di
dalam satuan-satuan al-asma’ al-husna. Dengan merujuk pada
bilangan asmaul husna, maka tipe manusia seharusnya dibedakan
menjadi 99 tipe. Tak satu pun tipe manusia keluar dari satuan-
satuannya, sebab jika tidak terkover di dalamnya berarti penciptaan
manusia tidak beraturan atau terencana, dan hal itu menyalahi sunnah
Allah.
Indikator tipologi kepribadian rabbani, melalui pola al-asma’
al-husna adalah sebagai berikut :
1) Allah : Satu kepribadian pengabdi yang selalu melakukan
peribadatan kepada Allah berkepribadian secara tenang dan
berusaha menguasai dan mengatur alam dengan baik.
2) Maha Pengasih : satu kepribadian pengasih yang mengasihi
sesama manusia secara universal tanpa membedakan agama,
suku, ras, bangsa, status dan perbadaan apapun.
3) Maha penyayang: satu kepribadian penyayang yang menyayangi
orang lain karena memiliki prestasi atau hubungan khusus
misalnya, karena hubungan agama.
4) Maha Raja : satu kepribadian penguasa atau pemimpin yang
memiliki kekuatan mengendalikan dalam memerintah dan
melarang.
5) Maha suci : satu kepribadian rabbani yang suci karena di
dalamnya penuh kemurnian, kebenaran, keindahan kebikan,
kebajikan dan keberkahan.
6) Maha Sejahtera : satu kepribadian rabbani yang sejahtera, selamat
dan terhindar dari segala yang tercela, seperti dusta, dengki,
sombong dan sifat-sifat buruk lainya.
7) Maha Terpercaya : satu kepribadian rabbani yang terpercaya
karena dirinya amanah terhadap titipan (kepercayaan) orang lain.
8) Maha memelihara : satu kepribadian rabbani yang terpelihara
karena mampu menjaga dan mengawasi dirinya dari perbuatan
buruk
9) Maha Perkasa : satu kepribadian rabbani yang perkasa karena
memiliki kekuatan, kekukuhan, kekuatan, kemantapan, dan
semangat diri.
10) Maha Kehendak tidak diingkari : satu kepribadian rabbani yang
mampu memaksa keinginannya karena memiliki keagungan,
ketinggian, kekuatan, kekuasaan dan istiqomah yang jarang
dimiliki oleh orang biasa.
11) Maha memiliki kebesaran : satu kepribadian rabbani yang besar
dan tidak dianggap kecil (remeh) sehingga memiliki daya pilih
untuk tidak mudah ditundukan.
12) Maha Pencipta : satu kepribadian rabbani yang kreatif karena
mampu menciptakan dan menelorkan sesuatu dari yang tiada
menjadi ada atau membuat inovasi yang sebelumnya belum ada
contohnya mampu mengatur sesuatu secara teliti berdasarkan
ukuran-ukuran yang telah ditentukan sebelumnya.
13) Maha Mengadakan dari Tiada : satu kepribadian rabbani yang
kreatif karena mampu menciptakan atau menjadikan sesuatu
meskipun tanpa ukuran yang tetap.
14) Maha Pembuat Bentuk : satu kepribadian rabbani yang kreatif
karena mamu memberi bentuk, rupa, dan cara akan
ciptaannya.sehingga ciptaannya itu menjadi indah.
15) Maha pengampun : satu kepribadian rabbani yang mengampuni
terhadap kesalahan atau dosa yang lain dengan kemurahan dan
anugerahnya.
16) Maha perkasa : satu kepribadian rabbani yang perkasa karena
mampu mendudukan merendahkan dan mencegah lawan
mencapai tujuan jahat.
17) Maha pemberi : satu kepribadian rabbani yang sesuatu tanpa
imbalan, berulang-ulang dan berkesinambungan walaupun ia
tidak diminta.
18) Maha pemberi rizki : satu kepribadian rabbani yang mudah
memberi rezeki kepada orang lain baik berupa infaq wajib
maupun infaq sunah
19) Maha pembuka : satu kepribadian rabbani yang membuka dari
yang tertutup, sulit dan ketidakjelasan, sehingga mendapatkan
kemenangan.
20) Maha mengetahui : satu kepribadian rabbani yang mengetahui
atau ilmuwan, sehingga ia mampu menjangkau sesuatu sesuai
dengan keadaan sebenernya.
21) Maha menyempitkan : satu kepribadian rabbani yang mengambil,
menahan, menggenggam, menghalangi dan menyempitkan yang
buruk.
22) Maha melapangkan : satu kepribadian rabbani yang melapangkan,
menghamparkan, memperluas yang baik.
23) Maha merendahkan : satu kepribadian rabbani yang
merendahkan, meminta dan menghinakan tempat maupun
kedudukan yang lain karena keburukannya.
24) Maha meninggikan : satu kepribadian rabbani yang meninggikan,
menganugerahkan, dan memuliakan tempat maupun kedudukan
yang lain karena kebaikannya.
25) Maha memuliakan : satu kepribadian rabbani yang memuliakan
yang lain karena keimananya, bukan memuliakan karena
kekayaannya maupun setatus sosial
26) Maha menghinakan : satu kepribadian rabbani yang menghinakan
yang lain karena kekufurannya
27) Maha mendengar : satu kepribadian rabbani yang mendengar,
mengindahkan, dan mengabulkan, permintaan yang baik
28) Maha melihat : satu kepribadian rabbani yang melihat dengan
berbagai potensi secara jelas sehingga memperoleh ilmu
pengetahuan tentang sesuatu.
29) Maha memutuskan Hukum : satu kepribadian rabbani yang
mampu memutuskan suatu perkara dengan benar dan baik.
30) Maha Adil : satu kepribadian rabbani yang lurus karena
menggunakan ukuran yang sama, sehingga ia tidak berselisih
tetapi seimbang.
31) Maha lembut : satu kepribadian rabbani yang lembut, halus, dan
memiliki kecermatan atau ketelitian terhadap sesuatu.
32) Maha mengetahui : satu kepribadian rabbani yang mengetahui
sehingga memiliki pengetahuan yang cukup mendalam dan sangat
rinci terhadap hal-hal yang tersembunyi, seperti kematian,
ketaqwaan, dan rahasia terpendam.
33) Maha penyantun : satu kepribadian rabbani yang penyantun
terhadap yang lain.
34) Maha Agung : satu kepribadian rabbani yang agung dan besar
karena memiliki jengkauan pandangan atau wawasan yang
panjang, lebar, tinggi dan dalam.
35) Maha pengampun : satu kepribadian rabbani yang pengampun
terhadap kesalahan atau dosa yang lain dengan kasih sayang dan
rahmatnya, baik diminta atau tidak, urusan dunia maupun akhirat.
36) Maha menerima syukur : satu kepribadian rabbani yang mudah
berterima kasih dan memuji atas pemberian yang lain
37) Maha tinggi : satu kepribadian rabbani yang tinggi, baik material
(tempat dan kedudukan) maupun materi (akal dan pikiran)
38) Maha besar : satu kepribadian rabbani yang besar dan tinggi,
karena memiliki kekuasaan dan kesempurnaan.
39) Maha pelestari : satu kepribadian rabbani yang mampu
memelihara atau terpelihara dirinya.

40) Maha Pemelihara, satu kepribadian rabbani yang mampu


memelihara diri karena memiliki kekuasaan dan kemampuan,
member infaq (rezeki) pada yang lain agar jiwa raganya
terpelihara
41) Maha pembuat perhitungan, satu kepribadian rabbani yang
mampu menghitung dan intropeksi diri secara Teliti dan sermat,
mencukupi kebutuhan siapa saja yang membutuhkan, sehingga
hati merasa tentram, tidak kecewa atau terusik oleh gangguan,
tidak kehilangan
42) Maha Luhur, satu kepribadian rabbani yang luhur, agung dan
sempurna karena memiliki kedudukan yang tinggi atau peranan
yang penting memiliki kewenangan dalam memerintah dan
melarang.
43) Maha Mulia, satu kepribadian rabbani yang mulia, baik dan
benar karena memiliki keistimewaan, memiliki keluhuran budi,
member dan menepati janji
44) Maha Pengawas, satu kepribadian pengawas yang karenanya
sesuatu tampil secara tegak lurus, mengetahui dan memelihara
sesuatu untuk kebaikan, bukan untuk mencari kesalahan.
45) Maha Pengabul, satu kepribadian rabbani yang memperkenankan
atau menjawab permintaan, member bantuan.
46) Maha luas, satu kepribadian rabbani yang luas, baik dalam aspek
petunjuk keagamaan, kekuatan argumentasi, kekayaan ,materi,
pengampunan, karunia, rahmat dan ilmu pengetahuan,
memperluas dan mengembangkan wawasan dengan pengetahuan
dan pengalaman, seperti dalam teori expanding universe
47) Maha Bijaksana, satu kepribadian rabbani yang bijaksana dalam
memutuskan suatu perkara, memiliki hikmah yang luas dengan
pengetahuan yang utama sehingga dapat melerai terjadinya
kemudhratan dan mendatangkan kemaslahatan, keyakinan dalam
bertindak sehingga tampilpercaya diri, bicara tidak ragu-ragu,
kira-kira atau coba-coba.
48) Maha Mencintai/Dicintai, satu kepribadian mencintai yang lain
karena memiliki kebaikan, dicintai karena memiliki
keistimewaan, menebarkan rasa cinta pada yang lain,
melapangkan dada untuk mencintai yang baik dan
mengosongkan jiwa dari mencintai yang buruk, mengutamakan
orang lain dari dasar cinta, banyak menyebut kebaikan yang lain
karena rasa cinta.
49) Maha Mulia, satu kepribadian rabbani yang mulia dan luas
karena memiliki kejayaan, keberhasilan, kemenangan,
kesempurnaan dan kebajikan.
50) Maha Membangkitkan, satu kepribadian rabbani yang
membangkitkan, memotivasi, mendorong dan menggerakan diri
yang lain untuk meraih masa depan yang lebih baik. Syarat
utamanya adalah memiliki pengetahuan dan kesadaran, terus
bergerak secara dinamis, dan memiliki kepekaan atau sensitivitas
pada lingkungannya.
51) Maha Menyaksikan/Disaksikan, satu kepribadian rabbani yang
menyaksikan dan mengetahui peristiwa untuk kemudian ikut
terlibat secara langsung menjadi saksi untuk membela yang benar
dan melawan yang salah, mendorong individu untuk berjuang
biarpun mati syahid
52) Maha Benar, satu kepribadian rabbani yang benar dan mantap
tidak berubah, menghalau yang bathil, menjangkau sesuatu yang
masuk akal
53) Maha Mewakili, satu kepribadian menyerahkan atau
mendelagasikan urusan pada pihak lain sesuai dengan
kemampuannya.
54) Maha Kuat, satu kepribadian rabbani yang kuat, gigih dan tidak
lemah, baik fisik maupun psikis.
55) Maha Kokoh, satu kepribadian yang kokohnya itu membentang
dan memanjang ke semua arah. Matin kokohnya karena
kekuatanya, sedang qawiy kokoh karena kesempurnaan
kekuasaannya.
56) Maha Melindungi, satu kepribadian melindungi, mendukung,
membela, membantu, dan mencintai karena ada kedekatan seperti
hubungan keluarga, pertemanan dan keimanan
57) Maha Terpuji, satu kepribadian rabbani yang terpuji karena
memiliki tiga syarat, yaitu keindahan atau kebaikan, perbuatan
yang dilakukan secara sadar dan tidak dipaksa atau terpaksa
58) Maha Penghitung, satu kepribadian rabbani yang mampu
menghitung apapun yang terkait dengan perbuatannta, sehingga
dapat diketahui kelebihan san kekurangannya, menghalangi dan
melarang mengeluarkan sesuatu yang menurut perhitungan nalar
tidak menguntungkan
59) Maha Memulai, satu kepribadian rabbani yang memulai sesuatu
karena sesuatu itu dianggap penting untuk segera dimulai,
menciptakan sesuatu dari pertam kali tanpa ada contoh pertama.
60) Maha Mengembalikan, satu kepribadian rabbani yang
mengembalikan sesuatu yang hilang, menghidupkan sesuatu
yang telah mati, menjadi panduan sesuat
61) Maha Menghidupkan, satu kepribadian rabbani yang
menghidupkan atau member kualitas hidup sesuatu sehingga
eksistensinya menjadi terpelihara dan dapat bergerak secara
bebas tanpa ada belenggu, membangun yang runtuh,
menumbuhkan atau menyuburkan yang gersang.
62) Maha Mematikan, satu kepribadian rabbani yang mematikan atau
menahan sesuatu yang telah using, sehingga keberadaanya dapat
digantikan oleh yang baru yang lebih berkualitas.
63) Maha Hidup, satu kepribadian tetap hidup karena memiliki
kesempurnaan, sehingga ia dapat merasa, mengetahui dan
bergerak; menghidupkan yang lain secara langgeng dengan
modal kesadaran dan pengetahuan
64) Maha Berdiri Sendiri , satu kepribadian rabbani yang mampu
mandiri, hidup dalam kondisi tegak lurus, dan memiliki tekad
yang kokoh, sehingga kondisi hidupnya berkesinambungan dan
keinginannya terlaksana
65) Maha Menemukan, satu kepribadian rabbani yang menemukan
atau mendapatkan sesuatu yang baru dan bagus sehingga ia
menjadi kaya dan tidak tergantung pada yang lain. Upaya yang
dilakukan meliputi membaca, melihat dan mengetahui sesuatu
66) Maha Mulia ,satu kepribadian rabbani yang mulia dan luas
karena memiliki keindahan dan keluruhan budi.
67) Maha Tunggal ,satu kepribadian tunggal, utuh dan integral dalam
semua aspek kehidupan. Wahid (seperti dalam bilangan satu)
nula masih memungkinkan adanya penambahan atau integralitas
itu masih memungkinkan adanya yang luar masuk ke dalamnya .
68) Maha Tunggal, satu kepribadian rabbani yang tunggal, utuh dan
integrai dalam semua aspek kehidupan, yang tidak mungkin
adanya yang telah m: penambahan dari luar.
69) Maha Dibutuhkan, satu kepribadian rabbani yang menjadi tempat
bergantung dan dibutuhkan karena memiliki kekokohan
kesempurnaan; mampu memenuhi harapan, kebutuhan dan
menanggulangi kesulitan yang lain dengan cara yang tepat
70) Maha Kuasa , satu kepribadian rabbani yang berkuasa karena
mampu menentukan kadar dan ukuran, memiliki kekuatan atau
power dan mengancam pada pembangkang.
71) Maha Kuasa, satu kepribadian yang berkuasa karena mampu
menentukan kadar dan ukuran, memiliki kekuatan atau power,
dan mengancam pada pembengkang yang semuanya lebih besar
dan dalam ketimbang al-qadir.
72) Maha Mendahulukan, satu kepribadian rabbani yang tampil
paling dahulu atau berada didepan, baik dari segi waktu, tempat
maupun kedudukan.
73) Maha Mengakhirkan, satu kepribadia rabbani yang tampil sampai
paling akhir, baik dari segi waktu, tempat maupun kedudukan
Jika la-muqaddim dan al-muakhkhir itu dirangkai maka menuj
pada kepribadian yang no limit yang senantiasa terus-menerus
dan berkesinambungan
74) Maha Pertama , satu kepribadian rabbani yang memulai ata
mengawali perbuatan sesuatu yang baik
75) Maha Terakhir, satu kepribadian rabbani yang menjadi akhir
pada perbuatan yang baik. Jika al-awwal dan al-akhir itu
dirangkai mala menuju pada kepribadian yang no limit yang
senantiasa terus-menerus dan berkesinambungan.
76) Maha Nyata , satu kepribadian rabbani yang jelas atau
menampakkan diri secara jelas, karena memiliki kekuatan,
kelebihan kebenaran dan kebaikan. Orang yang bersalah atau
serba kurang tidak berani menampakkan diri
77) Maha Tersembunyi , satu kepribadian rabbani yang mamp
menyembunyikan sesuatu yang lebih daripada yang ditampakan
sehingga jika suatu hari dibutuhkan maka tinggal menampakkan
saja
78) Maha Memerintah ,satu kepribadian memerintah, memilki
mengelola, melindungi, dan menggunakan sesuai keinginannya
mendukung, membela, membantu, dan mencintai karena ad
kekuasaan.
79) Maha Tinggi, satu kepribadian rabbani yang tinggi, baik
material(tempat dan kedudukan) maupun imateri (akal
pikiran),mampu melakukan dan mengalahkan yang lain karena
memiliki mampu menaklukkan kelebihan
80) Maha Dermawan , satu kepribadian rabbani yang dermawan
dengan cara memberikan sesuatu yang bisa diberikan dan
memberi kemudahan pada yang membutuhkan; taat pada
kebenaran dan kejujuran seperti menepati janji atau kejujuran
dalam bercinta
81) Maha Penerima Taubat, satu kepribadian rabbani yang kembali
ke arah posisi yang baik dan benar untuk meninggalkan posisi
semula; bertaubat sesegera mungkin atas segala kekhilafan dan
dosa sekecil apa pun.
82) Maha Pengancam , satu kepribadian rabbani yang mengancam,
tidak menyetujui, marah, bahkan menyiksa terhadap suatu
tindakan karena nilainya buruk
83) Maha Pemaaf , satu kepribadian rabbani yang memaafkan yang
bersalah dengan cara memaafkan; menutupi atau menghapus
keslahan yang lain.
84) Maha Pelimpah Kasih , satu kepribadian rabbanı yang lemah
lembut dan penuh kasih sayang, tidak menjatuhkan sanksi
terhaap yang bersalah, tetapi justru member kasih sayang
85) Maha Pemilik memiliki kerajaan, kekuasaan, dan pemerintahan
karena memiliki kekuatan.
86) Maha Pemilik Keluhuran an Kemurahan, satu kepribadian
rabbani yang memiliki keluhuran, kemurahan, dan
keistimewaan.
87) Maha Adil, satu kepribadian rabbani yang adil karena
menghindari penyimpangan dan perilaku aniaya; memberi
bagian rezeki pada yang lain; memutuskan suatu perkara secara
adil.
88) Maha Penghimpun, satu kepribadian rabbani yan menghimpun,
berkelompok, bersatu dengan dasar budi pekerti yang luhur dan
kesucian batin
89) Maha Kaya, satu kepribadian rabbani yang kaya kareni
kehidupannya telah berkecukupan; tidak menggantungkan ata
memberi beban hidupnya pada yang lain; memiliki suara yang
menari sehingga jika disuarakan memberikan kegembiraan pada
yang lain
90) Maha Pemberi Kekayaan, satu kepribadian rabbani yang
member kekayaan karena dirinya telah berkecukupan
91) Maha Pencegah , satu kepribadian rabbani yang mencegah
menarik dan menghalangi yang keburukan dan kejahatan;
menampi . segala perbuatan yang menuju kebinasaan dan
kekurangan yang bertujuan untuk pembelaan terhadap yang baik
92) Maha Pemberi Bahaya , satu kepribadian rabbani yang member
bahaya pada orang yang durhaka dan yang sesat.
93) Maha Pemberi Manfaat, satu kepribadian member manfaat pada
orang yang taat dan baik.
94) Maha Pemilik Cahaya, satu kepribadian pemilik dan pembeli
cahaya melalui pemberian hidayah (petunjuk),penghias, dan
terang benderang sehingga sesuatu itu menjai jelas dan tampak
95) Maha Pemberi Petunjuk, satu kepribadian rabbani yang
memberi petunjuk; nenghadiahkan sesuatu dengan lemah lembut
96) Maha Pencipta Pertama , satu kepribadian rabbani yang mampu
menciptakan sesuatu meskipun tanpa ada contoh sebelumnya
memperindah sesuatu sehingga terasa lebih baik.
97) Maha Kekal , satu kepribadian rabbani yang kekal dan
berkesinambungan tanpa terputus-putus.
98) Maha Mewarisi, satu kepribadian rabbani yang mampu
mewariskan dan menyumbangkan sesuatu (kemampuan,
pengetahuan, materi) pada yang membutuhkan, sehingga yang
lain memperoleh manfaat darinya.
99) Maha Tepat Tindakan-Nya , satu kepribadian rabbani yang tepat
dan lurus dalam bertindak; memiliki kesempurnaan akal dan
jiwa, sehingga sikap dan tindakannya tepat; kekuatan dan
keteguhan seperti batu karang.
100) Maha Penyabar , satu kepribadian rabbani yang mampu
menahan diri dari amarah dan gejolak nafsu, sehingga ia
memiliki ketinggian; memiliki kesabaran dalam melaksanakan
perintah dan menghadapi musibah.
g. Cara Transinternalisasi Kepribadian Rabbani
Oleh karena a-asma al-husná merupakan bagian dari fitrh manusia,
ikan dalam kehidupan sehari-hari tidak terlalu sulit. Upaya yang harus
dilakukan adalah
a. Menjaga dan memelihara potensi fitrah al-asma’ al-husna pada
dirinya.
b. Berzikir dengan al-asma' al-husna, baik dengan ucapan lisan
maupun dengan mengingat di dalam hati, sebab hal itu akan
mengingatkan manusia pada potensi fitrinya.
c. Berdoa (memohon) dengan al-asmã' al-husna, karena hal itu
meningkatkan auto-sugesti untuk berkepribadian baik. Doa ada
yang ang bersifat umum, karena doanya tanpa dilatarbelakangi
oleh motivaslan tertentu, seperti seseorang berdoa "Ya arham al-
Rahimin irhamnas Allah (Wahai Zat yang paling Penyayang,
sayangilah kami) memiliki ar han bahwa yang bersangkutan
memohon kepada Allah Swt.

2. Kepribadian Malaki
1. Pengertian Kepribadian Malaki
Istilah Malaki dari akar kata malaka yang berarti memiliki,
mempunyai atau menguasai. Istilah malaki kemudian dinisbatkan
dengan salah satu makhluk Allah yang disebut dengan malaikat
(bentuk jama’ dari malak). Kepribadian malaki adalah kepribadian
individu yang didapat mentransformasikan sifat-sifat malaikat ke
dalam dirinya untuk dinternalisasikan dalam kehidupan nyata
Atau dalam bahasa sederhana, kepribadian malaki adalah
kepribadian individu yang mencerminkan sifat-sifat kemalaikatan
(malakiyyah). Pada definisi di mengandung tiga unsur utama,
yaitu transformasi sifat-sifat mulia ke dalam diri individu yang
berusaha berkepribadian malaki; untukkemudian
menginternalisasikannya dalam kehidupan nyata.
2. Kerangka Dasar Kepribadian Malaki
Sebagaimana dalam QS Al-A'raf ayat 16, Al-Hijr ayat 39-40 dan
Shad al itar 82-83 bahwa iblis selalu menghalangi manusia untuk
menempuh jalan daang lurus, menyesatkan semuanya, dan
membisikkan buruk (was-was) ke otiva lan maksiat, agar manusia
masuk neraka bersamanya. Namun di pihak lain, Allah Swt, juga
menciptakan malaikat untuk menjaga manusia, memberi iki tham
dan mengajak pada perbuatan yang benar.
Firman Allah Swt:
Tidak ada suatu jiwapun (diri) melainkan ada penjaganya (hafizh)
(QS Al- hThariq: 4)
Menurut tafsir al-Jalalain, maksud penjaga adalah malaikat
yang menjaga manusia agar berkepribadian baik. Sementara tafsir
al-Qurthubi menukil dari pendapat Abu Umamah bahwa manusia
dijaga 160 malaikat Apabila keberadan malaikat menjaga dan
memelihara manusia maka ia memiliki beberapa sifat yang patut
dicontoh dan diteladani, sebab dengan menteladaninya maka
manusia akan terhindar dari tipu daya syetan dan membentuk apa
yang disebut dengan ntuk mengimbangi kejahatan syetan.
terhindar dar kepribadian malaki.
3. Pola dan Bentuk-bentuk Kepribadian Malaki
a. Kepribadian Jibrili, satu kepribadian malaki yang membawa dan
menyebarluaskan informasi (wahyu) atau ilmu pengetahuan untuk
kebaikan, kesejahteraan dan keselamatan hidup manusia (QS Al-
Baqarah: 97, Al-Nahl: 102, Thaha: 114, Al-Najm: 5); ia dapat
dipercaya (al-amin) (QS Al-Syu'ara: 193), cerdas (QS A-Najm: ba
mulia (QS Al-Takwir: 19), memiliki power dan kedudukan tinggi
Arasy (QS Al-Takwir: 20), ditaati (QS Al-Takwir: 21).
b. Kepribadian Mika'ili, satu kepribadian malaki yang membagi-
bagw dan menebar rezeki, membuka lapangan dan peluang kerja,
dan memanfaatkan alam semesta untuk kepentingan ibadah
kepada-Nya( QS Al-Bagarah: 98).
c. Kepribadian Isråfili, satu kepribadian malaki yang meniupkan
sangkakala kematian universal, agar manusia dapat merasakan
akibat dari perbuatannya dan berhati-hati dalam berperilaku. (QS
Al-An'am:73, Al-Kahfi: 99, Thaha: 102, Al-Mukminun: 101, Al-
Nam adala 87, Yasin: 49,51.53). Pembangunan yang
sesungguhnya memilikiu penghancuran secara total hal-hal yang
telah usang.
d. Kepribadian Izraili, satu kepribadian malaki yang mematikan dan
membunuh sesuatu yang telah usang, tidak produktif dan tidak
berkualitas, agar tumbuh dan bangkit generasi baru yang lebih.
berkualitas; Pencabutan atau pemecatan orang shalih (baik) dengn
cara yang baik, bahkan diberi penghormatan dengan ucapan salam
(Qs Al-Nahl: 32), dan perlakukan lemah lembut (QS Al-Nazi'at
Namun jika pada orang yang jahat (kafir) maka pencabutannya
dengi kasar disertai pukulan dan siksaan (QS Al-An'am: 93, Al-
Anfal: 50 Muhammad: 27, Al-Nazi'at: 1).
e. Kepribadian Raqibi, satu kepribadian malaki yang mencatat,
mengadministrasi atau menginventaris perilaku yang baik untu
kemudian meningkatkannya; jika telah melakukan yang wajib
maka ditambah dengan yang sunah dan jika telah meraih
kuantitasnya mak ditempuh kualitasnya.
f. Kepribadian Atidii, satu kepribadian malaki yang mencat dan
menginventaris perilaku yang buruk untuk kemudian
meninggalkannya, jika telah meninggalkan yang haram lalu
menjauhkan yang makruh.
g. Kepribadian Munkari, satu kepribadian malaki yang memiliki
tanggung jawab atas segala perbuatannya sehingga waspada dan
berhati-hati baik, , dalam beraktivitas: jika diajukan pertanyaan ia
dapat menjawab dengan baik jika diminta laporan apa pun ia
dapat memberinya dengan baik.
h. Kepribadian Nakiri, (sama dengan nomor 7)
i. Kepribadian Ridhwâni, satu kepribadian malaki yang menjaga
memelihara dan menuju kenikmatan, keindahan, kesejahteraan,
dan keselamatan, tentunya hal itu hanya diperoleh oleh pribadi
yang shalilh.
j. Kepribadian Maliki, satu kepribadian malaki yang menjaga dan
menghindari diri dari siksaan, keburukan, kesengsaraan dan
kehancuran, tentunya hal itu diperoleh karena meninggalkan
maksiat dan dosa.

3. Kepribadian Qur’ani

1 Pengertian Kepribadian Qur’ani


Istilah qur’ani memiliki akar yang sama dengan qarinah (indicator,
bukti, petunjuk), Iqarana (menggabungkan), qaru’ (menghimpun),
dan qar’a (membaca) yang secara bahasa berarti mengumpulkan
(jam’u) dan menghimpun (dhamm). Istilah qur’ani kemudian
dinisabatkan dengan salah satu kitab Allah SWT, yaitu kitab Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Melalui malaikat
jibril yang terkumpul dalam satu mushaf diawali dengan surat Al-
Fatihah dan diakhiri surat Al-Nas yang membacanya termasuk
ibadah dan memiliki makna tantangan bagi mereka yang
mengingkarinya.
Kepribadian qur’ani dalah kepribadian individu yang didapat
setelah mentransformsikan isi kandungan Al-Qur’an kealam dirinya
untuk kemudian di interalisasikan dalam kehidupan nyata. Atau
dalam bahasa yang sederhana, kepribadian qur’ani adalah
kepribadian individu yang mencerminkan nilai-nilai- Al-Qur’an
(qur’aniyyah). Pada definisi diatas mengandung tiga unsure utama,
yaitu transformasi nilai-nilai Al-Qur’an kedalam diri individu yang
berusaha berkepribadian qur’ani, untuk kemudian
menginternalisasikan dalam kehidupan nyata.
2 Kerangka Dasar Kepribadian Qur’ani
Manusia diberi potensi nafsani oleh Allah Swt, untuk mengetahui
segala sesuatu agar dengan pengetahuannya ia dapat berbuat baik.
Namun karena kemampuan akal Manusia terbatas, sehingga
pengetahuan yang diperoleh (1) belum menjangkau seluruh
fenomena kehidupan, (2) tidak akan mampu mengetahui yang gaib
atau masalah-masalah sam’iyyat seperti fenomena yang terjadi pada
hari kiamat, (3) kekuatan piker Manusia kadang-kadang dihalangi
oleh hawa nafsu, sehingga ia tidak mampu berfikir jernih, (4)
sebagai produk budaya, pengetahuan Manusia mengalami bias
budaya, yang karenanya tidak dapat berlaku secara universal.
3 Pola dan Bentuk-bentuk Kepribadian Qur’ani
Dalam QS Al-An’am ayat 38 disebutkan “ Dan tiadalah binatang-
binatang yang ada dibumi dan burung-burung yang terbang dengan
kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu.
Tiadalah kami alpakan sesuatupun didalam al-kitab kemudian
kepada tuhanlah mereka dihimpukan”. Hal itu mengandung arti
bahwa seluruh fenomena makhluk, biotic maupun abiotik, gaib
maupun syahadah, semuanya tercakup dalam Al-Qur’an. Namun
pada intinya, kepribadian qur’ani adalah kepribadian yang
melaksanakan sepenuh hati nilai-nilai Al-Qur’an, baik pada
dimensi:
a. I’tiqadiyyah, yang berkaitan dengan nilai-nilai keimanan, seperti
percaya kepada Allah, malaikat, Rasul, kitab, hari akhir dan taqdir,
yang bertujuan untuk menata kepercayaan individu.
b. Khuluqiyyah, yang berkaitan dengan nilai-nilai tingkah laku sehari-
hari baik yang berhubungan dengan:
1) Ibadah, yang memuat hubungan antara Manusia dengan tuhannya,
seperti shalat, puasa, zakat, haji dan nadzar, yang bertujuan untuk
aktualisasi nilai-nilai ubudiyah.
2) Mu'amalah, yang memuat hubungan antar manusia, baik secara
individual maupun institusional. Bagian ini terdiri atas:
 Ahwan Syakhshiyah, perilaku individu seperti masalah perkawinan,
hubungan suami-istri dan keluarga, serta kerabat dekat, yang
bertujuan untuk membentuk keluarga sakinah dan sejahtera
 Ahkam Madaniyah, yang berhubungan dengan perdagangan seperti
upah, gadai, kongsi, dan sebagainya, yang bertujuan .untuk
memanaj harta benda atau hak-hak individu .
 Ahkam Jana'iyah, yang berhubungan dengan hukum pidana atas
pelanggaran yang dilakukan, yang bertujuan untuk memelihara
kelangsungan kehidupan manusia, baik berkaitan dengan harta,
kehormatan maupun hak-hak individu lainnya .
 Ahkam Murafa'at, yang berhubungan dengan hukum acara, seperti
peradilan, saksi maupun sumpah, yang bertujuan untuk menegakkan
keadilan di antara anggota masyarakat.
 Ahkam dusturiyah, yang berhubungan dengan undang- undang
negara yang mengatur hubungan antara rakyat dengan pemerintah
atau negara, yang bertujuan untuk stabilitas bangsa dan negara.
 Ahkam duwaliyah, yang berhubungan dengan tata negara, seperti
tata negara Islam, tata negara tidak Islam, wilayah perdamaian dan
wilayah perang, dan hubungan Muslim satu negara dengan Muslim
di negara lain, yang bertujuan untuk . hati ert perdamaian dunia.
 Ahkam Iqtishadiyah, yang berhubungan dengan perekonomian
individu dan negara, hubungan yang miskin dan yang kaya, yang
bertujuan untuk keseimbangan atau pemerataan pendapatan.
erdasarkan dimensi-dimensi kehidupan manusia, seperti dimensi
chidupan primer (dharuriyyah), sekunder (hajyah), maupun
pelengkap antuk mempercantik diri (tahsiniyyah/takmiliyyah),
sebab Al-Qur'an merupakan petunjuk, rahmat, terapi dan
mengandung kemashlahatan bagi ang mau melaksanakannya.
Dimensi primer merupakan dimensi esensial alam kehidupan
manusia yang apabila diabaikan maka hilang eksistensi
iemanusiaan. Dimensi ini meliput :
a. Menjaga agama sati kepribadian qur'ani yang mampu menjaga eksie
an an agamanya, memahami dan melaksanakan ajaran agama secara
dan konsisten, mengembangkan, meramaikan, mendakwahkan dan
mensiarkan agama
b. Menjaga jiwa, satu kepribadian qur'ani yang memenuhi hak
kelangsungan hidup diri sendiri dan masing-masing anggota
karenanya perlu diterapkan hukum gishash (pidana islam) bagi yan
manu melanggarnya, seperti hukuman mati
c. Menjaga akal pikiran, satu kepribadian qur'ani yang menggunalan
sepert akal pikirannya untuk memahami tanda-tanda kebesaran
Allah daurat hukum-hukum-Nya; menghindari perbuatan yang
merusak akalnydan k dengan minum khamr atau zat adiktif, yang
karenanya diberlakukas Zat y had (sangsi), seperti cambuk.
d. Menjaga keturunan, satu kepribadian qur'ani yang mampu menjag
pelen dan melestarikan generasi Muslim yang tangguh dan
berkualita menghindari perilaku seks menyimpang, seperti free sex,
kumpul kebo homoseksual. lesbian, sodomi, yang karenanya
diundang-undangka hukum rajam (lempar batu) atau cambuk.
e. Menjaga kehormatan dan harta benda, satu kepribadian qur'ani yang
mampu mempertahankan hidup melalui pencarian rizqi yang halal
5. menjaga kehormatan diri dari pencurian, penupian, perampo
pencekalan, riba dan kezaliman.
Dimensi sekunder merupakan dimensi yang penting dalam
kehidupan sekalipun tidak seasasi dimensi primer. Tujuan dimensi
ini adalah untul menghilangkan kesulitan dan menarik
kemashlahatan dalam kehidupan manusia. Para dimensi ini,
manusia dituntut berkepribadian yang tangguh dalam menjalankan
nilai-nilai qur’ani, berapapun berat hambatan, rintangan dan
ancamannya.
4. Cara Transintelisasi Kepribadian Qur’ani
Terdapat lima cara untuk transinternalisasi kepribadian qur'ani,
yaitu:
a. Tahsin al-tilâwah; memperbaiki bacaan sesuai dengan kaidah ilmu
Tajwid dan ilmu Qira'ah, sebab bacaan Al-Qur'an yang tartil, dan
indah yang disertai suara merdu dapat menggetarkan syaraf dan
menyentuh nurani individu yang paling dalam, sebagaimana Umar
ibn al-Khattab masuk Islam karena mendengarkan bacaan indah
adiknya.
b. al-Tahfidh; menghafal seluruh atau sebagian ayat-ayat atau surat-
surat an: 130 dalam Al-Qur'an, terutama surat yang wajib dalam
shalat, seperti surat Al-Fatihah. Dengan menghafal surat Al-Fatihah,
dan surat atau ayat lain, maka keutuhan kepribadian qur'ani tetap
terjaga dan kandungannya dapat diimplementasikan kemana dan di
mana saja ia berada.
c. al-Tafsir, menafsirkan dan menjelaskan isi kandungan Al-Qur'an
yang dimulai dengan pemahaman terjemah ayat.
d. al-Amal, mengaplikasikan nilai-nilai qur'ani dalam kehidupan seha
hari, sebab dengan cara ini kepribadian individu menjadi baik,
selam dan bahagia di dunia maupun akhirat.
e. al-Da'wah, menyebarluaskan atau mendakwahkan ajaran-a Qur'an
kepada masyarakat luas, sehingga di sekitar kita tumbun da
berkembang masyarakat qur'ani. Seluruh sistem kehidupan berhalu
pada Al-Qur'an, baik dalam aspek ideologi, ekonomi, politik, sosial
seni, budaya, dan sebagainya.

4.Kepribadian Rasuli

1. Pengertian Kepribadian Rasuli


lstilah rasüli berasal dari akar kata rasala yang berarti mengirim dan
mengutus. Istilah rasüli kemudian dinisbatkan dengan salah satu statu
makhluk Allah Swt. yang disebut dengan rasul (utusan). Kepribadian
rasu adalah kepribadian individu yang didapat setelah
mentransformasikan sifat-sifat dan kelebihan-kelebihan rasul ke dalam
dirinya untu kemudian diinternalisasikan dalam kehidupan nyata. Atau
dalam bahas yang sederhana, kepribadian rasuli adalah kepribadian
individu yang mencerminkan sifat-sifat kerasulan (rasuliyyah). Pada
definisi di at mengandung tiga unsur utama, yaitu transformasi sifat-
sifat dan kelebihan kelebihan rasul; ke dalam diri individu yang
berusaha berkepribadian rasu untuk kemudian menginternalisasikannya
dalam kehidupan nyata.
2. Kerangka Dasar Kepribadian Rasuli
a. Menyampaikan risalah ketuhanan Glähiyyah) kepada umatnya,
agat erlu a utu mereka berkepribadian sebagaimana yang
dikehendaki oleh Pencipes nya. Firman Allah Swt.: Dan ta'atlah
kamu kepada Allah dan ta'atlalh kama kepada Rasul (Nya) dan
berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maba ketahuilah
sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah
menyampaikana Allah) dengan terang (QS AL-Maidah: 92)
b. Menjadi duta Tuhan yang membimbing, menjadi saksi,
pembawa berita gembira dan mengingatkan umatnya agar selalu
beriman dan berbakti pada Tuhannya; Firman Allah Swt.:
Sesangguhny Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa
berita gembira dan pemberi hak mm in ndperingatan. (QS Al-
Fath: 8)
c. Menjadi suri tauladan (uswah al-hasanah) dalam
berkepribadian, agar umatnya mudah dan gampang
berkepribadian baik. Firman Allah Swt.:
Sesunguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (hedatangan) hari dan kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. (QS Al-Ahzab: 21)
3. Pola dan Bentuk-bentuk Kepribadian Rasuli
a. jujur (shidq), satu kepribadian rasuli yangjujur dan benar serta
terhindar dari kedustaan dan kebohongan. Segala apa yang
diucapkan patut didengar dan dibenarkan.
b. Terpercaya (amanah), satu kepribadian rasuli yang terpercaya
dan dipercaya dalam mengemban amanat atau kepercayaan
orang lain.
c. Menyampaikan perintah (tabliqh),satu kepribadian rasul yang
menyampaikan dan menyebarluaskan informasi atau suatu
perintah yang baik, bukan menyembunyikan untuk diri sendiri.
d. Cerdas (fathanah), satu kepribadian rasuli yang cerdas dalam
mengemban amanat, baik secara intelektual, emosional, moral
bahkan spiritual. Ketololan dan kedungan merupakan awal dari
kesalaahpahaman yang pada akhirnya mendatangkan
perpecahan dan kehancuran.

Kedua, pola yang merujuk pada kelebihan-kelebihan atau mu’jizat


para rasul. Jumlah rasul banyak sekali, tetapi yang wajib diketahui hanya
25 orang, mulai Nabi Adam sampai Nabi Muhammad Saw. Para rasul itu
memiliki kelebihan dan mu’jizat, yaitu satu kelebihan dan anugrah yang
diberikan oleh Allah Swt. Untuk melemahkan musuh-musuhnya yang
ingkar atau yang membangkang.
Bentuk-bentuk kepribadian rasuli berdasarkan mu’jizat para rasul adalah:

a. Kepribadian Adami, satu kepribadian rasuli yang memiliki


keluasan ilmu pengetahuan; jika bersalah karena mengikuti
perilaku syetan maka cepat-cepat bertaubat (QS Al-Baqarah: 36-
37); menjadi bapak manusia, sehingga seluruh manusia disebut
ibnu Adam (anak Adam).
b. Kepribadian idrisi, satu kepribadian rasuli yang memiliki
kemampuan melihat alam gaib; berhitung secara cepat dan tepat;
menguasasai astronomi: dan strategis berperang.
c. Kepribadian Hudi, satu kepribadian rasuli yang mampu
membrantas para penyamun, perampok, pencuri, dan koruptor;
melarang peyiksaan terhadap tawanan perang, karena
bagaimanapun mereka adalah manusia makhluk Allah.
d. Kepribadian Nuhi satu kepribadian rasuli yang mampu
mengentaskan masyarakat dari banjir kemaksiatan melalui perahu
keimanan; tidak membela dengan membabi buta kepada keluarga
yang salah; menjadi pemula dalam mengembangkan teknologi
perkapalan.
e. Kepribaian Shalihi, satu kepribadian rasuliyang shalihah, cerdas
dan tkuat; mampu memfungsikan batu seperti fungsi hewan Unta;
mendayagunakan teknologi listrik (petir) untuk menghancurkan
orang-orang yang durhaka.
f. Kepribadian Ibhimi, satu kepribadian rasuli yang memiliki
kepribadian ketuhanan yang tangguh meskipun hidup pada
keluarga dan lingkungan yang korup; mampu bertahan hidup
meskipun dibuang kehutan belantara.
g. Kepribadian Luthi, satu kepribadian rasuli yang mencegah
perilaku seks menyimpang, seperti homoseksual dan lesbian,
karena hal itu merusak fitrah dan kepribadian manusia; tidak
membela istri yang salah dengan membabi buta.
h. Kepribadian Ismaili, satu kepribadian rasuli yang mampu
bertahan hidup pada situasi dan kondisi yang serba sulit, gersang
dan tanpa tergantung pada orang lain meskipun ayah sendiri;
berkepribadian sebagai anak shalih yang siap menjadi korban
penyembelihan jiwa kebinatangan dalam rangka mencapai
keridhaan Allah Swt.
i. Kepribadian ishaqi, satu kepribadian rasuli yang shalih dan
tertawa gembira tatkala mendapatkan anugrah dari Allah Swt.
Memiliki keturunan yang baik semacam Nabi Ya’qub.
j. Kepribadian Ya’qubi, satu kepribadian rasuli yang berani
berperang melawan raja yang sombong meskipun tanpa pasukan
yang banyak; menantiasa menasehati keluarganya agar selalu
menyembah kepada Allah Swt.
k. Kepribadian Yusufi, satu kepribadian rasuli yang tetap eksis
meskipun dikucilakan atau dibuang oleh yang lain; kuat
menghadapi fitrah cinta, yang dengan kegentengan tidak untuk
berbuat mesum meskipun dengan para selebritis.
l. Kepribadian Ayyubi, satu kepribadian rasuli yang tabah, sabar
dan tawakkal terhadap musibah yang duberukan oleh Allah Swt.
Berusaha mencari hikmah yang terkandung dalam musibah, baik
beupa penyakit, kemiskinan, maupun penghinaan terhadap orang
lain.
m. Kepribadian Dzu al-Kifli, satu kepribadian rasuli yang karena
puasa, beribadah malam dan tidak suka marah dapat
menghantarkannya menjadi raja dan kemuliaan.
n. Kepribadian Syu’aibi, satu kepribadian rasuli yang berani
membrantas penganiayaan, dan penipuan dalam timbangan
ataupun tarakan.
o. Kepribadian Harumi, satu kepribadian rasuli yang membantu
sesame saudara dalam menegakkan kebenaran.
p. Kepribadian Musawi, satu kepribadian rasuli yang berani
menentang penguasa yang zalim; tetap eksis walaupun terbuang
oleh musuhnya.
q. Kepribadian Dawuhi, satu kepribadian rasuli yang memiliki suara
yang merdu, yang dengan kemerduannya itu unruk membaca
kitab suci; mampu mengembangan teknologi pemanfaatan besi,
sehingga dapat digunakan kebutuhan tank dan baju besi.
r. Kepribadian Sulaimani, satu kepribadian rasuli yang kaya dan
berkuasa, di mana dengan kekayaan dan kekuasaan itu tidak
untuk menindas atau menjajah yang lemah, melainkan untuk
mengayomi dan memberi kesejahteraan pada yang lain.
s. Kepribadian Ilyasi, satu kepribadian rasuli yang mampu menebar
rezeki, sehingga lingkungannya tidak menjadi kelaparan.
t. Kepribadian Ilyasa’i, satu kepribadian rasuli yang menebar
kemakmuran atas dasar keimanan kepada Allah Swt.
u. Kepribadian Yunusi, satu kepribadian rasuli yang jujur meskipun
hal itu berakibat buruk bagi dirinya, sebab dengan kejujuran
individu menjadi selamat, sekalipun dibuang di tengah laut yang
ditolong ikan hiu.
v. Kepribadian Zakariawi, satu kepribadian rasuli yang senantiasa
memohon kepada Allah Swt, meskipun secara rasional tidak ada
pengaruhnya apa-apa, seperti maslaah memohon anak pada usia
tua; memiliki santri atau anak didik wanita yang shalihah
bernama Maryam, yang karena pendidikannya Maryam memiliki
keistimewaan khusus dari-Nya, seperti memperoleh makanan
secara langsung dari Tuhan melalui malaikat Jibril dan
mempunyai anak tanpa bapak.
w. Kepribadian Yahyawi, satu kepribadian rasuli yang berani
menyatakan kebenaran di hadapan penguasa, meskipun dengan
taruhan dipotong lehernya.
x. Kepribadian Isawi, satu kepribadian rasuli yang kehidupannya
bersejarah, sehingga tercipta tahun masehi; mampu mengobati
yang sakit, seperti buta, kusta bahkan menghidupkan
(memotivasi) orang yang mati (pesimis); bapak pemula dalam
ilmu kedokteran.
y. Kepribadian Muhammadi, satu kepribadian rasuli yang
kehadirannya membawa berkah dan kesejahteraan keluarga dan
umat baik jasmai maupun rohani.
5. Kepribadian Yawm Akhiri
1. pengertian Kepribadian Yawn Akhiri
Istilah yawn akhiri berasal dari kata yawn (hari) dan akhir (akhir)
yang berarti hari penghabisan atau penghujung. Istilah yawm akhiri kemudian
dinisbatkan dengan salah satu masa, yaitu masa yang paling akhir dari
kehidupan manusia. Kepribadian yawm akhiri adalah kepribadian individu
yang didapat setelah mengimani, memahami dan mempersiapkan diri untuk
memasuki hari akhir di mana seluruh perilau manusia dimintai
pertanggungjawaban.

5.Kerangka Dasar Kepribadian Yawm Akhiri

Sebagaimana yang dijelaskan dalam stuktur kepribadian islam,


rentang kehidupan manusia tidak hanya dimulai periode kelahiran dan diakhir
periode kematian, melainkan jauh sebelum dan sesudahnya telah ada
kehidupan. Kehidupan pra-kehidupan (‘alam mitsaq) merupakan alam
perjalanan antara roh manusia dengan Tuhan yang bertujuan untuk
memotivasi kehidupan manusia di dunia kelak; kehidupan dunia (‘alam
dunya) merupakan alam realisasi atau aktualisasi perjanjian untuk menjadi
hamba dan khalifah Allah Swt.
Apabila kehidupan manusia tanpa kehidupan sebelum dan sesudah
kehidupan dunia, berarti kehidupannya hampa dan sia-sia, karena ia hidup
tanpa rencana dan tujuan yang ingin dicapai. Hal itu mengandung arti bahwa
keberartian kehidupan dunia sangat tergantung pada kehidupan debelum dan
sesudahnya, sebab kesendirian kehidupan dunia merupakan fatamorgana
belaka, sehingga keadilam di dunia tida terjamin. Firman Allah Swt. :

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari
kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka
dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah fatamorgana. (QS Ali Imran: 185)

Pola dan Bentuk-bentuk Kepribadian Yawm Akhiri


Oleh karna hari kiamat berkaitan dengan unsur-unsur keimanan
yang bersifat sam’iyyah, maka pola kepribadian yawm akhiri hanya dapat
dicapai setelah ayat-ayat Al-Qur’an atau hadis yang berkaitan dengan hari
tersebut, baik dengan kejadian-kejadian penting maupun konsekuensi atas
keimanan padanya. Atas dasar itu, bentuk-bentuk kepribadian yawm akhiri
sebagai berikut:
a. Berkepribadian shalih, baik terhadap diri sendiri, sesame mausia,
makhluk lain, bahkan kepada Allah Swt. Dengan tidak
menyekutukkan-Nya.
b. Berkepribadian taqwa, waspada dan senantiasa takut kepada Allah
Swt, karena pada waktu itu tidak ada pertolongan, pembela,
persahabatan maupun tebusan kecuali amalnya, tidak berguna harta
benda dan koneksi keluarga tidak mampu mengingkhari dosa.
c. Belajar sejarah masa lalu untuk meneropong masa depan, sebab
orientasi masa depan (jangka panjang) itu lebih baik daripada masa
sekarang (jangka pendek).
d. Taat Kepada Allah, taat kepada rasul-Nya dan ulil amri, serta
mengembangkan seluruh problem dan perselisihan kepada-Nya.
e. Berkepribadian ilmiah (rasikh)yang dengan Ilmunya itu dapat
melaksanakan perintah Allah, scehingga dirinya mendapatkan
pahala.
f. Menjauhi perilaku syetan, menghindari maksiat.
g. Meramaikan masjid, mendirikan shalat, membayar zakat, dan tidak
takut kecuali pada Allah.
h. Berkepribadian seperti kepribadian para rasul, sebab para rasul
merupakan suri tauladan.
i. Menginfaqkan sebagian hartanya untuk saham hari akhir, mencari
karunia untuk bekal hari akhirat.
j. Berbuat kebajikan dan menghindari kemadharatan.
k. Mempersiapkan diri untuk mati, karena kematian merupakan pintu
menuju akhirat, seperti segara bertaubat jika berdosa sebelum nyawa
di kerongkongan.
l. Melakukan muhasabah (intropeksi) dan mempersiaspkan diri untuk
dihisab, sebab jika amal baiknya lebih banyak maka ia dalam
kehidupan yang diridhai, tetapi jika amal buruknya lebih berat, maka
neraka Hawiyah tempatnya.

6. Kepribadian Taqdiri

1. Pengertian kepribadian Taqdiri


Istilah taqdiri berasal dari akar kata qadara yang berarti ketetapan,
aturan, hukum, kepastian dan keharusan universal. Istilah taqdiri kemudian
dinisbatkan dengan salah satu ketetapan dan aturan Allah Swt. Yang berlaku
secara konstan pada seluruh malhluk-Nya. Kepribadian taqdiriadalah
kepribadian individu yang didapat setelah mengimani, memahami,
mengaplikasikan ketentuan dan aturan Allah Swt. Dalam kehidupan ini,
sehingga ia mendapatkan rahasia dan hikmah hidupnya menuju keselamatan di
dunia dan akhirat.
2. Kerangka Dasar Kepribadian Taqdiri
Kepribadian taqdiri tidak berarti mengubah ketentuan atau aturan
Tuhan, melainkan memahami bahwa seluruh alam ciptaan-Nya, termasuk
manusia, tidak dapat terlepas dari aturan dan ketentuan-Nya, serta menempuh
aturan itu sebagimana mestinya. Manusia mampu berlari dari satu taqdir,
tetapi sesungguhnya ia menuju pada taqdir yang lain. Firman Allah
Swt.:“sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”(QS
Al-Qamar: 49); “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauh al-
Muhfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah.” (QS Al-Hadid: 22). Allah Swt. Membuat
sekenario perjalanan hidup manusia dengan sebaik-baiknya, yang kemudian
diserahkan penuh pada manusia untuk menjadi pemain dan pemeran
sandiwara hidupnya, apakah ia menjadi pameran yang baik ataukah yang
buruk? , semuanya tergantung pilihan manusia.
Firman Allah Swt.:“ sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu
kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,
maka taka da yang dapat menolaknya; dan sekali-kali taka da perlindung
bagi mereka selain Dia.” (QS Al-Ra’d: 11)
3. Pola dan Bentuk-bentuk Kepribadian Taqdiri
Pola kepribadian taqdiri dapat beranjak dari firman Allah Swt.
Dalam QS Fushshilat ayat 53:

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di


segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri (anfus),sehingga jelaslah bagi
mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak
cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya dia menyaksikan segala sesuatu?
(QS Fushshilat: 53)
Ayat tersebut menyebutkan tiga objek yang masing-masing memiliki
taqdir sendiri-sendiri, yaitu:
Pertama, objek afaqi, yang berkaitan dengan alam fisik (baik di
langit maupun bumi). Prinsip utama taqdir objek ini adalah:
a. Adanya hukum kausalitas (QS Al-Kahfi: 84-85, 92). Hukum ini
menuntut pribadi untuk mencari sebab-sebab sesuatu untuk
memperoleh suatu hasil (akibat).
b. Berproses secara bertahap menurut pola-pola pertumbuhan dan
perkembangannya (QS Al-Anbiya’:30). Hukum ini menurut
pribadi untuk berorientasi pada proses dan hasil, bukan semata-
mata hasil akhir.
c. Memiliki ukuran tertentu (QS Al-Qamar: 49). Hukum ini
menurut pribadi yang cermat dalam menimbang dan menakar
sesuatu.
d. Berpasang-pasang (QS Al-Qamar: 49). Hukum ini menurut
pribadi yang mampu memadukan dua atau beberapa potensi
untuk dimanfaatkan dan diaktualkan ke arah yang baik.
e. Memiliki hukum kesecimbangan. Hukum ini menuntut pribadi
yang seimbang dalam menggunakan sesuatu tanpa kurang atau
lebih.
f. Berevolusi menuju pada kesempurnaan (QS Al-A’la: 2).
Hukum ini menuntut pada pribadi yang senantiasa terus-
menerus dalam mencapai sesuatu untuk meraih kesempurnaan
tanpa limit waktu hingga kematian dating.
g. Diciptakan secara riil, objektif
h. Senantiasa tunduk dan patuh secara reserve kepada aturan
Allah Swt , dan tidak memiliki perubahan kecuali adanya
campur tangan al-Rahman untuk kepentingan kebaikan
manusia
Kedua, objek anfusi, yang berkaitan dengan alam psilis
(kejiwaan atau batiniah ). Alam psikis memiliki sunnah psikis
yang kriteria pengukurannya berbeda dengan sunnah fisik.
Prinsip utama taqdir objek ini adalah bahwa hidup tidak
semata-mata berdasarkan kriteria material atau jasmaniah,
melainkan juga pemenuhan kebutuhan non-materi atau
rohaniah; berpotensi baik dan buruk, tetapi manusia diserukan
untuk mengaktualisasikan potensi yang baik; kehidupannya
dinamis seiring dengan bertambahnya pengalaman dan ilmu
pengetahuan. Prinsip-prinsip takdir anfusi ini adalah bahwa
seluruh aktivitasmnya diorientasikan menuju pada kehidupan
psikis yang:
1. Al-sakinah (kemapanan)
2. Al-thuma’ninah (ketenangan)
3. Al-rahah (rileks)
4. Al-mawaddah (cinta kasih)
5. Al-aman (keamanan)
6. Al-shulh atau al-salam (perdamaian)
7. Al-rafahiyah (kesejahteraan)
8. Al-issyba’ (kepuasan)
9. Al-farh (kegirangan)
10. Al-sa’adah (kebahagiaan)
Ketiga, objek haqqi atau qur’ani, yang berkaitan dengan
sistem nilai untuk mengarahkan kehidupan spiritual manusia.
Prinsip utama taqdir objek ini adalah mengutamakan nilai
ketauhidan (QS Al-A’raf: 172, Ali Imran: 64, Al-Ikhlash: 1,
Al-Anbiya’: 21-22), kemashlahatan (QA Hud: 117), Keadilan
(QS Al-Maidah: 2), Kesatuan (QS Al-Hujurat: 10),
Keseimbangan (QS Al-Baqarah: 143), Kesamaan (QS Al-
Baqarah: 139), Musyawarah dan kesepakatan (QS Ali Imran:
159), Kemerdekaan (QS Al-Kahfi: 29), dan amar makruf nahi
munkar (QS Ali Imran:104).
Bentuk-bentuk kepribdian taqdiri berdasarkan pola di atas
adalah:
A. Bertingkah laku berdasarkan aturan dan hukum Tuhan,
sehingga tidak semena-mena dan sewenang-wenang
menurut keinginan hawa nafsu
B. Membangun jiwa yang optimis dalam mencapai tujuan
hidup tertentu, sebab seluruhnya telah ada aturan dan
hukum yang jelas, sehingga individu dituntut menempuh
prosedur sebagimana yang telah ditetapkan.
C. Tidak sombong atau angkuh mendapatkan suatu
kesuksesan hidup, sebab semuanya karena anugrah dan
karunia Allah Swt.
D. Tidak pesimis dan stress atau depresi ketika mendapatkan
kegaglan.
E. Senantiasa beraktivitas dan bereaksi untuk mendapatkan
sesuatu, untuk kemudian menyerahkan seluruhnya
(tawakkal) kepada-Nya, agar ia memperoleh
keseimbangan diri.
F. Memanfaatkan atau memfungsikan seluruh potensi,
kesempatan dan peluang yang ada untuk menggapai
sesuatu yang bauik melalui aturan-aturan Tuhan yang telah
ditetapkan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tipologi kepribadian Islam adalah satu pola karakteristik berupa
sekumpulan sifat-sifat yang sama, yang berperan sebagai penentu cirri khas
seorang Muslim dan yang membedakan dengan yang lain. Perbedaan pola
karakteristik itu baik antara sesame Muslim atau antara seorang Muslim
dengan non-Muslim.
Mukmin berarti orang yang beriman. Kata iman (percaya) seakar dengan (1)
kata amanah (terpercaya) yang merupakan lawan dari khianat dan (2) kata
aman (keadaan aman). Secara etimologi iman berarti pembenaran (tashdiq).
Orang yang beriman adalah orang yang benar dalam memegang dan
melaksanakan amanat, sehingga hatinya merasa aman. Iman merupakan
lawan dari ragu-ragu (rayb). Pengertian iman kemudian disederhanakan
menurut domain-domainnya. Terdapat tiga domain yang dapat mengkaver
pengertian iman. Pertama, domain efektif (al-majal al-infi’ali), domain
kognitif(al-majal al-ma’rifi), domain psikomotorik (al-majal al-nafsi al-
haraki);
B. Saran
Harapan tulisan ini dapat menambah pengetahuan tentang kepribadian islam
yang dapat menjadi tuntutan sebagai calon konselor
DAFTAR PUSTAKA

Ali Muhammad. (2016). Hakekat Kepribadian Dalam Psikologi Islam.


Tarbawiyah. Vol.13, No.1

Anda mungkin juga menyukai