Kelas 7D
FAKULTAS PSIKOLOGI
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. karena atas berkat dan rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “TIPOLOGI KEPRIBADIAN
DALAM ISLAM”. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas
mata kuliah Islam dan Psikologi, serta untuk menambah pengetahuan bagi kami sebagai
mahasiswa mengenai pengetahuan kepribadian dalam agama islam yang nantinya akan
dijabarkan dibawah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan dan keterbatasan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar penyusunan
makalah dapat menjadi lebih baik lagi kedepannya. Harapan kami semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Pemakalah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prof. Mujib hanya menggunakan tiga tipe manusia yaitu ammarah, lawwamah, dan
muthmainnah. Ketiganya ini jika dikaji secara teoritik dapat diklasifikasikan mana
perilaku iman, islam dan ihsan, namun secara praktis, ketiga aspek ini menyatu dan
sulit untuk di peta-petakan, karena ketiganya menyatu dalam perilaku. Masing-masing
dari kepribadian tersebut merupakan komponen yang saling kait-mengait.
Dalam makalah ini, kami akan menjelaskan kepribadian muthmainnah terbagi atas
tiga kategori. Kepribadian mukmin yaitu orang beriman yang memegang dan
melaksanakan amanat. Yang kedua adalah kepribadian muslim yaitu orang yang
berislam adalah orang menyerah, tunduk, patuh, dalam melakukan perilaku yang baik,
agar hidupnya bersih lahir dan batin yang pada gilirannya akan mendapatkan
keselamatan dan kedamaian hidup di dunia dan akhirat dan yang terakhir kepribadian
muhsin yaitu orang yang seluruh perilakunya didasarkan untuk mendatangkan manfaat
tanpa adanya unsur kemudharatan di dalamnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Tipologi Islam?
2. Pengertian kepribadian mukmin
3. Pengertian kepribadian muslim
4. Pengertian kepribadian muhsin
C. Tujuan Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui dan memahami tipologi islam
2. Untuk memahami apa itu kepribadian mukmin
3. Untuk memahami apa itu kepribadian muslim
4. Untuk memahami apa itu kepribadian muhsin
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tipologi Kepribadian
1. Pengertian
6. Jiwa ketuhanan (ilahiyah) yang memiliki ciri seperti pada nama Allah
Swt.
a. Tipe mukmin, yang percaya atau beriman kepada hal yang gaib (Allah,
malaikat dan roh); tipe ini digolongkan sebagai tipe yang beruntung
(muflih), karena telah mendapatkan petunjuk.
b. Tipe kafir, mereka yang ingkar terhadap hal-hal yang harus dipercayai
sebagai seorang mukmin. Tipe ini dianggap sesat, karena hatinya
terkunci, pendengaran dan penglihatannya dalam masalah kebenaran.
Siksa allah Swt yang pedih menjadi bagian dari kehidupan akhirnya.
c. Tipe Munafiq, yaitu mereka yang beriman kepada Allah Swt dan hari
akhir tapi imannya hanya dimulut belaka, namun hatinya ingkar.
Mereka adalah golongan yang menipu diri sendiri, sedang mereka
tidak sadar. Mereka tidak mendapat penerangan dan petunjuk sehingga
senantiasa dalam kegelapan.
Selanjutnya dalam QS A.-Mujadilah ayat 19-22 dan Al-Maidah ayat 56
disebutkan tipe:
Tipologi pola kedua yaitu linear. Merupakan tipe manusia yang ingin
berjuang (berperang) di jalan Allah, sedang sebagian yang lain bertipe pelajar
agar memberi peringatan kepada kaumnya (QS Al-Taubah; 122). Sedang
dalam QS Al-Baqarah ayat 200-201 dan Al-Syura ayat 20 menjelaskan tentang
tipe manusia yang berorientasi pada kebaikan kehidupan dunia saja, kebaikan
akhirat saja, dan kebaikan kehidupan dua-duanya.
B. Kepribadian Mukmin
Iman ini sendiri merupakan lawan kata dari ragu-ragu (rayb). Orang
beriman akan tetap mempercayai adanya kebenaran tanpa memiliki bukti
empiris maupun nalar rasional dan tanpa keraguan sedikit pun. Keraguan yang
berasal dari manusia memang dapat dibenarkan, dikarenakan pemikiran yang
dihasilkannya bersifat temporer. Namun, keraguan terhadap zat yang mutlak
merupakan hal patut dipertanyakan dan bisa jadi sumber penyakit jiwa.
Namun hidup tanpa iman maka hidup atau usia manusia akan habis untuk
mencari sesuatu tanpa bisa berbuat dan menemukan hasilnya, karena belum
menemukan kebenaran.
Orang yang berislam adalah orang menyerah, tunduk, patuh, dalam melakukan
perilaku yang baik, agar hidupnya bersih lahir dan batin yang pada gilirannya akan
mendapatkan keselamatan dan kedamaian hidup di dunia dan akhirat.
Penyerahan diri sepenuh hati pada zat yang mutlak membawa kedamaian yang
sejati. Perilaku individu yang menyebabkan kekacauan dan kekhawatiran sesungguhnya
merupakan antitesis dari tujuan hakiki ajaran Islam, sekalipun ia seorang Muslim.
Kepribadian Muslim disini meliputi 5 rukun Islam, yaitu:
1. Kepribadian Syahadatain
2. Kepribadian Mushalli
3. Kepribadian Shaim
Manusia memiliki dua potensi yang saling berlawanan dan saling tarik
menarik, yaitu potensi baik dengan daya kalbu dan potensi buruk dengan daya
nafsu. Agar daya nafsu tidak berkembang maka diperlukan aturan pertahanannya.
Salah satu pertahanan yang paling baik adalah dengan puasa, terutama puasa
wajib di bulan Ramadhan.
1. Dimensi Lahiriah
2. Dimensi Psikis
4. Kepribadian Muzakki
3. Kepribadian yang suci dan fitri, karena dalam hal ibadah tersebut
mencabut nuktah (titik hitam) dalam jiwanya.
D. Kepribadian Muhsin
Kepribadian muhsin merupakan serapan dari kata hasuna yang artinya baik atau
bagus. Seseorang yang muhsin dapat disebut juga dengan ihsan yang artinya seluruh
perilakunya didasarkan untuk mendatangkan manfaat tanpa adanya unsur
kemudharatan di dalamnya. Namun dikarenakan ihsan menurut manusia cenderung
relatif, maka tolak ukur yang disamakan dalam hal ini adalah ihsan yang sesungguhnya
dari Allah SWT. Dengan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian
muhsin merupakan suatu kepribadian yang dapat memperbaiki dan mempercantik
individu, baik dilihat dari sisi hubungannya dengan tuhan, manusia, alam semesta
ataupun terhadap dirinya sendiri.
Terdapat beberapa indikator yang membahas tentang ihsan yang dapat di temukan
dalam Al-Qur’an, seperti pada QS.Al-baqoroh:112 “berserah diri kepada Allah, agar
terhindar dari rasa takut (phobia) dan rasa sedih”, QS.Hud : 115 “bersabar dan tabah
dalam mengahadapi persoalan”, QS.Al-Qhashas:77 “mencari, menggunakan dan
memanfaatkan pemberian Allah (fitrah cinta) secara baik, dan QS lainnya yang dapat
mendukung perilaku ihsan seperti perilaku baik untuk memncapai ridha Allah. Ihsan ini
berkaitan dengan perilaku batin yang dapat menghiasi diri manusia, untuk
menyempurnakan keimanannya.
Kepribadian muhsin dapat dicapai dengan melalui penerapan tiga pola, yaitu:
Dimensi Indikator
2. Karakter Zahid (zuhud): karakter yang menganggap hina dan merasa bahwa
material merupakan bukan suatu hal yang penting bagi hidupnya. Menurut Al-
ghazali karakter Zahid merupakan karakter yang meninggalkan dunia, maksud
dari kata meninggalkan dunia disin bukan berarti hidup susah, tetapi tidak
merasa gembira berlebih ketika memiliki harta dan tidak merasa khawatir jika
kehilangannya. Hidayati (2016) di dalam jurnalnya menyatakan bahwa
karakter Zahid ini dapat mencegah rasa takut, cemas, khawatir akan dunia
yang fatamorgana ini, sehingga individu akan merasa lebih tenang dan tentram
baik dari sisi hati maupun psikisnya. Karakter zahid memiliki tiga tingkatan,
yaitu:
1) Syubhat, merupakan meninggalkan sesuatu yang meragukan dan hal
yang tidak jelas hukumnya.
Dimensi Indikator
3. Karakter wari (wara): karakter ini merupakan karakter untuk menjaga diri dari
perbuatan yang tidak patut yang dapat menurunkan derajat seseorang.
Rahmawati (2017) mengatakan bahwa sikap wara ini sangat relevan dengan
psikologis seseorang, ketika seseorang menjaga dirinya dengan baik maka hal
yang akan didapatkan ialah rasa tenang, tentram dan nyaman sehingga dapat
terhindar dari berbagai macam psikologis kecemasan (anxiety). Menurut Ibn
Qoyyim terdapat 3 tingkatan karakter wara, yaitu:
Dimensi Indikator
Dimensi Indikator
5. Karakter raji’ (raja): karakter yang berharap suatu kebaikan kepada Allah
SWT. Karakter raji dapat berupa harapan terhadap pahala setelah ia
melakukan ketaatan kepada Allah SWT atau harapan dimaafkan atas
perbuatan dosanya. dari kata harapan tersebut menurut pakar psikologi Charles
Richard Snyder dapat membuat seseorang termotivasi untuk mencapai sebuah
harapan tersebut, sehingga seseorang akan semakin besar semangat dan jiwa
optimisme yang dimilikinya. Menurut Al-Ghazali karakter raji selalu
dikaitkan dengan kemungkinan adanya sebab yang menyertai, seperti harapan
untuk memperoleh ampunan atau pahala misalnya. Terdapat dimensi dan
indikator dalam karakter raji, yaitu:
Dimensi Indikator
6. Karakter Mukhlis (ikhlas): karakter yang murni taat hanya kepada Allah SWT
dengan cara membersihkan perbuatan baik secara lahir ataupun batin. Menurut
pakar psikologi Ratih Ibrahim menyatakan bahwa ikhals merupakan
menerima, hanya ketidak ikhlasan yang membuat hidup susah. Di dalam
ikhlas terdapat energi positif, salah satu yang tampak dalam hal ini adalah
akan merasa lebih tenang dan terhindar dari pemikiran berlebih yang dapat
membuat seseorang menjadi stress. Sedangkan menurut Ibn Qoyyim karakter
mukhlis dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu:
Dimensi Indikator
Dimensi Indikator
Perilaku ⮚ Disiplin
⮚ Komitmen
⮚ Konsistensi perilaku
1) Fisik: menahan diri dari kesulitan dan kelelahan badan. Dalam sabar
ini seseorang sering mendapatkan cobaan yaitu rasa sakit, luka yang
sangat dalam
Sabar membutuhkan pengendalian diri yang sangat tinggi, tentu saja hal
tersebut dibantu dengan regulasi emosional yang sangat terstruktur, baik
dilihat dari jangka waktu pendek, sedang maupun panjang. Sabar juga dapat
membantu individu untuk memanajemen stress pada dirinya, sehingga
biasanya orang yang sabar tidak terlalu memikul beban mental yang dapat
membuat seseorang frustasi dan dapat membuat coping mechanism pada diri
seseorang. Terdapat dimensi dan indikator pada karakter sabar, yaitu:
Dimensi Indikator
Indikator
10. Karakter qani (qana’ah): karakter yang mampu menerima apa adanya dan
seadanya. Karakter ini menuntut individu agar selalu optimal dalam menjalani
hidup, menerima hasil jerih payahnya, meskipun terkadang merasa gagal dan
frustasi tetapi akan tetap berusaha menerima apa adanya. Qana’ah dapat
dibilang sebuah karakter dikarenakan seseorang dapat merasa lepas dan
menikmati apa yang dimilikinya meskipun itu suatu hal yang minim di mata
orang lain. Dengan demikian qanaah dapat dibilang kepuasan jiwa seseorang
terhadap apa yang telah diberikan oleh Allah. Merasa puas dengan apa yang
dimiliki tentu saja akan berpengaruh terhadap hidup individu itu sendiri, hidup
akan merasa lebih Bahagia dan lebih tenang dibandingkan dengan orrang yang
selalu merasa kurang. Terdapat indikator yang mewakili karakter qana’ah,
yaitu:
Indikator
11. Karakter radhi (ridha): karakter ini merupakan karakter yang rela terhadap apa
yang dimiliki dan diberikan. Beberapa penelitian menemukan hubungan rida
(dalam arti satisfaction) dengan variable positif psikologi. Suatu penelitian
telah menemukan bahwa terdapat hubungan antara ridha atas kehidupan
(kepuasan hidup) dengan self-esteem pada mahasiswa (al-Namlah, 2013).
Selain itu, juga ditemukan hubungan yang signifikan antara kepuasan hidup
dengan penerimaan dukungan sosial pada pasien kanker payudara (Tshtush,
2015). Kepuasan hidup merupakan bagian dari subjective well-being, maka
seseorang yang puas akan hidupnya, maka dirinya akan memiliki afeksi positif
yang baik dan afeksi negatif yang rendah (Corrigan, Kolakowsky-Hayner,
Wright, Bellon, & Carufel, 2013). Kepuasan hidup yang baik tentunya hidup
yang penuh dengan moral dan akhlak yang baik. Kepuasan hidup,
kebahagiaan, dan moralitas merupakan tiga komponen yang tidak terpisahkan
dalam membentuk kesejahteraan psikologis seseorang (Horley,
1984).Terdapat dimensi dan indikator dalam karakter ridha, yaitu:
Dimensi Indikator
12. Karakter Syakir (syukur): karakter menerima pemberian tuhan dan yang
menampakkan nikmat Allah SWT yang diberikan kepadanya. Syukur dalam
perspektif psikologi berfungsi sebagai obat atau katalisator terhadap keluaran
bersifat maladaptif seperti stres, depresi dan afeksi negatif (Froh, Sefick &
Emmons, 2008; Lambert, Fincham & Stillman, 2012; Wood, Maltby, Gillet,
Linley & Joseph, 2008). Kaitannya dengan konsep besar tentang well being ini
tidak terlepas dari adanya emosi positif yang dirasakan dari pelaku syukur.
Pengalaman emosi positif ini kemudian memperluas pola pikir (mindsets) dan
pola tindakan (action sequences) seseorang. Pola pikir dan tindakan yang
diperluas ini, secara akumulatif memperkaya sumber daya psikologis (key
psychological resources) individu (Fredrickson, 2001; Fredrickson &
Branigan, 2005).Karakter syakir dilakukan dengan 3 tahap, yaitu:
Dimensi Indikator
13. Karakter al haya (malu): kepekaan diri yang mendorong untuk meninggalkan
perilaku yang buruk. Rasa malu dapat membantu seseorang mengontrol ego
dan bagian dari kontribusi dari super ego atas teori Sigmund freud. Karakter
malu menurut Ibn Qoyyim terbagi atas tiga tingkatan, yaitu:
Dimensi Indikator
14. Karakter shaddiq (jujur): karakter yang dapat berkata sesuai dengan kejadian
yang dialaminya, kesesuaian antara dihati dengan yang diterapkan, singkatnya
pengertian kata jujur merupakan kebenaran yaitu kesesuaian antara ucapan,
perbuatan, perasaan dengan kenyataan sebenarnya. Islam mewajibkan perilaku
jujur tentu karena ada sebab yaitu akan membawa manusia pada kebaikan.
Suud, F., & Subandi, (2018) Orang yang jujur adalah mereka yang memiliki
jiwa pahlawan dan berani menerima kenyataan serta kejujuran dapat
meningkatkan ketenangan, dan kesehatan seseorang baik secara fisik maupun
secara psikis. Ibn Qoyyim membagi karakter shiddiq menjadi 3 tingkatan,
yaitu:
Dimensi Indikator
18. Karakter muhibb (mahabbah): karakter ini memiliki ciri perasaan saling
memperhatikan, mempercayai dan mendekat, sehingga keduanya bisa tetap
Bersatu baik secara lahir dan batin. Imam Al-Ghazali menyebutnya dengan
kata cinta. Kualitas cinta tidak dapat diukur dari usia atau lama masa
hubungannya, tetapi cinta yang berkualitas ketika memiliki kedalaman atau
efek psikologis seperti tumbuhnya rasa motivasi berprestasi, berkreasi dan
beraksi. Di dalam karakter muhibb sendiri terdapat efek-efek psikologis
lainnya, seperti rasa cemburu, rindu, goncangan, kehausan akan kasih sayang
dan suka cita.
Ibnu Miskawaih filosof pakar etika membagi tipe cinta dalam empat kategori,
yaitu:
Eric Fromm yaitu salah satu tokoh psikologis yang membangun teorinya dari
cinta mengatakan bahwa cinta merupakan sikap yang berorientasi pada watak
pada hubungan pribadi dengan dunia keseluruhan. Fromm kemudian
mengklasifikasi cinta menjadi lima tipe, yaitu cinta persaudaraan, cinta
keibuan, cinta erotis, cinta diri sendiri dan cinta pada tuhan. Sedangkan
dalam teori pakar psikologi lainnya yaitu Sigmund freud mengatakan bahwa
cinta persaudaraan merupakan aktualisasi struktur super ego, cinta diri
sendiri dari ego dan cinta erotis dari id.
19. Karakter mukhbit: karakter yang memiliki keindahan dan kelembutan hati,
merasa tenang jika dekat Allah dan tidak suka menyakiti orang lain. Karakter
ini merupakan dasar untuk mendapatkan jiwa yang tenang. Dalam tafsiran
QS.Al-Hajj:34-35 oleh Al-Syayrazi dikatakan bahwa karakter mukhbit terbagi
menjadi dua macam, yaitu:
20. Karakter muttaqi (taqwa): karakter yang mencerminkan rasa takut kepada
murka dan siksaan Allah. Karakter muttaqi dibarengkan dengan perilaaku
khusyu yaitu tunduk, patuh, rendah hati dan ketenangan jiwa dalam menerima
kebenaran. Muttaqi merupakan puncak kepribadian mukhsin. Seseorang yang
dapat predikat muttaqi sudah melewati semua karakter yang telah kita bahas
sebelumnya dan seseorang tersebut telah mampu mengintegrasikan dirinya
dengan benar baik dari diri sendiri, orang lain, semesta ataupun tuhannya.
BAB III
PENUTUPAN
Dalam uraian yang telah dijabarkan, ditarik kesimpulan bahwa tipologi kepribadian
dalam islam ditentukan dengan bersumberkan kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah yang
beragam, yang berasal dari perbedaan dan keberagaman sudut pandang dalam melihat dan
mengklasifikasikan ayat atau hadis Nabi Saw. Masing-masing dari kepribadian tersebut
merupakan komponen yang saling kait-mengait. Yang berarti kepribadian mukmin sangat
tergantung pada kepribadian Muslim dan muhsin, demikian pula sebaliknya.
Kepribadian Muslim adalah orang yang berislam adalah orang menyerah, tunduk, patuh,
dalam melakukan perilaku yang baik, agar hidupnya bersih lahir dan batin yang terbagi atas 5
meliputi 5 rukun Islam. Kepribadian mukmin sama dengan orang beriman adalah orang-
orang yang memegang dan melaksanakan amanat. Kepribadian muhsin merupakan suatu
kepribadian yang dapat memperbaiki dan mempercantik individu, baik dilihat dari sisi
hubungannya dengan tuhan, manusia, alam semesta ataupun terhadap dirinya sendiri.
Kepribadian muhsin terbagi menjadi sepuluh tingkatan dengan dua puluh macam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib, Teori Kepribadian Perspektif Psikologi Islam, Ke 2 (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2017)
Suud, F., & Subandi, . (2018). Kejujuran dalam perspektif psikologi Islam: Kajian konsep
dan empiris. Jurnal Psikologi Islam, 4(2), 121—134.
Rachmadi, AG., et al. (2019). Kebersyukuran: Studi Komparasi Perspektif Psikologi Barat
dan Psikologi Islam. jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, 24(2), 115-128
Hidayati T Wahyu. (2016). Perwujudan Sikap Zuhud Dalam Kehidupan. journal of islamic
studies and humanities, 1(2), 91-106
Sofiah, U. H. (2019). POTENSI KEPRIBADIAN MUKMIN ANAK JALANAN MENURUT
PANDANGAN PSIKOLOGI ISLAM ( STUDI KASUS ANAK JALANAN
DIKAMPUNG SOSIAL DESA HADIPOLO ).
Maulana, A. S. (2019). Kepribadian Berbasis Imani Perspektif Psikologi Islam.
HIKMATUNA, 5(1), 84-98.