Anda di halaman 1dari 41

Kekuatan Asam dan Basa Senyawa Organik

Makalah ini disusun untuk memenuhi matakuliah Kimia Organik Fisik

Dosen Pengampu : Drs. Dede Sukandar, M. Si

Disusun oleh :

Sindia Permata zahra 11160960000068

Nurachdiani Hasanah 11180960000092

Nur Rahmah 11180960000106

Auliyah Aisyah N 11180960000107

PROGRAM STUDI KIMIA (4C)

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat sertas
kasih-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Kekuatan Asam dan Basa Senyawa Organik”. Tujuan penulisan makalah ini
untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Organik Fisik di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis berharap makalah ini dapat memberikan inspirasi bagi pembaca


dan penulis yang lain. Penulis juga berharap makalah ini dapat menjadi acuan
yang baik. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini

Jakarta, 2 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i

DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1

1.3 Tujuan Percobaan..........................................................................................1

BAB II......................................................................................................................2

BAB III..................................................................................................................21

Kesimpulan ...........................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................v

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asam adalah suatu zat senyawa yang membuat rasa masam. Basa adalah
suatu zat senyawa yang bereaksi pada asam. Menghasilkan suatu senyawa
disebut sebagai garam, jika basa adalah zat-zat yang bisa menetralkan
rasa asam.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kekuatan asam organik?
2. Bagaimana kekuatan basa organik?
3. Bagaimana Katalisis Asam dan Basa?

1.3 Tujuan Percobaan


1. Menjelaskan tentang kekuatan asam organik.
2. Menjelaskan tentang kekuatan basa organik.
3. Menjelaskan tentang katalisis asam dan basa.

1
BAB II

Asam dan Basa

I. Asam dan Basa


Asam Organik
Istilah asam (acid) berasa dari bahasa latin yaitu (acetum) yang
berarti cuka. Asam adalah molekul atau ion yang dapat memberikan
proton (ion hidrogen H+) atau alternatifnya dapat membentuk ikatan
kovalen dengan pasangan elektron (asam lewis). Menurut Arrhenius
asam adalah senyawa yang menghasilkan ion hidrogen ketika larut dalam
pelarut air. Kekuatan asam ditentukan oleh sedikit banyaknya ion
hidrogen yang dihasilkan. Semakin banyak ion H+ yang dihasilkan,
semakin kuat sifat asamnya.
Menurut Lewis, asam adalah zat/seyawa yang dapat menerima
pasangan e- bebas dari zat/senyawa lain untuk membentuk ikatan baru.
Asam menurut teori Bronsted-Lowry, yaitu sebuah molekul/ion yang
mampu melepaskan “mendonorkan” kation hidrogen (proton, H+).Asam
Bronsted maupun Arrhenius biasanya memiliki atom H yang berikatan
dengan struktur kimia yang tetap aktif setelah kehilangan H +. Beberapa
asam dan hasil disosiasinya adalah sebagai berikut:

  Asam sanggup dikelompokkan menjadi dua, yaitu asam organik


dan asam anorganik. Asam organik merupakan senyawa asam yang
berasal dari flora dan binatang sedangkan asam mineral merupakan asam
yang dibentuk dari mineral-mineral dan nonlogam. Asam organik

2
biasanya yakni asam lemahs sedangkan asam mineral biasanya yakni
asam berpengaruh di mana dalam keadaan pekat biasanya korosif,
sanggup melukai kulit, dan sanggup melarutkan logam dengan cepat.
Senyawa asam dikenali dari rasanya yang asam, atau bahkan dari
aromanya pun tercium asam. Tapi berhati-hati untuk tidak begitu saja
mengidentifikasinya menurut rasa dan aroma alasannya yakni sanggup
berbahaya. Senyawa asam bersifat korosif artinya sanggup merusak
logam maupun marmer. Jika kertas lakmus merah dicelupkan ke dalam
senyawa asam maka kertas lakmus tersebut tidak akan berubah warna.
Tetapi kalau kertas lakmus biru dicelupkan ke dalam senyawa asam maka
kertas lakmus tersebut akan berubah warnanya menjadi merah.

Basa Organik
Basa organik dicirikan dengan adanya atom dengan pasangan elektron
bebas yang dapat mengikat proton. Senyawa-senyawa yang mengandung
atom nitrogen adalah salah satu contoh basa organik, tetapi senyawa yang
mengandung oksigen dapat pula bertindak sebagai basa ketika direaksikan
dengan asam yang cukup kuat. Perlu dicatat bahwa senyawa yang
mengandung atom oksigen dapat bertindak sebagai asam maupun basa,
tergantung lingkungannya. Misalnya aseton dan metil alkohol dapat
bertindak sebagai asam ketika menyumbangkan proton, tetapi sebagai basa
ketika atom oksigennya menerima proton. (Prasojo, 2012)
Dibawah ini beberapa contoh senyawa basa organik:

3
II. Asam Organik
Tabel 1. Mascam-macam pKa asam

Kekuatan asam dinyatakan sebagai konstanta asam Ka, konstanta


kesetimbangan ionisasi dalam air.
Dimana :       [RCO2H] = molaritas dari RCO2H
                      [RCO2] = molaritas dari RCO2-
                              [H3O+] atau [H+] = molaritas H3O+ atau H+

Kekuatan asam dinyatakan sebagai konstanta asam Ka, konstanta


kesetimbangan ionisasi dalam air.
Harga Ka yang lebih besar berarti asam tersebut lebih kuat sebab
konsentrasi dari RCO2- dan H+ lebih besar. Untuk mempermudah maka
harga pKa= adalah pangkat megatif dari pangkat dalam Ka. Apabila Ka
bertambah, pKa berkurang; oleh sebab itu makin kecil pKa berarti makin
kuat asamnya.

4
Tabel ini memuat tetapan keasaman untuk beberapa asam karboksilat
dan asam lainnya. Dalam membandingkan data pada tabel ini, ingatlah
bahwa semakin besar nilai Ka atau semakin kecil nilai pKa, semakin kuat
sifat asamnya

1. Asam Karboksilat
Asam karboksilat disebut juga golongan asam alkanoat. Asam karboksilat
adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus karboksil
-COOH dan mempunyai rumus umun CnH2nO2.

Asam karboksilat merupakan senyawa polar dan membentuk


ikatan hidrogen satu sama lain. Gugus karboksil yang terkandung dalam
asam karboksilat mengandung sebuah gugus karbonil dan gugus hidroksil.
Sifat kimia yang paling menojol dari asam karboksilat ialah keasamannya.
Dibandingkan dengan asam mineral seperti HCl dan HNO3 (pKa sekitar 1
atau lebih rendah), asam karboksilat adalah asam lemah (pKa yang khas
adalah sekitar 5).
a. Sifat Fisika Asam Karboksilat
1) Pada temperatur kamar asam karboksilat yang bersuhu rendah
adalah zat cair yang encer, suhu tengah berupa zat cair yang kental,
dan suhu tinggi berupa zat padat yang tidak larut dalam air.
2) Titik didih (TD) dan titik leleh (TL) relatif tinggi karena kuatnya
tarik menarik antar molekul.
3) Asam karboksilat yang bersuhu rendah dapat larut dalam air, tetapi
yang asam karboksilat yang bersuhu tinggi sukar larut dalam air.
4) Daya hantar listrik, asam karboksilat dapat terionisasi sebagian
dalam air, sehingga termasuk senyawa elektrolit lemah.
R – COOH ⇋ R-COO- + H+

5
b. Sifat Kimia Asam Karboksilat
1) Asam karboksilat mempunyai ikatan hidrogen sesamanya dan
dapat berikatan secara ikatan hidrogen dengan molekul air.
2) Asam karboksilat mempunyai gugus hidroksil yang bersifat polar
sehingga asam karboksilat bersifat polar.
3) Kereaktifan asam karboksilat merupakan asam lemah dan makin
lemah untuk suku yang lebih tinggi.

c. Reaksi – Reaksi Asam Karboksilat


1) Reaksi penetralan
Reaksi penetralan adalah reaksi kimia yang menghasilkan gas
hidrogen jika senyawa tersebut direaksikan dengan spesi kuat.
Dalam asam karboksilat bereaksi dengan NaOH (seperti pada
contoh) akan menghasilkan garam dan air.
CH3COOH + NaOH —> CH3COONa + H2O
2) Reaksi logam aktif
Reaksi ini melibatkan logam-logam aktif dalam sistem periodik
unsur, yaitu seluruh unsur gologan IA (kecuali H), IIA, dan Al.
Reaksi ini menghasilkan gas hidrogen (H2) dan garam. Contoh
reaksi ini adalah:
 Reaksi antara asam cuka (CH3COOH) dengan logam Mg
CH3—COOH + Mg —> (CH3COO)2Mg + H2
 Reaksi antara asam propionat (C2H5COOH) dengan logam Li
C2H5—COOH + Li —> C2H5COOLi + H2

3) Reaksi esterifikasi (pembentukan ester)


Reaksi ini pasti menghasilkan ester dan uap air. Nah, cara inilah
yang paling pas untuk membuat senyawa yang bergugus fungsi
ester dari hasil pencampuran asam karboksilat + alkohol. Untuk

6
memahami reaksi esterifikasi, perhatikan gambar dan contoh di
bawah ini!
 Rumus reaksi esterifikasi adalah:
R—COOH + R’—OH —> R—COO—R’ + H2O (R dan R’
tidak sejenis)
 Contoh antara butil etanoat dengan etanol menghasilkan etil
pentanoat dan air:
C4H9—COOH + C2H5—OH —> C4H9—COO—C2H5 +
H2O

4) Reaksi oksidasi
Reaksi oksidasi asam karboksilat menghasilkan gas karbondioksida
dan uap air. Reaksi ini sama dengan reaksi pembakaran.
Contohnya:
CH3—COOH + 2O2 —> 2CO2 + 2H2O

5) Reaksi dengan PCl5 atau PX5 (berlebih)


Reaksi ini menghasilkan asam kuat. Rumus reaksi ini adalah:
R—COOH + PCl5 —> R—COCl + HCl

III. Basa Organik


1. Kebasaan Amina

Tabel 2. Kebasaan Amina

7
Dari tabel diatas terdapat harga pKb untuk beberapa senyawa amina.
Kalau diperhatikan persamaan reaksi dibawah ini maka RNH2 bersifat
basa karena dapat mengikat H+, sehingga persamaan reaksi sbb:
R-NH2 + H – OH → R – NH3+ + OH–

pKb = -logKb
K adalah tetapan kesetimbangan basa. Dari persamaan tersebut secara
matematik dapat disimpulkan  bahwa makin besar harga Kb, berarti
makin banyak amina yang bereaksi, [RNH2] makin kecil. Hal ini
menunjukan makin besar harga Kb, kekuatan basa makin tinggi.

2. Pengaruh Efek Induksi


Untuk mempelajari atau menentukan efek induksi suatu
gugus/atom yang terikat pada senyawa karbon dilakukan pengkajian
terhadap keasaman senyawa asam karboksilat baik berupa senyawa
alifatik maupun senyawa aromatik. Efek induksi tidak hanya berpengaruh
terhadap keasaman tetapi juga terhadap kebasaan dan kereaktifan

8
senyawa karbon. Kebasaan amoniak dan metil amonia dapat berbeda
karena adanya efek induksi dari gugus –CH3.

H – NH2 pKb = 4,75

Amonia

CH3 – NH2 pKb = 3,34

Metil amonia

Kekuatan basa dapat ditinjau dari kemampuan molekul/senyawa


untuk mendonorkan pasangan elektron bebasnya. Dilihat dari kekuatan
basanya, metil amina lebih kuat (pKb-nya lebih kecil). Mengapa
demikian? Tentunya karena pada metil amina terdapat gugus –CH3.
Gugus –CH3 mempunyai efek induksi mendorong elektron sehingga
pasangan elektron bebas pada atom N lebih mudah didonorkan.
Akibatnya kebasaan metil amina lebih kuat dibandingkan amonia.
(Dwiyanti, 2014)
Kebasaan amoniak dan metil amonia dapat berbeda karena adanya
efek induksi dari gugus –CH3. Dilihat dari kekuatan basanya, metil amina
lebih kuat (pKb-nya lebih kecil). Hal tersebut dikarenakan  pada metil
amina terdapat gugus –CH3. Gugus –CH3 mempunyai efek induksi
mendorong elektron sehingga pasangan elektron bebas pada atom N lebih
mudah didonorkan. Akibatnya kebasaan metil amina lebih kuat
dibandingkan amonia.

3. Pengaruh resonansi
Untuk amina aromatik, ternyata sifat kebasaannya lebih lemah jika
dibandingkan dengan amina siklik.
Misalnya : sikloheksilamina lebih basa 1 juta kali dari aniline

9
Perbedaan sifat kebasaan ini dapat dipahami dari keterangan berikut.
Anilin adalah senyawa yang mampu membentuk ikatan delaokala Dan
struktur resonansi hibrid yang mungkin adalah :

pasangan elektron bebasdidelokalisasi melalui resonansi

Dari keempat struktur resonansi hibrid ini, struktur 2, 3 dan 4 menunjukan


bahwa bahwa atom N tidak mempunyai orbital isi. Hal ini berbeda dengan
sikloheksilamina yang tidak dapat membentuk ikatan delokal, sehingga
keboleh jadi untuk terjadi protonasi pada sikloheksilamina lebih besar.

Analog dengan keterangan di atas, amida juga mempunyai sifat basa yang
jauh lebih lemah dari amina.

10
Pada amida terdapat juga orbital delokal yang meliputi atom N. 
Akibatnya elektron pada atom N akan tersebar. Hal ini terlihat pada
hibrida resonasi II yang menunjukan bahwa N tidak mempunyai orbital
isi. Selain itu dampak induksi negatif dari gugus C=O terhadap N juga
dapat melemahkan basisitas dari N. Dua faktor ini mengakibatkan
basisitas atom N pada amida menjadi lebih lemah . beberapa pKb dari
amina dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3. pKb dari amina

Dari tabel diatas , terlihat bahwa ke basaan amina sekunder lebih tinggi
daripada amina primer apabila mengikat gugus alkil yang sama. Tetapi
amina primer kebasaan nnya lebih tinggi daripada amina tersier. Semakin
turunnya kekuatan basa pada trimetilamina karena adanya beda ntropi

11
kondisi final dengan kondisi inifial. Yang dimaksud dengan kondisi final
adalah kondisi dimana sistem sudah mengandung kation dan anion .

4. Efek Sterik
Efek yang disebabkan keadaan ruang (keruahan) disebut efek
ruang/efek sterik

Dari harga pKb dapat diketahui bahwa trimetil amina merupakan


basa lebih lemah daripada dimetil amina. Bila dilihat jumlah gugus metil
(-CH3) yang mendorong elektron (+I), seharusnya trimetil amina
merupakan basa lebih kuat daripada dimetil amina. Tetapi keadaan ruang
trimetil amina yang lebih ruah menyulitkan trimetil amina untuk
berinteraksi dengan spesi yang dapat menerima pasangan elektron
bebasnya. Dengan adanya efek ruang/sterik ini menyebabkan kebasaan
trimetil tidak lebih kuat daripada dimetil amina. (Dwiyati, 2014)

SENYAWA ORGANIK

1. Basa alifatik

Salah satu yang senyawa merupakan basa alifatik adalah golongan Amina
yang berbentuk alifatik. Dalam amina alifatik, Nitrogen secara langsung
terikat hanya pada gugus alkil dan atom Hidrogen. Jumlah gugus alkil
bervariasi dari satu hingga tiga. Tergantung pada jumlah gugus alkil yang
melekat, mereka disebut "amina primer" (hanya satu gugus alkil -1o),
"amina sekunder" (dua gugus alkil - 2o), dan "amina tersier" (tiga gugus
alkil - 3o).
Semua amina alifatik adalah basa lemah. Kebasaan meningkat ketika
gugus hidrogen pada atom Nitrogen digantikan oleh gugus alkil. Amina
tersier lebih mendasar daripada amina primer dan sekunder.

12
2. Basa aromatik

Salah satu senyawa yang merupakan basa aromatik merupakan amina


golongan aromatik dimana Nitrogen secara langsung melekat pada
setidaknya satu cincin benzen. "Aryl amines" adalah nama lain untuk
amina aromatik

Syarat-syarat Aromatisitas
1. Molekul harus berbentuk siklik.
2. Molekul haruslah planar (hampir datar) dengan hybrid yang umum
adalah sp2
3. Memenuhi kaedah Huckel dengan sistem (4n + 2)eπ, dengan n =
0,1,2,3,...., dengan elektron π yang terkonjugasi. Elektron π adalah
elektron pada ikatan π atau orbital p (non bonding electron = n).

3. Basa heterosiklik

Salah satu senyawa yang merupakan basa heterosiklik adalah amina


heterosiklik dimana Nitrogen adalah salah satu atom dalam sebuah cincin.

13
IV. Hubungan pH larutan dan kekuatan asam basa serta hubungan Ka
dan Kb terhadap kekuatan asam basa

Menurut (Ridhwan, 2017) hubungan pH larutan dan kekuatan asam basa


serta hubungan Ka dan Kb terhadap kekuatan asam basa adalah:

Hubungan pH Larutan dan Kekuatan Asam Basa


Nilai pH dapat memberikan informasi tentang kekuatan suatu asam atau
basa. Untuk konsentrasi yang sama, semakin kuat suatu asam, semakin
besar konsentrasi ion H+ dalam larutan, dan nilai pH-nya semakin kecil.
Semakin kuat suatu asam, semakin kecil nilai pH-nya. Sebaliknya,
semakin kuat suatu basa, semakin besar konsentrasi ion OH- dalam
larutan. Semakin besar konsentrasi ion OH-, semakin kecil konsentrasi ion
H+ dalam larutan. Akibatnya, nilai pH menjadi semakin besar. Semakin
kuat suatu basa, semakin besar nilai pH-nya.

Hubungan Ka dan Kb terhadap kekuatan asam basa:


 KEKUATAN ASAM

Nilai Ka menggambarkan kekuatan asam. Kekuatan asam berhubungan


dengan kemampuan asam untuk terdisosiasi/ terionisasi di dalam air yang
dinyatakan dengan harga Ka. (Karyadi, 1997).
Semakin besar nilai Ka berarti semakin banyak ion H + yang dihasilkan,
atau semakin kuat sifat asam tersebut.

14
 KEKUATAN BASA

kekuatan basa berhubungan dengan kemampuan basa untuk


terdisosiasi/terionisasi di dalam air yang dinyatakan dengan harga Kb
(Karyadi, 1997).

Semakin besar harga Kb suatu basa semakin kuat basanya.

a. Asam Kuat
Menurut Arrhenius, asam merupakan zat yang jika dilarutkan dalam air
menghasilkan ion H+. Asam kuat merupakan asam yang dianggap
terionisasi sempurna dalam larutannya. Jika di dalam air terlarut asam
kuat, misalnya HCl 0,1 M; kesetimbangan air akan terganggu.
H2O(l) → H+(aq) + OH-(aq) ………………………………………….(1)
10-7 M 10-7 M
HCl(aq) → H+(aq) + Cl-(aq)......................................................................
(2)
0,1 M 0,1 M 0,1 M

Adanya ion H+ yang berasal dari HCl (reaksi 2) menyebabkan


kesetimbangan air (reaksi 1) bergeser ke kiri sehingga [H+] dan [OH-] dari
air menjadi kurang dari 10-7.
Dengan demikian, [H+] dari air pada reaksi (1) dapat diabaikan terhadap
[H+] dari HCl.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa untuk larutan asam kuat, [H+] hanya
dianggap berasal dari asam saja, sedangkan ion [H+] dari air dapat
diabaikan karena terlalu kecil jika dibandingkan dengan [H+] yang berasal
dari HCl 0,1 M.
Secara umum, apabila di dalam air terdapat asam kuat (HnA) dengan
konsentrasi a mol/liter, konsentrasi ion H+ dalam asam tersebut dapat
dihitung dengan cara:
HnA(aq) nH+(aq) + An-(aq)
a mol/L (n x a mol/L)

15
[H+] = ( n x a ) mol/L
dengan : a = kemolaran asam
n = jumlah ion H+ yang dihasilkan dari ionisasi asam.

b. Basa Kuat
Basa kuat seperti halnya dengan asam kuat, yaitu basa yang di dalam
larutannya dianggap terionisasi sempurna. Basa kuat di dalam larutan akan
mengganggu kesetimbangan air. Misalnya, di dalam air terlarut NaOH 0,1
M; maka terdapat reaksi kesetimbangan:
H2O(l) → H+(aq) + OH-(aq) ………………………………………….(1)
10-7 M 10-7 M
NaOH(aq) → Na+(aq) + OH-(aq).............................................................(2)
0,1 M 0,1 M 0,1 M
Adanya ion OH- dari NaOH akan menggeser kesetimbangan air (reaksi 1)
ke kiri. Konsentrasi H+ dan OH- dari air menjadi berkurang. Konsentrasi
ion-ion ini sangat sedikit dibandingkan dengan konsentrasi OH- yang
berasal dari NaOH. Oleh karena itu, [OH-] yang berasal dari air dapat
diabaikan.
Secara umum, jika di dalam air terdapat basa kuat L(OH)n dengan
konsentrasi b mol/liter, konsentrasi ion OH- dalam basa tersebut dapat
dihitung dengan cara:
L(OH)n(aq) Ln+(aq) + nOH-(aq)
b mol/L (n x b) ml/L
[OH-] = (n x b) mol/L
dengan : b = kemolaran basa
n = jumlah ion OH- yang dihasilkan dari ionisasi basa.

c. Konsep pH, pOH dan pKw


Menurut Sorensen, pH merupakan fungsi negatif logaritma dari
konsentrasi ion H+ dalam suatu larutan, dan dirumuskan sebagai berikut.
pH = − log [H+]

16
dengan analogi yang sama, untuk menentukan nilai konsentrasi OH- dalam
larutan dapat digunakan rumus nilai pOH.
pOH = − log [OH-]
Dalam kesetimbangan air terdapat tetapan kesetimbangan:
Kw = [H+][OH-]
Jadi, dengan menggunakan konsep – log = p, maka:
−log Kw = − log([H+][OH-])
−log Kw = − log[H+] + {− log [OH-]}
pKw = pH + pOH
pH + pOH = pKw
Pada suhu 25oC nilai Kw = 10-14, maka didapat:
pH + pOH = 14

d. Asam Lemah
Asam lemah adalah asam yang di dalam larutannya hanya sedikit
terionisasi atau mempunyai derajat ionisasi yang kecil. Reaksi ionisasi
pada asam lemah merupakan reaksi kesetimbangan ionisasi, misalnya
untuk asam lemah HA:
HA(aq) → H+(aq) + A-(aq)
Tetapan ionisasi untuk asam lemah diberi lambang Ka : 𝐾𝑎=[𝐻+][𝐴−]
[𝐻𝐴]
Dari persamaan ionisasi asam:
HA(aq) H+(aq) + A-(aq)
setiap satu molekul HA yang terionisasi akan menghasilkan sebuah ion H+
dan sebuah ion A-. Oleh karena itu, konsentrasi ion H+ yang berasal dari
HA akan selalu sama dengan konsentrasi ion A- atau [H+] = [A-] sehingga
konsentrasi ion A- dapat disubstitusikan ke dalam persamaan: 𝐾𝑎=[𝐻+]
[𝐴−][𝐻𝐴]
Oleh karena [H+] = [A-], maka: 𝐾𝑎=[𝐻+][𝐻+][𝐻𝐴]
[H+]2 = Ka[HA]
[H+] = √𝐾𝑎[𝐻𝐴]

17
dengan : Ka = tetapan ionisasi asam
[HA] = konsentrasi asam

Nilai Ka menggambarkan kekuatan asam. Semakin besar nilai Ka berarti


semakin banyak ion H+ yang dihasilkan, atau semakin kuat asam tersebut.
Selain nilai Ka, besaran lain yang dapat digunakan untuk mengetahui
kekuatan asam adalah derajat ionisasi (ɑ).
Hubungan derajat ionisasi dengan Ka dan konsentrasi asam:
Dari reaksi setimbang:
HA(aq) H+(aq) + A-(aq)
Mula-mula : a M
Terionisasi : a ɑ a ɑ a ɑ
Setimbang : (a – a ɑ) a ɑ a ɑ

Berdasarkan rumus:
[H+] = √𝐾𝑎[𝐻𝐴]
a ɑ = √𝐾𝑎𝑥 𝑎
maka: 𝑎2ɑ2= 𝐾𝑎 𝑥 𝑎 ɑ2=𝐾𝑎 𝑥 𝑎𝑎2 ɑ2=𝐾𝑎𝑎
Oleh karena HA yang terionisasi sangat sedikit, [HA] dianggap tetap,
sehingga didapatkan: ɑ=√𝐾𝑎[𝐻𝐴]
rumus tersebut menunjukkan bahwa jika larutan semakin encer, derajat
ionisasinya semakin besar. Demikian juga jika larutan semakin pekat,
derajat ionisasinya semakin kecil. Asam sangat pekat bahkan mempunyai
derajat ionisasi mendekati nol.

e. Basa Lemah
Seperti halnya asam lemah, basa lemah hanya sedikit mengalami ionisasi
sehingga reaksi ionisasi basa lemah merupakan reaksi kesetimbangan:
BOH(aq) B+(aq) + OH-(aq)
Dengan cara penurunan yang sama, didapatkan rumus untuk menghitung
konsentrasi ion OH- dalam larutan adalah sebagai berikut.
[OH-] = √𝐾𝑏[𝐵𝑂𝐻]

18
dan derajat ionisasinya dapat ditentukan dengan rumus: ɑ=√𝐾𝑏[𝐵𝑂𝐻]
Kb dan ɑ dapat digunakan sebagai ukuran kekuatan basa. Semakin besar
nilai Kb, semakin kuat basanya dan semakin besar nilai derajat
ionisasinya.

Hubungan Ka dan Kb terhadap Energi Bebas


semakin besar Ka dan Kb maka sifat asam dan basa akan semakin kuat,
contoh asam kuat HCl, HCl memiliki Ka yg besar karena saat HCl
terionisasi akan menghasilkan H+ dan Cl- dengan reaksi tidak bulak balik,
artinya HCl sempurna mengion menjadi H+ dan Cl- tanpa ada sisa HCl
dalam larutan tersebut.
untuk memahami hubungan perubahan energi bebas selama reaksi
menuju keadaan kesetimbangan, tinjau reaksi kesetimbangan berikut:
A(g) B(g)
Jika suatu mol gas A(g) dimasukkan kedalam tabung pada tekanan tertentu,
dimana pada awalnya hanya gas A, maka sejalannya dengan waktu, A (g)
terurai menjadi B(g), dan energi bebas sistem berubah, menghasilkan
Energi bebas A(g) = GA=G0A + RTIn PA
Energi bebas B(g) = GB=G0B + RTIn PB
Total energi bebas sistem = G = GA + GB
Dampak dari perubahan A(g) menjadi B(g), GA akan menurun karena PA
berkurang, sebaliknya GB meningkat Akibat PB bertambah.

V. Pengaruh Struktur Terhadap Sifat Keasaman dan Kebasaan


Menurut (Amanatie, 2003) dan (Firdaus, 2013), struktur suatu molekul dapat
mempengaruhi sifat keasaman atau kebasaan melalui beberapa cara. Sebagai
berikut :

Pengaruh Oksigen Terhadap Keasaman


1.  Gugus hidroksil (-OH) merupakan gugus fungsi asam yang dipengaruhi
oleh substituennya. Keberadaan gugus-gugus -C=O atau -SO2 disamping
gugus -OH akan melemahkan ikatan O-H terhadap heterolisis. Peristiwa ini

19
biasa dinamakan dengan efek resonansi. Pergeseran pasangan elektron bebas
oksigen yang diikuti dengan pergeseran elektron ikatan-phi ke oksigen yang
lain dalam struktur resonansi 1 menghasilkan struktur resonansi 2.

Munculnya muatan positif pada atom oksigen dalam struktur 2 akan


melemahkan ikatan O-H dan terjadi pelepasan H+ yang menyebabkan asam
asetat (senyawa diatas) bersifat asam.

2.  Pengaruh efek medan (M). Perbedaan keasaman antara asam asetat (8)
dengan asam nitroasetat (9) dijelaskan sebagai berikut :

Kedua struktur molekul di atas hanya berbeda pada substitusi -NO 2 dan -H.
Oleh karena gugus -NO2 adalah gugus penarik elektron yang kuat (-M) maka
gugus ini menarik kerapatan elektron dari gugus bermuatan negatif (COO-)
dalam anion asam nitroasetat. Hal ini teramati pada nilai pKɑ asam nitroasetat
yang kira-kira 1000 lebih kuat daripada asam asetat. Sehingga nitroasetat
bersifat lebih asam daripada asam asetat (yang memiliki gugus -H). Pada
umumnya gugus yang menarik elektron (-M) melalui efek medan akan
meningkatkan keasaman, sedangkan gugus pendorong elektron akan
meningkatkan kebasaan. Efek medan memiliki keterkaitan dengan efek
induksi.

3.  Keberadaan ikatan hidrogen intramolekul mempengaruhi kekuatan


asam atau basa senyawa. Contohnya pKɑ asam o-hidroksibenzoat adalah 2,98
sedangkan pKɑ untuk isomer para-nya; p-hidroksibenzoat adalah 4,58.
Terlihat isomer orto lebih asam dari isomer para dikarenakan ikatan hidrogen
intramolekul (isomer orto) antara gugus -OH dengan gugus -COO- (basa

20
konjugasinya) (10) menghasilkan kestabilan spesies tersebut sehingga isomer
orto mengalami peningkatkan keasaman.

Pengaruh Nitrogen Terhadap Kebasaan


4.  Pengaruh efek induksi (I). Dimana urutan kebasaan berdasarkan efek
gugus pendorong elektron (+I) adalah NH3 < RNH2 < R2NH < R3N. Pada
anilin tersubstitusi urutan kebasaannya : p-nitroanilin < m-nitroanilin <
anilin. Hal ini dipengaruhi oleh substituen yang menyebabkan anilin
tersubstitusi bersifat asam. Sedangkan pengaruh dari isomer yaitu adanya
kontribusi struktur resonansi 14 dapat mempercepat proses aliran elektron.

Posisi para memiliki resonansi yang lebih mudah sehingga gugus pendorong
elektron akan lebih cepat mendorong elektron yang menyebabkan gugus -H
akan semakin tertahan (bersifat basa). Diikuti oleh isomernya; meta dan orto.

21
Tabel 4. gugus fungsi yang mempenaruhi efek induksi :

+I (pendorong elektron) -I (penarik elektron)


O- NR3+ COOH OR
COO- SR2+ F COR
CR3 NH3+ Cl SH
CHR2 NO2 Br SR
CH2R SO2R I OH
CH3 CN Oar C=CR
D SO2Ar COOR Ar,
CH=CR2

VI. Aplikasi Teori Asam Basa

Teori Asam Basa Arrhenius

Teori ini pertama kalinya dikemukakan pada tahun 1884 oleh Svante
August Arrhenius. Menurut Arrhenius, definisi dari asam dan basa, yaitu:

- asam adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air melepaskan


ion H+.
- basa adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air melepaskan ion
OH−.

Gas asam klorida (HCl) yang sangat larut dalam air tergolong asam
Arrhenius, sebagaimana HCl dapat terurai menjadi ion H+dan Cl− di
dalam air. Berbeda halnya dengan metana (CH4) yang bukan asam
Arrhenius karena tidak dapat menghasilkan ion H+ dalam air meskipun
memiliki atom H. Natrium hidroksida (NaOH) termasuk basa Arrhenius,
sebagaimana NaOH merupakan senyawa ionik yang terdisosiasi menjadi
ion Na+ dan OH− ketika dilarutkan dalam air. Konsep asam dan basa
Arrhenius ini terbatas pada kondisi air sebagai pelarut.

22
Suatu senyawa asam seperti asam klorida (HCl) akan dinetralkan
oleh natrium hidroksida (NaOH) dalam larutan amonia. Dalam kasus
tersebut, akan diperoleh larutan jernih yang dapat dikristalkan untuk
memisahkan senyawa natrium klorida (NaCl) maupun amonium klorida
(NH4Cl) sebagai produk reaksi tersebut. Dalam kasus tersebut HCl
bereaksi dengan NaOH membentuk garam NaCl dan air, dan dengan
amonia (NH4OH) HCl bereaksi membentuk NH4Cl dan air. Prinsip reaksi
pada keduanya adalah sama, yaitu reaksi netralisasi.

Jumlah ion H+ yang dapat dihasilkan oleh satu molekul asam disebut
valensi asam, sedangkan ion negatif yang terbentuk dari asam setelah
melepaskan ion H+ disebut ion sisa asam.

Basa Arrhenius adalah senyawa hidroksida logam M(OH)x yang dalam air
terurai menjadi :
       M(OH)x ----->  Mx+   +     xOH-

Jumlah ion OH- yang dapat dilepaskan oleh molekul basa disebut valensi
basa. Contoh beberapa senyawa basa adalah:
1. NaOH (natrium hidroksida)
2. KOH (kalium hidroksida.

Teori Asam Basa Brønsted–Lowry

Pada tahun 1923, Johannes N. Brønsted dan Thomas M. Lowry secara


terpisah mengajukan definisi asam dan basa yang lebih luas. Konsep yang
diajukan tersebut didasarkan pada fakta bahwa reaksi asam–basa
melibatkan transfer proton (ion H+) dari satu zat ke zat lainnya. Proses
transfer proton ini selalu melibatkan asam sebagai pemberi/donor proton
dan basa sebagai penerima/akseptor proton. Jadi, menurut definisi asam
basa Brønsted–Lowry,

23
- asam adalah donor proton.
- basa adalah akseptor proton.

Jika ditinjau dengan teori Brønsted–Lowry, pada reaksi ionisasi HCl


ketika dilarutkan dalam air, HCl berperan sebagai asam dan H2O sebagai
basa.

HCl berubah menjadi ion Cl− setelah memberikan proton (H+) kepada


H2O. H2O menerima proton dengan menggunakan sepasang elektron
bebas pada atom O untuk berikatan dengan H+ sehingga terbentuk ion
hidronium (H3O+).

Sedangkan pada reaksi ionisasi NH3 ketika dilarutkan dalam air,


NH3 berperan sebagai basa dan H2O sebagai asam.

24
NH3 menerima proton (H+) dari H2O dengan menggunakan sepasang
elektron bebas pada atom N untuk berikatan dengan H+ sehingga
terbentuk ion ammonium (NH4+). H2O berubah menjadi ion OH− setelah
memberikan proton (H+) kepada NH3.

Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa :

(1) asam Brønsted–Lowry harus mempunyai atom hidrogen yang dapat


terlepas sebagai ion H+; dan

(2) basa Brønsted–Lowry harus mempunyai pasangan elektron bebas


yang dapat berikatan dengan ion H+.

Kelebihan definisi oleh Brønsted–Lowry dibanding definisi oleh


Arrhenius adalah dapat menjelaskan reaksi-reaksi asam–basa dalam fase

25
gas, padat, cair, larutan dengan pelarut selain air, ataupun campuran
heterogen. Sebagai contoh, reaksi antara gas NH3 (basa) dan gas HCl
(asam) membentuk asap NH4Cl.

NH3(g) + HCl(g) → NH4Cl(s)

Beberapa zat dapat bertindak sebagai asam, namun juga dapat


sebagai basa pada reaksi yang lain, misalnya H2O, HCO3−, dan H2PO4−.
Zat demikian disebut amfiprotik. Suatu zat amfiprotik (misalnya H2O)
akan bertindak sebagai asam bila direaksikan dengan zat yang lebih basa
darinya (misalnya NH3) dan bertindak sebagai basa bila direaksikan
dengan zat yang lebih asam
darinya (misalnya HCl).

Teori Asam Basa Lewis

Pada tahun 1923, G. N.


Lewis mengemukakan teori asam basa yang lebih luas dibanding kedua
teori sebelumnya dengan menekankan pada pasangan elektron yang
berkaitan dengan struktur dan ikatan. Menurut definisi asam basa Lewis,

- asam adalah akseptor pasangan elektron.


- basa adalah donor pasangan elektron.

Berdasarkan definisi Lewis, asam yang berperan sebagai spesi


penerima pasangan elektron tidak hanya H+. Senyawa yang
memiliki orbital kosong pada kulit valensi seperti BF3 juga dapat berperan
sebagai asam. Sebagai contoh, reaksi antara BF3 dan NH3 merupakan
reaksi asam–basa, di mana BF3 sebagai asam Lewis dan NH3 sebagai basa
Lewis. NH3 memberikan pasangan elektron kepada BF3 sehingga
membentuk ikatan kovalen koordinasi antara keduanya.

Adapula contoh lainnya H2O + HCl → H3O+ + Cl-

26
Kelebihan definisi asam basa Lewis adalah dapat menjelaskan reaksi-
reaksi asam–basa lain dalam fase padat, gas, dan medium pelarut selain air
yang tidak melibatkan transfer proton. Misalnya, reaksi-reaksi antara
oksida asam (misalnya CO2 dan SO2) dengan oksida basa (misalnya MgO
dan CaO), reaksi-reaksi pembentukan ion kompleks seperti [Fe(CN)6]3−,
[Al(H2O)6]3+, dan [Cu(NH3)4]2+, dan sebagian reaksi dalam kimia
organik.

VII. Katalis
Katalis ditemukan oleh J.J. Berzelius pada tahun 1836 sebagai komponen
yang dapat meningkatkan laju reaksi kimia, namun tidak ikut bereaksi.
Definisi katalisator adalah suatu substansi yang dapat meningkatkan
kecepatan, sehingga reaksi kimia dapat mencapai kesetimbangan tanpa
terlibat di dalam reaksi secara permanen. Namun pada akhir reaksi katalis
tidak tergabung dengan senyawa produk reaksi. Entalpi reaksi dan faktor-
faktor termodinamika lainnya merupakan fungsi sifat dasar dari reaktan dan
produk, sehingga tidak dapat diubah dengan katalis. Adanya katalis dapat
mempengaruhi faktor-faktor kinetika suatu reaksi seperti laju reaksi, energi
aktivasi, sifat dasar keadaan transisi dan lain-lain (Widyawati, 2007).
Katalis merupakan zat yang ditambahkan dalam sistem reaksi untuk
mempercepat reaksi. Katalis dapat menyediakan situs aktif yang befungsi
untuk mempertemukan reaktan dan menyumbangkan energi dalam bentuk
panas sehingga molekul pereaktan mampu melewati energi aktivasi secara
lebih mudah. Oleh karena fungsinya yang sangat penting, maka penggunaan

27
katalis menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam berbagai industri.
Kebutuhan akan katalis dalam berbagai proses industri cenderung mengalami
peningkatan. Hal ini terjadi karena proses kimia yang menggunakan katalis
cenderung lebih ekonomis.
Kemampuan suatu katalis dalam mempercepat laju reaksi dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja katalis antara lain
adalah sifat fisika dan kimia katalis; kondisi operasi seperti temperatur,
tekanan, laju alir, waktu kontak; jenis umpan yang digunakan; jenis padatan
pendukung yang digunakan. Katalis yang dipreparasi dengan cara yang
berbeda akan menghasilkan aktivitas dan selektivitas yang berbeda (Rieke
dkk, 1997).

1. Katalis Asam (Homogen)


Alternatif lain yang dapat digunakan untuk pembuatan biodiesel
adalah dengan menggunakan katalis asam. Selain berfungsi sebagai
katalis pada reaksi transesterifikasi minyak tumbuhan menjadi biodiesel,
katalis asam juga digunakan pada reaksi esterifikasi asam lemak bebas
yang terkandung di dalam minyak menjadi biodiesel mengikuti reaksi
berikut ini: R-COOH + CH3OH → R-COOCH3 + H2O (Asam Lemak
Bebas) (Metanol) (Biodiesel) (Air)
Katalis asam umumnya digunakan dalam proses pretreatment
terhadap bahan baku minyak tumbuhan yang memiliki kandungan asam
lemak bebas yang tinggi namun sangat jarang digunakan dalam proses
utama pembuatan biodiesel. Katalis asam homogen seperti asam sulfat,
bersifat sangat korosif, sulit dipisahkan dari produk dan dapat ikut
terbuang dalam pencucian sehingga tidak dapat digunakan kembali
sekaligus dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Katalis
asam heterogen seperti : Nafion, meskipun tidak sekorosif katalis asam
homogen dan dapat dipisahkan untuk digunakan kembali, cenderung
sangat mahal dan memiliki kemampuan katalisasi yang jauh lebih rendah
dibandingkan dengan katalis basa (Agrawal, 2012).

28
2. Katalis Basa (Heterogen)
Terdapat dua jenis katalis basa yang dapat digunakan dalam
pembuatan biodiesel, yaitu katalis basa homogen dan katalis basa
heterogen. Katalis basa homogen seperti NaOH (natrium hidroksida) dan
KOH (kalium hidroksida) merupakan katalis yang paling umum
digunakan dalam proses pembuatan biodiesel karena dapat digunakan
pada temperatur dan tekanan operasi yang relatif rendah serta memiliki
kemampuan katalisator yang tinggi. Akan tetapi, katalis basa homogen
sangat sulit dipisahkan dari campuran reaksi sehingga tidak dapat
digunakan kembali dan pada akhirnya akan ikut terbuang sebagai limbah
yang dapat mencemarkan lingkungan (Sharma, 2010).
Di sisi lain, katalis basa heterogen seperti CaO, meskipun memiliki
kemampuan katalisator yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan
katalis basa homogen, dapat menjadi alternatif yang baik dalam proses
pembuatan biodiesel. Katalis basa heterogen dapat dengan mudah
dipisahkan dari campuran reaksi sehingga dapat digunakan kembali,
mengurangi biaya pengadaan dan pengoperasian peralatan pemisahan
yang mahal serta meminimasi persoalan limbah yang dapat berdampak
negatif terhadap lingkungan.
Meskipun katalis basa memiliki kemampuan katalisator yang
tinggi serta harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan
katalis asam, untuk mendapatkan kinerja proses yang baik, penggunaan
katalis basa dalam reaksi transesterifikasi memiliki beberapa persyaratan
penting, diantaranya alkohol yang digunakan harus dalam keadaan
anhidrous dengan kandungan air < 0.1 - 0.5 %-berat serta minyak yang
digunakan harus memiliki kandungan asam lemak bebas < 0.5% (Lotero,
dkk, 2005).
Keberadaan air dalam reaksi transesterifikasi sangat penting untuk
diperhatikan karena dengan adanya air, alkil ester yang terbentuk akan
terhidrolisis menjadi asam lemak bebas. Lebih lanjut, kehadiran asam

29
lemak bebas dalam sistem reaksi dapat menyebabkan reaksi penyabunan
yang sangat mengganggu dalam proses pembuatan biodiesel.
R-COOH + KOH → R-COOK + H2O
(Asam Lemak Bebas) (Alkali) (Sabun) (Air)
Akibat reaksi samping ini, katalis basa harus terus ditambahkan
karena sebagian katalis basa akan habis bereaksi membentuk produk
samping berupa sabun. Kehadiran sabun dapat menyebabkan
meningkatnya pembentukkan gel dan viskositas pada produk biodiesel
serta menjadi penghambat dalam pemisahan produk biodisel dari
campuran reaksi karena menyebabkan terjadinya pembentukan emulsi.
Hal ini secara signifikan akan menurunkan nilai ekonomis dari proses
pembuatan biodiesel dengan menggunakan katalis basa. Katalis heterogen
dalam proses produksi biodiesel merujuk pada katalis berwujud padat.
Penggunaan katalis heterogen didasarkan adanya kelemahan katalis
homogen yang memerlukan proses pemurnian lebih lanjut. Terlebih
sifatnya yang tidak ramah lingkungan. Melalui penggunaan katalis
heterogen diharapkan diperoleh produk biodiesel murni. Keunggulan
katalis heterogen dibandingkasn katalis homogen (Budiman dkk, 2014) di
antaranya:
a. Tidak sensitif terhadap adanya FFA (asam lemak bebas).
b. Reaksi esterifikasi dan transesterifikasi dapat terjadi secara
bersamaan. 10
c. Tidak memerlukan tahap pencucian katalis.
d. Katalis mudah dipisahkan dari produk utama maupun produk samping
sehingga kontaminasi katalis terhadap produk rendah.
e. Katalis dapat didaur ulang.
f. Mengurangi adanya masalah korosi

Katalasi Asam

Dalam katalisis asam dan katalisis basa , reaksi


kimia dikatalisis oleh asam atau basa. Menurut teori asam basa Brønsted –

30
Lowry , asam adalah donor proton ( ion hidrogen , H + ) dan basa adalah akseptor
proton. Reaksi khas yang dikatalisis oleh transfer proton
adalah reaksi esterfikasi dan aldol . Dalam reaksi ini, asam konjugat dari gugus
karbonil adalah elektrofil yang lebih baik daripada gugus karbonil netral itu
sendiri. Tergantung pada spesi kimia yang bertindak sebagai asam atau basa,
mekanisme katalitik dapat diklasifikasikan sebagai katalisis spesifik dan katalisis
umum . Banyak enzim bekerja dengan katalisis spesifik.

1. Asam Bronsted
Katalisis asam terutama digunakan untuk reaksi
kimia organik . Banyak asam dapat berfungsi sebagai sumber
proton. Asam yang digunakan untuk katalisis asam antaralain asam
hidrofluorat (dalam proses alkilasi ), asam
fosfat , asamtoluenesulfonat , polistiren sulfonat , asam
heteropoli , zeolit .
Asam kuat mengkatalisis hidrolisis dan transesterifikasi ester , misalnya
untuk memproses lemak menjadi biodiesel . Secara mekanisme, oksigen
karbonil peka terhadap protonasi, yang meningkatkan elektrofilisitas pada
karbon karbonil.
HA +H2O  → H3O+ +A–
A– +H2O  → HA +OH–
Maka laju reaksi katalitik adalah :
r=kkat[S]
di mana  Kkat = ko + kH[H3O] + kOH[OH] + kHA[HA] + kA[A]  dan k0 adalah
laju tanpa katalis sedang yang lain adalah laju dengan katalis sesuai
dengan zatnya masing – masingKatalis asam basa, percepatan reaksi
kimia dengan penambahan asam atau basa, asam atau basa itu sendiri
tidak ikut bereaksi dalam reaksi. Contoh reaksi katalitik dengan katalis
asam, seperti dalam kasus dekomposisi dari sukrosa gula menjadi glukosa
dan fruktosa dalam asam sulfat, atau untuk katalis basa, seperti dalam
penambahan hidrogen sianida untuk aldehida dan keton dengan adanya
natrium hidroksida. Banyak contoh reaksi yang dikatalisasi oleh asam dan
basa.

31
Mekanisme reaksi asam-basa dan katalis dijelaskan dalam hal
konsep Brønsted-Lowry asam dan basa sebagai salah satu di mana ada
transfer awal proton Dari katalis asam untuk reaktan atau dari reaktan
dengan katalis dasar.
Asam Bronsted Lowry = Donor Proton (H+)
Basa Bronsted Lowry = Akseptor Proton (H+)
NH4+(aq) +H2O(l) → NH3(aq) +H3O+(aq)
Asam  basa
H2O(l)+NH3 (aq) →NH4+(aq) +OH–(aq)
Asam      basa

Dalam hal teori Lewis asam dan basa, reaksi memerlukan


pembagian pasangan elektron yang disumbangkan oleh katalis basa atau
diterima oleh suatu katalis asam.
Asam Lewis : Akseptor pasangan elektron
Basa Lewis : Donor pasangan elektron

Katalis asam digunakan dalam sejumlah besar reaksi industri, di antaranya


konversi hidrokarbon minyak untuk bensin dan produk-produk terkait. Reaksi
tersebut termasuk dekomposisi hidrokarbon dengan berat molekul tinggi
(retak) menggunakan katalis alumina-silika (asam Brønsted-Lowry),
polimerisasi hidrokarbon tidak jenuh dengan menggunakan asam sulfat atau
hidrogen fluorida (asam Brønsted-Lowry), dan isomerisasi hidrokarbon
alifatik menggunakan aluminium klorida (asam Lewis).
Di antara aplikasi industri reaksi katalis basa adalah reaksi diisosianat
dengan alkohol polifungsional dengan adanya amina, yang digunakan dalam
pembuatan busa poliuretan.Contohnya : Hidrolisis esrer dan inverse gulaPada
teori Ostwald dan Arrhenius mengatakan bahwa katalis asam basa spesifik
adalah kemampuan mengkatalisis asam adalah karena kekuatan asam tersebut
atau konsentrasi hidrogennya.
Hidrolisis ester dilakukan pada larutan asam yang cukup kuat yakni ion
hydrogen adalah katalis efektif, ion hidroksil tidak memperlihatkan aktifitas

32
bermakna.
Pada laju reaksinya:
V:kH+ [H+][S]
kH+ :tetapan laju reaksi yang dikatalisis ion hydrogen.Orde
keseluruhan reaksi terhadap konsentrasi = 2, tetapi terhadap waktu = 1,
karena konsentrasi ion hidrogen tetap.
a. Laju reaksi orde satu.
V: Kobs [S]
Dimana Kobs : KH+ [H+]
Untuk reaksi yang dikatalisis ion hidroksil : Kobs = KOH- [OH]
Jika reaksi dikatalis ion-ion hidrogen dan ion hidroksil serempak
dan reaksi berlangsung spontan tanpa katalis, laju reaksi adalah : v= Ko
[S] + KH+ [H+][S] + KOH- [OH-][S] k = maka K(tetapan laju orde 1) : k : ko
+ kH+ [H+] + kOH- [OH-]
ko = Tetapan laju reaksi spontan tanpa katalis
kH+ dan kOH- tetapan laju reaksi yang masing masing dikatalisis oleh H +
dan OH-
kW = [H+][OH-]
k = ko + kH+ [H+] + kOH-
k = ko + kH+ + kOH- [OH-]
Reaksi hanya dikatalisis oleh asam (ion hidrogen) : kobs = kH+[H+]
Log kobs = log [H+] + kH+ [H+]
Log kobs = -(-log [H+]) + log kH+
Log kobs = -pH + log kH+
Katalis asam basa secara umum adalahPada larutan dapar yang digunakan
untuk mempertahankan larutan pada pH tertentu. Reaksi katalisis terjadi
karena salah satu komponen dapar yang dapat mempengaruhi laju reaksi,
reaksi ini disebut katalisis asam basa umum yang bergantung pada komponen
katalitik asam basa.Profil laju pH reaksi yang dipengaruhi katalisis asam basa
umum memperlihatkan penyimpangan dari profil katalisisasam basa
spesifik.Contoh hidrolisis streptozosin, laju reaksi dapar fosfat > laju reaksi
dalam katalisis basa spesifik, karena adanya katalisis oleh anion fosfat.

33
Kekuatan ion atau perbedaan pKa substrat dapat juga memperlihatkan
penyimpangan profil laju –pH. Pembuktian katalisis asam basa umum dapat
dibuktikan dengan menentukan laju degradasi obat dalam suatu rangkaian
dapar dengan pH asam (perbandingan asam dengan basa tetap), yang dibuat
dengan konsentrasi komponen dapar yang menaik.Tetapan laju orde satu
keseluruhan adalah
K = ko + ki ci
Ko = tetapan laju spesifik dalam air
Ci = konsentrasi katalitik I
Ki = koefisien katalitik
Dalam reaksi yang hanya terjadi katalisis asam basa spesifik saja, persamaan
menjadi:
K : ko + kH+ [H+] + kOH- [OH-]

Dalam katalisis asam basa terdapat beberapa katalisator, yaitu:


1. Katalisator asam spesifik
Merupakan katalisis oleh proton yang tersolvasi, yaitu
H3O+Hidrolidsis ester merupakan contoh reaksi katalis asam spesifik.
Didalam larutan asam kuat, reaksi hanya dipercepat oleh ion
hidronium.Persamaan lajunya :
Laju : kass [H3O]+[S]
Dimana [S] : konsentrasi ester
Kass : tetapan laju reaksi hidrolisis spesifik asam

2. Katalisator basa spesifik


Katalisis oleh OH‐ dalam larutan

3. Katalisator asam umum


Katalisis oleh asam proton selain H3O+ , dilakukan oleh asam
Bronsted sebagai donor proton.Seperti halnya katalisis spesifik,
berhubungan dengan proton diintroduksi kepada bagian molekul yang
direaksikan dan serangan electron terhadap molekul air. Perbedaannnya

34
adalah bahwa katalisator asam spesifik menggunakan ion hidronium
sedangkan reaksi katalisis asam umum menggunakan sembarang asam
Bronsted sebagai donor proton. Untuk katalisis asam umum,
pembentukan kation SH+ merupakan tahap lambat. Reaksi kondensasi
aidol adalah merupakan contohreaksiyang bergantung kepada mekanisme.

4. Katalisator basa umum


Katalisis oleh basa Bronsted selain OH‐ dan basa ini berlaku
sebagai penerima proton → yaitu berbagi pasangan elektron dengan
proton. Katalisis basa umum menyerang air dulu, kemudian air
menyerang reakstan. Air menjadi lebih polar sehingga interaksi
elektrostatiknya menjadi lebih besar dan kecepatan reaksi meningkat.

BAB III
KESIMPULAN

Asam adalah suatu zat senyawa yang membuat rasa masam. Basa adalah


suatu zat senyawa yang bereaksi pada asam. Menghasilkan suatu senyawa disebut
sebagai garam, jika basa adalah zat-zat yang bisa menetralkan rasa asam. Asam
yaitu ion yang dapat memberikan proton (ion hidrogen H+) atau alternatifnya
dapat membentuk ikatan kovalen dengan pasangan elektron (asam lewis)
sedangkan Basa organik dicirikan dengan adanya atom dengan pasangan elektron
bebas yang dapat mengikat proton.

Nilai Ka menggambarkan kekuatan asam. Semakin besar nilai Ka berarti


semakin banyak ion H+ yang dihasilkan, atau semakin kuat sifat asam tersebut.
Sedangkan Kb dapat digunakan sebagai ukuran kekuatan basa. Semakin besar
nilai Kb, semakin kuat sifat basanya.

35
36
DAFTAR PUSTAKA

Agrawal, S., Singh, B., Sharma, Y.C. 2012.Exoskeleton of Mollusk (Pilaglobosa)


As a Heteregeneous Catalyst for Synthesis of Biodiesel Using
FryingOil.Industrial and Engineering Chemistry Research.

Amanatie. 2003. Buku Pegangan Mahasiswa Kimia Organik Fisik. Yogyakarta :


UNY Press

Budiman, A., 2014. Bioetanol. UGM Press. Yogyakarta.

Busca, Guido "Acid Catalysts in Industrial Hydrocarbon Chemistry" Ulasan


Kimia 2007, volume 107, 5366-5410. 

Bresnick, Stephen. 2002. Kimia Umum. Jakarta: Hipokrates.

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.

Cotton, Wilkinson. 2007. Kimia Organik Dasar. Jakarta: UI Press.

Dwiyanti,G. 2014.  Modul 1 : Konsep Dasar Sifat Molekul Kimia Organik


III. http://repository.ut.ac.id/4675/1/PEKI4416-M1.pdf  Diakses tanggal 20
September 2020

Firdaus. 2013. Modul Pembelajaran Matakuliah Kimia Organik Fisik II. Makassar
: Universitas Hasanuddin Press

IUPAC , Compendium of Chemical Terminology , edisi ke-2nd. ("Buku Emas")


(1997). Versi online yang dikoreksi: (2006–) " Katalisis
spesifik ". doi : 10.1351 / goldbook.S05796

IUPAC , Compendium of Chemical Terminology , edisi ke-2nd. ("Buku Emas")


(1997). Versi online yang dikoreksi: (2006–) " Katalisis asam
umum ". doi : 10.1351 / goldbook.G02609

Karyadi, B. 1997. Kimia 2 untuk Sekolah Menengah Umum Kelas 2. Jakarta: PT


Balai Pustaka

v
Lotero, E., Liu, Y., Lopez, D.E., Suwannakarn, K., Bruce, D.A., & Goodwin,
J.G., Jr., 2005, Synthesis of Biodiesel via Acid Catalysis, Journal
Industrial & Engineering Chemistry Research, 44(14), 5353-5363.

Lowry, TH; Richardson, KS, "Mekanisme dan Teori dalam Kimia Organik,"


Harper dan Row: 1981. ISBN 0-06-044083-X

Michael Röper, Eugen Gehrer, Thomas Narbeshuber, Wolfgang Siegel "Asilasi


dan Alkilasi" dalam Ensiklopedia Kimia Industri Ullmann, Wiley-VCH,
Weinheim, 2000. doi : 10.1002 / 14356007.a01_185

Prasojo, Stefanus Layli S.,Farm. 2012. Kimia Organik I Jilid 1. Buku Pegangan
Kuliah Untuk Mahasiswa Farmasi,, Apt.
Ashadisasongko.Staff.Ipb.Ac.Id/Files/2012/02/Kimia-Organik-I.Pdf
Diakses tanggal 20 September 2020

Ridhwan, A dan Yuli. 2017. Bahan Ajar Asam Basa Berbasis STEAM (Science
Technology Engineering Art Mathematics). Jakarta: LPPM Universitas
Negeri Jakarta

Rieke, R.D., Thakur, D., Roberts, B., and White, T., 1997, Fatty Methyl Ester
Hydrogenation to Fatty Alcohol Part I: Correlation Between Catalyst
Properties and Activity/Selectivity, JAOCS, vol. 74, No.4, 333-339

Sharma, Y.C., Singh, B., and Korstad, J., 2010, Application of an Efficient
Nonconventional Heterogeneous Catalyst for Biodiesel Synthesis from
Pongamiapinnata Oil, Journal Energy Fuels, 24(5), 3223-3231.

Silberberg, Martin S. & Amateis, Patricia. 2015. Chemistry: The Molecular


Nature of Matter and Change (7th edition). New York: McGraw-Hill
Education

Widyawati, Yeti. 2007. Disain Proses Dua Tahap Esterifikasi-Tranesterifikasi


(estrans) pada Pembuatan Metil Ester (biodiesel) dari Minyak Jarak Pagar
(jatropha curcas.l). Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian.

vi

Anda mungkin juga menyukai