UNIVERSITAS INDONESIA
Diajukan untuk memenuhi tugas mata ajar riset kuantitatif magister keperawatan
medikal bedah Universitas Indoensia.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.............................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................................vii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum..............................................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus.............................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................................4
1.4.1 Bagi Rumah Sakit........................................................................................4
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan dan Perkembangan Ilmu Keperawatan...............4
1.4.3 Bagi Peneliti.................................................................................................4
Universitas Indonesia
iv
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................40
iv
DAFTAR TABEL
Universitas Indonesia
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Universitas Indonesia
2
2017). Peningkatan self efficacy juga akan meningkatkan perilaku pasien dalam
melakukan perawatan diri (Premkumar, 2016).
Manajemen diri merupakan bagian yang sangat penting dalam keberhasilan pencegahan
dan menunda komplikasi akibat diabetes mellitus (IDF, 2019). Komplikasi yang terjadi
dapat berupa kegagalan beberapa fungsi organ dan menyebabkan kerusakan jangka
panjang (Setiati, 2014). Komplikasi yang terjadi pada pasien DM tipe 2 dapat dicegah
dengan manajemen perawatan diri untuk mengontrol kadar glukosa darah secara ketat
(Weiler dan Janice, 2007). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pranata,
(2016) dan Kusniawati, (2011) tentang perawatan diri pada pasien DM tipe 2
mengadopsi teori self care Orem (Pranata, 2016). Teori self care orem bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan dalam berperilaku yang bermaksud untuk meningkatkan
status kesehatannya (Sousa et al, 2009).
Perawatan diri pasien DM secara keseluruhan menunjukkan hasil yang tidak optimal.
Kebanyakan responden melaporkan pemantauan glukosa darah yang tidak teratur, diet
dan latihan fisik tidak dilaksanakan secara baik, serta resep obat yang diberikan tidak
dilakukan secara optimal (Tewahido, 2017). Pasien DM yang melakukan perawatan diri
hanya sebesar 38,94%, dengan perilaku diet 4,85%, perawatan kaki 3,57%, latihan fisik,
3,19%, kontrol glukosa darah 3,02%,(Khuzaimah et al, 2014) Penelitian serupa juga
didapatkan hasil tentang perilaku perawatan diri yang dilakukan pada 222 responden
menyatakan bahwa 60,8% pasien DM tidak melakukan perawatan diri, hanya 31,1%
yang melakukan olahraga, dan 58,1% tidak melakukan kontrol glukosa darah (Ayele et
al, 2012).
Manajemen perawatan diri memiliki faktor-faktor yang dapat menjadi menghambat
dalam proses perawatan diri tersebut seperti lama menderita DM (Huang, 2014). Perlu
adanya penyesuaian diri terkait menjalani pengelolaan DM yang berlangsung lama dan
perubahan dalam status kesehatan (Sutandi, 2012). Resiliensi dapat diartikan sebagai
bentuk penyesuaian diri dalam melanjutkan hidup setelah tertimpa kemalangan ataupun
tekanan yang negative (Tugade & Fredrickson, 2004). Resiliensi merupakan pola
adaptif yang positif dimana menunjukkan perkembangan yang baik dalam menghadapi
keadaan sulit. Mampu menjaga Kesehatan meskipun dalam keadaan tertekan, mampu
segera bangkit dari kondisi keterpurukan, mengatasi kesusahan, mengubah gaya hidup
dan menghadapi masalah tanpa kekerasan (Masten & Gewirtz, 2006). Resiliensi
Universitas Indonesia
3
berfungsi sebagai pelindung individu dari stress karena dampak yang di sebabkan dari
penyakit DM tipe 2 (Jenita, 2015). Relisiensi dapat meningkatkan perilaku perawatan
diri pasien diabetes mellitus.
Dalam membentuk resiliensi diperlukan dukungan sekitar dalam menjalankan
pengobatan. Resiliense dapat dibentuk dari dukungan kelompok yang memiliki penyakit
yang sama. Bagaimana orang dapat berkembang dalam resiliensi mereka dengan
dukungan sesama (Farkas, TN et all, 2020). Penelitian yang dilakukan oleh Wilson et
all (2017) menyebutkan bahwa interaksi psikososial support dapat meningkatkan
resiliensi pasien diabetes dalam menjalani perawatan diri. Pada penilitian systematic
review yang dilakukan oleh Kim et all (2018) menggunakan metode systematic review
disebutkan terdapat enam penelitian yang menggunakan program diskusi kelompok
dalam meningkatkan resiliensi pasien pada penyakit kronik. Program diskusi kelompok
dapat dilakukan menggunakan media social untuk medianya. Penggunaan social media
dapat meningkatkan pengetahuan dan social support dalam meningkatkan perilaku
perawatan diri pada pasien DM (Elnaggar et all, 2020).
Berdasarkan uraian fenomena diatas peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana
penerapan virtual grup discussion terkait self care DM terhadap self-efficacy, resiliensi
dan perilaku perawatan diri pada pasien diabetes mellitus tipe 2 post covid 19
Universitas Indonesia
4
1.3.2.2 Menganalisis pengaruh virtual group discussion terkait Self Care DM terhadap
resiliensi pasien DM tipe 2 post covid-19
1.3.2.3 Menganalis pengaruh virtual group discussion terkait Self Care DM terhadap
perilaku perawatan diri pasien DM tipe 2 post covid-19
1.3.2.4 Menilai besarnya perubahan self efficacy, dan resiliensi, dan perilaku perawatan
diri setelah dilakukan virtual group discussion pada pasien DM tipe 2 post covid-19.
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN LITERATUR
Universitas Indonesia
6
tidak terdeteksi terkena penyakit ini dan biasanya baru terdeteksi ketika seseorang
tersebut melakukan pemeriksaan kesehatan karena alasan lain. Individu dengan DM tipe
2 menghasilkan insulin akan tetapi produksi dari insulin tersebut tidak cukup mengatasi
permasalahan resistensi insulin.
3. DM tipe lain
Bentuk dari diabetes tipe ini relatif kurang umum. Hal yang mendasari atas proses
terjadinya kecacatan dalam penyakit ini bisa diidentifikasi dalam bentuk ini, beberapa
kecatatan dibawah ini termasuk kedalam kecatatan yang bisa diperbaiki dan jenis
permasalahan glikemia yang bisa disembuhkan, beberapa diantaranya adalah: kecacatan
genetik di sel β seperti MODY, kecacatan genetik sel insulin, penyakin pankreas
ekskrin, obat –obat seperti steroid dan tiazid, infeksi.
4. Diabetes melitus gestasional
DM gestasional adalah keadaan dimana terjadi intoleransi karbohidrat sehingga terjadi
hiperglikemia mengalami tingkat keparahan yang bervariasi, dengan awalan atau
pengendalian pertama selama kehamilan. Wanita yang menderita diabetes dan
kemudian hamil bisa disebut dengan GDM dan harus diobati sesudah dan selama
kehamilan. GDM dapat berkembang pada setiap tahapan kehamilan. Hiperglikemia
dapat sembuh setelah melahirkan, namun 5 -10% wanita terus mengalami diabetes.
Wanita dengan GDM harus diskrining diabetes selama 6 – 12 minggu pascapersalinan.
Diagnosisi dengan menggunakan HBA1c pada skrining post partum tidak disarankan
namun harus dipertimbangkan diluar 12 minggu pasca persalinan.
2.1.3 Faktor Resiko Diabetes Melitus
Faktor resiko terjadinya DM menurut Holt et al, (2017) sebagai berikut:
1. Minuman Manis
Konsumsi minuman berkadar gula yang tinggi/ manis diakui sebagai faktor yang sangat
berpengaruh terhadap kejadian obesitas dan diabetes pada akhir – akhir ini. Minuman
yang mengandung banyak gula seperti minuman bersoda, jus buah, es teh, minuman
untuk menambah energi/ kekuatan, asupan minuman tersebut meningkat secara drastis
pada beberapa dekade terakhir ini. Minuman yang mengandung gula mengandung gula
tambahan yang berbentuk fruktosa, paparan kronis yang dapat menyebabkan resistensi
insulin, obesitas, dan kelainan metabolik.
2. Istirahat/ Tidur yang kurang
Universitas Indonesia
7
Selain perubahan diet dan aktivitas fisik, baru – baru ini diketahui bahwa ada hubungan
antara durasi tidur yang singkat dengan risiko diabetes. Durasi tidur yang singkat, aspek
gaya hidup, menjadi penyumbang pertama dalam meningkatnya prevalensi DM tipe 2.
Pada sebuah penelitian propestif terhadap 70.000 lebih wanita yang dikaitkan antara
durasi tidur yang singkat dengan kejadian DM tipe 2. Diperoleh data bahwa durasi tidur
yang kurang dari 5 jam memiliki peningkatan kejadian DM sebesar 47% selama periode
10 tahun. Kejadian tersebut mungkin dikaitkan dengan penurunan fungsi glukosa otak,
dan disregulasi neuroendokrin. Selain durasi yang singkat, gangguan tidur lainnya
seperti ritme sirkandian yang berubah misalnya saat bekerja shift dikaitkan juga dengan
peningkatan risiko kejadian DM.
3. Depresi Dan Pengobatan Depresi
Terdapat hubungan dua arah antara depresi dan diabetes. Tingkat insiden DM tipe 2
sedikit lebih tinggi diantara mereka yang memiliki depresi. Pada awal terdiagnosa DM
terdapat hubungan positif akibat dari diagnosa tersebut. penggunaaan agen antipsikotik
generasi kedua yang biasa disebut dengan “antipsikotik atipikal” berhubungan dengan
hiperglikemia dan DM.
4. Perubahan Metabolisme Akibat Obat
Diuretik thiazide dosis tinggi dapat memperburuk terjadi kejadian resistensi insulin dan
β-Blocker dapat mengganggu sekresi insulin. Meningkatnya penggunaan terapi ART
yang sangat aktif terbukti dapat mengurangi angka kematian akibat HIV, akan tetapi
protease inhibitor pada tingkat yang lebih rendah dan inhibitor reverse transcriptase
nukleosida dikaitkan dengan resistensi insulin, gangguan metabolisme glukosa dan lipid
sehingga mengakibatkan peningkatan yang signifikan terhadap kejadian epidemiologi
dari DM di daerah endemik HIV seperti di Afrika.
5. Toxic Lingkungan
Ada hubungan Cross-sectional yang kuat antara konsentrasi serum polutan organik
persisten terklorinisasi dengan DM dan juga sindrom metabolik. Ada beberapa jenis
polutan lainnya yang berhubungan dengan kejadian diabetes diantaranya Bromed Flame
Retardants, bisphenol A, dan senyawa perflourinated. Toxic/ racun yang ada pada
lingkungan dapat menumpuk dijaringan adiposa dan bertindak sebagai penghambat
endokrin yang menyebabkan disregulasi glukosa dan metabolisme.
Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
10
Universitas Indonesia
11
Universitas Indonesia
12
Pasien DM perlu mengatur makanan yang dikonsumsi, pengaturan berupa jumlah kalori
dan karbohidrat yang hendak di konsumsi. setiap orang memiliki jumlah kebutuhan
kalori yang berbeda tergantunng pada kebutuhan mereka. Rencana diet harus didapat
dengan berkonsultasi dahulu dengan ahli gizi yang didasarkan pada riwayat pasien,
aktivitas pasien, gaya hidup, dan latar belakang budaya pasien. Untuk mencegah
hiperglikemia dan glikosuria pasien diabetes mellitus tidak boleh mengonsumsi
karbohidrat yang banyak.
Tujuan dari diet adalah mengatur kadar glukosa dan lemak mendekati jumlah normal.
Diet seseorang yang terkena DM dapat dimulai dengan langkah berikut:
a. tentukan BB ideal pasien DM
b. tentukan kebutuhan kalori dengan cara BB ideal x 25 bagi perempuan, dan x 30
bagi laki – laki
c. karbohidrat yang dikonsumsi pasien DM disarankan pada makanan yang
mengandung serat yang banyak, seperti bahan makanan yang berasal dari buah –
buahan dan sayur.
d. kandungan lemak jenuh maksimal 1/3 dari keseluruhan lemak yang dikonsumsi.
e. tidak diperbolehkan mengkonsumi alkohol
f. Natrium yang dikonsumsi tidak lebih dari 3 gram
2. Latihan fisik.
Latihan fisik berguna untuk membantu proses pengiriman glukosa ke dalam sel – sel
serta meningkatkan kepekaan terhadap hormon insulin.pada saat melakukan aktivitas
fisik, hormon insulin dikeluarkan sehingga dapat mencegah kejadian hipoglikemi.
Latihan fisik dianjurkan 3 -4 kali selama 7 hari, dengan sifat Continous Rythmiccal
Intensity Progressive Endurance adanya aktivitas fisik akan meningkatkan aliran darah
dan terjadi proses pemecahan glukosa didalam darah. dalam seminggu, sedangkan 2
hari yang lain dapat digunakan untuk melakukan olahraga kesukaannya. Adanya
kontraksi otot yang teratur akan merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan
glukosa ke dalam sel. Hal penting dalam melakukan aktivitas fisik adalah dilarang
olahraga sebelum makan atau dalam keadaan tidak terdapat asupan kalori, disarankan
untu memakai sepatu yang pas serta pentingnya didampingi oleh orang yang mengerti
akan kejadian serangan hipoglikemia
Universitas Indonesia
13
Hal yang perlu diingat dalam latihan jasmani adalah jangan melakukan olahraga
sebelum makan untuk menghindari terjadinya strativikasi dalam sel, memakai sepatu
yang pas dan harus didampingi oleh orang yang tahu mengatasi serangan
hipoglikemia.Olahraga lebih dianjurkan pada pagi hari sebelu jam 06.00 karena udara
yang masih segar dan suasana belum ramai. Lebih baik lagi bagi seorang muslim
bangun jam 03.30 untuk mendirikan sholat malam sebagai sarana memperkuat mental
dan jiwa serta menimbulkan rasa optimis untuk hidup lebih berarti dihadapan Allah
Tuhan yang Maha Kuasa.
3. Agen-agen hipoglikemik oral.
Terdapat empat golongan obat, yakni: (1) Golongan biguanit tipe obat yang sering
digunakan yakni metformin. Metformin dapat diberikan sebagai terapi tunggal pertama
dengan dosis 500 – 1700 mg/hari. Fungsi dari metformin adalah untuk menurunkan
kadar gula darah menjadi normal, menurunkan absorbsi glukosa pada usus, dan
meningkatkan kepekaan insulin, khusunya di hati. (2) Alfa glukosa inhibitor berguna
menghambat kerja insulin alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat
menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hipoglikemia dan tidak berpengaruh
pada kadar insulin. (3) Insulin sensitizing agent mempunyai efek farmakologis
meningkatkan sensitivitas berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemia. (4) Sulfoniluria berfungsi mengeluarkan hormon insulin dari rangsangan
sel beta pankreas.
4.Terapi insulin.
Pada pasien DM diperlukan suntikan insulin untuk menyimbangkan glukosa darah.
Jenis insulin menurut cara kerjanya untuk pasien DM terbagi menjadi tiga, yakni:
Pertama, untuk cara kerja yang cepat adalah RI (Regular Insulin) yang memiliki masa
kerja 2–4 jam, contoh dari insulin jenis RI adalah obat actrapid. Jenis selanujutnya
adalah insulin untuk cara kerja sedang adalah NPN yang memiliki masa kerja selama 6
– 12 jam. Jenis insulin yang terahir adalah insulin dengan masa kerja lambat yakni PZL
( Protamme zinc Insulin) yang memiliki masa kerja 18-24 jam. Pasien yang pertama
kali mendapatkan suntik insulin harus diberikan dosis yang rendah dan selalu awali
dengan RI dan bertahap ke jenis insulin yang memiliki masa kerja sedang dan lama.
Akan tetapi pemberian jenis insulin tersebut dilakukan secara bertahap sesuai dosis dan
masa kerja insulin.
Universitas Indonesia
14
5. Pengetahuan
Pengetahuan tentang penatalaksanaan dan keadaan penyakit merupakan hal yang sangat
pentin bagi pasien DM yang berguna untuk keberlanjutan hidupnya. Komponen
perawatan diri harus diketahui oleh pasien DM sehingga mereka bisa menjalankannya
dengan mandiri.
Universitas Indonesia
15
kebutuhan untuk menjalani kehidupan, dan yang terakhir adalah perubahan kesehatan
merupakan penyelesaian masalah dari sakit (Craven and Hirnle, 2002).
Universitas Indonesia
16
Universitas Indonesia
17
apabila pasien diabetes tidak memiliki komplikasi berupa nefropati. Latihan jasmani
berupa gerakan – gerakan yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai,
jogging, dan berenang, sehingga dapat memperbaiki kadar glukosa darah. Latihan
jasmani sebaiknya disesuaikan dengan usia dan status kesehatan pasien (PERKENI,
2015.). Yoga dan tai-chi merupakan contoh dari aktivitas fisik yang direkomendasikan
bagi pasien DM untuk meningkatkan fleksibilitas, kekuatan otot dan keseimbangan
(ADA,2017).
c. Monitoring kadar glukosa darah
Pasien DM melakukan terapi insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya.
Pasien yang melalukan terapi insulin perlu untuk dikontrol kadar glukosa darah mereka.
Kadar glukosa darah pasien bisa di cek dengan alat glukometer dan di tes menggunakan
darah yang terdapat di pembuluh darah perifer pada ujung jari. (Price dan Wilson,
2005). Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien DM
di rumah yang disebut dengan SMBG (Self-Monitoring of Blood Glucose), pasien DM
dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar gukosa darah secara optimal
untuk mencegah komplikasi yang bakal terjadi (Smeltzer dan Bare, 2002).
d. Pemberian obat
salah satu komponen dalam melakukan perawatan diri pasien DM adalah pemberian
obat yang berfungsi sebagai pemicu dalam sekresi insulin seperti obat glinid,
meningkatkan sensitivitas insulin dan penghambat glukoneogenesis seperti obat
metformin, serta penghambat absorbsi glukosa dan inhibitor DPP-IV. Pemberian obat
untuk pasien DM dapat diberikan secara oral maupun suntik. Sesuai dengan aturan jalur
pemberian obat (PERKENI, 2015).
g. Mengurangi resiko
Masalah yang dimiliki pasien DM harus diatasi dengan cara mengurangi akan
permasalahan. Implementasi perilaku mengurangi resiko yang efektif digunakan untuk
mencegah progresifitas maupun pergerakan secara lambat terhadap komplikasi yang
bisa terjadi pada pasien DM. Menyadari akan faktor resiko dan pencegahan terhadap
komplikasi merupakan bagian penting dalam pengelolaan pasien DM (Boren et al,
2007).
Perawatan kaki merupakan komponen dalam perawatan diri pasien DM. Kaki pasien
DM berisiko tinggi mengalami infeksi. Kulit sebagai garis pertahanan utama bisa
Universitas Indonesia
18
menjadi kurang efektif. Individu dengan DM yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan
kondisi yang lebih buruk yakni seperti hilangnya lemak dibawah kulit, hilangnya
glikogen dan katabolisme protein. Protein yang hilang dapat mengakibatkan gangguan
inflamatori, sembuhnya luka, terganggunya fungsi leokosi. Lipatan – lipatan kulit
seperti paha, ketiak, dada dan sela – sela jari kaki harus bebas dari organisme (Baradero
et al, 2009).
Pengkajian kaki diabetes bisa dilihat dari warna kulit dengan cara bandingkan warna
kulit yang satu dengan yang lainnya. Bandingkan suhu/ temperatur kedua betis. kaji
reflek dengan Achiles dan quadrisep, cek apakah ada lesi seperti luka, memar, retak,
lecet pada kulit. Cara perawatan kaki diabetes bisa dilakukan dengan cara, yakni: jangan
merendam kaki, cuci dan bersihkan kaki serta setelah mencuci keringkan, periksa
kondisi kaki setiap hari, gunakan alas kaki, pakai sepatu dan kaos kaki yang bersih dan
pas, anggap masalah kaki apapun sebagai konisi darurat dan jangan mengganggap
masala kaki sebagai hal biasa, karena bisa menyebabkan masalah yang lebih berat
(Baradero et al, 2009).
2.2.3 Alat Ukur Perawatan Diri Pasien DM
1. The Summary Of Diabetes Self Care Aktivities (SDSCA)
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur aktivitas perawatan diri menggunakan
pengkuran aktifitas self care diabetes ( The Summary Of Diabetes Self Care Aktivities/
SDSCA) yang dikembangkan oleh Toobert (2000) aktivitas termasuk dalam self care
diabetes tersebut meliputi pengaturan pola makan, latihan fisik/exercise, pengontrolan
gula darah, penggunaan obat, dan perawatan kaki. Kuesioner ini terdiri dari 14
pertanyaan terkait aktivitas perawatan diri pada pasien DM tipe 2 (Kusniawati, 2011).
2. Diabetes Self Manajement Questionnaire (DSMQ)
Merupakan kuesioner yang terdiri dari 16 item pertanyaan yang digunakan untuk
menilai aktivitas perawatan diri pasien DM selama 2 bulan terahir, yang terdiri dari 4
subskala yakni dari nilai 3 bernilai paling tinggi yang berarti pasien sering melakukan
perawatan diri, dan nilai 0 apabila pasien tidak melakukan sama sekali. Enam belas item
pertanyaan mencakup manajemen glukosa darah, diet, aktivitas fisik, kepatuhan
pengobatan, dan penilaian diri sendiri terhadap aktivitas perawatan diri. Alat ukur ini
lebih memfokuskan kepada perilaku perawatn diri yang berfokus pada kontrol glukosa
(Schmitt et al, 2013) .
Universitas Indonesia
19
Universitas Indonesia
20
Universitas Indonesia
21
dan sifatnya menetap Dalam menghadapi suatu hal atau peristiwa, setiap orang
memberikan reaksi yang berbeda-beda. Temperamen dapat mempengaruhi seseorang
ketika bereaksi terhadap suatu rangsangan.
b. Intelegensi
Selain diartikan sebagai kecerdasan, intelegensi juga berarti kemampuan seseorang
dalam bertindak secara terarah dan berpikir secara rasional dalam menghadapi
lingkungan secara efektif (Sulistami & Mahdi, 2006). Banyak penelitian membuktikan
bahwa intelegensi penting dalam kemampuan resiliensi 26 seseorang. Inteligensi yang
baik akan menjadikan seseorang lebih mampu mengatasi kesulitan dalam hidupnya.
c. Budaya
Perbedaan budaya merupakan faktor yang membatasi dinamika yang berbeda dalam
resiliensi. Budaya yang ada pada suatu daerah tidak sama dengan daerah lainnya. Hal
ini beresiko mengalami penyesuaian yang berbeda dalam menghadapi masa sulit.
d. Usia
Seseorang yang lebih muda usianya atau belum dewasa cenderung bergantung pada
sumber-sumber dari luar. Sedangkan seseorang yang sudah dewasa cenderung
bergantung pada sumber dari dalam dirinya. Semakin bertambahnya usia makin banyak
pengalaman hidup yang didapat sehingga hal ini menjadi faktor yang dapat
mempengaruhi resiliensi seseorang.
e. Gender
Perbedaan gender mempengaruhi dalam perkembangan resiliensi. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa jenis kelamin perempuan lebih resilien dari pada laki-laki.
Perempuan lebih mampu membangun resiliensi diri daripada laki-laki dikarenakan
perempuan lebih mampu mengekspresikan perasaannya sehingga dapat menyesuaikan
diri dengan cepat dan melakukan penerimaan (Boardman, 2009).
2.3.4 Manfaat Resiliensi
Reivich & Shatte (2002) menjelaskan beberapa manfaat resiliensi yakni sebagai berikut:
a. Overcoming (Menanggulangi)
Dalam kehidupan masalah-masalah yang datang dapat menjadi tekanan dalam hidup
dan menimbulkan stres yang tidak bisa dihindari. Resiliensi dibutuhkan untuk
menghindari atau meminimalkan kerugian yang dapat terjadi akibat dari hal yang tidak
menguntungkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menganalisa permasalahan,
Universitas Indonesia
22
mengubah pola pikir menjadi lebih positif dan meningkatkan kemampuan untuk
mengontrol kehidupan.
b. Steering through (Memandu/ mengendalikan)
Setiap orang membutuhkan resiliensi untuk mengahadapi segala macam problema
kehidupan yang sering menjadi tekanan dalam hidup atas masalah yang dihadapi.
Resiliensi bermanfaat untuk mengatasi masalah yang terjadi dengan menggunakan
sumber dalam dirinya tanpa merasa terbebani dan bersikap negatif. Seseorang yang
resilien mampu memandu dan mengendalikan dirinya ketika mengatasi masalah yang
terjadi.
c. Bouncing back (Mengatasi masa lalu)
Setiap manusia pasti mempunyai pengalaman dimasa lalu baik yang menyenangkan
maupun tidak. Kejadian-kejadian yang bersifat traumatik dapat menimbulkan stres,
sehingga seseorang memerlukan resiliensi dalam menghadapi dan mengendalikan diri.
Dalam mengatasi masa lalunya, seseorang yang resilien akan melakukan suatu tindakan
untuk mengatasi permasalahan tersebut dan mampu segera bangkit dari trauma yang
pernah ia alami.
d. Reaching out (Menjangkau)
Manfaat resiliensi yang lainnya adalah mendapatkan pengalaman hidup yang lebih baik
dan bermakna serta berkomitmen dalam menjalani hidup dan mencari pengalaman baru.
Seseorang yang resilien mampu memperkirakan risiko yang terjadi dengan tepat,
mengetahui dengan baik tentang diri mereka sendiri, menemukan makna dan tujuan
hidup.
2.3.5 Dimensi Resiliensi
a. Equanimity
Equanimity merupakan pandangan keseimbangan dan harmoni mengenai kehidupan
berdasarkan pengalaman yang terjadi. Seseorang yang memiliki equanimity akan
memandang hidup adakalanya diatas dan dibawah, terkadang bahagia dan mengalami
kesulitan. Sehingga orang tersebut akan merasakan ketenangan hati dalam menjalani
hidupnya.
b. Perseverance
Perseverance adalah tindakan dalam bentuk ketekunan meskipun dalam keadaan sulit.
Seseorang yang memiliki perseverance jika mengalami kesulitan akan tetap mampu
Universitas Indonesia
23
berjuang dan menghadapi kehidupannya. Salah satu cara untuk membangun ketahanan
adalah dengan cara terus menekuni aktivitas yang positif dan realistis.
c. Self Reliance
Self Reliance adalah kemampuan untuk mandiri dengan mengenal kekuatan dan
keterbatasan dirinya. Seseorang yang memiliki self reliance akan yakin dan percaya diri
terhadap kemampuannya. Hal ini membuat seseorang menjadi optimis dalam menjalani
hidupnya.
d. Meaningful life
Meaningful life merupakan kehidupan yang memiliki tujuan yang nyata dan nilai yang
bermakna. Seseorang yang memiliki meaningful life akan melakukan setiap
tindakannya berdasarkan tujuan hidup dan memberi nilai yang bermakna terhadap
hidupnya. Tanpa tujuan yang jelas hidup seseorang akan merasa tidak bermakna.
e. Existential Aloneness
Existential loneliness merupakan sebuah kenyataan bahwa jalan hidup setiap orang
berbeda-beda dan unik. Seseorang yang memiliki existential loneliness maka mereka
akan merasa bebas dan unik dalam menjalani hidup atau berbeda dengan lainnya. Orang
tersebut juga dapat menerima diri sendiri dan apa adanya.
Universitas Indonesia
24
25 pertanyaan. Jawaban pada kuesioner ini menggunakan skala likert dari 0 (sangat
tidak sesuai) hingga 4 (sangat sesuai sekali). Jumlah nilai total merupakan nilai
resiliensi individu (Connor & Davidson, 2003).
Universitas Indonesia
25
dirasa memiliki kesamaan maka akan menjadi penilaian sebagai pedoman dalam
melakukan suatu tindakan, mengamati usaha yang telah mereka lakukan dan hasil yang
telah orang lain peroleh maka akan meningkatkan perilaku positif untuk bisa mencapai
hasil yang diinginkan.
c. Persuasi Verbal Persuasi verbal akan meningkatkan keyakinan diri seseorang dalam
melakukan suatu tindakan, mereka cenderung melakukan usaha yang besar ketika
memiliki persuasi dari lingkungan bahwa mereka mampu menyelesaikan masalah yang
dihadapi. d. Kondisi fisik Kondisi fisik yang tidak baik seperti kelelahan, nyeri dan sakit
fisik yang lain akan mempengaruhi efikasi diri seseorang, orang dengan masalah fisik
cenderung memiliki efikasi diri yang kurang. Kondisi yang stres juga akan mengurangi
efikasi diri seseorang, maka perlu adanya manajemen diri mengubah perilaku negatif
menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat agar tingkat efikasi seseorang mampu
mengalami peningkatan.
2.4.3 Proses Pembentukan Efikasi Diri
Menurut Bandura (1994) terdapat 4 proses utama dalam membentuk efikasi diri
seseorang sehingga mampu mempengaruhi kehidupan manusia, antara lain:
a. Proses Kognitif Proses kognitif memiliki peran penting dalam menentukan perilaku
seseorang dan bersifat purposif, hal inilah yang menyebabkan proses kognitif memiliki
peranan dalam melakukan suatu tindakan. Efikasi diri memiliki peranan penting dalam
menentukan perilaku seseorang, semakin besar efikasi diri seseorang maka perilaku
positif untuk mencapai tujuannya akan semakin kuat. Seseorang dengan efikasi diri
yang tinggi cenderung lebih mampu mempertahankan perilaku positif.
b. Proses Motivasi Efikasi diri memiliki peranan penting dalam pengaturan motivasi
seseorang. Efikasi diri memberikan kontribusi pada motivasi seperti menentukan tujuan
yang mereka tetapkan, berapa besar usaha yang telah mereka lakukan dalam mencapai
tujuan, seberapa lama dan tekun mereka dalam mencapai tujuan dan ketahanan terhadap
kegagalan. Sebagian besar motivasi dihasilkan dari proses kognitif sehingga
menghasilkan suatu tindakan. Orang yang memiliki motivasi dan efikasi yang tinggi
maka akan membentuk keyakinan terhadap apa yang mereka lakukan dan mampu
mencapai tujuan mereka.
Universitas Indonesia
26
c. Proses Afektif Efikasi diri mampu mempengaruhi kondisi afektif seseorang, dimana
kondisi stres dan depresi akan mudah diatasi ketika seseorang mempunyai keyakinan
diri. Keyakinan diri dapat membantu seseorang dalam mengatasi masalahnya, sehingga
tidak muncul kegelisahan dan gangguan pola pikir. Efikasi diri dibutuhkan dalam
mengontrol pola pikir sehingga mampu melakukan tindakan yang positif.
d. Proses Seleksi Pada proses seleksi merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan
lingkungan yang bisa mendukung perkembangan efikasi diri seseorang. Kondisi
lingkungan yang harus mendukung, lingkungan sosial yang baik dan kondisi yang
mampu mendukung peningkatan efikasi diri harus mampu dipertahankan sehingga
capaian dari seseorang akan maksimal.
2.4.4 Aspek-aspek Efikasi Diri
Efikasi diri dibagi menjadi 3 aspek (Bandura, 1977) antara lain :
a. Magnitude Merupakan suatu aspek yang berhubungan dengan tingkat kesulitan suatu
tugas. Setiap tugas yang dilakukan seseorang memiliki tingkat kesulitan tertentu yang
harus diselesaikan.
b. Generality Generality merupakan suatu aspek yang berkaitan dengan keyakinan
individu dalam menyelesaikan tugas-tugas yang sedang dihadapinya dan beragam dari
tugas individu lainnya.
c. Strength Merupakan aspek yang berkaitan dengan keyakinan individu sampai sejauh
mana mampu menyelasaikan tugas-tugas yang sedang dihadapinya dengan sebaik-
baiknya.
2.4.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri pada Klien DM
a. Dukungan keluarga Menurut penelitian Ariani dkk (2012) menunjukkan bahwa
dukungan keluarga dapat meningkatkan efikasi diri yang baik. Klien DM yang memiliki
dukungan keluarga memiliki peluang 4,97 kali lebih baik dibandingkan dengan klien
DM yang tidak mendapatkan dukungan keluarga. Menurut Miller (2013) dukungan
keluarga mampu meningkatkan efikasi diri klien DM tipe 2.
b. Motivasi Seseorang yang memiliki motivasi diri yang baik akan memiliki peluang 3,7
kali memiliki efikasi diri yang baik dibandingkan dengan orang yang memiliki motivasi
yang kurang, dimana motivasi dikontrol oleh depresi (Ariani dkk., 2012). Motivasi juga
mampu mempengaruhi efikasi klien DM dalam melakukan suatu tindakan yang sudah
diyakini akan memberikan manfaat untuknya (Chew, 2014).
Universitas Indonesia
27
c. Depresi Depresi menjadi faktor yang kuat dalam mempengaruhi efikasi diri
seseorang. Seseorang yang tidak mengalami depresi cenderung lebih memiliki efikasi
diri yang baik. Seseorang yang tidak mengalami depresi menunjukkan 2,61 kali
memiliki efikasi diri yang baik dibandingkan dengan orang yang sedang mengalami
depresi (Ariani dkk., 2012). Kondisi depresi akan mempengaruhi proses penggobatan
jangka panjang yang akan dilakukan oleh klien DM dan manajemen kesehatannya akan
terganggu (Chew, 2014).
d. Usia Usia menjadi salah satu faktor yang menyebabkan efikasi diri seseorang baik
atau buruk. Rentan usia 56-65 dianggap memiliki efikasi diri yang lebih baik dan
mampu meningkatkan efikasi diri secara mandiri. Klien DM dengan usia lebih dari 55
tahun dinilai mampu membimbing diri sendiri sehingga efikasi diri bisa lebih baik.
Klien yang lebih tua memiliki keyakinan yang baik akan kemampuan melakukan
perawatan secara mandiri dan lebih fokus terhadap penerimaan penyakit yang dialami
(Ngurah dan Sukmayanti, 2014). Usia 62 tahun keatas lebih memiliki keyakinan diri
yang tinggi dan mereka cenderung memiliki efikasi diri yang baik. Kalangan yang lebih
tua memiliki keyakinan terhadap ingatan dan keterampilan mereka dalam melakukan
sesuatu (Street, 2004).
e. Pendidikan Terakhir Pendidikan terakhir seseorang dianggap mempengaruhi efikasi
diri. Dengan pendidikan yang baik mereka lebih mampu mengakses informasi mengenai
masalah kesehatan mereka dan lebih mampu bersikap positif terhadap kesehatannya
(Ngurah dan Sukmayanti, 2014). Pengetahuan yang baik dan cukup akan meningkatkan
efikasi diri seseorang sehingga mampu melakukan manajemen diri yang baik selama
penatalaksanaan DM (Pamungkas, 2017).
f. Lama menderita sakit Semakin lama seseorang didiagnosa penyakit maka akan
semakin baik efikasi dirinya. Hal ini ditunjukkan dengan mekanisme koping seseorang
dalam menerima sakitnya yang sudah lama akan berbeda dengan yang baru didiagnosa
suatu penyakit. Dengan mekanisme koping yang bagus maka pengalaman dalam
menghadapi penyakit lebih baik dan itu menunjukkan bahwa efikasi dirinya juga baik
(Ngurah dan Sukmayanti, 2014). Pengalaman yang lama dengan penyakit DM akan
membuat seseorang memiliki informasi dan perilaku yang baik dalam pengelolaan DM
dan memiliki efikasi yang lebih baik (Chew, 2014).
Universitas Indonesia
28
Universitas Indonesia
29
Universitas Indonesia
30
5. Proses Kelompok (Group Processing) Proses ini terjadi ketika tiap anggota
kelompok mengevaluasi sejauh mana mereka berinteraksi secara efektif untuk
mencapai tujuan bersama. Kelompok perlu membahas perilaku anggota yang
kooperatif dan tidak kooperatif serta membuat keputusan perilaku mana yang
harus diubah atau dipertahankan.
Universitas Indonesia
31
Kerangka Teori
Dampak DM tipe 2:
Diabetes Mellitus
1. Dampak fisik
2. Dampak Psikologis
3. Dampak sosial ekonomi
Faktor yang mempengaruhi
Perawatan diri pasien DM tipe 2 efikasi diri:
1. Terapi nutrisi 1. Motivasi
2. Aktivitas fisik 1. Efikasi Diri 2. Depresi
3. Pemantauan kadar glukosa darah 3. usia
4. Manajemen Obat 4. Pendidikan Terakhir
5. Perawatan Kaki 5. Lama menderita DM
Online Group Discussion
Faktor yang
Faktor yang mempengaruhi resiliensi:
mempengaruhi perilaku 1. Tempramen
perawatan diri: 2. Intelegensi
1. Usia 3. Budaya
2. Jenis kelamin 4. Usia
3. Sosial ekonomi 5. Gender
4. Lama menderita DM
5. Emosional
6. Motivasi
7.Keyakinan terhadap
penatalaksanaan DM
8.Komunikasi dengan
petugas kesehatan
9. Resiliensi
Gambar 2.1. Skema Tinjauan Teori Virtual Group Discussion Terhadap Self Efficacy,
Resiliensi dan Perawatan Diri Pasien DM tipe 2
Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.2 Hipotesis
Ho = tidak ada ada pengaruh positif virtual grup discussion terkait perawatan diri
terhadap self-efficacy dan resiliensi pada pasien diabetes mellitus tipe 2 post covid 19
Ha = ada pengaruh positif virtual grup discussion terkait perawatan diri terhadap self-
efficacy dan resiliensi pada pasien diabetes mellitus tipe 2 post covid 19.
Universitas Indonesia
33
Variabel Dependen
Self Keyakinan dan kemampuan Kuesioner Skor Interval
Efficacy individu dalam mengatur Diabetes rentang 20 -
dan melakukan perilaku Managemen 100
yang mendukung kesehatan Self
dan perawatan diri pada Eficacy Scale
klien dengan diagnosa DM (DMSES)
tipe 2
Self Care Kegiatan perawatan yang Kuisioner Nilai Rasio
dilakukan secara mandiri Summary Of Minimal=0
oleh pasien DM tipe 2 yang Diabetes Self Nilai
dilakukan dalam 7 hari Care Aktivities Maksimal=
terakhir (SDSCA) 7
Resiliemsi Kemampuan pasien DM Resilience Nilai Interval
tipe 2 dalam menyesuaikan Scale minimal =
diri dan mampu 19 Nilai
melanjutkan hidup setelah maksimal =
didiagnosisis DM tipe 2. 133
Universitas Indonesia
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.3.2 Sampel
Pada penelitian ini sampelnya adalah pasien diabetes mellitus di wilayah kerja
puskesmas Waru, Sidoarjo yang masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi yaitu:
Dengan kriteria inklusi sebagai berikut:
1. Pasien dalam kondisi kesadaran composmetis
2. pasien mampu mengoperasikan handphone berbasis android
3. pasien memiliki kemampuan membaca dan menulis
4. pasien menjalani terapi DM minimal 3 bulan.
5. Pasien yang sebelumnya pernah terdiagnosa covid-19
Universitas Indonesia
Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Pasien DM tipe 2 mengalami gangguan fisik atau kondisi ketidaknyamanan
sehingga tidak memungkinkan untuk melanjutkan proses penelitian;
2. Pasien mempunyai keterbatasan fisik seperti buta atau tuli;
3. Pasien yang mengalami gangguan mental berat seperti gangguan alzheimer,
demensia diketahui melalui skor Mini Mental State Examination (MMSE)), dan
skizofrenia.
Universitas Indonesia
Responden memiliki hak untuk dijaga kerahasiaannya berupa tidak disebutkan
atau ditulis namanya dalam penelitian (Nursalam, 2015). Pada penelitian ini
menggunakan inisial huruf pada kuesioner dan dalam hasil penelitian
didokumentasikan menggunakan kode responden.
d. Kemanfaatan (Beneficience)
Kemanfaatan merupakan prinsip untuk memberikan kebebasan dari penderitaan
yang berarti tidak menimbulkan penderitaan bagi responden terutama dalam
penelitian yang menggunakan tindakan khusus. Bebas dari eksploitasi yakni
subjek yang digunakan tidak dipergunakan berkaitan dengan hal – hal yang
merugikan subjek dalam bentuk apapun, dan harus mempertimbangkan resiko
yang akan terjadi pada responden terhadap penelitian yang dilakukan (Nursalam,
2015). Manfaat dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara hardiness
dengan perilaku perawatan diri, sehingga responden dapat meningkatkan
hardiness yang dapat digunakan sebagai koping dalam menjalankan perawatan
diri.
4.5 Cara Pengumpulan Data
4.5.1 Alat Pengumpulan Data
1. Perilaku perawatan diri
lembar kuesioner Summary of Diabetes Slef-Care Activity (SDSCA) yang telah
ditejemahkan oleh Kusniawati (2011) merupakan alat yang digunakan untuk
pengumpulkan data perilaku perawatan diri. Kuesioner SDSCA terdiri dari 14
pertanyaan terkait aktifitas self care diabetes pada klien DM tipe 2 yang meliputi
pengaturan pola makan, latihan fisik, monitoring gula darah, penggunaan obat
dan perawatan kaki. Instrumen dalam kuesioner ini terdari dari 8 alternatif
jawaban mulai dari 0 hari sampai dengan 7 hari. Nilai terendah adalah 0 dan
nilai tertinggi adalah 7
2. Variabel Resiliensi
Penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner Resilience
Scale untuk mengukur variabel resiliensi. Kuesioner ini disusun oleh Wagnild &
Young. Kuesioner ini memiliki skala yang sudah terstandar yang terdiri dari 19
item pertanyaan dari 5 aspek resiliensi yaitu meaningful life, perseverance, self-
reliance, existential aloneless dan equanimity. Pertanyaanpertanyaan pada
Universitas Indonesia
kuesioner tersebut sudah dimodifikasi dan diterjemahkan ke dalam bahasa
indonesia oleh Merinda (2015). Resiliensi Scale terdiri dari 19 pertanyaan. Jenis
jawaban menggunakan skala likert mulai dari 1 (sangat tidak setuju) hingga 7
(sangat setuju).
3. Variabel Self Efficacy
Kuesioner B ini merupakan kuesioner yang terdiri dari 20 pertanyaan yang
digunakan untuk mengumpulkan data tentang efikasi diri klien DM tipe 2.
Kuesioner ini diadopsi dari penelitian Rondhianto (2011) yang berjudul
pengaruh “Diabetes Management dalam Discharge Planning terhadap Self
Eficacy dan Self Care Behaviour Pasien Diabetes Melitus Tipe 2”. Pertanyaan
dalam kuesioner Diabetes Management Self Efficacy Scale (DMSES) memiliki
20 item pertanyaan menggunakan skala likert. Rentang skor yang diperoleh
nilai minimal adalah 20 dan nilai maksimal adalah 100. Kuesioner berisi 5
kelompok pertanyaan antara lain kemampuan pengecekan gula darah (3 item),
pengaturan diet dan menjaga berat badan ideal (11 item), aktivitas fisik (2 item),
perawatan kaki (1 item), dan mengikuti program pengobatan (3 item).
Universitas Indonesia
1) Kuesioner SDSCA memiliki r hitung = 0,200 - 0,743 dengan r tabel = 0,361 dan
nilai reabilitas Alpha Cronbach’s = 0,812 (r alpha = 0,361) sehingga kuesioner
dikatakan reliabel (Kusniawati, 2011).
2) Diabetes Management Self Efficacy Scale (DMSES) sudah dilakukan uji
validitas oleh Rondhianto (2011) dengan uji validitas Pearson Product Moment
dengan nilai r diatas 0,658>0,228 (p <0,05). Diabetes Management Self Efficacy
Scale (DSMES) sudah dilakukan uji reliabilitas oleh Rondhianto (2011) dan
hasilnya reliabel dengan nilai cronbach alpha 0,975 yaitu nilai diatas 0,8 (p <
0,05) dengan menggunakan uji alpha.
3) Uji validitas pada instrumen Resilience Scale telah teruji validitasnya secara
internasional oleh Wagnild & Young (1993). Kuesioner ini telah dimodifikasi
dan diterjemahkan kedalam bahasa indonesia oleh Merinda (2015), dengan nilai
reliabilitas Cronbach’s Alpha = 0,847 dan nilai uji validitas kuesioner ini berada
pada rentang r = 0,290-0,609 dengan r tabel = 0,21
Universitas Indonesia
perawatan diri dan resiliensi antar kelompok menggunakan uji independent t test,
dengan taraf signifikan 0,005, jika didapatkan P<0,05 maka Ho ditolak.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Khuzaimah, S., Aini, A., Kaur, S., Adilin, H, Padman. 2014. Self- Care Behaviour Among
Type 2 Diabetes Patients. Pertanika J, Sci& Techno. 22 (2): 471 - 488
Ayele,K., Tesfa, B., Abebe,L., Tilahum,T, Girma, E. 2012. Self Care Behavior Among
Patients With Diabetes In Harari, Eastern Ethiopia: The Health Belief Model
Perspective. http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0035515 .
Huang, M., Zhao, R., Jiang, Z. 2014. Self-Management Behavior in Patients with Type 2
Diabetes: A Cross-Sectional Survey in Western Urban China. Pone Journal. 9(4).
http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?vid=1dansid=135b8ce9-7aaa-
4084-8258-a6ae17412e21%40sessionmgr103.
Sutandi, A. 2012. Self Management Education (DSME) Sebagai Metode Alternatif Dalam
Perawatan Mandiri Pasien Diabetes Melitus Di Dalam Keluarga.
http://digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!
@file_artikel_abstrak/Isi_Artikel_615247532884.pdf
Tugade dan Fredikcson. 2004. Resilient Individual Use Positive Emotions To Bounce Back
From Negative Emotional Experiences. Journal of Personality and Social Psychology.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3132556/pdf/nihms90226.pdf.
Masten dan Gewirtz. 2006. Resilience in Development: The Importance of Early Childhood.
Encyclopedia on Early Childhoood Development.
https://conservancy.umn.edu/handle/11299/53904.
Jenita, D.T.D,. Haryani, W,.dan Suryani, E. 2015. Resiliensi Berkorelasi dengan Depresi Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 (DM Tipe 2). Yogyakarta: Poltekes Kemenkes
Yogyakarta. https://scholar.google.com/citations?user=3zNdcCEAAAAJ&hl=id.
Farkas TN, John Mendy, and Niko Kargas. 2020. Enhancing Resilience in Autistic Adults
Using Community-based Participatory Research: A Novel HRD Intervention in
Employment Service Provision. Advances in Developing Human Resources 2020, Vol.
22(4) 370–386.
Elnaggar, A. Van Ta Park, Sei J Lee, Melinda Bender, Lee Anne Siegmund. 2020. Patients’
Use of Social Media for Diabetes Self-Care: Systematic Review. J Med Internet Res
2020. Vol 44(8).
Universitas Indonesia
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2015. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015.
http://pbperkeni.or.id/doc/konsensus.pdf
Holt, R.I., Cockram, C.S. Flyvbjerg, A., Goldstein, B.J. 2017. Text Book Of Diabetes Fifth
Edition. UK. Wiley-Blackwell
Smeltzer, S. C. dan Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2,
Edisi 8. Jakarta: EGC
Riyadi, S., dan Sukarmin. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kusniawati. 2011. Analisis Faktor Yang Berkontribusi Terhadap Selfcare Diabetes Pada
Klien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Tangerang. Tesis. Magister Ilmu
Keperawatan: Universitas indonesia.
Conor dan Davidson. 2003. Development of a New Resilience Scale: The Connor-Davidson
Resilience Scale (CD-RISC) Depression and axiety. http://sci-hub.cc/10.1002/da.10113.
Handayani, M. M., Suminar, D. R., Hendriani, W., Alfian, I. N., dan Hartini, N. 2008.
Psikologi Keluarga. Surabaya: Universitas Airlangga.
Fadila, U dan Laksmiwati, H. 2014. Perbedaan Resiliensi Pada Penderita Diabetes Melitus
Tipe II Berdasarkan Jenis Kelamin. Surabaya: Fakultas Ilmu Psikologi Universitas
Negeri Surabaya.
http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/character/article/view/10980.
Grotberg. 1999. Tapping Your Inner Strengh : How To Find The Resilience To Deal With
Anything. Oakland, CA. New Harbinger Publications, Inc.
https://www.amazon.com/Tapping-Your-Inner-StrengthResilience/dp/8178220105
Reivich dan Shatte. 2002. The Resilience Factor 7 Keys to Finding Your Inner Strength and
Overcoming Life’s Hurdle.
https://www.goodreads.com/book/show/1466276.The_Resilience_Factor.
Ariani, Y., S. Ratna., dan D. Gayatri. 2012. Motivasi dan Efikasi Diri Klien Diabetes Mellitus
Tipe 2 Dalam Asuhan Keperawatan. Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 15, No. 1,
Maret 2012; hal 29-38 https://media.neliti.com/media/publications/108281-ID-motivasi-
danefikasi-diri-pasien-diabete.pdf
Chew, B. H., A. Fernandez., dan S.G. Sazlina. 2014. Psychological Aspects of Diabetes Care:
Effecting Behavioral Change in Patients. World I Diabetes 2014 December 15;5(6):796-
808.
Universitas Indonesia
Pertiwi, T.B. 2017. Rancang Bangun Aplikasi Online Focus Group Discussion. Tesis.
Teknologi Informatika: Institut Teknologi Sepuluh November.
Nursalam. 2017. Metode Penelitian Ilmu Keperawatan Ed. 4. Jakarta: Salemba Medika.
Abidin, Z. 2018. Health Education Dengan Pendekatan Social Media Reminder dan Audio
Visual Terhadap Kepatuhan dan Kadar Glukosa Darah Pasien DM TIpe 2 di Rumah
Sakit Universitas Airlangga Surabaya. Tesis. Fakultas Keperawatan; Universitas
Airlangga.
Wardani E.M, Lono Wijayanti, Nur Ainiyah. 2019. Pengaruh Spa Kaki Diabetik Terhdap
Kualitas Tidur dan Sensitivitas Kaki Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Ners
LENTERA. Vol. 7(2).
Rondhianto. 2011. Pengaruh Diabetes Self Management Education dalam Discharge Planing
terhadap Self Efficacy dan Self Care Behaviour Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Tesis.
Surabaya: Program Srudi Magister 110 Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga.
Merinda, S. 2015. Perbedaan Resiliensi Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 di Banda Aceh
Ditinjau Dari Jenis Kelamin. Banda Aceh. UNSYIAH.
http://etd.unsyiah.ac.id/index.php?p=show_detail&id=13204.
American Diabetes Association. 2017. Standards of Medical Care in Diabetes 2017. The
Journal of Clinical and Applied Reseach and Education Diabetes Care. 40
(1).http://care.diabetesjournals.org/content/diacare/suppl/2016/12/15/40.Supplement_1.
DC1/DC_40_S1_final.pdf .
Shao Y, Ling L, Shi L, Wan C, Yun S. 2017. The Effect of Social Support on Glycemic
Control in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus: The Mediating Roles of Self
Efficacy and Adherence. Hindawi Journal of Diabetes Research Volume 2017. Article
ID 2804178, 8 pages.
Universitas Indonesia
Prekumkumar G M J. 2016. Effect of a Behavioral Intervention on Self Efficacy, Self Care
Behavior and HBA1c Values among Patients with Type 2 Diabetes Melitus.
International Journal of Nursing Education. Vol 8(3).
Setiati,S., Alwi, I, A.W. Sudoyo. 2014. Buku Ajar Ilmu Pemyakit Dalam Jilid 2 edisi IV.
Jakarta: Interna Publishing.
Pranata, A.J. 2016. Hubungan Diabetes Distress dengan Perilaku Perawatan Diri pada
Penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Rambipuji
Kabupaten Jember. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan: Universitas Jember.
Kusniawati. 2011. Analisis Faktor Yang Berkontribusi Terhadap Selfcare Diabetes Pada
Klien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Tangerang. Tesis. Magister Ilmu
Keperawatan: Universitas indonesia.
Tewahido, D.,Y, Berhane. 2017. Self-Care Practices among Diabetes Patients in Addis
Ababa: A Qualitative Study. Journal Plos One. 12(1).
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5207399/pdf/pone.0169062.pdf.
Riwidikdo, H. 2012. Statistik Kesehatan; Belajar Mudah Teknik Analisis Data dalam
Penelitian Kesehatan (Plus Aplikasi Software SPSS). Yogyakarta: Mitra Cendika Press
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Kuesioner Aktivitas Perawatan Diri
Universitas Indonesia
8 Dalam satu minggu terakhir ini berapa hari
bapak/ibu melakukan latihan ringan seperti jalan
kaki disekitar rumah
9 Dalam satu minggu terakhir ini berapa hari
bapak/ibu memeriksa gula darah di pelayanan
kesehatan maupun secara mandiri di rumah
10 Dalam satu minggu terakhir ini berapa hari
bapak/ibu minum obat sesuai dengan petunjuk
dokter
11 Dalam satu minggu terakhir ini berapa hari
bapak/ibu memeriksa kaki
12 Dalam satu minggu terakhir ini berapa hari
bapak/ibu membersihkan kaki
13 Dalam satu minggu terakhir ini berapa hari
bapak/ibu mengeringkan sela-sela jari setelah
dicuci
14 Dalam satu minggu terakhir ini berapa hari
bapak/ibu memeriksa bagian dalam
sandal/sepatu yang digunakan
(Tobbey dan Glasgow, 2000; Kusniawati 2011)
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Kuesioner Resiliensi
PETUNJUK
1. Pernyataan dibawah ini merupakan penyesuaian terhadap diabetes
2. Berilah tanda (x) pada pilihan jawaban disamping pertanyaan yang menunjukan
pendapat
3. Terdapat tujuh pilihan jawaban yang disediakan untuk setiap pernyataan:
a. Sangat setuju (SS): Bila Anda sangat setuju dengan pernyataan tersebut
b. Setuju (S): Bila Anda setuju dengan pernyataan tersebut
c. Agak Setuju (AS): Bila Anda agak setuju dengan pernyataan tersebut
d. Netral (N): Bila Anda netral dengan pernyataan tersebut
e. Agak Tidak Setuju (ATS): Bila Anda agak tidak setuju dengan pertanyaan tersebut
f. Tidak Setuju (TS): Bila Anda tidak setuju dengan pernyataan tersebut
g. Sangat Tidak Setuju (STS): Bila Anda sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut
No Pertanyaan Pilihan Jawaban
ST TS ATS N AS S SS
S
1 Ketika saya membuat rencana, saya
mengikuti semua rencana tersebut
2 Saya mampu hidup mandiri dari pada
bergantung pada orang lain
3 Menjaga ketertarikan pada hal-hal
tertentu adalah penting bagi saya
4 Saya bisa berusaha sendiri, jika
memang harus
5 Saya biasanya menghadapi sesuatu
dengan tenang
6 Saya nyaman dengan diri saya sendiri
7 Saya merasa mampu menangani banyak
hal sekaligus
8 Saya adalah orang yang memiliki tekad
terhadap sesuatu hal
9 Saya dapat melakukan semua hal dalam
satu hari sekaligus
10 Saya bisa melewati masa sulit karena
saya sudah pernah mengalami kesulitan
Universitas Indonesia
11 Saya memiliki disiplin diri
12 Saya tetap mempunyai rasa ketertarikan
pada suatu hal
13 Saya biasanya dapat menemukan
sesuatu hal yang dapat membuat saya
terhibur
14 Keyakinan pada diri sendiri membuat
saya mampu melalui masa-masa sulit
15 Dalam keadaan darurat, saya adalah
orang yang dapat diandalkan oleh orang
lain
16 Saya biasanya bisa melihat sebuah
situasi dari berbagai sudut pandang
17 Ketika saya berada dalam situasi yang
sulit, saya biasanya mampu menemukan
jalan keluarnya
18 Saya cukup mampu untuk melakukan
apa yang harus saya lakukan
19 Tidak masalah jika ada orang yang
tidak menyukai saya
(Wagnild & Young, 1993; Merinda, 2015)
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Kuisioner Diabetes Management Self Efficacy Scale (DMSES)
Petunjuk:
1. Daftar pertanyaan di bawah ini adalah perilaku atau tindakan yang akan anda lakukan
dalam melakukan pengelolaan penyakit Diabetes Melitus anda.
2. Silahkan di baca masing-masing pertanyaan dengan cermat kemudian lingkarilah
angka di bawah pertanyaan yang menunjukkan keyakinan anda pada aktivitas yang akan
anda lakukan.
3. Ketentuan:
1: Tidak yakin
2: Kurang yakin
3: Cukup yakin
4: Yakin
5: Sangat yakin
N0 Pertanyaan Skor
1 2 3 4 5
1 Saya mampu memeriksakan kadar gula darah saya jika
diperlukan
2 Ketika saya merasa gula darah saya terlalu tinggi (misal
sering kencing, sering merasa haus, badan terasa lemah,
dll) saya mampu memperbaiki kadar gula darah saya ke
dalam kadar gula darah normal (misal: mengganti
makanan yang bisa saya makan atau makan makanan yag
berbeda, olahraga dll)
3 Ketika saya merasa kadar gula darah saya terlalu rendah
(mual, keringat dingin, gangguan konsentrasi, jantung
berdebar-debar, dll) saya mampu memperbaiki kadar
gula darah saya ke dalam kadar gula darah normal
(misal: mengganti makanan yang biasa saya makan atau
makan makanan yang berbeda)
4 Saya mampu memilih makanan yang sehat dan terbaik
sesuai dengan diet DM untuk menjaga kondisi kesehatan
saya
5 Saya mampu memilih makanan dari beragam makanan
yang ada dan tetap menjaga pola makan yang sehat
Universitas Indonesia
6 Saya mampu menjaga berat badan saya dalam batasan
Berat Badan Ideal (BBI)
7 Saya mampu melakukan pemeriksaan terhadap kaki saya
secara mandiri (misal: ada luka, mengupas, dll)
8 Saya mampu melakukan aktivitas fisik yang cukup untuk
menjaga kesehatan saya (contohnya: jogging, berkebun,
latihan peregangan)
9 Saya mampu untuk tetap menjaga pola makan yang sehat
sesuai diet DM
10 Saya mampu mengikuti pola makan yang sehat (diet
DM) yang dianjurkan oleh tim kesehatan sepanjang
waktu
11 Saya mampu melakukan aktivitas fisik yang lebih
banyak, jika dokter menginstruksikannya untuk
memperbaiki kondisi kesehatan saya
12 Ketika saya melakukan aktivitas fisik lebih dari biasanya,
saya mampu melakukan penyesuaian dengan pola makan
13 Saya mampu menjaga pola makan yang sehat (diet DM)
walaupun saya tidak berada di rumah
14 Saya mampu memilih makanan dari makanan yang
beragam dan tetap menjaga pola makan yang sehat,
ketika saya tidak berada di rumah, misal: memilih
makanan yang ada di rumah makan / restoran
15 Saya mampu menjaga pola makan yang sehat (diet DM)
walaupun saya makan di acara pesta (perkawinan,
khitanan, dll)
16 Saya mampu memilih makanan yang sehat dari beragam
makanan yang ada ketika saya makan di luar rumah atau
pada saat makan di tempat pesta
17 Saya mampu menjaga pola makan sehat (diet DM),
ketika saya sedang merasa tertekan / stres / cemas
18 Saya mampu datang ke tempat layanan kesehatan 4 kali
dalam setahun untuk memonitor penyakit diabetes saya
19 Saya mampu meminum obat sesuai aturan minumnya
20 Saya mampu mempertahankan program pengobatan yang
diberikan kepada saya walaupun saya dalam kondisi sakit
Universitas Indonesia
(Rondhianto, 2011)
Universitas Indonesia