Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit yang terjadi pada usus, dan paling
sering pada usus besar (colon). Normalnya, otot pada usus secara ritmis akan
menekan feses hingga ke rectum. Pada penyakit Hirschsprung, saraf (sel
ganglion) yang berfungsi untuk mengontrol otot pada organ usus tidak ditemukan.
Hal ini mengakibatkan feses tidak dapat terdorong, seperti fungsi fisiologis
seharusnya (Henna N, 2011).
Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus yang paling sering
dialami oleh neonatus. Demikian pula, kebanyakan kasus Hirschsprung
terdiagnosis pada bayi, walaupun beberapa kasus baru dapat terdiagnosis hingga
usia remaja atau dewasa muda. Terdapat kecenderungan bahwa penyakit
Hirschsprung dipengaruhi oleh riwayat atau latar belakang keluarga dari ibu.
Angka kejadian penyakit Hirschsprung, sekitar 1 di antara 4400 sampai 7000
kelahiran hidup, dengan rata-rata 1:5000 kelahiran hidup. Dengan mayoritas
penderita adalah laki-laki dibandingkan wanita dengan perbandingan 4:1. (Yuda,
2010)
Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick
Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald
Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863.
Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga
tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon
yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian
distal usus defisiensi ganglion.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penyakit hisprung?
2. Apa etiologi penyakit hisprung?
3. Apa saja manifestasi klinis penyakit hisprung?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit hisprung?
5. Bagaimana pathway penyakit hisprung?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostic penyakit hisprung?
7. Bagaimana penatalaksanaan penyakit hisprung?
8. Bagaimana asuhan keperawatan penyakit hisprung?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa keperawatan mampu memahami secara
konseptual maupun aplikasi mengenai asuhan keperawatan anak dengan
penyakit hisprung.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui tentang penyakit hisprung
b. Mahasiswa mampu mengetahui tentang etiologi penyakit hisprung
c. Mahasiswa mampu mengetahui tentang manifestasi klinis penyakit
hisprung
d. Mahasiswa mampu mengetahui tentang patofisiologi penyakit hisprung
e. Mahasiswa mampu mengetahui tentang pathway penyakit hisprung
f. Mahasiswa mampu mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik penyakit
hisprung
g. Mahasiswa mampu mengetahui tentang penatalaksanaan penyakit
hisprung
h. Mahasiswa mampu mengetahui tentang asuhan keperawatan penyakit
hisprung.

2
1.4 Manfaat
1. Bagi penulis
Melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif dan
melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber.
2. Bagi pembaca
Pembaca dapat memahami konsep dan aplikasi asuhan keperawatan penyakit
hisprung.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hisprung
Penyakit Hisprung merupakan suatu kelainan bawaan berupa
aganglionosis usus yang dimulai dari sfingter ani internal kearah proksimal
dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rectum. Juga
dikatakan sebagai suatu kelainan konginetal dimana tidak terdapatnya sel
ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon. Keadaan abnormal
tersebut yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltic dan evakuasi usus
secara spontan, sfingter rectum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu
mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi
usus terdorong ke bagian segmen yang tidak ada ganglion dan akhirnya feses
dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi
usus proksimal. (Aziz Alimul, 2012)
Hirschprung (megakolon/aganglionic congenital) adalah anomaly
kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidakadekuatan
motilitas sebagian usus. Hirschprung merupakan keadaan tidak ada atau
kecilnya sel saraf ganglion parasimpatik pada pleksus meinterikus dari kolon
distalis. Daerah yang terkena dikenal sebagai segmen aganglionik. (Sodikin,
2011)
2.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan Aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam
lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani uterus ke arah proksimal, 70%
terbatas di daerah rektosigmoid, 10% sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5%
dapat mengenai seluruh usus sampai pylorus. Diduga karena faktor genetic
sering terjadi pada anak Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa
embrio dalam dinding usus, gagal eksisitensi, kranio kaudal pada myentrik
dan sub mukosa dinding plexus. (Sodikin, 2011)

4
Penyebab penyakit hirschsprung belum diketahui. Kemungkinan terdapat
keterlibatan factor genetik. Anak laki-laki lebih banyak terkena penyakit
hirschsprung dibandingkan anak perempuan. (Sodikin, 2011)
2.3 Manifestasi Klinis
Obstipasi (sembelit) merupakan tanda utama pada Hirschprung, dan pada
bayi baru lahir dapat merupakan gejala obstruksi akut. Tiga tanda (trias) yang
sering ditemukan meliputi meconium yang terlambat keluar (lebih dari 24
jam), perut kembung, dan muntah berwarna hijau. Pada neonatus, (Sodikin,
2011)
Kemungkinan ada riwayat keterlambatan keluarnya meconium selama 3
hari atau bahkan lebih mungkin menandakan terdapat obstruksi rectum
dengan distensi abdomen progesif dan muntah; sedangkan pada anak yang
lebih besar kadang-kadang ditemukan keluhan adanya diare atau enterokolitis
kronik yang lebih menonjol daripada tanda-tanda obstipasi (sembelit).
(Sodikin, 2011)
Terjadinya diare yang berganti-ganti dengan konstipasi merupakan hal
yang tidak lazim. Apabila disertai dengan komplikasi enterokolitis, anak akan
mengeluarkan feses yang besar dan mengandung darah serta sangat berbau,
dan terdapat peristaltic dan bising usus yang nyata. (Sodikin, 2011)
Sebagian besar tanda dapat ditemukan pada minggu pertama kehidupan,
sedangkan yang lain ditemukan sebagai kasus konstipasi kronik dengan
tingkat keparahan yang meningkat sesuai dengan pertambahan umur anak;
pada anak yang lebih tua biasanya terdapat konstipasi kronik disertai
anoreksia dan kegagalan pertumbuhan. (Sodikin, 2011)
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi Hisprung menurut Suriadi dan Rita Yuliani, 2010:
1. Persarafan parasimpatik kolon didukung oleh ganglion . persarafan
parasimpatik yang tidak sempurna pada bagian usus yang aganglionik
mengakibatkan peristaltic abnormal, sehingga terjadi konstipasi dan
obstruksi.

5
2. Tidak adanya ganglion disebabkan kegagalan dalam migrasi ganglion
tersebut bermigrasi pada bagian kaudal saluran gastrointestinal (rectum),
kondisi ini akan meperluas hingga proksimal dari anus.
3. Semua ganglion pada intramural pleksus dalam usus berguna untuk
control kontraksi dan relaksasi peristaltic secara normal.
4. Penyempitan pada lumen usus, tinja dan gas akan terkumpul dibagian
proksimal dan terjadi obstruksi dan menyebabkan di bagian kolon tersebut
melebar (megacolon).

6
2.5 Pathway

Hisprung

Tidak ada neuron meissner dan aurbach di segmen

Rectoagmoid colon

Serabut saraf dan otot polos menebal

Tidak adanya peristaltic serta spingter rectum


tidak mempunyai daya dorong

Daya propulsit tidak ada, proses evakuasi feses dan udara terganggu

Passasse usus terganggu  Muntah hijau


 Distensi abdomen
 Keterlambatan
Obstruksi dan dilatasi evakuasi
bagian proksimal meconium feses

Refleks inhibisi rektrospingter terganggu

Spingter ani internal tidak relaksasi

Feses lama dalam kolon rektum

MK: KONSTIPASI

Peregangan secara kronik saat defekasi

Spingter ani inkompeten/inkontinensia fekal

7
Pelepasan isi rectum tanpa disadari

Pengeluaran feses terus menerus tanpa disadari

MK: DIARE

MK: HIPOVOLEMIA MK: GANGGUAN INTEGRITAS


KULIT/ JARINGAN

Penekanan pada usus dan lambung intra abdomen

Kontraksi anuler pylorus Distensi abdomen MK: NYERI AKUT

Ekspalasi isi lambung ke Kontraksi otot-otot


esofagus dinding abdomen ke
diafragma

Gerakan isi lambung ke


mulut Relaksasi otot-otot
diafragma terganggu

Mual, muntah
Ekspansi paru terganggu

Intake kurang
MK: POLA NAPAS
TIDAK EFEKTIF
MK: DEFISIT
NUTRISI

8
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic penyakit hisprung menurut Sodikin, 2011.
1. Pemeriksaan Colok Dubur
Pada pasien hirschsprung, pemeriksaan colok dubur sangat penting
dilakukan. Pada pemeriksaan ini, jari pemeriksa merasakan jepitan karena
lumen rectum yang sempit dan pada waktu ditarik diikuti dengan
keluarnya udara dan meconium (feses) yang menyemprot.
2. Pemeriksaan Lain
1. Foto polos abdomen tegak menunjukkan usus yang melebar atau
terdapat gambaran obstruksi usus rendah
2. Pemeriksaan radiologis menemukan kelainan pada kolon setelah
enema barium. Radiografi bisa memperlihatkan dilatasi kolon di atas
segmen aginglionik
3. Biopsy rektal, yang dilakukan di bawah anestesi umum
4. Manometri anorektal. Uji dengan balon yang ditempatkan dalam
rectum dan dikembangkan. Pengembangan balon menghambat sfingter
ani interna. Pada penyakit hirschsprung, efek inhibisi ini tidak ada dan
jika balon berada dalam usus ganglionic, dapat diidentifikasi
gelombang rektal yang abnormal. Uji ini efektif dilakukan pada masa
neonates karena dapat diperoleh hasil baik positif palsu maupun
negative palsu.
2.7 Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksanaan hisprung menurut Yuda (2010) terdapat dua cara, yaitu:
a. Pembedahan
Pembedahan pada megakolon/penyakit hisprung dilakukan dalam dua
tahap. Pertama, dilakukan kolostomi loop atau double barrel sehingga
tonus dan ukuran yang dilatasi dan hipertofi dapat kembali normal
(perkiraan waktu 3-4 bulan). Tiga prosedur dalam pembedahan
diantaranya:

9
1) Prosedur Duhamel
Dengan cara penarikan kolon normal kearah bawah dan
menganastomiskannya di belakang usus aganglionik, membuat
dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian posterior
kolon normal yang telah ditarik.
2) Prosedur Swenson
Membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan
end to end pada kolon yang berganglion dengan saluran anal yang
dilatasi dan pemotongan sfingter dilakukan pada posterior.
3) Prosedur Soave
Dengan cara membiarkan daging otot dari segmen rectum tetap
utuh, kemudian kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus
tempat dilakukannya anastomosis Antara kolon normal dan
jaringan otot rekto sigmoid yang tersisa.
b. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif
melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk
mengeluarkan meconium dan udara.
2. Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan terfokus pada usia dan tipe
penatalaksanaannya. Hal utama yang harus diperhatikan perawat apabila
diagnose tidak dapat ditegakkan selama periode neonatal:
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital
pada anak secara dini.
b. Membantu perkembangan dan hubungan antara orang tua dan anak.
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis
(pembedahan).
d. Mendampingi orang tua pada perawatan kolostomi setelah rencana
pulang.

10
2.8 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan menurut Sodikin, 2011.
a. Mengkaji fisik rutin.
b. Mengumpulkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang
berhubungan dengan pola defekasi.
c. Mengkaji status hidrasi dan nutrisi umum.
d. Memantau pola defekasi.
e. Mengukur lingkaran abdomen.
f. Mengobservasi manifestasi penyakit hisprung:
1) Periode Bayi Baru Lahir
a) Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24-28 jam setelah lahir.
b) Menolak untuk minum air.
c) Muntah berwarna empedu.
d) Distensi abdomen.
2) Masa bayi
a) Ketidakadekuatan kenaikan BB
b) Konstipasi
c) Episode diare dan muntah
d) Tanda aminous (sering menandakan adanya enterokolitis).
e) Diare berdarah.
f) Demam.
g) Letargi berat.
3) Masa kanak-kanak (gejala lebih kronis)
a) Konstipasi.
b) Feses berbau menyengat.
c) Distensi abdomen.
d) Massa fekal dapat teraba.
e) Anak biasanya mempunyai nafsu makan dan pertumbuhan
buruk.

11
g. Kolaborasi dalam prosedur diagnostic dan pengujian, misalnya
radiografi, biopsy rektal, manometri anorektal.
2. Diagnosa Keperawatan
N DIAGNOSIS KEPERAWATAN (SDKI)
O KODE DIAGNOSA
Kategori: Fisiologis
Subkategori: Nutrisi/Cairan
D.0036 Diagnosa: Risiko Ketidakseimbangan Cairan
Definisi:
Beresiko mengalami penurunan, peningkatan atau percepatan
perpindahan cairan dari intrafakuler, intertisial atau intraselular.
1. Faktor Resiko:
Prosedur pembedahan mayor
Trauma/perdarahan
Obstruksi intestinal
Kondisi Klinis Terkait:
1. Prosedur pembedahan mayor
2. Perdarahan
Kategori: Fisiologis
Subkategori: Eliminasi
D.0052 Diagnosa: Resiko Konstipasi
Definisi: Beresiko mengalami penurunan frekuensi normal defekasi
disertai kesulitan dan pengeluaran feses tidak lengkap.
Faktor Resiko:
2.
1. Penurunan motalitas gastrointestinal
2. Ketidakcukupan asupan cairan
3. Ketidakcukupan asupan serat
4. Aganglionik (mis. Penyakit hirchsprung)
Kondisi Klinis Terkait:
1. Hirchsprung

12
3. Intervensi Keperawatan
SLKI SIKI
NO
KODE HASIL KODE HASIL
1. Tujuan: 1.03098 Manajemen Cairan
Setelah dilakukan perawatan Intervensi:
selama 1x24 jam, diharapkan Observasi
Resiko ketidakseimbangan 1. Monitor status hidrasi
cairan dapat teratasi dengan (mis. Frekuensi nadi,
kriteria hasil sebagi berikut kekuatan nadi, akral,
L.03020 1. Asupan cairan yang dari pengisian kapiler,
skala 1 (Menurun) kelembapan mukosa,
menjadi skala 3 (Sedang). turgor kulit, tekanan
2. Dehidrasi dari skala 1 darah)
(Menurun) menjadi skala 2. Monitor berat badan
3 (Sedang). harian
3. Turgor kulit dari skala 1 Terapeutik
(Menurun) menjadi skala 1. Catat intake-Output dan
3 (Sedang). hitung balans cairan 24
jam
2. Berika asupan sesuai
cairan
3. Berika cairan intravena,
jika perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
diuretik, jika perlu
2. Tujuan: 1.04152 Manajemen Eliminasi Fekal
Setelah dilakukan perawatan Intervensi:
selama 1x24 jam, diharapkan Observasi
Resiko konstipasi dapat 1. Monitor tanda gejala
teratasi dengan kriteria hasil diare, konstipasi, atau
sebagai berikut: impaksi
L.04033 1. Keluhan defekasi lama 2. Identifikasi masalah
dan sulit dari skala 1 usus pengunaan obat
(Meningkat) menjadi pencahar
skala 3 (Sedang Terapeutik
Meningkat) 1. Sediakan makanan
2. Nyeri abdomen dari skala tinggi serat
1 (Meningkat) menjadi 2. Jadwalkan waktu
skala 3 (Sedang defekasi bersama pasien
Meningkat) Edukasi
3. Frekuensi defekasi dari 1. Jelaskan jenis makanan
skala 1 (Memburuk) yang membantu

13
SLKI SIKI
NO
KODE HASIL KODE HASIL
menjadi skala 3 (Sedang). meningkatkan
keteraturan peristaltic
usus
2. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan yang
mengandung tinggi
serat
3. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat supositorial, jika
perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implentasi adalah melakukan dari tindakan semua yang sudah di
rencanakan atau di intervensikan dan berharap semua intervensi dapat
dilakukan dan berhasil.
5. Evaluasi Keperawatan
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan
terhadap perilaku dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi.
Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang
jika tujuan yang ditetapkan belum berhasil atau teratasi.

14
BAB 3
APLIKASI KASUS

Ibu Devi mengatakan bayinya tidak dapat buang air besar sejak lahir, kentut
hanya sekali dan perut membesar. Bayi dibawa ke klinik terdekat dan dirujuk ke RS
Mitra Keluarga Surabaya pada tanggal 17 Agustus 2019. Mekonium lambat keluar
lebih dari 24-48 jam setelah lahir, perut kembung, muntah berwarna hijau, dan nyeri
abdomen. Hasil pemeriksaan TTV: Suhu=36o C, Nadi=120 x/mnt, Respirasi= 39
x/mnt. Dan dilakukan pemeriksaan laboratorium hasilnya Antropometri <14,00 cm,
Albumin 3,35 g/dL. Dan diagnose dokter pasien mengalami Obstruksi Usus Letak
Rendah + Hisprung Disease.

3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN


1. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. S
No.Register : 724xxx
Umur : 3 Hari
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Karang Rejo No. 02, Surabaya
Tanggal lahir : 13 Agustus 2019
Diagnosa medis : Obstruksi usus letak rendah + hisprung disease

IDENTITAS AYAH
Nama : Tn. R         
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Karang Rejo No. 02, Surabaya
Pendidikan : S2
Pekerjaan : Direktur

15
IDENTITAS IBU
Nama : Ny. D
Umur : 25 tahun
Alamat : Jl. Karang Rejo No. 02, Surabaya
Pendidikan : S2
Pekerjaan : Perawat  

2. KELUHAN UTAMA
a. Saat MRS : Bayi tidak dapat buang air besar sejak lahir, kentut
hanya sekali dan perut membesar. Bayinya tidak mau
minum ASI.
b. Saat Pengkajian : Bayi buang air besar dengan konsistensi cair, muntah
saat minum.

3. RIWAYAT KESEHATAN
a.  Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu Devi mengatakan bayinya tidak dapat buang air besar sejak lahir,
kentut hanya sekali dan perut membesar. Bayi dibawa ke klinik terdekat dan
dirujuk ke RS Mitra Keluarga Surabaya pada tanggal 17 Agustus 2019.
Mekonium lambat keluar lebih dari 24-48 jam setelah lahir, perut kembung,
muntah berwarna hijau, dan nyeri abdomen.
b. Riwayat Kehamilan
1) Pemeriksaan rutin: ANC ke bidan puskesmas rutin setiap bulan.
2) Penyakit yang diderita selama hamil: Pilek
3) Keluhan saat hamil: Hanya pada trimester I: Pusing dan mual.
4) Imunisasi: Tidak pernah
5) Obat / vitamin yang dikonsumsi: Tablet Fe dan Komix
6) Riwayat minum jamu: Tidak pernah
7) Riwayat dipijat: Tidak pernah
8) Masalah: Ketuban Merembes

16
c. Riwayat Persalinan
1) Cara Persalinan : Normal/ Spontan
2) Tempat : Polindes
3) Penolong : Bidan
4) Usia gestasi : 37-38 minggu
5) Kondisi Ketuban : Warna Jernih
6) Letak : Bujur
7) BB/PB/LK/LD      : 2900 gram/50cm/39cm/32cm

d. Riwayat Post Natal


1) Pernafasan : Bayi langsung menangis spontan tanpa alat bantu
2) Skor APGAR :
a) Activity (aktivitas otot) : 2 (bayi bergerak aktif dan kuat)
b) Pulse (denyut jantung) : 2 (jantung bayi berdetak lebih dari 100
denyut /menit)
c) Grimace (Respon dan reflek bayi): 2 (bayi tampak meringis, batuk
atau menangis secara spontan dan dapat menarik kaki atau tangan
ketika diberi rangsang nyeri, seperti cubitan di tangan)
d) Appearance (penampilan, terutama warna tubuh bayi): 0 (tubuh bayi
berwarna kebiruan)
e) Respiration (pernapasan) : 2 (jika bayi menangis kuat dan dapat
bernapas secara normal)
3) Trauma Lahir : Tidak ada

17
e. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN YANG LALU

No Tahun Tipe Persalinan Penolong Jenis Bb Keadaan Masalah


Kelamin Lahir Bayi Waktu
Lahir
1 2009 Spontan Birthing Bidan L 3300gr Aterm Tidak Ada

2 2019 Sontan Brigthing Bidan P 2900gr Aterm Tidak Ada

f. RIWAYAT KELUARGA

Tidak Ada keluraga yang memiliki riwayat penyakit menurun maupun


menular.

            Genogram :

Keterangan :

: Laki-laki : Meninggal

: Perempuan ------ : Tinggal serumah

: Pasien

18
4. PEMERIKSAAN FISIK (HEAD TO TOE)
a. Keadaan Umum
1) Postur : Normal
2) Kesadaran : Compos mentis
3) BB/PB/LK/LD saat ini : 2900 gram/50cm/39cm/32cm
4) Nadi                      : 120 x/menit
5) Suhu                                   : 36 oC
6) RR         : 39 x/menit
b. Kepala dan Rambut
1) Kebersihan : Cukup
2) Bentuk Kepala  : Normal, simetris
3) Keadaan Rambut    : Hitam, lurus, berketombe
4) Fontanela Anterior  : Lunak
5) Sutura Sagitalis       : Tepat
6) Distribusi rambut    : Merata
c. Mata
1) Kebersihan  : Bersih
2) Pandangan : Baik, belum terfokus
3) Sklera  : Tidak Icterus
4) Konjungtiva      : Anemis
5) Pupil : Normal, Reflek cahaya baik, bereaksi bila ada
cahaya.
6) Gerakan bola mata  : Normal, memutar dengan baik
7)  Sekret                    : Tidak ada
d. Hidung
1) Pernapasan cuping hidung   : Tidak ada
2) Struktur                              : Normal
3) Kelainan lain                     : Tidak ada
4) Sekresi                             : Tidak ada

19
e. Telinga 
1) Kebersihan : Bersih
2)  Sekresi         : Tidak ada
3)  Struktur : Normal, simetris
f. Mulut dan Tenggorokan
1)  Kandidiasis                                    : Tidak ada
2) Stomatitis                                         : Tidak ada
3)  Mukosa Bibir                                            : Kering
4) Kelainan Bibir  dan Rongga Mulut     : Tidak ada
5) Problem menelan                             : Tidak ada
g. Leher
1)  Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
2)  Arteri Karotis     : Teraba berdenyut teratur dan kuat
3) Trachea                 : Berada di garis tengah
h. Dada atau Thorak (Jantung dan Paru)
1)  Bentuk dada :Simetris, barrel chest
2) Pergerakan dinding dada : Simetris, tidak terdapat tarikan
intercosta
3) Tarikan dinding dada (retraksi) : Normal, tidak terdapat retraksi
4) Suara pernafasan : Sonor, tidak ada wheezing dan
ronchi
5) Abnormalitas suara nafas                : Tidak ada
6) Inspeksi                                           : Ictus cordis tidak tampak
7) Perkusi                                           : Pekak

8) Palpasi : Ictus cordis palpable


midclavicula line sinistra
9) Auskultasi : Suara jantung I, suara jantung
II ; tunggal, kuat, regular, gallop
-,Imurmur –

20
10) Kelainan jantung bawaan : Tidak ada
i.   Ekstremitas Atas dan bawah
1) Tonus otot                             : Cukup
2) Refleks menggenggam         : Baik
3) Warna                                   : Kuku pucat, ekstremitas pucat.
4) Trauma, deformitas               : Tidak ada
5) Kelainan                              : Tidak ada
j.  Abdomen
1) Bentuk        : Destended abdomen
2) Bising Usus   : Normal, 5 x/menit
3) Benjolan     : Tidak ada
4) Turgor          : > 3 detik
5) Hepar, lien   : Tidak teraba
6) Distensi        : Ya, terdapat nyeri tekan.
k.  Kelamin dan Anus
1) Kebersihan       : Bersih
2) Keadaan kelamin luar   : Normal, tidak ada lesi, tidak ada
benjolan abnormal
3) Anus                                    : Normal, hemorrhoid (-)
4) Kelainan                              : Tidak ada
l.  Integumen
1) Warna kulit           : Kuning kecoklatan
2) Kelembapan         : Kering
3) Lesi                  : Tidak ada
4) Warna Kuku        : Pucat
5) Kelainan       : Tidak ada

21
5. REFLEKS PRIMITIF
a. Rooting Refleks (Refleks mencari)
Baik. Bayi merespon ketika pipi dibelai / disentuh bagian pinggir
mulutnya dan mencari sumber rangsangan tersebut.
b. Sucking Refleks (Refleks menghisap)
merespon ketika disusui ibunya atau diberi susu melalui botol. Namun
daya hisap masih lemah.
c.  Palmar grasp (Refleks menggenggam)
Baik. Jarinya menutup saat telapak tangannya disentuh dan
menggenggam cukup kuat.
d.  Tonic neck (Refleks leher)
Baik. Peningkatan tonus otot pada lengan dan tungkai ketika bayi
menoleh ke satu sisi.
e. Refleks Moro / Kejut
Baik. Bayi merespon secara tiba – tiba suara atau gerakan yang
mengejutkan baginya.
f. Reflek Babinski
Cukup baik. Gerakan jari-jari mencengkram saat bagian bawah kaki
diusap.

6. RIWAYAT IMUNISASI
      Bayi mendapatkan imunisasi vitamin K dan hepatitis B pada saat baru lahir.

7. PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR


a. Oksigen
Kebutuhan Oksigen : O2 ruangan
b. Cairan
1)  Jenis cairan yang diberikan :
Infuse CN 10%, CaGluc 10%, KCl 7,4%, ASI, dan SF
2) Cara/rute pemberian : Per oral (OGT) dan melalui infus

22
c. Nutrisi
1) Bentuk atau jenis nutrisi yang diberikan  : Cair (ASI dan SF)
2) Cara pemberian     : per oral (OGT)
d.  Eliminasi Urine
1)  Volume urine : ± 300 cc @ pampers
2) Warna                : Kuning jernih
3) Frekuensi : ± 3-4 x/hari
4) Cara BAK           : Spontan
5) Kelainan pemenuhan BAK : Tidak ada
e.  Eliminasi Alvi
1) Volume feses : ± 100 cc @ pampers
2) Warna : Kuning
3) Frekuensi    : 1-2 x/hari
4) Konsistensi   : Cair
5) Darah / lender : Tidak ada
f.  Pola Istirahat
1) Jumlah jam tidur dalam 24 jam     : ± 16-18 jam
2) Kualitas tidur                               : Sering terbangun dan rewe

8. DATA PENUNJANG
HASIL PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Jenis Pemeriksaan     : Colon in loop teknik hirchprung
BNO
1. Preperitoneal fat line D/S : tertutup udara usus
2. Kontur  hepar normal, kontur lien normal
3. Kontur ren D/S tertutup udara usus
4. Distribusi udara usus meningkat
5. Psoas line D/S tertutup udara usus
6. Tulang-tulang normal
Colon in Loop Hirschprung
Kontras yang diencerkan dimasukkan per-rectal melalui kateter dengan balon yang
dikembangkan. Tampak kontras mengisi rectum, sigmoid, colon desenden, colon

23
transversum.
Kaliber melebar dengan mukosa regular aganglionik segmen panjang ±6 cm
Rectosiogmoid index <1
Kesimpulan :
Sesuai gambaran hirschprung disease dengan segmen aganglionik sepanjang
rectosigmoid.

9. TERAPI / PENATALAKSANAAN
a. Terapi obat
1) Inj IV ampicillin 3x 180 mg
2) Inj IV gentamicin 1x 16 mg
3) IV metronidazole 3x 50 mg
4)  IVFD CN 10% + CaGluc 10% 3cc + KCl 7,4% 3cc = 180cc = 7,5 cc/jam
5) Paracetamol 2,5 cc
6) Inj IV ampicillin 3x 180 mg
7) Inj IV gentamicin 1x 16 mg

8) IV metronidazole 3x 50 mg
9) IVFD CN 10% + CaGluc 10% 3cc + KCl 7,4% 3cc = 180cc = 7,5 cc/jam
10) Inj IV ampicillin 3x 180 mg
11) Inj IV gentamicin 1x 10 mg
12) IV metronidazole 3x 50 mg
13) IVFD amikasin 80 mg
14) Inj IV morphin 0,6 mg
15) Pasien menjalani operasi rectosigmoidektomi

3.2 Analisa Data

DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI

24
DS : Konstipasi (D.0049) Aganglionik
- Ibu pasien mengatakan
mekonium bayinya lambat
keluar lebih dari 24-48 jam
setelah lahir.
DO :
- Feses keras dan berbentuk
- Tidak ada defekasi
- Penurunan bising usus
- Perut kembung
- TTV:
Nadi :120x/menit
Suhu :360C
RR : 39x/menit
DS : Nyeri Akut (D.0077) Agen pencedera
- Ibu pasien mengatakan kentut fisiologis (infeksi
hanya sekali. usus)
DO :
- Muntah berwarna hijau
- Perut membesar
- Ada nyeri abdomen
- TTV:
Nadi :120x/menit
Suhu :360C
RR : 39x/menit
DS: Defisit Nutrisi (D.0019) Ketidakmampuan
- Ibu pasien mengatakan mengabsorbsi
bayinya tidak mau minum nutrien
ASI.
DO:
- Muntah berwarna hijau
- Antropometri <14,00 cm
- Albumin < 3,4 g/dL
- TTV:
Nadi :120x/menit
Suhu :360C
RR : 39x/menit

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

25
1. Konstipasi berhubungan dengan aganglionik
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (infeksi usus)
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient

3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN

Intervensi
No.
Kode SLKI Kode SIKI
Setelah dilakukan Tindakan:
intervensi selama 2x24 I.04151 Manajemen Eliminasi Fekal
jam diharapkan 1. Monitor buang air besar
konstipasi dapat teratasi. 2. Monitor tanda dan
Dengan kriteria hasil gejala konstipasi
sebagai berikut: 3. Anjurkan mencatat
Luaran: warna, frekuensi,
L.04033 Eliminasi Fekal konsistensi, volume
1.
1. Konsistensi feses dari veses
skala 2 (cukup 4. Kolaborasi pemberian
memburuk) menjadi obat supositoria anal,
4 (cukup membaik) jika perlu
2. Peristaltik usus dari
skala 2 (cukup
memburuk) menjadi
4 (cukup membaik)
2. Setelah dilakukan Tindakan:
intervensi selama 2x24 I.02065 Pemberian Obat Intravena
jam diharapkan nyeri 1. Monitor tanda vital dan
akut dapat teratasi. nilai laboratorium
Dengan kriteria hasil sebelum pemberian obat,
sebagai berikut: jika perlu
Luaran: 2. Lakukan prinsip enam
L.03019 Fungsi Gastrointestinal benar
5. Muntah dari skala 3 3. Pastikan ketepatan dan
(sedang) menjadi 4 kepatenan kateter IV
(cukup menurun) 4. Jelaskan jenis obat,
6. Nyeri abdomen dari alasan pemberian,
skala 2 (cukup tindakan yang
meningkat) menjadi 4 diharapkan, dan efek
(cukup menurun) samping
7. Distensi abdomen
dari skala 2 (cukup
meningkat) menjadi 4

26
(cukup menurun)
Setelah dilakukan Tindakan:
intervensi selama 2x24 I.03123 Pemantauan Nutrisi
jam diharapkan defisit 1. Monitor mual muntah
nutrisi dapat teratasi. 2. Monitor asupan oral
Dengan kriteria hasil 3. Ukur antropometrik
sebagai berikut: komposisi tubuh
3.
Luaran: 4. Informasikan hasil
L.03029 Status Menyusui pemantauan
1. Suplai ASI adekuat
dari skala 2 (cukup
menurun) menjadi 4
(cukup meningkat)

3.5 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Tanggal/
No Implementasi Evaluasi Paraf
jam
1. 17-08-19
17.00 1. Memonitor buang air besar Fatma
S: Ibu pasien
2. Memonitor tanda dan gejala
konstipasi mengatakan bayinya
sudah dapat BAB 1 kali
19.00 3. Menganjurkan ibu pasien Fatma
mencatat warna, frekuensi, O: Konsistensi feses
konsistensi, volume feses
lembek
21.00 4. Berkolaborasi pemberian A: Masalah dapat teratasi
obat supositoria anal dengan Fatma
P: Intervensi dilanjutkan
dokter
2. 18-08-19
07.00 1. Memonitor tanda vital dan Dimas
S: Ibu pasien
nilai laboratorium sebelum
pemberian obat mengatakan bayinya
tidak selalu menangis
07.30 2. Melakukan prinsip enam Dimas
benar ketika disentuh perutnya
3. Memastikan ketepatan dan
O: Nyeri abdomen cukup
kepatenan kateter IV
menurun
08.00 4. Menjelaskan jenis obat, Dimas
A: Masalah dapat teratasi
alasan pemberian, tindakan
yang diharapkan, dan efek P: Intervensi dilanjutkan

27
samping pada ibu pasien
3. 18-08-19
12.00 1. Memonitor mual muntah S: Ibu pasien Fatma
2. Memonitor asupan oral mengatakan bayinya
belum mau minum ASI
15.00 3. Mengukur antropometrik Fatma
komposisi tubuh O: Pasien muntah 1 kali
dan tidak mau minum
17.00 4. Menginformasikan hasil ASI Fatma
pemantauan pada ibu pasien
A: Masalah belum
teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

19-08-19
07.00 1. Memonitor mual muntah S: Ibu pasien Dimas
2. Memonitor asupan oral mengatakan bayinya
mau minum ASI sedikit
09.00 3. Mengukur antropometrik demi sedikit Dimas
komposisi tubuh
O: Pasien tidak muntah
13.00 4. Menginformasikan hasil dan menerima ASI Dimas
pemantauan pada ibu pasien cukup adekuat
A: Masalah dapat teratasi

P: Intervensi dihentikan

28
BAB 4
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit hirschprung disebut juga kongenital aganglionosis atau megakolon
(aganglionik megakolon) yaitu adanya sel ganglion parasimpatik,mulai dari
spingter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, dapat dari
kolon sampai pada usus halus.
Penyebabnya : Adanya kegagalan sel-sel neural pada masa embrio dalam
dinding usus,sering terjadi pada anak dengan down syndrome, gangguan
peristaltik dibagian usus distal dengan defidiensi ganglion.
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit hirschprung dapat dibedakan
2 tipe, yaitu: penyakit hirschprung segmen pendek dan penyakit hirschprung
segmen panjang.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan
kelainan bawaan tunggal. Jarang sekali ini terjadi pada bayi prematur atau
bersamaan dengan kelainan bawaan yang lain.

3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis sadar bahwa dalam kepenulisannya
masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami perlukan agar dalam pembuatan
makalah dapat lebih baik lagi di kemudian hari. Kami juga berharap dengan
mempelajari “Asuhan Keperawatan Anak Dengan Hisprung” ini kita menjadi
mengerti dan paham baik teori maupun penerapannya dalam bidang kesehatan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul A. 2012. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakaerta:


Salemba
Medika
Suriadi, Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.
Sodikin. 2011. Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta: EGC.
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal Dan
Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta:
DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
DPP PPNI.

30
Sesi Tanya Jawab

Moderator : Hermin (1130017018)


Penanya : 1. Tuhfatul Aliyah (1130017038)
2. Aynur Risyda (1130017037)
Pertanyaan : 1. Kenapa hisprung lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada
perempuan?
2. Bagaimana cara pencegahan hisprung?
Jawaban :
1. Penyebab mengapa penyakit hisprung lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada
perempuan belum diketahui jelas alasannya secara klinis. Namun berdasarkan
praktik lapangan, kasus hisprung terbanyak terjadi pada laki-laki.
2. Pencegahan Hisprung
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa penyebab penyakit hisprung
pada bayi. Untuk sementara, para ahli kesehatan sepakat bahwa hisprung adalah
penyakit keturunan dan kelainan bawaan yang disebabkan oleh adanya mutasi
genetik.
Meskipun demikian, ada beberapa cara yang dapat dicoba sebagai cara
pencegahan hisprung sedini mungkin. Cara ini terutama dilakukan oleh ibu hamil
yang ingin bayinya lahir dalam keadaan sehat tanpa ada tanda penyakit hisprung
atau penyakit apapun. Beberapa cara pencegahan hisprung:
a. Memilih Jenis Makanan yang Dikonsumsi
Penyakit hisprung memang penyakit genetik, namun penyakit ini juga
tidak terlepas dari pola konsumsi dan asupan nutrisi dari ibu hamil. Sering
mengonsumsi makanan yang tidak sehat dan bersifat karsinogenik dapat
meningkatkan potensi bayi lahir dengan penyakit hisprung dan penyakit
lainnya. Memakan makanan yang bergizi serta menghindari makanan yang
tidak baik untuk janin harus dilakukan oleh ibu hamil sejak masa awal

31
kehamilan. Di bawah ini adalah beberapa jenis makanan yang dapat
dikonsumsi oleh ibu hamil sebagai pencegahan hisprung: Asam folat (bayam,
brokoli, kubis, alpukat, pepaya, pisang, selada), Kalium (pisang, ubi,
alpukat), Makanan yang mengandung banyak serat (jeruk, pir, oatmeal), Zat
besi (daging merah, kacang kedelai, ikan), Protein (telur, seafood, daging
ayam), Omega 3 (ikan laut, kenari, sayuran warna hijau gelap), Magnesium
(ikan, kacang kedelai, alpukat), Kalsium (susu, bayam, sarden), Vitamin B6
(tomat, semangka, kentang, bayam, sawi)
Beberapa jenis makanan yang wajib dihindari oleh ibu hamil:
Junkfood (makanan siap saji), Makanan olahan, Makanan mengandung
perasa, pewarna, dan pengawet buatan, Minuman beralkohol. Selain
makanan, ibu hamil juga harus berhati-hati terhadap obat-obatan.
Konsultasikan pada dokter sebelum meminum obat-obatan apapun.

b. Rutin Memeriksakan Janin pada Dokter


Rutin melakukan pemeriksaan pada dokter kandungan untuk
mendeteksi dini hisprung harus dilakukan, terutama bagi ibu hamil yang
mempunyai riwayat hisprung di keluarganya. Deteksi dini dilakukan untuk
mencegah keterlambatan diagnosa penyakit hisprung, karena keterlambatan
diagnosa dapat menyebabkan komplikasi yang dapat mengancam nyawa,
seperti sepsis, perforasi usus, dan enterokolitis. Beberapa cara yang dilakukan
dokter untuk mendeteksi penyakit hisprung: Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan
patologi anatomi biopi isap rectum, Pemeriksaan radiologi, dan Pemeriksaan
colok dubur.
Rutin melakukan pemeriksaan pada dokter juga dapat dilakukan untuk
mencegah hisprung dengan cara pemberian imunisasi pada ibu hamil dan
pemberian tablet tambahan darah guna mendeteksi seawal mungkin obstetrik
dengan komplikasi.

c. Olah Raga dan Istirahat yang Cukup

32
Kehamilan terkadang menyebabkan wanita malas untuk melakukan
aktivitas fisik. Kekurangan aktivitas fisik saat hamil justru akan
meningkatkan risiko terganggunya kesehatan janin dan risiko penyakit
hisprung pada bayi ketika lahir. Lakukanlah olah raga ringan, seperti berjalan
kaki santai yang teratur setiap harinya sebagai cara pencegahan hisprung. Ibu
hamil juga dapat mengikuti kelas olah raga khusus ibu hamil jika memang
mau. Jangan lupa juga untuk dibarengi dengan istirahat yang cukup, sebab
ibu hamil yang terlalu kelelahan dan kekurangan istirahat akan berdapak
buruk pada janin.

33

Anda mungkin juga menyukai