Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Strategi pemahaman dan pengembangan nilai agama kedalam diri anak

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengembangan Bahasa Anak Usia
Dini

Dosen Pengampu : Dr. Tuti Wantu, M.Pd.Kons

Disusun Oleh :

Sri Nindy Midu 153419018

Tri Hapsari Mohune 153419017

JURUSAN PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkat, rahmat serta
inayah-Nya sehingga penulis dapat berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul
“Strategi pemahaman dan pengembangan nilai agama kedalam diri anak” dengan
tepat waktu, meskipun terdapat banyak kekurangan di dalamnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengembangan
Bahasa Anak Usia Dini. Diharapkan pembaca dapat memperluas ilmu yang
disajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi dan referensi.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
sangat mengarapkan kritik dan saran yang positif dan bersifat membangun dari
para pembaca.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................i

Daftar Isi .........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................

1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................ 1
BABII PEMBAHASAN.................................................................................. 2
2.1 Pengertian Nilai Agama bagi anak usia dini...............................................2
2.2 Strategi Pemahaman dan Pengembangan Nilai Agama Pada Anak Usia Dini......3
2.3 Metode Pengembangan Nilai Agama Pada Anak Usia Dini.................................8
BAB III PENUTUP ......................................................................................14
3.1 Kesimpulan ................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Wyne yang dikutip oleh Siti Aisyah (2009: 8.8), karakter menunjuk pada dua
pengertian, yaitu bagaimana seseorang berperilaku dan bagaimana seseorang bertingkah
laku sesuai dengan kaidah moral yang berdasar atas nilai-nilai agama. Seseorang
dikatakan berkarakter baik jika mampu bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai agama
dan moral. Pendidikan agama sudah ada dalam kurikulum pendidikan Indonesia. Namun
pada kenyataannya nilai-nilai keagamaan belum mampu dijiwai. Sehingga banyak sekali
orang yang taat beribadah secara ritual, namun masih melakukan tindakan atau perbuatan
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan moral. Sepertinya pemahaman dan
pengamalan ibadah hanya berkisar pada ibadah ritual dan belum mampu menjadi nilai-
nilai yang mampu membentuk karakter yang bagus bagi orang yang bersangkutan.
Penyimpangan perilaku dan gangguan karakter seperti yang disebutkan diatas,
menunjukkan kegagalan pendidikan yang dilaksanakan. Hasil pendidikan atau tingkat
keberhasilan pendidikan dapat dilihat dari produk pendidikan yang dihasilkan.
Pendidikan yang baik tentu akan membentuk orang-orang yang mempunyai tanggung
jawab terhadap tugas-tugas kemanusiaan. Dimana tugas utama manusia adalah untuk
beribadah, baik dalam hubungannya dengan Tuhan maupun dengan manusia dan alam
sekitar. Orang yang baik, bukan hanya orang yang rajin beribadah kepada Tuhan dengan
melaksanakan ritual-ritual ibadah saja, namun juga mengimplementasikan nilai-nilai
agama dan moral dalam kehidupan seharihari (berkarakter).

1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian Nilai Agama bagi anak usia dini


2. Strategi Pemahaman dan Pengembangan Nilai Agama Pada Anak Usia Dini
3. Metode Pengembangan Nilai Agama Pada Anak Usia Dini

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui nilai agama


2. Memahami pengembangan agama pada anak usia dini

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Nilai Agama bagi anak usia dini

Nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan sifat-sifat yang penting
bagi kemanusiaan. Nilai adalah sesuatu yang memberikan makna pada hidup, yaitu titik
tolak, isi, dan tujuan (Steeman dalam Sjarkawi, 2008:29). Nilai adalah sesuatu yang
dijunjung tinggi, yang mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. Nilai selalu
menyangkut tindakan sehingga nilai seseorang diukur melalui tindakan. Nilai-nilai itu
merupakan sebuah bagian kenyataan yang tidak bisa diabaikan. Bagi manusia, nilai
dijadikan sebagai landasan dalam menetapkan perbuatan yang selanjutnya dijabarkan
ke dalam bentuk kaidah atau norma sehingga menjadi suatu perintah, imbauan, anjuran,
keharusan, dan larangan. Segala sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran, kebaikan,
keindahan, dan nilai kegunaan merupakan nilai-nilai yang diperintahkan, dianjurkan, dan
diharuskan. Segala sesuatu yang tidak benar, tidak baik, dan tidak indah merupakan
nilai-nilai yang dilarang dan harus dijauhi. Gangguan atau keterlambatan perkembangan
berbahasa merupakan adanya keterbatasan atau keterlambatan anak dalam menggunakan
atau mengucapkan simbol-simbol bahasa untuk melakukan komunikasi secara verbal
sesuai dengan kelompok usia, jenis kelamin, adat istiadat, dan kecerdasan anak (Hartanto
F, 2011). Nilai agama atau nilai religius adalah nilai yang bersumber dari keyakinan diri
seseorang akan Tuhannya (Sjarkawi, 2008:31). Nilai agama mempunyai posisi yang
tertinggi dan mutlak daripada nilai-nilai lainnya yang ada di masyarakat. Arifin
(2003:126-127) menyatakan bahwa nilai agama mengandung dua aspek, yaitu aspek
normatif (kaidah atau pedoman) dan operatif (landasan amal perbuatan). Ditinjau dari
aspek normatif nilai-nilai dalam Islam mengandung dua kategori, yaitu baik dan buruk,
benar dan salah, hak dan batil, diridai dan dikutuk oleh Allah. Ditinjau dari aspek operatif
nilai tersebut menjadi prinsip standarisasi perilaku.

Aturan yang bersumber dari sang pencipta tentu adalah hal yang sangat esensial
bagi kehidupan manusia. Aturan-aturan tersebut bersifat sempurna dan mengandung
kebenaran yang tinggi yang tidak dapat dibuat oleh manusia itu sendiri. Manusia sangat
membutuhkan ajaran dan nilai-nilai agama dalam kehidupannya supaya tidak salah
dalam bertingkah dan tidak sesat dalam melangkah. Hal inilah yang perlu diberikan
kepada anak-anak, baik melalui jalur pendidikan formal seperti Taman Kanak-kanak

2
maupun informal di lingkungan keluarga, agar mereka terbiasa dengan aturan
kehidupan yang dilandasi ajaran dan nilai-nilai agama. Penanaman nilai-nilai keagamaan
yang dilakukan kepada anak sejak dini sangatlah penting dan menjadi pondasi yang kuat
untuk menjalani jenjang pendidikan selanjutnya. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh
Daradjat (2005:129) bahwa usia kanak-kanak adalah usia yang paling subur dalam
menanamkan rasa agama pada anak, usia pengembangan kebiasaan-kebiasaan yang
sesuai dengan ajaran agama, melalui perlakuan dari orangtua dan pendidik. Keyakinan
dan kepercayaan pendidik PAUD akan mewarnai pertumbuhan agama pada anak. Ruang
lingkup agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara
hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia, hubungan
manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan makhluk lain, dan hubungan
manusia dengan lingkungannya.

2.3 Strategi Pemahaman dan Pengembangan Nilai Agama Pada Anak Usia Dini
1. Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah SWT
Diantara cara membimbing anak menuju akidah yang benar adalah dengan
mendidik mereka untuk mencintai Allah. Pendidikan ini harus diberikan sejak ini.
Pada saat tersebut, mulailah mereka diperkenalkan kepada makhluk-makhluk
Allah (manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar
mereka. Selain itu, juga perlu diupayakan adanya keterikatan antara mereka
dengan yang telah menciptakannya, pemilik keagungan, pemberi nikmat, dan
maha dermawan. Dengan bentuk seperti ini anak pasti akan mencintai Allah
(Rajih, 2008: 87-88) Rasa cinta kepada Allah beserta seluruh ciptaannya dapat
diperkenalkan pada anak usia dini melalui pembelajaran saintifik. Pembelajaran
saintifik tersebut akan mengenalkan akan pada makhluk ciptaan Allah sekaligus
mengenalkan anak untuk mencintai ilmu pengetahuan dengan proses
mengamati.Menciptakan rasa cinta kepada Allah juga diikuti oleh mencintai
seluruh ciptaannya, termasuk mencintai orang tua, keluarga, dan tetangga.
Strategi penanaman nilai-nilai agama dengan mencintai Allah dan segala
ciptaannya akan menciptakan seorang anak yang penuh cinta kasih, sehingga
perkataan dan perbuatannya menjadi menyenangkan dan tumbuh menjadi
pribadi yang bermanfaat bagi sesamanya.
2. Menciptakan Rasa Aman
Perasaan aman dan ketenangan adalah kebutuhan yang mendasar yang selalu
didambakan anak. Saat dia sakit dan menangis dia mengharapkan ibunya bangun
dan berjaga sepanjang malam untuk berada disampinynya, memberikan
kehangatan jika diinginkan (Mursi, 2006: 24). Kebutuhan akan rasa aman tidak
hanya dari lingkungan keluarga saja, tetapi sekolah beserta seluruh aparaturnya
dan lingkungan tempat tinggal juga memberikan pengaruh dalam menciptakan
rasa aman bagi seorang anak. Strategi pengembangan moral dan nilai agama

3
tidak bisa mengesampingkan pentingnya rasa aman bagi seorang anak. Rasa
aman ini akan berdampak juga dalam penyerapan nilai-nilai agama dan moral
yang diajarkan oleh orang tua maupaun guru di sekolah. Apabila anak merasa
aman dan nyaman di rumah maupun di sekolah maka anak tersebut akan mudah
menerima pembelajaran ataupun contoh-contoh positif yang diberikan oleh
orang tua atau oleh gurunya. Rasa aman berdampak pada proses pembelajaran
yang dapat berjalan dengan optimal, sehingga anak dapat berkembang pesat
sesuai masa pertumbuhannya. Misalnya saja dalam hal pengaturan waktu tidur.
Seorang anak membutuhkan tidur dalam keadaan tenang dan waktu lebih awal.
Tidur siang (kira-kira dari pukul 13.00- 16.00). Jangan menghukum dengan
melarang tidur atau mengurangi waktu tidurnya. Jangan mengganggu tidurnya
dengan alasan apapun, karena hal ini akan berpengaruh pada jantungnya. Jangan
membangunkan anak supaya dia buang air, atau membangunkannya ketika sang
ayah bau datang atau membangunkannya untuk memarahi atau menegurnya.
Waktu tidur yang cukup tidak kurang dari tujuh jam atau lebih dalam sehari
semalam (Mursi, 2006: 22).
3. Mencium dan Membelai Anak
Mencium anak merupakan hal yang yang mampu memenuhi kebutuhan akan
rasa kasih sayang. Rasul SAW bersabda yang intinya agar memperbanyak
mencium anaknya, karena setiap ciuman adalah satu derajat di surga dan jarak
antara derajat satu dengan yang lain adalah lima ratus tahun. Jika seseorang
mencium anaknya, maka Allah akan menuliskan untuknya satu kebaikan. Jika
menggembirakan anaknya, maka pada hari kiamat Allah akan
menggembirakannya. Jika mengajarkan al-Quran maka pada hari kiamat ia akan
diberi pakaian dari cahaya sehingga wajah para penghuni surga menjadi terang
dan bercahaya (Mansur, 2011: 306). Begitu besar kebaikan yang akan kita
dapatkan jika kita memberikan ciuman pada seorang anak. Tidak hanya ciuman
saja tetapi belaian juga merupakan bentuk kasih sangat yang sangat diperlukan
bagi anak. Kebutuhan akan ciuman dan belaian bagi seorang anak akan
menumbuhkan rasa aman dan nyaman sehingga anak akan tumbuh menjadi anak
yang penuh kasih sayang. Hal ini akan berdampak pada tumbuhkan cinta kasih
terhadap teman atau saudaranya.
4. Menanamkan Cinta Tanah Air
Strategi dalam pengembangan moral dan nilai agama untuk anak usia dini salah
satunya adalah menanamkan rasa cinta tanah air sejak dini. Cinta tanah air ini
dapat diperkenalkan pada anak melalui kegiatan upacara. Dalam kegiatan
upacara terdapat bendera merah putih yang harus dihormati. Lagu Garuda
Pancasila dan lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan bersama pada saat upacara
juga menjadi hal yang menarik bagi anak-anak. Oleh karena itu membela bangsa
dan segala hal yang terkait dengan cinta tanah air perlu diajarkan pada anak usia
dini. Selain melalui upacara bendera di sekolah. Guru atau orang tua juga dapat
memperkenalkan rumah adat atau baju adat dari berbagai suku di Indonesia.

4
Walaupun Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan agama tetapi kita
tetap satu kesatuan Bangsa Indoneisa.
5. Meneliti dan Mengamati
Anak memiliki kecenderungan alami untuk meneliti sehingga dia mendapatkan
pengetahuan, kemudian dia kembangkan berdasarkan pengalaman dirinya. Tidak
adanya pengalaman dalam beberapa hal dapat menyebabkan terjadinya
kecelakaan, karena adanya dorongan untuk selalu mencoba. Dia ingin
medengarkan suara kaca apabila dijatuhkan ke lantai, maka dia jatuhkan kaca.
Memberikan kepuasaan pada anak untuk mengetahui hal-hal yang ada
disekitarnya akan banyak membantunya dalam perkembangan akalnya dan
kecintaan kepada apa yang ada di sekelilingnya (Mursi, 2006: 23). Dalam kegiatan
meneliti dan mengamati ini anak dapat dibiarkan untuk melakukan sesuatu
sendiri, mengalami dan merasakan sendiri. Hal ini dilakukan agar anak dapat
belajar melalui pengalamannya sendiri dan belajar dari kesalahannya agar tidak
mengulanginya lagi. Kegiatan meneliti dan mengamati ini menjadi salah satu
strategi dalam menanamkan nilai-nilai agama dan moral. Misalnya saja kegiatan
mengamati tumbuhan atau binatang. Kegiatan pengamatan ini bisa diikuti
dengan penjelasan tentang ciptaan tuhan. Mengenal adanya tuhan dengan
proses pengamatan akan menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi seorang
anak. Kegiatan ini juga bisa dilakukan di luar kelas sehingga anak merasa nyaman
dan senang dengan lingkungan yang terbuka.Pengamatan dalam upaya untuk
menanamkan nilai-nilai agama dan moral juga dapat dilakukan melalui media
gambar-gambar tempat ibadah dari beberapa agama yang berbeda. Kegiatan ini
dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan bahwa kita harus menghormati
orang lain yang berbeda agama. Selain itu kegiatan ini juga mengenalkan
keberagaman dan penerimaan terhadap perbedaan yang ada.
6. Menyentuh dan Mengaktikan Potensi Berfikir Anak
Strategi pengembangan moral dan nilai agama untuk anak usia dini dapat
dilakukan dengan menyentuh dan mengaktifkan potensi berfikir anak melalui
cerita atau dongeng. Anak sangat menyukai dongeng atau cerita yang dibacakan
oleh guru, orang tua atau orang terdekatnya. Dalam hal ini pilihlah cerita-cerita
yang berkaitan dengan cerita kenabian atau orang-orang sholeh. Karena cerita
tokoh-tokoh tersebut pasti terdapat nilai-nilai positif yang bermanfaat untuk
anak-anak. Cerita dapat membangkitkan kesadaran serta mempengaruhi jalan
pikiran, dan dapat menyumbangkan nilai-nilai positif dalam diri mereka (Rajih,
2008: 186). Cerita atau dongeng akan meningkatkan daya imaginasi seorang
anak. Anak akan mengembangkan pikirannya ketika sedang dibacakan sebuah
cerita.
7. Memberikan Penghargaan
Anak haruslah merasa bahwa dirinya merupakan kebanggan orang tua, keluarga,
guru, dan orang lain. Dia harus diperlakukan sebagai seorang yang berharga,
untuk membangkitkan perasaan tersebut dapat dilakukan dengan melibatkannya
dalam memberikan bantuan yang sederhana kepada orang lain yang ada di

5
sekelilingnya, dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan sesuai kemampuannya seperti
menyapu, menghilangkan debu, membuang sampah, membawakan sesuatu
(Mursi, 2006: 25).Melibatkan anak dalam beberapa kegiatan akan menjadi
strategi yang cukup efisien dalam pengembangan nilai-nilai agama dan moral.
Anak akan merasa dibutuhkan dan terbiasa membantu orang lain. Penghargaan
juga dapat diberikan kepada anak setelah selesai melakukan tugasnya. Tetapi
yang lebih penting adalah penghargaan terhadap proses. Sebagai guru atau
orang tua dapat memberikan penghargaan dengan memberikan pujian tentang
proses yang sudah mereka jalani. Hindari untuk memuji hasil tetapi akan lebih
baik jika pujian diberikan pada upaya atau proses yang sudah anak-anak lakukan.
Hal ini dilakukan agar anak belajar meghargai proses dalam rangka mencapai
keinginannya.
8. Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan kebutuhan seorang anak. Kegiatan jasmani ini
bisa dalam bentuk olahraga maupaun kegiatan permainan yang merangsang
pertumbuhan fisik motorik anak. Pertumbuhan anak menjadi optimal dengan
kegiatan olahraga atau permainan. Olahraga sangat bermanfaat bagi seorang
anak, manfaat tersebut diantaranya adalah (1) mengoptimalkan perkembangan
otak sehingga berpengaruh pada kecerdasan anak, (2) melatih fisik an motoric
anak sehingga pertumbuhan anak dapat berkembang dengan baik, (3)
mengenalkan dan melatih kerjasama dengan teman dan guru, (4) mengenalkan
jiwa sportivitas dalam diri seorang anak, (5) kegiatan olahraga maupun
permainan juga menanamkan nilai-nilai kejujuran, karena dalam kegiatan ini
terdapat kesepakatan yang harus dipenuhi oleh anak-anak agar permainannya
berjalan sesuai yang direncanakan.Khusus mengenai pendidikan yang bersifat
jasmani, Ibnu Sina berpendapat hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan
pembinaan fisik dan segala sessuatu yang berkaitan dengannya, seperti olahraga,
makan, minum, tidur, dan menjaga kebersihan (Iqbal, 2015: 7). Makan, minum,
dan tidur merupakan kebutuhan bagi seorang anak. Kebutuhan ini dapat
dipenuhi sekaligus dapat menanamkan nilai-niai agama. Misalnya saja ketika
kegiatan makan bersama di rumah maupun di sekolah, guru ataupun orangtua
dapat mengarahkan anak untuk memulainya dengan berdoa.Selain itu
makananan yang kita makan juga merupakan rezeki dari allah sehingga kita harus
selalu bersyukur terhadap pemberian Allah. Pendidikan jasmani dalam kegiatan
makan bersama dapat juga digunakan untuk mengenalkan jenis-jenis makanan
atau jenis-jenis ciptaan Allah. Jenis-jenis makanan merupakan ciptaan Allah yang
harus selalu disyukuri. Selain itu anak juga belajar secara verbal untuk
menyebutkan jenis-jenis makanan tersebut. Misalnya setelah makan anak
diminta menjelaskan apa saja makanan yang sudah dimakan. Dalam hal ini anak
juga belajar bahasa untuk menjelaskan kegiatan yang sudah dilakukan dalam
rangka mensyukuri pemberian allah.Adanya pendidikan jasmani diharapkan
seorang anak akan terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan
dengan pendidikan budi pekerti diharapkan seorang anak memiliki kebiasaan

6
bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari dan sehat jiwanya. Dengan
pendidikan kesenian seorang anak diharapkan pula dapat mempertajam
perasaannya dan meningkat daya khayalnya. Begitu juga tujuan pendidikan
keterampilan, diharapkan bakat dan minat anak dapat berkembang secara
optimal (Iqbal, 2015: 7).
9. Teladan yang Baik
Strategi dalam penanaman nilai-nilai agama dan moral adalah dengan
memberikan keteladannan yang baik. Anak membutuhkan role model dalam
proses pengamatan atau proses perkembangannya. Teladan yang baik dapat
diperoleh melalui lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar temapt
tinggalnya. Ibnu Sina berpendapat bahwa seorang guru diharapkan memiliki
kompetensi keilmuan yang bagus, berkepribadian mulia, dan kharismatik
sehingga dihormati dan menjadi idola bagi anak didikya (Kurniasih, 2010: 125).
Guru menjadi tokoh panutan bagi seorang anak, sehingga selain memperdalam
tentang pendidikan anak, guru juga diharapkan untuk mengasah kepribadiannya.
Kepribadian yang diharapkan tentunya adalah kepribadian yang sesuai dengan
ajaran dan niai-nilai Islam.Salah satu yang dapat dilakukan seorang guru dalam
rangka mengasah kepribadiannya adalah dengan mengasah hati untuk selalu
mendoakan muridnya. Seorang guru diharapkan selalu mendoakan kesuksesan
muridnya. Hal ini menjadi penting agar ada ikatan batin antara guru dan murid
dapat terjalin dengan baik. Ikatan batin antara guru dan murid yang sudah baik,
diharapkan dapat menghindarkan guru dari perilaku yang tidak baik atau sikap
kekerasan dan marah yang berlebihan. Selain itu dengan doa dari seorang guru
diharapkan anak-anak akan mudah menerima pelajaran yang diberikan oleh
seorang guru.
10. Pengulangan dalam Proses Pembelajaran
Pada usia 0-3 tahun terdapat 1000 trilliun koneksi (sambungan antar sel). Pada
saat inilah anak-anak bisa mulai diperkenalkan berbagai hal dengan cara
mengulang-ulang. Dari usia 3-11 tahun, terjadi apa yang disebut proses
restrukturisasi atau pembentukan kembali sambungan-sambungan tersebut.
Cara-cara mengulang-ulang dapat dilakukan dengan: (a) Memperdengarkan
bacaan Al-Quran, (b) Bahasa Asing, (c) Memperkenalkan nama-nama benda
dengan cara bermain dan menunjukkan gambar, (d) Memperkenalkan warna
dengan menunjukkan kepadanya dalam bentuk benda yang dia kenal, warna-
warna cerah dan gambar, (e) Membacakan cerita atau dongeng, (f)
Memperkenalkan aroma buah melalui buku (Kurniasih, 2010: 125).
11. Memenuhi Kebutuhan Bermain
Kebutuhan utama bagi seorang anak adalah bermain. Proses pembelajaran atau
penanaman nilai-nilai agama dan moral bagi anak dapat dilakukan dengan
kegiatan bermain. Bermain akan merangsang perkembangan otak atau
pertumbuhan fisiknya. Permainan tersebut dapat dikemas menjadi permainan
edukatif yang menyenangkan. Bermain merupakan kebutuhan jasmani atau
biologis. Artinya, bermain adalah kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi.

7
Dengan terpenuhinya kebutuhan ini anak akan merasa senang, nyaman dan
selalu dalam kebahagiaan. Selain itu, dengan bermain, jasmani anak akan
menjadi segar dan bugar, sehingga akan berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan selanjutnya (Fadhilah2014: 30). Nabi mengakui kebutuhan anak-
anak terhadap permainan dan kebutuhannya terhadap hiburan Karena anak-
anak memang perlu mainan untuk mengembangkan akalnya, meluaskan
pengetahuannya, serta menggerakkan indera dan perasaannya. Menyediakan
mainan yang berguna bagi anak merupakan media untuk menghilangkan
kejenuhannya, emmbantunya agar berbakti kepada orang tuanya,
menyenangkan hatinya, serta memenuhi kecenderungan dan kepuasan
bermainnya sehingga kelak ia akan tumbuh menjadi anak yang stabil
(Abdurrahman, 2013: 107).
2.4 Metode Pengembangan Nilai Agama Pada Anak Usia Dini
1. Bercerita
Bercerita dapat dijadikan metode untuk menyampaikan nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat (Hidayat, 2005 : 4.12). Dalam cerita atau dongeng
dapat ditanamkan berbagai macam nilai moral, nilai agama, nilai sosial, nilai
budaya, dan sebagainya. Kita mungkin masih ingat pada masa kecil dulu
tidak segan-segannya orang tua selalu mengantarkan tidur anak-anaknya
dengan cerita atau dongeng.Tidaklah mudah untuk dapat menggunakan
metode bercerita ini. Dalam bercerita seorang guru harus menerapkan
beberapa hal, agar apa yang dipesankan dalam cerita itu dapat sampai
kepada anak didik. Beberapa hal yang dapat digunakan untuk memilih cerita
dengan fokus moral, diantaranya:a. Pilih cerita yang mengandung nilai baik
dan buruk yang jelasb. Pastikan bahwa nilai baik dan buruk itu berada pada
batas jangkauan kehidupan anakc. Hindari cerita yang “memeras” perasaan
anak, menakut-nakuti secara fisik (Tadzkiroatun Musfiroh, 2005 : 27-28).
Dalam bercerita seorang guru juga dapat menggunakan alat peraga untuk
mengatasi keterbatasan anak yang belum mampu berpikir secara abstrak.
Alat peraga yang dapat digunakan antara lain, boneka, tanaman, benda-
benda tiruan, dan lain-lain. Selain itu guru juga bisa memanfaaTkan
kemampuan olah vokal yang dimiliknya untuk membuat cerita itu lebih
hidup, sehingga lebih menarik perhatian siswa. Adapun teknik-teknik
bercerita yang dapat dilakukan diantaranya :a. membaca langsung dari buku
cerita atau dongengb. Menggunakan ilustrasi dari bukuc. Menggunakan
papan flaneld. Menggunakan media bonekae. Menggunakan media audio
visualf. Anak bermain beran atau sosiodrama. (Dwi Siswoyo dkk, 2005 : 87).
Strategi atau cara yang dapat digunakan ketika guru memilih metode
bercerita sebagai salah satu metode yang digunakan dalam penanaman nilai
moral adalah dengan membagi anak menjadi beberapa kelompok, misalnya
dalam satu kelas dibagi ke dalam 4 (empat) kelompok. Anak-anak yang
mengikuti kegiatan bercerita duduk dilantai mengelilingi guru yang duduk di
kursi kecil di kelilingi oleh mereka. Anak-anak yang duduk di lantai akan

8
mendengarkan cerita yang disampaikan oleh guru. Sedangkan tiga kelompok
yang lain duduk pada kursi meja yang lain dengan kegiatan yang berbeda-
beda, misalnya ada yang menggambar, melakukan kegiatan melipat kertas,
sedangkan kelompok yang keempat membentuk plastisin. Anak-anak yang
mengikuti kegiatan bercerita pada gilirannya akan mengikuti kegiatan
menggambar, melipat kertas, membentuk plastisin. Melalui cara ini masing-
masing anak akan mendapaTkanan kegiatan atau pengalaman belajar yang
sama secara bergantian.
2. Bernyanyi
Pendekatan penerapan metode bernyanyi adalah suatu pendekatan
pembelajaran secara nyata yang mampu membuat anak senang dan
bergembira. Anak diarahkan pada situasi dan kondisi psikis untuk
membangun jiwa yang bahagia, senang menikmati keindahan,
mengembangkan rasa melalui ungkapan kata dan nada, serta ritmik yang
menjadikan suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Pesan-
pesan pendidikan berupa nilai dan moral yang dikenalkan kepada anak
tentunya tidak mudah untuk diterima dan dipahami secara baik. Anak tidak
dapat disamakan dengan orang dewasa.Anak merupakan pribadi yang
memiliki keunikan tersendiri. Pola pikir dan kedewasaan seorang anak
dalam menentukan sikap dan perilakunya juga masih jauh dibandingkan
dengan orang dewasa. Anak tidak cocok hanya dikenalkan tentang nilai dan
moral melalui ceramah atau tanya jawab saja. Oleh karena itu bernyanyi
merupakan salah satu metode penamanan nilai moral yang tepat untuk
diberikan kepada anak usia dini.Bernyanyi jika digunakan sebagai salah satu
metode dalam penanaman moral dapat dilakukan melalui penyisipan makna
pada syair atau kalimat-kalimat yang ada dalam lagu tersebut. Lagu yang
baik untuk kalangan anak AUD harus memperhatikan kriteria sebagai
berikut:a. Syair/kalimatnya tidak terlalu panjangb. Mudah dihafal oleh
anakc. Ada misi pendidikand. Sesuai dengan karakter dan dunia anake. Nada
yang diajarkan mudah dikuasai anak (Otib Satibi Hidayat, 2005 : 4.28).
3. Bersajak
Sajak diartikan sebagai persesuaian bunyi suku kata dalam syair, pantun,
dan sebagainya terutama pada bagian akhir suku kata (Poerwadarminta,
2007: 1008). Pendekatan pembelajaran melalui kegiatan membaca sajak
merupakan salah satu kegiatan yang akan menimbulkan rasa senang,
gembira, dan bahagia pada diri anak. Secara psikologis anak Taman Kanak-
kanak sangat haus dengan dorongan rasa ingin tahu, ingin mencoba segala
sesuatu, dan ingin melakukan sesuatu yang belum pernah dialami atau
dilakukannya.Melalui metode sajak guru bisa menanamkan nilai-nilai moral
kepada anak. Sajak ini merupakan metode yang juga membuat anak merasa
senang, gembira dan bahagia. Melalui sajak anak dapat dibawa ke dalam
suasana indah, halus, dan menghargai arti sebuah seni. Disamping itu anak
juga bisa dibawa untuk menghargai makna dari untaian kalimat yang ada

9
dalam sajak itu. Secara nilai moral, melalui sajak anak akan memiliki
kemampuan untuk menghargai perasaan, karya serta keberanian untuk
mengungkap sesuatu melalui sajak sederhana (Hidayat, 2005 : 4.29)
4. Karya wisata
Karya wisata merupakan salah satu metode pengajaran di PAUD dimana
anak mengamati secara langsung dunia sesuai dengan kenyataan yang ada,
misalnya hewan, manusia, tumbuhan dan benda lainnya. Dengan karya
wisata anak akan mendapat ilmu dari pengalamannya sendiri dan sekaligus
anak dapat menggeneralisasi berdasarkan sudut pandang mereka sendiri.
Berkaryawisata mempunyai arti penting bagi perkembangan anak karena
dapat membangkitkan minat anak pada sesuatu hal, dan memperluas
perolehan informasi.Metode ini juga dapat memperluas lingkup program
kegiatan belajar anak Taman Kanak-kanak yang tidak mungkin dapat
dihadirkan di kelas.Melalui metode karya wisata ada beberapa manfaat
yang dapat diperoleh anak. Pertama, bagi anak karya wisata dapat
dipergunakan untuk merangsang minat mereka terhadap sesuatu,
memperluas informasi yang telah diperoleh di kelas, memberikan
pengalaman mengenai kenyataan yang ada, dan dapat menambah wawasan
anak. Informasi-informasi yang didapatkan anak melalui karya wiasata dapat
pula dijadikan sebagai batu loncatan untuk melakukan kegiatan yang lain
dalam proses pembelajaran.Kedua, karya wisata dapat menumbuhkan
minat tentang sesuatu hal, seperti untuk mengembangkan minat tentang
dunia hewan maka anak dapat dibawa ke kebun binatang. Mereka
mendapat kesempatan untuk mengamati tingkah laku binatang. Minat
tersebut menimbulkan dorongan untuk memperoleh informasi lebih lanjut
seperti tentang kehidupannya, asalnya, makannya, cara berkembang
biaknya, cara mengasuh anaknya, dan lain-lain.Ketiga, karya wisata kaya
akan nilai pendidikan, karena itu melalui kegiatan ini dapat meningkatkan
pengembangan kemampuan sosial, sikap, dan nilai-nilai kemasyarakatan
pada anak.Apabila dirancang dengan baik kegiatan karya wisata dapat
membantu mengembangkan aspek perkembangan sosial anak, misalnya
kemampuan dalam menggalang kerja sama dalam kegiatan
kelompok.Keempat, karya wisata dapat juga mengembangkan nilai-nilai
kemasyarakatan, seperti: sikap mencintai lingkungan kehidupan manusia,
hewan, tumbuhan, dan benda-benda lainnya. Karya wisata membantu anak
memperoleh pemahaman penuh tentang kehidupan manusia dengan
bermacam perkerjaan, kegiatan yang menghasilkan suatu karya atau
jasa.Metode karya wisata bertujuan untuk mengembangkan aspek
perkembangan anak Taman Kanak-kanak yang sesuai dengan kebutuhannya.
Misalnya pengembangan aspek kognitif, bahasa, kreativitas, emosi,
kehidupan bermasyarakat, dan penghargaan pada karya atau jasa orang
lain. Tujuan berkarya wisata ini perlu dihubungkan dengan tema-tema yang
sesuai dengan pengembangan aspek perkembangan anak Taman Kanak-

10
kanak. Tema yang sesuai adalah tema: binatang, pekerjaan, kehidupan kota
atau desa, pesisir, dan pegunungan.Adapun beberapa pendekatan yang
dapat digunakan dalam penanaman nilai moral pada anak usia dini menurut
Dwi Siswoyo dkk, (2005:72-81) adalah indoktrinasi, klarifikasi nilai, teladan
atau contoh, dan pembiasaan dalam perilaku.
5. Indoktrinasi
Dalam kepustakaan modern, pendekatan ini sudah banyak menuai kritik dari
para pakar pendidikan. Akan tetapi pendekatan ini masih dapat digunakan.
Menurut Alfi Kohn, dalam Dwi Siswoyo (2005:72) menyatakan bahwa untuk
membantu anak-anak supaya dapat tumbuh menjadi dewasa, maka mereka
harus ditanamkan nilai-nilai disiplin sejak dini melalui interaksi guru dan
siswa.Dalam pendekatan ini guru diasumsikan telah memiliki nilai-nilai
keutamaan yang dengan tegas dan konsisten ditanamkan kepada anak.
Aturan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan
disampaiakan secara tegas, terus menerus dan konsisten. Jika anak
melanggar maka ia dikenai hukuman, akan tetapi bukan berupa kekerasan.
6. Klarifikasi Nilai
Dalam pendekatan klarifikasi nilai, guru tidak secara langsung
menyampaikan kepada anak mengenai benar salah, baik buruk, tetapi siswa
diberi kesempatan untuk menyampaiakan dan menyatakan nilai-nilai
dengan caranya sendiri. Anak diajak untuk mengungkapkan mengapa
perbuatan ini benar atau buruk. Dalam pendekatan ini anak diajak untuk
mendiskusikan isu-isu moral.Pertanyaan yang muncul, apakah pendekatan
ini dapat digunakan untuk anak AUD? Ternyata jawabannya dapat, karena
anak AUD yang berumur 6 tahun berada dalam masa transisi ke arah
perkembangan moral yang lebih tinggi, sehingga mereka perlu dilatih untuk
melakukan penalaran dan keterampilan bertindak secara moral sesuai
dengan pilihan-pilihannya (Dwi Siswoyo (2005:76).
7. Teladan atau Contoh
Anak mempunyai kemampuan yang menonjol dalam hal meniru. Oleh
karena itu seorang guru hendaknya dapat dijadikan teladan atau contoh
dalam bidang moral. Baik kebiasaan baik maupun buruk dari guru akan
dengan mudah dilihat dan kemudian diikuti oleh anak. Figur seorang guru
sangat penting utuk pengembangan moral anak. Artinya nilai-nilai yang
tujuannya akan ditanamkan oleh guru kepada anak seyogyanya sudah
mendarah daging terlebih dahulu pada gurunya.Menurut Cheppy Hari
Cahyono (1995 : 364-370) guru moral yang ideal adalah mereka yang dapat
menempaTkanan dirinya sebagai fasilitator, pemimpin, orang tua dan
bahkan tempat menyandarkan kepercayaan, serta membantu orang lain
dalam melakukan refleksi.Dalam pendekatan ini profil ideal guru menduduki
tempat yang sentral dalam pendidikan moral. Banyak para ahli yang
berpendapat dalam hal ini, diantaranya Durkheim, John Wilson dan
Kohlberg. Durkheim, misalnya ia berpendapat bahwa belajar adalah satu

11
proses sosial yang berkaitan dengan upaya mempengaruhi peserta didik
sedemikian rupa sehingga mereka dapat tumbuh selaras dengan posisi,
kadar intelektualitas, dan kondisi moral yang diharapkan oleh lingkungan
sosialnya (Dwi Siswoyo, 2005:76). Sementara, Kohlberg berpendapat bahwa
tugas utama guru adalah memberi kontribusi terhadap proses
perkembangan moral anak. Tugas guru disini adalah mengembangkan
kemampuan peserta didik dalam berpikir, mempertimbangkan dan
mengambil keputusan.
8. Pembiasaan dalam Perilaku
Kurikulum yang berlaku di AUD terkait dengan penanaman moral, lebih
banyak dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan tingkah laku dalam
proses pembelajaran. Ini dapat dilihat misalnya, pada berdoa sebelum dan
sesudah belajar, berdoa sebelum makan dan minum, mengucap salam
kepada guru dan teman, merapikan mainan setelah belajar, berbaris
sebelum masuk kelas dan sebagainya. Pembiasaan ini hendaknya dilakukan
secara konsisten. Jika anak melanggar segera diberi peringatan.Pendekatan
lain yang dapat digunakan dalam penanaman nilai moral menurut W. Huitt
(2004) diantaranya adalah inculcation, moral development, analysis,
klarifikasi nilai, dan action learning.
a) Inculcation
Pendekatan ini bertujuan untuk menginternalisasikan nilai tertentu
kepada siswa serta untuk mengubah nilai-nilai dari para siswa yang
mereka refleksikan sebagai nilai tertentu yang diharapkan. Metode yang
dapat digunakan dalam pendekatan ini diantaranya modeling,
penguatan positif atau negatif, alternatif permainan, game dan simulasi,
serta role playing.
b) Moral development
Tujuan dari pendekatan ini adalah membantu siswa mengembangkan
pola-pola penalaran yang lebih kompleks berdasarkan seperangkat nilai
yang lebih tinggi, serta untuk mendorong siswa mendiskusikan alasan-
alasan pilihan dan posisi nilai mereka, tidak hanya berbagi dengan
lainnya, akan tetapi untuk membantu perubahan dalam tahap-tahap
penalaran moral siswa. Metode yang dapat digunakan diantaranya
episode dilema moral dengan diskusi kelompok kecil.
c) Analysis
Pendekatan ini bertujuan untuk membantu siswa menggunakan pikiran
logis dan penelitian ilmiah untuk memutuskan masalah dan pertanyaan
nilai, untuk membantu siswa menggunakan pikiran rasional, proses-
proses analitik, dalam menghubungkan dan mengkonseptualisasikan
nilai-nilai mereka, serta untuk membantu siswa menggunakan pikiran
rasional dan kesadaran emosional untuk mengkaji perasaan personal,
nilai-nilai dan pola-pola perilakunya. Metode yang dapat digunakan
dalam pendekatan ini diantaranya diskusi rasional terstruktur yang

12
menuntut aplikasi rasio sama sebagai pembuktian, pengujian prinsip-
prinsip, penganalisaan kasus-kasus analog dan riset serta debat.
d) Klarifikasi nilai
Tujuan dari pendekatan ini adalah membantu siswa menjadi sadar dan
mengidentifikasi nilai-nilai yang mereka miliki dan juga yang dimiliki oleh
orang lain, membantu siswa mengkomunikasikan secara terbuka dan
jujur dengan orang lain tentang nilai-nilai mereka, dan membantu siswa
menggunakan pikiran rasional dan kesadaran emosional untuk mengkaji
perasaan personal, nilai-nilai dan pola berikutnya. Metode yang dapat
digunakan dalam pendekatan ini antara lain, role playing games,
simulasi, menyusun atau menciptakan situasi-situasi nyata atau riil yang
bermuatan nilai, latihan analisis diri (self analysis) secara mendalam,
aktivitas melatih kepekaan (sensitivity), aktivitas di luar kelas serta
diskusi kelompok kecil.
e) Action learning
Tujuan dari pendekatan ini adalah memberi peluang kepada siswa agar
bertidak secara personal ataupun sosial berdasarkan kepada nilai-nilai
mereka, mendorong siswa agar memandang diri mereka sendiri sebagai
makhluk yang tidak secara otonom interaktif dalam hubungan sosial
personal, tetapi anggota suatu sistem sosial. Metode yang dapat
digunakan dalam pendekatan ini adalah metode-metode didaftar atau
diurutkan untuk analisis dan klarifikasi nilai, proyek-proyek di dalam
sekolah dan praktek kemasyarakatan, keterampilan praktis dalam
pengorganisasian kelompok dan hubungan antar pribadi

13
BAB III

Penutup

3.1 kesimpulan
Nilai adalah sesuatu yang memberikan makna pada hidup, yaitu titik tolak, isi,
dan tujuan (Steeman dalam Sjarkawi, 2008:29). Nilai adalah sesuatu yang
dijunjung tinggi, yang mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. Nilai selalu
menyangkut tindakan sehingga nilai seseorang diukur melalui tindakan. Nilai-
nilai itu merupakan sebuah bagian kenyataan yang tidak bisa diabaikan. Bagi
manusia, nilai dijadikan sebagai landasan dalam menetapkan perbuatan yang
selanjutnya dijabarkan ke dalam bentuk kaidah atau norma sehingga menjadi
suatu perintah, imbauan, anjuran, keharusan, dan larangan. Segala sesuatu yang
mempunyai nilai kebenaran, kebaikan, keindahan, dan nilai kegunaan
merupakan nilai-nilai yang diperintahkan, dianjurkan, dan diharuskan. Segala
sesuatu yang tidak benar, tidak baik, dan tidak indah merupakan nilai-nilai yang
dilarang dan harus dijauhi. Gangguan atau keterlambatan perkembangan
berbahasa merupakan adanya keterbatasan atau keterlambatan anak dalam
menggunakan atau mengucapkan simbol-simbol bahasa untuk melakukan
komunikasi secara verbal sesuai dengan kelompok usia, jenis kelamin, adat
istiadat, dan kecerdasan anak (Hartanto F, 2011). Nilai agama atau nilai religius
adalah nilai yang bersumber dari keyakinan diri seseorang akan Tuhannya
(Sjarkawi, 2008:31). Nilai agama mempunyai posisi yang tertinggi dan mutlak
daripada nilai-nilai lainnya yang ada di masyarakat. Arifin (2003:126-127)
menyatakan bahwa nilai agama mengandung dua aspek, yaitu aspek normatif
(kaidah atau pedoman) dan operatif (landasan amal perbuatan). Ditinjau dari
aspek normatif nilai-nilai dalam Islam mengandung dua kategori, yaitu baik dan
buruk, benar dan salah, hak dan batil, diridai dan dikutuk oleh Allah. Ditinjau
dari aspek operatif nilai tersebut menjadi prinsip standarisasi perilaku.

14
DAFTAR PUSTAKA

DWI RESPATININGRUM 2014 PENGEMBANGAN NILAI-NILAI AGAMA DAN MORAL ANAK


USIA DINI DI TARBIYATUL ATHFAL AL ISLAMIYYAH AL MANSHUROH PERNASIDI
KECAMATAN CILONGOK BANYUMAS

Pramitha Adityasari 2014 STRATEGI PEMBELAJARAN NILAI-NILAI AGAMA ISLAM PADA


ANAK USIA 4-5 TAHUN DI KB-TK SITI SULAECHAH 04 SEMARANG

Asti Inawati Pengajar di SMP Sunan Averouss Yogyakarta e-mail: astiinawati@gmail.com


Al-Athfal: Jurnal Pendidikan Anak ISSN Cetak : 2477-4715 Diterima : 20 Januari 2017 Vol.
3 (1), 2017 ISSN Online : 2477-4189 Direvisi : 15 Maret 2017 DOI:- Disetujui : 25 April 201
Strategi Pengembangan Moral dan Nilai Agama Untuk Anak Usia Dini

15
16

Anda mungkin juga menyukai